508-568-1-PB

6
Tinjauan Pustaka Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007 Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks Andrijono Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Abstrak: Kanker serviks merupakan kanker yang menduduki urutan pertama pada perempuan. Virus HPV merupakan karsinogen kanker serviks, infeksi HPV tipe 16 dan 18 dijumpai pada 81% penderita kanker serviks. Pemeriksaan pap smear dan terapi lesi prakanker merupakan upaya pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder mempunyai beberapa kerugian, pencegahan primer belum memberi hasil yang memuaskan. Vaksinasi HPV merupakan bagian dari pencegahan primer yang masih baru, dan diharapkan dapat menurunkan kejadian kanker serviks uterus sebesar 81%. Vaksinasi HPV dapat diberikan dengan mudah oleh semua tenaga kesehatan, indikasinya adalah perempuan usia 9-26 tahun yang ingin mendapat perlindungan terhadap infeksi HPV. Tulisan ini bertujuan menyampaikan masalah pemberian vaksin HPV disertai petunjuk pemberiannya. Perluasan jangkauan pemberian vaksin HPV diharapkan menurunkan kejadian kanker serviks di Indonesia. Kata kunci: vaksin profilaksis, lesi prakanker, HPV tipe 16 dan 18 153

Transcript of 508-568-1-PB

Page 1: 508-568-1-PB

Tinjauan Pustaka

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

Vaksinasi HPV MerupakanPencegahan Primer Kanker Serviks

Andrijono

Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/

Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Kanker serviks merupakan kanker yang menduduki urutan pertama pada perempuan.

Virus HPV merupakan karsinogen kanker serviks, infeksi HPV tipe 16 dan 18 dijumpai pada

81% penderita kanker serviks. Pemeriksaan pap smear dan terapi lesi prakanker merupakan

upaya pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder mempunyai beberapa kerugian, pencegahan

primer belum memberi hasil yang memuaskan. Vaksinasi HPV merupakan bagian dari

pencegahan primer yang masih baru, dan diharapkan dapat menurunkan kejadian kanker

serviks uterus sebesar 81%. Vaksinasi HPV dapat diberikan dengan mudah oleh semua tenaga

kesehatan, indikasinya adalah perempuan usia 9-26 tahun yang ingin mendapat perlindungan

terhadap infeksi HPV. Tulisan ini bertujuan menyampaikan masalah pemberian vaksin HPV

disertai petunjuk pemberiannya. Perluasan jangkauan pemberian vaksin HPV diharapkan

menurunkan kejadian kanker serviks di Indonesia.

Kata kunci: vaksin profilaksis, lesi prakanker, HPV tipe 16 dan 18

153

Page 2: 508-568-1-PB

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

HPV Vaccination is a Primary Prevention of Cervical Cancer

Andrijono

Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine University of Indonesia,

Dr Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta

Abstract: Cervical cancer is the most frequent cancer in women. HPV virus is a carcinogen of

cervical cancer, and infection of HPV type 16 and 18 had been encountered in 81% of patients with

cervical cancer. Pap smear examination and therapy of precancerous lesion are the secondary

preventive measures. There are several disadvantages of secondary prevention, while primary

preventions have not yielded satisfactory results. HPV vaccination was part of the new primary

prevention, and it has been expected to reduce the incidence rates of cervical cancers of uterus by

81%. HPV vaccination could be administered by all health providers, for women aged 9-26 years

who wanted protection against HPV infection. This paper aimed to present problems of the

administration of HPV vaccines, along with guidelines for its administration. By broadening the

coverage of HPV vaccine administration, it is hoped that there will be a reduction in the incidence

rates of cervical cancer in Indonesia.

Keywords: prophylactic vaccine, precancerous lesion, HPV type 16 and 18

Pendahuluan

Kanker serviks uteri merupakan kanker pada perempuan

yang menduduki urutan teratas di Indonesia, sedangkan di

negara maju kejadian kanker serviks mengalami penurunan.

Perjalanan penyakit kanker serviks sudah diketahui dengan

baik. Infeksi HPV (Human Papillomavirus) risiko tinggi

merupakan awal dari patogenesis kanker serviks. HPV risiko

tinggi merupakan karsinogen kanker serviks, dan awal dari

proses karsinogenesis kanker serviks uteri. Proses

karsinogenesis melalui tahap lesi prakanker yang terdiri dari

Neoplasia intraepitelial serviks (NIS) I, II, dan III. Lesi

prakanker NIS I sebagian besar akan mengalami regresi,

sebagian kecil yang berlanjut menjadi NIS II, dan kemudian

berlanjut menjadi kanker invasif serviks uterus. Penemuan

dan pengobatan lesi prakanker akan mencegah terjadinya

kanker serviks. Penurunan kejadian kanker serviks di negara

maju disebabkan karena pencegahan sekunder kanker serviks

berjalan dengan baik; meliputi deteksi dini dengan pap smear

yang dilanjutkan dengan terapi lesi prakanker akan

menurunkan kejadian kanker serviks. Pencegahan primer

kanker serviks adalah upaya mencegah terjadinya infeksi

HPV risiko tinggi. Salah satu bagian dari pencegahan primer

adalah memberikan vaksin HPV, pemberian vaksinasi HPV

akan mengeliminasi infeksi HPV. Tujuan tulisan ini adalah

membahas pencegahan kanker serviks uteri, terutama

memperkenalkan pencegahan primer dengan pemberian

vaksin HPV risiko tinggi.

Etiologi dan Perjalanan Penyakit

Infeksi HPV risiko tinggi merupakan faktor etiologi

kanker serviks. Pendapat ini ditunjang oleh berbagai

penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh International

Agency for Research on Cancer (IARC) terhadap 1 000

sampel dari 22 negara mendapatkan adanya infeksi HPV pada

sejumlah 99,7% kanker serviks. Penelitian meta-analisis yang

meliputi 10 000 kasus didapatkan 8 tipe HPV yang banyak

ditemukan, yaitu tipe 16, 18, 45, 31, 33, 52, 58 dan 35. Penelitian

kasus kontrol dengan 2 500 kasus karsinoma serviks dan 2

500 perempuan yang tidak menderita kanker serviks sebagai

kontrol, deteksi infeksi HPV pada penelitian tersebut dengan

pemeriksaan PCR. Total prevalensi infeksi HPV pada penderita

kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa adalah 94,1%.

Prevalensi infeksi HPV pada penderita kanker serviks jenis

adenokarsinoma dan adenoskuamosa adalah 93%. Penelitian

pada NIS II/III mendapatkan infeksi HPV yang didominasi

oleh tipe 16 dan 18. Progresivitas menjadi NIS II/III setelah

menderita infeksi HPV berkisar 2 tahun.1,2

HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks

yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks.

Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan

penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Integrasi DNA

virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses

yang mengarah transformasi. Integrasi DNA virus dimulai

pada daerah E1-E2. Integrasi menyebabkan E2 tidak

berfungsi, tidak berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan

Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks

154

Page 3: 508-568-1-PB

Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

terhadap E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRb.

Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus sel tidak

terkontrol, perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak

terjadi.4 E6 akan mengikat p53 sehingga Tumor suppressor

gene (TSG) p53 akan kehilangan fungsinya, yaitu untuk

menghentikan siklus sel pada fase G1. Sedangkan onkopro-

tein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan

terlepasnya E2F, yang merupakan faktor transkripsi sehingga

siklus sel berjalan tanpa kontrol.3

Penghentian siklus sel pada fase G1 oleh P53 bertujuan

memberi kesempatan kepada sel untuk memperbaiki

kerusakan yang timbul. Setelah perbaikan selesai maka sel

akan masuk ke fase S. p53 menghentikan siklus sel dengan

cara menghambat kompleks cdk-cyclin yang berfungsi

merangsang siklus sel untuk memasuki fase selanjutnya. Jika

penghentian sel pada fase G1 tidak terjadi, dan perbaikan

tidak terjadi, maka sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada

perbaikan. Sel yang abnormal ini akan terus membelah dan

berkembang tanpa kontrol. Selain itu p53 juga berfungsi

sebagai perangsang apoptosis, yaitu proses kematian sel

yang dimulai dari kehancuran gen intrasel. Apoptosis

merupakan upaya fisiologis tubuh untuk mematikan sel yang

tidak dapat diperbaiki. Hilangnya fungsi p53 menyebabkan

proses apoptosis tidak berjalan.

Saegusa et al5 yang meneliti peranan Bcl-2 mendapatkan

peningkatan aktivitas imunologi Bcl-2 pada NIS III

dibandingkan dengan NIS I-II dan karsinoma invasif.

Penelitian lain tentang Bcl-2 juga mendapatkan penurunan

aktivitas Bcl-2 pada karsinoma serviks. Keadaan ini

menunjukan bahwa penurunan aktivitas apoptosis pada

karsinoma serviks disebabkan peningkatan aktivitas dari anti-

apoptosis. Peningkatan Bcl-2 bukan berarti terjadi penurunan

aktivitas apoptosis, karena mekanisme apoptosis dikontrol

oleh banyak gen.5 Tetapi indeks apoptosis pada karsinoma

sel skuamosa, pada penelitian nampaknya justru menurun,

dan ini dibuktikan oleh beberapa penelitian. Pada penelitian

juga dijumpai adanya penurunan beberapa keluarga Bcl-2,

antara lain Bak, caspase 3 dan caspase 6.

Protein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui

mekanisme yang berbeda. Pada proses regulasi siklus sel di

fase Go dan G1 tumor suppressor gene pRb berikatan dengan

E2F ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak aktif E2F

merupakan gen yang akan merangsang siklus sel melalui

aktivasi proto-onkogen c-myc, dan N-myc. Protein E7 masuk

ke dalam sel dan mengikat pRb yang menyebabkan E2F bebas

terlepas, lalu merangsang proto-onkogen c-myc dan N-myc

sehingga akan terjadi proses transkripsi atau proses siklus

sel. Kekuatan ikatan protein E7 dengan pRb berbeda-beda

pada beberapa tipe virus HPV, misalnya: ikatan E7 HPV 6 dan

11 kurang kuat dibandingkan dengan HPV 16 ataupun 18.6,7

Penelitian yang dilakukan pada pasien dengan karsinoma

serviks di beberapa rumah sakit di Indonesia menemukan

bahwa kejadian infeksi HPV tipe 16 sebesar 44%, tipe 18

sebesar 39% dan tipe 52 sebesar 14%. Sisanya sebesar 14%

terdeteksi infeksi HPV multipel.8 Pada penelitian identifikasi

tipe HPV pada adenokarsinoma, didapatkan bahwa prevalensi

HPV pada adenokarsinoma jenis musinosum, intestinal,

endometrioid adalah 91% dan jenis adenoskuamosa 100%.

Sedangkan pada subtipe nonmusinous, clear cell, serous

dan mesonefrik tidak dijumpai infeksi HPV. Kejadian HPV

tipe 16, 18, 45, 52, dan 35 adalah berturut-turut 50%, 40%,

10%, 2% dan 1%.9

HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada sejumlah 70% kanker

serviks, sedangkan tipe 16, 18, 33, 45, 31, 58, 52, dan 35

ditemukan pada sejumlah 90% kanker serviks. Tiga belas tipe

HPV (16, 18, 31, 58, 33, 52, 35, 51, 56, 45, 39, 66, 6), pada meta-

analisis, dijumpai pada HSIL. Pada LSIL ditemukan HPV tipe

16 (26%), 31 (12%), 51 (11%), 53 (10%). 56 (10%), 52 (9%), 18

(9%), 66 (9%), 58 (8%), dan tipe lainnya 5%.

Infeksi laten HPV

Infeksi laten HPV adalah infeksi yang diketahui dengan

terdapatnya DNA HPV tanpa ditemukan kelainan baik

makroskopik ataupun mikroskopik, secara sitologi maupun

histologi. Infeksi laten berbeda dengan infeksi subklinik-

infeksi yang tidak diketahui dengan pemeriksaan klinik, tetapi

dibuktikan dengan sitologi ataupun histologik. DNA HPV

memegang peranan penting timbulnya rekurensi pascaterapi

lesi prakanker. Terapi destruksi baik dengan krioterapi maupun

kauterisasi elektrik atau laser mampu memperbaiki kelainan

sel yang terjadi, tetapi seringkali tetap meninggalkan DNA

HPV. Keberadaan DNA HPV atau HPV persisten menye-

babkan timbulnya rekurensi pascaterapi. 10,11

Pencegahan

Infeksi HPV risiko tinggi merupakan penyebab terjadinya

kanker serviks, sehingga tindakan skrining mengalami

pergeseran yang semula ditujukan untuk pencegahan

sekunder bergeser untuk tujuan pencegahan primer.

Mencegah terjadinya infeksi HPV risiko tinggi merupakan

pencegahan primer dan dianggap lebih penting, karena

155

KANKER SERVIKS

LESI PRAKANKER

SERVIKS NORMAL

HPV RISIKO TINGGI

PENCEGAHAN

PRIMER

PENCEGAHAN

SEKUNDER

PAP TEST,IVA,

THIN PREP

KOLPOSKOPI

TERAPI

VAKSIN HPV

KANKER SERVIKS

LESI PRAKANKER

SERVIKS NORMAL

HPV RISIKO TINGGI

PENCEGAHAN

PRIMER

PENCEGAHAN

SEKUNDER

PAP TEST,IVA,

THIN PREP

KOLPOSKOPI

TERAPI

VAKSIN HPV

Gambar 1. Pencegahan Kanker Serviks

Page 4: 508-568-1-PB

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks

pencegahan sekunder mempunyai beberapa kelemahan,

antara lain:

1. pencegahan sekunder tidak mencegah terjadinya NIS

(CIN),

2. terapi lesi prakanker yang baru terdeteksi pada pence-

gahan sekunder seringkali menimbulkan morbiditas

terhadap fungsi fertilitas pasien, dan

3. pencegahan sekunder akan mengalami hambatan pada

sumber daya manusia dan alat yang kurang.

Pencegahan primer hanya mungkin dilakukan dengan

deteksi terjadinya infeksi HPV risiko tinggi terlebih dahulu.

Identifikasi terjadinya infeksi HPV risiko tinggi dapat

dilakukan dengan Hybrid Capture (HC) atau dengan Poly-

merase Chain Reaction (PCR). Selain itu, berbagai macam

cara mendeteksi HPV, antara lain dengan Vira Pap, Vira Type,

dan HPV Profile. Dengan metode-metode tersebut dapat

diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6, 11, 42,

43 dan 44), dan risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39,

45, 51, 52, 56 dan 58).12-16

Pemeriksaan HC dinilai lebih mudah dilakukan dalam

program skrining12 karena mampu mendeteksi LSIL, ASCUS

dan HSIL secara lebih sensitif dibandingkan dengan peme-

riksaan pap smear, walaupun dengan spesifisitas yang lebih

rendah. Sensitivitas HC pada NIS I, HSIL dan kanker adalah

sebesar 51,5%, 89,3% (85,2-96,5%), dan 100%, berturut-turut,

dengan spesifisitas 87,8% (81-95%).13 Secara keseluruhan

Tabel 1. Pedoman Vaksinasi HPV (Dimodifikasi dari Pedoman Vaksinasi HPV yang Disusun HOGI)

Perjalanan penyakit Sel epitel serviks normal, terinfeksi HPV risiko tinggi, berdegenerasi menjadi lesi prakanker kemudian berdegenerasi

kanker serviks invasif menjadi kanker serviks invasif (lihat gambar 2).

Vaksin Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning

dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat.

Pencegahan Vaksinasi HPV merupakan pencegahan primer kanker serviks uterus (vaksinasi profilaksis HPV 16,18).20

Pap smear merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Pencegahan yang terbaik adalah dengan melakukan

vaksinasi dan pap smear untuk menjangkau infeksi HPV risiko tinggi lainnya), karena jangkauan perlindungan

vaksinasi tidak mencapai 100% (89%).21

Jenis vaksin Bivalen (16, 18) dan quadrivalen (16, 18, 6, 11). HPV 16 dan HPV 18 merupakan HPV risiko tinggi (karsinogen),

sedangkan HPV 6 dan 11 merupakan HPV risiko rendah (non-karsinogen).22

Tujuan vaksinasi Mencegah infeksi HPV 16, 18 (karsinogen kanker serviks), Vaksinasi tidak bertujuan untuk terapi.Lama proteksi

vaksin bivalen 53 bulan, dan vaksin quadrivalen berkisar 36 bulan.23

Indikasi Perempuan yang belum terinfeksi HPV 16 dan HPV 18. Usia pemberian vaksin (disarankan usia >12 tahun).

Belum cukup data efektivitas pemberian vaksin HPV pada laki-laki.24

Efektivitas Pada penelitian fase II proteksi NIS 2/3 karena HPV 16 dan 18 pada yang divaksinasi mencapai 100%

(Protokol 007), dan proteksi 100% dijumpai sampai 2-4 tahun pengamatan (follow up). 17

Proteksi silang Vaksin bivalen (HPV tipe 16 dan 18) mempunyai proteksi silang terhadap HPV tipe 45 (dengan efektivitas 94%)

(cross protection) dan HPV tipe 31 (dengan efektivitas 55%).17

Populasi target Berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia antara 9-26 tahun (rekomendasi FDA-US). Populasi

target tergantung usia awal hubungan seksual (di negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun, di Czech

29 tahun, Portugal usia 18 tahun hanya 25% dan di Iceland 72%).

Deteksi HPV Pemeriksaan pap smear dapat mendiagnosis infeksi HPV secara umum, tidak dapat mendiagnosis infeksi HPV risiko

tinggi. Diagnosis infeksi HPV risiko tinggi dapat diketahui dengan pemeriksaan hybrid capture (HC) atau polymerase

chain reaction (PCR).14 Pemberian vaksin sebaiknya dilakukan pada perempuan yang belum/tidak terinfeksi HPV.

Pemeriksaan skrining infeksi HPV sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan efektivitas vaksinasi HPV.

Pemberian vaksin pada perempuan yang telah terinfeksi HPV ataupun NIS tidak merugikan penderita tetapi

mempunyai efektivitas penangkalan infeksi HPV yang lebih rendah. Vaksinasi HPV dapat diberikan pada penderita

gangguan sistem imun, tetapi efektivitasnya lebih rendah.

Kontraindikasi Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah persalinan. Sedangkan pada ibu

menyusui vaksinasi belum direkomendasikan. Hipersensitivitas.

Cara pemberian Vaksin diberikan secara suntikan intramuskular. Diberikan pada bulan 0, 1, 6 (dianjurkan pemberian tidak melebihi

waktu 1 tahun)

Efek samping Nyeri pelvis, nyeri lambing, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan febris.

Yang memberikan Seluruh petugas kesehatan meliputi para medis, dokter umum, dokter spesialis yang mendapat pelatihan pemberian

vaksin vaksin HPV.

156

Page 5: 508-568-1-PB

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks

sensitivitas HC dibandingkan dengan pemeriksaan pap

smear lebih tinggi 23% (untuk NIS I sebesar 11% dan untuk

NIS II-III sebesar 8%), dan spesifisitas HC lebih rendah 6%

dibandingkan dengan pap smear. Sensitivitas gabungan HC

dan pap smear akan meningkatkan sensitivitas sampai 39%,

dan spesifisitas tetap lebih rendah 7%.

Pemeriksaan HC saja hanya mampu mendeteksi infeksi

HPV risiko tinggi tetapi tidak mampu mendeteksi kelainan

sel prakanker sehingga spesifisitas HC lebih rendah jika

dibandingkan dengan pap smear.14,15 Temuan pada HC dan

pap smear pada beberapa institusi menjadi dasar penelitian

protokol skrining dan tindak lanjut hasil pemeriksaan. HC

yang positif harus diikuti dengan pengawasan yang ketat,

kelainan sitologi harus diikuti dengan terapi, sedangkan hasil

negatif keduanya menjadi dasar pemberian vaksinasi HPV.16

Vaksinasi HPV

Vaksin HPV yang saat ini telah dibuat dan dikembangkan

merupakan vaksin kapsid L1 (merupakan imunogenik mayor)

HPV tipe 16 dan 18. Vaksinasi HPV merupakan upaya

pencegahan primer yang diharapkan akan menurunkan

terjadinya infeksi HPV risiko tinggi, menurunkan kejadian

karsinogenesis kanker serviks dan pada akhirnya menu-

runkan kejadian kanker serviks uterus. Infeksi HPV tipe 16

dan 18 ditemukan pada 70-80% penderita kanker serviks,

sehingga sejumlah itu pula yang diharapkan dapat menikmati

proteksi terhadap kanker serviks uteri. Pemberian vaksin

dilaporkan memberi proteksi sebesar 89%, karena vaksin

tersebut dilaporkan mempunyai cross protection dengan tipe

lain. Vaksin yang mengandung vaksin HPV 16 dan 18 disebut

sebagai vaksin bivalent, sedangkan vaksin HPV tipe 16, 18,

6 dan 11 disebut sebagai vaksin quadrivalent. HPV tipe 6

dan 11 (HPV risiko rendah) bukan karsinogen sehingga

bukan penyebab kanker serviks uterus. Vaksin HPV risiko

tinggi tipe lainnya belum dikembangkan.17 Pemberian vaksin

pada laki-laki dilaporkan tidak memberikan hasil yang

memuaskan. Vaksin yang saat ini akan diaplikasikan adalah

vaksin profilaksis bukan vaksin terapeutik. Vaksinasi pada

perem-puan yang telah terinfeksi HPV tipe 16 dan 18 kurang

bahkan mungkin tidak memberi manfaat proteksi, tetapi

pemberiannya dilaporkan tidak menimbulkan efek yang

merugikan.

Efektivitas Vaksin HPV

Vaksinasi HPV 16-18 bertujuan mencegah infeksi HPV

16 dan 18. Penelitian efektivitas vaksin HPV (penelitian fase

3/FUTURE 1) dilakukan pada 2261 sampel yang diberi vaksin

HPV dan sejumlah 2279 diberi placebo. Pada kelompok yang

diberikan vaksin tidak dijumpai sampel yang menderita infeksi

HPV ataupun NIS, sedangkan pada kelompok yang diberikan

placebo ditemukan lesi prakanker dan infeksi HPV sebanyak

40 dari 2279 sampel penelitian.18 Penjelasan mengenai

vaksinasi HPV dijelaskan pada Tabel 1.

Kesimpulan

HPV risiko tinggi merupakan karsinogen kanker serviks

uteros. Vaksin HPV adalah vaksin HPV kapsid L1 tipe 16 dan

18, dan pemberian vaksin bertujuan mencegah infeksi HPV

tipe 16 dan 18 (vaksinasi profilaksis). Vaksinasi HPV memberi

perlindungan terhadap infeksi HPV sebesar 89%.

Daftar Pustaka

1. Munoz N, Castellsague X, de Gonzalez AB, Gissmann L. HPV in

the etiology of human cancer. Vaccine 2006;24:1-10.

2. Parkin DM, Bray F. The burden of HPV-related cancers. Vaccine

2006;24:11-25.

3. Shin B, Dubeau L. Cell cycle abnormalities in squamous cell car-

cinoma of the cervix. CME Journal of Gynecologic Oncology

2001;6:167:72.

4. Kaufman RH, Adam E, Vonka V. Human Papillomavirus infec-

tion and cervical carcinoma. Clin Obstet and Gynecol 2000;43:363-

80.

5. Cheung TH, Chung TKH, Lo KWK, et al. Apoptosis-Related

Proteins in Cervical Intraepithelial Neoplasia and Squamous Cell

carcinoma of the Cervix. Gynecol Oncol 2002;86:14-8.

6. Park T-W, Fujiwara H, Wright TC. Molekular Biology of cervi-

cal Cancer and Its Precursors. Cancer, 1995;76:1902-13.

7. Bosch FX, Lorinez A, Munoz N, Meijer CJLM, Shah KV. The

causal relation between papillomavirus and cervical cancer. J Clin

Pathol 2002;55:244-65.

8. Southern SA, Herrington CS. Disruption of cell cycle control by

humanpapillomaviruses with special reference to cervical carci-

noma. Int J Gynecol Cancer 2000;10:263-74.

9. De Boer MA, Vet JNI, Aziz MF, Cornain S, Purwoto G, van den

Akker BEWM, et al. Human papillomavirus type 18 and other

risk factors for cervical cancer in Jakarta, Indonesia. Int J Gynecol

Cancer 2006;16:1809-14.

10. Pirog EC, Kleter B, Olgac S, Bobkiewicz P, Lindeman J, Quint

WGV, et al. Prevalence of Human Papillomavirus DNA in Differ-

ent Histological Subtypes of Cervical Adeno-carcinoma. Am J

Patho 2000;157(4):1055-62.

11. Nagai Y, Maehama T, Asato T, Kanazawa K. Persistence of hu-

man papillomavirus infection after therapeutic conization for

CIN 3: is it alarm for diseases recurrence?. Gynecol Oncol

2000;79:294-9.

12. Hum Song H, Lee JK, Oh MJ, Hur JY, Na JY, Park KY, et al.

Persistent HPV infection after conization in patients with nega-

tive margins. Gynecol Oncol 2006;101:418-22.

13. Kitchener HC, Castle PE, Cox JT. Achievement and limitations

of cervical cytology screening. Vaccine. 2006;24S3:63-70.

14. Longatto-Filho A, Erzaen M, Brnacas M, Roteli-Martins C, Naud

P, Derchain SFM, et al. Human Papillomavirus testing as an

optional screening tool in low-resource settings of Latin America:

experience from the Latin American screening study. Int J Gynecol

Cancer 2006;16:955-62.Gambar 2. Perjalanan Penyakit Kanker Serviks19

157

Smear

normal

Infeksi

latent

Paparan

HPV

NIS-I

NIS-II NIS-III C

A

HPV

6/11

HPV

16/18

Page 6: 508-568-1-PB

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 5, Mei 2007

Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks

15. Arbyn M, Sasieni P, Meijer CJLM, Clavel C, Koliopoulos G,

Dillner J. Clinical Application of HPV testing: A summary of

meta-analysis. Vaccine 2006; 24S3:78-89.

16. Inoue M, Sakaguchi J, Sasagawa T, Tango M. The evaluation of

human papillomavirus DNA testing in primary screening for

cervical lesions in a large Japanese population Int J Gynecol

Cancer 2006;16:1007-13.

17. Cuzick J, Mayrand MH, Ronco G, Snijders P, W Jane. New dimen-

sions in cervical cancer screening. Vaccine 2006;24S3;90-7.

18. Wright TC, Bosch FX, Franco EL, Cuzick J, Schiller JT, Garnett

GP, et al. HPV vaccines and screening in the prevention of

cervical cancer: conclusions from a 2006 workshop of interna-

tional experts. Vaccine 2006;24S3:251-61.

19. Frazer IH. HPV vaccines. Int J Gyn Obstet 2006;94(S1):S81-8.

20. Moscicki AB, Schiffman M, Kjaer S, Villa LL. Updating the

natural history of HPV and anogenital cancer. Vaccine 2006;

24S3:S243-51.

21. Franco EL, Curzick J, Hildesheim A, de Sanjose S. Issues in plan-

ning cervical cancer screening in the era of HPV vaccination.

Vaccine 2006;24S3:S171-7.

22. Koutsky LA, Harper DM. Current findings from prophylactic

HPV vaccine trials. Vaccine 2006;24S3: S3114-21.

23. Lacey CJN, Lowndes CM, Shah KV. Burden and management of

non-cancerous HPV-related conditions: HPV-6/11 disease. Vac-

cine 2006;24S3:S335-41.

24. Koutsky LA, Harper DM. Current findings from prophylactic

HPV vaccine trials. Vaccine 2006; 24S3:S3114-21.

25. Wright TC, Damme PV, Schmitt H-J, Meheus A. HPV vaccine

introduction in industrialized countries. Vaccine 2006;24S3:

S3122-31.

MS

158