6. BAB II

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Farmasi 2.1.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/per/XII/2010 tentang Industri farmasi, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah badan usaha yang memilik izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Obat itu sendiri adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Industri farmasi mempunyai fungsi : a. Pembuatan obat dan atau bahan obat; b. Pendidikan dan pelatihan; dan c. Penelitian dan pengembangan. 5

description

kSdxgakusyc

Transcript of 6. BAB II

Page 1: 6. BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Farmasi

2.1.1. Pengertian Industri Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1799/Menkes/per/XII/2010 tentang Industri farmasi, yang dimaksud dengan

industri farmasi adalah badan usaha yang memilik izin dari Menteri Kesehatan

untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat

adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi

pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan

mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Bahan

obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan

dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi.

Obat itu sendiri adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

Industri farmasi mempunyai fungsi :

a. Pembuatan obat dan atau bahan obat;

b. Pendidikan dan pelatihan; dan

c. Penelitian dan pengembangan.

Dibandingkan dengan berbagai industri yang lain, industri farmasi

memiliki ciri yang spesifik. Ciri industri farmasi yang perlu diperhatikan antara

lain adalah:

1. Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat (seperti registrasi,

CPOB, distribusi dan perdagangan produk yang dihasilkan, dan lain-lain)

karena menyangkut jiwa (nyawa) manusia.

2. Industri farmasi di samping menghasilkan obat untuk penderita, juga

merupakan suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh keuntungan

(profit). Jadi tidak hanya aspek sosial namun juga aspek ekonomi (bisnis).

5

Page 2: 6. BAB II

6

3. Industri farmasi adalah salah satu industri beresiko tinggi, karena bukan tidak

mungkin kelak dikemudian hari kalau terbukti bahwa terjadi akibat yang tidak

diinginkan karena penggunaan obat, industri farmasi dituntut dan membayar

ganti rugi yang sangat besar.

4. Industri farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi,

karena usia hidup produk atau obat (product life cycle) relatif singkat (lebih

kurang 10-25 tahun) dan sesudah itu akan ditemukan obat generasi baru yang

lebih baik, lebih aman dan lebih efektif.

2.1.2. Persyaratan Industri Farmasi

Semua industri farmasi wajib memiliki izin untuk usaha, izin tersebut

diperoleh dari Menteri Kesehatan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM). Berdasarkan SK. Menkes RI. No. 245/Menkes/SK/V/1990, persyaratan

yang harus dipenuhi sebuah industri farmasi untuk medapatkan izin usaha antara

lain:

1. Industri farmasi dapat diusahakan oleh Perusahaan Umum (Perum), atau

badan hukum lain yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi.

2. Harus memiliki rencana investasi.

3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

4. Semua kegiatannya harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOB) sesuai dengan ketentuan SK. Menkes RI.

No.43/Menkes/SK/II/1988.

5. Mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga

negara Indonesia, sebagai penganggung jawab produksi dan sebagai

penanggung jawab pengawasan mutu, sesuai dengan ketentuan CPOB.

6. Obat yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah

memperoleh persetujuan dari BPOM, sesuai dengan Permenkes

No.242/Menkes/SK/V/1990.

Page 3: 6. BAB II

7

2.1.3. Izin Usaha Industri Farmasi

Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas :

a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas;

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;

c. Memiliki nomor pokok wajib pajak;

d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara

Indonesia masing-masing sebagai penanggungjawab pemastian mutu,

produksi, dan pengawasan mutu; dan

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung

dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan-ketentuan,

sebagai berikut:

a. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.

b. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB.

c. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi

persyaratan.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB

diatur oleh Kepala Badan POM.

Obat–obat yang telah diproduksi oleh industri farmasi harus memiliki izin

edar. Kriteria obat yang memiliki izin edar menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 sebagai berikut:

1. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui

percobaan hewan dan uji klinis atau bukti–bukti lain sesuai dengan status

perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai cara

pembuatan obat yang baik (CPOB), spesifikasi, dan metoda pengujian

terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang

sahih.

3. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin

penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional.

4. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.

Page 4: 6. BAB II

8

5. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan

kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang

telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim.

6. Khusus untuk kontrasepsi progam nasional dan obat progam lainnya yang

akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.

Persyaratan registrasi obat dalam negeri menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 sebagai

berikut:

1. Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industry farmasi

yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.

2. Industri farmasi yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan CPOB

3. Pemenuhan persyaratan CPOB yang dimaksud dibuktikan dengan sertifikat

CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.

2.1.4. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Izin usaha suatu industri farmasi dapat dicabut apabila:

1. Tidak memenuhi persyaratan dalam izin usaha industri farmasi.

2. Dengan sengaja memproduksi obat yang tidak memenuhi persyaratan dan

ketentuan yang berlaku.

3. Tidak menyampaikan informasi industri kepada BPOM secara berturut-turut

tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.

4. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industry farmasi, dan

perluasan bangunan (pabrik) tanpa memiliki izin.

5. Diketahui mengedarkan obat yang nomor registrasinya sudah tidak berlaku

lagi (tidak melakukan regristrasi ulang untuk obat tersebut).

Page 5: 6. BAB II

9

2.2. Kompetensi Apoteker di Industri Farmasi

Kompetensi Apoteker di industri farmasi menurut Asosiasi Pendidikan

Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) yaitu:

1. Kompetensi Utama:

a. Mampu melaksanakan fungsi pendaftaran obat jadi secara efektif, terutama

dalam hal pengisian formulir kelengkapan pendaftaran.

b. Mampu berpartisipasi dalam mengembangkan senyawa/bahan aktif

terapeutik atau eksipen baru yang lebih baik/aktif.

c. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengembangan formula

sediaan obat, pilot plant dan up-scaling.

d. Mampu berpartisipasi dalam pengembangan spesifikasi bahan (bahan awal

maupun sediaan jadi), metode analisis, prosedur pengujian untuk bahan

awal, obat jadi dan kemasan.

e. Mampu melaksanakan produksi sediaan obat sesuai dengan CPOB dan

ketentuan lain dalam rangka menghasilkan produk yang baik/bermutu tinggi.

f. Mampu melakukan pengendalian secara teknis operasi/proses manufaktur

atau pembuatan sediaan obat.

g. Mampu melaksanakan fungsi pengawasan mutu bahan awal dan sediaan

obat sesuai dengan cara laboratorium yang baik (good laboratory practice)

dan CPOB untuk menjamin mutu produk yang akan dipasarkan serta untuk

menjamin kesehatan dan keselamatan kerja.

h. Mampu melakukan pengemasan produk dengan bahan pengemas yang

sesuai.

i. Mampu merancang dan melakukan uji stabilitas dan berbagai perhitungan

untuk menentukan kondisi penyimpanan produk yang tepat serta waktu

kadaluarsa produk.

j. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam uji klinik obat baru.

k. Mampu melaksanakan promosi dan penyampaian informasi kepada tenaga

profesional kesehatan lain.

2. Kompetensi Pendukung:

a. Mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan validasi proses.

Page 6: 6. BAB II

10

b. Mampu melaksanakan pengelolaan inventory yang efektif dan efisien untuk

memenuhi kebutuhan rutin industri dan yang menjamin pemeliharaan

kualitas bahan selama penyimpanan sesuai dengan sifat bahan yang ada.

c. Mampu berpartisipasi/berkontribusi dalam menghasilkan dan mendiseminasi

pengetahuan baru.

2.3. Tugas dan Fungsi Apoteker di Industri Farmasi

Menurut PP 51 tahun 2009, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah

lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Dalam

CPOB 2012 disebutkan bahwa personil kunci dalam suatu industri farmasi

mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala

bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Kepala bagian Produksi dan kepala

bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala bagian Pengawasan Mutu

harus independen satu terhadap yang lain. Demikian juga dinyatakan dalam

Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 pasal 9 (1) bahwa “Industri farmasi

harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-

masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap

produksi Sediaan Farmasi”. Oleh karena itu, sekurang-kurangnya terdapat tiga

orang Apoteker yang bertanggung jawab dalam suatu industri farmasi.Selain

dalam ketiga bidang tersebut, seorang Apoteker juga berperan dalam bidang

lainnya, yaitu registrasi produk/obat, pemasaran produk, serta pengembangan

produk.

Di dalam industri farmasi, khususnya dalam science technology seorang

Apoteker dituntut berperan sebagai researcher, selain perannya yang tercakup

dalam seven star pharmacist yang dideklarasikan oleh WHO. Tujuh peran

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Care giver

Pemberi pelayanan di industri dalam bentuk informasi obat, efek samping

obat, informasi analitis mengenai hal yang berhubungan dengan obat dan lain-

lain.

Page 7: 6. BAB II

11

2. Decision Maker

Pengambil keputusan yang tepat untuk mengefisienkan dan mengefektifkan

sumber daya yang ada di industri seperti pengendalian bahan awal dan obat

jadi, alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan, pemanfaatan sumber daya

manusia yang strategis dan tepat dalam memasarkan dan memperkenalkan

obat kepada masyarakat.

3. Communicator

Mampu berhubungan dan berkomunikasi secara internal maupun eksternal,

baik kepada atasan, bawahan atau rekan sejawat di industri. Oleh karena itu

apoteker harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, secara lisan

maupun tulisan.

4. Leader

Mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat baik dalam memimpin diri sendiri

maupun orang lain serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.

5. Manager

Mampu mengelola dan mengatur seluruh sumber daya yang ada dan dapat

mengakumulasikannya untuk meningkatkan kinerja industri dari waktu ke

waktu.

6. Long life learner

Peran Apoteker sebagai long-life learner berarti seorang Apoteker harus

melakukan proses pembelajaran terus menerus sepanjang hidupnya. Hal ini

harus dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan Apoteker

itu sendiri.

7. Teacher

Bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai

hal-hal yang berhubungan dengan dunia industri kepada sejawat Apoteker

dalam praktik kerja lapangan, dalam seminar mengenai aspek-aspek industri,

dan lain-lain.

Page 8: 6. BAB II

12

2.3.1. Peran, Fungsi dan Tugas Apoteker di PT. Bayer Indonesia

Apoteker di Industri Farmasi PT. Bayer memiliki peran penting dalam

beberapa bidang, antara lain:

A. Quality Assurance/ Quality ControlManagement (QA/QC)

B. Production Management (Manajemen Produksi)

C. Packaging Management (Manajemen Pengemasan)

D. Material Management (Manajemen Persediaan)

E. Regulatory & Product Information (Regulasi & Informasi Produk).

Apoteker tersebut harus terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan

yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang

pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk

melaksanakan tugasnya secara profesional.

A. Quality Assurance/ Quality Control Management (QA/QC)

Departemen ini merupakan keseluruhan sistem yang dibuat dengan tujuan

agar seluruh produk obat dan suplemen yang diproduksi oleh PT. Bayer Indonesia

Cimanggis Plant sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Departemen ini

melakukan sistem pengendalian mutu dan diberi wewenang untuk meluluskan

atau menolak bahan baku, bahan pengemas (primer dan sekunder) maupun produk

jadi yang dihasilkan sesuai standar mutu tersebut. Pada PT. Bayer Indonesia,

bidang Quality Control dan Quality Assurance berada dalam satu departemen

yaitu Departemen Quality Assurance/Quality Control.

Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab

langsung kepada Plant Manager. Secara umum, Departemen Quality Assurance

bertugas untuk memastikan bahwa semua faktor yang terlibat dalam proses

produksi obat dari mulai bahan baku hingga produk jadi telah memenuhi

spesifikasi yang ditetapkan oleh PT. Bayer Indonesia Cimanggis Plant, memenuhi

prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good

Manufacturing Practice (GMP) serta memenuhi peryaratan regulasi dari Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Page 9: 6. BAB II

13

Tugas - tugas Departemen Quality Assurance/Quality Control adalah:

1. Mengendalikan seluruh proses produksi agar sesuai dengan petunjuk Good

Manufacturing Practice (GMP) dan spesifikasi Bayer yang berhubungan

dengan bahan awal, proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan

pengiriman produk.

2. Memastikan mutu bahan awal (raw material, termasuk air dan bahan

pengemas).

3. Memastikan mutu produk ruahan.

4. Memastikan kuantitas dan kualitas produk jadi sesuai dengan spesifikasi PT.

Bayer dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

5. Melakukan evaluasi terhadap stabilitas dan kualitas produk.

6. Melakukan penyelidikan terhadap keluhan pada produk dengan bekerja sama

dengan bagian produksi.

7. Mendokumentasikan seluruh kegiatan operasional di bagian Quality

Assurance/Quality Control.

8. Memastikan bahwa semua personel yang berkaitan dengan proses produksi dan

jaminan kualitas telah mendapatkan pelatihan yang memadai mengenai GMP.

Bagian-bagian dari Departemen Quality Assurance/Quality Control:

a. Quality Assurance (QA)

QA merupakan sistem yang dibuat untuk memaksimalkan dan

memungkinkan produk memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Tujuan

atau sasaran QA adalah tidak ada cacat (zero defect) dalam produksi sesuai

dengan standar yang ditentukan. Tindakan yang dilakukan QA adalah

menghindarkan kesalahan dan menemukannya secara dini, yaitu dengan

adanya In Process Control (IPC) untuk melakukan pengontrolan pada tingkat

produksi dan barang akhir (finished goods) serta menanamkan kesadaran pada

setiap karyawan untuk menjaga kualias dimanapun ia bekerja.

Tanggung jawab QA di PT. Bayer Indonesia diantaranya:

1. Mengatur tingkat jaminan dari operasi laboratorium dengan menerapkan

Good Laboratory Practice (GLP). Kegiatannya meliputi sampling, testing,

Page 10: 6. BAB II

14

dan reviewing hasil tes yang menentukan ketepatan pengambilan keputusan

mengenai bahan dasar produk ruahan dan produk akhir serta membuat

penilaian tentang kualitas mikrobiologi dari peralatan dan air yang digunakan

dalam produksi.

2. Bertanggung jawab menentukan status material dan produksi yang digunakan

dalam produksi dan menjamin kestabilan produk selama penyimpanan dan

distribusi.

3. Menjamin bahwa semua batch hasil produksi telah dikemas dan diperiksa

sesuai dengan standar current Good Manufacturing Practice (cGMP) dan

kebijakan yang telah ditetapkan oleh PT. Bayer pusat yang disetujui oleh

BPOM.

4. Mengelola sampel pertinggal dan batch record dalam periode tertentu dan

semua data yang berhubungan dengan proses pembuatan obat agar tetap

sesuai dengan spesifikasi yang diminta.

5. Menentukan umur produk sesuai dengan stabilitasnya dan memonitor

stabilitas dari produk.

6. Menangani keluhan atas produk (product complaint).

7. Memberikan pelatihan kepada karyawan yang berperan dalam proses

pembuatan obat, terutama mengenai CPOB.

8. Menjamin pelaksanaan Total Quality Management (TQM) ke dalam proses

pembuatan obat.

9. Bertanggung jawab terhadap studi stabilitas dari berbagai produk dan

pengawasan terhadap lingkungan.

10. Bertanggung jawab untuk melakukan review dan menjaga batch record dalam

waktu tertentu, dan juga memusnahkan dokumen dengan prosedur yang

sesuai.

11. Bertanggung jawab untuk menangani Deviations Controls, Change Controls,

GMP Training, Audits, Product Complaints, Recalls, Qualification and

Validation activities, PQR (Product Quality Review) dan CAPA (Corrective

Action and Preventive Action).

Page 11: 6. BAB II

15

12. Marketing Authorization produk yang diproduksi dengan database updated

pada TRD atau CTD yang valid dan Registration Status atau MA.

13. Menangani PQR (Product Quality Review) dengan meyakinkan data sesuai

SOP yang valid.

14. Menangani pengembangan packing material.

15. Menangani up-date Technical Registration Documents atau CTD (Common

Technical Dossiers) dan sebagai referensi untuk produksi, pengemasan, dan

Laboratorium QC untuk meyakinkan Regulatory Compliance.

16. Mengefektifkan Maintenance and Calibration System dengan bekerjasama

dengan Departemen Engineering dan laboratorium QC untuk melakukan

kalibrasi dan kualifikasi instrumen, peralatan, dan alat-alat yang digunakan

dalam produksi dan menguji produk.

17. Memonitor inspeksi diri GMP mengikuti SOP yang valid.

b. Quality Control (QC

Tugas utama QC adalah memeriksa bahan baku, bahan pengemas, produk

antara, produk ruahan, dan obat jadi yang dibuat agar sesuai dengan

spesifikasi, prosedur dan kondisi yang telah ditentukan. Kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh QC di PT. Bayer adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Bahan Baku Obat

a. Pengambilan Sampel Bahan Baku Analisis

i. Pemeriksaan bahan baku dilakukan oleh petugas QC setiap bahan baku

datang. Pada bahan tersebut ditempelkan pallet label yang berwarna

kuning (quarantine status).

ii. Petugas QC memakai pakaian sampling dan melakukan sampling di

ruang sampling. Sampel diambil di dalam ruang pengambilan sampel.

iii. Menghindari segala kemungkinan pencemaran saat pengambilan

sampel.

iv. Tidak boleh menyentuh bahan baku langsung dengan tangan.

v. Permukaan wadah harus bersih dari debu.

Page 12: 6. BAB II

16

vi. Jumlah sampel yang diambil sesuai dengan sampel untuk analisis

kimia, yaitu jumlah sampel (N) = 3, maka diambil (n) = 3 dan jika (N)

> 3, maka (n) = �√ N+1

vii. Wadah ditutup kembali dan ditempel pallet label.

b. Analisis Bahan Baku Obat

Analisis bahan baku obat dilakukan sesuai dengan spesifikasi dari PT.

Bayer atau spesifikasi menurut buku standar lainnya yang dipersyaratkan untuk

setiap bahan baku. Analisis yang dilakukan terhadap bahan baku antara lain:

identifikasi, kadar, kemurnian, kontaminasi mikroba dan lain-lain tergantung

dari spesifikasi bahan baku yang bersangkutan. Analisis dilakukan

menggunakan instrumen seperti spektrofotometer UV-Visible, Infra Red (IR),

High Pressure Liquid Chromatography (HPLC), Atomic Atom

Spectrophotometer (AAS), Inductive Coupled Plasma (ICP) dan lain-lain. Bila

hasil analisis memenuhi spesifikasi, maka bahan direlease melalui sistem. Bila

hasil analisis tidak memenuhi spesifikasi, maka bahan direject melalui sistem

dan diberi label merah (rejected).

2. Pemeriksaan Bahan Pengemas

Pemeriksaan ini bertujuan menguji pengemas yang baru dikirim oleh

pemasok untuk mengubah statusnya menjadi released sehingga dapat digunakan.

Sampel diambil secara acak sehingga mewakili seluruh bahan yang akan dipakai.

Bahan pengemas yang datang diletakkan di receiving area kemudian petugas QC

akan melakukan pengambilan pengemas untuk dilakukan pemeriksaan.

a. Pengambilan Sampel Bahan Pengemas Untuk Analisis

Untuk bahan kemasan primer pengambilan sampel dilakukan di sampling

room. Bahan pengemas disampling dengan cara membuka wadah, lalu diambil

sampelnya setelah sebelumnya dikumpulkan dalam satu pallet (berlaku untuk

barang dengan nomor lot asal lebih dari satu). Pengambilan secara acak serta

dapat mewakili keseluruhan dibawah pengawasan bagian gudang. Pallet diberi

penandaan dan diparaf oleh QC pada pallet label. Untuk bahan kemasan

sekunder dan tersier, pengambilan sampel dapat dilakukan di area gudang.

Seluruh bahan kemasan juga menggunakan rumus (n)=√ N+1. N tidak

Page 13: 6. BAB II

17

dimaknai sebagai jumlah seluruh barang yang datang, tetapi jumlah kemasan.

Sehingga N dalam order tube tidak dihitung dari 60.500 tube yang datang

melainkan dari 500 box tube tersebut.

b. Analisis Bahan Pengemas

Pemeriksaan bahan pengemas meliputi spesifikasi: jenis bahan, ukuran, tes

kebocoran, tes kontaminasi mikroba, kebersihan, kestabilan, warna, teks,

nomor registrasi, logo dan lain-lain. Setiap bahan pengemas memiliki lembar

kerja tersendiri yang terstandardisasi dalam spesifikasi bahan pengemas.

3. Pemeriksaan Produk Ruahan

a. Tablet, meliputi: pemerian, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan,

waktu hancur, disolusi, ketebalan, dan kadar zat aktif. Sirup, meliputi:

pemerian, kejernihan, pH, berat jenis, viskositas, keseragaman volume dan

kadar zat aktif.

b. Semi solid, meliputi: pemerian, homogenitas fisik, kadar zat aktif, viskositas,

dan mikrobiologi.

4. Pemeriksaan Terhadap Produk Kemasan Komersial

Salah satu aspek pelulusan suatu batch produk adalah kontrol terhadap contoh

kemasan lengkap (Finished Good Control), yang meliputi:

a. Kebenaran, kelengkapan dan kelayakan kemasan.

b. Kelengkapan dan kebenaran kode nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

c. Identitas dan kelengkapan isi atau produk harus lengkap dan sesuai.

5. Pemantauan Secara Mikrobiologis

a. Pemantauan udara terhadap mikroba cemaran 4 kali setahun untuk kelas E.

b. Pemantauan ruangan empat kali setahun untuk kelas E.

QC juga melakukan pemantauan air yaitu purified water, drinking water, air

tanah, air olahan, dan air limbah. Evaluasi yang dilakukan meliputi:

a. Purified water/portable water/drinking water: jumlah bakteri maksimal yang

terkandung tidak boleh ditemukan coliform dan Pseudomonas aeruginosa.

b. Air tanah: pemeriksaan secara fisika (suhu, warna, bau, kekeruhan) dan

pemeriksaan secara kimia (jumlah zat padat dan organik).

Page 14: 6. BAB II

18

c. Air olahan: pemeriksaan meliputi pH, carbonate hardness, total hardness,

kadar fosfat, dan sulfit.

d. Air limbah: pemeriksaan secara fisika (suhu, warna, kekeruhan, zat terlarut dan

tersuspensi) dan pemeriksaan secara kimia (pH, COD, BOD).

6. Penanganan Produk Kembalian (Returned Product)

Produk yang dikembalikan biasanya dikarenakan barang tersebut telah

mencapai masa kadaluwarsanya. Penanganan produk kembalian adalah sebagai

berikut:

a. Distributor mengisi formulir pengembalian barang.

b. Gudang menempelkan pallet label berwarna kuning pada produk kembalian

tersebut kemudian dikarantina/dipisahkan.

c. Asisten manager gudang menyampaikan formulir permintaan pemeriksaan

pada QC.

d. QC melakukan pemeriksaan visual dan jika perlu melakukan analisis

sampel.

e. Produk tidak dapat diganti bila diterima lebih dari satu bulan sebelum atau

dua bulan sesudah tanggal kadaluwarsa, juga bila adanya kerusakan karena

penyimpanan dan kerusakan kemasan (box, label, strip).

f. Produk yang memenuhi persyaratan untuk diganti dapat diganti dalam

kemasan terkecil yang masih utuh.

7. Validasi

Merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap

bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang

digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil

yang diinginkan atau valid secara konsisten. Validasi yang ada di PT. Bayer

Indonesia meliputi:

a. Manufacturing Procedure Validation (Validasi Proses Produksi)

Adalah tindakan pembuktian (terdokumentasi) bahwa proses produksi yang

dilakukan sesuai dengan dokumen proses pengolahan dan menghasilkan

produk yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan secara terus-

menerus. Tujuan validasi ini untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan dan

Page 15: 6. BAB II

19

mencegah terjadinya internal failure (rework) dan eksternal failure (recall).

Validasi dilakukan bila terjadi perubahan bahan awal, alat produksi, prosedur

produksi, dan adanya produk baru.

b. Analytical Methode Validation (Validasi Metode Analisis)

Validasi metode analisis adalah untuk membuktikan semua metoda analisa

yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu, senantiasa

mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten. Tujuan validasi ini untuk

meyakinkan bahwa metode analisis yang digunakan dapat memberikan hasil

yang akurat dan terpercaya.

c. Cleaning Validation (Validasi Pembersihan)

Bertujuan untuk meyakinkan bahwa pembersihan yang dilakukan sesuai

dengan prosedur yang ditetapkan dan telah mencapai tujuan, yaitu menghindari

kontaminasi pada produk yang ditimbulkan akibat penggunaan alat atau

ruangan tersebut. Prinsip cleaning validation, yaitu:

i. Memeriksa kebersihan peralatan dari residu produk setelah dilakukan

pembersihan.

ii. Tes residu dijalankan pada titik-titik tertentu yang mewakili seluruh

permukaan alat (total residu) yang kontak langsung dengan produk.

iii. Untuk evaluasi keamanan akibat kontaminasi, dosis terapeutik terendah

dalam sehari (daily intake dose) dari bahan aktif dalam produk sebelumnya

dinyatakan sebagai dosis maksimum yang boleh ada pada produk

selanjutnya.

iv. Evaluasi tingkat cemaran mikroba setelah dilakukan pembersihan alat.

d. Packaging Validation (Validasi Pengemasan)

Validasi pengemasan yaitu validasi prosedur pengemasan sehingga proses

pengemasan menghasilkan produk yang memiliki hasil yang sesuai dengan

spesifikasinya dan hasil yang diinginkan. Sampling dilakukan oleh petugas

bagian pengemasan dan diuji oleh QC.

e. Transport Validation (Validasi Transport)

Page 16: 6. BAB II

20

Validasi ini dirancang untuk meyakinkan semua kondisi pengangkutan lewat

jalan darat, udara, dan laut dengan perbedaan zona iklim di seluruh dunia untuk

produk-produk Bayer Consumer Care triangulated. Jalur pengangkutan akan

dipilih sehingga dapat mencakup semua zona iklim dan cara pengangkutan.

Untuk setiap rute pengangkutan yang dipilih, barang akan disertakan dengan

temperatur recording sehingga dapat mencatat data.

f. Computerized Systems Validation/CSV (Validasi Sistem Komputerisasi)

Computerized Systems Validation merupakan proses untuk mengevaluasi dan

mendokumentasikan semua komponen dari suatu sistem agar memenuhi syarat-

syarat yang ditetapkan. CSV memerlukan bukti yang didokumentasikan

sehingga dapat menjamin bahwa sistem sesuai spesifikasi yang sudah ada dan

akan dilanjutkan untuk memberikan hasil yang teliti, dapat dipercaya, dan

aman terhadap adanya perubahan. Usaha ini dapat membantu untuk

meyakinkan mutu dengan meminimalkan resiko dari kegagalan error dan

kegagalan sistem. CSV adalah pendekatan untuk instalasi baru seperti sistem

terkomputerisasi yang sudah ada (legacy systems).

8. Kualifikasi

Bertujuan untuk meyakinkan bahwa semua peralatan dan fasilitas memenuhi

persyaratan dan tidak terdapat pengaruh negatif pada kualitas produk. Tahapan

kualifikasi peralatan, yaitu :

a. Design Qualification (Kualifikasi Desain) adalah tindakan melengkapi dan

mendokumentasikan suatu rancangan (design review) untuk menyakinkan

bahwa seluruh aspek mutu telah dipertimbangkan dan dikaji.

b. Installation Qualification (Kualifikasi Instalasi) adalah tindakan untuk

memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang telah dipasang dengan

benar dan memenuhi desain yang telah ditentukan. Kualifikasi instalasi

dilakukan pada waktu instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau

pemindahan alat.

c. Operational Qualification (Kualifikasi Operasional) adalah tindakan untuk

memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang telah dapat dioperasikan

Page 17: 6. BAB II

21

dengan baik sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Kualifikasi

operasional dilakukan pada setelah kualifikasi instalasi.

d. Performance Qualification (Kualifikasi Kinerja) adalah tindakan untuk

memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang dapat memberikan

kinerja atau berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan

dengancara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.

Kualifikasi kinerja dilakukan setelah kualifikasi operasional.

B. Production Management (Managemen Produksi)

PP 51 pasal 7 menyebutkan bahwa: (1) Pekerjaan Kefarmasian dalam

Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab. (2)

Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu

oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

Berdasarkan pada PP 51 pasal 7 tersebut, disebutkan bahwa dalam produksi

sediaan farmasi harus memiliki apoteker penanggung jawab dan dapat dibantu

oleh apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian, hal tersebut

menunjukkan bahwa haruslah ditunjuk seorang apoteker untuk menangani proses

produksi dalam suatu industri farmasi.

Departemen produksi dipimpin oleh Production Manager, dibantu oleh

Production Asistant Manager, Production Supervisor, In Process Control (IPC)

Pharmacist, Product Development Pharmacist, Granulating Foreman, Mixing

Foreman, Tabletting Foreman, Coating Foreman, Dispensing Foreman, dan Operator.

a. Production Manager

Peran, fungsi serta tugas apoteker sebagai Production Manager antara lain:

1. Fungsi

Merencanakan, mengatur dan mengontrol semua proses produksi dan

sumber daya untuk memproduksi produk farmasetikal ruahan yang sesuai

dengan spesifikasi, memenuhi kaidah (CPOB) dan regulasi yang telah

ditetapkan oleh (BPOM).

2. Tugas dan tanggung jawab

Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab

penuh dalam produksi obat, termasuk :

Page 18: 6. BAB II

22

a) Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar

memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.

b) Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi

dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.

c) Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan

ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan

kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

d) Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di

bagian produksi.

e) Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.

f) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi

personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai

kebutuhan (BPOM, 2012).

b. Production Assistant Manager

Peran, fungsi serta tugas apoteker sebagai Production Assistant Manager

adalah :

Fungsi

Mengawasi dan memastikan bahwa setiap proses produksi telah memenuhi spesifikasi

Bayer, CPOB dan regulasi BPOM.

1. Tugas dan tanggung jawab

a. Membantu Production Managerdalam merencanakan jadwal kegiatan

produksi, melaporkan proses produksi yang sedang berlangsung serta setiap

penyimpangan proses produksi.

b. Memastikan bahwa setiap penyimpangan dari proses produksi

diketahui dan mendapat persetujuan dari Production Manager.

c. Production Supervisor

Production Supervisor bertanggung jawab langsung kepada Production

Manager dan Production Assistant Manager. Production Supervisor membawahi

beberapa orang Foreman (kepala) operator mesin produksi dan beberapa staf IPC.

Peran, fungsi serta tugas apoteker sebagai Production Supervisor antara lain:

a. Fungsi

Page 19: 6. BAB II

23

Menghasilkan produk farmasetikal ruahan yang memenuhi spesifikasi Bayer

dalam hal produksi hingga menjadi produk ruahan sesuai pedoman Bayer,

memenuhi kaidah CPOB dan regulasi yang telah ditetapkan oleh BPOM.

b. Tugas dan tanggung jawab

Membantu Assistant Production Manager dalam merencanakan jadwal

harian dan melaporkan atau menginformasikan bila terdapat

penyimpangan dalam atau selama proses produksi.

Memastikan bahwa setiap penyimpangan yang dilaporkan oleh In

Process Control, yang akan berhubungan dengan proses produksi

produk ruahan, telah mendapat persetujuan dari Assistant Production

Manager sebelum proses dilaksanakan.

Memastikan bahwa segala fasilitas dalam proses produksi (ruangan,

peralatan dan kelengkapan lainnya) telah bersih, sesuai pada tempatnya,

dalam kondisi yang baik dan dapat beroperasi secara aman serta

melaporkan setiap fasilitas yang rusak agar dapat menetapkan tindakan

alternatif.

Memastikan bahwa setiap personel yang berhubungan dengan proses

produksi telah mendapat pelatihan CPOB yang memadai.

Bertanggung jawab terhadap validasi dan feasibility trial pada

pengembangan produk baru.

d. In Process Control (IPC) Pharmacist

Setiap parameter dalam setiap tahapan produksi yang mempengaruhi kualitas

produk selalu dikendalikan dan dipantau oleh bagian In Process Control (IPC)

Pharmacist. In Process Control Pharmacist juga berperan dalam validasi dan revalidasi

setiap aspek produksi antara lain menetapkan kualifikasi dan spesifikasi fasilitas

produksi serta verifikasi sistem komputerisasi.

Peran, fungsi serta tugas IPC Pharmacist antara lain:

a. Fungsi

Page 20: 6. BAB II

24

Melakukan aktivitas In Process Control, validasi dan meningkatkan kualitas

proses produksi yang sesuai dengan spesifikasi mutu dari Bayer, prinsip-prinsip

CPOB dan memenuhi regulasi BPOM.

b. Tugas dan tanggung jawab

Mengontrol kegiatan In Process Control harian, antara lain pengawasan,

pengendalian, pencatatan data, pengambilan sampel serta dokumentasi.

Mengadakan validasi dan revalidasi melalui koordinasi dengan bagian

produksi terkait.

Memastikan bahwa produk ruahan yang diproduksi telah sesuai dengan

spesifikasi Bayer, CPOB dan regulasi dari BPOM.

Memastikan bahwa setiap penyimpangan dari prosedur standar telah

diketahui dan disetujui oleh Assistant Production Manager sebelum proses

produksi dilaksanakan.

Memastikan bahwa setiap permasalahan dalam proses produksi dapat

diminimalisir.

Membuat proposal dalam hal peningkatan dan pengembangan proses

produksi kepada Assistant Production Manager.

Memberikan rekomendasi pelatihan tentang peningkatan kualitas,

inspeksi diri dan CPOB bagi setiap personel produksi.

e. Product Development Pharmacist

PT. Bayer Indonesia tidak mempunyai departemen Riset dan

Pengembangan (Research and Development) tersendiri, tapi menjadi satu dengan

Bayer Global, yakni R&D Global. Untuk menjembatani antara Bayer global dan

lokal, maka dibuat bagian Product Development. Secara struktural, Product

Development bertanggung jawab kepada Production Assistant Manager dan/atau

Production Manager. Tugas Product Development yaitu melakukan perbaikan

formula produk (improve formula), membuat varian lain dari produk yang sudah

ada, membuat bentuk sediaan baru dari produk, dan menangani technology

transfer.

Peran, fungsi serta tugas apoteker sebagai Product Development Pharmacist:

1. Fungsi

Page 21: 6. BAB II

25

Melakukan aktivitas terhadap pengembangan formulasi atau reformulasi

terhadap produk baru atau produk yang telah ada. Selain itu melakukan

feasibility trial agar formula yang ditemukan dapat dikerjakan ditempat lain

dengan kondisi dan alat yang sama sehingga memiliki kualitas mutu yang sama

pula.

2. Tugas dan tanggung jawab

a. Mencari pengembangan produk baru dan re-formulasi terhadap produk

yang ada berdasarkan spesifikasi, biaya, dan teknologi yang telah

disetujui.

b. Bertanggung jawab atas transfer teknologi atau produk dari cabang

yang lain (feasibility test), contoh: transfer teknologi ITC-Gaillarch

ke cabang PT. Bayer yang lain.

c. Membuat jadwal transfer atau formulasi agar sesuai dengan waktu

peluncuran produk (Launching dead line).

d. Membuat proposal mengenai pengembangan proses pembuatan

formula dan kelengkapan fisik produk yang baik ke Assistant Production

Manager dan/atau Production Manager.

Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki :

1. Formulasi

2. Teknologi farmasi

3. Pengembangan bahan pengemas

4. Penyiapan data penunjang registrasi (IAI, 2004).

C. Packaging Management (Manajemen Pengemasan)

Departemen packaging dipimpin oleh Packaging Manager, dibantu oleh

Packaging Asistant Manager, Packaging Supervisor, In Process Control (IPC)

Packaging, Packaging Administrator, Packaging Engineering, Foreman, Forewoman,

dan Operator.

Peran, fungsi serta tugas apoteker sebagaiPackaging Manager antara lain:

1. Fungsi

Merencanakan, mengatur dan mengontrol semua proses packaging.

Page 22: 6. BAB II

26

2. Tugas dan tanggung jawab

a. Merencanakan, mengatur dan mengontrol semua proses packaging

sampai ke bentuk finished goods yang relevan dengan prinsip CPOB

dan regulasi BPOM.

b. Memastikan bahwa kualitas di bagianpackaging telah diterapkan

oleh masing-masing personel.

c. Memastikan bahwa packing dari finished goods sesuai dengan

spesifikasi Bayer.

d. Memastikan bahwa semua proses packaging produk dilakukan dengan

sesuai dan tepat waktu, serta berada dalam batas-batas yang

dibolehkan.

e. Memastikan bahwa setiap proses packaging terdokumentasi.

f. Menjamin keamanan di area packaging dan fasilitasnya.

g. Mengontrol area tempat kerja selalu tertata rapi dan sebagaimana

mestinya.

h. Mengontrol alat (balances dan thermohygrometer) dikalibrasi secara

teratur.

i. Membuat rekomendasi kepada Plant Manager mengenai budget dan

kebutuhan bagian packaging di masa yang akan datang.

j. Memastikan bahwa setiap personel melaksanakan setiap pekerjaan

dengan produktif dan tepat.

k. Menginvestigasi setiap kesalahan dan mempersiapkan solusi untuk

setiap permasalahan.

l. Menjadi auditor saat GMP internal audits.

m. Memberikan pelatihan untuk setiap personel packaging terkait dengan

informasi baru di bidang packaging.

n. Membekali diri dengan kemampuan management dan profesionalitas.

D. Material Management (Manajemen Persediaan)

Departemen Material Management terdiri dari dua sub departemen, yaitu

Production Planning and Inventory Control (PPIC) dan Warehouse (WH).

a. Production Planning and Inventory Control (PPIC)

Page 23: 6. BAB II

27

PPIC bertugas untuk melakukan perencanaan produksi dan pengendalian

persediaan. Dalam melakukan perencanaan produksi, PPIC mendapat gambaran

produksi dalam bentuk perkiraan (forecast) untuk tiga bulan ke depan dari bagian

marketing. Dari forecast, PPIC memasukkan data sehingga terbentuk

Manufacturing Order (MO).

MO terdiri dari dua jenis, yaitu MO untuk bagian produksi, packaging dan

MO untuk bagian penyediaan barang (Material Management). Setiap tiga bulan

sekali MO dikirim ke bagian produksi dan packaging, kemudian PPIC

berkoordinasi dengan bagian produksi dan packaging akan membuat perencanaan

produksi per minggu, selanjutnya jadwal produksi ini diperiksa oleh bagian PPIC

untuk disesuaikan dengan jadwal ketersedian bahan baku dan bahan pengemas.

PPIC juga harus memperhitungkan adanya Special Delivery Order (SDO), yaitu

permintaan produksi diluar kapasitas normal, misalnya untuk kebutuhan

penggantian produk yang daluarsa/rusak, untuk promosi, souvenir, dll.

MO untuk bagian Material Management diubah menjadi Purchasing

Request (PR) yang akan dikirim ke bagian purchasing. Dari purchasing request

ini, oleh bagian pembelian akan diubah menjadi purchasing order (PO) yang akan

dikirim ke vendor. Vendor di PT. Bayer ini merupakan vendor yang telah disetujui

berdasarkan SOP (approved vendor), yang juga terdaftar dalam sistem SAP.

Inventory yang dikelola oleh PPIC meliputi bahan baku, bahan pengemas, produk

ruah, produk ruah impor dan produk jadi.

Evaluasi persediaan material yang dikelola oleh PPIC meliputi:

1. Cycle count merupakan perhitungan ulang dilakukan setiap bulan dari total

material maupun produk dibandingkan dengan persediaan yang ada dalam

sistem SAP. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya kekurangan stok.

Namun evaluasi ini sudah tidak dilakukan lagi di PT. Bayer.

2. Annual Stock Taking (penghitungan stok) dilakukan setiap akhir tahun terhadap

semua material oleh pihak material management dan finance yang disertai

auditor independent adjusment, lalu dibandingkan dengan persediaan yang ada

di dalam sistem SAP. Dalam penghitungan ini semua stok dihitung termasuk

yang sedang diproses di bagian produksi. Jika terdapat adanya perbedaan

Page 24: 6. BAB II

28

antara persediaan material sebenarnya dengan persediaan di sistem, maka

bagian finance harus segera melakukan penyesuaian (adjustment). Perbedaan

persediaan material yang terjadi biasanya disebabkan oleh cross lot (kesalahan

pengambilan material antar lot) dan ketidakcocokan bobot material yang

diterima dari awal.

Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki oleh PPIC, yaitu:

1. Pengadaan barang (procurement)

2. Pergudangan

3. Production planning and inventory control (PPIC)(IAI, 2004).

b. Gudang (Warehouse)

Gudang adalah bagian yang menerima, menyimpan dan mengeluarkan

barang. Fungsi gudang adalah menata dan mengatur bahan baku dan bahan

pengemas serta produk jadi agar terjamin keutuhannya secara fisik maupun kimia,

serta menghindari kesalahanpada saat pengambilan, seperti yang telah ditentukan

dalam GMP.

Tugas dan tanggung jawab bagian gudang adalah:

1. Menangani semua bahan baku dan bahan pengemas yang berkaitan dengan

proses produksi, artinya menyediakan dan mempersiapkan bahan awal untuk

proses produksi farmasi yang sesuai dengan Production Order (PO).

2. Melakukan pengalokasian nomor lot form menggunakan sistem SAP.

3. Melakukan cycle count antara jumlah fisik dan jumlah yang tertentu pada

sistem.

4. Melakukan pemeriksaan tanggal daluarsa untuk setiap bahan baku secara

berkala melalui SAP.

5. Membantu petugas QA/QC pada saat pengambilan sampel bahan baku dan

bahan pengemas untuk pemeriksaan.

6. Mendistribusikan lot form pada bagian QA/QC.

7. Menata atau melakukan pengaturan bahan baku sesuai dengan lokasi yang

tertera pada sistem dan sesuai dengan ketentuan CPOB.

E. Regulatory & Product Information (Regulasi & Informasi Produk).

Page 25: 6. BAB II

29

Pendaftaran (registrasi) obat beserta dokumentasi yang perlu disusun dalam

proses registrasi obat ke BPOM merupakan tanggung jawab dari bagian Quality

Assurance/Quality Control. Dalam dokumen registrasi obat (technical dossier)

tercantum informasi mengenai nama produk, nomor batch, komposisi dan fungsi

tiap komponen komposisi obat, unit dosis, ukuran batch formulasi standar, data

stabilitas (uji stabilitas), nama material atau bahan yang digunakan, rumus

perhitungan zat aktif, sertifikat analisis dari zat aktif, kontrol mutu zat aktif

(produsen, spesifikasi dan pengujian) serta uji kontrol produk jadi.

Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki:

1. Registrasi.

2. Regulasi.

3. Sertifikasi.

4. Informasi produk.

5. Permohonan izin dan pelaporan hasil uji klinik.

6. Pelaporan MESO.

7. Pelaporan penanganan keluhan dan penarikan kembali produk jadi.

(IAI, 2004)