51349267-012-TUGAS-OP-IRIGASI
-
Upload
palangkarayacity -
Category
Documents
-
view
67 -
download
0
description
Transcript of 51349267-012-TUGAS-OP-IRIGASI
HALAMAN JUDUL MAKALAH
PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI GLODOG KABUPATEN BOYOLALI
MATA KULIAH: SISTEM OPERASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN AIR
(DOSEN : Ir. AGUS HARI WAHYUDI, M.Sc) OLEH :
MOKH. SUKIMAN 941008014
MAGISTER TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena
atas hidayah‐Nya kami dapat menyelesaikan Makalah yang yang berjudul
“Pemeliharaan Jaringan Irigasi Bendung Glodog Kabupaten Boyolali”, sebagai
tugas pokok dalam Mata Kuliah Sistem Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Air.
Dalam waktu yang relatif singkat dan keterbatasan data yang ada, penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran yang bersifat konstruktif.
Tidak lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Ir. Agus Hari
Wahyudi, M.Sc yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan petunjuk
dalam penulisan makalah ini.
Surakarta, April 2011
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 2
1.4 Lingkup Pembahasan ........................................................................................ 2
1.5 Metode Pengumpulan Data dan Teknik Analisis .............................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 3
2.1 Umum ............................................................................................................... 3
2.2 Jaringan Irigasi .................................................................................................. 3
2.3 Bangunan Utama .............................................................................................. 6
2.4 Saluran dan Bangunan dalam Jaringan Irigasi .................................................. 7
2.5 Operasi Jaringan Irigasi ................................................................................... 10
2.6 Pemeliharaan Jaringan Irigasi ......................................................................... 15
BAB III KOMPILASI DATA DAN ANALISIS ............................................................................ 18
3.1 Lokasi Bendung Glodog .................................................................................. 18
3.2. Data Daerah Irigasi .......................................................................................... 20
3.3 Inventarisasi Bangunan .................................................................................. 20
3.4 Analisa Kondisi Bangunan pada Jaringan Irigasi Glodog ................................ 21
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................... 27
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 27
4.2 Saran ............................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 28
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi dari Segi Tingkat Teknis ................................................ 5
Tabel 3.1. Daftar Bangunan Irigasi Glodog (Sekunder Kiri) ................................................. 21
Tabel 3.2. Hasil Pengamatan Jaringan Irigasi Glodog ......................................................... 21
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Lokasi Bendung Glodog. ................................................................................. 18
Gambar 3.2. Skema Bangunan Irigasi Glodog (Sekunder Kiri). ........................................... 19
Gambar 3.3. Skema Jaringan Irigasi Glodog. ....................................................................... 19
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengingat air yang tersedia di alam sering tidak sesuai dengan kebutuhan
baik lokasi maupun waktunya, maka diperlukan saluran (saluran irigasi dan
saluran drainasi) dan bangunan pelengkap (misal : Bendungan, bendung, pompa
air, siphon, gorong‐gorong/ culvert, talang dan sebagainya) untuk membawa air
dari sumbernya ke lokasi yang akan diairi dan sekaligus untuk mengatur besar
kecilnya air yang diambil maupun yang diberikan.
Seiring dengan disahkannya Undang‐Undang No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air dan sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 41, telah
dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi pada Bab II
pasal 5 dinyatakan bahwa :
“Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah propinsi atau pemerintah kabupaten/kota melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan mengutamakan kepentingan dan peran serta masyarakat petani”
Berdasarkan hal tersebut di atas, pengembangan dan pengelolaan jaringan
irigasi merupakan tanggung jawab Pemerintah, pemerintah propinsi atau
pemerintah kabupaten/ kota yang mengutamakan peran/ partisipasi masyarakat
petani.
Wilayah Daerah Irigasi Glodog meliputi 3 (tiga) kabupaten sehingga
pengelolaannya berada di Dinas PSDA Propinsi Jawa Tengah Balai Besar
Bengawan Solo. Sebelumnya Daerah Irigasi Glodog mengairi lahan pertanian
seluas 143, 10 Ha, namun karena perkambangan permukiman dan industri
luasnya berkurang menjadi 82 ha. Untuk mencukupi kebutuhan air di wilayah
tersebut, diperlukan suatu sistem operasi dan pemeliharaan yang baik. Tahapan
kegiatan Operasi Jaringan Irigasi terdiri dari: Tahap perencanaan, Tahap
Pelaksanaan, Tahap monitoring dan evaluasi, dan Pengoperasian Bangunan
2
Pengatur Irigasi. Pengoperasian bangunan pengatur untuk mengatur debit air
sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan, bangunan pada jaringan irigasi
Glodog adalah Bangunan pengambilan utama, Bangunan pembilas dan Kantong
lumpur yang perlu dipelihara agar tetap berfungsi sebagaimana mestinya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi Jaringan Daerah Irigasi Glodog, Propinsi Jawa Tengah?
1.3 Tujuan
Menggambarkan kondisi Jaringan Irigasi pada Daerah Irigasi Glodog,
Propinsi Jawa Tengah.
1.4 Lingkup Pembahasan
Pembahasan makalah ini dibatasi pada bangunan pengatur dan saluran
pembawa di saluran sekunder kiri pada jaringan Daerah Irigasi Glodok.
1.5 Metode Pengumpulan Data dan Teknik Analisis
Metode pengumpulan data dengan melakukan survei lapangan untuk
mendapatkan data primer, sedang data sekunder didapat dengan mengumpulan
data administrasi dan teknis yang berkaitan dengan Daerah Irigasi Glodog.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Daerah Irigasi adalah prasarana fisik yang terdiri dari Saluran dan bangunan
yang merupakan satu kesatuan fungsi yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi
mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan dan
pembuangannya, yang terdiri dari :
1. Areal (hamparan lahan yang akan diberi air),
2. Bangunan utama,
3. Jaringan Irigasi (saluran dan bangunannya) pembawa,
4. Jaringan Pembuang.
Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan
pembuangannya, termasuk kegiatan membuka‐menutup pintu bangunan irigasi,
menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana
pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data,
memantau, dan mengevaluasi.
Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan
jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar
pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya (Permen PU No. 32 /
PRT / M / 2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi).
2.2 Jaringan Irigasi
Jenis jaringan irigasi dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
2.2.1 Status Jaringan Irigasi
Perbedaan status ini didasarkan atas siapa yang membangun dan memiliki
jaringan. Ada tiga macam status jaringan irigasi, yaitu:
1. Irigasi Pemerintah, jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh
pemerintah, baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
4
2. Irigasi Desa, jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat desa.
3. Irigasi Swasta, jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh swasta atau
perseorangan untuk keperluannya sendiri, misalnya jika swasta membuka
usaha perkebunan maka dapat membangun dan mengelola jaringan irigasi
untuk keperluannya sendirinya.
2.2.2 Tingkat Teknis Jaringan Irigasi
Tingkatan jaringan irigasi adalah suatu jaringan irigasi hanya mengenal satu
tingkatan, sehingga dalam tingkatan jaringan irigasi berdasarkan tingkatan yang
paling dominan.
1. Jaringan Irigasi Teknis, jaringan Irigasi yang konstruksi bangunan‐bangunannya
dibuat permanen, dilengkapi dengan pintu‐pintu pengatur dan alat pengukur
debit air sehingga air yang dialirkan ke petak‐petak sawah dapat diatur dan
diukur dengan baik. Pada sistem jaringan ini, antara saluran pembawa dengan
saluran pembuang terpisah secara jelas.
2. Jaringan Irigasi Semi Teknis, jaringan Irigasi, yang konstruksi bangunannya
dibuat permanen atau semi permanen, dilengkapi dengan pintu‐pintu
pengatur akan tetapi tidak dilengkapi dengan bangunan/alat pengukur debit
air. Dalam sistem jaringan ini antara saluran pembawa dengan saluran
pembuang tidak sepenuhnya terpisah.
3. Jaringan Irigasi Sederhana adalah, jaringan Irigasi yang konstruksi bangunan‐
bangunannya masih bersifat tidak permanen (sementara), dan jaringan ini
juga tidak dilengkapi dengan pintu‐pintu pengatur maupun alat pengatur
debit air. Antara saluran pembawa dengan saluran pembuang tidak terpisah
masih menjadi satu.
Kriteria penentuan klasifikasi atau kategori jaringan irigasi mengacu pada
buku “Kriteria Perencanaan Bagian Perencanaan Jaringan Irigasi KP. 01”,
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:
5
Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi dari Segi Tingkat Teknis
No. Kinerja Klasifikasi/Kategori Jaringan Irigasi
Teknis Semi Teknis Sederhana 1 Bangunan Utama Bangunan
Permanen Bangunan Permanen atau semipermanen
Bangunan Sementara
2 Kemampuan bangunan dalam mengukur & mengatur debit
Baik Sedang Jelek
3 Jaringan Saluran Saluran irigasi dan pembuang terpisah
Saluran irigasi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah
Saluran irigasi dan pembuang jadi satu
4 Petak tersier Dikembangkan sepenuhnya
Belum dikembangkan atau densitas bangunan tersier jarang
Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan
5 Efisiensi secara keseluruhan
50 – 60 % 40 – 50 % < 40 %
6 Ukuran Tak ada batasan < 2.000 ha < 500 ha
2.2.3 Aplikasi Air Pada Jaringan Irigasi
1. Irigasi genangan, pemberian air dengan cara menggenangi lahan tempat
tanaman tumbuh. Irigasi genangan ini diperuntukkan bagi tanaman padi. Di
negara tropis seperti Indonesia, tingginya genangan antara 15 sampai 20 cm
yang berfungsi untuk menjaga temperatur tanaman agar tidak terlalu panas,
melarutkan pupuk agar mudah terserap akar tanaman, mengurangi/
menangkal serangan hama dan sekaligus untuk dapat memelihara ikan dalam
petak sawah.
2. Irigasi sprinkler,pemberian air dengan cara menyiram tanaman. Cara ini
digunakan bagi tanaman holtikultura atau tanaman lain yang tidak
memerlukan banyak air, seperti tanaman gandum, rumput dan buah‐buahan
berpohon kecil.
3. Irigasi drip, pemberian air dengan cara meneteskan, karena itu disebut pula
‘irigasi tetes’. Cara pemberian air seperti ini dilakukan bagi tanaman berpohon
besar yang tidak memerlukan air banyak.
6
2.2.4 Sumber Air Jaringan Irigasi
1. Irigasi air permukaan, irigasi yang sumber airnya dari air yang mengalir di atas
permukaan tanah misalnya dari sungai atau air dari danau atau waduk.
2. Irigasi air tanah, irigasi yang sumber airnya dari air yang berada di bawah
permukaan tanah. Untuk dapat memanfaatkannya, air dipompa sampai ke
permukaan tanah kemudian dialirkan ke lahan.
2.2.5 Pengaliran Jaringan Irigasi
Ada dua cara pengambilan air dari sumbernya yang kemudian dialirkan
dalam jaringan irigasi.
1. Irigasi gravitasi, irigasi yang cara pengambilan air dari sumber menggunakan
elevasi. Cara ini adalah dengan membendung aliran agar elevasi airnya naik
kemudian dialirkan ke jaringan irigasi secara gravitasi.
2. Irigasi pompa, irigasi yang cara pengambilan air dari sumbernya dengan
menggunakan pompa untuk mengangkat air yang dialirkan ke jaringan irigasi
baik secara gravitasi maupun dengan tekanan pompa.
2.3 Bangunan Utama
Bangunan utama adalah bangunan pertama dalam suatu jaringan irigasi
guna mengambil dan menyalurkan air ke dalam jaringan irigasi.
2.3.1 Bendungan
Bangunan yang melintang dan menahan suatu aliran sehingga terbentuk
tampungan yang disebut waduk atau embung.
2.3.2 Bendung
Bangunan (atau komplek bangunan) melintang sungai yang berfungsi
mempertinggi elevasi air membelokkan air agar dapat mengalir ke saluran dan
masuk ke sawah untuk keperluan irigasi.
7
2.3.3 Pompa
Bangunan pompa beserta perlengkapannya (rumah dan power) yang
berfungsi untuk menaikkan air ke elevasi yang lebih tinggi untuk dialirkan ke
jaringan irigasi.
2.3.4 Pengambilan bebas (free intake)
Bangunan di tepi sungai yang berfungsi memberi kesempatan air dari sungai
untuk masuk ke dalam jaringan tanpa pengempangan. Bangunan pengambilan
bebas ini dilengkapi pintu air untuk debit air yang masuk ke jaringan irigasi.
2.4 Saluran dan Bangunan dalam Jaringan Irigasi
Dalam ilmu pengairan dikenal suatu konvensi dalam memandang “arah”
bagian atau sisi. Bagian kanan dan kiri, dilihat dari posisi saat seseorang
menghadap searah aliran air atau memandang ke arah hilir.
2.4.1 Saluran Primer
Saluran pertama (tingkat pertama) yang keluar dari bangunan utama.
Fungsinya untuk menyalurkan air dari sumbernya ke jaringan irigasi. Saluran
primer dan seluruh bangunan yang terletak di saluran itu disebut jaringan primer.
2.4.2 Saluran Sekunder
Saluran (tingkat kedua) yang mengambil air dari saluran primer. Fungsinya
untuk membagi air ke saluran tersier (tingkat ketiga). Saluran sekunder dan
seluruh bangunan yang terletak di saluran itu disebut jaringan sekunder.
2.4.3 Saluran Tersier
Saluran (tingkat ketiga) yang mengambil air dari saluran sekunder atau lang‐
sung dari saluran primer. Fungsinya untuk memberi air ke petak lahan. Saluran
tersier dan seluruh bangunan yang terletak di saluran itu disebut jaringan tersier.
2.4.4 Saluran Pembuang
Saluran yang dipergunakan untuk membuang kelebihan air yang sudah tidak
dibutuhkan oleh tanaman, yang umumnya berupa saluran/ alur‐alur alam dan
8
untuk selanjutnya dialirkan ke sungai. Yang dimaksud kelebihan air adalah sisa air
setelah dipakai oleh tanaman ataupun air hujan yang mengenangi petak‐petak
sawah.
2.4.5 Jaringan Utama
Sebutan bagi jaringan primer dan sekunder secara bersama. Pembagian
antara jaringan utama dan jaringan tersier ini dimaksudkan untuk membedakan
tanggung jawab antara pemerintah dan petani.
2.4.6 Bangunan Bagi
Bangunan yang terletak di saluran primer untuk membagi air ke jaringan se‐
kunder. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu dan bangunan ukur.
2.4.7 Bangunan Sadap
Bangunan yang terletak di saluran sekunder atau di saluran primer, sebagai
tempat penyadapan air bagi jaringan tersier. Bangunan ini dilengkapi dengan
pintu dan bangunan ukur.
2.4.8 Bangunan Bagi Sadap
Bangunan bagi yang mempunyai pintu sadap ke petak tersier.
2.4.9 Kantong Lumpur
Bangunan yang berada di pangkal saluran induk, yang berfungsi untuk
menampung dan mengendapkan lumpur, pasir dan kerikil supaya bahan endapan
tersebut tidak terbawa masuk ke saluran di hilirnya.
2.4.10 Bangunan Terjun
Bangunan di dalam saluran berupa terjunan. Apabila topografi pada suatu
bagian saluran memaksa kemiringan dasar saluran terlalu besar sehingga
kemungkinan penggerusan terjadi, maka dibangunlah bangunan terjun. Kelebihan
kemiringan itu disatukan pada satu bangunan berupa terjunan.
9
2.4.11 Bangunan Ukur
Bangunan untuk mengukur debit air. Bangunan ini bisa berupa tonggak/
papan berskala, bisa juga berupa pintu yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur
debit atau bangunan yang memang khusus sebagai bangunan ukur (misalnya:
Crump de Gruyter, Cipolleti, Nerpic, dll).
2.4.12 Bangunan Silang
Bangunan penyaluran air yang menyilang bangunan lain, misalnya
menyilang saluran lain atau menyilang jalan. Bangunan silang ini berupa:
1. Talang, yakni jika posisi bangunan tersebut di atas bangunan lain yang
disilangi,
2. Gorong‐gorong, yakni jika posisi bangunan tersebut di bawah bangunan lain
yang disilangi,
3. Syphon, sama dengan gorong – gorong tetapi airnya turun di bawah yang
disilangi kemudian naik lagi setelah melewati bangunan yang disilangi.
2.4.13 Bangunan Pelimpah
Bangunan untuk melimpahkan air yang berlebihan di saluran. Tidak jarang
karena kurang baiknya pengoperasian bangunan di sebelah udik, masuknya air ke
saluran bisa melebihi kapasitas saluran itu sendiri. Untuk mencegah agar tidak
meluap di sembarang tempat dan merusak tanggul saluran, maka diberi tempat
khusus untuk melimpah yang disebut “bangunan pelimpah” (spillway). Bangunan
pelimpah di saluran ini bisa dibangun di tepi saluran, bisa juga di tengah saluran.
Lokasinya dipilih di tempat yang paling dekat dengan aliran sungai atau saluran
drainase.
2.4.14 Jalan Inspeksi
Jalan yang khusus digunakan untuk inspeksi (pemeriksaan) jaringan irigasi
bagi petugas O & P. Lebarnya jalan tentu saja disesuaikan dengan ukuran
besarnya saluran. Pada umumnya jalan inspeksi dibangun pada saluran primer
dan sekunder. Sedangkan pada saluran tersier tidak dibangun khusus. Lokasi jalan
10
inspeksi adalah pada sisi daerah yang akan diairi karena disitulah letaknya pintu –
pintu air dan bangunan – bangunan lainnya (misalnya pelimpah).
2.5 Operasi Jaringan Irigasi
2.5.1 Pengertian Operasi Jaringan Irigasi
Sesuai dengan ketentuan umum PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi,
operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya,
termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana
tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air,
melaksanakan kalibrasi pintu dan bangunan, mengumpulkan data, memantau dan
mengevaluasi.
Dalam pengertian luas, operasi jaringan irigasi adalah kesatuan proses
penyadapan air dari sumber air ke petak petak sawah serta pembuangan air yang
berlebihan sehingga :
1. Air yang tersedia digunakan dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien,
2. Air yang tersedia dibagi secara adil dan merata,
3. Air diberikan ke petak petak sawah secara tepat, sesuai dengan kebutuhan
pertumbuhan tanaman,
4. Akibat akibat negatif yang mungkin timbul oleh air dapat dihindarkan.
Jika ditinjau dari segi pertanian, maka operasi jaringan irigasi adalah usaha
pengaturan air sedikian rupa agar petak petak sawah terjadi kombinasi yang tepat
sehingga cocok untuk pertumbuhan tanaman yang dapat menghasilkan produksi
maksimal.
Berdasarkan pengertian diatas maka jelas bahwa operasi jaringan irigasi
harus menciptakan keberhasilan usaha peningkatan produksi pangan dalam
rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani baik secara
individu maupun secara keseluruhan.
11
2.5.2 Kegiatan Operasi Jaringan Irigasi
Kegiatan operasi meliputi:
1. Pengumpulan data
Adapun data yang dikumpukan untuk keperluan operasi yang baik dan
benar serta berkesinambungan adalah:
a. Data hidrologi dan klimatologi antara lain data debit, curah hujan,
temperatur, penguapan, dll,
b. Data agroklimatologi antara lain kebutuhan air tanaman,
c. Data jenis tanaman dan arealnya.
2. Penyediaan Air Irigasi
Penyediaan dan pengaturan air irigasi dimulai dari air yang tersedia
untuk memenuhi kebutuhan tanaman yang berasal dari:
a. Air hujan yang jatuh dari daerah yang bersangkutan,
b. Air irigasi dari sumber air (sungai, waduk, mata air, air tanah yang
dipompa).
Penyediaan air irigasi ditujukan untuk mendukung produktivitas lahan
dalam rangka meningkatkan produksi pertanian yang maksimal dengan tetap
memperhatikan kepentingan lainnya, tetapi penyediaan air untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari – hari dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem
irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air
di atas semua kebutuhan.
Air irigasi di Indonesia umumnya diambil dari sumber air sungai yang
tidak didukung oleh waduk yang diperkirakan mencapai 89% dari total daerah
irigasi, sedangkan yang sudah didukung waduk baru 11 %. Air yang tersedia di
sungai selalu berubah ubah setiap waktu karenanya perlu ditentukan besarnya
debit air yang tersedia, yang diharapkan secara pasti dapat terjadi yang dapat
dipergunakan sebagai dasar perencanaan untuk mengatur rencana pembagian
air dan menentukan rencana tata tanam. Disamping itu debit tersedia tidak
dapat dimanipulasikan, dalam arti disimpan dulu, tapi semua kegiatan yang
berkaitan dengan pemanfaatan air irigasi harus menyesuaikan dengan debit
12
tersedia, baik waktu pemanfaatan dan jumlahnya. Waktu tersedianya juga
cenderung semakin pendek akibat dari rusaknya hutan daerah tangkapan di
daerah hulu, sebaliknya jumlah tersedia melebihi kebutuhan sehingga
menyebabkan banjir dan tidak dapat dimanfaatkan.
Rencana tahunan penyediaan air irigasi setiap daerah irigasi disusun
oleh dinas kabupaten/ kota atau dinas propinsi yang membidangi irigasi sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan usulan dari Perkumpulan Petani Pemakai
Air (P3A). Rencana tahunan penyediaan air irigasi tersebut dibahas dan
disepakati dalam komisi irigasi.
3. Menyusun Rencana Tata Tanam
Rencana tata tanam mempunyai arti penting terutama dalam keadaan
sebagai berikut:
a. Di daerah dengan luas lahan yang diairi melebihi debit air yang dapat
disediakan. Dalam hal ini perlu dilakukan pergiliran air untuk jenis – jenis
tanaman yang dibudidayakan,
b. Di daerah dimana banyak perusahaan yang menyewa sawah beririgasi,
misalnya perusahaan tebu atau pabrik gula. Pemberian konsesi
penyewaan pada perusahaan tersebut harus didasarkan pada rencana
tata tanam yang akan disusun sehingga dapat ditentukan berapa luas
sawah yang boleh disewa, berapa jatah air yang akan diberikan dan
bagaimana pembagian serta penggiliran air yang diberlakukan,
c. Bila waktu penanaman diatur dan ditentukan berdasarkan pertimbangan
untuk mengatasi serangan hama atau memutus siklus hidup suatu hama,
d. Bila daerah irigasi dibagi dalam golongan‐golongan giliran air,
e. Bila tenaga kerja baik orang, hewan maupun peralatan mesin pertanian
yang tersedia tidak mencukupi untuk kebutuhan pengolahan tanah secara
serentak.
4. Sistem Golongan
Apabila debit tersedia sudah diketahui, langkah selanjutnya
adalahmengatur perlu tidaknya sistem golongan, hal ini disebabkan untuk
13
pengolahan tanah pada awal musim tanam padi diperlukan air yang sangat
banyak, terutama bagi tanaman musim hujan yang harus dimulai pada akhir
musm kemarau, dimana pada umumnya debit sungai masih kecil dan curah
hujan masih sedikit.
Oleh karena itu untuk pengaturan air irigasi perlu dilakukan dengan
sistem golongan, dimana awal pengolahan tanah seluruh jaringan irigasi tidak
serentak. Caranya daerah irigasi tersebut dibagi menjadi beberapa golongan
(3–5), dimana awal pemberian air untuk masing – masing golongan berbeda.
Pada umumnya berjarak 15 hari antara satu golongan ke golongan berikutnya.
Dengan sistem golongan ini terdapat keuntungan berupa dapat diperkecilnya
dimensi saluran dan bangunan, akibat dapat diperkecilnya puncak kebutuhan
air.
5. Rencana Pembagian Air
Rencana tahunan penyediaan air irigasi setiap daerah irigasi disusun
oleh dinas kabupaten/kota atau dinas propinsi yang membidangi irigasi sesuai
dengan kewenangannya berdasarkan usulan dari Perkumpulan Petani Pemakai
Air (P3A).
Rencana pembagian air irigasi ditetapkan oleh bupati / walikota atau
gubernur sesuai dengan kewenangan dan atau penyelenggaraan wewenang
yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah yang bersangkutan, sedangkan
rencana tahunan pemberian air irigasi pada daerah irigasi lintas propinsi dan
strategis nasional yang belum dilimpahkan kepada pemerintah propinsi atau
kabupaten / kota disusun oleh instansi tingkat pusat yang membidangi irigasi
dan disepakati bersama dalam forum koordinasi irigasi atau yang disebut
dengan nama lain dan ditetapkan oleh menteri sesuai dengan hak guna air
untuk irigasi yang diperlukan berdasarkan usulan petani.
6. Pemberian Air Irigasi
Rencana pemberian air irigasi disusun oleh dinas kabupaten/ kota atau
dinas propinsi yang membidangi irigasi sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan rencana tahunan penyediaan air irigasi, usulan P3A dan pemakai
14
air untuk kepentingan lainnya. Rencana pemberian air irigasi harus disepakati
oleh komisi irigasi kabupaten/ kota atau komisi irigasi propinsi sesuai dengan
cakupan tugasnya berdasarkan :
a. Kebutuhan air irigasi yang diperlukan,
b. Kesepakatan dengan perkumpulan petani pemakai air.
7. Pelaksanaan Tata Tanam dan Pembagian
Tata tanam yang telah harus dilaksanakan sesuai dengan waktu dan
besaran/ volume pembagian air yang direncanakan walaupun dalam
pelaksanaannya sering dijumpai rencana pembagian air kurang dari volume
rencana.
8. Pembukaan dan Penutupan Pintu
Kegiatan pembukaan dan penutupan pintu meliputi :
a. Pintu di bendung, setiap bendung harus dilengkapi dengan manual
operasi bendung,
b. Pintu bangunan bagi di saluran primer dipergunakan untuk membagi air
dari saluran primer ke saluran sekunder,
c. Pintu bangunan bagi di sekunder dipergunakan untuk membagi air ke
petak tersier.
9. Kalibrasi
Kegiatan Kalibrasi dimaksudkan untuk menera kebenaran debit yang
keluar baik dari pintu bendung, bangunan bagi primer dan bangunan bagi
sekunder. Peneraan biasanya menggunakan current meter dan pelampung
2.5.3 Monitoring dan Evaluasi Operasi Jaringan Irigasi
Kegiatan Monitoring dan evaluasi adalah sangat penting untuk
perencanaan operasi pada tahun mendatang, yang perlu dimonitoring dan
evaluasi meliputi ketersediaan air, waktu pemabgian air, tata tanam, dan sistem
golongan. Dari hasil monitoring dan evaluasi akan didapat gambaran tentang
tingkat keberhasilan operasi jaringan irigasi
15
2.6 Pemeliharaan Jaringan Irigasi
2.6.1 Pengertian Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Sesuai dengan ketentuan umum Peraturan Pemerintah No. 20 tentang
Irigasi, pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan
jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar
pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya.
2.6.2 Tujuan pemeliharaan jaringan
Pemeliharaan jaringan irigasi memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Agar pembagian air dapat adil, merata dan tepat waktu,
2. Sistem pembagian air dapat dikendalikan,
3. Biaya perawatan dan perbaikan menjadi rendah,
4. Kondisi dan fungsi jaringan dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
Jaringan irigasi dapat cepat rusak karena adanya hujan/ air, sengatan sinar
dan panas matahari secara langsung, hewan/ manusia, tanaman liar atau karena
perencanaan dan konstruksi yang kurang baik.
Tanda‐tanda pemeliharaan jaringan irigasi yang kurang baik antara lain :
1. Kondisi penampungan air buruk,
2. Banyak endapan lumpur,
3. Banyak terjadi longsoran,
4. Banyak tumbuhan liar,
5. Banyak sampah sehingga air tidak lancar.
Akibat yang ditimbulkan apabila pemeliharaan jaringan irigasi tidak baik
antara lain:
1. Air tidak lancar, jumlahnya tidak sesuai rencana sehingga panen dan
pendapatan petani akan turun,
2. Terjadinya pengambilan secara liar,
3. Pengikisan oleh air semakin parah, sehingga butuh biaya dan waktu per‐baikan
tinggi.
16
2.6.3 Kegiatan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Kegiatan Pemeliharaan Jaringan Irigasi meliputi :
1. Pengamanan Pencegahan
Sesuai Peraturan Pemerintah tentang Irigasi No. 20 Tahun 2006,
menyebutkan bahwa pengamanan jaringan bertujuan untuk mencegah
kerusakan jaringan irigasi yang diakibatkan oleh hewan, manusia, atau daya
rusak alam. Jaringan irigasi (antara lain bangunan sadap, bangunan ukur,
bangunan bagi, saluran, dan semacamnya) perlu diamankan agar fungsi dan
kondisinya dapat terus terjaga
2. Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan rutin adalah kegiatan perawatan pada jaringan irigasi
yang biasanya dilaksanakan setiap tahun, seperti :
a. Membersihkan sampah, lumpur dan pintu air,
b. Memotong rumput dan tumbuhan pengganggu di sepanjang saluran,
c. Mengoptimalkan penampang saluran,
d. Menutup bocoran kecil,
e. Memberi pelumas pintu air.
3. Pemeliharaan Berkala
Pemeliharaan perbaikan berkala adalah kegiatan perbaikan pada
jaringan irigasi yang biasanya dilaksanakan lebih dari satu tahun misalnya :
a. Mengecat pintu air,
b. Menggali endapan lumpur,
c. Memperbaiki sayap bangunan, tembok saluran,
d. Memperbaiki dan mengecat rumah bangunan bagi,
e. Meninggikan tanggul saluran,
f. Memperbaiki bending (sayap, pintu air dan lain‐lain),
g. Mengganti pintu air yang rusak,
h. Memperbaiki kerusakan akibat bencana alam secara permanen.
17
4. Perbaikan Darurat
Kegiatan perbaikan darurat adalah perbaikan sebagai akibat bencana
alam, dimana asal air irigasi dapat mengalir, agar fungsi jaringan irigasi dapat
melayani daerah irigasi dan dilaksanakan dalam waktu cepat tergantung pada
tingkat kerusakannya, maka pelaksana kegiatan pemeliharaan ini bisa
dilakukan oleh petani, pengurus P3A atau petugas pemerintah.
5. Rehabilitasi
Rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi
guna mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula. Suatu
jaringan irigasi meski dioperasikan dan dipelihara sebaik‐baiknya, pada suatu
saat akan sampai pada batas masa pelayanannya. Panjang atau pendeknya
masa pelayanan suatu jaringan irigasi akan bergantung kepada :
a. Keadaan sumber air,
b. Konstruksi (permanen, semipermanen atau sederhana),
c. Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan,
d. Keadaan alam (jenis tanah, kemiringan tanah, curah hujan, tumbuhan,
dsb).
Dari pengertian rehabilitasi tersebut di atas maka kegiatan rehabilitasi
meliputi perbaikan bangunan maupun saluran, baik sebagian maupun seluruh
jaringan irigasi dalam satu daerah irigasi.
2.6.4 Monitoring dan Evaluasi Pemeliharaan jaringan Irigasi
Pada pemeliharaan jaringan irigasi perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
terhadap :
1. Pengadaan bahan swakelola,
2. Penggunaan bahan swakelola,
3. Realisasi terhadap pemeliharaan rutin, berkala dan darurat,
4. Laporan kegiatan petugas lapangan, berdasarkan hasil Buku Catatan
Pemeliharaan (BCP).
Hasil monitoring dan evaluasi akan dijadikan sebagai pedoman dalam
menyusun program pemeliharaan tahun yang akan datang.
18
BAB III KOMPILASI DATA DAN ANALISIS
3.1 Lokasi Bendung Glodog
Bendung Glodog terletak dalam Wilayah Kerja Administrasi Kecamatan
Banyudono, Kabupaten Boyolali. Daerah Irigasi Glodog berada di bawah
pengelolaan Satuan Kerja Gandul, Balai PSDA Bengawan Solo, Dinas PSDA Propinsi
Jawa Tengah, Peta lokasi Daerah Irigasi Glodog ditunjukkan dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Lokasi Bendung Glodog.
Sumber air Bendung Glodog berasal dari Kali Glodog yang memiliki debit
0,238 m3/detik (Balai PSDA Propinsi Jawa Tengah, 2011).
3.1.1 Jaringan Irigasi
Bendung Glodog mempunyai dua pengambilan ke arah kanan dan kiri,
Daerah Irigasi Glodog mengairi areal sawah seluas 82 Ha, dengan panjang Saluran
Sekunder Kiri 1.183 m’, sedang panjang Saluran Sekunder Kanan tidak diketahui
(tidak ada data).
Di saluran sekunder terdapat bangunan Pengatur (Bangunan Sadap) serta
bangunan pelengkap (Bangunan Ukur, Bangunan Terjun, Bangunan Pelimpah,
Corongan, Bangunan Gorong‐gorong, Bangunan Jembatan, dan bangunan
lainnya). Lokasi bangunan‐bangunan air tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.2.
19
Gambar 3.2. Skema Bangunan Irigasi Glodog (Sekunder Kiri).
Skema Jaringan Daerah Irigasi Glodog dibuat berdasarkan hasil inspeksi
lapangan yang dilaksanakan oleh Staf Opersional dan Pengelolaan Data Balai
PSDA Bengawan Solo dan Staf Satuan Kerja Gandul. Skema jaringan tersebut
ditunjukkan pada gambar 3.3.
Gambar 3.3. Skema Jaringan Irigasi Glodog.
20
3.2. Data Daerah Irigasi
3.2.1 Inventarisasi Areal Potensial Tiap petak Tersier dari Sawah Irigasi
(Fungsional)
Sistem Jaringan Irigasi Glodog adalah sistem jaringan irigasi teknis dengan
luas areal 82 Ha, dan terdapat 6 (enam) petak tersier. Sebelumnya Jaringan Irigasi
Glodog mengairi sawah seluas 143,10 Ha, namun dikarenakan perkembangan
permukiman dan industri maka luas area menjadi 82 Ha.
3.2.2 Bangunan Utama
Bendung Glodog terletak di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.
Perbaikan Bendung Glodog dilaksanakan pada tahun 1999.
Konstruksi Bendung Glodog adalah konstruksi pasangan batu belah yang
terdiri dari badan bendung, mercu, sayap kanan dan kiri, dan terdapat 2 (dua)
pintu pengambilan (intake) serta 1 (satu) pintu pembilas.
3.2.3 Saluran Irigasi
Saluran Irigasi di Daerah Irigasi Glodog terdiri dua saluran sekunder, yaitu :
a. Saluran Sekunder Glodog kiri sepanjang 1,183 km
b. Saluran Sekunder Glodog kanan.
3.2.4 Jalan Inspeksi
Jalan Inspeksi sebagian dapat memanfaatkan Jalan Propinsi (saluran
sekunder kanan), Jalan Kabupaten, atau Jalan Desa, hanya sebagian kecil ruas
saluran yang terpaksa harus diinspeksi lewat tanggul saluran.
Untuk itu perlu diadakan perbaikan tanggul yang ada agar dapat difungsikan
sebagai jalan inspeksi sepanjang saluran.
3.3 Inventarisasi Bangunan
Sehubungan dengan pekerjaan O&P irigasi, dilaksanakan inspeksi lapangan
Daerah Irigasi Glodog yang dilaksanakan Staf Opersaional dan Pengelolaan Data
Balai PSDA Bengawan Solo dan Staf Satuan Kerja Gandul, maka dilakukan
21
inventarisasi semua bangunan Pembawa dan Pelengkap yang terdapat di
sepanjang Saluran Sekunder kiri dan kanan.
Bangunan Utama yaitu Bendung Glodog, memiliki 2 (dua) intake buah,
sedangkan Bangunan Sadap ada 8 (delapan) buah. Selain itu masih terdapat
Bangunan Pelengkap dalam jaringan irigasi Glodog, lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Daftar Bangunan Irigasi Glodog (Sekunder Kiri)
No. Jenis Bangunan Jumlah Satuan 1 Bangunan Bendung 1 bh 2 Bangunan Sadap 5 bh 3 Bangunan Gorong - gorong 2 bh 4 Bangunan Terjun 1 bh 5 Bangunan Talang 3 bh 6 Bangunan Penguras 1 bh 7 Bangunan Ukur 1 bh 8 Bangunan Jembatan 1 bh 9 Saluran Sekunder 1.183 m
3.4 Analisa Kondisi Bangunan pada Jaringan Irigasi Glodog
Secara umum kondisi Bendung Glodog dalam keadaan berfungsi, hasil
pengamatan pada Jaringan Irigasi Glodog dapat di lihat pada Tabel 3.2 di bawah
ini:
Tabel 3.2. Hasil Pengamatan Jaringan Irigasi Glodog
No Visualisasi Nama/ Nomor Bangunan Jenis Kerusakan
1
Bendung Glodog
Terdapat sedimen yang berlebihan di bagian hulu (sampai ditumbuhi rumput liar), bila tidak diangkat bisa mengakibatkan retaknya sayap bendung akibat akar rumput.
22
No Visualisasi Nama/ Nomor Bangunan Jenis Kerusakan
Terdapat sampah pada badan sungai. Terdapat sedimen pada bagian hilir bendung. Terdapat rumput liar pada pasangan batu di tebing sungai, bila dibiarkan pasangan batu tersebut bisa retak.
Pintu Intake dan Pintu Penguras
Terdapat sampah didepan intake dan pintu penguras. Terdapat gulma pada pintu intake kanan dan intake kiri. Pintu mulai berkarat, perlu pelumasan pada pintu.
2
Saluran Sekunder Kiri B.GL. Ki.
Pada saluran sekunder kiri telah dilakukan pemeliharaan dengan pembersihan rumput liar di sepanjang saluran.
23
No Visualisasi Nama/ Nomor Bangunan Jenis Kerusakan
Saluran Sekunder Kanan B.GL. Ka.
Pada saluran sekunder kanan terdapat rumput liar di sepanjang saluran.
3
Bangunan Ukur B.GL Ki 1a. Hm. 00.30
Pada bangunan pengukur salah satu sisinya telah ambrol dan pile scale sudah hilang. Harus segera diperbaiki agar penentuan operasi kebutuhan air dapat akurat.
4
Bangunan Talang B.GL Ki 1b - 1c Hm. 00.85 & Hm. 01.20
Pada bangunan talang terdapat sedimen dan ditumbuhi rumput, sehingga air tidak dapat mengalir kebagian lainnya.
Saluran Sekunder B.GL Ki
Akibat dari bangunan talang yang tidak berfungsi, petani melubangi saluran sekunder untuk mendapatkan suplai air ke lahannya. Pada gambar terlihat pasangan batu yang pecah. Hal ini dapat mempengaruhi kebutuhan air pada DI Glodog, karena lahan tersebut bukan bagian dari DI Glodog.
24
No Visualisasi Nama/ Nomor Bangunan Jenis Kerusakan
5
Bangunan Bagi Sadap B.GL Ka1
Terdapat sedimen di saluran sekunder dan tumpukan sampah pada gorong-gorong. Terlihat retakan pada gorong – gorong akibat rumput.
Pada pintu bagi dan sadap terdapat banyak sampah. Jaringan masuk melewati lingkungan industri. Perlu dikaji pemberian ijin usaha dan lokasi.
6
Bangunan tempat mandi hewan B.GL Ki 1d Hm. 04.50
Pemeliharaan kurang dengan ditandainya tumbuhnya rumput.
Saluran Sekunder B.GL Ki Hm. 04.50
Buangan air dialirkan ke saluran sekunder. Tidak jelasnya saluran pembuang, sehingga air di alirakan oleh petani ke saluran sekunder.
25
No Visualisasi Nama/ Nomor Bangunan Jenis Kerusakan
7
Bangunan Sadap B.GL Ki2 Hm. 05.00
Pintu pada bangunan sadap tidak ada. Pasangan batu pada bangunan sadap pecah. Tidak adanya pintu penentuan debit tidak optimal.
8
Bangunan Sadap B.GL Ki3 Hm. 08.01
Diperlukan pemeliharaan pada pasangan batu saluran sekunder. Pada pintu bangunan sadap diperlukan pelumasan, dan disekitar bangunan tersebut ditumbuhi rumput liar.
9
Gorong-gorong B.GL Ki 1g Hm. 10.85
Terdapat bangunan diatas saluran sekunder. Terdapat banyak rumput dan sampah yang terhalang bangunan tersebut. Sebagaian lahan pertanian telah menjadi permukiman.
10
Bangunan Sadap B.GL Ki4 Hm. 10.67
Pintu pada bangunan sadap tidak ada. Terdapat bongkahan batu yang sengaja diletakkan untuk mengurangi debit air.
26
No Visualisasi Nama/ Nomor Bangunan Jenis Kerusakan
11
Bangunan Sadap B.GL Ki5 Hm. 11.83
Terdapat rumput yang tumbuh pada bangunan sadap. Pintu pada bangunan sadap tidak ada, sehingga pemberian air tidak optimal.
27
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari analisa hasil pengamatan di lapangan, jaringan irigasi Glodog masih
berfungsi dengan baik, meskipun banyak bangunan yang mengalami kerusakan,
yang diakibatkan oleh:
1. Pemeliharaan yang kurang maksimal,
2. Pelanggaran terhadap tata guna lahan.
Selain itu hilangnya beberapa pintu air dan pile scale mengakibatkan debit
yang mengairi lahan pertanian tidak dapat dikendalikan.
4.2 Saran
1. Diperlukan pemeliharaan rutin, untuk mengoptimalkan operasi jaringan
irigasi, umumnya pemeliharaan rutin kurang mendapatkan perhatian karena
terbatasnya dana yang tersedia. Dengan partisipasi masyarakat atau petani
diharapkan kondisi jaringan tersebut terpelihara.
2. Pada bangunan yang mengalami kerusakan segera dilakukan perbaikan
mengingat pentingnya fungsi bangunan tersebut dalam operasi jaringan
irigasi.
3. Diperlukan sosialisasi kepada masyarakat dalam pemakaian tata guna lahan
khususnya untuk permukiman, sedang kepada instansi pemerintah daerah
harus lebih selektif untuk memberikan ijin kepada pelaku industri sesuai
dengan perancanaan tata guna lahan. Jangan sampai lahan pertanian yang
subur digunakan untuk industri apalagi mengganggu jaringan irigasi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Soekrasno, S., Diklat Pemeriksaan Keteknikan Bidang Sumberdaya Air, Subbidang
Irigasi dan Rawa, Inspektorat Jendral Departemen Pekerjaan Umum,
2007,
Anonim, Pantauan Debit Pada Bendung – Bendung, http://psda.jatengprov.
go.id/potensi/bendung/bulanan%20kontrolpoint/02%20Tahun%202011
/02%20pebruari/BENDUNG%20PEBRUARI%20%20‐%20II%20‐%20%20
2011.pdf.
Anonim, Luas Areal Irigasi Kewenangan Propinsi Balai PSDA Bengawan Solo,
Kepmen PU 390/ KPTS/ M/ 2007