45741386 Skripsi Pendidikan 142

133
PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA ANAK SULUNG DENGAN ANAK BUNGSU PADA SISWA KELAS II SMA NEGERI 11 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2004/2005 SKRIPSI Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1 untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh HINDUN SRI RAHMAWATI NIM. 1314000038 JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 200 5

description

pendidikan

Transcript of 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Page 1: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA ANAK SULUNG DENGAN

ANAK BUNGSU PADA SISWA KELAS II SMA NEGERI 11

SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2004/2005

SKRIPSI

Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

HINDUN SRI RAHMAWATI

NIM. 1314000038

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2005

Page 2: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui pembimbing dipertahankan di hadapan Sidang Panitia

Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 27 Juli 2005

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

D r s . S i s wa n t o , M M D r a . N in i k S e t y o wa ni NIP. 130515769 NIP. 130788543

Pembimbing I Angggota Penguji

Drs. Suharso, M.Pd 1. Drs. SoeparwotoNIP. 131754158 NIP. 130368009

Pembimbing II

Drs. Eddy Purwanto, M.Si 2. Drs. Suharso, M.PdNIP. 131699302 NIP. 131754158

3. Drs. Eddy Purwanto, M.SiNIP. 131699302

Page 3: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Individu yang sehat adalah individu yang bertangungjawab dan mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya dalam mengatasi masalah-masalah yang ada.

Ngelmu iku pangekesing angkara, agama ageming arti.

Saat jiwa meredup dan kegelapan menyelimuti sisakan satu ruang untuk bercermin dan dengarkan suara bening dalam hati

Persembahan

Skripsi ini ku persembahkan untuk:

1. Ibu dan Bapak yang selalu penuh cinta

(Semoga bisa menjadi pengobat luka.)

2. Mas Ali, Mas Win, Rifai, Krisna dan

Sifa.

3. Geminiku dan keluarga besar.

4. Penghuni Perdana Palace (yang telah

bereinkarnasi).

5.

Page 4: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberi

karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya hingga Penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul Perbedaan kemandirian antara Anak Sulung dengan

Anak Bungsu pada Siswa Kalas II SMA Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran

2004/2005.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa tersusunnya skripsi ini bukan

hanya atas kemampuan dan usaha penulis semata, melainkan juga berkat bantuan

berbagai pihak, oleh karena itu Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

1. Dr. H. A.T Soegito, SH., MM, Rektor Universitas Negeri Semarang yang

telah memberikan kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi.

2. Drs. Siswanto, MM, Dekan Fakulitas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan izin penelitian.

3. Drs. Suharso, M.Pd., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakulitas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang dan Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan kemudahan administrasi serta arahan dalam penyusunan skripsi.

4. Drs. Eddy Purwanto, M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, motivasi dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. Soedjono, Kepala SMA Negeri 11 Semarang yang telah berkenan

memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Para Guru dan karyawan SMA Negeri 11 Semarang yang telah berkenan

memberi bantuan informasi, dan kesempatan untuk melakukan penelitian.

7. Seluruh siswa kelas II SMA Negeri 11 Semarang yang telah bersedia menjadi

responden dalam penelitian ini.

Page 5: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

8. Teman-teman seperjuangan ”Pasukan Konselor 2000” (Ingat, Problem never

die”).

9. Jiwa-jiwa penghuni Perdana Palace dengan berbagai varietas yang

mengesankan.

10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dan dorongan baik materiil maupun spiritual sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca semua.

Semarang, Juli 2005

Penulis

Page 6: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

ABSTRAK

Hindun Sri Rahmawati, 2005. Perbedaan kemandirian antara Anak Sulung dengan Anak Bungsu pada Siswa Kelas II SMA Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling. FIP. UNNES.

Tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui secara diskriptif kemandirian anak sulung, 2) Untuk mengetahui secara diskriptif kemandirian anak bungsu, dan 3) Untuk mengetahui perbedaan kemandirian antara anak sulung dan anak bungsu. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan dalam dunia pendidikan, khususnya bimbingan dan konseling tentang kemandirian anak sulung dan anak bungsu dan secara praktis dapat memberikan informasi tentang kemandirian anak sulung dan anak bungsu di SMU Negeri 11 Semarang pada tahun pelajaran 2004/2005 kepada siswa sebagai anak, orang tua atau wali murid dan guru pembimbing sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan kemandirian anak atau siswa asuh melalui kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah maupun pengembangan kemandirian mahasiswa oleh para dosen.

Populasi penelitian ini siswa kelas II SMA Negeri 11 Semarang tahun pelajaran 2004/2005 yang berkedudukan sebagai anak sulung dan yang berkedudukan sebagai anak bungsu berjumlah 234 siswa. Teknik pengambilan sampel dengan purposive proporsional random sampling. Jumlah sampel yang diteliti yaitu 58 siswa yang terbagai atas 30 siswa adalah anak sulung dan 28 siswa adalah anak bungsu. Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu urutan kelahiran (anak sulung dan anak bungsu) sebagai variabel bebas dan kemandirian sebagai bariabel terikat. Data diambil dengan skala kemandirian. Data yang diperoleh dianalisis dengan statistik deskriptif dan uji t.

Hasil deskriptif diperoleh informasi bahwa kemandirian anak sulung telah masuk dalam kriteria tinggi sedangkan kemandirian anak bungsu masuk dalamkriteria sedang. Ditinjau dari tiap-tiap sub variabel kemandirian menunjukkanbahwa anak sulung pada aspek intelektual berada pada kategori sedang,sedangkan pada aspek ekonomi, emosi dan sosial berada pada kriteria tinggisedangkan pada anak bungsu pada aspek intelektual, ekonomi, emosi dan sosial seluruhnya berada dalam kriteria sedang. Hasil uji beda mean dengan uji t test antara kemandirian anak sulung dan anak bungsu diperoleh harga thitung = 3,45 > ttabel = 2,00. Hal ini berarti terdapat perbedaan kemandirian yang signifikan antara anak sulung dengan anak bungsu.

Berkaitan dengan hasil penelitian ini penulis dapat mengajukan saran yang dapat disampaikan melalui Guru Pembimbing antara lain: 1) Bagi para siswa yang menjadi anak bungsu hendaknya menyadari bahwa tidak selamanya mereka dapat menggantungkan diri pada orang lain baik orang tua maupun kakaknya. Oleh karena itu hendaknya mulai dari sekarang mereka belajar meningkatkan kemandirian baik dalam hal ekonomi, emosi sosialnya agar dapat melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang lain, 2) Bagi orang tua hendaknya tidak hanya membebankan seluruh tanggungjawab kepada anak sulung. Mereka seharusnya juga memberikan tanggung jawab kepada anak bungsu dalam upaya mengembangkan kemandiriannya, 3) Guru pembimbing di sekolah hendaknya memberikan perhatian khusus kepada anak didiknya dengan status kelahiran bungsu saat memberikan layanan pembentukan kemandirian agar mereka dapat memiliki tingkat kemandirian yang sama dengan anak sulung dan 4) Bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian dengan topik yang sama dapat menekankan pada aspek kemandirian belajar siswa.

Page 7: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................. 4

C. Penegasan Istilah ................................................................... 5

D. Tujuan Penelitian ................................................................... 6

E. Manfaat Penelitian ................................................................. 6

F. Sistematika Skripsi ................................................................ 7

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ..................................... 9

A. Kemandirian .......................................................................... 9

1. Pengertian Kemandirian ................................................... 10

2. Aspek-aspek Kemandirian ............................................... 11

3. Ciri-ciri Kemandirian ....................................................... 13

4. Terbentuknya Kemandirian dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Terbentuknya Kemandirian ..................... 16

B. Urutan Kelahiran ................................................................... 26

1. Anak Sulung .................................................................... 30

2. Anak Bungsu ................................................................... 32

Page 8: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

C. Kerangka Berpikir Tentang Perbedaan Kemandirian Anak

Sulung dan Anak Bungsu....................................................... 34

D. Hipotesis................................................................................ 39

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 40

A. Jenis dan Desain Penelitian .................................................... 40

B. Variabel Penelitian................................................................. 40

C. Populasi dan Sampel .............................................................. 42

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ...................................... 45

E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen....................................... 48

F. Teknik Analisis Data ............................................................. 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 54

A. Hasil Penelitian...................................................................... 54

1. Hasil Uji Coba Instrumen.................................................

2. Deskripsi Data Kemandirian Anak Sulung dan Anak

54

Bungsu............................................................................. 55

3. Hasil Analisis Data .......................................................... 62

E. Pembahasan ........................................................................... 64

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 68

A. Simpulan ............................................................................... 68

B. Saran ...................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 70

LAMPIRAN ................................................................................................. 72

Page 9: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ciri Kepribadian Menurut Urutan Kelahiran ........................................... 29

2. Kecenderungan perbedaan kemandirian anak sulung dan anak bungsu .... 38

3. Anak Sulung dan Anak Bungsu SMA Negeri 11 Semarang ..................... 43

4. Persentase Pada Kelompok Sampel ......................................................... 44

5. Pengambilan Sampel ............................................................................... 45

6. Penskoran item berdasar jenis pernyataan................................................ 47

7. Penentian Kriteria Kemandirian .............................................................. 50

8. Distribusi Frekuensi Kemandirian Anak Sulung ...................................... 56

9. Distribusi Frekuensi Kemandirian Anak Bungsu ..................................... 56

10. Rata-rata Skor Subvariabel Kemandirian Anak Sulung dan Bungsu

Siswa Kelas II SMA Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005... 58

11. Distribusi Frekuensi Tiap Subvariabel Kemandirian Anak Sulung dan

Anak Bungsu Siswa Kelas II SMA Negeri 11 Semarang Tahun

Pelajaran 2004/2005................................................................................ 58

12. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data ...................................................... 64

13. Ringkasan Hasil Uji t .............................................................................. 65

14. Ringkasan Hasil Uji t dari Setiap Subvariabel Kemandirian .................... 66

Page 10: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tiga Aspek Pembentuk Kemandirian ...................................................... 14

2. Perkembangan Kemandirian Pada Tiap Masa Perkembangan .................. 19

3. Kemandirian Sebagai Hasil Interaksi Individu Dengan Lingkungan ........ 22

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kemandirian................. 27

5. Bagan Distribusi Bergolong Kemandirian Anak Sulung dan Anak

6.

7.

Bungsu....................................................................................................

Bagan Distribusi Bergolong Kemandirian Anak Sulung dan Anak

Bungsu pada Aspek Intelektual ...............................................................

Bagan Distribusi Bergolong Kemandiriana Anak Sulung dan Anak

59

61

8.

Bungsu pada Aspek ekonomi ..................................................................

Bagan Distribusi Bergolong Kemandirian Anak Sulung dan Anak

62

9.

Bungsu pada Aspek emosi ......................................................................

Bagan Distribusi Bergolong Kemandirian Anak Sulung dan Anak

Bungsu pada Aspek Sosial ......................................................................

62

63

Page 11: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Anak Sulung Anak Bungsu Kelas II SMA Negeri 11 Semarang

tahun Pelajaran 2004/2005 ................................................................... 74

2. Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba .............................................................. 78

3. Instrumen Uji Coba.............................................................................. 79

4. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ............................................................. 84

5. Instrumen Penelitian ............................................................................ 85

6. Data Hasil Uji Coba Instrumen ............................................................ 90

7. Contoh Perhitungan Validitas Skala Kemandirian ................................ 94

8. Contoh Perhitungan Reliabilitas........................................................... 95

9. Data Hasil Penskoran Skala Kemandirian Anak Sulung ....................... 96

10. Data Hasil Penskoran Skala Kemandirian Anak Bungsu ...................... 98

11. Penentuan Kriteria Pada Analisis Deskriptif......................................... 100

12. Deskripsi Frekuensi Kemandirian Anak Sulung ................................... 102

13. Uji Normalitas Data Kemandirian Anak Sulung................................... 103

14. Deskripsi Frekuensi Kemandirian Anak Bungsu .................................. 104

15. Uji Normalitas Data Kemandirian Anak Bungsu .................................. 105

16. Tabel Persiapan Uji Perbedaan Kemandirian antara Anak Sulung

dengan Anak Bungsu ........................................................................... 106

17. Uji Perbedaan Kemandirian Anak sulung dengan Anak Bungsu........... 107

18. Uji Perbedaan Kemandirian Anak sulung dengan Anak Bungsu Pada

Indikator Intelektual............................................................................. 108

19. Uji Perbedaan Kemandirian Anak sulung dengan Anak Bungsu Pada

Indikator Ekonomi ............................................................................... 109

20. Uji Perbedaan Kemandirian Anak sulung dengan Anak Bungsu Pada

Indikator Emosi ................................................................................... 110

21. Uji Perbedaan Kemandirian Anak sulung dengan Anak Bungsu Pada

Indikator Sosial.................................................................................... 111

22. Permohonan Ijin Penelitian .................................................................. 112

23. Surat Ijin Penelitian dari Diknas Semarang .......................................... 113

24. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian ......................... 114

Page 12: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ketika terlahir manusia berada dalam keadaan lemah. Untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada bantuan orang-orang disekitarnya.

Berlanjutnya perkembangan mengantarkan seorang anak pada masa remaja. Pada

masa ini kebutuhan hidup lebih beragam dengan tingkat kesulitan yang lebih

tinggi. Pada masa sekolah tingkat menengah atas, anak sedang mempersiapkan

diri menuju proses pendewasaan diri. Anak melalui tahun-tahun terakhir masa

pendidikan dasar dan menengahnya untuk kemudian melangkah menuju dunia

peguruan tinggi atau meniti karier.

Ada banyak pilihan bagi mereka dan hendaknya seorang remaja dapat

secara mandiri menentukan pilihan tanpa menggantungkan diri pada orang-orang

di sekitarnya untuk menentukan pilihan yang akan diambilnya, termasuk dalam

memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhannya diperlukan

kemampuan yang lebih berkembang. Dengan kemampuannya, seorang remaja

berkesempatan melakukan banyak hal tanpa harus selalu tergantung pada orang-

orang di sekitarnya, termasuk orang tua maupun teman sebaya.

Mencapai kemandirian merupakan salah satu tugas perkembangan pada

masa remaja. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mappiare (1982:99) bahwa

remaja dituntut untuk tidak selalu tergantung pada orang tua atau orang dewasa

Page 13: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

lainnya secara emosional, mampu mengatur keuangannya sendiri dan dapat

memilih serta mempersiapkan dirinya ke arah pekerjaan atau jabatan.

Pencapaian kemandirian tersebut sangat penting bagi remaja, karena hal

itu sebagai tanda kesiapannya untuk memasuki fase berikutnya dengan berbagai

tuntutan yang lebih beragam sebagai orang dewasa. Kegagalan dalam pencapaian

kemandirian dapat berdampak negatif pada diri remaja. Ketergantungan pada

orang lain menyebabkan seorang remaja selalu ragu-ragu dalam mengambil

keputusan sendiri, tidak percaya diri, mudah terpengaruh oleh orang lain hingga

akhirnya mengalami kesulitan untuk menemukan identitas diri. Dalam usaha

pencapaian kemandirian remaja sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang

di sekitarnya, terutama dari lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekatnya.

Diharapkan para remaja mampu mewujudkan kemandirian sebagai bekal

menghadapi tantangan dan tugas perkembangan di masa berikutnya, yaitu masa

dewasa. Akan tetapi sering kita jumpai banyak remaja yang duduk di bangku

SMA masih menunjukkan perilaku sebaliknya. Bimbang memutuskan kegiatan

ekstra yang akan diikuti, nyontek karena tidak percaya diri dalam mengerjakan

tugas dan ulangan, ikut-ikutan teman dalam memilih program studi/jurusan, ragu-

ragu dalam menyampaikan pendapat, bingung dan bimbang dalam memilih cita-

cita atau pun studi lanjutan, dan sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan tanda-

tanda kurangnya kemandirian para remaja.

Walaupun sebagian remaja yang lain mampu menunjukkan kemandirian

yang diharapkan, namun fenomena tersebut perlu diwaspadai dan diupayakan

pengubahannya karena dapat menyebabkan para remaja cenderung bergantung

pada orang lain dan enggan memikul tanggung jawab.

Page 14: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Alfred Adler, salah seorang tokoh psikologi individu memunculkan teori

tentang perbedaaan individu yang dilatar belakangi oleh gaya hidup yang muncul

berdasarkan urutan kelahiran seseorang. Menurut Corey (1995:200-201) urutan

kelahiran dan interpretasi terhadap posisi seseorang dalam keluarga berpengaruh

terhadap cara seseorang berinteraksi akibat situasi psikologis yang berbeda pada

urutan kelahiran tersebut. Adapun urutan kelahiran yang diidentifikasikan oleh

Adler adalah anak tunggal, anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Dengan

memahami konsep teori Adler tersebut, dimungkinkan bahwa perbedaan

kemandirian seseorang muncul karena adanya perbedaan gaya hidup yang

dikembangkan tiap anak berdasarkan interpretasinya terhadap kedudukan/urutan

kelahirannya.

Selain membentuk karakter tertentu, urutan kelahiran juga memunculkan

sindrom tetentu. Hurlock (1978:64) mengemukakan sindrom tiap urutan

kelahiran. Yang menarik adalah bahwa ternyata terdapat beberapa persamaan

sindrom antara anak sulung dan anak bungsu. Dinyatakan bahwa anak sulung itu

bergantung, mudah dipengaruhi dan manja sedangkan anak bungsu mempunyai

sindrom manja, merasa tidak mampu dan rendah diri, dan tidak bertanggung

jawab.

Harapan masyarakat terhadap anak sulung cenderung lebih besar bila

dibandingkan dengan urutan kelahiran berikutnya. Secara umum terdapat

kecenderungan dalam masyarakat untuk berpendapat bahwa anak sulung tentu

lebih mandiri dari anak bungsu. Pendapat tersebut tidak terlepas dari pengaruh

budaya yang ada. Anak pertama dipandang sebagai pewaris kebudayaan,

kekuasaan dan kekayaan, selain itu anak pertama biasanya diharapkan untuk

Page 15: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

untuk menjadi contoh bagi adik-adiknya, seperti halnya yang diungkapkan oleh

Hurlock (1978:63).

Namun bila diperhatikan pernyataan Hurlock tentang sindrom antara anak

sulung dan anak bungsu terdapat indikasi munculnya ketidakmandirian pada anak

sulung sepertihalnya pada anak bungsu. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang

kemandirian anak sulung dan anak bungsu. Benarkah terdapat perbedaan

kemandirian antara anak sulung dan anak bungsu ? Benarkah anak sulung lebih

mandiri dari anak bungsu atau justru sebaliknya?

Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tersebut diperlukan adanya

penelitian terlebih dahulu. Dengan berdasar pada uraian tersebut skripsi ini

disusun dengan judul “Perbedaan Kemandirian Antara Anak Sulung dan Anak

Bungsu Pada Siswa Kelas II SMA Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran

2003/2004”.

SMA Negeri 11 Semarang dipilih sebagai lokasi penelitian dengan alasan

selain dekat, peristiwa atau gejala yang disampaikan pada uraian di atas terjadi di

sana berdasar pengamatan sementara pada kegiatan PLBK Di Sekolah yang

sepengetahuan peneliti topik tersebut belum dikaji atau diteliti. Siswa kelas II

dipilih sebagai sasaran penelitian mengingat kelas ini merupakan masa menjelang

berakhirnya masa remaja dengan berbagai permasalahan remaja yang kompleks

dan para remaja dihadapkan pada berbagai pilihan dalam hidupnya antara lain

pemilihan jurusan dan pemilihan studi lanjut. Dengan demikian penelitian ini

diharapkan dapat digunakan mengungkap kemandirian anak sulung dan anak

bungsu yang duduk di bangku kelas II SMA.

Page 16: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan uraian latar belakang masalah tersebut, permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana kemandirian anak sulung ?

2. Bagaimana kemandirian anak bungsu ?

3. Adakah perbedaan kemandirian antara anak sulung dan anak bungsu ?

C. Penegasan Judul

Beberapa istilah dalam penelitian dimungkinkan dapat menimbulkan perbedaan

pemahaman. Istilah yang mungkin menimbulkan perbedaan persepsi yang dimaksud antara lain

adalah perbedaan, kemandirian, dan urutan kelahiran, anak sulung dan anak bungsu. Untuk

menghindari perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah dalam tersebut berikut ini disajikan

penegasan tentang istilah yang dimaksud :

1. Kemandirian

Menurut Gea (2002:146) mandiri adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan

keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri. Menurut Basri (2000:53) yang

kemandirian keadaan seseorang yang mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa

bantuan orang lain. Havighurst (dalam Mu’tadin, 2002:2) menyatakan kemandirian seseorang

meliputi kemandirian intelektual, ekonomi, emosi, dan sosial.

Berdasarkan pendapat tersebut yang dimaksud dengan kemandirian dalam penelitian

ini adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan dan memenuhi kebutuhannya

dalam hal intelekual, ekonomi, emosi, dan sosial tanpa tergantung pada bantuan orang lain

2. Urutan Kelahiran

Yang dimaksud dengan urutan kelahiran dalam penelitian ini adalah posisi anak

dalam keluarga didasarkan urutan kelahirannya, urutan kelahiran yang diidentifikasikan Adler

adalah anak sulung, anak tengah, anak bungsu, dan anak tunggal.

Page 17: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

3. Anak Sulung

Yang dimaksud dengan anak sulung dalam penelitian ini adalah anak yang lahir

pertama kali dalam keluarganya.

4. Anak Bungsu

Yang dimaksud dengan anak bungsu pada penelitian ini adalah anak yang lahir

terakhir dalam keluarganya.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui secara deskriptif kemandirian anak sulung.

2. Untuk mengetahui secara deskriptif kemandirian anak bungsu.

3. Untuk mengetahui perbedaan kemandirian antara anak sulung dan anak bungsu.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis.

Dapat menambah khasanah pengetahuan dalam dunia pendidikan, khususnya

bimbingan dan konseling tentang kemandirian anak sulung dan anak bungsu.

2. Manfaat praktis.

Dapat memberikan informasi tentang kemandirian anak sulung dan anak bungsu di

SMA Negeri 11 Semarang pada tahun pelajaran 2004/2005 kepada siswa sebagai anak, orang

tua atau wali murid dan guru pembimbing sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan

kemandirian anak atau siswa asuh melalui kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah

maupun pengembangan kemandirian mahasiswa oleh para dosen .

F. Sistematika Skripsi

Bagian awal skripsi terdiri atas halaman judul, abstrak, halaman pengesahan, motto dan

persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran.

Page 18: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Pada bagian isi skripsi terdapat pada lima bab yang terdiri dari pendahuluan, landasan

teori, metode penelitian, hasil penelitian, dan pembahasannya serta penutup.

Bab I, Bab Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab II, yaitu Landasan Teori dan Pengajuan Hipotesis terdiri dari pengertian

kemandirian, aspek-aspek kemandirian, ciri-ciri kemandirian, terbentuknya kemandirian dan

faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kemandirian. Pada bab ini juga terdapat uraian

tentang urutan kelahiran, anak sulung, anak bungsu, kerangka berpikir tentang perbedaan

kemandirian antara anak sulung dan anak bungsu, serta hipotesis yang diajukan.

Bab III, yaitu Metode Penelitian meliputi jenis penelitian, variabel penelitian, populasi

dan sampel penelitian, metode dan alat pengumpul data, validitas dan realibilitas instrumen, dan

teknik analisis data yang digunakan.

Bab IV, Hasil Penelitian dan Pembahasanya, berisi hasil penelitian yang diperoleh dan

pembahasannya.

Bab V, Penutup terdiri dari simpulan dan saran hasil penelitian.

Bagian akhir skripsi meliputi daftar pustaka yang berkaitan dengan penelitian dan

lampiran yang memuat kelengkapan data dan perhitungan analisisnya.

Page 19: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

tan ter

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kemandirian

Masa remaja atau masa adolensi menurut Mahmud (1990:42) berlangsung antara umur 12

sampai umur 18 tahun, masa remaja merupakan masa transisi menuju masa dewasa termasuk pula

transisi dalam hal biologis, psikologis, sosial maupun ekonomis

Hurlock (1980:220) menyatakan minat pada kemandirian berkembang

pada masa awal remaja dan mencapai puncaknya menjelang periode ini berakhir.

Mappiare (1982:107) menyebut kemandirian dengan istilah kebebasan dan

menyatakannya sebagai salah satu tugas perkembangan yang penting bagi remaja

awal, mereka diharapkan melepaskan diri dari ketergantungan pada orag tua atau

orang dewasa lainnya dalam banyak hal secara berangsur-angsur.

Maslow dan Murray (Alwilsol, 2004:260-261) bahkan menyatakan

kemandirian sebagai salah satu kebutuhan psikologis manusia. Dalam susunan

hirarki kebutuhannya Maslow menyatakan kemandirian sebagai salah satu cara

untuk memperoleh harga diri, kemandirian akan menjadikan seseorang

menghargai dirinya sendiri. Maslow juga mencantumkan kemandirian sebagai

salah satu kebutuhan meta yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri yang

ditandai dengan karakter otonom, menetukan diri sendiri dan tidak tergantung.

Maslow (dalam Ali & Asrori, 2004:111) membedakan kemandirian menjadi dua macam yaitu kemandirian aman dan kemandirian tidak aman. Kemandirian aman adalah kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan dan orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan. Kekua sebut kemudian digunakan untuk

9

Page 20: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

membantu orang lain. Sementara yang dimaksud dengan kemandirian tidak aman adalah kekuatan pribadi yang dinyatakan dalam perilaku menentang dunia.

Dari pernyataan Maslow tersebut dapat diketahui bahwa kemandirian yang diharapkan dimiliki para remaja adalah kemandirian yang aman, di mana para remaja percaya pada kemampuan dirinya dan tidak selalu berada dalam ketergantungan pada bantuan yang akan diberikan orang lain. Namun dalam kemandiriannya para remaja tetap memiliki keinginan untuk membantu sesama.1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian merupakan aspek kepribadian yang disinggung oleh para ahli psikologi dengan istilah yang berbeda-beda. Istilah yang biasa digunakan untuk menyebut kemandirian antara lain adalah kebebasan, otonomi, independen atau pun berdikari.

Menurut Basri (2000:53) kemandirian berasal dari kata mandiri yang dalam bahasa

Jawa berarti berdiri sendiri. Dia menyatakan kemandirian dalam arti psikologis dan mentalis

adalah keadaan seseorang yang mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan

orang lain. Menurutnya kemampuan tersebut hanya mungkin dimiliki jika seseorang

berkemampuan untuk memikirkan dengan seksama tentang apa yang akan dikerjakan atau

diputuskannya, baik dari segi manfaat atau keuntungannya dan dari segi negatif atau kerugian

yang akan diakibatkannya.

Lie dan Prasasti (2004:2) menyatakan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari-hari sendiri atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya. Sementara menurut Gea (2002:146) mandiri adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri. Havighurst (dalam Mu’tadin, 2002:2) menyatakan bahwa kemandirian seseorang meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial.

Berdasarkan definisi-definisi para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam bertindak untuk memenuhi berbagai

kebutuhan hidupnya ataupun keinginannya tanpa bergantung pada bantuan orang lain, baik

dalam aspek emosi, ekonomi, intelektual, dan sosial.

2. Aspek - aspek Kemandirian

Definisi para ahli tentang mandiri dan kemandirian tersebut di atas memberikan

gambaran tentang aspek-aspek yang menyusun kemandirian. Pernyataan Basri menekankan

aspek kognitif dan aspek psikomotor, sedangkan pernyataan Lie & Prasasti menekankan aspek

psikomotor.

Page 21: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Berbeda dengan kedua pendapat tersebut Gea (2002:146) menggambarkan adanya

ketiga aspek tersebut dalam kemandirian sekaligus melalui definisinya dan hal tersebut

ditegaskan dalam pernyataannya berikut :

Manusia mandiri biasanya mempunyai pengetahuan, menguasai keterampilan dan mempunyai kehendak yang kuat. Pengetahuan sebagai paradigma teoritis untuk memahami apa yang harus dilakukan dan mengapa harus melakukannya; keterampilan adalah bagaimana melakukannya dan kehendak yang kuat merupakan dorongan atau motivasi untuk melakukannya.Dengan berdasar pada pernyataan Gea di atas disimpulkan bahwa kemandirian

mengandung tiga aspek berikut :

a. aspek kognitif; yaitu aspek yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan dan

keyakinan seseorang tentang sesuatu, misalnya pemahaman seorang siswa tentang

prestasi akademik.

b. aspek afektif; yaitu aspek yang berkaitan dengan perasaan seseorang terhadap sesuatu

seperti halnya hasrat, keinginan atau pun kehendak yang kuat terhadap suatu kebutuhan,

misalnya keinginan seorang siswa untuk berhasil atau berprestasi dalam hal akademik.

c. aspek psikomotor; yaitu aspek yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan seseorang

untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya tindakan siswa yang berinisiatif belajar giat

karena dia ingin memperoleh prestasi akademik.

Terbentuknya kemandirian dalam diri seseorang terkait dengan tiga aspek

kemandirian pada diri seseorang yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan psikomotor. Hal

tersebut dapat dijelaskan melalui gambar berikut :

Kebutuhan

Kognitif : Mengorganisir informasi tentang kebutuhan dan memutuskan cara memenuhi kebutuhan.

Psikomotor :Bertindak

sesuai hasil

pemikiran

Afektif :Mengevaluasi

cara yang

sesuai untuk

Page 22: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Gambar 1.

Tiga aspek pembentuk kemandirian

3. Ciri-ciri Kemandirian

Tentang ciri kemandirian Gea (2002:145) menyebutkan beberapa hal yaitu percaya

diri, mampu bekerja sendiri, menguasai keahlian dan keterampilan, menghargai waktu dan

bertanggung jawab. Sedangkan Barnadib (dalam Mu’tadin, 2002:1) menyatakan kemandirian

seseorang meliputi mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah,

mempunyai rasa percaya diri, dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Havighurst (dalam Mu’tadin, 2002:2) menyatakan kemandirian seseorang meliputi

aspek emosi, ekonomi, intelektual dan sosial. Kemandirian emosi ditunjukkan dengan

kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang tua atau

orang dewasa lainnya. Kemandirian ekonomi ditunjukkan dengan kemampuan mengatur

sendiri perekonomiannya. Kemandirian intelektual ditunjukkan dengan kemampuan dalam

mengatasi masalah, dan kemandirian sosial ditunjukkan dengan kemampuan berinteraksi

dengan orang lain tanpa tergantung dan menunggu aksi dari orang lain.

Hampir sama dengan pernyataan Havighurst tersebut, namun dengan istilah otonomi

Mahmud (2000:68-73) menyatakan bahwa perkembangan otonomi remaja terjadi pada: aspek

emosi; perilaku; dan nilai. Didiskripsikannya otonomi emosi berkaitan dengan perubahan

dalam hubungan-hubungan yang akrab, ditandai dengan seorang remaja tidak lagi tergesa-

gesa menumpahkan perasaannya kepada orang tuanya dan meminta nasihat. Sedangkan

otonomi perilaku merupakan kemampuan untuk mengambil keputusan-keputusan sendiri dan

melaksanakannya. Dan otonomi nilai menyangkut dimilikinya prinsip-prinsip tentang apa

yang benar dan apa yang salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak penting.

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri kemandirian pada

remaja adalah percaya diri, mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah, mampu

mengerjakan tugas pribadi, mampu mempertahankan prinsip mampu mengambil keputusan,

Page 23: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

hemat, mampu melaksanakan transaksi ekonomi, mempunyai perencanaan karier di masa

depan, mampu mengontrol emosi, bebas secara emosi dari orang tua, mempunyai kehendak

yang kuat, puas dengan keputusan sendiri, menghargai waktu, bertanggung jawab, mampu

menghindari pengaruh negatif pergaulan, mampu menerima kritik, mampu menerima

perbedaan pendapat, mempunyai hubungan baik dengan orang lain. Ciri-ciri tersebut dapat

dirinci sebagai berikut :

a. Percaya diri; ini berarti dia percaya bahwa dia mampu mewujudkan keinginannya dengan

usaha dan kekuatan yang dimilikinya. Percaya diri inilah yang menjadi sumber

kemandirian

b. Mampu berinisiatif; orang yang mandiri mampu berinisiatif yaitu bertindak dengan

keinginannya sendiri tanpa harus menunggu instruksi orang lain.

c. Mampu mengatasi masalah atau hambatan; sebagai orang yang mampu berinisiatif orang

yang mandiri mampu mengatasi masalah yang dihadapinya dengan kekuatan dan

kemampuan yang dimilikinya

d. Mampu mengerjakan tugas pribadi; berarti dia dapat mengerjakan tugas-tuigas pribadinya

tanpa bantuan orang lain.

e. Mampu mempertahankan prinsip yang dimiliki dan diyakini

f. Mampu mengambil keputusan; ketika dihadapkan pada bergagai pilihan dia dapat

menentukan pilihan yang sesuai bagi dirinya sendiri tanpa tergantung pada orang lain.

g. Hemat; dia dapat menggunakan uang yang dimiliki sesuai dengan kebutuhannya.

h. Mampu melaksanakan transaksi ekonomi; orang yang mandiri mengetahui cara

melakukan transaksi ekonomi dan dapat melakukannya.

i. Mempunyai perencanaan karier di masa depan, termasuk mempunyai cita-cita profesi;

yaitu mempunyai pilihan profesi/cita-cita yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

j. Bebas secara emosi dari orang tua; tidak tergantung pada orang tua atau orang dewasa

lainnya dalam hal pemenuhan kebutuhan emosi.

k. Mempunyai kehendak yang kuat; orang yang mandiri mempunyai tekad yang kuat dan

tidak mudah berputus asa dalam upaya mewujudkan keinginannya.

Page 24: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

l. Puas dengan keputusan sendiri; orang yang mandiri mempertimbangkan manfaat maupun

kerugian setiap keputusan yang diambilnya dan dia merasa puas dengan keputusannya

sendiri.

m. Menghargai waktu; orang yang mandiri akan selalu memanfaatkan waktu dengan baik,

mengisi waktunya dengan kegiatan yang berguna

n. Bertanggung jawab; orang yang mandiri akan bertanggung jawab dengan apa yang

dikerjakannya

o. Mampu menghindari pengaruh negatif pergaulan

p. Mampu menerima kritik

q. Mampu menerima perbedaan pendapat

r. Mempunyai hubungan baik dengan orang lain.

4. Terbentuknya Kemandirian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya

Kemandirian

a. Terbentuknya Kemandirian

Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan

hasil dari proses belajar. Basri (2000:53) menyatakan bahwa kemandirian merupakan

hasil dari pendidikan. Kartawijaya dan Kuswanto (2000:1) mengemukakan bahwa

kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi dengan penanaman disiplin yang

konsisten sehingga kemandirian yang dimiliki dapat berkembang secara utuh.

Secara singkat dikatakan bahwa kemandirian merupakan hasil dari proses

belajar. Sebagai hasil belajar, kemandirian pada diri seseorang tidak terlepas dari faktor

bawaan dan faktor lingkungan. Tentang hal tersebut Ali dan Asrori (2004:118)

menyatakan perkembangan kemandirian juga dipengaruhi oleh stimulus lingkungannya

selain oleh potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya.

Kemandirian terbentuk oleh interaksi antara faktor bawaan dan lingkungan.

Kemandirian dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk

mengembangkan potensi bawaan melalui latihan terus menerus dan dilakukan sejak dini.

Page 25: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

2 6 12 15 18

Proses belajar tersebut diawali dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, dan

pengalaman yang diperoleh dari berbagai lingkungan di luar rumah. Jika lingkungan

mendukung tumbuhnya kemandirian pada masa kanak-kanak dan mengembangkannya

pada masa remaja akan terbentuk pribadi mandiri yang utuh pada masa dewasa. Dan bila

sebaliknya remaja tumbuh menjadi pribadi yang selalu menggantungkan diri pada orang

lain, selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan bahkan tidak berani memikul

tanggung jawabnya sendiri.

Kemandirian semakin berkembang pada setiap masa perkembangan seiring

pertambahan usia dan pertambahan kemampuan. Lie & Prasasti (2004:8-103)

memberikan gambaran perkembangan kemandirian dalam beberapa tahapan usia.

Perkembangan kemandirian tersebut diidentifikasikan pada usia 0 – 2 tahun; usia 2 – 6

tahun; usia 6 – 12 tahun; usia 12 – 15 tahun dan pada usia 15 – 18 tahun. Perkembangan

kemandirian tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

SMA

SMP

PraSekolah

SekolahDasar

Bayi

USIA 0

Gambar 2.Perkembangan kemandirian pada tiap masa perkembangan

Tahap perkembangan kemandirian pada gambar tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut (Lie & Prasasti, 2004:8-104):

1) Usia 0 sampai 2 tahun :

Sampai usia dua tahun, anak masih dalam tahap mengenal lingkungannya,

mengembangkan gerak-gerik fisik dan memulai proses berbicara. Pada tahap ini anak

masih sangat bergantung pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam

memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

Page 26: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

2) Usia 2 sampai 6 tahun :

Pada masa ini anak mulai belajar untuk menajdi manusia sosial dan belajar bergaul.

Mereka mengembangkan otonominya seiring dengan bertambahnya berbagai

kemampuan dan keterampilan seperti keterampilan berlari, memegang, melompat,

memasang dan berkata-kata. Pada masa ini pula anak mulai dikenalkan pada toilet

training, yaitu melatih anak dalam buang air kecil atau air besar.

3) Usia 6 sampai 12 tahun :

Menurut Erikson (dalam Lie & Prasasti, 2004:52) pada masa ini anak belajar untuk

menjalankan kehidupan sehari-harinya secara mandiri dan bertanggung jawab. Pada

masa ini anak belajar di jenjang sekolah dasar. Beban pelajaran merupakan tuntutan

agar anak belajar bertanggung jawab dan mandiri.

4) Usia 12 sampai 15 tahun :

Pada usia ini anak menempuh pendidikan di tingkat menengah pertama (SMP). Masa

ini merupakan masa remaja awal di mana mereka sedang mengembangkan jati diri

dan melalui proses pencarian identitas diri. Sehubungan dengan itu pula rasa

tanggung jawab dan kemandirian mengalami proses pertumbuhan.

5) Usia 15 sampai 18 tahun

Pada usia ini anak sekolah di tingkat SMA. Mereka sedang mempersiapkan diri

menuju proses pendewasaan diri. Setelah melewati masa pendidikan dasar dan

menengahnya mereka akan melangkah menuju dunia Perguruan Tinggi atau meniti

karier, atau justru menikah. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Dan pada masa ini

mereka diharapkan dapat membuat sendiri pilihan yang sesuai baginya tanpa

tergantung pada orangtuanya. Pada masa ini orangtua hanya perlu mengarahkan dan

membimbing anak untuk mempersiapkan diri dalam meniti perjalanan menuju masa

depan.

Kemandirian pada masa remaja lebih bersifat psikologis, seperti berani membuat

keputusan sendiri dan memperoleh kebebasan perilaku sesuai dengan keinginannya

(Mu’tadin, 2000:3), tentunya dengan disertai tanggung jawab. Kemandirian seorang

Page 27: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Kemandiri asil interaksi in

lingkungan.

remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi dengan teman sebaya, seperti

pernyataan Hurlock (dalam Mu’tadin, 2002:3) bahwa melalui hubungan dengan teman

sebaya remaja belajar berpikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri menerima

atau pun menolak pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari

perilaku yang diterima dalam kelompoknya.

Menurut Haryadi dkk (2003:84-110) lambat laun remaja melepaskan diri dari

ikatan orang tua dan bergabung dengan kelompok teman sebayanya untuk menemukan

dirinya. Pada masa ini orang tua perlu memberikan kebebasan secara bertahap dan

menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk kehidupan remaja sendiri, sebab remaja

membutuhkan kebebasan untuk mencapai kemandirian.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sebenarnya sejak usia dini anak telah

memiliki dorongan untuk mandiri. Mereka lebih senang bila bisa mengurus diri sendiri

tanpa dilayani. Namun seringkali pengasuh dan orangtua sering menghambat keinginan

dan dorongan mereka untuk mandiri dengan pengungkapan kasih sayang yang tidak tepat.

Misalnya terlalu membatasi atau pun mengambil alih tanggung jawab dengan melakukan

hal-hal yang sebenarnya anak-anak dapat melakukannya sendiri.

Kemandirian merupakan hasil dari interaksi individu dengan lingkungan selama

bertahun-tahun. Terbentuknya kemandirian sebagai hasil interaksi individu dengan

lingkungan digambarkan pada skema berikut :

Lingkungan :- keluarga- sekolah- masyarakat

Individu :- fisik- psikis

an sebagai h

Gambar 3.Pengalaman

belajardividu dengan Pola perilaku

“mandiri”

Page 28: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Dalam kehidupan seseorang terjadi interaksi dengan lingkungan. Melalui proses

interaksi dengan lingkungannya individu memperoleh pengalaman yang dihayati melalui

proses belajar. Pengalaman-pengalaman tersebut membentuk pola-pola perilaku tertentu.

Kebiasaan-kebiasaan perilaku mandiri membentuk pola mandiri yang menetap pada diri

seseorang.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kemandirian

Sebagai hasil dari proses belajar pencapaian kemandirian dipengaruhi oleh

banyak faktor, secara umum dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu faktor internal

dan eksternal.

Faktor internal meliputi segala sesuatu yang dibawa anak sejak lahir yang

merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya meliputi

bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Faktor eksternal adalah

semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering disebut dengan faktor

lingkungan (Basri, 2000:53-54).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian kemandirian remaja dapat

diuraikan sebagai berikut :

1) Faktor Internal

a) Kondisi fisiologis

Kondisi fisiologis yang berpengaruh antara lain keadaan tubuh,

kesehatan jasmani dan jenis kelamin. Pada umumnya anak yang

sakit lebih bersikap tergantung daripada orang yang tidak sakit

(Walgito, 2000:112). Selain itu sering dan lamanya anak sakit pada

masa bayi menjadikan orang tua sangat memperhatikannya, anak

yang menderita sakit atau lemah otak mengundang kasihan yang

berlebihan dibanding yang lain sehingga dia mendapatkan

pemeliharaan yang lebih (Prasetyo dan Sutoyo, 1989:63).

Page 29: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap kemandirian remaja.

Simandjuntak dan Pasaribu (1984:112) mengemukakan bahwa

pada anak perempuan terdapat dorongan untuk melepaskan diri

dari ketergantungan pada orang tua, tetapi dengan statusnya

sebagai gadis mereka dituntut untuk bersikap pasif, berbeda dengan

anak lelaki yang agresif dan ekspansif, akibatnya anak perempuan

berada lebih lama dalam ketergantungan daripada anak laki-laki.

b) Kondisi psikologis

Walaupun kecerdasan atau kemampuan berpikir seseorang dapat

diubah atau dikembangkan melalui lingkungan, sebagian ahli

berpendapat bahwa faktor bawaan juga berpengaruh terhadap

keberhasilan lingkungan dalam mengembangkan kecerdasan

seseorang. Kecerdasan atau kemampuan kognitif berpengaruh

terhadap pencapaian kemandirian seseorang. Kemampuan

bertindak dan mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain

hanya mungkin dimiliki oleh orang yang mampu berpikir dengan

seksama tentang tindakannya (Basri, 2000), demikian halnya

dalam pemecahan masalah. Hal tersebut menunjukkan kemampuan

kognitif yang dimiliki berpengaruh terhadap pencapaian

kemandirian remaja.

2) Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga

Lingkungan keluarga berperan penting dalam penanaman

nilai-nilai pada diri seorang remaja, termasuk nilai kemandirian.

Page 30: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Penanaman nilai kemandirian tersebut tidak lepas dari peran orang tua

dan pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anak.

Bila seorang anak sejak kecil sudah dilatih untuk mandiri

maka ketika ia harus keluar dari asuhan orang tuanya untuk hidup

mandiri ia tidak akan merasa kesulitan (Prawironoto, 1994:59-74).

Pengaruh keluarga terhadap kemandirian remaja terkait dengan

peranan orang tua. Dalam hal ini ayah dan ibu mempunyai peran nyata

seperti yang dinyatakan Partowisasto (1983:96-97) berikut :

Bila karena rasa kasih sayang dan rasa kuatirnya seorang ibu tidak berani melepaskan anaknya untuk berdiri sendiri menjadikan anak tersebut harus selalu ditolong, terlalu terikat pada ibu karena dimanjakan, tidak dapat menyesuaikan diri dan perkembangan wataknya mengarah pada keragu-raguan. Sikap ayah yang keras menjadikan anak kehilangan rasa percaya diri sementara pemanjaan dari ayah menjadikan anak kurang berani menghadapi masyarakat luas.

Pengasuhan yang diberikan orang tua juga turut membentuk

kemandirian seseorang. Toleransi yang berlebihan, pemeliharaan

berlebihan dan orang tua yang terlalu keras kepada anak menghambat

pencapaian kemandiriannya (Prasetyo dan Sutoyo, 1989:61-67).

Sementara Alwisol (2004:105-106) menyatakan bahwa pemanjaan

yang berlebihan dan pengabaian orang tua terhadap anak

mengakibatkan terhambatnya kemandirian anak.

Terkait dengan pola asuh tersebut anak sulung dan anak

bungsu cenderung mendapat curahan waktu dan perhatian lebih dari

orang tua dibandingkan anak-anak di antara keduanya (Hurlock,

1978:63). Menurut Prasetyo dan Sutoyo (1989:63), pemeliharaan dan

Page 31: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

penjagaan yang berlebihan diberikan kepada anak sulung dan anak

bungsu.

Terhadap anak sulung pemeliharaan berlebihan diberikan

karena anak sulung merupakan pengalaman pertama bagi orang tua

sehingga orang tua yang pada saaat itu belum berpengalaman

cenderung khawatir dan selalu was-was kepadanya sehingga terlelu

berlebihan memperhatikannya. Anak bungsu juga mendapatkan

pemeliharaan berlebihan karena orang tua merasa bahwa kemampuan

mendapat anak sudah atau hampir berakhir sehingga perhatian

dicurahkan sepenuhnya kepada anak bungsu. Telah dikemukakan

bahwa pemeliharaan berlebihan dapat menghambat pencapaian

kemandirian. Dengan demikian dimungkinkan baik anak sulung

maupun anak bungsu mempunyai posisi yang rentan untuk mengalami

hambatan dalam pencapaian kemandirian.

3) Faktor Pengalaman dalam Kehidupan Selanjutnya

Pengalaman dalam kehidupan anak selanjutnya meliputi

pengalaman di lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

Lingkungan sekolah berpengaruh terhadap pembentukan kemandirian

seorang anak, baik melalui hubungan dengan teman maupun dengan

guru. Interaksi dengan teman sebaya di lingkungan sekitar juga

berpengaruh terhadap kemandirian seseorang, seperti halnya pengaruh

teman sebaya di sekolah. Dalam perkembangan sosialnya remaja mulai

memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman sebaya dan

pada saat itu remaja telah memulai perjuangan memperoleh kebebasan

(Haryadi, 2003: 84). Dan menurut Hurlock (dalam Mu’tadin 2002: 3)

Page 32: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

melalui hubungan dengan teman sebaya remaja belajar berpikir

mandiri.

Demikian halnya dengan lingkungan masyarakat, terkait

dengan faktor budaya dan kelas sosial. Dalam tempat tinggalnya

seorang anak mengalami tekanan untuk mengembangkan suatu pola

kepribadian yang sesuai dengan standard yang ditentukan budayanya

(Hurlock, 1978:249). Pengaruh budaya terhadap kemandirian terlihat

pada masyarakat Jawa dan Sunda. Masyarakat Jawa pada umumnya

menanamkan nilai kemandirian melalui keluarga sebagai nilai budaya

di samping nilai tata krama, disiplin, tanggung jawab, keagamaan dan

kerukunan (Praworonoto, 1994:59). Sedangkan keluarga Sunda tidak

bermaksud menghasilkan individu yang mandiri sebab dianggap

cenderung bertindak individual sehingga akan menghambat

tercapainya masyarakat yang selaras dan seimbang (Widjaja, 1986:3).

Mencapai kebebasan dengan mengurangi ketergantungan

pada orang tua dan orang dewasa sangat dipengaruhi oleh kelas

sosialnya termasuk kelas ekonomi, maupun kelas pendidikan

(Mappiare, 1982:120). Pengaruh kelas sosial terhaadap pembentukan

kemandirian terlihat dari golongan priyayi dan non priyayi pada

masyarakat Jawa. Anak-anak dalam keluarga non priyayi sejak berusia

12 tahun lebih mandiri dari anak-anak dalam keluarga priyayi

(Prawironoto, 1994:76).

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang turut mempengaruhi terbentuknya

kemandirian meliputi kesehatan jasmani, jenis kelamin, kondisi

psikologis pola asuh orang tua, peran guru, pengaruh teman sebaya di

Page 33: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

sekolah dan di lingkungan sekitar tempat tinggal serta budaya dan

kelas sosial. Pengaruh yang diberikan oleh faktor-faktor tersebut dalam

pembentukan kemandirian remaja dapat dilihat pada gambar berikut :

Kesehatan Jasmani

PengasuhanOrang Tua Kondisi Psikis

Kelas SosialKemandirian Remaja Jenis Kelamin

Budaya Peran guru di sekolah

Teman sebaya

Gambar 4.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kemandirian.

B. Urutan KelahiranAlfred Adler sebagai tokoh Psikologi Individual yakin bahwa faktor

penting yang berpengaruh terhadap gaya hidup seseorang adalah posisi atau

urutan kelahiran dalam keluarga (Balson, 1999: 33). Menurut Adler kepribadian

seseorang dipengaruhi oleh gaya hidup yang telah terbentuk pada usia 4 – 5 tahun.

Page 34: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Gaya hidup menurut Adler adalah cara unik dari tiap orang dalam berjuang

mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan orang tersebut dalam

kehidupannya. Terbentuknya gaya hidup tersebut tidak hanya ditentukan oleh

faktor hereditas dan lingkungan, melainkan dibentuk pula oleh anak melalui

pengamatannya dan interpretasinya terhadap kedua hal tersebut. Berdasarkan

keyakinannya bahwa keturunan, lingkungan dan kreatifitas individual bergabung

membentuk kepribadian seseorang, Adler mengembangkan teori urutan kelahiran.

Menurutnya dalam tiap keluarga, setiap anak lahir dengan unsur genetis yang

berbeda, masuk dalam seting sosial yang berbeda dan menginterpretasi situasi

dengan cara yang berbeda sehingga berkembanglah gaya hidup yang berbeda-

beda pula (Alwilsol, 2004:97-105).

Tentang gaya hidup, Forer (Hurlock, 1980:33) mengemukakannya sebagai

berikut:

“Kedudukan Anda dalam keluarga sangat mempengaruhi bagaimana Anda menghadapi masyarakat dan dunia … Sebagian besar perkembangan anak bergantung pada interaksi dengan saudara-saudaranya. Semua anggota keluarga memaksakan pola-pola perilaku tertentu kepada anggota keluarga yang lain dan pada saat mereka berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan mereka …. Dengan cara inilah posisi dalam keluarga memberi cap yang tidak dapat dihapuskan pada gaya hidup seseorang”.

Teori Adler tentang urutan kelahiran tersebut kemudian dikenal dengan

istilah “Birth Order”, yaitu posisi seseorang dalam keluarga menurut urutan dia

dilahirkan. Birth Order atau Konsep Urutan Kelahiran bukan didasarkan semata-

mata pada nomor urutan kelahiran menurut diagram keluarga, melainkan

berdasarkan persepsi psikologis yang terbentuk dari pengalaman seseorang di

Page 35: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

masa kecilnya, terutama sejak ia berusia dua sampai lima tahun (Hadibroto,

2002:16).

Dalam posisinya masing-masing setiap anak mempunyai tangggung jawab

dan konsekuensi yang berbeda, hal tersebut dapat disebabkan oleh kebudayaan

maupun sikap orang tua (Handayani dalam Aji, 2003:2). Dalam tiap budaya

seorang anak mengalami tekanan untuk mengembangkan suatu pola kepribadian

yang sesuai dengan standard yang ditentukan budayanya (Hurlock, 1978:249).

Dalam sebuah keluarga tidak ada anak yang mempunyai sifat sama persis bahkan

anak kembar sekalipun, hal ini disebabkan sifat yang terbentuk dari pengalaman

psikologis masing-masing dengan penafsiran terhadap posisinya dalam keluarga

dan caranya membiasakan diri berperilaku dalam perannya (Hadibroto dkk,

2002:12). Menurut Corey (1995:202) gaya hidup yang diperoleh pada masa anak-

anak sehubungan dengan urutan kelahirannya akan dibawa dalam proses interaksi

pada masa dewasa.

Dengan posisi/urutan kelahiran yang berbeda dalam keluarganya setiap

anak mengembangkan gaya hidup yang berbeda pula. Gaya hidup tersebut

membentuk kepribadian dan pola perilaku yang berbeda pada masa berikutnya

baik pada masa remaja maupun masa dewasa. Hadibroto dkk (2000:16)

menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan kepribadian yang terbentuk menurut

urutan kelahiran tidak akan berubah lagi dan berdampak pada setiap bidang

kehidupannya kelak.

Adapun posisi menurut urutan kelahiran yang telah diidentifikasikan Alfred

Adler (Corey, 1995:200) adalah anak tunggal, anak sulung, anak kedua, anak

Page 36: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

tengah dan anak bungsu. Ciri kepribadian menurut urutan kelahiran tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut (Alwilsol, 2004:107):

TABEL 1.Ciri Kepribadian Menurut Urutan Kelahiran

ANAK SULUNG ANAK KEDUA/ ANAK BUNGSU ANAK TUNGGAL TENGAH

SITUASI DASAR- Menerima

perhatian tidak terpecah dari orang tua.

- Turun tahta akibatkelahiran adik dan harus berbagi perhatian

- Memiliki modelatau perintis, yakni kakaknya.

- Harus berbagi perhatian sejak awal

- Memilikibanyak model, menerima banyak perhatian, walaupun berbagi, tidak berubah sejak awal.

- Sering dimanja

- Menerimaperhatian tidak terpecah dari orang tua

- Cenderungcukup dengan orang tuanya

- Sering dimanja

DAMPAK POSITIF- Bertanggung

jawab,melindungi dan memperhatikan orang lain

- Organisator yangbaik

- Motivasi tinggi- Memiliki interres

sosial- Lebih mudah

menyesuaikan diri dibanding kakaknya

- Kompetisi yang sehat

- Seringmengungguli semua saudaranya

- Ambisius yang realistik

- Masak sosial

DAMPAK NEGATIF- Merasa tidak

aman, takut tiba- tiba kehilangan nasib baik

- Pemarah, pesimistik, konservatif, perhatian pada aturan dan hukum

- Berjuang untukditerima

- Tidak kooperatif, senangmengkritik orang lain

- Pemberontak danpengiri permanen, cenderung berusaha mengalahkan orang lain

- Kompetitifberlebihan

- Mudah kecil hati- Sukar berperan

sebagai pengikut

- MerasaInferiordengan siapa saja

- Tergantung pada orang lain

- Ambisius yangtidak realistik

- Gaya hidup manja

- Ingin menjadipusat perhatian

- Takut bersaing dengan orang lain

- Merasa dirinya benar & setiap tantangan harus disalahkan

- Perasaan bekerjasama rendah

- Gaya hidup manja

Page 37: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Di antara urutan kelahiran tersebut, anak sulung dan anak bungsu

cenderung mendapat curahan waktu dan perhatian lebih dari orang tua

dibandingkan anak-anak di antara keduanya (Hurlock, 1978:63). Tentang hal

tersebut Prasetyo dan Sutoyo menyatakan pemeliharaan dan penjagaan yang

berlebihan diberikan kepada anak sulung dan anak bungsu (1989:63).

Pemeliharaan dan penjagaan yang berlebihan inilah yang kemudian memunculkan

gaya hidup manja. Sementara pemanjaan merupakan kesalahan yang mempunyai

dampak sama dengan pengabaian pada anak, yaitu dapat menghambat

kemandirian (Alwilsol, 2004:94).

Sekalipun anak sulung dan anak bungsu cenderung sama-sama memperoleh

perhatian yang lebih dari orang tua namun masing-masing mereka tetap

menunjukkan karakteristik yang khas. Karakteristik tersebut muncul karena

adanya pengalaman psikologis yang berbeda di antara mereka karena perlakuan

yang berbeda. Berikut ini adalah uraian tentang anak sulung dan anak bungsu.

1. Anak Sulung

Anak sulung menurut Simandjuntak dan Pasaribu (1984:277) adalah anak yang

pertama kali dilahirkan dalam suatu keluarga. Handayani dalam Aji (2003:2) memberikan

pengertian yang sama, yang dimaksud dengan anak sulung adalah anak yang paling tua atau

anak yang lahir pertama dari suatu keluarga. Hadibroto dkk (2002:19) mendefinisikan anak

sulung adalah anak tunggal yang beralih posisi karena munculnya anak kedua. Dari definisi-

definisi tersebut terdapat kesamaan pandangan bahwa anak sulung adalah anak yang pertama

kali dilahirkan dalam suatu keluarga. Sebelum kelahiran adiknya dia menjadi anak tunggal

dan karena dia terlahir pertama kali dia mempunyai usia yang paling tua di antara anak-anak

yang lain dalam keluarganya.

Anak sulung mempunyai posisi yang khas, selama satu atau dua tahun ia merupakan

satu-satunya anak (anak tunggal ) (Balson, 1999:34). Biasanya anak sulung mendapat

Page 38: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

perhatian besar, sedikit dimanjakan dan menjadi pusat perhatian (Corey, 1995:201). Sebelum

kelahiran anak kedua dia hidup dengan penuh fitalitas karena orang tua selalu bersikap terlalu

menyayangi dan melindunginya (Simandjuntak & Pasaribu, 1984:277). Orang tua cenderung

terlalu cemas dan melindungi secara berlebihan kepada anak sulung (Aji, 2003:2). Mereka

mendapat perhatian yang utuh dari orang tuanya, sampai perhatian itu terbagi saat ia mendapat

adik. Perhatian dari orang tua itu cenderung membuat anak memiliki perasaan mendalam

untuk menjadi superior/kuat, kecemasannya tinggi dan terlalu dilindungi (Alwilsol,

2004:105).

Selain menjadi pusat perhatian orang tuanya dia juga mengalami penderitaan akibat

kurangnya pengalaman orang tua, menjadi sasaran dari banyak tekanan dan diawasi lebih teliti

dari oleh anggota keluarga yang lain (Balson, 1999:34). Selain itu orang tua juga bersikap

perfek dan membebani anak sulung dengan tanggung jawab yang berlebihan (Simandjuntak &

Pasaribu, 1984:278).

Berbagai perlakuan dan harapan yang diberikan pada anak sulung memunculkan

karakteristik tertentu pada seseorang yang berposisi anak sulung. Beberapa ciri umum anak

sulung menurut Hurlock (1980:84-86):

a. Berperilaku matang karena berhubungan dengan orang-orang dewasa dan diharapkan

memikul tanggung jawab

b. Benci terhadap fungsinya sebagai teladan bagi adik-adiknya dan sebagai pengasuh

mereka

c. Cenderung mengikuti kehendak dan tekanan kelompok, mudah dipengaruhi untuk

mengikuti kehendak orang tua.

d. Mempunyai perasaan kurang aman dan perasaan benci sebagai akibat lahirnya adik yang

sekarang menjadi pusat perhatian

e. Kurang agresif dan kurang berani karena perlindungan orang tua yang berlebihan.

f. Mengembangkan kemampuan memimpin sebagai akibat dari harus memikul tanggung

jawab di rumah.

Page 39: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

g. Biasanya berprestasi tinggi atau sangat tinggi karena tekanan dan harapan orang tua dan

keinginannya untuk memperoleh kembali perhatian orang tua.

h. Sering tidak bahagia karena adanya perasaan kurang aman.

2. Anak Bungsu

Anak bungsu menurut Hadibroto dan kawan-kawan (2002:19) adalah anak kedua

atau anak ketiga dan seterusnya yang tidak mempunyai adik lagi. Balson (1999:36)

mendefinisikan secara singkat bahwa anak bungsu adalah anak yang lahir terakhir. Status

bungsu pada seseorang sukar diramalkan, kecuali kedua orang tua telah bersepakat (Sujanto,

1982:53), dan sering juga anak bungsu lahir di luar perencanaan (Aji, 2003:2).

Anak bungsu selalu menjadi buah hati keluarga dan cenderung menjadi anak yang

paling dimanja (Corey, 1995:201). Pemanjaan tersebut bukan hanya oleh orang tuanya tetapi

juga orang-orang di sekitarnya termasuk kakak-kakaknya dan juga kakeknya (Simandjuntak

& Pasaribu, 1984:279). Dari saudara-saudaranya yang lebih besar si bungsu merasakan

adanya perlakuan yang hampir sama dengan yang dilakukan orang tuanya, yaitu selalu

menyayangi dan memanjakannya (Sujanto, 1982:54).

Anak bungsu terbiasa dengan pemanjaan tersebut hingga ia tumbuh remaja dan

akhirnya dewasa. Dalam kehidupannya dia menginginkan semua orang di sekitarnya bersikap

seperti orang tua dan kakak-kakaknya yang selalu melindungi, menyayangi dan siap

melakukan apa saja untuknya.

Menurut Aji (2003:3) perhatian yang terus menerus dari saudara dan orang tuanya

mengakibatkan sifat-sifat anak bungsu seperti terlihat kekanak-kanakan, cepat putus asa dan

mudah emosi, selain pemanjaan banyak juga orang tua yang tetap menginginkan anak bungsu

tetap tinggal bersama dan membuat si bungsu menjadi tidak independent. Dengan

pengalaman yang diperoleh dalam keluarga dapat dimaklumi bila seseorang dengan posisi

anak bungsu sulit melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua dan mewujudkan

kemandirian. Seperti yang dinyatakan Balson (1999:37), anak bungsu cenderung mengalami

problem perkembangan dalam kebebasan.

Seperti halnya pada anak sulung, anak bungsu memiliki ciri-ciri umum sebagai

berikut (Hurlock, 1980:35) :

Page 40: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

a. Cenderung keras dan banyak menuntut sebagai akibat kurang ketatnya

disiplin dan dimanjakan oleh anggota keluarga.

b. Tidak banyak memiliki rasa benci dan rasa aman yang lebih besar karena tidak pernah

disaingi oleh saudara-saudaranya yang lebih muda.

c. Biasanya dilindungi oleh orang tua dari serangan fisik atau verbal kakak-kakaknya, hal

ini mendorong ketergantungan dan kurangnya rasa tanggung jawab.

d. Cenderung tidak berprestasi tinggi karena kurangnya harapan dan tuntutan orang tua

e. Mengalami hubungan sosial yang baik di luar rumah dan biasanya populer tetapi jarang

menjadi pemimpin karena kurangnya kemauan memikul tanggung jawab.

f. Cenderung merasa bahagia karena memperoleh perhatian dan dimanjakan anggota-

anggota keluarga selama masa kanak-kanak.

Secara ringkas Alwisol (2004:106) menyatakan bahwa anak bungsu, adalah anak

yang sering dimanja karena pemanjaan tersebut mereka beresiko tinggi menjadi anak

bermasalah. Mereka mudah terdorong memiliki perasaan inferior yang kuat dan tidak mampu

berdiri sendiri. Namun mereka sering termotivasi untuk melampaui kakak-kakaknya dan

menjadi anak yang ambisius.

C. Kerangka Berpikir tentang Perbedaan Kemandirian Anak Sulung dengan AnakBungsu.

Berdasarkan uraian urutan kelahiran tersebut diketahui bahwa posisi sebagai anak

sulung atau pun anak bungsu merupakan posisi yang istimewa dalam keluarga. Dalam beberapa

pendapat telah disajikan bahwa anak sulung dan anak bungsu sama-sama mendapatkan curahan

perhatian dan kasih sayang yang berlebih dari orangtua bila dibandingkan dengan anak-anak di

antara keduanya, yaitu anak tengah.

Orang tua juga berharap agar kelak anak pertamanya dapat menggantikan peran orang

tua bagi adik-adiknya Sementara itu anak bungsu cenderung dianggap lebih beruntung dengan

posisinya, karena sebagian tanggung jawabnya telah dipikul oleh orang-orang dewasa atau orang

yang lebih tua darinya (Sujanto, 1982:52).

Page 41: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Anak sulung mendapat curahan kasih sayang karena dia adalah anak yang sangat

diharapkan kelahirannya. Kelahirannya adalah suatu hal yang istimewa bagi orang tua dan orang-

orang di sekitarnya. Sebagai orang tua yang baru mempunyai seorang anak ayah dan ibunya sangat

menghawatirkan keadaannya, perhatian dan kasih sayang dicurahkan kepadanya sebagai anggota

baru keluarga yang mempesona.

Adapun anak bungsu menjadi pusat perhatian dan tempat curahan kasih sayang orang

tua dan anggota keluarga yang lain karena dia adalah anggota keluarga yang paling kecil, semua

anggota keluarga ingin memikat dan menarik perhatiannya. Selain itu orang tua juga merasa

bahwa kemampuan atau kemungkinan untuk mempunyai anak lagi sudah atau hampir berakhir

sehingga anak bungsu menjadi tempat curahan kasih sayang yang selalu diperhatikan.

Hal yang membedakan antara anak sulung dan anak bungsu adalah lebih lamanya waktu

anak bungsu untuk menikmati curahan kasih sayang orang tua dari pada anak sulung. Masa-masa

menyenangkan anak sulung akan segera berakhir dengan hadirnya anak kedua sebagai anggota

baru dalam keluarga. Terlebih lagi ditambah dengan kelahiran anak ketiga dan keempat. Dan

biasanya anak sulung diberi tanggung jawab oleh orang tuanya untuk turut membantu mengurus

dan mengawasi adik-adiknya. Selain itu anak sulung dituntut untuk mampu memberi contoh yang

baik kepada adiknya, akibatnya anak sulung cenderung patuh terhadap peraturan yang ada di

sekelilingnya.

Dalam hal ini si bungsu sebagai anggota keluarga termuda dan terkecil mendapatkan

perhatian, kasih sayang dan bantuan dari banyak orang disekitarnya. Bahkan tidak jarang orang-

orang disekitarnya menyelesaikan atau mengambil alih tugas dan tanggung jawabnya, selalu

membantunya dalam setiap persoalan.

Pemberian tanggung jawab juga menjadi faktor penting yang membedakan kemandirian

anak sulung dan anak bungsu. Anak sulung dituntut bisa menjadi contoh yang baik bagi adik-

adiknya, anak sulung harus bisa melakukan bebagai hal bagi adik-adiknya karena kelak dialah

yang akan menggantikan peran orang tua bagi adiknya. Anak sulung juga seringkali diminta utuk

melakukan sendiri apa-apa yang perlu dilakukannya karena orang tuanya mulai disibukkan oleh

Page 42: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

adik-adiknya. Kondisi tersebut memberi kesempatan pada anak sulung untuk melakukan banyak

hal yang mungkin tidak pernah dilakukan anak bungsu.

Pengkondisian seperti itu akhirnya menjadikan anak sulung terbiasa lebih banyak

bekerja dan bertanggung jawab atas sesuatu hal bila dibandingkan dengan anak bungsu. Bila anak

sulung terbiasa melakukan banyak hal, sebaliknya dengan anak bungsu. Dia selalu mendapat

bantuan dari orang-orang yang lebih besar dan lebih tua darinya. Dengan sering mendapat bantuan

tersebut anak bungsu menjadi kurang mengetahui tentang kemampuan yang sebenarnya dia miliki,

dan kalaupun dia mampu melakukan sesuatu dia lebih senang bila ada orang lain yang mau

melakukan itu untuknya. Karena dia terbiasa ditolong dan meminta tolong kepada orang-orang di

rumah, dia terbiasa melakukan hal tersebut di luar rumah. Misalnya saja dia akan meminta

temannya untuk menyelesaikan tugasnya atau meminta orang lain mengambilkan barang yang

diperlukannya walaupun mungkin sebenarnya dia bisa melakukannya sendiri. Akibatnya dia

jarang menyelesaikan suatu pekerjaan sendiri dan mengambil penuh tanggung jawabnya

Dengan demikian terjadi pengkondisian yang berbeda antara anak sulung dan anak

bungsu. Anak sulung terbiasa bertanggung jawab dan dituntut untuk bisa melakukan sendiri apa

yang diperlukannya, sementara anak bungsu terbiasa mendapatkan bantuan orang lain untuk

menyelesaikan tugasnya dan memenuhi kebutuhannya. Anak bungsu selalu dimanjakan oleh

orang-orang di sekitarnya. Pemanjaan inilah yang kemudian menjadi faktor penghambat

terbentuknya kemandirian anak bungsu.

Hal tersebut pada akhirnya memunculkan pola perilaku yang berbeda antara anak sulung

dan anak bungsu. Anak sulung tumbuh menjadi orang yang mandiri sementara anak bungsu

tumbuh menjadi orang yang manja dan terbiasa menggantungkan diri pada orang lain. Seperti

halnya yang dinyatakan Aji (2000:3) bahwa perhatian yang terus menerus dari saudara dan orang

tuanya mengakibatkan sifat-sifat anak bungsu seperti terlihat kekanak-kanakan, cepat putus asa

dan mudah emosi, selain pemanjaan banyak juga orang tua yang tetap menginginkan anak bungsu

tetap tinggal bersama orang tua sehingga cenderung membuat si bungsu menjadi tidak mandiri.

Sementara itu pada masyarakat tertentu anak sulung dianggap mempunyai kelebihan atau

superioritas dalam beberapa hal sehingga dipercaya untuk mengurusi berbagai hal seperti

pembagian warisan atau pernikahan adik dan keponakannya.

Page 43: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui perbedaan perlakuan yang diberikan pada

anak sulung dan anak bungsu sehingga memunculkan karakter yang berbeda. Selain itu dapat

diketahui juga kecenderungan perbedaan kemandirian antara anak sulung dan anak bungsu seperti

yang dapat dilihat pada tabel berikut :

TABEL 2.

Kecenderungan perbedaan kemandirian anak sulung dengan anak bungsu.

Anak Sulung Anak Bungsu1. Pada tahun-tahun pertama mendapat

curahan kasih sayang yang berlebih.

2. Cenderung lebih matang dalam interaksi sosial karena sering berinteraksidengan orang-orang dewasa.

3. Cenderung mengikuti kehendak dan tekanan kelompok, mudah dipengaruhi untuk mengikuti kehendak orang tua.

4. Cenderung lebih matang secara emosi dan mau mengalah karena terkondisi untuk mengalah pada adik-adiknya.

5. Cenderung lebih mampu bertanggungjawab; terbiasa bertanggung jawab atas adik-adiknya (dalam menggantikan peran orang tuanya).

6. Cenderung lebih mandiri; terbiasa melakukan sendiri kegiatannya.

7. Merasa tidak aman, takut tiba-tiba kehilangan nasib baik, dan pemarah

1. Lebih lama mendapat curahan kasihsayang secara berlebih tidak hanya pada tahun pertama bahkan sampai ia dewasa.

2. Cenderung kekanak-kanakan karena selaludimanjakan oleh orangtua dan orang- orang di sekitar.

3. Cenderung keras dan banyak menuntutsebagai akibat kurang ketatnya disiplin dan dimanjakan oleh anggota keluarga.

4. Cenderung mudah emosi (menuntut dan memaksa untuk mendapatkan sesuatu) dan cepat putus asa.

5. Cenderung kurang bertanggung jawab; biasanya melimpahkan tanggungjawab pada orang-orang disekitarnya atau diambil alih tanggung jawabnya.

6. Cenderung kurang mandiri; karena sering dibantu orang lain dalam melakukan suatu kegiatan

7. Merasa inferior dengan siapa saja, tergantung pada orang lain, dan mengembangkan gaya hidup manja

Dari tabel tersebut dapat diketahui beberapa perbedaan khas antara anak sulung dan anak bungsu yang mendorong pembentukan kemandirian anak sulung dan anak bungsu. Anak bungsu memperoleh curahan perhatian dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya jauh lebih lama dari anak sulung. Namun anak sulung cenderung lebih matang ketika berinteraksi dengan orang lain, cenderung lebih matang secara emosi, cenderung lebih bertanggung jawab bila dibandingkan dengan anak bungsu. Dalam hal kemandirian, nampak anak sulung cenderung lebih mandiridari anak bungsu walaupun anak sulung mempunyai kecenderungan untuk mudah dipengaruhi kelompok atau orangtuanya.

D. HipotesisBerdasar pendapat para ahli dalam landasan teori di atas, diperoleh jawaban sementara

tentang perbedaan kemandirian anak sulung dan anak bungsu sebagai berikut :

Page 44: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

“Terdapat perbedaan kemandirian yang signifikan antara anak sulung dengan anak bungsu. Anak

sulung cenderung lebih mandiri dibandingkan anak bungsu”.

Page 45: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian komparasi. Penelitian komparasi

adalah penelitian yang berusaha untuk menemukan persamaan dan perbedaan

tentang benda, orang, prosedur kerja, ide, dan kritik terhadap orang atau

kelompok. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penelitian komparasi

adalah penelitian yang ingin membandingkan dua atau tiga kejadian dengan

melihat penyebabnya (Sudijono, 2000:260).

Ada pun dalam penelitian ini yang dicari adalah perbedaan kemandirian

antara anak sulung dengan anak bungsu.

Variabel Penelitian

1. Identifikasi Variabel

Variabel penelitian, adalah apa yang menjadi titik perhatian suatu

penelitian (Arikunto, 1996:99). Variabel dapat pula didefinisikan sebagai

gejala yang bervariasi, seperti yang dinyatakan Sutrsisno Hadi (dalam

Arikunto, 1996:97); gejala adalah objek penelitian yang bervariasi. Secara

singkat Arikunto (1998:27) menyatakan bahwa variabel adalah gejala yang

menunjukkan variasi baik dalam jenis maupun tingkatannya.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan

variabel terikat.

40

Page 46: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemandirian.

Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah urutan kelahiran yaitu anak

sulung dan anak bungsu.

Dalam penelitian ini ingin diketahui tingkat kemandirian anak sulung

dan anak bungsu pada aspek-aspek yang telah ditentukan yaitu intelektual,

ekonomi, emosi dan sosial. Dengan demikian kemandirian termasuk dalam

kategori sebagai variabel ordinal, yaitu variabel yang menunjukkan adanya

tingkatan (Arikunto, 1996:98).

2. Definisi Operasional Variabel

a. Kemandirian

Menurut Gea (2002:146) mandiri adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan

keinginan dan kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri. Menurut Basri (2000:53)

yang dimaksud dengan kemandirian adalah keadaan seseorang yang mampu

memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Menurut Havighurst

(dalam Mu’tadin, 2002:2), kemandirian meliputi kemandirian dalam hal intelektual,

ekonomi, emosi, dan sosial. Kemandirian intelektual ditunjukkan dengan kemampuan

dalam mengatasi masalah. Kemandirian ekonomi ditunjukkan dengan kemampuan

mengatur sendiri perekonomiannya. Kemandirian emosi ditunjukkan dengan

kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang tua

atau orang dewasa lainnya., dan kemandirian sosial ditunjukkan dengan kemampuan

berinteraksi dengan orang lain tanpa tergantung dan menunggu aksi dari orang lain.

Berdasarkan pendapat tersebut yang dimaksud dengan kemandirian dalam penelitian ini

adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan dan memenuhi

Page 47: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

kebutuhannya dalam hal intelekual, ekonomi, emosi, dan sosial tanpa tergantung pada

bantuan orang lain.

b. Urutan kelahiran adalah posisi seorang anak dalam keluarga berdasarkan urutan dia

dilahirkan.

1) Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan anak sulung adalah anak yang pertama

kali lahir dalam keluarganya.

2) Ada pun yang dimaksud anak bungsu adalah anak yang lahir terakhir kali dalam

keluarganya.

Populasi dan Sampel1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1996:115). Dengandemikian populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas II SMA Negeri 11 Semarang tahun pelajaran 2004/2005 yang berkedudukan sebagai anak sulung dan yang berkedudukan sebagai anak bungsu.

Siswa kelas II dipilih sebagai sasaran penelitian mengingat kelas inimerupakan masa di mana para remaja mulai merasa benar-benar sebagai remaja dengan dapat diperolehnya berbagai hak istimewa sebagai remaja karena pada umumnya pada saat duduk di kelas II SMA remaja berusia 17 tahun.

SMA Negeri 11 Semarang dipilih sebagai lokasi penelitian dengan

alasan peristiwa atau gejala yang disampaikan pada pendahuluan terjadi di

sana berdasar pengamatan sementara pada kegiatan PLBK Di Sekolah. Lokasi

SMA Negeri 11 yang dekat dengan tempat tinggal peneliti juga menjadi

alasan SMA tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian, dengan letaknya yang

dekat dengan tempat tinggal peneliti diharapkan biaya yang dikeluarkan untuk

penelitian ini tidak terlalu besar.

Berdasarkan studi dokumentasi yang dilakukan diketahui jumlah

anggota populasi dalam penelitian ini sebanyak 234 siswa yang terdiri dari

121 anak sulung dan 113 anak bungsu. Dengan rincian sebagai berikut :

Page 48: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

TABEL 3.Anak Sulung dan Anak Bungsu SMA Negeri 11 Semarang

KELAS ANAK SULUNG ANAK BUNGSU2-1 19 112-2 12 12

2-3 17 152-4 15 142-5 13 172-6 11 202-7 15 92-8 19 9

JUMLAH 121 113

Pada umumnya anggota populasi dalam penelitian ini mempunyai

beberapa persamaan karakter antara lain adalah :

a. usia kurang lebih 17 tahun

b. tingkat pendidikan kelas II SMA dan

c. tempat menempuh pendidikan SMA Negeri 11 Semarang

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

a. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1996:117).

Ada pun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas II yang berposisi

sebagai anak sulung atau anak bungsu. Untuk mengetahui posisi anak dalam keluarganya

apakah sebagai anak sulung atau anak bungsu dilaksanakan studi dokumentasi terhadap

data pribadi siswa kelas II SMA Negeri 11 Semarang tahun pelajaran 2004/2005.

Kemudian siswa-siswa tersebut dikelompokkan menurut posisinya dalam keluarga.

Dengan demikian dalam penelitian ini terdapat dua kelompok sampel. Jumlah sampel

dari masing-masing kelompok sampel tersebut lebih dari 100 orang, tiap kelompok

sampel diambil 25% (Arikunto,1996:120). Perhitungan sampel tersebut dapat dapat

dilihat pada tabel berikut :

Page 49: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

TABEL 4Persentase Pada Kelompok Sampel

KELOMPOK SAMPEL JUMLAH 25% n

Sulung 121 30,25 30Bungsu 113 28,25 28

JUMLAH 234 58,50 58

b. Teknik pengambilan sampel

Untuk memperoleh sampel yang representatif diperlukan teknik pengambilan

sampel yang sesuai. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive

proporsional random sampling, karena dalam pengambilan sampel dipilih siswa-siswa

dengan kedudukan anak sulung dan anak bungsu (melalui studi dokumentasi berupa data

pribadi siswa), di mana masing-masing kelompok sampel diambil dengan proporsi yang

sama yaitu 25 % dan penentuan sebagai sampel dilakukan dengan mengacak kelas yang

akan dijadikan sebagai subyek penelitian. Adapun kelas yang terpilih adalah kelas 2-1

dan 2-5. Kelas 2-1 terdiri 19 anak sulung dan 11 anak bungsu dan di kelas 2-5 terdiri dari

13 anak sulung dan 17 anak bungsu.

TABEL 5Pengambilan Sampel

KELAS SULUNG BUNGSU2-1 19 112-5 13 17

JUMLAH 32 28

Dari 32 anak sulung dari kedua kelas tersebut hanya diambil 30 anak sulung

sedangkan anak bungsu dari kedua kelas tersebut sebanyak 28 anak, semuanya dijadikan

sebagai sampel penelitian. Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

58 siswa.

Metode Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemandirian anak sulung dan

anak bungsu. Kemandirian sebagai variabel terikat dalam penelitian ini merupakan salah satu

Page 50: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

aspek psikologis yang kondisinya dapat diketahui setelah diadakan suatu pengukuran sehingga

diperoleh data statistik tentang kemandirian tersebut. Dengan demikian data yang diperoleh

melalui penelitian ini adalah data kontinum. Data kontinum adalah data hasil pengukuran

(Sudjana, 2002:4).

Karena yang diukur adalah aspek psikologis maka metode pengumpulan data yang

digunakan adalah skala psikologi tentang kemandirian yang digunakan untuk mengungkap

kemandirian siswa.

2. Alat Pengumpul Data

Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kemandirian adalah skala

kemandirian. Seperti yang telah disampaikan bahwa kemandirian sebagai variabel bebas

dalam penelitian ini merupakan varibel ordinal. Skala Likert sesuai untuk penelitian ini karena

skala Likert juga menggunakan ukuran ordinal dalam penskalaannya. Skala Likert dipilih

sebagai acuan karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan skala yang lain, yaitu

(Nazir, 1985:398) :

a. lebih mudah penyusunannya

b. skala Likert mempunyai reliabilitas yang relatif tinggi karena setiap item mempunyai

lima responsi alternatif (alternatif jawaban)

c. karena rentang pilihan yang lebih besar sehingga skala Likert dapat memberikan

keterangan yang lebih nyata dan jelas tentang kondisi atau jawaban responden

Namun demikian pengukuran skala Likert ini juga mempunyai kelemahan yaitu

karena pengukurannya menggunakan ukuran ordinal, skala Likert hanya dapat mengurutkan

individu dalam skala tetapi tidak dapat membandingkan berapa kali individu atau kelompok

lebih baik dari yang lain (Nazir, 1985:398), namun kelemahan tersebut tidak terlalu menjadi

permasalahan karena dalam penelitian ini hanya terdapat dua kelompok yang diperbandingkan

dan untuk mengetahui perbandingannya dapat digunakan hitungan statistik yang sesuai.

3. Penyusunan Alat Pengumpul Data

Dalam instrumen penelitian ini hanya digunakan empat opsi atau alternatif jawaban

yaitu Selalu, Sering, Jarang dan Tidak Pernah untuk mengurangi kecenderungan responden

Page 51: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

untuk memberikan jawaban yang netral. Keempat opsi tersebut mempunyai skor masing-

masing adalah; Selalu = 4, Sering = 3; Jarang = 2; dan Tidak Pernah = 1 untuk pernyataan

positif dan sebaliknya untuk pernyataan negatif. Ada pun total skor dari masing-masing

responden adalah hasil penjumlahan skor dari seluruh item yang tersedia.

Penskoran untuk tiap jawaban dengan pernyataan positif dan negatif tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut :

TABEL 6.

Penskoran item berdasar jenis pernyataan

Pernyataan Skor

Positif 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4

Pada bagian sebelumnya telah dikutip pendapat Havighurst (dalam Mu’tadin 2002:2)

yang menyatakan bahwa kemandirian seseorang meliputi segi emosi, ekonomi, intelektual dan

sosial. Kemandirian emosi ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak

tergantungnya kebutuhan emosi pada orang tua atau orang dewasa lainnya. Kemandirian

ekonomi ditunjukkan dengan kemampuan mengatur sendiri perekonomiannya. Kemandirian

intelektual ditunjukkan dengan kemampuan dalam mengatasi masalah, dan kemandirian sosial

ditunjukkan dengan kemampuan berinteraksi dengan orang lain tanpa tergantung dan

menunggu aksi dari orang lain Mu’tadin (2002:2).

Pendapat Havighurst tersebut dipilih sebagai acuan dalam pembuatan instrumen

karena memberikan gambaran tentang kemandirian seseorang dari beberapa aspek.

Kemandirian seseorang akan nampak melalui tindakannya sehari-hari dalam bidang-bidang

tersebut.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas instrumen

Page 52: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

1)

σ

− σ

t

Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen.

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto,

1996:158). Tipe validitas instrumen dalam penelitian ini adalah validitas konstruk, yaitu

kesesuaian instrumen dengan teori yang mendasari (Suryabrata, 2000:42). Untuk mengetahui

validitas empirik instrumen tersebut maka diukur validitas butirnya dengan rumus korelasi

product moment berikut:

NΣXY - (ΣX)(ΣY)rxy =

{NΣX 2 − (ΣX) 2 }{NΣY 2 − (ΣY) 2

}

(Arikunto, 1996:160)

Penghitungan validitas instrumen tersebut menggunakan bantuan komputer dengan

program SPSS.

2. Reliabilitas Instrumen

Selain validitasnya, instrumen juga diukur reliabilitasnya. Reliabilitas adalah

kepercayaan suatu instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen dikatakan reliabel bila

data yang dikumpulkan instrumen memang sesuai dengan kenyataannya (1996:168). Karena

rentang skor instrument dalam penelitian ini berjenjang antara 1 sampai 4 (bukan 0 dan 1),

reliabilitas instrumen dalam penelitian ini diukur dengan rumus alpha berikut:

k 1

Σσ 2 − b (Arikunto, 1996:160)r11 = 2

(k t

Dengan keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan

Σσb2 = jumlah varians butir

2 = varians total

Teknik Analisis DataData yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kontinu yang berupa data kuantitatif,

teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis komparasional.

Teknik tersebut adalah salah satu teknik analisis kuantitatif atau salah satu teknik analisis

Page 53: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

statistik yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis mengenai ada tidaknya perbedaan antar

variabel yang sedang diteliti (Sudijono, 2000:261).

Dalam penelitian ini, data yang terkumpul dianalisis dengan dua metode analisis, yaitu

teknik statistik deskriptif dan t-test untuk uji beda mean.

1. Statistik Deskriptif

Teknik analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemandirian

masing-masing kelompok sampel. Setelah dilakukan penghitungan skor pada tiap sub variabel

disusun tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui mean yang diperoleh tiap kelompok

sampel. Kemudian dilakukan penghitungan standar deviasi antara mean teoritis dan mean

hipotetis untuk mengetahui tingkat kemandirian masing-masing kelompok sampel.

Mh =

Menentukan mean hipotetik dan standar deviasi dengan menggunakan rumus :

Skor Maksimal + Skor Minimal2

SD =Skor Maksimal - Skor Minimal

6

Keterangan :

Mh = Mean hipotetik

SD = Standar deviasi

Interpretasi kategori kemandirian berdasarkan tabel kriteria yang disusun sebagai

berikut :

TABEL 7.Penentuan Kriteria Kemandirian

Rumus Interval skor Kriteria

(M + 1.5 Sd) - (M + 3.0 Sd)

(M + 0.5 Sd) - (M + 1.5 Sd)

(M - 0.5 Sd) - (M + 0.5 Sd)

(M - 1.5 Sd) - (M - 0.5 Sd)

(M - 3.0 Sd) - (M - 1.5 Sd)

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat rendah

2. Rumus t-test

Digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan mean setelah dilakukan

penghitungan mean pada masing-masing kelompok sampel; yaitu kelompok anak sulung dan

Page 54: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

X Y

1

2

kelompok anak bungsu untuk kemudian diuji signifikansinya. Penggunaan rumus t-test dalam

suatu penelitian harus memenuhi beberapa syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah

sebagai berikut :

a Distribusi atau kurva yang dihasilkan adalah normal

b t-test merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji perbedaan mean dengan

skala pengukuran variabel setidaknya interval, termasuk di dalamnya adalah skala

pengukuran diskrit dan skala pengukuran kontinum.

c t-test hanya dapat digunakan bila jumlah anggota kedua kelompok sampel sama besar

atau dengan selisih jumlah kedua kelompok maksimal 2.

Pengujian hipotesis dengan rumus t-test dipilih karena persyaratan no 1 dan 2 untuk

penggunaan rumus tersebut sangat mungkin dipenuhi dalam penelitian ini. Syarat no 3 sudah

terpenuhi, karena skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah ordinal yaitu

skala Likert dan dengan data yang dihasilkan berupa data kontinum. Alasan lain menggunakan

rumus t- test adalah penghitungan yang dilakukan cukup sederhana. Kelebihan yang dimiliki

rumus t-test adalah dapat digunakan pada kelompok sampel yang besar atau kecil, kelompok

sampel besar beranggota ≥ 60 dan kelompok sampel kecil bila beranggota < 60.

Adapun rumus t-test yang dimaksud adalah sebagai berikut :

M X − M Yt =SDbm dengan SDbm = SD2 M + SD2 M

(Hadi, 2000:268)

Keterangan:t = uji kesamaan dua rata-rata

M X = rerata skor kelompok sampel 1

M Y = rerata skor kelompok sampel 2

SDbm = standar kesalahan perbedaan mean

SD 2 M = kwadrad standar kesalahan mean kelompok sampel 1

SD 2 M = kwadrad standar kesalahan mean kelompok sampel 2

Page 55: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

2

X

2

YX

Langkah-langkah dalam pengoperasian rumus tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut:

1) Mencari nilai median kedua kelompok sampel; rumus yang digunakan :

∑ fXM =N

2) Mencari nilai standar deviasi (SD) masing-masing kelompok sampel, dapat dicari dengan

rumus :

SD ²M X =

SD M X =

SD2 xN − 1

∑ fx2

dengan SDX =

N − M 2

∑ f x 2

N

− M X , jadi

N − 13) Mencari nilai SD gabungan kedua kelompok (SDbm) dengan rumus :

SDbm = SD M X + SD M Y2 2

4) Setelah menemukan nilai SDbm dilanjutkan dengan mencari nilai t, dengan rumus :

M X − M Yt = , jadi t =M X − M Y

SDbm SD2 M + SD2 M

Setelah nilai t diketahui dilakukan uji signifikansi t. Uji signifikansi

untuk sampel besar dengan menggunakan tabel 3 dan untuk sampel kecil

menggunakan tabel 4 pada buku Statistik Jilid 2 Sutrisno Hadi (2000). Setelah

melihat tabel dengan taraf kepercayaan 5% jika ternyata t hitung lebih besar

dari t tabel, berarti t signifikan dan hipotesis kerja (Ha) diterima dan hipotesis

nol (Ho) ditolak. Jika t hitung lebih kecil dari t tabel berarti t tidak signifikan

sehingga Ha ditolak dan Ho diterima. Kemudian dibuat simpulan tentang

penelitian berdasarkan uji signifikansi t tersebut.

Page 56: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV ini dipaparkan tentang hasil penelitian, yang telah dilaksanakan,

analisis data beserta pembahasannya. Hasil penelitian ini diperoleh dari penelitian

yang dilaksanakan pada siswa kelas II SMA Negeri 11 Semarang tahun pelajaran

2004/2005.

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Uji Coba Instrumen

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala psikologis yaitu skala kemandirian. Sebelum instrumen digunakan untuk pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan ujicoba di lapangan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut layak digunakan yaitu valid dan reliabel atau tidak.a. Hasil Uji Validitas

Skala kemandirian yang terdiri dari 80 item, setelah diujicobakan pada 30 siswa dan dianalisis menggunakan rumus product moment ditemukan ada 12 item yang tidak valid, yakni nomor 6, 7, 8, 18, 37, 40, 43, 49, 57, 67, 68 dan 79 karena koefisien korelasi dari keduabelas item tersebut dengan totalnya lebih kecil dari rtabel = 0,361 untuk α =5% dengan n = 30. Selanjutnya item-itemyang tidak valid dibuang dan penomorannya diurutkan kembali gunapengambilan data penelitian. Alternatif pembuangan butir yang tidak valid dipilih karena masih ada item lain yang mewakili indikator, disamping keterbatasan waktu bila harus memperbaiki instrumendan diadakan pengulangan uji coba instrumen. Dengan demikianskala kemandirian dalam penelitian ini terdiri dari 68 item soal yang

Page 57: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

terdiri dari 33 item favourable dan 35 item unfavourable. Kisi-kisi pengmbangan instrumen sebelum dan sesudah uji coba beserta skala kemandirian yang digunakan sebagai alat pengambil data dapat dilihat pada lampiran.

b. Hasil Uji Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji reliabilitas menggunakan rumus alpha

diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0.944. Pada taraf kesalahan

5% dengan n = 30 diperoleh harga rtabel = 0,361. Karena koefisien

reliabilitas lebih besar dari nilai rtabel, dapat dinyataan bahwa skala

psikologi kemandirian tersebut reliabel.

2. Deskripsi Data Kemandirian Anak Sulung dan Anak Bungsu

Berdasar perhitungan statistik diketahui mean hipotetik dalam

penelitian ini adalah 170 dengan standar deviasi sebesar 34. Kemudian mean

hipotetik tersebut digunakan sebagai pembanding antara mean empirik anak

sulung dan mean empirik anak bungsu.

a. Kemandirian Anak Sulung

Gambaran tentang kemandirian anak sulung siswa kelas II SMA Negeri 11

Semarang tahun pelajaran 2004/2005 berdasarkan jawaban skala

kemandirian diperoleh data seperti pada tabel distribusi berikut :

TABEL 8.Distribusi Frekuensi Kemandirian Anak Sulung

Kelas Interval Kriteria Frekuensi Persentase

222 – 272

188 – 221

154 – 187

120 – 153

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

3

20

7

0

10.00

66.67

23.33

0.00

Page 58: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

68 – 119 Sangat rendah 0 0.00

Σ 30 5970

Berdasarkan data penelitian diketahui bahwa mean kelompok anak sulung

adalah 199,2 dan berada pada rentang skor antara 167 sampai dengan 230

menyimpang sebesar 0,86 SD dari mean hipotetik yang berarti tingkat

kemandirian anak sulung berada pada kriteria tinggi.

b. Kemandirian Anak Bungsu

Sedangkan untuk kemandirian anak bungsu siswa kelas II SMA

Negeri 11 Semarang tahun pelajaran 2004/2005 berdasarkan jawaban

skala kemandirian diperoleh data seperti pada tabel distribusi berikut :

TABEL 9.Distribusi Frekuensi Kemandirian Anak Bungsu

Kelas Interval Kriteria Frekuensi Persentase

222 – 272

188 – 221

154 – 187

120 – 153

68 – 119

Sangat tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat rendah

0

13

14

1

0

0.00

46.43

50.00

3.57

0.00

Σ 28 5970

Page 59: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Dari data hasil penelitian diketahui bahwa skor rata-rata anak

bungsu adalah 182,2 dengan rentang skor antara 144 sampai dengan 215.

Dengan mean sebesar 182,2 berarti kemandirian anak bungsu menyimpang

dari mean hippotetik sebesar 0,36 SD. Dengan penyimpangan sebesar 0,36

SD berarti kemandirian anak bungsu berada pada kriteria sedang.

Lebih jelasnya hasil deskripsi data kemandirian anak sulung dan anak

bungsu pada Tabel 8 dan 9 di atas dapat disajikan secara grafis berikut ini :

Gambar 5.Bagan Distribusi Bergolong Kemandirian Anak Sulung dan Anak Bungsu

Berdasarkan Gambar 5. tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar

anak sulung memiliki kemandirian yang masuk dalam kategori tinggi

(66,67%) dan selebihnya masuk dalam kategori sedang (23,33%) serta sangat

tinggi (10,00%) sedangkan anak bungsu sebagian besar memiliki kemandirian

yang masuk dalam kategori sedang (50,00%) dan selebihnya masuk dalam

kategori tinggi (46,43%) dan rendah (3,57%).

Page 60: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Secara lebih rinci deskripsi tentang kemandirian anak sulung dan anak

bungsu siswa kelas II SMA Negeri 11 Semarang tahun pelajaran 2004/2005

dapat disajikan dari tiap-tiap subvariabel atau indikator kemandirian pada

Tabel 10. dan 11. berikut ini.

TABEL 10.Rata-rata Skor Subvariabel Kemandirian Anak Sulung dan Anak

Bungsu Siswa Kelas II SMA Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran2004/2005

SubvariabelAnak Sulung Anak Bungsu

Rata-rata Kriteria Rata-rata KriteriaIntelektual Ekonomi Emosi Sosial

53,749,053,643,7

Sedang Tinggi Tinggi Tinggi

52,842,248,138,9

Sedang Sedang Sedang Sedang

TABEL 11.Distribusi Frekuensi Tiap Subvariabel Kemandirian Anak Sulung dan

Anak Bungsu Siswa Kelas II SMA Negeri 11 Semarang Tahun Pelajaran2004/2005

Subvariabel Kriteria Frekuensi

Anak Sulung Anak Bungsu

F % f %

Page 61: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Intelektual Sangat tinggiTinggi Sedang RendahSangat rendah

0131340

0.0043.3343.3313.330.00

19

1350

3.5732.1446.4317.860.00

Ekonomi Sangat tinggiTinggi Sedang RendahSangat rendah

815700

26.6750.0023.330.000.00

29

1241

7.1432.1442.8614.293.57

Emosi Sangat tinggiTinggi Sedang RendahSangat rendah

418800

13.3360.0026.670.000.00

0121150

0.0042.8639.2917.860.00

Page 62: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Subvariabel Kriteria Frekuensi

Anak Sulung Anak Bungsu

F % f %

Sosial Sangat tinggiTinggi Sedang Rendah

Sangat rendah

521400

16.6770.0013.330.000.00

0141040

0.0050.0035.7114.290.00

Lebih jelasnya gambaran tentang kemandirian anak sulung dan anak

bungsu pada tiap-tiap indikator seperti pada Tabel 8. tersebut di atas dapat

disajikan secara grafis sebagai berikut :

Gambar 6.Bagan Distribusi Bergolong Kemandirian Anak Sulung dan

Anak Bungsu pada Aspek Intelektual

Berdasarkan Gambar 6. tersebut menunjukkan bahwa kemandirian

anak sulung pada aspek intelektual sebagian besar masuk kategori tinggi dan

sedang (43,33% dan 43,33%) dan pada anak bungsu juga masuk dalam

kategori sedang (46,43%).

Page 63: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Gambar 7.Bagan Distribusi Bergolong Kemandiriana Anak Sulung dan

Anak Bungsu pada Aspek ekonomi

Berdasarkan Gambar 7. tersebut menunjukkan bahwa kemandirian

anak sulung pada aspek ekonomi sebagian besar masuk kategori tinggi

(66,66%), sedangkan pada anak bungsu sebagian besar masuk dalam kategori

sedang (42,86%). Dengan demikian menunjukkan bahwa kemandirian anak

sulung pada aspek ekonomi lebih tinggi dari anak bungsu.

Gambar 8.Bagan Distribusi Bergolong Kemandirian Anak Sulung dan

Anak Bungsu pada Aspek emosi

Page 64: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Berdasarkan Gambar 8. tersebut menunjukkan bahwa kemandirian

anak sulung pada aspek emosi sebagian besar masuk kategori tinggi

(60,00%), sedangkan pada anak bungsu sebagian besar masuk dalam kategori

tinggi (42,86%). Dengan demikian menunjukkan bahwa kemandirian anak

sulung pada aspek emosi juga lebih tinggi dari pada kemandirian anak

bungsu.

Gambar 9.Bagan Distribusi Bergolong Kemandirian Anak Sulung dan Anak

Bungsu pada Aspek Sosial

Berdasarkan Gambar 9. tersebut menunjukkan bahwa kemandirian

anak sulung pada aspek sosial sebagian besar masuk kategori tinggi

(70,00%), sedangkan pada anak bungsu sebagian besar masuk dalam kategori

tinggi (50,00%). Dengan demikian menunjukkan bahwa kemandirian anak

sulung pada aspek sosial juga lebih tinggi dari pada anak bungsu.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa kemandirian anak sulung

lebih baik dibandingkan dengan kemandirian anak bungsu.

Kemandirian anak sulung siswa kelas II SMA Negeri 11 Semarang tahun

Page 65: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

pelajaran 2004/2005 ditinjau dari aspek intelektual sebagian berada

pada kategori sedang, aspek ekonomi berada pada kategori tinggi, aspek

emosi berada pada kategori tinggi dan aspek sosial juga berada pada

kategori tinggi, sedangkan kemandirian dari anak bungsu untuk seluruh

aspek (intelektual, ekonomi, emosi dan sosial) berada pada kategori

sedang. Dengan demikian menunjukkan bahwa kemandirian anak

sulung rata-rata berada satu tingkat di atas anak bungsu. Secara

statistik, perbedaan ini dapat diuji melalui analisis data berikut ini.

3. Hasil Analisis Data

a. Uji normalitas data

Hasil uji normalitas data kemandirian anak sulung dan anak busung

siswa kelas II SMA Negeri 11 tahun pelajaran 2004/2005 dapat dilihat

pada lampiran dan terangkum pada Tabel 12. berikut.

Tabel 12. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data

Sumber variasi Chi kuadrat

Chi kuadrattabel

Kriteria

Kemandirian anak sulung

Kemandirian anak bungsu

2,9101

1,72635,99

Normal

Normal

Pada taraf kesalahan 5%, dengan derajat kebebasan = 5-3 = 2

diperoleh nilai kritik chi kuadrat sebesar 5,99. Pada tabel 4.4 terlihat

bahwa nilai chi kuadrat hitungnya lebih kecil dari 5,99, sehingga dapat

disimpulkan bahwa kedua data tersebut berdistribusi normal. Berdasarkan

hasil analisis ini, maka pengujian hipotesis yang berbunyi “Terdapat

perbedaan kemandirian antara anak sulung dengan anak bungsu dan anak

Page 66: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

sulung cenderung lebih mandiri dibandingkan anak bungsu” dapat

digunakan statistik parametrik yaitu uji t.

b. Hasil uji t

Hasil uji perbedaan tingkat kemandirian anak sulung dengan anak

bungsu pada siswa kelas II SMA Negeri 11 Semarang tahun pelajaran

2004/2005 dapat dilihat pada lampiran terangkum pada Tabel 13. berikut

ini.

TABEL 13.

Ringkasan Hasil Uji t

Sumber vasiasi Rata-rata t ttabel Kriteria

Kemandirian anak sulung 199,203,45 2.00 Berbeda

Kemandirian anak bungsu 182,18

Pada taraf kesalahan 5% dengan dk = 30 + 28 – 2 = 56 diperoleh t

tabel sebesar 2.00, sehingga Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan

rata-rata kemandirian antara anak sulung dengan anak bungsu, apabila

thitung < 2.00.

Dari tabel di atas, terlihat bahwa t hitung = 3,45 > t tabel = 2,00,

sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat

perbedaan mean kemandirian antara anak sulung dengan anak bungsu.

Ditinjau dari rata-rata skornya, terlihat bahwa tingkat kemandirian anak

sulung (199,20) lebih tinggi daripada tingkat kemandirian anak bungsu

(182,18). Kondisi ini menunjukkan bahwa anak sulung cenderung lebih

mandiri dibandingkan anak bungsu.

Page 67: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Untuk melihat ada tidaknya perbedaan kemandirian antara anak

sulung dengan anak bungsu ditinjau dari setiap subvariabel dapat

ditunjukkan dari Tabel 14. berikut ini.

TABEL 14.

Ringkasan Hasil Uji t dari Setiap Subvariabel Kemandirian

Subvariabel t t tabel Kriteria

Intelektual

Ekonomi

Emosi

Sosial

0,50

3,47

3,68

4,28

2,00

Tidak berbeda

Berbeda

Berbeda

Berbeda

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

tingkat kemandirian antara anak sulung dengan anak bungsu ditinjau dari

aspek ekonomi, emosi dan sosial. Sedangkan pada aspek intelektual secara

statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kemandirian antara anak sulung dengan anak bungsu. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak sulung rata-rata lebih mandiri dibandingkan dengan anak bungsu. Ditinjau dari kriteria kemandiriannya menunjukkan bahwa anak sulung memiliki kemandirian yang tinggi sedangkan anak bungsu memiliki tingkat kemandirian yang masuk dalam kategori sedang. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa kemandirian anak sulung berada satu tingkat di atas anak bungsu.

Sedangkan jika ditinjau dari tiap-tiap subvariabel kemandirian dapat diketahui bahwa

perbedaan kemandirian antara anak sulung dengan anak bungsu tersebut terletak

pada aspek ekonomi yaitu kemampuan mereka dalam menerapkan hidup hemat,

Page 68: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

kemampuan melakukan tranksaksi ekonomi dan kemampuan merencanakan

karier, selain aspek ekonomi terdapat pula perbedaan pada aspek emosi dan sosial.

Pada aspek emosi anak sulung cenderung tidak ingin selalu menggantungkan diri

pada orang tua, memiliki kehendak yang kuat dalam meraih tujuan hidupnya,

selalu puas dengan keputusan yang telah diambilnya karena telah melalui

petimbangan yang matang, selalu menghargai waktu dengan selalu berusaha

mengisi waktu tersebut untuk hal-hal yang positif dan selalu bertanggung jawab

atas segala sesuai yang telah dilakukannya. Pada aspek sosial anak sulung

cenderung lebih mampu dalam menghindari pengaruh negatif pergaulan, mampu

merespon setiap kritik secara positif, mampu menerima perbedaan pendapat

dengan siapa saja, dan lebih luwes dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

Yang tidak membedakan kemandirian antara anak sulung dengan anak busung adalah pada

aspek intelektual. Secara umum baik anak sulung maupun anak bungsu memiliki

kepercayaan pada kemampuan yang dimiliki yang setara, sama-sama mampu

berinisiatif, sama-sama mengatasi masalah yang muncul dalam dirinya, sama-

sama mampu menyelesaikan tugas pribadinya, mampu mempertahankan prinsip

dan mengambil keputusan yang setara.

Kenyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa perbedaan urutan kelahiran dalam keluarga hanya berpengaruh pada aspek psikologis, seperti aspek emosi; sosial; dan ekonomi sedangkan pada aspek intelektual tidak berpengaruh. Hal ini sejalan dengan pendapat Corey (1995, 200:201) yang menyatakan bahwa urutan dan interpretasi terhadap posisi seseorang dalam keluarga berpengaruh terhadap cara seseorang berinteraksi akibat situasi psikologis yang berada pada urutan kelahiran tersebut.

Page 69: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

Keunggulan tingkat kemandirian anak sulung dibandingkan dengan

bungsu disebabkan secara umum anak sulung relatif mendapatkan perhatian yang

besar dari kedua orang tuanya, sedikit dimanja dan menjadi pusat perhatian.

Sebagian besar orang tua sejak awal telah berharap anak sulungnya dapat

menggantikan peran orang tua bagi adik-adiknya. Sedangkan kenyataan yang

terjadi pada anak bungsu mereka cenderung lebih beruntung dibandingkan kakak-

kakaknya sebab sebagian tanggung jawabnya telah dipikul oleh orang-orang

dewasa atau orang yang lebih tua darinya. Hurlock (1978:64) menegaskan bahwa

anak bungsu memiliki sindrom manja, merasa tidak mampu dan rendah diri serta

tidak bertanggung jawab. Hal itu disebabkan para orang tua relatif lebih sering

memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada anak sulung dibandingkan

dengan anak bungsu. Mereka lebih mempercayai bahwa anak sulungnya yang

paling mampu menyelesaikan segala sesuatu dibandingkan anak bungsunya. Hal

ini juga diungkapkan oleh Simandjuntak & Pasaribu (1984: 278), yaitu orang tua

cenderung bersikap perfek dan membebani anak sulung dengan tanggung jawab

yang berlebihan.

Anak sulung biasanya mendapat perhatian yang utuh dari orang tuanya,

sampai perhatian itu terbagi saat ia mendapat adik. Perhatian dari orang tua itu

cenderung membuat anak memiliki perasaan mendalam untuk menjadi superior /

kuat. Berbagai perlakuan dan harapan yang diberikan pada anak sulung

memunculkan karakteristik tertentu pada seseorang yang berposisi anak sulung,

diantranya yaitu : 1) berperilaku matang karena berhubungan dengan orang-orang

dewasa dan diharapkan memikul tanggung jawab, 2) cenderung mengikuti

kehendak dan tekanan kelompok, mudah dipengaruhi untuk mengikuti kehendak

Page 70: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

orang tua, 3) Kurang agresif dan kurang berani karena perlindungan orang tua

yang berlebihan, 4) mengembangkan kemampuan memimpin sebagai akibat dari

harus memikul tanggung jawab di rumah dan 5) biasanya berprestasi tinggi atau

sangat tinggi karena tekanan dan harapan orang tua dan keinginannya untuk

memperoleh kembali perhatian orang tua.

Hal tersebut berlawan dengan apa yang terjadi pada anak bungsu, mereka selalu menjadi buah

hati keluarga dan cenderung menjadi anak yang paling dimanja. Pemanjaan

tersebut bukan hanya oleh orang tuanya tetapi juga orang-orang di sekitarnya

termasuk kakak-kakaknya dan juga kakeknya. Sehingga dalam kehidupannya dia

menginginkan semua orang di sekitarnya bersikap seperti orang tua dan kakak-

kakaknya yang selalu melindungi, menyayangi dan siap melakukan apa saja

untuknya. Dengan pengalaman yang diperoleh dalam keluarga dapat dimaklumi

bila seseorang dengan posisi anak bungsu sulit melepaskan diri dari

ketergantungan pada orang tua dan mewujudkan kemandirian. Seperti yang

dinyatakan Balson (1999: 37), anak bungsu cenderung mengalami problem

perkembangan dalam kebebasan.

Page 71: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti pada Bab IV, dapat

diambil suatu simpulan sebagai berikut :

1. Ditinjau dari tiap-tiap subvariabel kemandirian menunjukkan bahwa anak

sulung pada aspek intelektual berada pada kategori sedang, sedangkan pada

aspek ekonomi, emosi dan sosial berada pada kriteria tinggi.

2. Ditinjau dari tiap-tiap subvariabel kemandirian menunjukkan bahwa pada

aspek intelektual, ekonomi, emosi dan sosial berada dalam kriteria sedang.

3. Ada perbedaan kemandirian yang signifikan antara anak sulung dengan anak

bungsu pada siswa kelas II SMA Negeri 11 Semarang tahun pelajaran

2004/2005. anak sulung cenderung memiliki kemandirian yang lebih tinggi

dibandingkan dengan anak bungsu khususnya pada aspek ekonomi, emosi dan

sosial.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diajukan beberapa saran bagi

siswa, orang tua dan guru pembimbing di sekolah antara lain:

1. Melalui Guru Pembimbing di sekolah dapat disampaikan kepada para siswa

yang menjadi anak bungsu hendaknya mereka menyadari bahwa tidak

Page 72: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

selamanya mereka dapat menggantungkan diri pada orang lain baik orang tua

maupun kakaknya. Oleh karena itu hendaknya mulai dari sekarang mereka

belajar mengelola ekonomi, mengendalikan emosi, dan meningkatkan jiwa

sosialnya agar dapat melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang lain

sebagai upaya pendewasaan diri.

2. Melalui Guru Pembimbing di sekolah dapat disampaikan kepada orang tua

/wali murid hendaknya tidak hanya membebankan seluruh tanggungjawab

kepada anak sulung. Mereka seharusnya juga memberikan tanggung jawab

kepada anak bungsu dalam hal pengaturan ekonomi, peningkatan emosi serta

sikap sosial sesuai dengan kemampuanyan dalam upaya mengembangkan

kemandirian anak busunnya.

3. Guru pembimbing di sekolah hendanya memberikan perhatian khusus kepada

anak didiknya dengan status kelahiran bungsu saat memberikan layanan

pembentukan kemandirian pada aspek ekonomi, emosi dan sosial agar mereka

dapat memiliki tingkat kemandirian yang sama dengan anak sulung.

4. Bagi peneliti lain dapat mengadakan penelitian yang lebih mendalam tentang

topik yang sama dengan pendalaman pada aspek kemandirian siswa dalam

belajar, karena dalam penelitian ini kemandirian belajar siswa belum diteliti

secara mendalam.

Page 73: 45741386 Skripsi Pendidikan 142

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press

Arikunto,Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Azwar, Saefudin. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

B Simandjuntak & L Pasaribu. 1984. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito

Basri, Hasan. 2000. Remaja Berkualitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Corey, Gerald. 1995. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi.Semarang: IKIP Semarang Press

Friel, John C & Friel, Linda D. 2000. Teens On 7 : 7 Hal Teerbaik yangDilakukan Remaja Top. Bandung: Kaifa

Gea, Antonius Atosokhi dkk. 2002. Relasi dengan Diri Sendiri. Jakarta: Elex MediaKomputindo

Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik Jilid 1. Yogyakarta: ANDI

Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: ANDI

Hadibroto, Iwan dkk. 2002. Misteri Perilaku Anak Sulung, Tengah, Bungsu, dan Tunggal

Lie, Anita & Prasasti, Sarah. 2004. 101 Cara Membina Kemandirian dan Tanggung JawabAnak. Jakarta: Elex Media Komputindo

Prawironoto, Hartati dkk. 1994. Pembentukan Budaya dalam Lingkungan Keluarga diDaerah Jawa Tengah. Jateng: Depdikbud Dirjen Kebudayaan

Partowisastro, Koestoer. 1983. Dinamika Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga

Schiller, Pam & Bryant, Tamera. 2002. 16 Moral Dasar Bagi Anak. Jakarta: Elex MediaKomputindo

Sudijono, Anas. 2000. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada

Sujanto, Agus dkk. 1982. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Aksara Baru

Page 74: 45741386 Skripsi Pendidikan 142