52731487 Metode Geolistrik Untuk Mengetahui Keberadaan Kedalaman Serta Volume Batubara

download 52731487 Metode Geolistrik Untuk Mengetahui Keberadaan Kedalaman Serta Volume Batubara

of 15

Transcript of 52731487 Metode Geolistrik Untuk Mengetahui Keberadaan Kedalaman Serta Volume Batubara

KembaliESTIMATION OF COAL DEPOSIT USE RESISTIVITY METHOD IN JONGGON KUTAI KERTANEGARA EAST KALIMANTAN KaryantoTeknik Geofisika Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145 email: [email protected] Abstract The research has been done to identify coal deposit used 2D resistivity method with WennerSchlumberger configuration in Jonggon, Loa Kulu, Kutai Kertanegara East Kalimantan. The number of lines were eleven lines. According to 2D data processing was resulted coal resistivity value between 750 - 1517,9 ohm.meter in depth 2,5 - 44 meter. Based on 2D modelling then was done 3D reconstruction to find coal volume in research area. From 3D reconstruction based on lithology was resulted coal volume in research area 585.550 m3. Keywords: Resistivity, Wenner-Schlumberger, Coal PENDAHULUAN Sebagai sumberdaya energi, batubara memiliki nilai yang strategis dan potensial untuk memenuhi sebagian besar energi dalam negeri. Sumberdaya batubara di Indonesia diperkirakan sebesar 36 milyar ton dan tersebar di Sumatera, Kalimantan dan sisanya di Jawa, Sulawesi dan Irian Jaya (Soedjoko dan Abdurrohman, 1993). Selama sepuluh tahun terakhir ini penggunaan batubara dalam negeri terus mengalami pertumbuhan sejalan dengan pertumbuhan perekonomian dan industrialisasi. Sektor tenaga listrik merupakan sektor yang mengkonsumsi batubara paling besar. Saat ini sekitar 30% dari total pembangkitan menggunakan bahan bakar batubara. Diperkirakan konsumsi batubara untuk pembangkit listrik akan mencapai dua kali lipat pada awal abad 21 (www.majalahtambang.com, 2008). Batubara merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya (Anggayana, 1999). Daerah penelitian menurut peta geologi lembar Samarinda terletak pada struktur lipatan berarah Timurlaut-Baratdaya dan memiliki sumberdaya batubara sebagai bentuk endapan. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan batubara adalah metode geolistrik tahanan jenis. Metode ini merupakan salah satu metode geofisika yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan batuan, dengan mengukur sifat kelistrikan batuan. Survei geolistrik metode resistivitas mapping dan sounding menghasilkan informasi perubahan variasi harga resistivitas baik arah lateral maupun arah vertikal (Loke,1999). Dengan dasar pemikiran metoda tahanan jenis telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan eksplorasi lapisan dangkal, maka pada penelitian ini dipilih metode pengukuran 2D dari tahanan jenis. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui keberadaan batubara pada setiap lintasan. 2. Membuat model rekonstruksi 3D yang meliputi keterdapatan, kedalaman serta volume batubara di daerah Jonggon Kabupaten Kutai Kertanegara Kalimantan Timur. Geolistrik Tahanan Jenis Metode geolistrik tahanan jenis adalah salah satu metode geofisika yang dapat memberikan gambaran mengenai susunan serta kedalaman lapisan batuan dengan mengukur sifat-sifat kelistrikan batuan. Pada metode geolistrik tahanan jenis, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus. Beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensialSeminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-70untuk setiap jarak elektroda tertentu, untuk peletakan elektroda arus dan elektroda potensial disesuaikan dengan konfigurasi yang dipakai. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu, dapat dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai tahanan jenis semu. Sehingga didapat variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur (titik sounding). Umumnya, metode tahanan jenis ini hanya baik untuk eksplorasi dangkal, sekitar 100 m. Jika kedalaman lapisan lebih dari harga tersebut, informasi yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan melemahnya arus listrik untuk jarak bentangan yang semakin besar (Hendrajaya dan Arif, 1988). Pembentukan Batubara Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi (Sukandarrumidi, 1995). Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacammacam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara dan lapisannya (Raharjo, 2006). Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni (Gambar 1): 1. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut. 2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit (www.wikipedia.org/wiki/batubara). Tinjauan Daerah Penelitian Daerah penelitian secara administratif terletak di wilayah Jonggon Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Secara geografis, daerah penelitian berada pada posisi 00 3249,2 LS sampai 00 33 19 LS dan 1160 38 23,9 BT sampai 1160 39 8 BT terlihat pada Gambar 2. Geologi Regional 1. Morfologi Berdasarkan bentuk dan kelerengannya, daerah penyelidikan secara umum dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi, yaitu Satuan Morfologi Dataran Bergelombang, Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang dan Satuan Morfologi Perbukitan Tinggi Memanjang. Satuan Morfologi Dataran Bergelombang menempati hampir 40% daerah penyelidikan terletak di bagian Timur, memanjang Utara-Selatan. Satuan ini dicirikan oleh morfologi yang relatif datar dengan notasi undak-undak dataran meninggi di beberapa tempat, ketinggian berkisar antara 0 - 50 msl, yang umumnya terisi oleh Formasi Kampungbaru. Sungai yang mengalir di daerah ini, di bagian utara muara Sungai Santan dan sungai utamanya adalah Sungai Marangkayu dan anak sungainya yang secara umum mengalir dari barat ke timur dengan stadium erosi tergolong dalam stadium dewasa, yang ditandai dengan sungai yang cukup lebar dan berkelok-kelok berbentuk meander ke arah muara. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang menempati bagian tengah daerah penyelidikan, dicirikan oleh bentuk puncak membulat dan memanjang dengan arah umum TimurlautBaratdaya. Ketinggian berkisar antara 70 - 120 msl. Satuan ini diisi oleh Formasi Pulaubalang dan Balikpapan. Secara umum pola aliran sungai yang terbentuk berupa pola aliran paralel sampai sub-paralel, dengan kemiringan lereng berkisar antara 20 - 30 dengan torehan-torehan erosi muda sampai dewasa.Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-71Satuan Perbukitan Tinggi Memanjang, menempati bagian barat daerah penelitian, dicirikan dengan puncak yang terjal dan memanjang dengan arah umum Timurlaut-Baratdaya. Ketinggian berkisar 120 - 279 msl. Satuan ini tersusun atas Formasi Pulaubalang dan Balikpapan. Kemiringan lereng berkisar antara 30 sampai > 45. Satuan ini umumnya terbentuk karena adanya sesar naik (Tim Inventarisasi Batubara Bersistem Marangkayu, 2006). 2. Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan adalah struktur lipatan dan sesar. Arah struktur utama adalah Timurlaut-Baratdaya. Berkembangnya struktur di daerah penyelidikan disebabkan oleh aktifitas tektonik intra Miosen yang menyebabkan sumbu utama struktur berarah Timurlaut-Baratdaya, kemudian dilanjutkan dengan tektonik Plio-Plistosen yang menyebabkan terlipatnya kembali batuan yang ada serta mengaktifkan sesar naik, juga berkembang sesar geser yang memotong struktur utama (Sumaatmadja dan Pujobroto, 2000). 3. Stratigrafi Struktur yang dapat diamati di lembar Samarinda berupa lapisan antiklinorium dan sesar (Tabel 1). Lipatan umumnya berarah Timurlaut-Baratdaya, dengan sayap lebih curam di bagian tenggara. Formasi Pamaluan, Bebuluh dan Balikpapan sebagian terlipat kuat dengan kemiringan antara 40 - 750. Batuan yang lebih muda seperti Formasi Kampungbaru pada umumnya terlipat lemah. Di daerah ini terdapat tiga jenis sesar, yaitu sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar. Sesar naik diduga terjadi pada Miosen Akhir yang kemudian terpotong oleh sesar mendatar yang terjadi kemudian. Sesar turun terjadi pada kala pliosen (Supriatna, dkk, 1995). Geologi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak pada Peta Geologi Lembar Samarinda yang terdiri Formasi Balikpapan, Formasi Pulau Balang dan Formasi Pamaluan. Formasi Balikpapan (Tmbp) : Perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal lapisan 1 - 3 m, disisipi lapisan batubara, tebal 5 - 10 cm. Batupasir gampingan coklat berstruktur, sedimen lapisan bersusun dan silang siur, tebal lapisan 20 - 40 cm, mengandung foraminifera kecil, disisipi lapisan tipis karbon, lempung, kelabu kehitaman, setempat mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengandung rekahan-rekahan setempat mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan, berlapis tipis. serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran, mengandung foraminifera besar, moluska, menunjukkan umur Miosen Akhir bagian bawah-Miosen Tengah bagian atas. Tebal lapisan 1000 - 1500 meter. Formasi Pulau Balang (Tmpb) : Perselingan antara Grewake dan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara dan tuf dasit. Batupasir Grewake, kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara 50 - 100 m. Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufan dan gampingan, tebal lapisan antara 15 - 60 cm. Batugamping, coklat muda kekuningan, mengandung foraminifera besar, batugamping ini terdapat sebagai sisipan atau lensa dalam batupasir kuarsa, tebal lapisan antara 10 - 40 cm. Di Sungai Loa Haur mengandung foraminifera besar, menunjukkan umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batulempung, kelabu kehitaman, tebal lapisan 1 - 2 cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih, merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa. Formasi Pamaluan (Tomp): Batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih, batugamping, dan batulanau. Berlapis sangat baik. Batupasir kuarsa merupakan batuan utama, kelabu kehitaman-kecoklatan, berbutir halus-sedang, terpilah baik. Butiran membulat-membulat tanggung, padat, karbonan dan gampingan. Setempat dijumpai struktur sedimen silang-siur dan perlapisan sejajar. Tebal lapisan antara 1 - 2 m. Batulempung tebal, rata-rata 45 cm. Serpih kelabu kecoklatan-kelabu tua, padat, tebal sisipan antara 10 - 20 cm. Batugamping kelabu, pejal, berbutir sedang-kasar, setempat berlapis dan mengandung foraminifera besar. Batulanau kelabu tua-kehitaman. Formasi Pamaluan merupakan batuan paling bawah yang tersingkap di lembar ini dan bagian atas formasi ini berhubungan menjemari dengan Formasi Bebuluh. Tebal Formasi lebih kurang 2000 m (Supriatna, dkk, 1995).

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-72BAHAN DAN METODE a. Alat yang digunakan Peralatan yang digunakan untuk pengambilan data lapangan adalah : 1. Resistivitimeter tipe Naniura 3. Elektroda Potensial dan Arus NRD 22S 2. GPS 4. Kabel penghubung

5. Meteran 6. Accu Volt 12

b. Metode Akuisisi Data Lapangan Metode akuisisi data lapangan yang dipergunakan dalam penelitian adalah Konfigurasi WennerSchlumberger seperti Gambar 3, cara ini dipakai untuk mengetahui variasi harga tahanan jenis secara lateral dan vertikal, konfigurasi ini dipakai untuk mengetahui kecenderungan harga tahanan jenis di suatu areal tertentu. Setiap lintasan memiliki beberapa titik pengukuran. Tahanan jenis semu medium yang terukur dihitung berdasarkan persamaan = K

V I

1 1 1 1 dengan K = 2 AM MB AN NB

1

= ( n + 1) na

c. Pengolahan Data Setelah data didapat maka dilakukan perhitungan semu atau tahanan jenis semu. Nilai semu ini akan digunakan dalam pembuatan peta tahanan jenis semu yang dikorelasikan dengan data tahanan jenis 2D. Setelah melakukan perhitungan (resistivity) berdasarkan data tahanan jenis 2D, dibuat model perlapisan, sehingga menghasilkan model lapisan tahanan jenis antara kedalaman dengan harga tahanan jenisnya. Dibuat model litologi untuk mengetahui litologi pada tiap lintasan. Untuk mendapatkan bentuk 3 dimensi dan volume batubara dilakukan rekonstruksi terhadap model 2D. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran titik pengukuran terdiri dari sebelas lintasan seperti yang terlihat pada Gambar 4. Untuk mengetahui litologi batuan di bawah permukaan maka dilakukan slice di setiap lintasan. 1. Cross-section Lintasan 1 Pada Gambar 5 menunjukkan litologi batuan di bawah permukaan pada Lintasan 1. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa batubara berada pada sounding 4 6 dengan ketebalan 4 meter, pada sounding 12 - 13 ketebalan 4 meter dan pada sounding 14 dengan ketebalan 4 - 6 meter. 2. Cross-section Lintasan 2 Hasil pengolahan data menggunakan rockwork 2004, litologi batuan pada Lintasan 2 diperlihatkan pada Gambar 6. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa batubara diperkirakan berada pada sounding 12 - 13 dengan ketebalan 4 meter. 3. Cross-section Lintasan 3 Litologi batuan di bawah permukaan pada Lintasan 3 dapat dilihat pada Gambar 7. berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa batubara diperkirakan berada pada sounding 13 dan 14 dengan ketebalan 4 - 10 meter. 4. Cross-section Lintasan 4 Pada Gambar 8 menunjukkan litologi batuan di bawah permukaan pada Lintasan 4. Dari Gambar tersebut tidak terlihat adanya batubara pada lintasan. 5. Cross-section Lintasan 5 Setelah dilakukan pengolahan data, litologi batuan di bawah permukaan pada Lintasan 5 dapat dilihat pada Gambar 9. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa batubara diperkirakan berada pada sounding 13 - 15 dengan ketebalan 4 meter. 6. Cross-section Lintasan 6 Pada Gambar 10 menunjukkan litologi batuan di bawah permukaan pada Lintasan 6. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa batubara diperkirakan berada pada sounding 10 - 15 dengan ketebalan 4 - 6 meter.Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-737. Cross-section Lintasan 7 Setelah dilakukan pengolahan data, dapat diketahui litologi batuan di bawah permukaan. Hasil pengolahan pada Lintasan 7 dapat dilihat pada Gambar 11. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa batubara diperkirakan berada pada sounding 13 dan 14 dengan ketebalan 4 meter. 8. Cross-section Lintasan 8 Litologi batuan di bawah permukaan pada Lintasan 8 dapat dilihat pada Gambar 12. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa batubara diperkirakan berada pada sounding 8 - 12 dan 14 dengan ketebalan 4 - 8 meter. 9. Cross-section Lintasan 9 Pada Gambar 13 menunjukkan litologi batuan di bawah permukaan pada Lintasan 9. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa batubara diperkirakan berada pada sounding 3 - 4 dengan ketebalan 4 - 6 meter. 10. Cross-section Lintasan 10 Setelah dilakukan pengolahan data, dapat diketahui litologi batuan di bawah permukaan pada Lintasan 10 (Gambar 14). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa batubara berada pada sounding 3 - 4 dengan ketebalan 4 meter. 11. Cross-section Lintasan 11 Litologi batuan di bawah permukaan pada Lintasan 11 dapat dilihat pada Gambar 15. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa batubara berada pada sounding 11 - 14 dengan ketebalan 4 meter. Rekontruksi Model 3D Setelah didapatkan hasil model 2D, kemudian dilakukan rekonstruksi dari data 2D menjadi model 3D. Pemodelan 3D ini akan memperlihatkan litologi batuan di daerah sekitar lintasan, sehingga dapat digunakan untuk mem perkirakan volume model dan volume batubara yang dicari.Pada Gambar 16 dapat dilihat rekontruksi model 3D berdasarkan litologi daerah penelitian. Pada model tersebut, terdapat tiga litologi batuan yaitu batulempung, batupasir dan batubara. Dari penghitungan, diperoleh volume model dari permukaan sampai kedalaman 48,01 meter sebesar 152.625.000 m3. Sementara volume batubara sebesar 582.550 m3. Model volume batubara dapat dilihat pada Gambar 17. SIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan tahanan jenis batubara 750 - 1517,9 m. 2. Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan, diperoleh ketebalan batubara yang bervariasi pada setiap lintasan yaitu berkisar antara 4 10 meter, sedangkan kedalaman batubara pada daerah penelitian antara 2,5 - 44 meter. 3. Hasil rekonstruksi 3D berdasarkan litologi diperoleh volume batubara di daerah Jonggon Kutai Kertanegara Kalimantan Timur sebesar 582.550 m3 . DAFTAR PUSTAKA Anggayana, K., 1999, Genesa Batubara, Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral ITB: Bandung. Azhar dan Handayani, G., 2004, Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk Penentuan Tahanan Jenis Batubara, Jurnal Natur Indonesia Hendrajaya, L. dan Arif, I., 1998, Geolistrik Tahanan Jenis, Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika, FMIPA, ITB: Bandung. Loke, M.H., 1999, A Practical Guide To 2-D & 3-D Surveys, Web Page http://www.google : mhloke.com. Loke, M.H., 1999, Electrical Imaging Surveys for Environmental and Engineering Studies: A practical quide to 2-D and 3-D surveys, Malaysia: Penang. Raharjo, I., 2006, Mengenal Batubara, Artikel Iptek - Bidang Energi dan Sumber Daya Alam. Web Page http:/www.beritaiptek.com Sukandarrumidi, 1995, Batubara dan Gambut, UGM, Yogyakarta.Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-74Sumaatmadja, E.R. dan Pujobroto, A., 2000, Pemetaan Sebaran Batubara dan Penentuan Titik Api di Kawasan Hutan Wisata Bukit Suharto dan Sekitarnya Provinsi Kalimantan Timur, Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM, Bandung. Supriatna, S., Sukardi dan Rustandi, E., 1995, Peta Geologi Lembar Samarinda, Kalimantan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi: Bandung. Sekitan, K.R.S., 2004, The Role Of Coal As An Energy, Center, Japan Telford, W.M., Gerald, L.P. dan Sheriff, R.E., 1990, Applied Geophysics Second Edition, Cambridge University Press. New York. Tim Inventarisasi Batubara Bersistim Marangkayu, 2006, Inventarisasi Endapan Batubara Bersistim Di Daerah Marangkayu Dan Sekitarnya Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Mineral: Bandung. www. wikipedia.org/wiki/batubara, Tanggal 03 November 2008

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-75 Gambar dan Tabel

Gambar 1. Proses terbentuknya batubara (Sekitan, 2004)

116o30 BT

116o45 BT 0o30 LS

DAERAH PENELITIAN

0

2,5

5

kilometer

0o45 LS

Gambar 2. Peta geologi lembar Samarinda (Supriatna dkk, 1995)

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-76

Gambar 3. Susunan elektroda survey geolistrik tahanan jenis 2D konfigurasi Wenne Schlumberger (Loke, 1995)

B A

A B F E F I G J G H J H I C E D C D

K

K Gambar 4. Sebaran lintasan pengukuran

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-77

Gambar 5. Penampang model litologi Lintasan 1

Gambar 6. Penampang model litologi Lintasan 2

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-78

Gambar 7. Penampang model litologi Lintasan 3

Gambar 8. Penampang model litologi Lintasan 4

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-79

Gambar 9. Penampang model litologi Lintasan 5

Gambar 10. Penampang model litologi Lintasan 6

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-80

Gambar 11. Penampang model litologi Lintasan 7

Gambar 12. Penampang model litologi Lintasan 8

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-81

Gambar 13. Penampang model litologi Lintasan 9

Gambar 14. Penampang model litologi Lintasan 10

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-82

Gambar 15. Penampang model litologi Lintasan 11

Gambar 16. Rekonstruksi model 3D berdasarkan litologi

Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009

A-83

Gambar 17. Model volume batubara berdasarkan litologi

Tabel 1. Korelasi satuan batuan peta lembar Samarinda (Supriatna, dkk, 1995)Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila, 2009