4311413080_lisa Ayuningtyas Wulandari

6
Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi Tanah Bekas Tambang Batubara Lisa Ayuningtyas Wulandari(4311413080) Kimia, Universitas Negeri Semarang Abstrak Lahan tambang batu bara biasanya tidak dapat di tanami tumbuhan dalam waktu yang lama. Hal tersebut terjadi karena keasaman tanah yang sangat tinggi oleh asam sulfat di dalam tanah. Hal ini dapat di atasi dengan cara bioremidiasi dan penamabahan bakteri pereduksi sufat(BPS). Dengan adanya Bakteri ini keasaman tanah dapat di kurangi bahkan dapat di netralkan. Dari hasil penelitian yang telah di lakukan BPS dapat menurunkan konsentrasi sulfat pada tanah bekas tambang batubara dengan efisiensi 89,76% dalam waktu inkubasi 20 hari. Penurunan sulfat tersebut dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang batubara dari 4,15 menjadi 6,66 dalam waktu yang sama. Kata Kunci : bakteri pereduksi sulfat, bioremediasi, tambang batu bara Abstract Coal mining areas typically can’t be planted plants in a long time. This happens because of the very high soil acidity by sulfuric acid in the soil. This can be solved by bioremediation and adding sulfate reducing bacteria (BPS). With the presence of these bacteria can reduce the acidity of the soil can even neutralize. From the research that has been done CPM may decrease the concentration of sulfate in the soil former coal mine with an efficiency of 89.76% in the 20-day incubation period. Decreased sulfate can increase soil pH former coal mine from 4.15 to 6.66 in the same time. Key word : sulfate reducing bacteria, bioremediation, coal mines

description

kimling lisa

Transcript of 4311413080_lisa Ayuningtyas Wulandari

Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi Tanah Bekas

Tambang Batubara

Lisa Ayuningtyas Wulandari(4311413080)

Kimia, Universitas Negeri Semarang

Abstrak

Lahan tambang batu bara biasanya tidak dapat di tanami tumbuhandalam waktu yang lama. Hal tersebut terjadi karena keasamantanah yang sangat tinggi oleh asam sulfat di dalam tanah. Hal inidapat di atasi dengan cara bioremidiasi dan penamabahan bakteripereduksi sufat(BPS). Dengan adanya Bakteri ini keasaman tanahdapat di kurangi bahkan dapat di netralkan. Dari hasil penelitianyang telah di lakukan BPS dapat menurunkan konsentrasi sulfatpada tanah bekas tambang batubara dengan efisiensi 89,76% dalamwaktu inkubasi 20 hari. Penurunan sulfat tersebut dapatmeningkatkan pH tanah bekas tambang batubara dari 4,15 menjadi6,66 dalam waktu yang sama.

Kata Kunci : bakteri pereduksi sulfat, bioremediasi, tambang batubara

Abstract

Coal mining areas typically can’t be planted plants in a long time.This happens because of the very high soil acidity by sulfuric acid inthe soil. This can be solved by bioremediation and adding sulfatereducing bacteria (BPS). With the presence of these bacteria canreduce the acidity of the soil can even neutralize. From the researchthat has been done CPM may decrease the concentration of sulfate inthe soil former coal mine with an efficiency of 89.76% in the 20-dayincubation period. Decreased sulfate can increase soil pH formercoal mine from 4.15 to 6.66 in the same time.

Key word : sulfate reducing bacteria, bioremediation, coal mines

Pendahuluan

Salah satu fungsi hutan adalah sebagai pengatur tata air . Melalui

mekanisme penyaringan oleh partikel tanah di bawah tegakan hutan, kualitas air yang

muncul di sekitar hutan menjadi jernih. Disamping itu, hutan juga dapat mengatur

kuantitas air, sehingga air tidak meluap/banjir ketika musim penghujan dan air

tetap tersedia ketika musim kemarau. Aktivitas manusia sering kali dapat

mengganggu fungsi hutan. Salah satu kegiatan manusia yang paling berat

dampaknya terhadap hutan adalah kegitan di sektor pertambangan. Sektor ini

memberikan dua dampak penting terhadap kerusakan hutan, yaitu menghilangkan

keberadaan hutan (penambangan terbuka) dan limbahnya (tailing) mencemari

lingkungan (penambangan terbuka dan tertutup). (widyawati 2009:1)

Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam industri batubara

dan mineral dunia. Tahun 2005 Indonesia menduduki peringkat ke-2 sebagai negara

pengekspor batubara uap. Untuk pertambangan mineral, Indonesia merupakan negara

penghasil timah peringkat ke-2, tembaga peringkat ke-3, nikel peringkat ke-4 dan

emas peringkat ke-8 dunia. Namun demikian, pertambangan selalu mempunyai dua

sisi yang saling berlawanan, sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak

lingkungan yang sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran sudah tidak

diragukan lagi bahwa sektor ini merupakan salah satu tulang punggung pendapatan

negara selamabertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, praktek pertambangan

terbuka (open pit mining) yang paling banyak diterapkan pada penambangan batubara

dapat mengubah iklim mikro dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit

batubara disingkirkan.(widyawati 2007: 1)

Dampak penambangan terbuka yang paling serius adalah adanya

fenomena air asam tambang sehingga upaya revegetasi lahan menghadapi banyak

hambatan. Air asam tambang adalah oksidasi mineral bersulfur sehingga melepaskan

sulfat ke lingkungan. Akibatnya pH tanah menjadi sangat rendah sehingga unsur hara

makro menjadi tidak tersedia karena terikat oleh ion-ion logam. Sebaliknya

unsur-unsur hara mikro yang umumnya terdiri atas logam-logam kelarutannya

menjadi sangat tinggi (Tan 1993 dalam widyawati 2009).

Beberapa jenis tumbuhan dapat beradaptasi dengan baik pada tanah-

tanah yang tercemar logam. Mekanisme tanaman yang dapat tumbuh pada lahan

yang demikian dibedakan menjadi adaptif atau toleran, tergantung apakah mereka

menahan supaya logam tersebut tidak diserap atau bahkan aktif mengumpulkan

logam-logam tersebut dalam jaringan. Tanaman dikategorikan toleran apabila

mereka mampu tumbuh pada tanah dengan kandungan logam yang tinggi tanpa

terganggu pertumbuhannya. Salah satu contoh jenis yang toleran adalah Acacia

crassicarpa yang dapat tumbuh pada tanah bekas tambang batubara. Sedangkan

tanaman dikatakan adaptif apabila mereka secara aktif beradaptasi terhadap

kandungan logam yang tinggi dalam tanah, misalnya bunga matahari, tumbuhan

paku Pteris vitata atau Thlaspi spp. Adaptasi yang dilakukan antara lain menahan

logam pada akar atau mengumpulkan dan melokalisir logam pada vakuola sel

(Ross dan Koye 1994 dalam widyawati 2009).

Pembahasan

Secara fisik, aktivitas penyingkiran lapisan tanah di atas batubara

sekaligus menggusur kantong-kantong aliran air seperti sungai dan mata air di

lokasi tersebut. Secara kimia, formasi batuan tempat terbentuknya batubara di

Indonesia umumnya tersusun atas mineral sulfidik. Mineral yang tersisa (baik over

burden maupun sisa galian) ketika bersinggungan dengan udara dan atau air akan

cepat teroksidasi menghasilkan asam sulfat. Karena asam sulfat merupakan asam

yang sangat kuat, maka pH tanah dan air akan mengalami penurunan secara drastis.

Hasil pengukuran pada tanah bekas tambang batubara mempunyai pH 2,8 - 3,2;

sedangkan air mempunyai pH 1,6 - 5,2 (Widyati 2007)

Uji aktivitas bakteri pereduksi sulfat(Genus Desulfovibrio) pada media

Postgate cair. Isolat BPS(bakteri pereduksi sulfat) yang digunakan pada penelitian ini

merupakan hasil seleksi berdasarkan kecepatan tumbuhnya(Widyati, 2003).

Komposisi isolat yang digunakan merupakan campuran 4 isolat yang berdasarkan

identifikasi awal keempatnya termasuk genus Desulfovibrio (Widyati, 2006).

Masing-masing isolat dipelihara pada media Postgate. Masing-masing isolat murni

BPS tersebut (0,25 ml) diinokulasi ke media Postgate cair yang diperkaya dengan

larutan asam sulfat 2 N sebanyak 5% (v/v) jika populasi telah mencapai 105 cfu/ml

media. Kultur diinkubasi dalam tabung ulir volume 25 ml sampai penuh. Percobaan

dilakukan dalam rancangan acak lengkap dengan 3 kali ulangan, masing-masing

ulangan terdiri atas 3 tabung ulir. Setiap lima hari sampai hari keduapuluh dilakukan

pengukuran sulfat. Sebagai kontrol adalah perlakuan media postgate B yang

diperkaya dengan larutan asam sulfat 2 N sebanyak 5% (v/v) tetapi tidak diinokulasi

dengan BPS.(widyawati 2007)

Uji coba pemanfaatan BPS dilakukan untuk menurunkan kandungan sulfat

pada tanah bekas tambang batubara. Hasil pengukuran perubahan kadar sulfat pada

tanah bekas tambang batubara oleh aktivitas BPS ini menunjukkan bahwa perlakuan

bioremediasi dengan BPS dapat menurunkan konsentrasi sulfat dalam tanah bekas

tambang batubara secara signifikan (P<0,05), dengan efisiensi 91,28% dibanding

kontrol.(widyawati 2007)

Dalam melakukan reduksi sulfat, BPS menggunakan sulfat sebagai sumber

energi yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan bahan organik sebagai

sumber karbon (C). Karbon tersebut berperan selain sebagai donor elekton dalam

metabolisme juga merupakan bahan penyusun selnya. Sedangkan menurut Djurle

BPS menggunakan donor elektron H2 dan sumber C (CO2) yang dapat diperoleh dari

bahan organik. Reaksi reduksi sulfat oleh BPS menurut Van Houten adalah sebagai

berikut:

SO42- + H2 + 2 H+ → H2S + 4H2O

Ketika sulfat menerima elektron dari bahan organik(dari tumbuhan) maka

akan mengalami reduksi membentuk senyawa sulfida seperti yang digambarkan oleh

reaksi:

Bakteri pereduksi sulfat (BPS) efektif digunakan dalam proses bioremediasi

tanah bekas tambang batubara dengan waktu inkubasi 20 hari. Aktivitas BPS dapat

menurunkan konsentrasi sulfat pada tanah bekas tambang batubara dengan efisiensi

89,76% dalam waktu inkubasi 20 hari. Penurunan sulfat tersebut dapat meningkatkan

pH tanah bekas tambang batubara dari 4,15 menjadi 6,66 dalam waktu yang sama.

Penutup

Dalam menangani masalah lingkungan berupa lahan bekas tambang batu bara

yang tidak dapat di tanami karena pH tanah yang tinggi. Hal ini terjadi karena

kandungan asam sulfat yang tinggi dalam tanah. Masalah ini dapat di selesaikan

dengan cara bioremidiasi dengan tanaman yang di tambahkan dengan bakteri

pereduksi sulfat(BPS). Dalam aktivitas metabolismenya BPS dapat mereduksi sulfat

menjadi H2S. Gas ini akan segera berikatan dengan logam-logam yang banyak

terdapat pada lahan bekas tambang dan dipresipitasikan dalam bentuk logam sulfida

yang reduktif.

Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa dalam memperbaiki kualitas

tanah bekas tambang batu bara dapat dilakukan dengan menggunakan bioremidiasi

dan penambahan BPS. Dalam penambahan BPS pada proses bioremidiasi dapat

menurunkan konsentrasi sulfat pada tanah bekas tambang batubara dengan efisiensi

89,76% dalam waktu inkubasi 20 hari. Penurunan sulfat tersebut dapat meningkatkan

pH tanah bekas tambang batubara dari 4,15 menjadi 6,66 dalam waktu yang sama.

Daftar Rujukan

Widyati, Enny. 2009. ”Kajian Fitoremediasi Sebagai Salah Satu Upaya Menurunkan

Akumulasi Logam Akibat Air Asam Tambang Pada Lahan Bekas Tambang

Batubara”. Tekno Hutan Tanaman. Vol 2 No. 2. Hal: 67

Widyati, Enny. 2007. ”Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi

Tanah Bekas Tambang Batubara”. Biodiversitas. Vol 8 No. 4 Hal: 283

T an, K.H. 1993. Principles of Soil Chemistry (2nd Ed). New York: Marcel

Dekker Inc

Ross, S.M. and K.J. Kaye. 1994. The Meaning of Metal T oxicity in Soil-Plant

System. T oxicity in Soil-Plant System. S.M. Ross (ed). John Willey and

Son. New York. pp:27-62