59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

31
MAKALAH SISTEM IMUN DEFISIENSI SISTEM IMUN Kelompok Sukma Anugrah 260110090092 Refi Nurul Fazwah 260110090093 Shandy Giovani 260110090094 Ratu Nida Farihah 260110090095 FAKULTAS FARMASI

description

imun

Transcript of 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

Page 1: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

MAKALAH SISTEM IMUN

DEFISIENSI SISTEM IMUN

Kelompok

Sukma Anugrah 260110090092

Refi Nurul Fazwah 260110090093

Shandy Giovani 260110090094

Ratu Nida Farihah 260110090095

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2011

Page 2: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

DEFISIENSI SISTEM IMUN

I. LATAR BELAKANG

Dewasa ini, semakin banyak penyakit yang bermunculan. Penyakit sistem

imun adalah penyakit yang sedang ramai dibahas. Defisiensi sistem imun yang paling

melekat di masyarakat adalah HIV/AIDS, padahal masih banyak penyakit sistem

imun yang terdapat di sekitar kita. Defisiensi imun disebabkan oleh berbagai faktor.

Misalnya virus, mutasi, antigen, genetik dan lain sebagainya. Melalui makalah ini,

kami mencoba untuk memberikan informasi mengenai defisiensi sistem imun.

II. ISI

1. Definisi

Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang

melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengindentifikasi

dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai

macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh

dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit. Serta menghancurkan zat-

zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dari

jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.

a. Defisiensi Imun

Defisiensi Imun muncul ketika satu atau lebih komponen sistem

Imun tidak aktif, kemampuan sistem Imun untuk merespon patogen

berkurang pada baik golongan muda dan golonga tua, respon imun

berkurang pada usia 50 tahun, respon juga dapat terjadi karena

penggunaan Alkohol dan narkoba adalah akibat paling umum dari

fungsi imun yang buruk, namun, kekurangan nutrisi adalah akibat paling

umum yang menyebabkan difisiensi imun di negara berkembang. Diet

kekurangan cukup protein berhubungan dengan gangguan imunitas

selular, aktivitas komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibody, IgA

Page 3: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

dan produksi sitokin, Defisiensi nutrisi seperti zinc, Selenium, zat besi,

tembaga, vitamin A, C, E, B6 dan asam folik (vitamin B9) juga

mengurangi respon imun.

Difisiensi imun juga dapat didapat dari chronic granulomatus disease

(penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk menghancurkan

fagosit berkurang), contohnya: Aids dan beberapa tipe kanker.

b. Autoimunitas

Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang disebut

autoimunitas. Sistem imun gagal untuk memusnahkan dengan tepat antara

diri sendiri dan orang lain yang menyerang dari bagian tubuh.

c. Hipersensitivitas

Adalah respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. Mereka

terbagi menjadi 4 kelas (tipe I-IV) yaitu:

1. Reaksi anafilaksi

2. Reaksi sitotoksik

3. reaksi imun kompleks

4. reaksi toep lambat

2. Penyakit Imun

Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif

daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun

merupakan penyebab dari penyakit genetika, seperti severe combined

immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti

sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus

HIV.

A. Defisiensi Imun nonspesifik

1. Defisiensi Komplemen

a. kongenital

b. fisiologik

Page 4: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

c. didapat

2. Defisiensi Interferon dan lisozim

a. Defisiensi Interferon kongenital

b. Defisiensi Interferon dan lisozim didapat

3. Defisiensi Sel NK

a. Defisiensi kongenital

b. Defisiensi didapat

4. Defisiensi Sistem Fagosit

a. Defisiensi Kuantitatif

b. Defisiensi Kualitatif

B. Defisiensi Imun spesifik

1. Defisiensi Kongiental atau primer

Defisiensi sel B : infeksi rekuren oleh bakteri berupa gangguan

perkembangan sel B.

Defisiensi sel T : kerentanan meningkat terhadap virus, jamur dan

protozoa

2. Defisiensi Imun fisiologik

a. Kehamilan

b. Usia tahun pertama

c. Usia lanjut

3. Defisiensi Didapat atau sekunder

a . malnutrisi

b. infeksi

c. obat, trauma, tindakan kateterisasi dan bedah

d. Penyinaran

e. Penyakit berat

f. kehilanggan ig/leukosit

g. Stres

4. AIDS

Page 5: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

3. Penyebab Defisiensi Imun

a. Defek genetik

Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal

ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin) Defek gen

tunggal khusus pada sistem imun ( misal defek tirosin kinase pada X-

linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada reseptor

sel T)   Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik  (misal

common variable immunodeficiency) 

b. Obat atau toksin

Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin)Antikonvulsan (fenitoin)

c. Penyakit nutrisi dan metabolic

Malnutrisi ( misal kwashiorkor)Protein losing enteropathy (misal

limfangiektasia intestinal)Defisiensi vitamin (misal biotin, atau

transkobalamin II) Defisiensi mineral (misal Seng pada Enteropati

Akrodermatitis)

d. Kelainan kromosom

Anomali DiGeorge (delesi 22q11) Defisiensi IgA selektif (trisomi 18)

e. Infeksi Imunodefisiensi transien (pada campak dan

varicella )Imunodefisiensi permanen (infeksi HIV, infeksi rubella

kongenital)

Defisiensi komplemen

Aktivitas komplemen yang rusak biasanya terjadi sekunder terhadap penyakit

yang menggunakan komplemen melalui jalur klasik atau alternatif. Contohnya adalah

penyakit lupus eritematosus sistemik yang mengkonsumsi jalur klasik kompenen

komplemen C1, C4 dan C2 dan mengakibatkan rusaknya kemampuan komplemen

untuk melarutkan kompleks imun.

            Pada manusia, defisiensi komponen komplemen yang diturunkan dikaitkan

dengan sindrom klinik. Banyak pasien dengan defisiensi C1, C4 atau C2 mempunyai

Page 6: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

lupus-like syndrome, seperti ruam malar, artralgia, glomerulonefritis, demam atau

vaskulitis kronik dan infeksi piogenik rekuren. Antinuklear dan antibodi anti-dsDNA

dapat tidak ditemukan. Adanya defisiensi komponen komplenen jalur klasik ini

menurunkan kemampuan individu untuk eliminasi kompleks imun.

            Pasien dengan defisiensi C3 dapat terjadi secara primer atau sekunder,

contohnya defisiensi inhibitor C3b, seperti faktor I atau H akan meningkatkan risiko

untuk terkena infeksi bakteri rekuren. Individu biasanya terkena infeksi yang

mengancam nyawa, seperti pneumonia, septikemia dan meningitis.

            Terdapat hubungan kuat antara defisiensi C5, C6, C7, C8 atau properdin

dengan infeksi neiseria rekuren. Biasanya pasien mempunyai infeksi gonokokus

rekuren, terutama septikemia dan artritis, atau meningitis meningokukos rekuren.

            Defisiensi inhibitor C1 merupakan defisiensi sistem komplemen diturunkan

yang paling sering dan penyebab angioedema herediter.

Defisiensi imun sekunder

Penyebab sekunder defisiensi imun lebih umum dibandingkan penyebab

primer. Kadar komponen imun yang rendah menunjukkan produksi yang menurun

atau katabolisme (“hilangnya” komponen imun) yang dipercepat.

            Hilangnya protein yang sampai menyebabkan hipogamaglobulinemia dan

hipoproteinemia terjadi terutama melalui ginjal (sindrom nefrotik) atau melalui

saluran cerna (protein-losing enteropathy). Hilangnya imunoglobulin melalui renal

setidaknya bersifat selektif parsial, sehingga kadar IgM masih dapat normal meskipun

kadar IgG serum dan albumin menurun. Protein juga dapat hilang dari saluran cerna

melalui penyakit inflamatorius aktif seperti penyakit Crohn, kolitis ulseratif dan

penyakit seliak.

            Kerusakan sintesis paling nampak pada malnutrisi. Defisiensi protein

menyebabkan perubahan yang mendalam pada banyak organ, termasuk sistem imun.

Kerusakan produksi antibodi spesifik setelah imunisasi, dan defek pada imunitas

seluler, fungsi fagosit dan aktivitas komplemen dihubungkan dengan nutrisi yang

buruk, dan membaik setelah suplementasi diet protein dan kalori yang cukup.

Page 7: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

            Pasien dengan penyakit limfoproliferatif sangat rentan terhadap infeksi.

Leukemia limfositik kronik yang tidak diobati umumnya berhubungan dengan

hipogamaglobulinemia dan infeksi rekuren yang cenderung bertambah berat dengan

progresifitas penyakit. Limfoma Non-Hodgkin mungkin berhubungan dengan defek

pada imunitas humoral dan seluler. Penyakit Hodgkin biasanya berhubungan dengan

kerusakan yang nyata dari imunitas seluler, namun imunoglobulin serum masih

normal sampai fase akhir penyakit.

            Risiko infeksi pasien dengan mieloma multipel 5-10 kali lebih tinggi

dibandingkan kelompok kontrol. Frekuensi infeksi oportunistik pada pasien dengan

keganasan diseminata menandakan adanya defek imun, meskipun sulit membedakan

efek imunosupresif dari penyakit ataupun efek pengobatan. Obat imunosupresif

mempengaruhi beberapa aspek fungsi sel, terutama limfosit dan polimorf, namun

hipogamaglobulinemia berat jarang terjadi. Pasien dengan obat untuk mencegah

penolakan organ transplan juga dapat timbul infeksi oportunsistik meskipun tidak

biasa. Bentuk iatrogenik lain dari defisiensi imun sekunder adalah yang berhubungan

dengan splenektomi.

 Infeksi HIV Infeksi HIV adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus HIV (Human

Immunodeficiency Virus). AIDS adalah penyakit yang menunjukkan adanya sindrom

defisiensi imun selular sebagai akibat infeksi HIV.

 Infeksi HIV menyebabkan terganggunya fungsi sistem imun alamiah dan

didapat. Gangguan yang paling jelas adalah pada imunitas selular, dan dilakukan

melalui berbagai mekanisme yaitu efek sitopatik langsung dan tidak langsung.

Penyebab terpenting kurangnya sel T CD4+ pada pasien HIV adalah efek sitopatik

langsung. Beberapa efek sitopatik langsung dari HIV terhadap sel T CD4+ antara lain:

Pada produksi virus HIV terjadi ekspresi gp41 di membran plasma dan

budding partikel virus, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas

membran plasma dan masuknya sejumlah besar kalsium yang akan

Page 8: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

menginduksi apoptosis atau lisis osmotik akibat masuknya air. Produksi virus

dapat mengganggu sintesis dan ekspresi protein dalam sel sehingga

menyebabkan kematian sel.

DNA virus yang terdapat bebas di sitoplasma dan RNA virus dalam jumlah

besar bersifat toksik terhadap sel tersebut.

Membran plasma sel T yang terinfeksi HIV akan bergabung dengan sel T

CD4+ yang belum terinfeksi melalui interaksi gp120-CD4, dan akan

membentuk multinucleated giant cells atau syncytia. Proses ini menyebabkan

kematian sel-sel T yang bergabung tersebut. Fenomena ini banyak diteliti in

vitro, dan syncytia jarang ditemukan pada pasien AIDS.

4. Klasifikasi Defisiensi

2.4.1 Defisiensi imun primer

a. Defisiensi imun humoral (sel B)

Hipogamaglobulinemia x-linked (hipogamaglobulinemia kongenital)

Hipogamaglobulinemia transien (pada bayi) Defisiensi imun tak terklasifikasi, umum,

bervariasi (hipogamaglobulinemia didapat)

o Defisiensi imun dengan hiperIgM

Defisiensi IgA selektif

Defisiensi imun IgM selektif

Defisiensi sub kelas IgG selektif

Defisiensi sel B sekunder berhubungan dengan obat, kehilangan protein

Penyakit limfoproliferatif x-linked

b. Defisiensi imun selular (sel T)

Aplasia timus kongenital (sindrom DiGeorge)Kandidiasis mukokutaneus kronik dengan

atau tanpa endokrinopati)Defisiensi sel T berhubungan dengan defisiensi purin nukleosid

fosforilase

Defisiensi sel T berhubungan dengan defek glikoprotein membran

Page 9: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

Defisiensi sel T berhubungan dengan absen MHC kelas I dan atau kelas II

(sindrom limfosit telanjang)

c. Defisiensi imun gabungan humoral (sel B) dan selular (sel T)

Defisiensi imun berat gabungan (autosom resesif, x-linked, sporadik)Defisiensi imun selular

dengan gangguan sintesis imunoglobulin (sindrom Nezelof)Defisiensi imun dengan ataksia

teleangiektasis

Defisiensi imun dengan eksim dengan trombositopenia (sindrom Wiskott-Aldrich)

Defisiensi imun dengan timoma

Defisiensi imun dengan short-limbed dwarfism

Defisiensi imun dengan defisiensi adenosin deaminase

Defisiensi imun dengan defisiensi nukleosid fosforilase

Defisiensi karboksilase multipel yang tergantung biotin

Penyakit graft-versus-host

Sindrom defisiensi imun didapat (AIDS)

d. Disfungsi fagosit

Penyakit granulomatosis kronikDefisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase Defisiensi

mieloperoksidase

Sindrom Chediak-Higashi

Sindrom Job

Defisiensi tuftsin

Sindrom leukosit malas

Peninggian IgE, defek kemotaksis dan infeksi rekuren

(Dikutip dari AJ Amman, 1991)

Penyebab defisiensi antibodi primer

Page 10: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

Usia

(tahun)Anak Dewasa

< 2

Transient hypogammaglobulinaemia of

infancyX-linked

agammaglobulinaemiaHyper-IgM with

immunoglobulin deficiency

Dapat terjadi, namun

jarangDapat terjadi, namun

jarang

3-15

Selective antibody

deficienciesCommon variable

immunodeficiencySelective IgA

deficiency

16-50

Selective antibody

deficienciesCommon

variable

immunodeficiencySelective

IgA deficiency

> 50Antibody deficiencies with

thymoma

2.4.2 Defisiensi imun sekunder

Penyebab sekunder defisiensi imun lebih umum dibandingkan penyebab

primer. Kadar komponen imun yang rendah menunjukkan produksi yang menurun

atau katabolism “hilangnya” komponen imun) yang dipercepat. Hilangnya protein

yang sampai menyebabkan hipogamaglobulinemia dan hipoproteinemia terjadi

terutama melalui ginjal (sindrom nefrotik) atau melalui saluran cerna (protein-losing

enteropathy). Hilangnya imunoglobulin melalui renal setidaknya bersifat selektif

parsial, sehingga kadar IgM masih dapat normal meskipun kadar IgG serum dan

albumin menurun. Protein juga dapat hilang dari saluran cerna melalui penyakit

inflamatorius aktif seperti penyakit Crohn, kolitis ulseratif dan penyakit seliak.

Page 11: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

            Kerusakan sintesis paling nampak pada malnutrisi. Defisiensi protein

menyebabkan perubahan yang mendalam pada banyak organ, termasuk sistem imun.

Kerusakan produksi antibodi spesifik setelah imunisasi, dan defek pada imunitas

seluler, fungsi fagosit dan aktivitas komplemen dihubungkan dengan nutrisi yang

buruk, dan membaik setelah suplementasi diet protein dan kalori yang cukup. Bentuk

iatrogenik lain dari defisiensi imun sekunder adalah yang berhubungan dengan

splenektomi

5. Prognosis

Prognosis penyakit defisiensi imun untuk jangka pendek dipengaruhi oleh

beratnya komplikasi infeksi. Untuk jangka panjang sangat tergantung dari jenis dan

penyebab defek sistem imun. Tetapi pada umumnya dapat dikatakan bahwa

perjalanan penyakit defisiensi imun primer buruk dan berakhir fatal, seperti juga

halnya pada beberapa penyakit defisiensi imun sekunder (AIDS). Diperkirakan

sepertiga dari penderita defisiensi imun meninggal pada usia muda karena komplikasi

infeksi. Mortalitas penderita defisiensi imun humoral adalah sekitar 29%. Beberapa

penderita defisiensi IgA selektif dilaporkan sembuh spontan Sedangkan hampir

semua penderita defisiensi imun berat gabungan akan meninggal pada usia dini.

Defisiensi imun ringan, terutama yang berhubungan dengan keadaan

fisiologik (pertumbuhan, kehamilan), infeksi, dan gangguan gizi dapat diatasi dengan

baik bila belum disertai defek imunologik yang menetap.

6. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Dalam penegakan diagnosis defisiensi imun, penting ditanyakan riwayat

kesehatan pasien dan keluarganya, sejak masa kehamilan, persalinan dan morbiditas

yang ditemukan sejak lahir secara detail. Walaupun penyakit defisiensi imun tidak

mudah untuk didiagnosis, secara klinis Sesuai dengan gejala dan tanda klinis tersebut

maka dapat diarahkan terhadap kemungkinan penyakit defisiensi imun.

Defisiensi antibodi primer yang didapat lebih sering terjadi dibandingkan

dengan yang diturunkan, dan 90% muncul setelah usia 10 tahun. Pada bentuk

defisiensi antibodi kongenital, infeksi rekuren biasanya terjadi mulai usia 4 bulan

Page 12: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

sampai 2 tahun, karena IgG ibu yang ditransfer mempunyai proteksi pasif selama 3-4

bulan pertama. Beberapa defisiensi antibodi primer bersifat diturunkan melalui

autosom resesif atau X-linked. Defisiensi imunoglobulin sekunder lebih sering terjadi

dibandingkan dengan defek primer.

           Pemeriksaan laboratorium penting untuk diagnosis. Pengukuran

imunoglobulin serum dapat menunjukkan abnormalitas kuantitatif secara kasar.

Imunoglobulin yang sama sekali tidak ada (agamaglobulinemia) jarang terjadi,

bahkan pasien yang sakit berat pun masih mempunyai IgM dan IgG yang dapat

dideteksi. Defek sintesis antibodi dapat melibatkan satu isotop imunoglobulin, seperti

IgA atau grup isotop, seperti IgA dan IgG. Beberapa individu gagal memproduksi

antibodi spesifik setelah imunisasi meskipun kadar imunoglobulin serum normal. Sel

B yang bersirkulasi diidentifikasi dengan antibodi monoklonal terhadap antigen sel B.

Pada darah normal, sel-sel tersebut sebanyak 5-15% dari populasi limfosit total. Sel B

matur yang tidak ada pada individu dengan defisiensi antibodi membedakan infantile

X-linked agammaglobulinaemia dari penyebab lain defisiensi antibodi primer dengan

kadar sel B normal atau rendah.

7. Gejala Klinis Defisiensi Imun

a. Gejala yang biasanya dijumpai

Infeksi saluran napas atas berulang Infeksi bakteri yang

berat Penyembuhan inkomplit antar episode infeksi, atau respons

pengobatan inkomplit

b. Gejala yang sering dijumpai

Gagal tumbuh atau retardasi tumbuhJarang ditemukan kelenjar atau

tonsil yang membesarInfeksi oleh mikroorganisma yang tidak lazim

Lesi kulit (rash, ketombe, pioderma, abses nekrotik/noma, alopesia,

eksim, teleangiektasi, warts yang hebat).

Oral thrush yang tidak menyembuh dengan pengobatan

Page 13: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

Jari tabuh

Diare dan malabsorpsi

Mastoiditis dan otitis persisten

Pneumonia atau bronkitis berulang

Penyakit autoimun

Kelainan hematologis (anemia aplastik, anemia hemolitik,

neutropenia, trombositopenia)

c. Gejala yang jarang dijumpai

Berat badan turunDemamPeriodontitis

Limfadenopati

Hepatosplenomegali

Penyakit virus yang berat

Artritis atau artralgia

Ensefalitis kronik

Meningitis berulang

Pioderma gangrenosa

Kolangitis sklerosis

Hepatitis kronik (virus atau autoimun)

Reaksi simpang terhadap vaksinasi

Bronkiektasis

Infeksi saluran kemih

Lepas/puput tali pusat terlambat (> 30 hari)

Stomatitis kronik

Granuloma

Keganasan limfoid

(Dikutip dari Stiehm, 2005)

8. Pemeriksaan Lanjutan

Page 14: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

a. Defisiensi Sel B

Uji Tapis:

Kadar IgG, IgM dan IgA, Titer isoaglutinin, Respon antibodi pada vaksin

(Tetanus, difteri, H.influenzae)

Uji lanjutan:

Enumerasi sel-B (CD19 atau CD20), Kadar subklas IgG, Kadar IgE dan IgD,

Titer antibodi natural (Anti Streptolisin-O/ASTO, E.coli, Respons antibodi

terhadap, vaksin tifoid dan pneumokokus, Foto faring lateral untuk mencari

kelenjar adenoid

Riset:

Fenotiping sel B lanjut, Biopsi kelenjar, Respons antibodi terhadap antigen khusus

misal phage antigen, Ig-survival in vivo, Kadar Ig sekretoris, Sintesis Ig in vitro,

Analisis aktivasi sel, Analisis mutasi

b. Defisiensi sel T

Uji tapis:

Hitung limfosit total dan morfologinya, Hitung sel T dan sub populasi sel T : hitung

sel T total, Th dan Ts, Uji kulit tipe lambat (CMI) : mumps, kandida, toksoid

tetanus, tuberculin, Foto sinar X dada : ukuran timus

Uji lanjutan:

Enumerasi subset sel T (CD3, CD4, CD8), Respons proliferatif terhadap mitogen,

antigen dan sel alogeneik, HLA typing, Analisis kromosom

Riset:

Advance flow cytometr, Analisis sitokin dan sitokin reseptor, Cytotoxic assay (sel

NK dan CTL), Enzyme assay (adenosin deaminase, fosforilase nukleoside

urin/PNP), Pencitraan timus dab fungsinya, Analisis reseptor sel T, Riset aktivasi

sel T, Riset apoptosis, Biopsi, Analisis mutasi

c. Defisiensi fagosit

Uji tapis:

Hitung leukosit total dan hitung jenis, Uji NBT (Nitro blue tetrazolium),

Page 15: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

kemiluminesensi : fungsi metabolik neutrofil, Titer IgE

Uji lanjutan:

Reduksi dihidrorhodamin, White cell turn over, Morfologi special, Kemotaksis dan

mobilitas random, Phagocytosis assay, Bactericidal assays

Riset:

Adhesion molecule assays (CD11b/CD18, ligan selektin), Oxidative metabolism,

Enzyme assays (mieloperoksidase, G6PD, NADPH), Analisis mutasi

c. Defisensi komplemen

Uji tapis:

Titer C3 dan C4, Aktivitas CH50

Uji lanjutan:

Opsonin assays, Component assays, Activation assays (C3a, C4a, C4d, C5a)

Riset:

Aktivitas jalur alternative, Penilaian fungsi(faktor kemotaktik, immune adherence)

9. Pengobatan

Sesuai dengan keragaman penyebab, mekanisme dasar, dan kelainan klinisnya

maka pengobatan penyakit defisiensi imun sangat bervariasi. Pada dasarnya

pengobatan tersebut bersifat suportif, substitusi, imunomodulasi, atau kausal.

Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan memenuhi

kebutuhan gizi dan kalori, menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa,

kebutuhan oksigen, serta melakukan usaha pencegahan infeksi. Substitusi dilakukan

terhadap defisiensi komponen imun, misalnya dengan memberikan eritrosit, leukosit,

plasma beku, enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin, imunoglobulin

spesifik. Kebutuhan tersebut diberikan untuk kurun waktu tertentu atau selamanya,

sesuai dengan kondisi klinis.

Pengobatan imunomodulasi masih diperdebatkan manfaatnya, beberapa

memang bermanfaat dan ada yang hasilnya kontroversial. Obat yang diberikan antara

lain adalah faktor tertentu (interferon), antibodi monoklonal, produk mikroba (BCG),

Page 16: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

produk biologik (timosin), komponen darah atau produk darah, serta bahan sintetik

seperti inosipleks dan levamisol.

Terapi kausal adalah upaya mengatasi dan mengobati penyebab defisiensi

imun, terutama pada defisiensi imun sekunder (pengobatan infeksi, suplemen gizi,

pengobatan keganasan, dan lain-lain). Defisiensi imun primer hanya dapat diobati

dengan transplantasi (timus, hati, sumsum tulang) atau rekayasa genetik.

Tatalaksana defisiensi antibodi

Terapi pengganti imunoglobulin (immunoglobulin replacement therapy)

merupakan keharusan pada anak dengan defek produksi antibodi. Preparat dapat

berupa intravena atau subkutan. Terapi tergantung pada keparahan

hipogamaglobulinemia dan komplikasi. Sebagian besar pasien dengan

hipogamaglobulinemia memerlukan 400-600 mg/kg/bulan  imunoglobulin untuk

mencegah infeksi atau mengurangi komplikasi, khususnya penyakit kronik pada paru

dan usus. Imunoglobulin intravena (IVIG) merupakan pilihan terapi, diberikan

dengan interval 2-3 minggu. Pemantauan dilakukan terhadap imunoglobulin serum,

setelah mencapai kadar yang stabil (setelah 6 bulan), dosis infus dipertahankan di atas

batas normal.

Tatalaksana defek imunitas seluler

Tatalaksana pasien dengan defek berat imunitas seluler, termasuk SCID tidak

hanya melibatkan terapi antimikrobial namun juga penggunaan profilaksis. Untuk

mencegah infeksi maka bayi dirawat di area dengan tekanan udara positif. Pada

pasien yang terbukti atau dicurigai defek sel T harus dihindari imunisasi dengan

vaksin hidup atau tranfusi darah. Vaksin hidup dapat mengakibatkan infeksi

diseminata, sedangkan tranfusi darah dapat menyebabkan penyakit graft-versus-host.

Tandur (graft) sel imunokompeten yang masih hidup merupakan sarana satu-

satunya untuk perbaikan respons imun. Transplantasi sumsum tulang merupakan

pilihan terapi pada semua bentuk SCID. Terapi gen sedang dikembangkan dan

diharapkan dapat mengatasi defek gen.

Tatalaksana pada penderita HIV

Page 17: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

Pada penderita HIV atau yang terpapar HIV harus lengkap, meliputi

pemantauan tumbuh kembang, nutrisi, imunisasi, tatalaksana medikamentosa,

tatalaksana psikologis dan penanganan sisi social yang akan berperan dalam

kepatuhan program pemantauan dan terapi. Pemberian imunisasi harus

mempertimbangkan situasi klinis, status imunologis serta panduan yang berlaku.

Panduan imunisasi WHO berkenaan dengan anak pengidap HIV adalah, selama

asimtomatik, semua jenis vaksin dapat diberikan, termasuk vaksin hidup. Tetapi bila

simtomatik, maka pemberian vaksin polio oral dan BCG sebaiknya dihindari.

Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset

mengenai obat ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu

mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4

memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3

kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog manusia.

Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog

nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim

transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat

mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya

progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada

jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.

Virus HIV dalam darah diproduksi oleh sel T CD4+ yang terinfeksi dan

sebagian kecil oleh sel lain yang terinfeksi. Terapi obat dikembangkan untuk

menghambat semua produksi HIV yang terdeteksi untuk beberapa tahun. Penurunan

viremia sebagai efek pemberian ARV dibagi dalam 3 fase. Fase pertama adalah

penurunan jumlah virus dalam plasma secara cepat dengan waktu paruh kurang dari 1

hari. Penurunan ini menunjukkan bahwa virus diproduksi oleh sel yang hanya hidup

sebentar (short-lived) yaitu sel T CD4+ yang merupakan reservoir utama (93 – 97%

dari seluruh sel T) dan sumber virus.

Fase kedua penurunan HIV plasma dengan waktu paruh 2 minggu

menyebabkan jumlah virus dalam plasma berkurang hingga di bawah ambang

Page 18: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

deteksi. Hal ini menunjukkan berkurangnya reservoir virus dalam makrofag. Fase

ketiga yang sangat lambat menunjukkan terdapat penyimpanan virus di sel T memori

yang terinfeksi secara laten. Karena masa hidup yang panjang dari sel memori,

diperlukan berpuluh-puluh tahun untuk menghilangkan reservoir virus ini.

            imunoglobulin intravena (IVIG) merupakan produk darah intravena. Ini berisi

IgG menggenang (imunoglobulin (antibodi) G) diekstraksi dari plasma lebih dari

seribu donor darah. IVIG's terakhir antara 2 minggu dan 3 bulan efek. Hal ini

terutama digunakan sebagai pengobatan dalam tiga kategori utama:

▪ kekebalan kekurangan seperti agammaglobulinemia X-linked,

hypogammaglobulinemia (defisiensi imun primer), dan diperoleh dikompromikan

kondisi kekebalan (defisiensi imun sekunder) menampilkan tingkat antibodi yang

rendah.

▪ autoimmune penyakit mis Immune trombositopenia ITP dan penyakit

inflamasi misalnya Kawasaki penyakit. Infeksi akut.

IVIG diberikan sebagai terapi plasma protein pengganti (IgG) untuk pasien

kekurangan kekebalan tubuh yang telah menurun atau dihapuskan kemampuan

produksi antibodi. Pada pasien kekurangan kekebalan tubuh, IVIG diberikan untuk

mempertahankan tingkat antibodi yang cukup untuk mencegah infeksi dan

menganugerahkan kekebalan pasif. Pengobatan diberikan setiap 3-4 minggu. Dalam

kasus pasien dengan penyakit autoimun, IVIG diberikan dengan dosis tinggi

(biasanya 1-2 gram IVIG per kg berat badan) untuk mencoba mengurangi keparahan

penyakit autoimun seperti dermatomiositis. IVIG berguna dalam beberapa kasus

infeksi akut seperti infeksi HIV pediatrik dan sindrom Guillain-Barre.

Mekanisme yang tepat di mana IVIG menekan peradangan berbahaya belum

definitif dibentuk namun diyakini melibatkan reseptor Fc penghambatan. IVIG dapat

bekerja melalui model multi-langkah dimana bentuk disuntikkan pertama IVIG jenis

kompleks kekebalan pada pasien. Setelah imun kompleks ini terbentuk, mereka

berinteraksi dengan mengaktifkan reseptor Fc pada sel dendritik yang kemudian

menengahi anti -inflamasi efek membantu untuk mengurangi keparahan penyakit

Page 19: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

autoimun atau negara inflamasi. IVIG juga blok reseptor antibodi pada sel-sel

kekebalan tubuh (makrofag), yang menyebabkan kerusakan menurun oleh sel-sel,

atau peraturan dari fagositosis makrofag. IVIG juga dapat mengatur respon imun

dengan mereaksikan dengan sejumlah reseptor membran pada sel-sel T, sel B, dan

monosit yang berkaitan dengan autoreactivity dan induksi toleransi diri.

III. KESIMPULAN

Defisiensi sistem imun merupakan penyebab utama menurunnya pertahanan

tubuh terhadap antigen. Defisiensi sistem imun dapat disebabkan karena infeksi

virus, hipersensitivitas, mutasi genetik pada sistem imun, faktor psikologis dan usia.

Gangguan pada sistem imun meliputi gangguan limfosit B dan T, gangguan

makrofag (inflamasi), gangguan sistem komplemen, maupun gangguan imunitas

sistemik. Dan salah satu penyakit yang umum diderita terkait dengan infeksi

gastrointestinal adalah HIV/AIDS.

Page 20: 59262029-MAKALAH-IMUNOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH,Pober JS. Disease caused by humoral and cell-mediated immune reactions. Dalam: Cellular and molecular immunology. Philadelphia: WB Saunders, 1991; 353-76.

Bratawidjaja, K.G., 2004. Imunologi Dasar.edisi ke-6. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta

Judarwanto.2010. Penyakit Defisiensi Imun. http://childrenallergyclinic. wordpress.com/2009/05/19/penyakit-defisiensi-imun/ [diakses tanggal 23 Mei 2011]

Mayariance.2010.Defisienis Imunitas. http://mayariance.wordpress.com/2010 /05/04/defisiensi-imunitas/ [diakses 19 Mei 2011]

Tom.2009.Kendala Pengembangan Vaksin HIV http://www.zonabawah.co.cc /2011/05/kendala-pengembangan-vaksin-hiv-human.html [diakses 17 Mei 2011]

Sanders, W.B.1992.Immunologic disorders in infants and children. Edisi ke-3. Philadelphia.