55241934-Afasia-terjemahan

9
Tabel3-6. Klasifikasi persepsi disartria Mayo Clinic Tipe Karakterist ik persepsi Lokalisasi Penyebab Kondisi neuromuskul er Disartria flasid Disartria spastik Disartria ataksik Disartria hipokinetik

description

afasia adalah

Transcript of 55241934-Afasia-terjemahan

Tabel3-6. Klasifikasi persepsi disartria Mayo ClinicTipeKarakteristik persepsiLokalisasiPenyebabKondisi neuromuskuler

Disartria flasid

Disartria spastik

Disartria ataksik

Disartria hipokinetik

Afasia merupakan penurunan kemampuan berbahasa, berhubungan dengan proses reseptif dan ekspresif, yang disebabkan oleh rusaknya area di otak yang bertanggung jawab dalam proses bahasa. Afasia, AOS, dan disartria merupakan masalah komunikasi yang biasanya muncul setelah serangan stroke pada hemisfer kiri. Aspek program (volitional) AOS dan pelatihan bicara pada disartria dapat mengurangi perburukan kelainan berbahasa pada afasia. Jika afasia sudah terdiagnosa, dan kemudian diketahui berhubungan dengan kelainan neurogenik, seorang klinisi harus segera mengidentifikasi tipe afasianya. Ada kurang lebih enam jenis sistem klasifikasi dari sistem berdasarkan tingkat keparahan yang sederhana sampai sistem dengan pendekatan melalui penilaian yang kompleks (table 3-7). Meskipun sindroma-sindroma tampaknya merupakan pendekatan yang lebih dipilih dalam praktek sehari-hari, para ahli mempertentangkan kegunaan bahkan keteradaan sindroma-sindroma tersebut. Rao mengulas kontroversi klasifikasi dan lokalisasi afasia. Kertesz meringkas bahwa ada banyak klasifikasi, menunjukkan tidak ada satupun klasifikasi yang memuaskan, tapi semua klasifikasi ini diperlukan dan dapat membantu mendiagnosa dan menerapi afasia, bahkan dapat menjelaskan fenomena afasia ini. Tabel3-7. Sistem klasifikasi dan tes yang berhubungan dengan afasiaKriteriaContohTes yang berhubunganPendukung

KeparahanRingan, Sedang, BeratAphasia Language Performances Scale (ALPS)Keenan & Brassell (1975)

ModalitasReseptif, EkspresifExamining for Aphasia (EA)Eisenson (1954)

SikapAfasia sederhana, afasia dengan keterlibatan visualMinnesota Test for the Differential Diagnosis of Aphasia (MTDDA)Schuell (1965)

StatistikPICA 40% - ilePICA 75% - ilePorch Index of Communicative Ability (PICA)Porch (1981)

LinguistukAfasia semanticAfasia sintaktikLanguage Modalities Test (LMT)Wepman & Jones (1961)

SindromaAfasia BrocaAfasia GlobalBoston Diagnostic Aphasia Examination (BDAE)Goodglass & Kaplan (1972)

Sindroma afasia bukan merupakan sebuah tanda neurologis yang berat, namun menunjukkan adanya kerusakan area tertentu pada otak. Jika ada seorang pasien dengan lesi pada lekukan ketiga pada area frontal kiri juga mengalami hemiplegic dan tidak lancar berbicara dengan pemahaman yang baik, pasien hampir seutuhnya dapat dikatakan mengalami afasia Broca. Tabel 3-8 meringkas macam-macam sindroma afasia dan mengarahkan lokasi CVA otak kiri. Beberapa kasus pada literatur tidak menggunakan istilah sindrom, tapi kelompok afasia.Tiga kebiasaan bahasa biner tertentu yang dapat berbeda sangat membantu klasifikasi afasia, yaitu kelancaran berbahasa, pemahaman, dan pengulangan. Kelancaran berbahasa menunjukkan gambaran biner anteroposterior pada hemisfer kiri, secara pasien-pasien yang tidak lancar berbahasa memiliki lesi pada daerah anterior (lobus frontalis), dimana pasien yang masih lancar berbahasa menujukkan lesi pada daerah posterior (lobus temporal, parietal, ataupun occipital). Berbeda dengan dimensi biner pada proses pemahaman, dimana pasien post-stroke pada daerah distribusi arteri cerebri media dapat menunjukkan penurunan pemahaman pendengaran, sedangkan pasien post-stroke pada daerah distribusi arteri cerebri posterior menunjukkan penurunan pemahaman membaca. Pengulangan (repetion) membedakan pasien dengan infark daerah arteri cerebri media dengan yang bukan. Pasien CVA daerah kiri tidak dapat mengulang dicurigai mengalami afasia Broca, Wernicke, atau bahkan afasia global. Afasia BrocaPasien dengan afasia Broca tidak lancar atau berbicara telegraf (seperti telegram, tanpa kata penghubung) dan kehilangan makna pembicaraan. Panjang kalimat biasanya tidak lebih dari empat kata dan repertoar verbal hanya terdiri dari kata-kata pokok (kata benda dan kata kerja) tanpa kata penghubung ataupun kata depan. Pasien dengan afasia Broca umumnya memiliki pemahaman secara fungsional, tapi memiliki masalah yang kompleks dalam menyatakan maksudnya.Afasia WernickePasien dengan afasia Wernicke fasih dengan apa yang disebut dengan pragmatis, berbicara dengan beberapa persamaan dengan struktur gramatikal. Panjang kalimat bisa lebih dari 5 kata dan produksi bicara terputus-putus dengan kekacauan parafasik (misal, berkata pulpen, padahal pensil yang dimaksud) dan pengulangan yang buruk. Kesulitan memahami pendengaran merupakan tanda cardinal. Pasien juga mengalami penurunan kemampuan membaca dan menulis.Afasia anomikPasien dengan afasia anomik khas dengan kehilangan kata-katanya saat berbicara maupun menulis. Mereka cenderung berbicara berputar-putar (pemakaian kata yang terlalu banyak) dan secara umum memiliki kemampuan membaca dan mendengar. Kelencaran berbicara dan kemampuan mengulang biasa-biasa saja.Afsia globalPasien dengan afasia global mengalami penurunan pada semua kemampuan berbahasa sampai menyebabkan ketidakmampuan dalam berkomunikasi secara lisan. Kelancaran berbicara, kemampuan mengulang, dan pemahaman terganggu secara menyeluruh. Afasia konduksiPasien dengan afasia konduksi mengalami kesulitan dalam mengulang kata atau kalimat yang diucapkan pemeriksa. Kemampuan berbicara yang spontan relative lancar dengan pemahaman yang baik.Afasia motorik transkortikalPasien dengan afasia motorik transkortikal memiliki kelancaran berbahasa dan pemahaman seperti afasia Broca, namun memiliki kemampuan pengulangan yang lebih rendah. Sebutan untuk sindroma seperti ini adalah adynamia (kesulitan dalam memulai bicara).Afasia sensorik transkortikalSindroma yang jarang ditemukan ini mirip dengan afasia Wernicke, dimana kemampuan pengulangannya tertahan.Sindroma isolasiPasien dengan sindroma yang jarang ditemukan ini mengalami gangguan pada hampir semua aspek berbahasa, kecuali kemampuan untuk mengulang.Tabel3-8. Klasifikasi dan lokalisasi afasia setelah CVA sisi kiriPenurunan dan GejalaKlasifikasiLokalisasi

Penurunan kemampuan berbahasa meliputi komponen-komponen semantik, sintak, fonologi, atau pragmatis, atau kombinasi beberapaBrocaA.cerebri media, lobus frontalis

WernickeA.cerebri media, lobus temporal

KonduksiA.cerebri media, fasikulus arkuata

AnomikA.cerebri media, girus angularis

GlobalA.cerebri media, multilobus

Transkortikal motorikA.cerebri anterior, prefrontal

Transkortikal sensorikA.cerebri posterior, parietooccipital

IsolasiA.cerebri ant/post, area watershed

SubkortikalThalamus dan Ganglia basalis

Alexia dengan agrafiaA.cerebri posterior, girus angularis

Alexia tanpa agrafiaA.cerebri posterior, occipital media dan splenium corpus callosum

AssessmentPada penilaian kemampuan berbahasa, Speech Language Pathologist (SLP) tergantung pada bagaimana mengarahkan diagnosa banding, menetapkan prognosis, dan penatalaksanaan yang sesuai. Saat ini pemeriksaan afasia baku yang paling sering digunakan adalah Boston Diagnostic Aphasia Examination (BDAE) dan Western Aphasia Battery (WAB). Kedua tes tersebut hampir sama, dengan menggunakan pendekatan sindroma dan memperhatikan kemampuan bicara spontan (isi dan kelancaran), pengulangan, penamaan, membaca, dan menulis secara sistematis dan menyeluruh. Penilaian umum berbahasa merupakan inventaris dari input berbahasa dan modalitas keluaran. Tabel 3-9 adalah table 4x4 dengan 16 subtes yang dapat secara mudah disajikan sebagai dasar inventaris dari fungsi berbahasa. Tabel 3-10 merangkum komponen-komponen penilaian umum berbahasa.Tabel3-9. Matriks respon terhadap stimulus dalam penilaian berbahasaStimulusRespon

TunjukUcapTulisLakukan

Lihat bendaSesuai visualMenamai Menulis namaPantomim (praxis)

Dengar kata (kalimat)Diskriminasi kataPemahaman kalimatPengulangan kataPengulangan kalimat atau menjawab pertanyaanMenulis yang didiktekanMengikuti perintah

Lihat kata (kalimat)Sesuai kata-bendaMembaca oralMeniru Mengikuti perintah yang tertulis

Sentuh bendaSesuai visual-raba (stereognosis)Menamai dengan taktilMenamai taktil-yang ditulis

Penilaian fungsi komunikasi merupakan sebuah area yang kemudian muncul di bawah pengawasan yang intensif. Klien yang menjalani program rehabilitasi (payers, pasien, pegawai) sangat tertarik dengan hasil, dan upaya yang optimal menuju kepada hasil yang fungsional adalah penilaian yang fungsional pula. Definisi yang tepat dari penilaian yang fungsional dari sebuah komunikasi adalah mengikuti kaedah berikut : Menilai besarnya kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain dari segi konteks dengan memperhatikan perubahan lingkungan sekitar, alat-alat yang dapat digunakan, waktu yang dibutuhkan, dan keakraban dengan pendengarnya. Akomodasi khusus dari seorang partner komunikasi untuk menerima ataupun menambahkan harus dipertimbangkan.Tabel3-10. Komponen penilaian bahasa umumPemahaman audioIdentifikasi / diskriminasi kataYa / tidak reliabilitas untuk pertanyaan personal / generalKemampuan mengikuti perintah (panjang dan kompleksitas)Retensi dan pemahaman kalimat / paragraf

Pemahaman visualKemampuan untuk memasangkan simbol/hurufKetrampilan identifikasi kataRetensi dan pemahaman kalimat / paragraphMembaca oralKetrampilan membaca fungsional

Berbicara Berbicara spontan/sosialRepetisi kata/kalimatMenamai konfrontasi/responsiveKetangkasan verbal, panjang ucapan, tingkat kelancaranAnalisa bentuk dan isi

MenulisInformasi biografiKata, angka, meniru/dikteTingkat kata/kalimatContoh spontan

Alat penilaian sebuah komunikasi yang fungsional yang menjanjikan dalam memperoleh masukan konsumen dan mengukur hasil adalah Communication Effectiveness Index (CETI). CETI memfokuskan kepada kebutuhan komunikasi dan menilai komunikasi sebagai kebutuhan sosial, ketrampilan hidup, kebutuhan dasar, dan ancaman kesehatan. Hal ini berdasarkan pengamatan langsung signifikansi pasien terhadap kemampuan pasien untuk menunjukkan 16 ketrampilan komunikasi yang menunjukkan kemampuan premorbid dalam area-area ketrampilan tersebut. Contoh sederhana CETI:Benar-benar tidak dapat melakukanKemampuan sama seperti sebelum stroke Mendapatkan perhatian seseorang Menyampaikan emosi Mengerti tulisan

Saat pasien berada dalam level tertinggi dalam berkomunikasi, mereka dapat menilai sendiri kemampuan berkomunikasi menggunakan CETI.PrognosisPendekatan variable prognosis adalah hal yang umum dalam memproyeksikan status komunikasi yang utama. Tabel 3-11 merangkum penelitian variable prognosis pada afasia dan kelainan dalam berkomunikasi yang bersifat neurologis setelah stroke. Menurut Rao, variable medis dan bahasa lebih kuat disbanding subyek itu sendiri dan variable lainnya. Dalam merumuskan sebuah prognosis, tim menanyakan 3 hal berikut:1. Prognosis untuk apa?2. Faktor apa saja yang positif?3. Faktor apa saja yang negatif?Walaupun korespondensi tidak satu persatu, praktisi masih dapat membuat perkiraan yang baik mengenai pembaruan odds berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut. Sekalipun keseluruhan prognosis dibuat untuk mengembalikan komunikasi fungsional, klinisi harus memperkirakan respon pasien terhadap terapi1. Apakah terapi cukup membantu?2. Jika ya, modalitas yang mana yang harus diterapi dan dalam kondisi seperti apa?3. Terapi mana yang seharusnya digunakan?