6. BAB II
-
Upload
sarah-zielda-najib -
Category
Documents
-
view
223 -
download
4
description
Transcript of 6. BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Industri Farmasi
2.1.1. Pengertian Industri Farmasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1799/Menkes/per/XII/2010 tentang Industri farmasi, yang dimaksud dengan
industri farmasi adalah badan usaha yang memilik izin dari Menteri Kesehatan
untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat
adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi
pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan
mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Bahan
obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan
dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi.
Obat itu sendiri adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
Industri farmasi mempunyai fungsi :
a. Pembuatan obat dan atau bahan obat;
b. Pendidikan dan pelatihan; dan
c. Penelitian dan pengembangan.
Dibandingkan dengan berbagai industri yang lain, industri farmasi
memiliki ciri yang spesifik. Ciri industri farmasi yang perlu diperhatikan antara
lain adalah:
1. Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat (seperti registrasi,
CPOB, distribusi dan perdagangan produk yang dihasilkan, dan lain-lain)
karena menyangkut jiwa (nyawa) manusia.
2. Industri farmasi di samping menghasilkan obat untuk penderita, juga
merupakan suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh keuntungan
(profit). Jadi tidak hanya aspek sosial namun juga aspek ekonomi (bisnis).
5
6
3. Industri farmasi adalah salah satu industri beresiko tinggi, karena bukan tidak
mungkin kelak dikemudian hari kalau terbukti bahwa terjadi akibat yang tidak
diinginkan karena penggunaan obat, industri farmasi dituntut dan membayar
ganti rugi yang sangat besar.
4. Industri farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi,
karena usia hidup produk atau obat (product life cycle) relatif singkat (lebih
kurang 10-25 tahun) dan sesudah itu akan ditemukan obat generasi baru yang
lebih baik, lebih aman dan lebih efektif.
2.1.2. Persyaratan Industri Farmasi
Semua industri farmasi wajib memiliki izin untuk usaha, izin tersebut
diperoleh dari Menteri Kesehatan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM). Berdasarkan SK. Menkes RI. No. 245/Menkes/SK/V/1990, persyaratan
yang harus dipenuhi sebuah industri farmasi untuk medapatkan izin usaha antara
lain:
1. Industri farmasi dapat diusahakan oleh Perusahaan Umum (Perum), atau
badan hukum lain yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi.
2. Harus memiliki rencana investasi.
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
4. Semua kegiatannya harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) sesuai dengan ketentuan SK. Menkes RI.
No.43/Menkes/SK/II/1988.
5. Mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga
negara Indonesia, sebagai penganggung jawab produksi dan sebagai
penanggung jawab pengawasan mutu, sesuai dengan ketentuan CPOB.
6. Obat yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah
memperoleh persetujuan dari BPOM, sesuai dengan Permenkes
No.242/Menkes/SK/V/1990.
7
2.1.3. Izin Usaha Industri Farmasi
Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas :
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas;
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;
c. Memiliki nomor pokok wajib pajak;
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggungjawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu; dan
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan-ketentuan,
sebagai berikut:
a. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.
b. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB.
c. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi
persyaratan.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB
diatur oleh Kepala Badan POM.
Obat–obat yang telah diproduksi oleh industri farmasi harus memiliki izin
edar. Kriteria obat yang memiliki izin edar menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 sebagai berikut:
1. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui
percobaan hewan dan uji klinis atau bukti–bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai cara
pembuatan obat yang baik (CPOB), spesifikasi, dan metoda pengujian
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sahih.
3. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional.
4. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
8
5. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan
kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang
telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang diklaim.
6. Khusus untuk kontrasepsi progam nasional dan obat progam lainnya yang
akan ditentukan kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
Persyaratan registrasi obat dalam negeri menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 sebagai
berikut:
1. Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industry farmasi
yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.
2. Industri farmasi yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan CPOB
3. Pemenuhan persyaratan CPOB yang dimaksud dibuktikan dengan sertifikat
CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
2.1.4. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Izin usaha suatu industri farmasi dapat dicabut apabila:
1. Tidak memenuhi persyaratan dalam izin usaha industri farmasi.
2. Dengan sengaja memproduksi obat yang tidak memenuhi persyaratan dan
ketentuan yang berlaku.
3. Tidak menyampaikan informasi industri kepada BPOM secara berturut-turut
tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
4. Melakukan pemindahtanganan hak milik izin usaha industry farmasi, dan
perluasan bangunan (pabrik) tanpa memiliki izin.
5. Diketahui mengedarkan obat yang nomor registrasinya sudah tidak berlaku
lagi (tidak melakukan regristrasi ulang untuk obat tersebut).
9
2.2. Kompetensi Apoteker di Industri Farmasi
Kompetensi Apoteker di industri farmasi menurut Asosiasi Pendidikan
Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) yaitu:
1. Kompetensi Utama:
a. Mampu melaksanakan fungsi pendaftaran obat jadi secara efektif, terutama
dalam hal pengisian formulir kelengkapan pendaftaran.
b. Mampu berpartisipasi dalam mengembangkan senyawa/bahan aktif
terapeutik atau eksipen baru yang lebih baik/aktif.
c. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengembangan formula
sediaan obat, pilot plant dan up-scaling.
d. Mampu berpartisipasi dalam pengembangan spesifikasi bahan (bahan awal
maupun sediaan jadi), metode analisis, prosedur pengujian untuk bahan
awal, obat jadi dan kemasan.
e. Mampu melaksanakan produksi sediaan obat sesuai dengan CPOB dan
ketentuan lain dalam rangka menghasilkan produk yang baik/bermutu tinggi.
f. Mampu melakukan pengendalian secara teknis operasi/proses manufaktur
atau pembuatan sediaan obat.
g. Mampu melaksanakan fungsi pengawasan mutu bahan awal dan sediaan
obat sesuai dengan cara laboratorium yang baik (good laboratory practice)
dan CPOB untuk menjamin mutu produk yang akan dipasarkan serta untuk
menjamin kesehatan dan keselamatan kerja.
h. Mampu melakukan pengemasan produk dengan bahan pengemas yang
sesuai.
i. Mampu merancang dan melakukan uji stabilitas dan berbagai perhitungan
untuk menentukan kondisi penyimpanan produk yang tepat serta waktu
kadaluarsa produk.
j. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam uji klinik obat baru.
k. Mampu melaksanakan promosi dan penyampaian informasi kepada tenaga
profesional kesehatan lain.
2. Kompetensi Pendukung:
a. Mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan validasi proses.
10
b. Mampu melaksanakan pengelolaan inventory yang efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan rutin industri dan yang menjamin pemeliharaan
kualitas bahan selama penyimpanan sesuai dengan sifat bahan yang ada.
c. Mampu berpartisipasi/berkontribusi dalam menghasilkan dan mendiseminasi
pengetahuan baru.
2.3. Tugas dan Fungsi Apoteker di Industri Farmasi
Menurut PP 51 tahun 2009, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah
lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Dalam
CPOB 2012 disebutkan bahwa personil kunci dalam suatu industri farmasi
mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Kepala bagian Produksi dan kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala bagian Pengawasan Mutu
harus independen satu terhadap yang lain. Demikian juga dinyatakan dalam
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 pasal 9 (1) bahwa “Industri farmasi
harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai penanggung jawab masing-
masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap
produksi Sediaan Farmasi”. Oleh karena itu, sekurang-kurangnya terdapat tiga
orang Apoteker yang bertanggung jawab dalam suatu industri farmasi.Selain
dalam ketiga bidang tersebut, seorang Apoteker juga berperan dalam bidang
lainnya, yaitu registrasi produk/obat, pemasaran produk, serta pengembangan
produk.
Di dalam industri farmasi, khususnya dalam science technology seorang
Apoteker dituntut berperan sebagai researcher, selain perannya yang tercakup
dalam seven star pharmacist yang dideklarasikan oleh WHO. Tujuh peran
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Care giver
Pemberi pelayanan di industri dalam bentuk informasi obat, efek samping
obat, informasi analitis mengenai hal yang berhubungan dengan obat dan lain-
lain.
11
2. Decision Maker
Pengambil keputusan yang tepat untuk mengefisienkan dan mengefektifkan
sumber daya yang ada di industri seperti pengendalian bahan awal dan obat
jadi, alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan, pemanfaatan sumber daya
manusia yang strategis dan tepat dalam memasarkan dan memperkenalkan
obat kepada masyarakat.
3. Communicator
Mampu berhubungan dan berkomunikasi secara internal maupun eksternal,
baik kepada atasan, bawahan atau rekan sejawat di industri. Oleh karena itu
apoteker harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, secara lisan
maupun tulisan.
4. Leader
Mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat baik dalam memimpin diri sendiri
maupun orang lain serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.
5. Manager
Mampu mengelola dan mengatur seluruh sumber daya yang ada dan dapat
mengakumulasikannya untuk meningkatkan kinerja industri dari waktu ke
waktu.
6. Long life learner
Peran Apoteker sebagai long-life learner berarti seorang Apoteker harus
melakukan proses pembelajaran terus menerus sepanjang hidupnya. Hal ini
harus dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan Apoteker
itu sendiri.
7. Teacher
Bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan dunia industri kepada sejawat Apoteker
dalam praktik kerja lapangan, dalam seminar mengenai aspek-aspek industri,
dan lain-lain.
12
2.3.1. Peran, Fungsi dan Tugas Apoteker di PT. Bayer Indonesia
Apoteker di Industri Farmasi PT. Bayer memiliki peran penting dalam
beberapa bidang, antara lain:
A. Quality Assurance/ Quality ControlManagement (QA/QC)
B. Production Management (Manajemen Produksi)
C. Packaging Management (Manajemen Pengemasan)
D. Material Management (Manajemen Persediaan)
E. Regulatory & Product Information (Regulasi & Informasi Produk).
Apoteker tersebut harus terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan
yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang
pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugasnya secara profesional.
A. Quality Assurance/ Quality Control Management (QA/QC)
Departemen ini merupakan keseluruhan sistem yang dibuat dengan tujuan
agar seluruh produk obat dan suplemen yang diproduksi oleh PT. Bayer Indonesia
Cimanggis Plant sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Departemen ini
melakukan sistem pengendalian mutu dan diberi wewenang untuk meluluskan
atau menolak bahan baku, bahan pengemas (primer dan sekunder) maupun produk
jadi yang dihasilkan sesuai standar mutu tersebut. Pada PT. Bayer Indonesia,
bidang Quality Control dan Quality Assurance berada dalam satu departemen
yaitu Departemen Quality Assurance/Quality Control.
Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab
langsung kepada Plant Manager. Secara umum, Departemen Quality Assurance
bertugas untuk memastikan bahwa semua faktor yang terlibat dalam proses
produksi obat dari mulai bahan baku hingga produk jadi telah memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan oleh PT. Bayer Indonesia Cimanggis Plant, memenuhi
prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good
Manufacturing Practice (GMP) serta memenuhi peryaratan regulasi dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
13
Tugas - tugas Departemen Quality Assurance/Quality Control adalah:
1. Mengendalikan seluruh proses produksi agar sesuai dengan petunjuk Good
Manufacturing Practice (GMP) dan spesifikasi Bayer yang berhubungan
dengan bahan awal, proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan
pengiriman produk.
2. Memastikan mutu bahan awal (raw material, termasuk air dan bahan
pengemas).
3. Memastikan mutu produk ruahan.
4. Memastikan kuantitas dan kualitas produk jadi sesuai dengan spesifikasi PT.
Bayer dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
5. Melakukan evaluasi terhadap stabilitas dan kualitas produk.
6. Melakukan penyelidikan terhadap keluhan pada produk dengan bekerja sama
dengan bagian produksi.
7. Mendokumentasikan seluruh kegiatan operasional di bagian Quality
Assurance/Quality Control.
8. Memastikan bahwa semua personel yang berkaitan dengan proses produksi dan
jaminan kualitas telah mendapatkan pelatihan yang memadai mengenai GMP.
Bagian-bagian dari Departemen Quality Assurance/Quality Control:
a. Quality Assurance (QA)
QA merupakan sistem yang dibuat untuk memaksimalkan dan
memungkinkan produk memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Tujuan
atau sasaran QA adalah tidak ada cacat (zero defect) dalam produksi sesuai
dengan standar yang ditentukan. Tindakan yang dilakukan QA adalah
menghindarkan kesalahan dan menemukannya secara dini, yaitu dengan
adanya In Process Control (IPC) untuk melakukan pengontrolan pada tingkat
produksi dan barang akhir (finished goods) serta menanamkan kesadaran pada
setiap karyawan untuk menjaga kualias dimanapun ia bekerja.
Tanggung jawab QA di PT. Bayer Indonesia diantaranya:
1. Mengatur tingkat jaminan dari operasi laboratorium dengan menerapkan
Good Laboratory Practice (GLP). Kegiatannya meliputi sampling, testing,
14
dan reviewing hasil tes yang menentukan ketepatan pengambilan keputusan
mengenai bahan dasar produk ruahan dan produk akhir serta membuat
penilaian tentang kualitas mikrobiologi dari peralatan dan air yang digunakan
dalam produksi.
2. Bertanggung jawab menentukan status material dan produksi yang digunakan
dalam produksi dan menjamin kestabilan produk selama penyimpanan dan
distribusi.
3. Menjamin bahwa semua batch hasil produksi telah dikemas dan diperiksa
sesuai dengan standar current Good Manufacturing Practice (cGMP) dan
kebijakan yang telah ditetapkan oleh PT. Bayer pusat yang disetujui oleh
BPOM.
4. Mengelola sampel pertinggal dan batch record dalam periode tertentu dan
semua data yang berhubungan dengan proses pembuatan obat agar tetap
sesuai dengan spesifikasi yang diminta.
5. Menentukan umur produk sesuai dengan stabilitasnya dan memonitor
stabilitas dari produk.
6. Menangani keluhan atas produk (product complaint).
7. Memberikan pelatihan kepada karyawan yang berperan dalam proses
pembuatan obat, terutama mengenai CPOB.
8. Menjamin pelaksanaan Total Quality Management (TQM) ke dalam proses
pembuatan obat.
9. Bertanggung jawab terhadap studi stabilitas dari berbagai produk dan
pengawasan terhadap lingkungan.
10. Bertanggung jawab untuk melakukan review dan menjaga batch record dalam
waktu tertentu, dan juga memusnahkan dokumen dengan prosedur yang
sesuai.
11. Bertanggung jawab untuk menangani Deviations Controls, Change Controls,
GMP Training, Audits, Product Complaints, Recalls, Qualification and
Validation activities, PQR (Product Quality Review) dan CAPA (Corrective
Action and Preventive Action).
15
12. Marketing Authorization produk yang diproduksi dengan database updated
pada TRD atau CTD yang valid dan Registration Status atau MA.
13. Menangani PQR (Product Quality Review) dengan meyakinkan data sesuai
SOP yang valid.
14. Menangani pengembangan packing material.
15. Menangani up-date Technical Registration Documents atau CTD (Common
Technical Dossiers) dan sebagai referensi untuk produksi, pengemasan, dan
Laboratorium QC untuk meyakinkan Regulatory Compliance.
16. Mengefektifkan Maintenance and Calibration System dengan bekerjasama
dengan Departemen Engineering dan laboratorium QC untuk melakukan
kalibrasi dan kualifikasi instrumen, peralatan, dan alat-alat yang digunakan
dalam produksi dan menguji produk.
17. Memonitor inspeksi diri GMP mengikuti SOP yang valid.
b. Quality Control (QC
Tugas utama QC adalah memeriksa bahan baku, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan, dan obat jadi yang dibuat agar sesuai dengan
spesifikasi, prosedur dan kondisi yang telah ditentukan. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh QC di PT. Bayer adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Bahan Baku Obat
a. Pengambilan Sampel Bahan Baku Analisis
i. Pemeriksaan bahan baku dilakukan oleh petugas QC setiap bahan baku
datang. Pada bahan tersebut ditempelkan pallet label yang berwarna
kuning (quarantine status).
ii. Petugas QC memakai pakaian sampling dan melakukan sampling di
ruang sampling. Sampel diambil di dalam ruang pengambilan sampel.
iii. Menghindari segala kemungkinan pencemaran saat pengambilan
sampel.
iv. Tidak boleh menyentuh bahan baku langsung dengan tangan.
v. Permukaan wadah harus bersih dari debu.
16
vi. Jumlah sampel yang diambil sesuai dengan sampel untuk analisis
kimia, yaitu jumlah sampel (N) = 3, maka diambil (n) = 3 dan jika (N)
> 3, maka (n) = �√ N+1
vii. Wadah ditutup kembali dan ditempel pallet label.
b. Analisis Bahan Baku Obat
Analisis bahan baku obat dilakukan sesuai dengan spesifikasi dari PT.
Bayer atau spesifikasi menurut buku standar lainnya yang dipersyaratkan untuk
setiap bahan baku. Analisis yang dilakukan terhadap bahan baku antara lain:
identifikasi, kadar, kemurnian, kontaminasi mikroba dan lain-lain tergantung
dari spesifikasi bahan baku yang bersangkutan. Analisis dilakukan
menggunakan instrumen seperti spektrofotometer UV-Visible, Infra Red (IR),
High Pressure Liquid Chromatography (HPLC), Atomic Atom
Spectrophotometer (AAS), Inductive Coupled Plasma (ICP) dan lain-lain. Bila
hasil analisis memenuhi spesifikasi, maka bahan direlease melalui sistem. Bila
hasil analisis tidak memenuhi spesifikasi, maka bahan direject melalui sistem
dan diberi label merah (rejected).
2. Pemeriksaan Bahan Pengemas
Pemeriksaan ini bertujuan menguji pengemas yang baru dikirim oleh
pemasok untuk mengubah statusnya menjadi released sehingga dapat digunakan.
Sampel diambil secara acak sehingga mewakili seluruh bahan yang akan dipakai.
Bahan pengemas yang datang diletakkan di receiving area kemudian petugas QC
akan melakukan pengambilan pengemas untuk dilakukan pemeriksaan.
a. Pengambilan Sampel Bahan Pengemas Untuk Analisis
Untuk bahan kemasan primer pengambilan sampel dilakukan di sampling
room. Bahan pengemas disampling dengan cara membuka wadah, lalu diambil
sampelnya setelah sebelumnya dikumpulkan dalam satu pallet (berlaku untuk
barang dengan nomor lot asal lebih dari satu). Pengambilan secara acak serta
dapat mewakili keseluruhan dibawah pengawasan bagian gudang. Pallet diberi
penandaan dan diparaf oleh QC pada pallet label. Untuk bahan kemasan
sekunder dan tersier, pengambilan sampel dapat dilakukan di area gudang.
Seluruh bahan kemasan juga menggunakan rumus (n)=√ N+1. N tidak
17
dimaknai sebagai jumlah seluruh barang yang datang, tetapi jumlah kemasan.
Sehingga N dalam order tube tidak dihitung dari 60.500 tube yang datang
melainkan dari 500 box tube tersebut.
b. Analisis Bahan Pengemas
Pemeriksaan bahan pengemas meliputi spesifikasi: jenis bahan, ukuran, tes
kebocoran, tes kontaminasi mikroba, kebersihan, kestabilan, warna, teks,
nomor registrasi, logo dan lain-lain. Setiap bahan pengemas memiliki lembar
kerja tersendiri yang terstandardisasi dalam spesifikasi bahan pengemas.
3. Pemeriksaan Produk Ruahan
a. Tablet, meliputi: pemerian, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan,
waktu hancur, disolusi, ketebalan, dan kadar zat aktif. Sirup, meliputi:
pemerian, kejernihan, pH, berat jenis, viskositas, keseragaman volume dan
kadar zat aktif.
b. Semi solid, meliputi: pemerian, homogenitas fisik, kadar zat aktif, viskositas,
dan mikrobiologi.
4. Pemeriksaan Terhadap Produk Kemasan Komersial
Salah satu aspek pelulusan suatu batch produk adalah kontrol terhadap contoh
kemasan lengkap (Finished Good Control), yang meliputi:
a. Kebenaran, kelengkapan dan kelayakan kemasan.
b. Kelengkapan dan kebenaran kode nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
c. Identitas dan kelengkapan isi atau produk harus lengkap dan sesuai.
5. Pemantauan Secara Mikrobiologis
a. Pemantauan udara terhadap mikroba cemaran 4 kali setahun untuk kelas E.
b. Pemantauan ruangan empat kali setahun untuk kelas E.
QC juga melakukan pemantauan air yaitu purified water, drinking water, air
tanah, air olahan, dan air limbah. Evaluasi yang dilakukan meliputi:
a. Purified water/portable water/drinking water: jumlah bakteri maksimal yang
terkandung tidak boleh ditemukan coliform dan Pseudomonas aeruginosa.
b. Air tanah: pemeriksaan secara fisika (suhu, warna, bau, kekeruhan) dan
pemeriksaan secara kimia (jumlah zat padat dan organik).
18
c. Air olahan: pemeriksaan meliputi pH, carbonate hardness, total hardness,
kadar fosfat, dan sulfit.
d. Air limbah: pemeriksaan secara fisika (suhu, warna, kekeruhan, zat terlarut dan
tersuspensi) dan pemeriksaan secara kimia (pH, COD, BOD).
6. Penanganan Produk Kembalian (Returned Product)
Produk yang dikembalikan biasanya dikarenakan barang tersebut telah
mencapai masa kadaluwarsanya. Penanganan produk kembalian adalah sebagai
berikut:
a. Distributor mengisi formulir pengembalian barang.
b. Gudang menempelkan pallet label berwarna kuning pada produk kembalian
tersebut kemudian dikarantina/dipisahkan.
c. Asisten manager gudang menyampaikan formulir permintaan pemeriksaan
pada QC.
d. QC melakukan pemeriksaan visual dan jika perlu melakukan analisis
sampel.
e. Produk tidak dapat diganti bila diterima lebih dari satu bulan sebelum atau
dua bulan sesudah tanggal kadaluwarsa, juga bila adanya kerusakan karena
penyimpanan dan kerusakan kemasan (box, label, strip).
f. Produk yang memenuhi persyaratan untuk diganti dapat diganti dalam
kemasan terkecil yang masih utuh.
7. Validasi
Merupakan suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang
digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil
yang diinginkan atau valid secara konsisten. Validasi yang ada di PT. Bayer
Indonesia meliputi:
a. Manufacturing Procedure Validation (Validasi Proses Produksi)
Adalah tindakan pembuktian (terdokumentasi) bahwa proses produksi yang
dilakukan sesuai dengan dokumen proses pengolahan dan menghasilkan
produk yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan secara terus-
menerus. Tujuan validasi ini untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan dan
19
mencegah terjadinya internal failure (rework) dan eksternal failure (recall).
Validasi dilakukan bila terjadi perubahan bahan awal, alat produksi, prosedur
produksi, dan adanya produk baru.
b. Analytical Methode Validation (Validasi Metode Analisis)
Validasi metode analisis adalah untuk membuktikan semua metoda analisa
yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu, senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten. Tujuan validasi ini untuk
meyakinkan bahwa metode analisis yang digunakan dapat memberikan hasil
yang akurat dan terpercaya.
c. Cleaning Validation (Validasi Pembersihan)
Bertujuan untuk meyakinkan bahwa pembersihan yang dilakukan sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan dan telah mencapai tujuan, yaitu menghindari
kontaminasi pada produk yang ditimbulkan akibat penggunaan alat atau
ruangan tersebut. Prinsip cleaning validation, yaitu:
i. Memeriksa kebersihan peralatan dari residu produk setelah dilakukan
pembersihan.
ii. Tes residu dijalankan pada titik-titik tertentu yang mewakili seluruh
permukaan alat (total residu) yang kontak langsung dengan produk.
iii. Untuk evaluasi keamanan akibat kontaminasi, dosis terapeutik terendah
dalam sehari (daily intake dose) dari bahan aktif dalam produk sebelumnya
dinyatakan sebagai dosis maksimum yang boleh ada pada produk
selanjutnya.
iv. Evaluasi tingkat cemaran mikroba setelah dilakukan pembersihan alat.
d. Packaging Validation (Validasi Pengemasan)
Validasi pengemasan yaitu validasi prosedur pengemasan sehingga proses
pengemasan menghasilkan produk yang memiliki hasil yang sesuai dengan
spesifikasinya dan hasil yang diinginkan. Sampling dilakukan oleh petugas
bagian pengemasan dan diuji oleh QC.
e. Transport Validation (Validasi Transport)
20
Validasi ini dirancang untuk meyakinkan semua kondisi pengangkutan lewat
jalan darat, udara, dan laut dengan perbedaan zona iklim di seluruh dunia untuk
produk-produk Bayer Consumer Care triangulated. Jalur pengangkutan akan
dipilih sehingga dapat mencakup semua zona iklim dan cara pengangkutan.
Untuk setiap rute pengangkutan yang dipilih, barang akan disertakan dengan
temperatur recording sehingga dapat mencatat data.
f. Computerized Systems Validation/CSV (Validasi Sistem Komputerisasi)
Computerized Systems Validation merupakan proses untuk mengevaluasi dan
mendokumentasikan semua komponen dari suatu sistem agar memenuhi syarat-
syarat yang ditetapkan. CSV memerlukan bukti yang didokumentasikan
sehingga dapat menjamin bahwa sistem sesuai spesifikasi yang sudah ada dan
akan dilanjutkan untuk memberikan hasil yang teliti, dapat dipercaya, dan
aman terhadap adanya perubahan. Usaha ini dapat membantu untuk
meyakinkan mutu dengan meminimalkan resiko dari kegagalan error dan
kegagalan sistem. CSV adalah pendekatan untuk instalasi baru seperti sistem
terkomputerisasi yang sudah ada (legacy systems).
8. Kualifikasi
Bertujuan untuk meyakinkan bahwa semua peralatan dan fasilitas memenuhi
persyaratan dan tidak terdapat pengaruh negatif pada kualitas produk. Tahapan
kualifikasi peralatan, yaitu :
a. Design Qualification (Kualifikasi Desain) adalah tindakan melengkapi dan
mendokumentasikan suatu rancangan (design review) untuk menyakinkan
bahwa seluruh aspek mutu telah dipertimbangkan dan dikaji.
b. Installation Qualification (Kualifikasi Instalasi) adalah tindakan untuk
memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang telah dipasang dengan
benar dan memenuhi desain yang telah ditentukan. Kualifikasi instalasi
dilakukan pada waktu instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau
pemindahan alat.
c. Operational Qualification (Kualifikasi Operasional) adalah tindakan untuk
memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang telah dapat dioperasikan
21
dengan baik sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Kualifikasi
operasional dilakukan pada setelah kualifikasi instalasi.
d. Performance Qualification (Kualifikasi Kinerja) adalah tindakan untuk
memastikan bahwa peralatan atau sistem penunjang dapat memberikan
kinerja atau berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan
dengancara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.
Kualifikasi kinerja dilakukan setelah kualifikasi operasional.
B. Production Management (Managemen Produksi)
PP 51 pasal 7 menyebutkan bahwa: (1) Pekerjaan Kefarmasian dalam
Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab. (2)
Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu
oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Berdasarkan pada PP 51 pasal 7 tersebut, disebutkan bahwa dalam produksi
sediaan farmasi harus memiliki apoteker penanggung jawab dan dapat dibantu
oleh apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian, hal tersebut
menunjukkan bahwa haruslah ditunjuk seorang apoteker untuk menangani proses
produksi dalam suatu industri farmasi.
Departemen produksi dipimpin oleh Production Manager, dibantu oleh
Production Asistant Manager, Production Supervisor, In Process Control (IPC)
Pharmacist, Product Development Pharmacist, Granulating Foreman, Mixing
Foreman, Tabletting Foreman, Coating Foreman, Dispensing Foreman, dan Operator.
a. Production Manager
Peran, fungsi serta tugas apoteker sebagai Production Manager antara lain:
1. Fungsi
Merencanakan, mengatur dan mengontrol semua proses produksi dan
sumber daya untuk memproduksi produk farmasetikal ruahan yang sesuai
dengan spesifikasi, memenuhi kaidah (CPOB) dan regulasi yang telah
ditetapkan oleh (BPOM).
2. Tugas dan tanggung jawab
Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab
penuh dalam produksi obat, termasuk :
22
a) Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan.
b) Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi
dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.
c) Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan
ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan
kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
d) Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di
bagian produksi.
e) Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
f) Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi
personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai
kebutuhan (BPOM, 2012).
b. Production Assistant Manager
Peran, fungsi serta tugas apoteker sebagai Production Assistant Manager
adalah :
Fungsi
Mengawasi dan memastikan bahwa setiap proses produksi telah memenuhi spesifikasi
Bayer, CPOB dan regulasi BPOM.
1. Tugas dan tanggung jawab
a. Membantu Production Managerdalam merencanakan jadwal kegiatan
produksi, melaporkan proses produksi yang sedang berlangsung serta setiap
penyimpangan proses produksi.
b. Memastikan bahwa setiap penyimpangan dari proses produksi
diketahui dan mendapat persetujuan dari Production Manager.
c. Production Supervisor
Production Supervisor bertanggung jawab langsung kepada Production
Manager dan Production Assistant Manager. Production Supervisor membawahi
beberapa orang Foreman (kepala) operator mesin produksi dan beberapa staf IPC.
Peran, fungsi serta tugas apoteker sebagai Production Supervisor antara lain:
a. Fungsi
23
Menghasilkan produk farmasetikal ruahan yang memenuhi spesifikasi Bayer
dalam hal produksi hingga menjadi produk ruahan sesuai pedoman Bayer,
memenuhi kaidah CPOB dan regulasi yang telah ditetapkan oleh BPOM.
b. Tugas dan tanggung jawab
Membantu Assistant Production Manager dalam merencanakan jadwal
harian dan melaporkan atau menginformasikan bila terdapat
penyimpangan dalam atau selama proses produksi.
Memastikan bahwa setiap penyimpangan yang dilaporkan oleh In
Process Control, yang akan berhubungan dengan proses produksi
produk ruahan, telah mendapat persetujuan dari Assistant Production
Manager sebelum proses dilaksanakan.
Memastikan bahwa segala fasilitas dalam proses produksi (ruangan,
peralatan dan kelengkapan lainnya) telah bersih, sesuai pada tempatnya,
dalam kondisi yang baik dan dapat beroperasi secara aman serta
melaporkan setiap fasilitas yang rusak agar dapat menetapkan tindakan
alternatif.
Memastikan bahwa setiap personel yang berhubungan dengan proses
produksi telah mendapat pelatihan CPOB yang memadai.
Bertanggung jawab terhadap validasi dan feasibility trial pada
pengembangan produk baru.
d. In Process Control (IPC) Pharmacist
Setiap parameter dalam setiap tahapan produksi yang mempengaruhi kualitas
produk selalu dikendalikan dan dipantau oleh bagian In Process Control (IPC)
Pharmacist. In Process Control Pharmacist juga berperan dalam validasi dan revalidasi
setiap aspek produksi antara lain menetapkan kualifikasi dan spesifikasi fasilitas
produksi serta verifikasi sistem komputerisasi.
Peran, fungsi serta tugas IPC Pharmacist antara lain:
a. Fungsi
24
Melakukan aktivitas In Process Control, validasi dan meningkatkan kualitas
proses produksi yang sesuai dengan spesifikasi mutu dari Bayer, prinsip-prinsip
CPOB dan memenuhi regulasi BPOM.
b. Tugas dan tanggung jawab
Mengontrol kegiatan In Process Control harian, antara lain pengawasan,
pengendalian, pencatatan data, pengambilan sampel serta dokumentasi.
Mengadakan validasi dan revalidasi melalui koordinasi dengan bagian
produksi terkait.
Memastikan bahwa produk ruahan yang diproduksi telah sesuai dengan
spesifikasi Bayer, CPOB dan regulasi dari BPOM.
Memastikan bahwa setiap penyimpangan dari prosedur standar telah
diketahui dan disetujui oleh Assistant Production Manager sebelum proses
produksi dilaksanakan.
Memastikan bahwa setiap permasalahan dalam proses produksi dapat
diminimalisir.
Membuat proposal dalam hal peningkatan dan pengembangan proses
produksi kepada Assistant Production Manager.
Memberikan rekomendasi pelatihan tentang peningkatan kualitas,
inspeksi diri dan CPOB bagi setiap personel produksi.
e. Product Development Pharmacist
PT. Bayer Indonesia tidak mempunyai departemen Riset dan
Pengembangan (Research and Development) tersendiri, tapi menjadi satu dengan
Bayer Global, yakni R&D Global. Untuk menjembatani antara Bayer global dan
lokal, maka dibuat bagian Product Development. Secara struktural, Product
Development bertanggung jawab kepada Production Assistant Manager dan/atau
Production Manager. Tugas Product Development yaitu melakukan perbaikan
formula produk (improve formula), membuat varian lain dari produk yang sudah
ada, membuat bentuk sediaan baru dari produk, dan menangani technology
transfer.
Peran, fungsi serta tugas apoteker sebagai Product Development Pharmacist:
1. Fungsi
25
Melakukan aktivitas terhadap pengembangan formulasi atau reformulasi
terhadap produk baru atau produk yang telah ada. Selain itu melakukan
feasibility trial agar formula yang ditemukan dapat dikerjakan ditempat lain
dengan kondisi dan alat yang sama sehingga memiliki kualitas mutu yang sama
pula.
2. Tugas dan tanggung jawab
a. Mencari pengembangan produk baru dan re-formulasi terhadap produk
yang ada berdasarkan spesifikasi, biaya, dan teknologi yang telah
disetujui.
b. Bertanggung jawab atas transfer teknologi atau produk dari cabang
yang lain (feasibility test), contoh: transfer teknologi ITC-Gaillarch
ke cabang PT. Bayer yang lain.
c. Membuat jadwal transfer atau formulasi agar sesuai dengan waktu
peluncuran produk (Launching dead line).
d. Membuat proposal mengenai pengembangan proses pembuatan
formula dan kelengkapan fisik produk yang baik ke Assistant Production
Manager dan/atau Production Manager.
Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki :
1. Formulasi
2. Teknologi farmasi
3. Pengembangan bahan pengemas
4. Penyiapan data penunjang registrasi (IAI, 2004).
C. Packaging Management (Manajemen Pengemasan)
Departemen packaging dipimpin oleh Packaging Manager, dibantu oleh
Packaging Asistant Manager, Packaging Supervisor, In Process Control (IPC)
Packaging, Packaging Administrator, Packaging Engineering, Foreman, Forewoman,
dan Operator.
Peran, fungsi serta tugas apoteker sebagaiPackaging Manager antara lain:
1. Fungsi
Merencanakan, mengatur dan mengontrol semua proses packaging.
26
2. Tugas dan tanggung jawab
a. Merencanakan, mengatur dan mengontrol semua proses packaging
sampai ke bentuk finished goods yang relevan dengan prinsip CPOB
dan regulasi BPOM.
b. Memastikan bahwa kualitas di bagianpackaging telah diterapkan
oleh masing-masing personel.
c. Memastikan bahwa packing dari finished goods sesuai dengan
spesifikasi Bayer.
d. Memastikan bahwa semua proses packaging produk dilakukan dengan
sesuai dan tepat waktu, serta berada dalam batas-batas yang
dibolehkan.
e. Memastikan bahwa setiap proses packaging terdokumentasi.
f. Menjamin keamanan di area packaging dan fasilitasnya.
g. Mengontrol area tempat kerja selalu tertata rapi dan sebagaimana
mestinya.
h. Mengontrol alat (balances dan thermohygrometer) dikalibrasi secara
teratur.
i. Membuat rekomendasi kepada Plant Manager mengenai budget dan
kebutuhan bagian packaging di masa yang akan datang.
j. Memastikan bahwa setiap personel melaksanakan setiap pekerjaan
dengan produktif dan tepat.
k. Menginvestigasi setiap kesalahan dan mempersiapkan solusi untuk
setiap permasalahan.
l. Menjadi auditor saat GMP internal audits.
m. Memberikan pelatihan untuk setiap personel packaging terkait dengan
informasi baru di bidang packaging.
n. Membekali diri dengan kemampuan management dan profesionalitas.
D. Material Management (Manajemen Persediaan)
Departemen Material Management terdiri dari dua sub departemen, yaitu
Production Planning and Inventory Control (PPIC) dan Warehouse (WH).
a. Production Planning and Inventory Control (PPIC)
27
PPIC bertugas untuk melakukan perencanaan produksi dan pengendalian
persediaan. Dalam melakukan perencanaan produksi, PPIC mendapat gambaran
produksi dalam bentuk perkiraan (forecast) untuk tiga bulan ke depan dari bagian
marketing. Dari forecast, PPIC memasukkan data sehingga terbentuk
Manufacturing Order (MO).
MO terdiri dari dua jenis, yaitu MO untuk bagian produksi, packaging dan
MO untuk bagian penyediaan barang (Material Management). Setiap tiga bulan
sekali MO dikirim ke bagian produksi dan packaging, kemudian PPIC
berkoordinasi dengan bagian produksi dan packaging akan membuat perencanaan
produksi per minggu, selanjutnya jadwal produksi ini diperiksa oleh bagian PPIC
untuk disesuaikan dengan jadwal ketersedian bahan baku dan bahan pengemas.
PPIC juga harus memperhitungkan adanya Special Delivery Order (SDO), yaitu
permintaan produksi diluar kapasitas normal, misalnya untuk kebutuhan
penggantian produk yang daluarsa/rusak, untuk promosi, souvenir, dll.
MO untuk bagian Material Management diubah menjadi Purchasing
Request (PR) yang akan dikirim ke bagian purchasing. Dari purchasing request
ini, oleh bagian pembelian akan diubah menjadi purchasing order (PO) yang akan
dikirim ke vendor. Vendor di PT. Bayer ini merupakan vendor yang telah disetujui
berdasarkan SOP (approved vendor), yang juga terdaftar dalam sistem SAP.
Inventory yang dikelola oleh PPIC meliputi bahan baku, bahan pengemas, produk
ruah, produk ruah impor dan produk jadi.
Evaluasi persediaan material yang dikelola oleh PPIC meliputi:
1. Cycle count merupakan perhitungan ulang dilakukan setiap bulan dari total
material maupun produk dibandingkan dengan persediaan yang ada dalam
sistem SAP. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya kekurangan stok.
Namun evaluasi ini sudah tidak dilakukan lagi di PT. Bayer.
2. Annual Stock Taking (penghitungan stok) dilakukan setiap akhir tahun terhadap
semua material oleh pihak material management dan finance yang disertai
auditor independent adjusment, lalu dibandingkan dengan persediaan yang ada
di dalam sistem SAP. Dalam penghitungan ini semua stok dihitung termasuk
yang sedang diproses di bagian produksi. Jika terdapat adanya perbedaan
28
antara persediaan material sebenarnya dengan persediaan di sistem, maka
bagian finance harus segera melakukan penyesuaian (adjustment). Perbedaan
persediaan material yang terjadi biasanya disebabkan oleh cross lot (kesalahan
pengambilan material antar lot) dan ketidakcocokan bobot material yang
diterima dari awal.
Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki oleh PPIC, yaitu:
1. Pengadaan barang (procurement)
2. Pergudangan
3. Production planning and inventory control (PPIC)(IAI, 2004).
b. Gudang (Warehouse)
Gudang adalah bagian yang menerima, menyimpan dan mengeluarkan
barang. Fungsi gudang adalah menata dan mengatur bahan baku dan bahan
pengemas serta produk jadi agar terjamin keutuhannya secara fisik maupun kimia,
serta menghindari kesalahanpada saat pengambilan, seperti yang telah ditentukan
dalam GMP.
Tugas dan tanggung jawab bagian gudang adalah:
1. Menangani semua bahan baku dan bahan pengemas yang berkaitan dengan
proses produksi, artinya menyediakan dan mempersiapkan bahan awal untuk
proses produksi farmasi yang sesuai dengan Production Order (PO).
2. Melakukan pengalokasian nomor lot form menggunakan sistem SAP.
3. Melakukan cycle count antara jumlah fisik dan jumlah yang tertentu pada
sistem.
4. Melakukan pemeriksaan tanggal daluarsa untuk setiap bahan baku secara
berkala melalui SAP.
5. Membantu petugas QA/QC pada saat pengambilan sampel bahan baku dan
bahan pengemas untuk pemeriksaan.
6. Mendistribusikan lot form pada bagian QA/QC.
7. Menata atau melakukan pengaturan bahan baku sesuai dengan lokasi yang
tertera pada sistem dan sesuai dengan ketentuan CPOB.
E. Regulatory & Product Information (Regulasi & Informasi Produk).
29
Pendaftaran (registrasi) obat beserta dokumentasi yang perlu disusun dalam
proses registrasi obat ke BPOM merupakan tanggung jawab dari bagian Quality
Assurance/Quality Control. Dalam dokumen registrasi obat (technical dossier)
tercantum informasi mengenai nama produk, nomor batch, komposisi dan fungsi
tiap komponen komposisi obat, unit dosis, ukuran batch formulasi standar, data
stabilitas (uji stabilitas), nama material atau bahan yang digunakan, rumus
perhitungan zat aktif, sertifikat analisis dari zat aktif, kontrol mutu zat aktif
(produsen, spesifikasi dan pengujian) serta uji kontrol produk jadi.
Rincian aspek pengetahuan yang harus dimiliki:
1. Registrasi.
2. Regulasi.
3. Sertifikasi.
4. Informasi produk.
5. Permohonan izin dan pelaporan hasil uji klinik.
6. Pelaporan MESO.
7. Pelaporan penanganan keluhan dan penarikan kembali produk jadi.
(IAI, 2004)