5. Mp Kooperatif

51
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk beriteraksi dengan sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Dari adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan), saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Perbedaan antarmanusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal banyak dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan lain-lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan bagaimana guru dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar satu sama lain? Bagaimana guru dapat menyusun kegiatan kelas sedemikian rupa sehingga siswa akan berdiskusi, berdebat, dan menggeluti ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep dan keterampilan tersebut? Bagaimana guru 1

description

ilmu

Transcript of 5. Mp Kooperatif

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangManusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk beriteraksi dengan sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Dari adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan), saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Perbedaan antarmanusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal banyak dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan lain-lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan bagaimana guru dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar satu sama lain? Bagaimana guru dapat menyusun kegiatan kelas sedemikian rupa sehingga siswa akan berdiskusi, berdebat, dan menggeluti ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep dan keterampilan tersebut? Bagaimana guru dapat memanfaatkan energi sosial seluruh rentang usia siswa yang begitu besar di dalam kelas untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran roduktif? Bagaimana guru dapat mengorganisasikan kelas sehingga siswa saling menjaga satu sama lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama lain, dan belajar untuk menghargai satu sama lain terlepas dari suku, tingkat kinerja, atau ketidakmampuan karena cacat? Model pembelajaran kooperatif nampaknya merupakan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok yang terkelola dan terorganisasikan sedemikian sehingga peserta didik bekerja sama dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan-tujuan akademik, effektif dan sosial (Johnson dan Johnson,1989). Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat lima prinsip yang harus tercermin didalamnya.. lima prinsip tersebut adalah : 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; dan 5)evaluasi proses kelompok (Lie, 2000). Dalam menyelesaikan tugasnya, peserta didik yang satu membutuhkak peserta didik yang lain, karena mereka bekerja dalam satu team. Masing-masing peserta didik memiliki tanggung jawab untuk memberikan kontribusi pada kelompoknya. Peserta didik yang paham terhadap salah satu tugas harus membantu peserta didik lain yang belum memahami tugas tersebut. Demikian pula peserta didik yang belum paham harus meminta penjelasan kepada yang telah paham. Mereka juga harus berinteraksi satu sama lainnya melalui tatap muka dan komunikasi. Evaluasi dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran demikian akan mengeliminasi kompetisi yang menimbulkan krisis kepribadian seperti frustasi, kecemasan yang berlebihan, dan rasa rendah diri yang berujubg pada motivasi belajar yang rendah. Dari uraian diatas, nampak bahwa model pembelajaran koopertif dapat menjadi solusi alternatif dalam mengurangi dampak krisis kepribadian sebagaiman yang dikemukakan oleh Erikson.

B. Rumusan Masalah1. Pengertian pembelajaran kooperatif2. Teori-teori apa sajakah yang mendukung model pembelajaran kooperatif.3. Langkah langkah pembelajaran kooperatif4. Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif5. Model- model pembelajaran kooperatif

C. Tujuan1. Mengetahui Pengertian pembelajaran kooperatif2. Mengetahui teori yang mendukung model pembelajaran kooperatif.3. Mengetahui Langkah langkah pembelajaran kooperatif4. Mengetahui Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif5. Mengetahui Model- model pembelajaran kooperatif

BAB IIPEMBAHASAN

A. PengertianPosamentier secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme. Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37).Agus Suprijono (2009: 54) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.Menurut Slavin menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikannya dengan temannya. Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah peran guru dari peran yang berpusat pada Model Pembelajaran Kooperatif 3 gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal.

B. Teori-Teori Pendukung Model Pembelajaran KooperatifModel pembelajaran kooperatif memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori pembelajaran sosial (Arends, 1997). Fokus pembelajaran kooperatif tidak saja tertumpu pada apa yang dilakukan peserta didik tetapi juga pada apa yang dipikirkan peserta didik selama aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dari uraian di atas nampak bahwa guru bukanlah sebagai pusat pembelajaran, sumber utama pembelajaran, serta pentransfer pengetahuan sebagaimana terjadi pada pembelajaran konvensional. Pusat pembelajaran telah bergeser dari guru ke peserta didik. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik, pembimbing peserta didik dalam belajar 4 kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam memecahkan masalah, dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan kooperatif.Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah: a) Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik (Piaget dan Vygotsky)b) Teori Psikologi Sosial (Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin).1. Teori Psikologi Kognitif -KonstruktivistikJean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan dua ahli psikologi kognitif yang besar sumbangannya dalam mendukung pengembangan pembelajaran kooperatif (http://.users.muohio.edu/shermanlw/wolf_chapter-draft3-25.html). Sumbangan pemikiran dan penelitian dari kedua ahli tersebut serta kaitannya dengan model pembelajaran kooperatif dijelaskan dalam uraian berikut.a. Teori PiagetPiaget (dalam Slavin, 2000) memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu bawaan yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Baik lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget meyakini bahwa pengalaman secara fisik dan pemanipulasian lingkungan akan mengembangkan kemampuannya. Ia juga mempercayai bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya dalam mengemukakan ide dan berdiskusi akan membantunya memperjelas hasil pemikirannya dan menjadikan hasil pemikirannya lebih logis.(Slavin, 2000). Melalui pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang sebelumnya memiliki pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang diamati akan merubah pemikirannya menjadi obyektif Aktivitas berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu struktur kognitif (mental) yang disebut dengan "scheme" atau pola berpikir (patterns of behavior or thinking).Berkaitan dengan pandangan Piaget dalam hal pembelajaran, Duckworth (Slavin, 1995) mengemukakan bahwa pedagogi yang balk harus melibatkan anak pada situasi di mana anak mandiri melakukan percobaan, dalarn arti anak mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tandatanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendirijawabannya, mencocokkan apa yang la temukan dan membandingkan temuannya dengan anak lain.b. Teori VygotskyLev Semionovich Vygotsky, seorang ahli psikologi Rusia memiliki kesamaan dengan Piaget (ahli psikologi dan biologi dari Switzerland) dalam memandang perkembangan kognitif anak Vygotsky memandang bahwa akuisisi "system isyarat" (sign system) terjadi dalam sekuen tahapan yang invarian untuk setiap anak sebagaimana disampaikan oleh Piaget. Namun, Vygotsky berbeda dalam memandang "pemicu" perkembangan kognitif anak. Ia meyakini bahwa perkembangan kognitif anak terkait sangat kuat dengan masukan dari orang lain. Vygotsky mendasarkan karyanya pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari konteks pengalaman historis dan budaya anak. Kedua, perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (sign system) di mana ia tumbuh. Sistem isyarat mengacu kepada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang bertikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah. Teori Vygotsky di atas mempunyai dua implikasi utama dalam pembelajaran, yaitu, perlunya pengelola pembelajaran secara kooperatif dengan pengelompokkan peserta didik secara heterogen dari sisi kemampuan 5 akademik, dan kedua, pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya scaffolding, dengan menekankan pentingnya tanggung jawab peserta didik pada tugas belajarnya. (Slavin, 2000). Vygotsky menekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe manusia. Menurut Vygotsky (Slavin, 2000), peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik. Pada setting kooperatif, peserta didik dihadapkan pada proses berpikir teman sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih kompeten akan sangat efektif dalam mendorong petrtumbuhan daerah perkembangan proximal (Zone of Proximal Development) anak. Vygotsky yakin bahwa tujuan belajar akan tercapai jika anak belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan orang saat ini. Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik bekerja didalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas-tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.2. Teori Psikologi Sosiala. Teori John Dewey dan Herbert ThelanMenurut Dewey (Arends, 1997), kelas seharusnya merupakan cermin dari masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam kehidupan nyata. Dewey menegaskan bahwa guru perlu menciptakan sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar peserta didik dalarn kelas. Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi peserta didik untuk belajar secara kooperatif dan memikirkan masalah-masalah sosial yang penting setiap hari. Bersamaan dalam aktivitasnya rnemecahkan masalah di kelompoknya, peserta didik belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan peserta didik lain.Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan (dalam Arends, 1997) berpendapat bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan masalah antar pribadi. Thelan tertarik dengan dinamika kelompok dan rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar konseptualuntuk pengembangan pembelajaran kooperatif (Arends, 1997).b. Teori Gordon AllportAliport (Arends, 1997) berpandangan bahwa hukum saja tidaklah cukup untuk mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan secara baik antar kelompok. Pandangan Allport dikenal dengan "The Nature of Prejudice". Untuk mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan satu sama lain adalah dengan jalan mengumpulkan mereka (antar suku atau ras) dalam satu lokasi, kontak langsung dan bekerjasama antar mereka. Shlomo Sharan dan koleganya menyimpulkan adanya tiga kondisi dasar untuk memformulasikan pandangan Allport untuk mengurangi kecurigaan antar kelompok dan meningkatkan penerimaan antar mereka. Tiga kondisi tersebut adalah: 1) kontak langsung antar suku atau ras; 2) dalam seting tertentu, mereka bekerjasama dan berperan aktif dalam kelompok; 3) dalam seting tersebut, mereka secara resmi menyetujui adanya kerjasama (Arends, 1997).c. Teori Kurt LewinKurt Lewin yang lahir pada tahun 1890 di Polandia ini dapat dipandang sebagai Bapak Psikologi Sosial. (http://.users.muohio. edu/shermanlw/wolf_ chapter-draft3-25.html). Lewin sangat tertarik pada masalah-masalah pergerakan yang dinamis dalam kelompok (group dynamics movement), terutama tentang resolusi konflik sosial yang terjadi di antara para peserta didik. Dalam suatu kelompok, ada duakernungkinan yang dapat terjadi, yaitu: mendorong penerimaan sosial (promotesocial acceptance) atau meningkatkan jarak/ketegangan sosial (increase social distance). Pandangan-pandangan Lewin tentang dinamika kelompok ini kemudian dikembangkan oleh para peserta didikpeserta didiknya. D. Johnson, E. Aronson, R. Schmuck dan L. Sherman adalah generasi ke-tiga dari Lewin (peserta didik dari peserta didik Lewin) yang turut mengembangkan pandangan-pandangan Lewin tersebut di atas.Para penerus Lewin mencari cara bagaimana memfasilitasi integrasi dan memajukan hubungan antar manusia, mendorong demokrasi dan mengurangi timbulnya konflik. Dari sini muncul berbagai strategi pembelajaran kooperatif. Para penerus Lewin (terutama generasi kedua dan ketiga Lewin) mengembangkan berbagai teknik pembelajaran kooperatif yang menggabungkan pandangan teoripsikologi sosial dari Lewin dan psikologi kognitif. Deutsch (dalam Slavin, 1995)mengembangkan prinsip "ketergantungan" (interdpendence), yang kemudian ia bagi menjadi ketergantungan positip dan negatif. Johnson & Johnson mengembangkan "creative conflict" dan Slavin dengan "group contingencies".Banyak hasil penelitian Lewin yang mengetengahkan pentingnya partisipasi aktif dalam kelompok untuk mempelajari ketrampilan baru, mengembangkan sikap baru, dan memperoleh pengetahuan. Hasil penelitiannya juga menunjukkan betapa produktifnya kelompok bila anggota-anggotanya berinteraksi dan kemudian saling merefleksikan pengalaman-pengalamannya. (Johnson & Johnson, 2000).

C. Langkah- langkah Pembelajaran KooperatifPembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut. penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.Tujuan Pembelajaran Kooperatif Hasil belajar akademik , yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit. Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang. Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok.

Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif :FaseIndikatorAktivitas Guru

1Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswaGuru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa

2Menyajikan informasiGuru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

3Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajarGuru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien

4Membimbing kelompok bekerja dan belajarGuru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas

5EvaluasiGuru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

6Memberikan penghargaanGuru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.

D. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif1. Kelebihan Pembelajaran KooperatifKelebihan model pembelajaran kooperatif terdiri atas: Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiriJika belajar sendiri sering kali rasa bosan timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit.Dengan belajar bersama, orang punya teman yang memaksa aktif dalam belajar.Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan. Dapat merangsang motivasi belajar Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan ada saingan. Jika udah menghabiskan waktu dan tenaga yang sama dan ternyata ada teman yang mendapat nilai lebih baik, akan timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu ingin mempertahankan agar tidak akan dikalahkan teman-temannya.

Ada tempat bertanya Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan anggota kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah.Dalam belajar berkelompok, seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri.Ide teman dapat dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling melengkapi. Kesempatan melakukan resitasi oral Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman belajar.Inilah saat yang baik untuk resitasi.Akan dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan. Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya akan mudah mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang turut campur dan tangan yang menulis.Semuanya sama-sama mengingat di kepala.Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini dapat kurang kuat.

2. Kelemahan Pembelajaran KooperatifKelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut. a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai;c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dand. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.Slavin (Miftahul, 2011: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau apa yang disebutnya pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.a. Free RiderJika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru berdampak pada munculnya free rider atau pengendara bebas. Yang dimaksud free rider disini adalah beberapa siswa yang tidak bertanggungjawab secara personal pada tugas kelompoknya mereka hanya mengekor saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok-kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani atu lembar kerja, satu proyek, atau satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa anggota yang mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian anggota yang lain justru bebas berkendara, berkeliaran kemana-mana.b. Diffusion of responsibilityYang dimaksud dengan diffusion of responsibility (penyebarantanggung jawab) ini adalah suatu kondisi di mana beberapa anggota yangdianggap tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggota-anggota lain yanglebih mampu. Misalnya, jika siswa ditugaskan untuk mengerjakan tugasIPA, beberapa anggota yang dipersepsikan tidak mampu menghafal ataumemahami materi tersebut dengan baik sering kali tidak dihiraukan olehteman-temannya yang lain. Siswa yang memiliki skill IPA yang baik punterkadang malas mengajarkan keterampilannya pada teman-temannya yangkurang mahir di bidang IPA. Hal ini hanya membuang-buang waktu danenergi saja.c. Learning a Part of Task SpecializationBeberapa model pembelajaran tertentu, seperti Jigsaw, GroupInvestigation, dan metode-metode lain yang terkait, setiap kelompokditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang berbedaantarsatu sama lain. Pembagian semacam ini sering kali membuat siswahanya fokus pada bagian materi lain yanng dikerjakan oleh kelompok lainhampir tidak dihiraukan sama sekali, padahal semua materi tersebut salingberkaitan satu sama lain.Slavin (Miftahul,2011: 69) mengemukakan bahwa ketiga kendala inibisa diatasi jika guru mampu melakukan beberapa faktor sebagai berikut:

i. Mengenakan sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswanya.ii. Selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiapsiswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerjakelompok, dan yang paling pentingiii. Mengintegrasikan metode yang satudengan metode yang lain.

E. Model-model Pembelajaran Kooperatif1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STADa. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STADPembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division), tipe ini dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins dan merupakan model pembelajarankooperatif paling sederhana (Ibrahim dkk, 2000 : 6). Masing-masing kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen (Depelovment MA Project, 2002 : 31), sehingga dalam satu kelompok akan terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua orang kemampuan sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah. Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap anggota mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnis, maupun kemampuan. Guru menyampaikan materi pelajaran. Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi pelajaran yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab pertanyaan atau kuis dari guru siswa tidak saling membantu. Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi pelajaran, dan kepada siswa secara indivual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kesimpulan.Kelebihan dalam pembelajarankooperatif tipe STAD adalah: Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 72).Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: Membutuhkan waktu yang lama Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 72). Tes , Siswa diberikan kuis dan tes secara perorangan. Pada tahap ini setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuias atau tes ini, setiap siswa bekerja sendiri bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Penentuan Skor, Hasil kuis atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang diperoleh siswa masukkan dalam daftar skor individual, untuk melihat peningkatan kemampuan individual. Rata-rata skor peningkatan individual merupakan sumbangan bagi kinerja percapaian hasil kelompok. Penghargaan terhadap kelompok, Berdasarkan skor peningkatan individu diperoleh skor kelompok. Dengan demikian, skor kelompok sangat tergantung dari sumbangan skor individu.

2. Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)a. PengertianMenurut Slavin (2005) tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajarsiswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebihbanyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada model pembelajaran TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.Model pembelajaran TAI dimana siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil (5 siswa) secara heterogen yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok yang mempunyai lebih dibandingkan anggotanya. Selain itu guru mempunyai fleksibilitas untuk berpindah dari kelompok ke kelompok atau dari individu ke individu, kemudian para siswa dapat saling memeriksa hasil kerja mereka, mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam kelompok dapat ditangani sendiri maupun dengan bantuan guru apabila diperlukan.Miftahul (2011) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaranTAI, siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuannya yang beragam.Masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa dan ditugaskan untukmenyelesaikan materi pembelajaran atau PR. Dalam model pembelajaranTAI, setiap kelompok diberikan serangkaian tugas tertentu untuk dikerjakanbersama-sama. Poin-poin dalam tugas dibagikan secara berurutan kepadasetiap anggota (misalnya, untuk materi IPA yang terdiri dari 8 soal, berartiempat anggota dalam setiap kelompok harus saling bergantian menjawabsoal-soal tersebut). Semua anggota harus saling mengecek jawaban temantemansatu kelompoknya dan saling memberi bantuan jika memangdibutuhkan. Setiap kelompok harus memastikan bahwa semua anggotanyapaham dengan materi yang telah didiskusikan.Masing-masing anggota diberi tes individu tanpa bantuan dari anggotayang lain. Selama menjalani tes individu ini, guru harus memperhatikansetiap siswa. Skor tidak hanya dinilai oleh sejauh mana siswa mampumenjalani tes itu, tetapi juga sejauh mana mereka mampu bekerja secaramandiri (tidak mencontek).Penghargaan (reward) diberikan kepada kelompok yang mampumenjawab soal-soal dengan benar lebih banyak dan mampu menyelesaikanPR dengan baik. Guru memberikan poin tambahan (extra point) kepada siswayang mampu memperoleh nilai rata-rata yang melebihi KKM pada ujian final.Karena dalam model pembelajaran TAI siswa harus saling mengecekpekerjaannya satu sama lain dan mengerjakan tugas berdasarkan rangkaiansoal tertentu, guru sambil lalu bisa memberi penjelasan seputar soal-soal yangkebanyakan dianggap rumit oleh siswa. Pada model pembelajaran TAI ini,akuntabilitas individu, kesempatan yang sama untuk sukses, dan dinamikamotivasional menjadi unsur-unsur utama yang harus ditekankan oleh guru.b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru;2. Guru memberikan kuis (pretest) secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal;3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 45 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi,sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender;4. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok;5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari;6. Guru memberikan kuis (posttest) kepada siswa secara individual7. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsawa. Pengertian Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins. Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 : 52).c. Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi enam tahapan, yaitu : Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku teks, atau bentuk lain Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan kerja di tempat duduk masing-masing Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa Nurhadi dan Agus Gerrard, 2003 : 40)Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa : Menyiapkan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi, Beberapa aspek dari tujuan dan motivasi siswa tidak berbeda untuk pembelajaran model jigsaw. Guru yang berhasil memulai pelajaran dengan menelaah ulang, menjelaskan tujuan mereka dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan menunjukkan bagaimana pelajaran itu terkait dengan pelajaran sebelumnya. Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku teks atau bentuk-bentuk lain, Menyajikaninformasi verbal secara jelas kepada siswa dan memberikan petunjuk bagaimana melakukannya. Petunjuk itu tidak akan diulang di sini. Bagaimanapun juga, penting untuk menggarisbawahi suatu perhatian singkat tentang penggunaan buku teks. Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan yaitu: Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain iswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 70).Sedangkan kekurangannya, yaitu : Membutuhkan waktu yang lama Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 71).

4. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments ( TGT )a. PengertianModel pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.Teams games tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams games tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Nur & Wikandari (2000) menjelaskan bahwa Teams games tournament TGT telah digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dan paling cocok digunakan untuk mengajar tujuan pembelajaranyang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar, seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA.b. Langkah-langkah pembelajaran TGTLangkah 1 : Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran seperti biasa, bisa dengan ceramah, diskusi, demonstrasi atau eksperimen bergantung pada karakteristik materi yang sedang disampaikan dan ketersediaan media di sekolah yang bersangkutan. Pada kesempatan ini guru harus memberitahu siswa agar cermat mengikuti proses pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada fase ini sangat bermanfaat untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor kuis yang akan diperoleh sangat menentukan skor tim mereka.Langkah 2: Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok)Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4-6 orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang. Fungsi kelompok disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk belajar mengkaji materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu anggota yang kemampuan akademiknya kurang sehingga mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis. Kekompakkan kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan antar sesama anggota tim, rasa percaya diri, dan keakraban antar siswa.Langkah 3: Tahap Permainan (Game Tournament)Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan.Materinya terdiri dari sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan oleh guru pada fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa setelah memperoleh informasi secara klasikal dan hasil latihan di kelompoknya. Dalam permainan ini, posisi meja turnamen diatur sebagai berikut (Sumber: Slavin dalam Purwati, 2010).Siswa dari suatu kelompok ditempatkan pada meja tournament berdasarkan tingkat kemampuan mereka. Pada meja 1 ditempatkan wakil-wakil siswa yang berkemampuan akademik tinggi, pada meja 2 dan 3 ditempatkan siswa yang berkemampuan rata-rata, sedangkan pada meja 4 ditempatkan oleh para siswa yang berkemampuan rendah. Selanjutnya, para siswa akan mengalami perubahan posisi dari satu meja ke meja yang lain tergantung dari kemampuan mereka dalam mengikuti lomba atau tournament. Pemenang pertama pada suatu meja bisa berpindah meja yang berkualifikasi lebih tinggi, pemenang kedua tetap tinggal di meja semula, sedangkan siswa yang memperoleh skor terendah akan bergeser ke meja yang ditempati oleh siswa yang berkualifikasi lebih rendah. Dengan cara ini maka penempatan siswa pada saat awal akan dapat bergeser naik atau turun sampai menempati posisi yang sesuai dengan tingkat kemampuan yang sesungguhnya mereka miliki.Peraturan permainanPermainan diawali dengan memberitahukan aturan permainan kepada siswa.Setelah itu dilanjutkan dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik diatas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut Slavin, 1995 (dalam Kurniawan, 2008).1. Tiap meja terdiri dari 4-6 orang siswa yang berasal dari kelompok yang berbeda/heterogen.2. Setiap pemain dalam tiap meja menentukan terlebih dahulu pembaca soal dan pemain pertama dengan cara undian. Pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain.3. Soal dikerjakan secara mandiri oleh penantang dan pemain sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang.4. Pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang memberikan jawaban benar. Jika semua jawaban pemain salah, maka kartu dibiarkan saja.5. Permainan dilanjutkan dengan kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dan posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain dan penantang.6. Dalam permainan, pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawaban kepada peserta yang lain.7. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.8. Setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh oleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.Langkah 4: Tahap Pemberian Penghargaan KelompokSkor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan skor anggota setiap kelompok, kemudian dicari rata-ratanya. Berdasarkan skor rata-rata kelompok akan diperoleh gambaran perbedaan prestasinya. Dari skor rata-rata kelompok ini guru dapat memberikan penghargaan kepada setiap kelompok berdasarkan kriteria seperti pada tabel berikut.

Kriteria Penghargaan untuk KelompokNoKriteria (Rata-rata Kelompok)Predikat

1X