569-760-1-SM

download 569-760-1-SM

of 11

Transcript of 569-760-1-SM

KEMAS - Volume 4 / No. 1 / Juli - Desember 2008

KARIES GIGI PADA ANAK TK (STUDI KASUS DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG)Widya Hary Cahyati*)

ABSTRAK Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang bersifat kronis progresif. Ini dimulai dengan larutnya mineral email karena terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan mikrobial dari substrat. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang diikuti timbulnya kerusakan komponen organiknya. Akibatnya terjadi infeksi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Banyak faktor yang berhubungan dengan karies gigi, baik faktor langsung yang ada dalam mulut (faktor alam), maupun faktor tidak langsung yang merupakan faktor predisposisi dan faktor penghambat terjadinya karies. Karies merupakan penyakit yang dapat dicegah sehingga diagnosis dini sangatlah penting. Anak TK yang mengalami masa pergantian dari gigi sulung ke gigi tetap sering merasa nyeri dan tidak nyaman karena gigi sedang tumbuh atau karena terjadi pembusukan gigi sehingga mengganggu keseimbangan tubuh yang selanjutnya berpengaruh terhadap kesehatan anak secara umum. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian diambil dengan teknik two-stage random sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi karies gigi pada anak TK sangat tinggi (86,7%), dan terdapat hubungan antara plak gigi, tingkat kebersihan mulut, serta kebiasaan menggosok gigi dengan tingkat karies gigi pada anak TK. Disarankan agar orang tua maupun guru menasihati dan mengawasi anak agar membiasakan menggosok gigi secara benar dari segi waktu, frekuensi, dan teknik penyikatan, serta mengawasi anak agar mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang bersifat kariogenik. Kata Kunci : karies gigi, anak TK

*)

Staf pengajar Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, FIK UNNES.

14

Karies Gigi Pada Anak TK Widya Hary Cahyati

PENDAHULUAN Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat agar tingkat kesehatan masyarakat bertambah baik. Pembangunan kesehatan gigi adalah bagian integral dari pembangunan kesehatan nasional. Ini berarti bahwa untuk melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan, pembangunan di bidang kesehatan gigi tidak boleh ditinggalkan. Juga sebaliknya, bila ingin melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan gigi, tidak boleh melupakan kerangka yang lebih kuat yaitu pembangunan kesehatan pada umumnya (Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi, 1995). Kesehatan gigi di Indonesia masih merupakan masalah karena prevalensi karies dan penyakit periodontal mencapai 80% dari jumlah penduduk. Tingginya prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal, serta belum berhasilnya usaha untuk mengatasinya mungkin disebabkan oleh faktor-faktor distribusi penduduk, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan gigi yang berbeda dalam masyarakat Indonesia (Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi, 1996). Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang diikuti timbulnya kerusakan komponen organiknya. Akibatnya terjadi infeksi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri (Ginting B, 1984). Banyak faktor yang berhubungan dengan karies gigi, baik faktor langsung

yang ada dalam mulut (faktor alam), maupun faktor tidak langsung yang merupakan faktor predisposisi dan faktor penghambat terjadinya karies. Faktor luar ini antara lain adalah usia, jenis kelamin, keadaan penduduk dan lingkungan, kesadaran dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi (Suwelo IS, 1992). Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia, karena termasuk rangking 10 penyakit terbanyak, yaitu tetap berkisar antara peringkat 2-3. Dari 5 jenis penyakit gigi dan mulut yang terdapat pada masyarakat yang berobat di puskesmas pada akhir pelita V dapat diketahui bahwa penyakit karies gigi menduduki peringkat teratas (16,38%), disusul kelainan pulpa (29,30%), kelainan gusi dan periodontal (31,66%), kelainan dentofasial dan maloklusi (11,51%), serta monilis dan stomatis (11,15%). Kunjungan penderita ke puskesmas rata-rata sudah dalam keadaan lanjut untuk berobat, sehingga dapat diartikan tingkat kesadaran pada umumnya untuk berobat sedini mungkin masih belum dapat dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari rasio tambal cabut ratarata masih cukup tinggi (Suwelo IS, 1992). Gigi pada anak TK umumnya masih mempunyai gigi sulung dan sedang mengalami masa pergantian dari gigi sulung ke gigi tetap, sehingga akan berpengaruh terhadap emosi anak (perasaan tidak nyaman), dan gangguan terhadap keseimbangan tubuh, yaitu berupa rasa nyeri dan tidak nyaman. Hal ini disebabkan karena gigi sedang tumbuh atau karena terjadi pembusukan gigi yang menyebabkan gangguan tidur, gangguan nafsu makan, yang hal tersebut selanjutnya akan berpengaruh terhadap 15

KEMAS - Volume 4 / No. 1 / Juli - Desember 2008

kesehatan anak secara umum (Direktorat Bina Kesehatan keluarga Depkes RI, 1989). Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui proporsi dan keparahan penyakit karies gigi pada anak TK di Kecamatan Tembalang Kota Semarang serta mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit karies gigi pada anak TK di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. METODE Jenis penelitian ini adalah explanatory research yang merupakan salah satu metode penelitian survei dengan melakukan wawancara, pengamatan, dan pengukuran terhadap obyek penelitrian dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah cross sectional karena variabel-variabel yang diteliti, diukur, dan dikumpulkan secara bersamaan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua murid TK di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Penarikan sampel dilakukan melalui dua tahap (two stage random sampling). Pada tahap pertama peneliti memilih sampel acak sederhana dari semua TK yang ada di Kecamatan Tembalang (22 TK) dan untuk tahap kedua, peneliti memilih sampel secara acak sederhana dari anak-anak TK yang ada di setiap TK yang terpilih pada tahap pertama tersebut. Setelah dilakukan penghitungan sampel tahap pertama didapatkan 18 TK, sedangkan pada tahap kedua diperoleh 90 anak yang akan mewakili populasi penelitian. Data diambil dengan cara wawancara dengan responden (ibu anak TK) dengan menggunakan kuesioner dan 16

FGD (Focus Group Discussion). Selain itu dilakukan pemeriksaan dan pengukuran indeks plak gigi, indeks kebersihan mulut (OHI-S), indeks def-t (derajat karies gigi). Untuk mengukur tingkat karies pada gigi geligi digunakan angka def-t : d (debris) : gigi berlubang yang masih bisa ditambal e (eruption) : gigi yang telah dicabut atau karies gigi yang sudah tidak dapat ditambal lagi f (filled) : gigi yang telah ditambal dan tambalannya masih baik Angka def-t merupakan jumlah semua gigi sulung yang terkena karies dibagi jumlah gigi keseluruhan (Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi, 1996). Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut yang digunakan adalah Oral Hygiene Indeks Simplified (OHI-S) dari Greene dan Vermillion (1964). Indeks ini merupakan gabungan yang menentukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya untuk permukaan gigi yang terpilih saja. Debris rongga mulut adalah benda asing yang lunak yang melekat pada gigi. Debris rongga mulut dan kalkulus dapat diberi skor secara terpisah. Skor debris rongga mulut adalah sebagai berikut : 0 = Tidak ada debris atau stain 1 = Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari sepertiga permukaan gigi 2 = Debris lunak yang menutupi lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua pertiga permukaan gigi 3 = Debris lunak yang menutupi lebih dari dua pertiga permukaan gigi (Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi, 1996). Skor kalkulus ditentukan berdasarkan kriteria : 0 = Tidak ada karang gigi

Karies Gigi Pada Anak TK Widya Hary Cahyati

1 = Ada karang gigi supragingival yang menutupi tidak lebih dari sepertiga permukaan gigi dari tepi gingiva 2 = Ada karang gigi supragingival yang menutupi lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua pertiga permukaan gigi dari tepi gingiva atau sekitar bagian servikal gigi ada karang gigi subgingival 3 = Ada karang gigi supra gingival yang menutupi lebih dari dua pertiga permukaan gigi dari tepi gingiva atau ada karang gigi subgingival yang menutupi seluruh bagian servikal (Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi, 1996). Skor debris dan kalkulus harus ditambah dan dibagi dengan jumlah permukaan yang diperiksa untuk menentukan skor kebersihan mulut. Kriteria OHI-S : Skor Keadaan 3,1 6,0 Buruk 1,3 3,0 Sedang 0,0 1,2 Baik (Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi, 1996) Untuk indeks plak gigi, salah satu kriteria penilaiannya adalah dengan metode Personal Performance-Modified (PHP-M) dari Marters dan Meskins (1972). Bagian fasial dan lingual yang diperiksa tersebut dibagi menjadi 5 area dengan tiap permukaan gigi mempunyai kriteria penilaian 0-5. Semua nilai dijumlah kemudian dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa. Semua nilai dijumlah kemudian dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa untuk memperoleh skor plak gigi. Penentuan kategor dari skor plak gigi : Skor Keadaan 6,668 10,00 Buruk 3,334 6,667 Sedang 0,000 3,333 Baik

(Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi, 1996) HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 90 anak yang terpilih sebagai sampel, maka 100% responden menderita karies gigi dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Selanjutnya diperiksa tingkat keparahan karies giginya berdasarkan skor def-t, dan diketahui rata-rata (x) karies gigi adalah 0,3117 dan simpangan bakunya (SD) adalah 0,2346. Maka tingkat keparahan karies gigi dapat dikategorikan sebagai berikut : Skor Kategori > x + SD (0,3118 0,5463) Tinggi x + SD (0,0772 0,3117) Sedang < x + SD (0,000 0,0771) Rendah Setelah dikelompokkan berdasarkan kategori di atas, maka hasilnya menunjukkan bahwa 31 anak (34,4%) dari responden mempunyai tingkat keparahan karies gigi yang tergolong tinggi. Sedangkan 26 anak (28,9%) tingkat karies giginya tergolong sedang, dan 33 anak (35,7%) tergolong rendah. Analisis dengan chi-square diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara tingkat kebersihan mulut (OHI-S) dengan tingkat keparahan karies gigi. Dengan chi-square ( = 0,05), diperoleh x2 = 6,882, dan nilai p = 0,032, serta kekuatan hubungannya lemah (C = 0,277). Karies gigi bukan merupakan akibat infeksi oleh mikroorganisme asing pada rongga mulut, agen yang terlibat pada umumnya ditemukan dalam mulut. WD. Miller, pelopor ahli mikrobiologi mulut mengemukakan bahwa demineralisasi struktur gigi disebabkan oleh asam organik yang dihasilkan oleh fermentasi 17

KEMAS - Volume 4 / No. 1 / Juli - Desember 2008

diet karbohiddrat oleh bakteri yang ditemukan dalam rongga mulut. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan kebersihan mulut yang buruk mempunyai tingkat keparahan karies gigi yang cenderung tinggi. Oleh karena itu, kebersihan mulut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya karies gigi (Edwina, AM, dkk, 1991). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menjaga kebersihan mulut yaitu dengan menyikat gigi yang dilengkapi dengan pasta gigi dan semprotan air, indeks kebersihan mulut ( Oral Hygiene Index ) dapat diturunkan sebesar 29,0% daripada menggunakan sikat gigi biasa yang penurunannya hanya sebesar 13,5%. Analisis dengan chi-square diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara Indeks Plak Gigi (PHP-M) dengan tingkat keparahan karies gigi. Dengan chisquare ( = 0,05), diperoleh x2 = 11,649, dan nilai p = 0,020, serta kekuatan

hubungannya sedang (C = 0,360). Penyebab langsung karies gigi dan radang jaringan penyangga gigi adalah plak gigi. Plak gigi adalah sebagai deposit granuler lunak yang terdiri dari bakteri yang berkembang biak dalam suatu matriks dan melekat erat pada permukaan gigi, gusi serta tambalan bila seseorang mengabaikan kebersihan mulutnya. Bakteri yang terdapat dalam plak akan mengolah karbohidrat untuk menghasilkan energi bagi dirinya. Pengolahan karbohidrat ini akan menghasilkan asam susu yang dapat merapuhkan email gigi. Dari hasil penelitian laboratorium diketahui bahwa 80% berat plak terdiri dari air dan jumlah bakteri di dalam plak adalah kurang lebih 250 juta per mg. Tingginya indeks plak menunjukkan banyaknya bakteri dalam plak yang merupakan penyebab timbulnya karies gigi (Schuurs, 1992). Analisis dengan chi-square diperoleh hasil bahwa tidak ada

Tabel 1. Distribusi Tingkat Karies Gigi Menurut Kebersihan MulutTingkat Keparahan Karies Gigi Tinggi Sedang-Rendah F % F % 19 35,2 35 64,8 12 33,3 24 66,7 31 34,4 59 65,6 Total F 54 36 90 % 100,0 100,0 100,0

Kebersihan Mulut Buruk-Sedang Baik Total

Tabel 2. Distribusi Tingkat Karies Gigi Menurut Indeks Plak Gigi (PHP-M)Indeks Plak Gigi Tinggi-Sedang Rendah Total Tingkat Keparahan Karies Gigi Tinggi Sedang-Rendah F % F % 23 51,1 22 48,9 8 17,8 37 82,2 31 34,4 59 65,6 Total F 45 45 90 % 100,0 100,0 100,0

18

Karies Gigi Pada Anak TK Widya Hary Cahyati

hubungan antara frekuensi menggosok gigi per-hari dengan tingkat keparahan karies gigi. Dengan chi-square ( = 0,05), diperoleh x2 = 0,579, dan nilai p = 0,749. Menggosok gigi adalah cara yang umum digunakan untuk membersihkan berbagai kotoran yang melekat pada permukaan gigi dan gusi. Dalam penelitian ini dihasilkan tidak ada hubungan antara frekuensi menggosok gigi dengan tingkat keparahan karies gigi. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada. Menggosok gigi yang baik tergantung cara bagaimana menggosok gigi, lama waktu yang diperlukan dan berapa besar tekanan yang diberikan. Banyak orang yang menggosok giginya terlalu cepat, biasanya waktu yang digunakan antara 0,75 dan 1,5 menit. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli Universitas Newcastle dari Tynes School of Dental Sciences dan Centre for Health Services Research yang dipublikasikan

pada Jouurnal of Clinical Periodontology mengungkapkan dua menit merupakan waktu optimal gosok gigi dengan tekanan rata-rata 150 gram. Seseorang yang menyikat gigi lebih lama dan lebih sering dibanding yang diperlukan bukan hanya gagal mendapatkan gigi yang bersih tetapi juga sebenarnya berisiko membahayakan gigi itu sendiri. Hal tersebut juga didukung dengan pendapat Ratih Ariningrum yang menyatakan bahwa lama penyikatan yang dianjurkan selama 2 menit, dan yang penting penyikatan dilakukan secara sistematis supaya tidak ada bagian-bagian yang terlampaui. Dalam penyikatan gigi yang optimal, perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : 1) Teknik penyikatan gigi yang dipakai sedapat mungkin membersihkan semua permukaan gigi dan gusi serta dapat menjangkau daerah saku gusi (antara gigi dan gusi) serta daerah

Tabel 3. Distribusi Tingkat Karies Gigi Menurut Frekuensi Menggosok Gigi per-HariFrekuensi Menggosok Gigi per-Hari 2 Total Tingkat Keparahan Karies Gigi Tinggi Sedang-Rendah F % F % 24 32,8 49 67,2 7 41,2 10 58,8 31 34,4 59 65,6 Total F 73 17 90 % 100,0 100,0 100,0

Tabel 4.

Distribusi Tingkat Karies Gigi Menurut Kesukaan Terhadap Makanan / Minuman ManisTingkat Keparahan Karies Gigi Tinggi Sedang-Rendah F 24 7 31 % 36,9 28,0 34,4 41 18 59 F % 63,1 72,0 65,6 F 65 25 90 Total % 100,0 100,0 100,0

Kesukaan Terhadap Makanan / Minuman Manis Suka Tidak Suka Total

19

KEMAS - Volume 4 / No. 1 / Juli - Desember 2008

interdental (daerah antara 2 gigi) 2) Pergerakan sikat gigi tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan gusi dan abrasi gigi (ausnya gigi) 3) Teknik penyikatan harus sederhana, tepat, efisien dalam waktu serta efektif Selain itu waktu menggosok gigi dan penggunaan pasta gigi juga ikut berpengaruh. Dari hasil penelitian diketahui masih ada responden yang tidak menggunakan pasta gigi untuk menyikat gigi. Menurut pendapat Tarigan, dengan pemakaian pasta gigi berfluor dapat diharapkan penghambatan karies sebesar kurang lebih 15-30%. Analisis dengan chi-square diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara kesukaan terhadap makanan / minuman manis dengan tingkat keparahan karies gigi. Dengan chisquare ( = 0,05), diperoleh x2 = 2,102, dan nilai p = 0,350. Analisis dengan chi-square diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara Jenis Makanan yang Disukai Anak dengan tingkat keparahan

karies gigi. Dengan chi-square ( = 0,05), diperoleh x2 = 4,219, dan nilai p = 0,377. Frekuensi konsumsi makanan dan minuman kariogenik tidak hanya menentukan erosi permukaan gigi tetapi juga keparahan karies gigi. Dalam studi Stephan Miller (1943) menyatakan bahwa peranan gula dalam pembentukan plak hanya berakibat pada pembentukan asam sementara. Pemakaian gula dengan frekuensi tinggi dalam waktu lama mendorong terjadinya proses dekalsifikasi jaringan keras gigi. Tetapi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang tingkat karies giginya rendah dan anak yang tingkat kariesnya tinggi semuanya suka makanan dan minuman manis. Hal ini berbeda dengan teori yang ada bahwa pada orang yang suka makanan dan minuman manis, kejadian karies giginya akan lebih tinggi. Banyak sebab yang memungkinkan bisa menjadi alasan bagi keadaan ini. Diantaranya adalah ketidaksukaan terhadap makanan dan minuman manis ini bukan berarti tidak

Tabel 5. Distribusi Tingkat Karies Gigi Menurut Jenis Makanan yang Disukai Anak

Tabel 6. Distribusi Tingkat Karies Gigi Menurut Tingkat Pengetahuan Orang TuaTingkat Pengetahuan Orang Tua Rendah-Sedang Tinggi Total Tingkat Keparahan Karies Gigi Tinggi Sedang-Rendah F % F % 14 35,0 26 65,0 17 34,0 33 66,0 31 34,4 59 65,6 Total F 40 50 90 % 100,0 100,0 100,0

20

Karies Gigi Pada Anak TK Widya Hary Cahyati

sama sekali mengkonsumsi. Artinya responden yang tidak suka makanan dan minuman manis ini mungkin sewaktuwaktu pernah mengkonsumsi makanan / minuman manis tersebut, yang walaupun tidak sering juga dapat memberi masukan sebagai substrat bakteri plak. Selain itu pola diet mereka yang sebagian besar mengkonsumsi karbohidrat walaupun bukan karbohidrat yang sangat kariogenik, dapat menyebabkan plak. Kemudian keadaan kebersihan mulut juga turut memperburuk keadaan ini. Apabila anak rajin menggosok gigi setiap habis mengkonsumsi makanan kariogenik, dengan cara / teknik penyikatan yang benar, maka secara teori anak tersebut akan mempunyai indeks plak yang lebih rendah daripada anak yang hanya mengkonsumsi makanan manis tetapi kebiasaan menggosok giginya kurang atau cara menggosok giginya salah. Jadi meskipun anak tidak suka mengkonsumsi makanan manis tetapi cara sikat giginya salah atau malas menyikat gigi, maka indeks plaknya pun bisa tinggi juga dan kebersihan gigi dan mulutnya rendah, sehingga dapat mendorong terjadinya karies gigi. Makanan kariogenik yang dikonsumsi anak-anak ada yang dibuatkan oleh orang tuanya, tetapi kebanyakan berasal dari makanan selingan yang didapatkan dari jajan dengan harga yang terjangkau uang saku anak. Dan menurut pedoman UKGS tahun 1996 diperkirakan pemasaran makanan kariogenik seperti coklat, biskuit, permen, es manis, dan sebagainya ditawarkan dengan kemasan yang menarik dan dijajakan di warung/kantin sekolah sehingga menyebabkan karies gigi anak sekolah menjadi tinggi.

Untuk jenis makanan kariogenik yang dikonsumsi anak-anak, maka yang paling banyak menyebabkan karies gigi adalah permen dan coklat. Selain itu makanan dari kentang atau singkong yang lengket juga menunjang tingginya tingkat karies gigi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa makanan yang lengket akan melekat pada permukaan gigi dan celahcelah gigi sehingga merupakan makanan yang merugikan kesehatan gigi. Kerugian ini akibat metabolisme bakteri berlangsung lebih lama sehingga memberi kesempatan yang lama untuk terjadinya proses demineralisasi. Untuk konsumsi roti manis, tidak mempengaruhi tingkat karies gigi. Hal ini dimungkinkan karena kandungan gula dalam roti manis relatif sedikit sehingga roti tersebut cenderung melindungi permukaan gigi dari ancaman makanan dan minuman kariogenik yang lain. Pada prosesnya, makanan tidak ditelan semuanya, sebagian kecil tertinggal di dalam mulut dan digunakan sebagai substrat bagi bakteri setempat. Dalam berbagai penelitian epidemiologi dan laboratorium dikemukakan bahwa bertambahnya konsumsi gula menyebabkan naiknya insiden karies. Aristoteles sudah mengamati bahwa sering makan buah ara (yang dalam keadaan kering mengandung 70% gula) dapat menyebabkan adanya karies pada gigi. Pister van Forest, salah satu dokter Eropa terkenal pada abad ke 16, menerangkan tentang keadaan gigi geligi para apoteker yang luar biasa jeleknya, karena kebiasaan mereka untuk selalu mencicipi sirup manis, yang merupakan dasar kebanyakan bahan obat. Semua bentuk gula dapat menyebabkan efek yang sama pada gigi, termasuk gula pasir (sukrosa), madu 21

KEMAS - Volume 4 / No. 1 / Juli - Desember 2008

(levulosa dan dekstrosa), buah-buahan (fruktosa), dan susu (laktosa). Setiap kali gula mengenal plak, bakteri sterptococcus mutans dalam plak akan memproduksi asam dalam waktu 20 menit. Jumlah gula yang dimakan tidak penting, yang penting adalah lamanya gula yang tertinggal pada gigi. Analisis dengan chi-square diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara Tingkat Pengetahuan Orang Tua dengan tingkat keparahan karies gigi. Dengan chi-square ( = 0,05), diperoleh x2 = 0,368, dan nilai p = 0,985. Sehingga dapat dikatakan bahwa responden yang mempunyai ibu yang berpengetahuan baik maupun kurang semuanya berisiko terkena karies gigi. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya kebiasaan melakukan kontrol plak. Kontrol plak merupakan tindakantindakan pencegahan menumpuknya dental plak dan deposit-deposit lainnya pada permukaan gigi dan sekitarnya. Pengurangan plak akan berpengaruh pada pengurangan keparahan penyakit periodontal dan kerusakan gigi. Tingkat pengetahuan ibu tentang karies gigi pada anak TK sebagian besar tergolong cukup dan baik. Hal ini berarti sebagian besar responden cukup mengetahui tentang karies gigi, baik yang dimaksud karies gigi, tanda-tanda, maupun penyebabnya. Namun, meskipun tingkat pengetahuan ibu tinggi, tingkat keparahan karies gigi pada anak TK juga bisa tinggi karena tidak melakukan kontrol plak. PEMBAHASAN Karies adalah penyakit pada jaringan keras gigi yang disebabkan oleh kerja mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat diragikan. Karies ditandai oleh adanya demineralisasi mineral-mineral 22

email dan dentin diikuti oleh kerusakan bahan-bahan organiknya. Ketika makin mendekati pulpa, karies menimbulkan perubahan-perubahan dalam bentuk dentin reaksioner dan pulpitis (mungkin disertai rasa nyeri) dan bisa berakibat terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa. Jaringan pulpa mati yang terinfeksi ini selanjutnya akan menyebabkan perubahan di jaringan periapeks. Sebaliknya pada tahap awal penyakit bisa dihentikan karena remineralisasi bisa terjadi. Selain itu penyakit bisa dihilangkan dan dicegah seluruhnya dengan tindakan yang relatif sederhana. Penyebab langsung karies dan radang jaringan penyangga gigi ialah plak gigi. Plak gigi adalah sebagai deposit granuler lunak yang terdiri dari bakteri yang berkembang biak dalam suatu matriks dan melekat erat pada permukaan gigi, gusi, serta tambalan bila seseorang mengabaikan kebersihan mulutnya. Karies gigi dan penyakit periodontal bersifat kronis, infeksi berjalan lama dan sangat lambat. Kedua penyakit tersebut merupakan jenis penyakit yang tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan tanpa pengobatan sering berjalan terus sampai gigi atau jaringan pendukung gigi menjadi benar-benar rusak. Keempat faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi bekerjasama seperti terangkum dalam mekanisme berikut ini. Berbagai macam bakteri plak mempunyai kemampuan untuk melakukan fermentasi substrat karbohidrat dalam makanan yang sesuai, misalnya glukosa dan sukrosa sehingga membentuk asam dan mengakibatkan turunnya pH sampai di bawah 5 atau 4,5 dalam tempo 1-3 menit. Lebih parah lagi, plak tersebut tetap asam. Untuk kembali

Karies Gigi Pada Anak TK Widya Hary Cahyati

ke pH normal sekitar 6 atau 7 dibutuhkan waktu 30 60 menit. Anjloknya pH yang berulang-ulang menyebabkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan kariespun dimulai. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut : 1) Proporsi karies gigi pada anak TK di Kecamatan Tembalang Kota Semarang sangat tinggi yaitu 100%. Hal ini disebabkan karena kebersihan mulut yang kurang, indeks plak yang tinggi, cara menggosok gigi yang kurang benar, serta kesukaan mengkonsumsi makanan yang manis dan lengket. 2) Terdapat hubungan antara kebersihan mulut dengan tingkat keparahan karies gigi pada TK di Kecamatan Tembalang Kota Semarang, dengan kekuatan hubungan lemah, yaitu sebesar 0,277. 3) Terdapat hubungan antara indeks plak gigi dengan tingkat keparahan karies gigi pada TK di Kecamatan Tembalang Kota Semarang, dengan kekuatan hubungan sedang, yaitu sebesar 0,360. 4) Tidak terdapat hubungan antara frekuensi dan waktu menggosok gigi dengan tingkat keparahan karies gigi pada TK di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. 5) Tidak terdapat hubungan antara kesukaan dan jenis makanan dan minuman kariogenik dengan tingkat keparahan karies gigi pada TK di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. 6) Tidak terdapat hubungan antara

pengetahuan ibu tentang karies gigi dengan tingkat keparahan karies gigi pada TK di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Saran Berdasarkan hasil simpulan di atas, maka disarankan agar orang tua maupun guru menasihati dan mengawasi anak agar membiasakan menggosok gigi secara benar dari segi waktu, frekuensi, dan teknik penyikatan, serta mengawasi anak agar mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang bersifat kariogenik. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Bina Kesehatan Keluarga Departenen Kesehatan RI. 1989. Pedoman Pembinaan Kesehatan Anak TK. Jakarta. Depkes RI. Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi. 1994. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Pelita V. Jakarta. Depkes RI. Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi. 1995. Pedoman Penyelenggaraan Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi di Puskesmas. Jakarta. Depkes RI. Dirjen Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Gigi. 1996. Pedoman Pelaksanaan UKGS. Jakarta. Depkes RI. Edwina, AM. Kidd, & Sally JaystonBechal, Narlan Sumawinata & Safrida. 1991.Faruk. Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta : EGC.

23

KEMAS - Volume 4 / No. 1 / Juli - Desember 2008

Ehrlich, Ann. Hazel O Torres. 1992. Essentials of Dental Assisting. Philadelphia : W.B. saunders Company. Ginting, B. 1984. Mulut Sehat Gigi Kuat. Jakarta : Indonesia Publishing House. Lusiawati, Yuyus. 1991. Diet yang Dapat Merusak Gigi pada pada Anak-anak Dalam Cermin Dunia Kedokteran. No. 73. Jakarta. Schuurs, AHB, Sutatmi Suryo (Penerjemah). 1992. Patologi Gigi Geligi Kelainan-kelainan Jaringan Keras Gigi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Suwelo, IS. 1992. Karies Gigi Pada Anak Dengan Pelbagai Faktor Etiologi . Jakarta : IGC.

24