5. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastrawan
-
Upload
coral-reef -
Category
Education
-
view
1.410 -
download
11
Transcript of 5. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastrawan
Cahyo Hasanudin, M.Pd.
Teori Kritik Sastra Indonesia Modern
Pada Periode Kritik Sastrawan
Pertemuan ke-9
PADA SUATU HARI NANTI(Sapardi Djoko Damono)
Pada suatu hari nantiJasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak inikau takkan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nantiSuaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak iniKau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nantiImpianku pun tak dikenal lagi
Namun disela-sela huruf sajak iniKau takkan letih-letihnya kucari
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Penulis yang pertama kali membukukan esai-esai kritiksastranya adalah
1. Amal Hamzah pada tahun 1950, berupa kritik terapanberjudul Buku dan Penulis
2. H.B. Jassin pada tahun 1952 dengan judul Tifa Penyairdan Daerahnya
3. Achdiat Kartamihardja dalam Polemik Kebudayaan(1948) dan Aoh Karta Hadimadja (ed.) pada tahun1952 menerbitkan kumpulan esai berjudul beberapaPaham Angkatan ‘45
4. H.B. Jassin pada tahun 1954 dengan judulKesusastraan Indonesia modern dalam Kritik dan Esai
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Tulisan-tulisan yang disebutkan di atas dalam
Bentuk esai, sedangkan yang berupa studi khusus baruditulis pada akhir tahun 50-an dan awal tahun 60-an.
Orang yang pertama berhasil menerbitkan buku karyakritik sastranya adalah:
1. Ajip Rosidi pada tahun 1959 menerbitkan bukustudi khusus yang membicarakan cerita pendekIndonesia modern secara keseluruhan dan cerpen(kumpulan) awal sampai cerpen (kumpulan)terakhir (1959) kritik sastra (terapan)
2. Boen Sri Oemarjati pada tahun 1962 dengan judulRoman Atheis Achdiat Kartamijardja
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Adapun kritik teoritis yang berupa studi khusus
Baru ditulis pada tahun 1965 sebagai tesis sarjanaditerbitkan tahun 1967 (Dwi Dharma; P.D. Lukman1988), yaitu beberapa Gagasan dalam Bidang KritikSastra Indonesia Modern, ditulis oleh Racmat DjokoPradopo
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Susudah tahun 1960 tulisan-tulisan yangberhubungan dengan kritik sastra diterbitkansebagai buku meskipun tidak banyak.
Sesudah tahun 1970 lebih banyak penulis yangmengumpulkan esai-esainya yang berhubungandengan kritik sastra dalam sebuah buku; bahkanS.T.A. yang telah menulis sejak awal tahun 30-an,baru menerbitkan kumpulan esainya yangberhubungan kritik sastra pada tahun 1977, yaituPerjuangan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan.
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Dalam perkembangannya,
Kritik sastra Indonesia modern dari waktu ke waktumengalami perdebatan-perdebatan. Perdebatandalam bidang kritik ini terjadi sejak awalperkembangan kritik sastra, tepatnya sejak zamanPujangga Baru, pada pertengahan tahun 30-an,terjadi perdebatan dalam bidang kritik sastra antaraS.T.A. dengan Sanusi Pane (dan penulis-penulis lain).Terjadi polemik Kritik sastra dalam majalah PujanggaBaru di antara mereka. Hanya sayang perdebatankritik sastra ini tidak atau belum dibukukan.
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Pada pertengahan tahun 1950-an (1956) diadakansemposium sastra di Jakarta. Dalam semposium itudikemukakan prasaran Gajus Siagian berjudul“Essay dan Kritik Sastra Indonesia Dewasa Ini”
Kemudian ditanggapi oleh H.B. Jassin dengan judul“Beberapa Catatan pada Essay Kritik SastraIndonesia Dewasa Ini oleh Gajus Siagian”
Pada perdebatan tersebut terutama membicarakan:
1. Metode kritik sastra Indonesia sampai pada masaitu
2. Polemik-polemik mengenai kritik sastra padatahun 1940-an dan 1950-an
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
3. Paham dan pendirian para sastrawan Angkatan 45yang dikumpulkan oleh Aoh Karta Hadimadja
Pada akhir tahun 1960-an terjadi perdebatan danpolemik kritik sastra antara golongan pengikutkritik sastra genzheit (tokohnya Arief Budimandan Goenawan Muhammad) dengan pengikutkritik sastra akademik (yang kemudianmenamakan dirinya kritikus kritik sastra AliranRawamangun) (tokohnya M.S. Hutagalung, J.U.Nasution, M. Saleh Saad, dan Boen SriOemarjati).
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Pada tahun 1968 Pusat Bahasa Jakartamempertemukan kelompok kritikus Ganzheitdengan kritikus aliran Rawamangun dalam sebuahsemposium. Kertas kerja dan ulasan-ulasandibukukan oleh Pusat bahasa dengan editorLukman Ali berjudul Tentang Kritik Sastra: SebuahDiskusi (1978).
Pada pertengahan tahun 1970-an perdebatanmereka masih berlangsung. Polemik M.S.Hutagalung dengan Arief Budiman dibukukandengan judul Kritik atas Kritik atas Kritik (1975)
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Pada akhir tahun 1972 Dewan Kesenian Jakartajuga mengadakan diskusi kritik dengan pembicaraKuntowijoyo, kertas kerjanya berjudul “ProsedurLingkaran dalam Kritik Sastra” yang membicarakandan membandingkan metode kritik sasta Genzheitdengan kritik analitik.
Pada akhir tahun 1984 dan selama tahun 1985terjadilah polemik dalam bidang kritik sastratentang kritik sastra kontekstual yang dimulai olehArief Budiman. Kemudian mendapat tanggapandari Ariel Heryanto, selanjutnya dibukukan denganjudul Perdebatan Sastra Kontekstual (1985).
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Dengan mengalirnya teori sasta dan kritik sastraBarat sejak pertengahan tahun 1970-an, lebih-lebih ke dalam lingkungan kritik sastra akademik,timbullah reaksi, baik berupa penolakan maupunkeinginan membentuk teori sastra dan kritik sastrayang khas Indonesia, lebih-lebih sesudahpertengahan tahun 1980-an.
Pada tahun 1988 Universitas Bung Hatta Padangmengadakan seminar sastra “Menjelang Teori danKritik Susastra Indonesia yang Relevan”, makalah-makalahnya diterbitkan dalam sebuah bukudengan editor Mursal Esten berjudul MenjelangTeori dan Kritik Susastra Indonesia yang Relevan(1988).
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Berdasar tulisan-tulisan yang berupa esai tentangkritik sastra dalam surat kabar, majalah, buku-bukukritik sastra, sejarah sastra, makalah diskusi,simposium, buku pelajaran sastra, dan bungarampai sastra, dapatlah disusun telaah teori danterapan kritik sastra Indonesia modern
Dalam buku-buku pelajaran sastra, para penulismemilih karya sastra tertentu. Begitu juga, dalambunga rampai sastra penyusun memilih karya-karya sastra tertentu dan memberi pengantar ataspilihannya itu dalam pendahuluannya.
A. Situasi Kritik Sastra Indonesia Modern
Pengantar atau pendahuluan bunga rampai yangdisusun oleh H.B. Jassin adalah:
Kesusastraan Indonesia di masa Jepang (1948)
Pujangga baru: Prosa dan Puisi (1963)
Gema Tanah Air (1948)
Angkatan 66: Prosa dan Puisi (1968)
S.T.A. menyusun bunga rampai Pujangga Baru dalamPuisi Baru (1946)
Ajip Rosidi menyusun bung rampai prosa dan puisiberjudul Laut Biru Langit Biru (1977)
Linus Suryadi Ag. menyusun bunga rampai puisiIndonesia modern dari sajak awal sampai sekarangdalam empat jilid berjudul Tonggak (1987).
B. Teori Kritik Sastra pada Periode Balai Pustaka
Balai pustaka didirikan oleh Pemerintah HindiaBelanda. Oleh karena itu, buku-buku yang diterbitkanharuslah mengikuti aturan yang sesuai dengankebijaksanaan pemerintah penjajahan, baik itu bukubacaan umum maupun buku-buku kesusastraan.
D.A. Rinkes membuat Note over de Volkslectuur, 1911,yang terkenal dengan Nota Rinkes. Di dalamnya berisiaturan-aturan:
Keharusan diadakan sikap netral tentangkeagamaan
Memenuhi syarat-syarat budi pekerti yang baik
Menjaga ketertiban
Tidak boleh berpolitik (yang melawan pemerintah)
B. Teori Kritik Sastra pada Periode Balai Pustaka
Roman yang diterbitkan Balai Pustaka berorientasiPragmatik. Sifat-sifat pragmatik itu tampak dalambahasan, gaya penceritaaan, ataupun nasihat danisi pikirannya. Bahasanya adalah bahasa Melayuyang baik dan benar.
Bila sebuah karya tidak memenuhi aturan-aturanyang disyaratkan, naskah karya sastra yangdikirimkan kepada Balai Pustaka ditolaksepertihanya Belenggu karya Armijan Pane. Bilakarya sastra itu masih mungkin “dibersihkan”sepertihalnya Salah Asuhan karya Abdoel Moeis,karya tersebut diminta untuk “dibenarkan”.
B. Teori Kritik Sastra pada Periode Balai Pustaka
Salah Asuhan yang diterbitkan sampai sekarangtidaklah sama dengan naskah aslinya. Naskah asliSalah Asuhan sudah tidak ada lagi, hanya daridokumen yang ada dapat diketahui bagaimana wujudcerita aslinya.
Setelah naskah asli diperbaiki Abdoel Moeisberdasarkan saran-saran Balai Pustaka, maka salahseorang anggota redaksi, yaitu St. Pamoentjakmengomentari bahwa cerita kini diubah seluruhnya,bagian-bagian yang merangsang birahi dibuang danhal-hal yang menyinggung perasaan disingkirkan.Akhirnya hoofdambtenaar Volkslectuur menyetujuipenerbitan Salah Asuhan pada tanggal 23 Agustus1928 dan hendaknya segera dicetak.
B. Teori Kritik Sastra pada Periode Balai Pustaka
Pada periode sastra Balai Pustaka dekade 1921-1930 sangatlah langka, bahkan hampir tidak ada,tulisan yang berupa kritik sastra atau mirip kritiksastra.
Pada dekade ini memuat majalah Panji Pustakadan Jong Sumatra
Pada dekade berikutnya terbit majalah sastra dankebudayaan umum, yaitu majalah Pujangga Baru,terbit pertama kali pada bulan Juli 1933.
Angkatan Balai Pustaka dan Angkatan PujanggaBaru itu bertumpang tindih, tidak bisa dipisahkansecara mutlak.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
Periode 1931-1940 merupakan periodeterintegrasinya sastra pujangga Baru meskipun diantara tokoh-tokohnya sudah ada yang menulissebelum tahun 1930, seperti Muhammad Yamindan Sanusi Pane, akan tetapi, baru sesudahterbitnya majalah Pujangga Baru terhimpunsehingga cora Pujangga Baru menjadi tegas dandominan.
Pada periode Pujangga Baru, tulisan-tulisan yangdapat digolongkan bercorak kritik sastra, baik yangbersifat teori maupun terapan.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
Dapat dikatakan Kritik Kasusastraan” itumerupakan teori kritik sastra Indonesia yang ditulis(dinyatakan) secara eksplisit, betul-betulmerupakan teori kritik sastra (Indonesia modern),tidak hanya seperti Naota Rinkes yang bersifataturan umum untuk buku yang akan diterbitkanoleh Balai Pustaka, termasuk buku sastra.
Tokohnya antara lain: Armijan Pane, J.E.Tatengkeng, Sanusi Pane, Sutan Takdir Alisjahbana,Soetan Sjahrir, Sastrawan Pujangga Baru yang lain.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
1. Teori Kritik Sastra Armijan Pane
Tulisan Armijan Pane bercorak tipe ekspresif
Armijan Pane mengatakan bahwa seorang pujanggayang sejati seninya, yang bersuara menurut perasaansukmanya, adalah menyatakan perjuangan bangsanyadan keadaan bangsa di zamannya.
Pujangga juga bukan hanya semata-mata cerminmasyarakat, zaman, dan alam. Ia adalah individu yangberdiri sendiri, yang mempunyai kekhasan.
“kami bukan abdi seni yang hanya bersifat seni untuk seni semata-mata, tetapi kami abdi, yang sebagai salah satu
alat, harus mengabdikan diri kepada masyarakat”.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
2. Teori Kritik Sastra J.E. Tatengkeng
J.E. Tatengkeng mengartikan kritik sastra sebagaipenyelidikan yang memiliki fungsi untukmemberikan penerangan dan memberi nasihat
Kritik sastra tidak lepas dari teori seni. Seni adalahgerakan sukma. “seni bahasa” adalah gerakansukma yang menjelma ke dalam kata.
Teori penilaian Tatengkeng adalah absolutisme.
Pikiran Tatengkeng selanjutnya diteruskan olehGoenawan Mohamad dan Arief Budiman.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
3. Teori Kritik Sastra Sanusi Pane
Sanusi Pane pengikut aliran romantik (“seni untukseni”), maka ia mencipta puisi-puisi liris sesuaidengan “mode” zaman dan alirannya berupasoneta dan puisi liris yang lain.
Sajaknya yang berjudul “sajak” dalam Puspa Mega
di mana harga karangan sajak,
bukankah dalam maksud isinya,
dalam bentuk, kata nan rancak,
dicari timbang dengan pilihnya
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
3. Teori Kritik Sastra Sanusi Pane
Dalam teori romantik yang penting adalah suarajiwa itu sendiri meskipun sifat seni diutamakan.Karena itu, pandangan ini kemudian diubah dalamsajaknya yang berjudul “sajak” juga
O, bukannya dalam kata yang rancak,
Kata yang pelik kebagusan sajak
O, pujangga, buang segala kata
Yang ‘kan Cuma mempermainkan mata,
Dan hanya dibaca selintas lalu,
Karena tak keluar dari sukmamu,
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
3. Teori Kritik Sastra Sanusi Pane
Oleh karena itu, sukma pujangga Sanusi Paneadalah matahari yang menerangi bumi sepertitampak dalam bait kedua “sajak” –nya tersebut.
Seperti matahari mencintai bumi
Memberi sinar selama-lamanya.
Tidak meminta sesuatu kembali
Harus cintamu senantiasa
Jadi menilik kedua sajaknya tersebut, orientasikritik sastra Sanusi Pane adalah ekspresif.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
4. Teori Kritik Sastra Sutan Takdir Alisjahbana
Dapat dikatakan S.T.A. adalah tokoh Pujangga Baruyang paling banyak menulis, baik karya sastra,masalah kebudayaan, masalah-masalah sastra,maupun kritik sastra. Esai-esainya penuh semangatdan optimisme perjuangan . Semuanya itu menjadinada dasar konsep estetiknya: sastra bertujuan(tendenz literatuur).
Nada pragmatik mendasari karya-karya sastranya.Dalam karya-karya kritiknya, ia selalu menekankantujuan sastra untuk membangun hari depansebagai kriteria utama.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
5. Teori Kritik Sastra Soetan Sjahrir
Berorientasi pragmatik tetapi berdasarkanrealisme sosialis. Teori ini muncul dari pahammarxisme, tokohnya antara lain Stalin dan MaximGorki
Rumusan Soetan Sjahrir adalah sastra untukrakyat, “seni untuk rakyat”.
Teori kritik sastra Sjahrir ini mengiringkesusastraaan Indonesia modern ke arah kiri yangsektaristis, sosialistis-politis
Teori penilaiannya adalah absolutisme
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
6. Teori Kritik Sastra Sastrawan Pujangga Baru yanglain
a) Amir Hamzah
Amir Hamzah banyak menulis studi sastra prosa,tetapi ia tidak terkenal dalam percaturan kritiksastra Pujangga Baru. Ia lebih terkenal sebagai rajapenyair Pujangga Baru.
Esainya dapat digolongkan sebagai kritik terapan,tetapi di situ dapat ditarik simpulan bahwa teorikritik sastra Amir Hamzah berorientasi ekspresif.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
b) Abdullah bin Abdul Kadie Munsyi
Tulisan Abdulalah tentang Sastra Melayu dan Raja-rajanya berupa studi sastra Melayu, kurang dapatdigolongkan sebagai kritik sastra. Esai dan prosaberupa kumpulan prosa liris dan esai
c) Soewandhi
Mengemukakan bahwa tiap-tiap seni itu harusberbentuk sentiment (perasaan). Kesusastraantidak lain ialah sejarah kehidupan jiwa bangsa.Oleh karena itu, haruslah para pujanggamementingkan sentimentalisme sebagi dasarkeindahan seni.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
d) M. Amir
Esainya “Jiwa Pujangga” menonjolkan perananfaktor kejiwaan pujangga. Dikemukakan bahwapujangga itu sanggup melukiskan segalapengalamannya dan perasaan sukmannya denganbentuk yang indah.
e) Soejono
Mengemukakan teori keindahan secara umumdalam esainya yang berjudul “Keindahan”.Dikemukakannya bahwa seni itu terciptaberdasarkan jiwa seniman penciptanya. Senimanitu membentuk patung (barang seni) sesuaidengan bentuk yang terkandung dalam hatinya.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
f) W.J.S. Poerwadarminta
Mengutamakan jiwa pencipta seni seperti halnyapara sastrawan sezamannya mengikuti aliranromantik. Sastrawan yang kemudian terkenalsebagai penulis kamus dan ahli dalam bidangperkamusan ini menulis esai tentang pemahamanseni pada umumnya, termasuk kesusastraan,berjudul “Menyelami Kesenian”.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
g) Soeharti Hariharti
Mengemukakan guna dan pentingnya kesusastraanbagi bangsa Indonesia dalam esainya yangberjudul “Roman sebagai Alat MenyusunKebangsaan”. Jadi kritiknya ini berhubungandengan fungsi kritik sastra bagi peneranganmasyarakat.
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
h) Disamping mereka, ada nama-nama lain yangmenulis kritik sastra dalam periode Pujangga Baruseperti M.R. Dajoh, Karim Halim, L.K. Bohong, H.B.Jassin, S. Djojopoespito, Soesilowati, MuhammadDimyati, Soejono Soerjotjondro, dan S. Danilah.Mereka terlibat dalam pembicaraan BelengguArmijan Pane. (karena kritik mereka adalah kritikterapan).
C. Teori Kritik Sastra pada Periode Pujangga Baru
Simpulan
Pada periode ini, teori tentang interpretasi tidakada yang merumuskan dan tidak ada yangmembicarakan.
Berdasar orientasi sastranya, teori interpretasinyabersifat ekspresif
Teori analisis bersifat dikotomis, pembagian dua:bentuk dan isi
Teori penilaian bersifat absolut sesuai dengan teoripenilaian absolutisme, baik kritik sastra yangbertipe ekspresif dan pragmatik.
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Pengantar
Periode 1945-1950 atau 1942-1955 adalah periodebangkit dan terintegrasinya sastra Angkatan 45.
Masa 1942-1945 merupakan masa melemahnyasastra Angkatan Pujangga Baru. Dapat dikatakankarya penting penutup periode sastra PujanggaBaru adalah Belenggu (1940) novel Armijan Panedan Manusia Baru (1940) drama Sanusi Pane
Masa 1941-1945 itu pun merupakan masa akhirkritik sastra Pujangga Baru
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Pada periode Angkatan 45 ini, kritik sastra berupatulisan yang dapat digolongkan teori kritik sastraberupa esai dan terapan kritik
H.B. Jassin yang menulis seangkatan dengan L.K.Bohong itu, pada akhirnya menjadi tokoh kritiksastra Angkatan 45
Pada periode Angkatan 45, dikenal aliran sastrarealisme dan naturalisme dan gaya ekspresionisme
Aliran sastra realisme dan naturalisme inikemudian dilaksanakan pula dalam kritik sastrayang bercorak (bertipe) orientasi mimetik
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Di samping aliran realisme dan naturalisme, dalamperiode Angkatan 45 timbul paham individualismedan humanisme universal. Sebagai lambangindividualisme Angkatan 45 adalah sajak “Aku”Chairil Anwar
Paham humanisme universal masuk dalamAngkatan 45 pada akhir tahun empat puluhan.Paham ini mengutamakan penonjolanpengambaran manusia yang umum dalam karyasastra.
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Paham humanisme universal ini menjadi bahanperdebatan pada awal tahun 50-an sesudahberdirinya lekra pada tanggal 17 Agustus 1950yang berpaham realisme sosialdan menolakpaham tersebut. Jadi, paham ini berrhubungandengan penilaian yang bersifat absolutt
Organisasi lekra bersifat komunis
Dengan berdirinya Lekra, Angkatan 45 terpecahmenjadi dua: golongan yang tetapmempertahankan paham humanisme universaldan golongan lekra.
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Secara tegas golongan Lekra meninggalkanAngkatan 45 dengan ambisinya menegakkan sastraKomunis Indonesia
Pada akhir tahun 1950-an timbul gagasan barudalam lapangan sastra dan kritik sastra SastraRevolusioner, yang sesungguhnya merupakanvarian saja dari sastra dan kritik sastra Lekra, hidupberdampingan dengan sastra Lekra
Dapat dikatakan pada pertengahan tahun 1950-ancorak sastra Angkatan 45 mulai melemah dengantimbulnya gagasan baru dalam sastra dan denganmunculnya sastrawan-sastrawan baru.
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Kritik sastra baru ini ialah kritik sastra Objektif,yang kemudian terkenal dengan nama kritik sastrailmiah, kritik sastra akademik, atau kritik sastraanalitik meskipun corak kritik sastra Angkatan 45masih diteruskan oleh para sastrawan.
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
1. Teori Kritik Sastra H.B. Jasin dan Teori Kritik SastraTokoh Kelompok Angkatan 45 yang Lain
Tokoh utama kritikus sastra periode Angkatan 45adalah H.B. Jassin, bahkan ia tetep mendominasiperiode sesudahnya sampai awal tahun 1980-an
Tokoh lainnya adalah Chairil Anwar, Asrul Sani, AohK. Hadimadja, Slametmuljana
Di samping mereka, juga Pramoedya Ananta Toerdan Sitor Situmorang yang pada masa awalnyatermasuk kelompok Angkatan 45.
Chairil Anwar dan H.B. Jassin seringkaliberorientasi objektif dan ekspresif.
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Akhir tahun 1950-an Pramoedya menjadi tokohutama kritikus kelompok Lekra, ia tercatat sebagaianggota Pimpinan Pusat Lekra. Lebih-lebihsesudah tahun 1960, peranannya sebagaisastrawan dan kritikus sastra Lekra sangatmenonjol
Adapun Sitor Situmorang, lebih-lebih sesudahDekrit Presiden 5 Juli 1959, ia nampak sangatprogresif sebagai ketua LKN (Lembaga KebudayaanNasional) PNI, ia bekerja sama dengan Lekra, sajak-sajaknya bersifat “revolusioner”.
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Jassin menjelaskan humanisme tidak lain dariperikemanusiaan; tidak sama dengan humaniteit(humanitas) yang artinya rasa perikemanusiaanpada satu orang saja. Humanisme adalah aliranyang lebih luas, tambahan “universal” itu untukmemperkuat, yaitu bukan hanya humanismeIndonesia, melainkan lebih luas, yaitupersaudaraan dunia
Asrul Sani mengatakan yang penting dalam karyasastra masalah kemanusiaan umum, masalahmanusia yang menderita oleh segala macampenderitaan, tanpa memandang bulu, masalahmanusia dalam esensinya.
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Aoh K. Hadimaja menerangkan pengertian kritiksastra umum, yaitu tulisan yang membahas tulisanseseorang, bukan hanya karya sastra saja,melainkan juga buku pelajaran, hukum, sosiologi,dan lainnya. Aoh juga menilai karya sastra dari segikebaruan, keaslian, dan kejujuran.
Chairil Anwar menekankan kriteria estetik dalamsajak berupa kebaruan: “sastrawan harus beranimerombak sampai yang keramat”. Jadi, sastrawanharus berani menyimpangi aturan beku danmelanggar larangan yang menghalangi.
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
2. Teori Kritik Sastra Kelompok Lekra
Pada tanggal 17 Agustus 1950 Lekra didirikandengan paham realisme sosial
Teori realisme sosial diterapkan dalam penciptaansastra dan kritik sastra
Bahri Siregar mengatakan bahwa sastrawan-sastrawan yang bergabung dalam Lekra tegasberpihak kepada rakyat dan mengabdi kepadarakyat, atas dasar paham “seni untuk rakyat”menolak aliran “seni untuk seni”.
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Lekra berdiri atas inisiatif D.N. Aidit (tokoh utamaPKI), dan tokoh PKI lainnya Njoto, M.S. Ashar, danA.S. Dharta. Para anggota pertamanya adalahpengurusnya sendiri, terdiri atas A.S. Dharta, M.S.Ashar, Njoto, Henk ngantung, Sudharnoto, HermanArjuno, dan Joebaar Ajoeb
Sastrawan dan kritikus Lekra yang terkenal adalahBakri Siregar, Boejoeng Saleh Poeradisastra,Joebaar Ajoeb, Klara Akustia (A.S. Dharta), Hr.Bandaharo, dan Pramoedya Ananta Toer
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
3. Teori Sastra Revolusioner dan Kritik SastraRevolusioner Sitor Situmorang
Sastra revolusioner merupakan varian dari teorikritik sastra Lekra
Gagasan sastra dan kritik sastra revolusionerberkembang pada saat dekrit Presiden Soeharto,Pemimpin besar Revolusi Indonesia, yaitu 5 Juli1959, dekrit presiden untuk kembali ke UUD 1945.
Konsep sastra dan kritik sastra revolusioner inibersandar pada pidato-pidato kenegaraan PresidenSoekarno pada setiap tanggal 17 Agustus, sejak 17Agustus 1959 sampai 17 Agustus 1965
D. Teori Kritik Sastra pada Periode Angkatan 45
Terlebih pidato yang terkenal dengan Manipol-USDEK (Manifesto Politik UUD 1945, SosialismeIndonesia, Demokrasi Terpimpin, EkonomiTerpimpin, Kepribadian Indonesia).
Teori sastra dan kritik sastra revolusionerberorientasi pada revolusi, jadi orientasinyapragmatik