50722293 Paper Kadar Abu
-
Upload
syahrul-amin -
Category
Documents
-
view
33 -
download
7
description
Transcript of 50722293 Paper Kadar Abu
Keniya Wulandari
10/307458/DTP/589/D
C2/Shift 1
Kadar Abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air. Sisanya merupakan unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di
kenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-
bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu.
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Pada umumnya residu anorganik ini terdiri atas oksida dan garam
yang mengandung anion seperti fosfat, klorida, sulfat, dan halida lain dan juga
kation seperti sodium, kalium, kalsium, magnesium, besi, dan mangan. Kadar abu
ini juga berhubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat berupa dua jenis garam yaitu garam-garam organik, misalnya
garam dari asam malat, asam oksalat, asam asetat, asam pektat dan lain-lain, serta
garam-garam anorganik, misalnya fosfat, karbonat, klorida, sulfat nitrat dan
logam alkali.
Selain kedua jenis garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk
sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat organis. Penentuan jumlah mineral
dalam bentuk hasil yang detil dan akurat sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut
yang dikenal dengan pengabuan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat
bervariasi baik macam maupun jumlahnya.
Beberapa tujuan dilakukannya pengujian kadar abu terhadap suatu bahan
hasil pertanian atau bahan pangan antara lain:
1. Menentukan baik tidaknya proses pengolahan terhadap suatu bahan hasil
pertanian. Sebagai contoh pada gandum, apabila kadar abunya tinggi
berarti masih banyak katul atau lembaga yang terikut saat tahap
penggilingan gandum.
2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan. Sebagai contoh penentuan kadar
abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang
digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai
untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.
3. Sebagai parameter nilai gizi pada bahan makanan. Sebagai contoh yaitu
adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi
menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
Penentuan kadar abu atau pengabuan terhadap suatu bahan hasil pertanian
atau bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode langsung dan
metode tidak langsung. Pengabuan metode langsung yang umum dilakukan adalah
pengabuan kering dengan panas tinggi dan adanya oksigen serta pengabuan basah
menggunakan oksidator-oksidator kuat, dan metode homogenat asam. Sedangkan
pengabuan tidak langsung dilakukan dengan metode konduktometri dan metode
pertukaran ion.
Pengukuran kadar abu atau pengabuan cara kering dilakukan dengan
prinsip mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 –
600oC dengan menaikkan secara bertahap suhu tersebut agar tidak merusak bahan
dan energi yang dibutuhkan tidak terlalu besar kemudian melakukan penimbangan
zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
Mekanisme pengabuan dengan metode ini adalah pertama-tama cawan
porselin dioven selama 1 jam. Cawan porselin adalah tempat atau wadah yang
digunakan dalam pengabuan. Cawan porselin ini umum digunakan karena
penggunaannya luas, beratnya relatif kontan setelah pemanasan berulang-ulang,
dan harganya murah. Kemudian didinginkan selama 30 menit dengan dimasukkan
dalam deksikator. Lalu menimbang cawan porselin. Setelah itu masukkan bahan
kedalam cawan porselin. Sebelum diabukan, sampel-sampel basah biasanya
dikeringkan telebih di dalam oven. Kemudian dimasukkan dalam tanur pengabuan
sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Pengabuan ini dilakukan dalam dua
tahap yaitu:
a. Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat
melindungi kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak
hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b. Pemanasan pada suhu 500oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada
bahan maupun cawan porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak
memecahkan cawan porselin yang mudah pecah pada perubahan suhu
yang tiba-tiba.
Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan dalam muffle (semacam
pendingin) selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, cawan porselin
dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap
oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle
berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian cawan dimasukkan
dalam deksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah
itu dilakukan penimbangan dan mencatat beratnya.
Beberapa kelebihan dari pengujian kadar abu atau pengabuan dengan cara
kering antara lain:
1. Dapat digunakan untuk penentuan kadar abu total pada bahan makanan
dan bahan hasil pertanian, serta dapat digunakan untuk sampel yang relatif
banyak.
2. Dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral kecuali merkuri dan
arsen.
3. Dapat digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam
air, serta abu yang tidak larut dalam asam.
4. Dilakukan tanpa menggunakan reagensia sehingga biaya lebih murah dan
tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sedangkan beberapa kelemahan dari pengujian kadar abu atau pengabuan
dengan cara kering antara lain:
1. Membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Memerlukan suhu yang relatif tinggi.
3. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi.
4. Penggunaan tanur yang memakan banyak biaya karena harus dinyalakan
terus menerus dan mengakibatkan tingginya biaya listrik.
Pengukuran kadar abu atau pengabuan cara basah dilakukan menggunakan
prinsip memberikan reagen kimia berupa oksidator-oksidator kuat tertentu
kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan
adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan
pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol
membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi
besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir
bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin
luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan.
Mekanisme pengabuannya dengan cara ini adalah pertama-tama cawan
porselin dioven selama 1 jam. Kemudian didinginkan selama 30 menit dengan
memasukkannya ke dalam desikator. Lalu menimbang cawan porselin. Setelah itu
masukkan bahan kedalam cawan porselin. Sebelum diabukan, sampel-sampel
basah biasanya dikeringkan telebih di dalam oven. Kemudian ditambahkan
gliserol alkohol 5 ml dan dimasukkan dalam tanur pengabuan sampai warna
menjadi putih keabu-abuan. Setelah terjadi pengabuan, abu yang terbentuk
dibiarkan di dalam muffle (semacam pendingin) selama 1 hari. Sebelum
dilakukan penimbangan, cawan porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan
mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam
muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air
masuk, kemudian cawan dimasukkan dalam deksikator yang telah dilengkapi zat
penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan mencatat
beratnya.
Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang bersifat volatile seperti
natrium (Na), sulfur (S), klorida (Cl), kalium (K) dan fosfat (P) menguap.
Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu seperi K2CO3 dan CaCO3.
Pengeringan pada metode ini bertujuan untuk mendapatkan berat konstan.
Sebelum sampel dimasukkan dalam cawan porselin, bagian dalam cawan dilapisi
silica gel agar tidak terjadi pengikisan bagian dalam cawan oleh zat asam yang
terkandung dalam sampel.
Beberapa kelebihan dari metode pengujian kadar abu atau pengabuan cara
basah ini antara lain :
1. Waktu yang diperlukan relatif singkat.
2. Suhu yang digunakan relatif rendah.
3. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah.
4. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan.
5. Penetuan kadar abu lebih baik.
Sedangkan dari metode pengujian kadar abu atau pengabuan cara basah ini
antara lain :
1. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun yang
bersifat mudah menguap pada suhu pengabuan.
2. Memerlukan reagensia yang kadangkala berbahaya.
3. Memerlukan koreksi terhadap reagensia yang digunakan.
Metode pengujian kadar abu atau pengabuan tidak langsung menggunakan
metode konduktometri merupakan metode analisis kimia yang didasarkan pada
daya hantar listrik suatu sampel analat. Daya hantar listrik sampel bergantung
pada jenis dan konsentrasi serta pergerakan ion di dalamnya. Metode ini dapat
menunjukkan hasil yang lebih akurat karena dilakukan dengan menggunakan
bantuan alat. Kekurangannya adalah alat yang digunakan cukup mahal.
Sedangkan pengujian kadar abu atau pengabuan tidak langsung
menggunakan metode pertukaran ion memanfaatkan prinsip selektifitas terhadap
aktivitas ion.
Meskipun berbagai metode dan cara pengujian kadar abu telah banyak
diketahui, namun pemanfaatan serta peran abu yang merupakan residu anorganik
ini terhadap manusia secara langsung belum banyak diketahui.
Daftar Pustaka
Apriantono, A. dan D. Fardiaz. 1989. Analisa Pangan. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB.
Bogor
Kamelia S, Susi. 2009. http://repository.usu.ac.id/bitstream.pdf.
Sudarmadji, dkk. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta