42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

26
41 METODOLOGI TAFSIR Aldomi Putra Dosen Ulum Alquran dan Tafsir STAI YASTIS Padang Abstrak Tulisan ini tentang metode penulisan, yang menitik beratkan pada metodologi/metode-metode tafsir, dan metode penelitian tafsir. Dalam kajian tafsir (interpretation) terhadap teks Alquran, dibutuhkan seperangkat pengetahuan tentang penafsiran Alquran sehingga tidak bisa dilakuan oleh banyak orang. Mannā’ Khālil Qathān misalnya memberikan persyaratan yang begitu ketat (baca; Qathān). Di samping memiliki kriteria bagi mufassir terhadap teks, yang paling penting lagi adalah ketepatan dalam mengunakan metode dalam penafsiran Alquran. Metode-metode penafsiran terhadap teks Alquran meliputi; sumber, intensitas, langkah dan perspektif/corak (laun). Metode tafsir dari segi sumber terbagi dua yaitu bi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi. Metode tafsir dari segi intensitasnya terbagi kepada ijmali dan tahlili. Metode tafsir dari segi langkah terbagi pada muqarran, maudhu’I,dan tartib suar. Dan metode tafsir dari segi perspektif terbagi kepada fiqh, falsafi, sufi, ‘ilmi dan lain sebagainya. Penelitian terhadap tafsir juga membutuhkan metode. Metode penelitian tafsir lebih cenderung menggunakan metede kualitatif, ketimbang metode kuantitatif. Kata Kunci: Metode, Ijmâlî, Tahlîlî, Muqâran, Maudhû’î, dan Kualitatif Pendahuluan Istilah metode-metode dalam tulisan ini, juga dipahami dengan methodology. Jika diperhatikan kata methodology berasal dari dua kata yaitu “metode” dan “logi”. Kata metodeberasal dari bahasa Yunani, yaitu methodos”, yang juga tersusun terdiri dari dua terma, yaitu “meta” bermakna menuju, melalui, mengikuti, dan term hodos” bermakna jalan, perjalanan, dan cara atau arah. 1 Abu Hilāl al- ‘Askarȋ sebagaimana dikutip oleh 1 Supiana dan M.Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), cet.I, hal. 302, lihat juga Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, Beberapa asa Metodologi Ilmiah, Jakarta: Gramedia, 1977, hal. 16 Thalāl al-Hasan, ia mengatakan metode (manhaj) dilihat dari sisi bahasa adalah cara yang jelas. 2 Sementara, kata “logiterambil dari istilah Yunani, “logos”, yang berarti ilmu. Dengan demikian, pengertian sederhana tentang metodologi adalah ilmu tentang cara untuk mengerjakan atau melakukan sesuatu. Dalam bahasa Inggris, metodologi ditulis dengan methodology”. Sementara, dalam bahasa Arab, metodologi dapat diterjemahkan dengan kata “thariqah” dan manhaj”. Dalam bahasa Indonesia, metodologi berarti cara yang 2 Thalāl al-Hasan, Manāhij Tafsȋr al- Qur’ān min abhās al-marja’ al-dȋnȋ Al-Sayyid Kamāl al-Haidarȋ, t.t., t.th., hal. 24.

Transcript of 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Page 1: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

41

METODOLOGI TAFSIR

Aldomi PutraDosen Ulum Alquran dan Tafsir STAI YASTIS Padang

AbstrakTulisan ini tentang metode penulisan, yang menitik beratkan padametodologi/metode-metode tafsir, dan metode penelitian tafsir. Dalam kajiantafsir (interpretation) terhadap teks Alquran, dibutuhkan seperangkatpengetahuan tentang penafsiran Alquran sehingga tidak bisa dilakuan olehbanyak orang. Mannā’ Khālil Qathān misalnya memberikan persyaratanyang begitu ketat (baca; Qathān). Di samping memiliki kriteria bagimufassir terhadap teks, yang paling penting lagi adalah ketepatan dalammengunakan metode dalam penafsiran Alquran. Metode-metode penafsiranterhadap teks Alquran meliputi; sumber, intensitas, langkah danperspektif/corak (laun). Metode tafsir dari segi sumber terbagi dua yaitu bial-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi. Metode tafsir dari segi intensitasnya terbagikepada ijmali dan tahlili. Metode tafsir dari segi langkah terbagi padamuqarran, maudhu’I,dan tartib suar. Dan metode tafsir dari segi perspektifterbagi kepada fiqh, falsafi, sufi, ‘ilmi dan lain sebagainya. Penelitianterhadap tafsir juga membutuhkan metode. Metode penelitian tafsir lebihcenderung menggunakan metede kualitatif, ketimbang metode kuantitatif.

Kata Kunci: Metode, Ijmâlî, Tahlîlî, Muqâran, Maudhû’î, dan Kualitatif

PendahuluanIstilah metode-metode dalam

tulisan ini, juga dipahami denganmethodology. Jika diperhatikan katamethodology berasal dari dua kata yaitu“metode” dan “logi”. Kata ‘metode’berasal dari bahasa Yunani, yaitu“methodos”, yang juga tersusun terdiridari dua terma, yaitu “meta” bermaknamenuju, melalui, mengikuti, dan term“hodos” bermakna jalan, perjalanan,dan cara atau arah.1 Abu Hilāl al-‘Askarȋ sebagaimana dikutip oleh

1Supiana dan M.Karman, UlumulQur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir,(Bandung: Pustaka Islamika, 2002), cet.I, hal.302, lihat juga Fuad Hasan danKoentjaraningrat, Beberapa asa MetodologiIlmiah, Jakarta: Gramedia, 1977, hal. 16

Thalāl al-Hasan, ia mengatakan metode(manhaj) dilihat dari sisi bahasa adalahcara yang jelas.2 Sementara, kata “logi”terambil dari istilah Yunani, “logos”,yang berarti ilmu. Dengan demikian,pengertian sederhana tentangmetodologi adalah ilmu tentang carauntuk mengerjakan atau melakukansesuatu. Dalam bahasa Inggris,metodologi ditulis dengan“methodology”. Sementara, dalambahasa Arab, metodologi dapatditerjemahkan dengan kata “thariqah”dan “manhaj”. Dalam bahasaIndonesia, metodologi berarti cara yang

2 Thalāl al-Hasan, Manāhij Tafsȋr al-Qur’ān min abhās al-marja’ al-dȋnȋ Al-SayyidKamāl al-Haidarȋ, t.t., t.th., hal. 24.

Page 2: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

teratur dan terpikir baik-baik untukmencapai maksud (dalam ilmupengetahuan dan sebagainya); carakerja yang bersistem untukmemudahkan pelaksanaan suatukegiatan guna mencapai sesuatu yangditentukan.3 Jika “metode”diterjemahkan dengan suatu caraterpenting untuk mencapai tujuan yangtelah ditetapkan, maka metodologidapat diartikan dengan ilmu yangmempelajari suatu cara terpentinguntuk mencapai tujuan yang telahditetapkan.

Ahmad Syukri Shalehmendefinisikan metodologi sebagaiwacana tentang cara melakukan sesuatuyang disebut dalam bahasa Arabdisebut dengan manhaj/ minhaj, sepertidiungkap dalam QS. Al-Maidah (5):ayat 48 (yaitu: لكل جعلنا منكم شرعة و منھاجا), yang berarti “jalan yang terang”.4Supiana dan M. Karman menjelaskan,metodologi tafsir adalah cara yangsistematis untuk mencapai pemahamanyang benar tentang maksud AllahSWT. dalam Alquran, baik yangdidasarkan pada pemakaian sumber-sumber penafsirannya, sistempenjelasan tafsir-tafsirnya, keluasanpenjelasan tafsirnya, maupun yangdidasarkan pada sarana dan sistematikaayat yang ditafsirkannya.5

3Nasaruddin Baidan, MetodologiPenafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2002), cet ke-I, hal. 54. Lihat juga TimPenyusun Kamus Pusat Pembinaan danPengembangan Bahasa Departemen Pendidikandan Kebudayaan, Kamus Besar BahasaIndonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cetke-2, hal. 652

4Ahmad Syukri Saleh, MetodologiTafsir al-Qur’an Kontemporer DalamPandangan Fazlur Rahman, (Jambi: SultanThaha Press, 2007) cet ke-2, hal. 39.

5Supiana dan M.Karman, UlumulQur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir,…hal. 302

Dari penejelasan di atas, tulisanini mengunakan istilah metode danmetode-metode, karena tulisan ini akanmenjelaskan beberapa metode dalampenafsiran, yang meliputi metodeijmâlî (secara global), metode tahlîlî(analitis), metode muqâran (metodekomparasi), dan metode maudhû’î(metode tematik), serta metodehermeneutika. Setelah menjelaskanmetode-metode dalam penafsirandalam tulisan ini juga akan dijelaskanmetode penelitian terhadap tafsir itusendiri.

Metode-Metode TafsirKalimat metodologi tafsir adalah

kalimat majemuk yang terambil daridua kata, yaitu “metodologi” dan“tafsir”. Karena itu, untuk memahamiistilah “metodologi tafsir” mestiberangkat dari penguraian kedua termatersebut. Terma metodologi secarabahasa berasal dari dua kata, yaitu“metode” dan “logi”. Kata metodeberasal dari bahasa Yunani, yaitu“methodos”, yang juga tersusun terdiridari dua terma, yaitu “meta” yangbermakna menuju, melalui, mengikuti,dan term “hodos” yang bermaknajalan, perjalanan, dan cara atau arah.6

Maka, metodologi dapat diartikandengan “cara untuk melakukansesuatu”. Sementara, kata “logi”terambil dari istilah Yunani, “logos”,yang berarti ilmu. Dengan demikian,pengertian sederhana tentangmetodologi adalah ilmu tentang carauntuk mengerjakan atau melakukansesuatu. Dalam bahasa Inggris,metodologi ditulis dengan“methodology”. Sementara, dalam

6Supiana dan M.Karman, UlumulQur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir,(Bandung: Pustaka Islamika, 2002), cet.I, hal.302

Page 3: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 43

bahasa Arab, metodologi dapatditerjemahkan dengan kata “thariqah”dan “manhaj”. Dalam bahasaIndonesia, metodologi berarti cara yangteratur dan terpikir baik-baik untukmencapai maksud (dalam ilmupengetahuan dan sebagainya); carakerja yang bersistem untukmemudahkan pelaksanaan suatukegiatan guna mencapai sesuatu yangditentukan.7

Membincangkan metodologitafsir/metode-metode tafsir, tidak luputdari segi sumber, intensitas, langkah,dan praktik/corak dalam menafsirkanAlquran. Berikut ini dijelaskan metodeyang mencakup ke empat segi tersebut.

1. Metode Tafsir dari Segi SumberBerdasarkan sumbernya, tafsîr

dapat dibagi menjadi dua yaitu tafsîr bial-ma’tsûr dan tafsîr bi al-Ra’yi.a. Tafsîr bi al-Ma’tsûr/ Manqûl

1) Pengertian Tafsîr bi al-Ma’tsûrTerkait dengan poin ini ada tiga

istilah yang memiliki makna sama yangsering dipakai, yaitu: bi al-ma’tsûr, bial-manqûl dan bi al-Riwâyah. Kata bial-ma’tsûr dipakai sebagai antonim bial-Ra’yi, Kata bi al-manqûl/’naqlidipakai sebagai antonim bi ma’qûl/‘aqli dan bi al-Riwâyah berlawanandengan bi al-Dirâyah. Tafsîr bi al-ma’tsûr secara bahasa terdiri dari duakata yaitu tafsîr dan ma’tsûr. Katama’tsûr merupakan isim maf’ûl darikata أثرا (atsran) dengan makna manqûl(sesuatu yang disampaikan dari

7 Nasaruddin Baidan, MetodologiPenafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2002), cet ke-I, hal. 54. Lihat juga TimPenyusun Kamus Pusat Pembinaan danPengembangan Bahasa Departemen Pendidikandan Kebudayaan, Kamus Besar BahasaIndonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cetke-2, hal. 652.

seseorang pada yang lainnya). Jikadikatakan أثر الحدیث maka maksudnyaadalah نقلھ و رواه عن غیره(menyampaikan atau meriwayatkannyadari orang lain).8

Sedangkan الأثر adalah الخبر المروي و السنة الباقیة (khabar yang diriwayatkanatau sunnah berupa peninggalan)9. Didalam Mu’jam al-Washît مأثور itusendiri diartikan dengan الحدیث المروي، وما ورث الخلاف عن السلاف (hadîts yangdiriwayatkan, atau sesuatu yangditerima orang belakangan/khalâf dariorang-orang terdahulu/salâf). Ini jugasejalan dengan yang ditulis IbnManzhûr yaitu: یخبر الناس بھ بعضھم بعضا،

خلاف عن سلافأي ینقلھ (hadîts yangdisampaikan antara sesama manusiaatau sesuatu yang diterima orangbelakangan/khalâf dari orang-orangterdahulu/salâf).10 Maka مأثور dapatdidefenisikan sebagaiistilah/penyebutan untuk sesuatu yangditerima khalâf dari salâf baik berupailmu, hadîts, riwayat, dan lainsebagainya. Jadi dinamai dengan namama’tsûr (dari kata atsâr yang berartisunnah, hadîts, jejak, peninggalan)karena dalam melakukan penafsiranseorang mufassir menelusuri jejak ataupeninggalan masa lalu dari generasisebelumnya terus sampai kepada NabiSaw. Adapun manqûl merupakanberasal dari kata نقلا ( نقلا-ینقل- نقل ), ما علم من طریق الروایة أو السماع yang berarti

8 Sebagaimana yang dikutip oleh Shâlahabd al-Fattâh al-Khâlidiy dari Mu’jam al-Washît. Lebih lanjut lihat Shâlah abd al-Fattâhal-Khâlidiy (selanjutnya disebut dengan al-Khâlidiy), Ta’rif al-Dârisîn bi Manâhij al-Mufassirîn, (Damaskus: Dar al-Qalam, 2002),hal. 199.

9 di dalam lisan al-‘Arab الخبر diartikandengan (sesuatu yang disampaikan), lihat. Ibnmanzhur, Lisan al-Arab, Qahirah: Dar al-Ma’arif, t.th, hal. 25.

10 Ibn manzhur, Lisan al-Arab…hal. 25.

Page 4: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

44 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

(sesuatu yang diketahui lewat caraperiwayatan atau proses mendengar)

Sedangkan secara terminologitafsîr bi al-ma’tsûr adalah sebagaimanayang didefenisikan para ahli berikutini: Muhammad Husain al-Dzahabiymendefinisiakan;

من البيان وتفصيل لبعض ما جاء في القرأن نفسهاياته، وما نقل عن الرسول االله صلى االله عليه وسلم، وما نقل عن الصحابة رضوان االله عليهم، وما نقل عن التابعين، من كل ما هو بيان وتوضيح لمراد االله تعالى

١١من نصوص كتاب الكريم

Sesuatu yang berasal dari al-Qur’ânberupa penjelasan atau uraian bagisebahagian ayatnya, atau sesuatu yangberasal dari Rasul (hadîts, penulis),atau yang berasal dari para sahabatra dan dari tabi’in, selama (semua itu)berupa penjelasan atau uraianmengenai maksud Allâh Swt dari nashkitab al-Qur’ân.

Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm al-Zarqâniy dan Muhammad ‘Âliy al-Shabûniy meberikan pengertian;

ما جاء في القرأن، أو السنة، أو كلام الصحابة، بيانا ١٢لمراد االله تعالى

11Muhammad Husain al-Dzahabiy, al-Tafsîr wal-Mufassirûn, Qahirah: Maktabah al-Wahbah, 1995, Jilid II, hal. 163, Defenisi inijuga dirujuk oleh Muhammad Shafa IbrâhîmHaqqiy, sehingga ia mendefenisikannyasebagai berikut:

المقصود من التفسیر باالأثر تفسیر القرأن بالقرأن ، علیھ وسلم اي تفسیر القرأن بما نقل عن الرسول الله صلى الله

سنة، واقوال الصحابة وما ثبت عنھم، وباقوال التابعینMuhammad Shafa Ibrâhîm Haqqiy,

‘Ulûm al-Qur’ân min Khilâl Muqaddimah al-Tafsîr, Beirut: Maktabah al-Risâlah, 2004, juz.III, hal. 227.

12 Lihat Muhammad abd al-‘Azhim al-Zarqâniy, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al-Qur’an, Beirut: Dar al-Kitâb al-‘Arabiy, 1995,Juz. II, hal. 12, atau lihat juga Muhammad‘Aliy al-Shabûniy, Al-Tibyân fi ‘Ulum al-

Sesuatu yang berasal dari al-Qur’ân,atau Sunnah maupun perkataansahabat yang menjelaskan maksudAllâh Swt (di dalam al-Qur’ân,penulis)

Menurut Hasan Yunus ‘Ubaidudefinisinya adalah;

بيان معاني الآيات القرآنية و هوالتفسير بالمعثورشرحها بما ورد في القرآن الكريم أو السنة الصحيحة أو

١٣ال الصحابة رضوان االله عليهمأقو Tafsîr bi al-ma’tsûr adalahmenjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an dan syarahnya dengan Al-Qur’an Al-Karîm atau dengan sunnahyang shahih atau dengan perkataansahabat r.a.

Menurut Mana’ al-Qatthân

التفسير بالمأثورهو الذي يعتمد على صحيح المنقول...، من تفسير القرأن با القرأن، أو با لسنة ا جاءت مبينة لكتاب االله، أو بما روي عن لأ

م أعلم ال ناس بكتاب االله، أو بما قاله الصحابة لأم تلقوا ذالك غالبا عن الصحابة ١٤كبار التابعين لأ

Tafsîr bi al-ma’sûr adalah tafsîr yangberdasarkan pada kutipan-kutipan/riwayat yang shahîh …, berupatafsîr al-Qur’ân dengan al-Qur’ân,atau dengan Sunnah (karena Sunnahberfungsi sebagai penjelasan bagikitab Allâh), atau dengan riwayat yangberasal dari para sahabat (karenamereka termasuk orang yang palingmengerti dengan kitab Allâh), ataudengan perkataan para tabi’in besar,

Qur’an, Jakarta: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,2003, hal. 67.

13 Hasan Yunus ‘Ubaidu , Dirâsât waMabâhis fî Târîkh wa Manâhij al-MufasirînMesir : Markazd al-Kitâb linnasyar, t.th, hal.20.

14 Mana’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhitsfi ‘Ulûm al-Qur’ân, Al-Qahirah: MaktabahWahbah, 2007, hal. 338.

Page 5: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 45

karena mereka senantiasamendapatinya dari para sahabat.

Jika dicermati definisi-definisi diatas, maka terdapat beberapapersamaan, dan perbedaan. Tetapimeski demikian penulis dapatdirumuskan bahwa; Tafsîr bi al-ma’tsûr adalah tafsîr yang berdasarkanriwayat yang shahîh. Terutama denganMana’ Khalîl al-Qaththan, ia telahmewanti-wanti pendapat banyakkalangan yang meragukan tafsîr bi al-ma’tsûr karena banyak dipengaruhioleh riwayat isrâiliyât dan riwayatyang dha’îf. Maka baginya sesuatuyang dikatakan dengan tafsîr bi al-ma’tsûr mestilah bersumber daririwayat yang shahîh .15 PenafsiranTafsîr bi al-ma’tsûr dapat berupa al-Qur’ân, Sunnah dan perkataan sahabat.Khusus dengan perkataan tabi’interdapat perbedaan di kalangan ulama.

Singkatnya tafsîr bi al-ma’tsûradalah tafsîr yang berdasarkan padariwayat yang shahîh , berupa tafsîr al-Qur’ân dengan al-Qur’ân, denganSunnah, atau dengan riwayat yangberasal dari para sahabat, sertamenghindari pembicaraan yang tidakterkait lansung dengan penafsiran,selama tidak ada riwayat yang shahîhtentang itu.

2) Sumber-sumber tafsîr bi al-Ma’tsûrDi dalam menentukan sumber

tafsîr bi al-ma’tsûr para ulama berbedapendapat, di antaranya al-Rûmiymenjadikan sumber tafsîr bi al-ma’tsûritu menjadi 4 macam yaitu: al-Qur’ân,Sunnah Nabi, Perkataan sahabat dan

15 Hal ini pulalah nantinya yang sangatditekankan oleh al-Khalidi ketika membahasmengenai sumber-sumber tafsir bi al-ma’tsur.Ini akan penulis jabarkan pada poin berikutnya.

penafsiran tabi’in16. Al-Khâlidiymenjadikan sumber tafsîr bi al-ma’tsûrmenjadi 5 macam dengan tidakmemasukkan al-Qur’ân- yaitu: HadîtsShahîh yang marfû’ kepada Nabi,Perkataan shahîh sahabat yang terkaitdengan penafsiran ayat al-Qur’ân,Perkataan tabi’in yang shahîh, al-qirâ’ât al-syâdz dan al-qirâ’ât al-tafsîriah.

3) Posisi dan Hukum Tafsîr bi al-Ma’tsûrTafsîr bi al-Ma’tsûr wajib diikuti

dan diambil jika terbukti shahîh .Karena terjaga dari penyelewenganmakna kitab Allâh. Ibnu Jarîr berkata,“Ahli tafsîr yang paling tepat mencapaikebenaran adalah yang paling jelashujjah-nya terhadap sesuatu yang diatafsir-kan dengan dikembalikan tafsir-nya kepada Rasûl Allâh dengankhabar-khabar yang tsâbit dari beliaudan tidak keluar dari perkataan salâf.”

4) Qaidah Tafsîr Terkait Tafsi bial-ma’tsurTerkait dengan tafsîr bi al-

ma’tsur terdapat beberapa kaidah yangditulis oleh al-Khâlidiy yaitu: a) تفسیر

القرأن بالقرأن ھو الأساس لما بعده من التفسیر مأثور بال (tafsîr al-Qur’ân dengan al-

Qur’ân adalah dasar bagi tafsîr bi al-ma’tsur selainnya), b) تفسیر القرأن بالسنةیلي تفسیر القرأن باالقرأن في المنزلة والأھمیة (dari sisi kedudukan dan artipentingnya, tafsîr al-Qur’ân denganSunnah berada setelah tafsîr al-Qur’ândengan al-Qur’ân). Dari dua kaidah inidapat dipahami bahwa tafsîr yangpaling utama adalah tafsîr al-Qur’ândengan al-Qur’ân (ini bisa dalambentuk bayân al-mujmâl, taqyîd al-muthlaq, takhshîh al-‘âm, bayân al-mantuq dengan al-mafhûm, dan

16 Fahd ‘Abd al-Rahmân Sulaimân al-Rûmiy, Buhust fi Ushul al-Tasfsir, t.tp,Maktabah Al-Taubah, t.th, hal. 73-78

Page 6: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

46 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

berbagai bentuk lainnya), kemudian al-Qur’ân dengan Sunnah., c) بیان الرسول الله

صلى الله علیھ و سلم لأیة و تفسیره لھا مقدم على أي بیان وتفسیر (Penjelasan dan penafsiranRasul terhadap suatu ayat diutamakandaripada penjelasan apapun) DariKaidah ini dapat dipahami bahwaapabila telah ada keterangan Nabiterhadap makna suatu ayat, makaketerangan lain tidak dapatdiperpegangi jika menyalahiketerangan Nabi ini., d) قول الصحابة فيالتفسیر مقدم على قول من بعد (Pendapatsahabat mengenai tafsîr lebihdidahulukan dari pada pendapat orang-orang [belakangan] setelahnya.), e) قولالتابعي في التفسیر مقدم على قول من بعد(Pendapat tabi’in mengenai tafsîr lebihdidahulukan dari pada pendapat orang-orang [belakangan] setelahnya). Kaidah1, 2, 4 dan 5 di atas menjelaskan bahwasumber tafsîr yang paling utama adalahal-Qur’ân, kemudian al-Sunnah,kemudian qaul al-shahabah dankemudian qaul al-tabi’in. Makapenafsiran sunnah pada dasarnya tidakboleh menyalahi al-Qur’ân, qaul al-shahabah tidak boleh menyalahisunnah, dan qaul al-tabi’in tidak bolehmenyalahi qaul al-shahabah sertapendapat mufassir berikutnya tidakboleh menyalahi qaul al-tabi’in dansumber tafsîr di atasnya., f) لا یؤخذ التفسیر بالمأثورالا بعد ثبوتھ و تخریجھ (Tafsîrbi al-ma’tsur pada dasarnya tidak akandigunakan kecuali setelah dipastikan[ke-shahîh-annya] dan pen-takhrîj-annya). Sesuai dengan kaidah ini, tafsîrbi al-ma’tsûr haruslah dinilai kualitassanadnya, sebagai mana hadîts Nabiyang lain. Menurut penulis, Kaidah inimenjadi jawaban terhadap banyaknyakemungkinan yang menyebabkanlemahnya tafsîr bi al-ma’tsur.,17 g)

17 Menurut al-Shabûniy, ada 4 sebab

الجمع بین الأقوال المختلفة عن الصحابة و التابعین(Perbedaan pendapat antara tabi’in dansahabat diselesaikan secara al-jam’u/kompromikan) Berdasarkankaidah ini dapat dipahami bahwa tafsîrbi al-ma’tsur –antara perkataan sahabatdan tabi’în- selama memiliki jalursanad yang shahîh, tidak akanbertentangan, dan yang ada hanyalahtanawwu’/fariasi penafsiran. Makaketika ada perbedaan diselesaikandengan cara mengkompromikankeduanya, dan jika tidak bisa dilakukandengan tarjîh., h) عدم اعتماد الإسرائیلیات الا ما صح شاھده عندنا (isrâ’iliyât18 tidakdapat diperpegangi kecuali memilikisyahid yang shahîh) Kaidah inimenunjukkan kehati-hatian paramufassir terhadap cerita isrâiliyât. Danini merupakan wujud dari perwujudan

hadîts Nabi terkait ahli al-kitâb: لا لا تكذبواهم، وقولوا أمنا با االله تصدقوا أهل الكتاب و

وما أنزل علينا

b. Tafsîr bi al-Ra’yi/ al-Ma’qulSecara bahasa kata الرأي

merupakan mashdar dari kata رأى، یرىyang di dalam pemakaiannyadigunakan untuk penglihatan mata.Selain untuk istilah penglihatan mata,

yang menyebabkan dha’îf-nya tafsir bi al-ma’tsûr yaitu: a. Tercampurnya antara riwayatyang shahih dengan yang tidak, b. adanyariwayat isrâ’iliyat, c. adanya usaha kelompokmazhab yang menisbahkan perkataan/pendapatmereka kepada para sahabat nabi, dan d.Adanya usaha dari kaum zindiq untuk merusakagama dengan menisbahkan perkataan dustakepada nabi dan para sahabat ataupun tabi’in.‘Aliy al-Shabûniy, Al-Tibyân fi ‘Ulum al-Qur’an…, h. 70-71

18 Isrâiliyât adalah istilah yang diberikanulama untuk riwayat atau kisah masa lalu yangtidak berasal dari Islam, tetapi justrudidapatkan dari berita ahl al-kitab (Yahudi danNasrani).

Page 7: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 47

ia juga dapat digunakan terkait dengan,(keyakinan)إعتقاد (pandangan)تدبیر danتفكیر (pemikiran). Menurut Husain al-Dzahabiy juga dapat dipakai untukmakna إجتھاد (ijtihâd) dan قیاس (qiyas).19

Selain dengan istilah ra’yi, tafsîr inijuga dikenal dengan istilah ‘aqli ataunazhri. Disebut dengan tafsîr ‘aqlikarena memang di dalampenafsirannya, seorang mufassîr sangatmemberdayakan akal dan fikirannya.Sedangkan dinamakan dengan nazhrikarena memang tafsîr ini merupakanhasil dari penelitian yang mendalam.20

Sedangkan menurut Istilah terdapatbeberapa defenisi yang diberikan ulamayaitu: Menurut Mana’ Khalîl al-Qaththan;

يعتمد فيه المفسر في بيان المعنى على فهمه ا هو ما رد ٢١لخاص و استنباطه با لرأي ا

Yaitu tafsîr yang mufassîrnya didalam menjelaskan makna hanyamengandalkan pemahaman dan meng-istinbath-kannya dengan menggunakanlogika semata.

Kemudian Mana’ Khalîl al-Qaththan menambahkan keteranganterkait defenisi ini. Menurutnya yangdimaksud logika semata adalah logikayang pemahamannya tidak sejalandengan nilai syari’at, dan biasanyadilakukan oleh ahli bid’ah. Menurutal-Rûmiy mendefinisikan

٢٢(هو) عبارة عن تفسير القرأن بالإجتهادYaitu istilah untuk penafsiran Alqurandengan menggunakan ijtihâd.

Menurut al-Dzahabiy

19 Al-Khâlidî, Ta’rif al-Dârisîn biManâhij al-Mufassirîn…, hal. 413

20 Al-Khâlidî, Ta’rif al-Dârisîn biManâhij al-Mufassirîn…,, hal. 413.

21 Mana’ Khalîl al-Qaththân,…, hal.351.

22 Fahd ‘Abd al-Rahmân Sulaimân al-Rûmiy, Buhust fi Ushul al-Tasfsir …, hal. 78 .

ة عن تفسير القرأن بالإجتهاد، بعد معرفة (هو) عبار المفسر لكلام العرب و مناحيهم في القول، ومعرفته للألفاظ العربية ووجوه دلالتها، واستعانته في ذالك بالشعر الجاهلي، ووقوفه على أسباب النزول، ومعرفته بالناسخ و المنسوخ من ايات القرأن، وغير ذالك من

المفسر الأدوات التي يحتاج اليه Yaitu istilah untuk penafsiran Alqurandengan menggunakan ijtihâd, setelahseorang mufassîr tersebut menguasaikalam Arab dan pemakaiannya didalam perkataan, mengetahui bahasaArab, dan wujuh dilalahnya, sertausahanya untuk merujuk kepada sya’irArab jahiliyah, asbâb al-nuzûl,mengetahui nâsikh dan mansûkh, danilmu-ilmu lain yang dibutuhkan olehpara mufassîr

Jika kita mencermati defenisidemi defenisi, antara satu defenisidengan lainnya tidak ada yang sama.Menurut penulis defenisi pertama tidakbisa dikatakan sebagai defenisi tafsîr bial-ra’yi, dan tepatnya itu merupakandefenisi tafsîr bi al-ra’yi al-madzmûm(yang tercela), sedangkan defenisi yangke tiga dan yang ke empat, itupun tidakbisa dikatakan sebagai defenisi tafsîr bial-ra’yi, dan itu hanya dapat dikatakansebagai defenisi tafsîr bi al-ra’yi al-mahmûd (terpuji). Maka defenisi tafsîrbi al-ra’yi yang tepat –menurut penulisadalah defenisi yang diberikan oleh al-Rûmiy. Singkatnya, tafsîr bi al-ra’yidapat diartikan dengan penafsiran al-Qur’ân dengan menggunakan ijtihâd,baik berangkat dengan menggunakanilmu yang terkait dengannya, maupunhanya dengan logika semata.

2. Metode tafsir dari segi intensitasMembincangkan metode-metode

tafsir, dari segi intensitasnya terbagi

Page 8: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

48 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

dua yaitu metode ijmâlî (secara global),metode tahlîlî (analitis).

a. IjmâlîSecara harfiah, kata Ijmâlî berarti

ringkasan, ikhtishar, global danpenjumlahan. Secara istilah metodeijmâlî adalah cara mengemukakan isikandungan Alquran melaluipembahasan yang bersifat umum(global), tanpa uraian apalagipembahasan yang panjang dan luas,dan tidak dilakukan secara rinci.23 Al-Farmawiy mendefinisikan tafsir ijmâlîadalah sebagai berikut;

و هو بيان الآيات القرآنية بالتعرض لمعانيها إجمالا و ذلك بأن يعمد الباحث إلى الآيات القرآنية على

٢٤ترتيب التلاوة و نظم المصحفTafsir ijmâlî adalah menjelaskan ayat-ayat Alquran dengan mengemukakanmakna-maknanya secara global, hal itudengan cara dimana seorang mufassirmembahas ayat-ayat Alquransesuaidengan tertib bacaan dan susunanyang ada dalam mushaf.

Berdasarkan definisi yang telahdikemukakan di atas, maka cara kerjametode ijmâlî adalah menjelaskanmakna Alquran, ayat demi ayat secaraberurutan yang sesuai denganketentuan mushaf dan dilanjutkandengan menjelaskan makna ayat secaraglobal, yang mudah dipahami oleh parapembaca.

Metode tafsir ijmâlî ini, jikadiperhatikan secara historis merupakanmetode yang paling pertama hadirdalam sejarah perkembanganmetodologi tafsir. Pernyataan ini

23 Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2001), hal. 113.

24 Abd al-Hayy al-Farmawiy, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, (Kairo:Hadrat al-Gharbiyah, 1977), hal. 43.

didasarkan kepada kenyataannyabahwa pada masa Nabi SAW dan parasahabatnya dalam menjelaskanAlquran, bahasa tidaklah menjadiproblem dan bukanlah menjadipenghalang dalam memahami Alquran.Ini bukan karena mayoritas sahabatmerupakan orang-orang Arab dan ahlidalam bahasa Arab, tetapi para sahabatmengetahui dengan cermat latarbelakang turunnya ayat-ayat Alquran(asbâb al-Nuzûl), bahkan para sahabatterlibat langsung dalam situasi dankondisi umat ketika ayatAlquranturun.25

Adapun ciri-ciri metode tafsirijmālȋ adalah sebagai berikut: Mufassirlangsung menafsirkan Alquran secaragaris besar mulai dari awal surat al-fātihah sampai akhir surat al-Nās tanpaperbandingan dan penentuan judul,penafsirannya ringkas dan umum, tidakada ruang untuk mengemukakanpendapat yang serupa, dan sistematikapenulisan dan penyajiannya mengikutiurutan dan tertib surat-surat dalamAlquran sehingga maknanya salingberkaitan. 26

Metode ijmālȋ sebagai sebuahmetode memiliki keistimewaan dalammenafsirkan Alquran. Adapunkeistimewaannya adalah menafsirkanAlquran kelihatan sederhana, mudahpraktis dan cepat. Termasuk jugakeistiewaannya adalah pesan-pesanAlquran mudah ditangkap ataudipahami.27 Jika diperhatikanketerangan tersebut, patut jugadikatakan bahwa metode ijmālȋmerupakan kesederhanaan dalam

25 Syukri Shaleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer,…. hlm. 45-46

26 Nasaruddin Baidan, MetodePenafsiran al-Qur’an…. hlm. 13-14

27 Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2,…… hlm. 115

Page 9: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 49

menafsirkan Alquran, penafsirandengan menggunakan metode ijmālȋterhindar dari israiliyat28 dan metodeini juga efektif untuk membentengipemikiran-pemikiran yang spekulatif.Disamping keistimewaan metode ijmālȋjuga memiliki kelemahan. Adapunyang menjadi kelemahan dari metodeijmâlî ini terletak pada simplistisnya,yang mengakibatkan penafsiranterhadap Alquran menjadi dangkal,yang menjadikan pentujuk Alquranbersifat parsial (tidak komprehensif),dan tidak ada peluang untukmengemukakan analisis yangmemadai.29

28 Usman (Dosen pada Fakultas SyariahIAIN Mataram) Memahami Isrâ’îliyyât DalamPenafsiran Al-Qur’an dalam Jurnal Ulumuna,Volume XV Nomor 2 Desember 2011), iamenjelaskan Isrâ’îliyyât merupakan istilahyang dinisbahkan pada kata “Isrâ’îl”. KataIsrâ’îl berasal dari bahasa Ibrani yang secaraetimologi berarti “hamba Tuhan”. Lihat KhalafMuhammad al-Husaynî, Al-Yahûdiyyah baynal-Masîhiyyah wa alIslâm , Mesir: Al-Mu’assasah al-Misriyyah al-‘Âmmah, 1974,hlm. 14. Kata Isrâ’îl merujuk pada keturunanNabi Ya’qub as, kemudian juga dikenal dengannama Yahudi. Lebih lanjut informasi ini bisadilihat Jalâl al-Dîn al-Mahallî dan Jalâl al-Dînal-Sayûthî, Tafsîr al-Qur’ân al- ’Azhîm (Beirut:Dâr al-Fikr, t.t.), hlm. 7. Lihat juga, A. J.Weinsinck, “Israil”, dalam Houtsma, et.al.,Brill’s First Encyclopedia of Islam 1913-1936,jilid 3 (Leiden: E. J. Brill, 1987), hlm. 555.Isrâ’îliyyât secara terminology adalahinformasi yang berasal dari ahl al-kitâb baikYahudi maupun Nasrani yang digunakan untukmenjelaskan nash Alquran. Lihat, Musâ‘idMuslim ‘Abd al-Lâh Alî Ja’far, Asrâr al-Tathawwur al-Fikr fî alTafsîr, Beirut:Mu’assasah al-Risâlah, 1984, hlm. 120.Ahmad al-Syirbâshî mendefinisikan isrâ’îliyyâtadalah berita yang diselundupkan oleh orangYahudi, Nasrani, atau pun yang lainnya kedalam Islam. Lihat Ahmad al-Syirbâshî,Qishshah al-Tafsîr (Beirut: Dâr al-Qalam,1972), hlm.98.,

29 Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2, h. 115

Dari penjelasan di atas penulismemahami bahwa metode tafsir ijmâlîadalah metode yang paling mudahuntuk memahami ayat-ayat Alquran.Disamping itu metode ini memberikankemudahan kepada siapa saja yangmembaca kitab tafsir yangmenggunakan metode ijmâlî secaralangsung bisa memahami maksud dariayat-ayat Alquran.

Setelah dijelaskan pengertianmetode ijmâlî, kelebihan dankekurangannya, berikut ini disajikankitab-kitab tafsir yang menggunakanmetode ini, ada beberapa kitab tafsiryang menggunakan metode ijmâlî inidiantaranya:1) Al-Tafsir al-Farid li Alquranal-

Majid, kitab ini sebanyak 8 jiliddengan jumlah lebih-kurang 3377halaman karya Muhammad ‘Abdal-Mun’im

2) Marah labib tafsir al-Nawawi/tafsir al-unir li Ma’alim al-Tanzil,sebanyak dua Jilid, karangan al-‘Allamah al-Syaekh Muhammadan-Nawawi al-Jawi al-Bantani(1230-1314 H/ 1813-1879 M)

3) Al-Tafsir al-Wahid karyaMuhammad Mahmud Hijazi,sebanyak 3 jilid dengan jumlahhalaman 3000 halaman.

4) Tafsir Alquranal-Karim karyaMahmud Muhammad Hadan‘Ulwan dan Muhammad AhmadBarmiq sejumlah 6 jilid denganjumlah halaman 3744 halaman.

5) Fath al-Bayan fi Maqashid al-Qur’an, karya Imam al-Mujtahid,Shiddiq Hasan Khan sekitar 1248halaman.

Page 10: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

50 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

6) Al-Tafsir al-Wasith yang diterbitkan oleh Majma al-Buhu al-Islamiyah, dan lain sebagainya.30

b. Tahlîlî ( Deskriptif Analisis)Kata tahlîlî berasal dari kata hala

yang berarti membuka sesuatu.31

Tahlîlî tersebut termasuk bentukinfinitive (mashdar) dari kata hallalayang berarti mengurai, menganalisisserta menjelaskan bagian-bagiannyaserta fungsinya masing-masing.32

Dengan demikian metode tahlili dapatdidefinisikan sebagai metode yangberusaha untuk menerangkan maknaayat-ayat Alquran dari berbagaiaspeknya, baik berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah dalam mushaf,dengan memperihatkan kandunganlafadz-lafadznya, munasabah ayat-ayatnya, hadis-hadis yang berhubungandengannya, pendapat-pendapat paramufassir terdahulu dan mufassir itusendiri yang diwarnai oleh latarbelakang pendidikan dan keahliannyapada diri mufassir itu sendiri.

Metode tafsir tahlîlî juga disebutdengan metode tajzi’i tampakmerupakan metode tafsir yang palingtua usianya. Muhammad QuraishShihab menegaskan bahwa metode inilahir jauh sebelum metode maudhu’i.Metode ini dikenal semenjak Tafsir l-Farra’ (w. 206 H/821M), atau IbnMajah (w. 237 H/ 851 M) atau palinglambat al-Thabari (w. 310 H/ 922 M).33

30Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2, hlm. 114

31 Ahmad bin Faris bin Zakariya,Mu’jam Maqais al-Lughah, (Mesir: ‘Isa al-Babi al-Habi, 1990), juz II, hlm.20

32 Ibrahim Musthafa, al-Mu’jam al-Wasith, (Taheran: al-Maktabah al- Islamiyah,t.t), juz II, hlm. 695

33 Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, hlm. 110.

Cara kerja metode ini adalahbermula dari kosakata yang terdapatpada setiap ayat yang akan ditafsirkansebagaimana urutan dalam Al-qur’an,mulai dari Surah Al Fatikhah hinggaSurah An-Nass, menjelaskan asbabunnuzul ayat ini dengan menggunakanketerangan yang diberikan oleh hadist(bir riwayah), menjelaskan munasabah,atau hubungan ayat yang ditafsirkandengan ayat sebelum atau sesudahnya,menjelaskan makna yang terkandungpada setiap potongan ayat denganmenggunakan keterangan yang adapada ayat lain,atau denganmenggunakan hadist Rasulullah SAWataudengan menggunakan penalaranrasional atau berbagai disiplin ilmusebagai sebuah pendekatan, danmenarik kesimpulan dari ayat tersebutyang berkenaan dengan hukummengenai suatu masalah, atau lainnyasesuai dengan kandungan ayattersebut.34

Metode ini juga memilikikeistimewaan (plus) dan kelemahan(minus)nya. Adapun keistimewaanmetode tahlîlî ini antara lain adalahterletak pada keluesan dan keutuhannyadalam memahami al-Qur’an,maksudnya dengan metode tahlîlîseseorang diajak untuk memahamiAlquranmulai dari awal mushaf (al-Fatihāh) sampai akhir (surat al-Nās).Juga termasuk keistimewaannya adalahmembahas Alquran dengan runglingkup yang luas, yang meliputi aspekbahasa, sejarah, hukum, dansebagainya.35 Kendatipun demikianbukan berarti metode ini tidakmempunyai kekurangan ataukelemahan, diantra kelemahan metode

34 Abudin Nata, Studi IslamKomperhesif, Jakarta: Kencana, 2011, hlm.169

35 Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, hlm. 112.

Page 11: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 51

tahlîlî adalah kajiannya tidakmendalam, tidak detail dan tidak tuntasdalam menyelesaikan topik-topik yangdibicarakan, termasuk juga kelemahanmetode tahlîlî terletak pada jalannyayang terseok-seok (tidak tersistematis)inilah yang dikritik oleh MuhammadRasyid Ridha.36

Kitab-kitab tafsir yang telahmenggunakan metode tahlîlî ini sangatbanyak diantaranya adalah sebgaiberikut.1) Jami’ al-Bayân Ta’wil Ayi al-

Qur’an, 15 jilid dengan jumlahhalaman sekitar 7125, karangan IbnJarir al-Thabari (w. 310 H/922 M)

2) Tafsir Alquranal-‘Azhim, 4 jiliddengan jumlah halaman 2414halaman, karangan al-Hafizh Imamal-Dinal-Qurai Abi al-Fida’ binKatsir al-Quraisyi al-Dimasyqi (w.774 H/ 1343 M)

3) Al-Durr al-Mantsur fi al-Tafsir bial-Ma’tsur karya Jalal al-Din al-Suyuthi ( 849-911 H/ 1445-1505M) berjumlah 18 jilid dengan 5600-6400 halaman.

4) Adhwa’ al-Bayan fi IdhahAlquranbi al-Qur’an, karyaMuhammad al-Amin binMuhammad al-Mukhtar al-Jakanial-Syanqithi dalam 10 jilid dengan6771 halaman

5) Al-Kasyf wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Qur’an, karya Abi Ishaq., dan lainsebagainya.37

3. Metode tafsir dilihat dari segilangkahnya

Metode tafsir dilihat dari segilangkahnya terbagi pada tiga yaitu,

36 Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, h. 112-113

37 Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2,….. hlm. 111-112.

muqarran, maudhu’I, dan tartib suar.Berikut ini adalah penjelasannya.a. Muqâran (Komparatif)

Metode tafsir muqâran adalahtafsir yang dilakukan dengan caramembanding-bandingkan ayat-ayatAlquran yang memiliki redaksiberbeda padahal isi kandungannyasama, atau membandingkan antaraayat-ayat yang beredaksi mirippadahal isi kandungannyaberlainan.38 Termasuk juga kedalam metode muqâranmenafsirkan ayat-ayat Alquranyang kelihatan berlawanan denganhadis, padahal pada hakikatnyasama sekali tidak ada pertentangan.

Definisi yang ditawarkan diatas cukup representatif kiranyauntuk memberikan pemahamanbahwa tafsir muqâran antar ayatmerupakan pola penafsiran Alquranuntuk ayat-ayat yang memilikikesamaan redaksi maupun kasusatau berbeda redaksinya, namunkasusnya sama begitu jugasebaliknya. Metode tafsir muqâranini juga dapat dilakukan dengancara membandingkan antara aliran-aliran tafsir dan antara mufassirdengan mufassir yang lain,kendatipun perbandingan itu padaperbedaan metode yang digunakanoleh mufassir bersangkutan.Dengan demikian, maka bentuk-bentuk metode penafsiran yangdilakukan dengan muqâranmemiliki objek yang luas danbanyak.39 Bentuk-bentuk penafsirantersebut adalah:

1) Membandingkan ayat-ayatAlquranyang memiliki redaksi

38 Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2,….. hlm. 116

39 Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2,…. hlm. 116

Page 12: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

52 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

berbeda tetapi maksudnya sama,atau ayat yang memiliki redaksimirip tetapi maksudnya berbeda.Contohnya adalah sebagai berikutini.

قل تـعالوا أتل ما حرم ربكم عليكم ألا تشركوا به شيئا وبالوالدين إحسانا ولا تـقتـلوا أولادكم من

قكم وإياهم ولا تـقربوا الفواحش ما إملاق نحن نـرز ها وما بطن ولا تـقتـلوا النـفس التي حرم الله ظهر منـ

إلا بالحق ذلكم وصاكم به لعلكم تـعقلون Katakanlah: "Marilah kubacakanapa yang diharamkan atas kamuoleh Tuhanmu Yaitu: janganlahkamu mempersekutukan sesuatudengan Dia, berbuat baiklahterhadap kedua orang ibu bapa, danjanganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,Kami akan memberi rezki kepadamudan kepada mereka, dan janganlahkamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yangnampak di antaranya maupun yangtersembunyi, dan janganlah kamumembunuh jiwa yang diharamkanAllah (membunuhnya) melainkandengan sesuatu (sebab) yangbenar". demikian itu yangdiperintahkan kepadamu supayakamu memahami(nya).[Qs. Al-An’am/6:151]

ولا تـقتـلوا أولادكم خشية إملاق نحن نـرزقـهم وإياكم لهم كان خطئا كبيرا إن قـتـ

dan janganlah kamu membunuhanak-anakmu karena takutkemiskinan. kamilah yang akanmemberi rezki kepada mereka danjuga kepadamu. Sesungguhnyamembunuh mereka adalah suatudosa yang besar.[Qs. Al-Isra’/17:31]

Kedua ayat di atasmenggunakan redaksi yang berbeda

namun maksudnya sama, yaitusama-sama melarang(mengharamkan) membunuh anak.Hanya saja sasaran dari ayat ituberbeda. Ayat yang pertamasasarannya adalah orang-orangmiskin atau fuqara’, sedangkan ayatyang kedua sasarannya adalahorang-orang kaya (aghniya’)40

Redaksi yang berbeda dalamkedua ayat ini tetapi maknanya samaadalah من إملاق ( takut kelapan) padasurat al-‘An’am ayat 151, yangdemikian belum tentu terjadi,sedangkan pada redaksi kedua padasurat al-Isra’ ayat 31 "نحن نرزق و yang berarti kelaparan telahإیامھم" terjadi. Perbedaan kedua ayat initerdapat pada redaksi نرزقھم denganmendahulukan dhamir ghaib yaituو إیاكم dan mengakhirkan dhamirوإیاھم, sedangkan pada surat al-Isra’redaksi yang digunakan adalah خشیة disamping mengakhirkanإملاقdhamir ghaibإیاكم danmendahulukan dhamir نرزقھمpadaھم .Kata menunjukkan bahwaخشیة إملاق kelaparan telah terjadi, sedangkanmaksud pendahuluan dhamir ھم daripada dhamir كم bertujuan untukmeyakinkan mukhatab (lawanbicara) tentang jaminan Allahterhadap rezki anak disamping jugaorang tuanya.41

2) Membandingkan ayat Alqurandengan al-Hadist yang terkesanbertentangan padahal tidak.Misalnya;

40 Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, hlm. 117.

41 Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, hlm. 117-118.

Page 13: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 53

ول بـلغ ما أنزل إليك من ربك وإن لم يا أيـها الرس تـفعل فما بـلغت رسالته والله يـعصمك من الناس

إن الله لا يـهدي القوم الكافرين Hai rasul, sampaikanlah apa yangditurunkan kepadamu dariTuhanmu. dan jika tidak kamukerjakan (apa yang diperintahkanitu, berarti) kamu tidakmenyampaikan amanat-Nya. Allahmemelihara kamu dari (gangguan)manusia. Sesungguhnya Allah tidakmemberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.[Qs. Al-Maidah/5:67]

Zahir ayat mengisyaratkanbahwa Allah SWT akan selalumelindungi dan memeliharakeselamatan dan jiwa Nabi SAW,baik dari kemungkinan pelukaanmaupun pembunuhan yang akandilakukan oleh musuh-musuh Islam.Namun demikian al-Zarkasimengatakan ada riwayat shahihyang menginformasikan bahwaketika terjadi perang uhud (3 H/625M), Nabi SAW sempat terluka olehmusuh yang memeranginyasehingga patah giginya. Jikademikian halnya bagaimana denganayat di atas yang menyatakan bahwaAllah akan menjamin keselamatanNabi SAW.42

Untuk menyelesaikankontradiktif antara ayat dan hadisyang dimaksud oleh al-Zarkasi, al-Zarkasi memberikan dua bentukalternatif: pertama, peristiwa peranguhud terjadi sebelum ayat 67 suratal-Maidah turun, peristiwa ini terjadipada tahun ke 3 H, sedangkan suratal-Maidah ayat 67 ini termasuk kedalam surat al-Madaniyah, dengan

42Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, hlm. 122.

demikian setelah perang uhudperistiwa yang sama tidak akanterjadi lagi terhadap diri Nabi SAW,kedua, penafsiran terhadap ayat diatas perlu dilakukan dengan caramentakdirkan kata ‘ishmat yangditerjemahkan dengan keselamatanjiwa Nabi SAW dari kemungkinanpembunuhan yang akan dilakukanoleh musuh Islam, dalam kenyataanNabi Saw memang tidak wafatketika perang uhud tersebut,meskipun cidera dengan patahgigi.43

3) Membandingkan penafsiran ulamadengan ulama lainnya ataumembandingkan aliran tafsir denganaliran tafsir lainnya, atau antarasunni dan syi’ah.

Setiap metode tentangpenafsiran ada mempunyaikeistimewaan dan mempunyaikelemahan. Adapun keistimewaanmetode muqâran ini adalah lebihbersifat objektif, kritis danberwawasan luas. Sedangkan yangmenjadi kelemahan dalam metodeini terletak pada kenyataan bahwametode muqâran tidak bisadigunakan untuk menafsirkan semuaayat Alquran sebagaimana halnyadengan metode tahlîlî dan ijmâlî.44

Adapun kitab tafsir secaraspesifik menggunakan metode muqâranrelatif jarang atau langka, diantaranyaadalah:1) Durrat al-Tanzil wa Qurrat al-

Ta’wil, karya al-Khatib al-Iskafi(w. 420 H/1029 M)

43Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, hlm. 122.

44 Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, hlm. 127.

Page 14: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

54 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

2) Al-Burhan fi Taujih Mutasyabih al-Qur’an, karya Taj al-Qarra’ al-Kirmani (w. 505 H/ 1111M)45

b. Maudhû’î (tematik)Kata maudhû’î berasal dari

bahasa Arab yaitu maudhu’ yangmerupakan isim maf’ul dari fi’ilmadhi wadha’a yang berartimeletakkan, menjadikan,mendustakan dan membuat-buat.46

Arti maudhu’i yang dimaksud disini adalah judul atau topik atausektor yang dibicarakan, sehinggatafsir maudhû’î berarti penjelasantentang ayat-ayat Alquran yangberkaitan dengan satujudul/topik/sektor pembicaraantertentu. Maudhû’î yang dimaksudbukan maudhû’î yang berarti yangdidustakan atau dibuat-buat, sepertiarti kata hadis maudhu’ yangberarti hadis yangdidustakan/dipalsukan/dibuat-buat.47 Secara istilah pengertiantafsir maudhû’î (tematik) ialahmengumpulkan ayat-ayat Alquranyang mempunyai tujuan yang satuyang bersama-sama membahasjudul/topik/sektor tertentu danmenertibkannya sedapat mungkinsesuai dengan masa turunnyaselaras dengan sebab-sebabturunnya, kemudianmemperhatikan ayat-ayat tersebutdengan penjelasan-penjelasan,keterangan-keterangan danhubungan-hubungannya dengan

45Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, hlm. 127.

46 Luis Ma’luf, Al Mun jid fr al-Lughahwa al-A‘lam, Dar al-Masyriq, Beirut, 1987,hlm. 905.

47 Abdul Djalal, Urgensi TafsirMaudlin’i Pada Masa Kini, Kalam Mulia,Jakarta, 1990, hlm. 83-84.

ayat-ayat lain, kemudianmengistimbatkan hukum-hukum.48

Menurut al-Sadr bahwa istilahtematik digunakan untukmenerangkan ciri pertama bentuktafsir ini, yaitu mulai dari sebuahterma yang berasal dari kenyataaneksternal dan kembali ke Alquran.la juga disebut sintesis karenamerupakan upaya menyatukanpengalaman manusia denganAlquran.49

Namun bukan berarti metodeini berusaha untuk memaksakanpengalaman ini kepada Alquran danmenundukkan Alquran kepadanya.Melainkan menyatukan keduanyadi dalam konteks suatu pencariantunggal yang ditunjukkan untuksebuah pandangan Islam mengenaisuatu pengalaman manusia tertentuatau suatu gagasan khusus yangdibawa oleh si mufassir ke dalamkonteks pencariannya. Bentuk tafsirini disebut tematik atas dasarkeduanya, yaitu karena ia memilihsekelompok ayat yang berhubungandengan sebuah tema tunggal. Iadisebut sintetis, atas dasar cirikedua ini karena ia melakukansintesa terhadap ayat-ayat berikutartinya ke dalam sebuah pandanganyang tersusun.50

Menurut al Farmawi bahwadalam membahas suatu tema,diharuskan untuk mengumpulkanseluruh ayat yang menyangkutterma itu. Namun demikian, bila

48 Farmawi al, Abd al-Hayy, Mu jam al-Alfaz wa al-a’lam al-Our’aniyah, Dar al-`ulum, Kairo, 1968, hlm. 52.

49 Sadr, Muhammad Baqir, “PendekaianTemalik Terhadap Tafsir AI-Qur’an “, dalamUlumul Quan, Vol I, No. 4, 1990, hlm. 34.

50 Sadr, Muhammad Baqir,“Pendekaian Temalik …, h. 34

Page 15: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 55

hal itu sulit dilakukan, dipandangmemadai dengan menyeleksi ayat-ayat yang mewakili(representative).51 Adapun prosedurtafsri maudhû’î adalah menentukanbahasan Alquran yang akan ditelitisecara tematik, melacak danmengoleksi ayat-ayat sesuai topikyang diangkat, menata ayat tersebutsecara kronologis, mendahulukanayat-ayat makiyah dari ayat-ayatmaadaniyah, mengetahui korelasi(munasabâh) ayat-ayat tersebut,melengkapi bahasan dengan hadis-hadis terkait, dan mempelajari ayat-ayat secara tematik dankonperhensif dengan caramengkoleksi ayat-ayat yangmenurut makna yang sama,mengkompromikan pengertianyang umum dan yang khusus,mutlaq dan muqayyad,mengsinkronkan ayat-ayat yangtampak kontradiktif, menjelaskannasikh dan mansukh, sehinggasemuanya memadu kedalam suatumuara, tanpa perbedaan ataupemaksaan dalam penafsiran.52

Dari beberapa gambaran diatas dapat dirumuskan bahwa tafsirmaudhû’î ialah upaya menafsirkanayat-ayat Alquran mengenai suatuterma tertentu, denganmengumpulkam semua ayat atausejumlah ayat yang dapat mewakilidan menjelaskannya sebagai suatukesatuan untuk memperolehjawaban atau pandangan al-Quransecara utuh tentang terma tertentu,dengan memperhatikan tertibturunnya masing-masing ayat dan

51 Farmawi al, Abd al-Hayy, AI-Bidayah.fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Matba’ah al-Hadarah al`Arabiyah, Kairo, 1977, hlm. 62.

52 Farmawi al, Abd al-Hayy, AI-Bidayah.fi al-Tafsir al-Maudhu’i….,hlm. 61-62.

sesuai dengan asbabun nuzul kalauperlu.

Sama halnya dengan metode-metode tafsir yang lain, metodemaudhû’î juga memilikikeistimewaan dan kelemahan.Adapun yang menjadikeistimewaan dari metode iniadalah penafsirannya bersifat luas,mendalam, tuntas dan sekaligusdinamis. Sedangkan yang menjadikelemahannya adalah tidak dapatmenafsirkan ayat-ayat Alquransecara keseluruhan, seperti yangtelah di lakukan oleh metode ijmâlîdan tahlîlî.53

Adapun diantara kitab tafsiryang menggunakan metodemaudhû’î ini adalah;1) Al-Tibyan fi Aqsam al-Qur’an,

karya Ibn Qayyim al-Jauzi (691-751 H/ 1021- 1350 M)

2) Al-Mar’ah fi al-Qur’an, karyaMuhammad al-Aqqad

3) Makanah al-Mar’ah fiAlquranal-Karim wa al-Sunnahal-Shahihah, karya MuhammadBiltaji

4) Ayat al-Ijtihadi fi Alquranal-Karim Dirasah Maudhû’îyah waTarikhiyyah wa Bayaniyyah,karya Kamil Salamah al-Daqs

5) M. Quraiah Shihab, “PenafsiranKhalifah dengan MetodeTematik”, dalam MembumikanAI-Qur’ an.

6) Nahw Tafsir Maudhû’î li SuwarAlquranal-Karim, karyaMuhammad al-Ghazali.54

a. Tartib as-SuarBerbeda dengan mudhu’I dan

muqarran, tartib as-Suar55,

53 Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…., h. 131.

54 Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…., hlm. 131.

Page 16: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

56 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

merupakan langkah menafsirkanAlquran sesuai dengan urutan yangtercantum dalam mushaf Alquran,dalam hal ini yang dimaksud adalahmushaf ustmani dengan rasmustmani. Penafsirannya dimulai dariawal surat al-Fatihah dan di akhiridengan akhir surat an-Nash.

4. Metode tafsir dilihat dari segiperspektif (laun)

Membincangkan metode tafsirdari segi perspektif (laun)/corak.Berikut ini akan dipaparkan secaraglobal tentang perspektif-perspektiftersebut. Dalam kamus Indonesia-Araboleh Rasyidi dkk sebagaimana dikutiboleh Nasaruddin Baidan, kosakata“corak”diartikan dengan lauwun(warna) dan syakl (bentuk). MenurutNasaruddin Baidan sampai sekarangbelum ditemukan ulama tafsir yangmenggunakan kosakata syakl dalamtafsir untuk menunjukkan makna corak,sehingga tidak ada yang berkata syaklal-Tafsir; tetapi istilah lauwunjamaknya al-Wân dapat dijumpaidalam kitab al-Dzahabî “al-Tafsiralmufassirûn”, seperti yang tulisnya al-Wân al-Tafsir fi Kulli khuthwah(corak-corak penafsiran al-Qur’anpada setiap pasenya), kemudianNasaruddin Baidan mengomentari,pemakaian term “corak” bagi suatupenafsiran belum begitu populerapabila dibandingkan dengan termmotode, sama halnya dengan bentuktafsir.56 Selain corak dalam ilmu tafsirjuga ditemukan term yang bersinonim

55 Ulama berbeda pendapat tentangtartib suar/urutan surat dalam Alquran. Adatiga pendapat, yaitu taufiqi, ijtihadi, dansebahagian ijtidahi serta sebahagian lagitaufiqi. Lebih lanjut lihat, Manna’ al-Qatthan,Mabahist fi Ulum al-Qur’an…hal. 135-137.

56 Nasaruddin Baidan, Wawasan BaruIlmu Tafsir…, hal. 387.

dengannya, yaitu ittijâh, nâhiyat, danmadrasat. Contohnya dikatakan al-Ittijâh Madzhabiyyah fi al-Tafsî(kecendrungan-kecendrungan alirandalam tafsir al-Qur’an). Kosakataittijâh mengandung arti wijhat (arah),karena kata tersebut secara etimologimemang beresal dari wijhat. Dalamkamus lisan al-‘Arab kata wijhatdiartikan dengan “kiblat dan semaknadengannya.” Adapun pemakaian istilahnâhiyat seperti yang ditulis oleh al-Dzahabi “perhatian al-Zamakhsyarîterhadap aspek sastra al-Qur’an”.Sedangkan pemakaian istilah madrasatal-Tafsir dapat dijumpai dalam kitabManahij al-Qur’an oleh al-Jawnî,seperti ditulisnya “aliran kebahasaandalam tafsir, aliran rasional dalamtafsir”57

Dari sekian banyak istilah yangdigunakan oleh mufassir untukmenjelaskan sosok sebuah penafsiran,maka istilah corak lebih netral danfamiliar dengan budaya Indonesiakarena itu lebih cenderung digunakanterm corak ketimbang term yang lain.Dengan demikian Corak penafsiranadalah suatu warna, arah, ataukecenderungan pemikiran atau idetertentu yang mendominasi sebuahkarya tafsir58

Dari definisi corak tafsir di atas,untuk menentukan corak sebuahpenafsiran terletak pada kata kuncidominan atau tidaknya sebuahpemikiran atau ide tersebut. Seorangteolog misalnya, penafsirannya sangatmungkin didominasi oleh pemikirandan konsep-konsep teologis, begitujugah faqîh penafsirannya didominasioleh konsep-konsep fikih.

57 Nasaruddin Baidan, Wawasan BaruIlmu Tafsir…, h. 387-388

58Nasaruddin Baidan, Wawasan BaruIlmu Tafsir…, h. 388

Page 17: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 57

Adapun diantara corakpenafsiran tersebut adalah sebagaiberikut :a. Tafsir Falsafî

Tafsir Falsafî adalahpenafsiran ayat-ayat al-Qur’anberdasarkan pendekatan logika ataupemikiran filsafat yang bersifatliberal dan radikal.59 al-Zahabiymendefinisikan tafsir falsafi adalahupaya pen-takwil-an ayat-ayat al-Qur’an sejalan dengan pemikiranfilsafat atau penafsiran ayat al-Qur’an dengan menggunakan teori-teori filsafat.60 Kemunculan tafsiryang memiliki corak falsafîbersamaan dengan perkembanganilmu dan science di lingkuppemerintahan Islam. Perkembangancorak falsafî di dunia tafsir dimulaipada periode penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasaArab, yaitu pada masa khalifahAbbasiyah yang merupakankemajuan dalam bidang ilmupengetahuan termasuk di dalamnyailmu filsafat.61

Penafsiran terhadap Alquransecara falsafî relatif banyak ditemuidalam sejumlah kitab tafsir yangmembahas ayat-ayat tertentu yangmemerlukan pendekatan secarafalsafî, namun demikian secaraspesifik tafsir yang menggunakanpendekatan falsafî secarakeseluruahan terhadap semua ayatal-Qur’an relatif tidak begitubanyak. Diantara kitab tafsir yangmenggunakan corak ini adalah

59 Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, h. 134

60 Muhammad Husain al-Zahabi, Tafsiral-Mufassirun, (Bairut: Dar al-Fikr, t.th), JilidII, h. 418

61 Amin Suma , Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an 2…, h. 134

tafsir al-Qur’an al-Karim karyaShadr al-Mutaalihin al-Siyraziy.62

b. Tafsir ‘IlmîTafsir ‘ilmî adalah

menafsirkan ayat Alquranberdasarkan pendekatan ilmiah ataumenggali kandungan Alquranberdasarkan teori-teori ilmupengetahuan. Adapun ayat-ayatyang ditafsirkan menggunakancorak ‘ilmî adalah ayat-ayatkauniyah, dalam menafsirkan ayatyang berkenaan dengan ayatkauniyah para mufassir melengkapipenafsirannya denganmenggunakan teori-teori ilmiah.63

Fahd ‘Abd al-Rahman mengatakandisebut dengan tafsir ilmî karena inimerupakan sebuah ijtihad mufassiruntuk melengkapi hubungan-hubungan ayat-ayat kauniyah didalam Alquran dengan penemuan-penemuan ilmiah dengan tujuanuntuk memperlihatkankemu’jizatan Alquran itu sendiri.64

Mengenai tafsir ‘Ilmi ada duakelompok, yaitu kelompok yangpro dan yang kontra. Ulama yangpro terhadap tafsir ‘Ilmi seperti al-Ghazali, al-Ghazali berpendapatbahwa segala bentuk ilmu baikyang terdahulu maupun yangdatang kemudian, yang diketahuimaupun yang belum diketahuisemuanya bersumber dari Alquran.Ini dikarenakan segala ilmutermasuk dalam af’al Allah dansifat-sifat-Nya. Sedangkan Alquranmenjelaskan prinsip-prinsippokoknya. Dengan demikian corak

62 Ali Iyyazi, al-Mufassirun Hayatuhumwa Manahijuhum…, hal. 64

63 Supiana dan M. Karman…, hal. 314.64 Fahd ‘Abd al-Rahman, Ittijah al-

Tafsir fi al-Qur’an al-Rabi al-‘Asyr, Mamlakahal-‘Arabiyah al-Su’udiyah, 1986, hal. 549.

Page 18: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

58 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

tafsir ilmiah tidak bertentangandengan Alquran.65

Diantara ulama yang kontramereka berpendapat bahwamenafsirkan Alquran dengan teori-teori ilmiah merupakan tindakanyang keliru. Allah menurunkanAlquran bukan untuk menjelaskanteori-teori ilmiah dan macam-macam ilmu pengetahuan.Mengaitkan Alquran dengan ilmupengetahuan akan mendorongpendukungnya kepadamentakwilkan Alquran agar sesuaidengan teori ilmiah.66

Berdasarkan penjelasan diatas, dengan dua kelompok ulamayang berbeda dalam menyikapitafsir ilmî. Terlepas dari adanya prodan kontra dalam menyikapi tafsirilmî, penulis lebih cenderungkepada bolehnya menafsirkanAlquran dengan menggunakancorak tafsir ilmî ini dengan alasanAlquran yang diturunkan olehAllah kepada Nabi MuhammadSAW sebagai pedoman oleh umatmanusia adalah sebagai sumber darisegala ilmu pengetahuan. Karenaitu menafsirkan Alquran dengancara ilmiah adalah mencarirelevansi Alquran dengan teori-teori ilmiah yang ditemukan olehpara ahli. Diantara contoh tafsiryang menggunakan corak tafsir ilmîadalah, Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, karya Thanthawi Jawhari (1287-1358H), Al-Tafsir al-Ilmi lial-Ayat al-Kawniyah fi al-Qur’an,karya Hanafi Ahmad, dan Tafsir

65 Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din,Semarang: Toha Putra, t.th, juz I, hal. 290

66 Al-Farmawi, Metode TafsirMaudhui… ,hal. 34.

Ayat Kawniyah, karya AbdullahSyahatah67

c. Tafsir TasawufTafsir Tasawuf adalah corak

penafsiran Alquran yang beraliranTasawuf. Ali Iyazi berpendapattafsir tasawuf atau di sebut jugadengan tafsir sufi adalah corakyang berpegang kepada kearifanseorang sufi dengan rasa yang diperolehnya, yang diperolehnya darikondisi pelatihan ruhiyah (riyadhahal-Ruhiyyah), yaitu denganperkiraan jiwa, al-Kasy al-Bathindan pandangan hati dengan tanpaada hubungan antara zhahir aya.68

Dengan demikian adakekhususan pada tafsir yangbercorak Tasawuf atau sufi ini yaitumereka mentakwilkan Alqurandengan isyarah dan mereka tidakmengambil penafsiran terhadapAlquran seperti yang ditafsirkanoleh kebanyakan orang yang telahmenafsirkan Alquran.

Ignez Goldzhiher misalnyaberpendapat bahwa penafsirandengan menggunakan corakTasawuf telah dilakukan semenjakzaman dahulu dangan artian samatuanya dengan Tasawuf itu sendiri.Sebelum tafsir dengan corakTasawuf dihimpun yang disusundengan cara berurutan secarametode, dibeberapa kalangan tentutelah terdapat berbagai bentukaliran kebatatinan yang berpegangkepada keyakinan bahwa Alquranmencakup ajaran-ajaran yang jauhlebih kaya dari pada apa yang

67 Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an…, hal. 137.

68 Ali Iyyazi, al-Mufassirun Hayatuhumwa Manahijuhum,… hal. 60.

Page 19: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 59

diajarkan menurut lahirnya.69

Diantra kitab tafsir yangmempunyai corak tasawuf adalahlathaîf al-Isyarâ, karya ‘Abd al-Karim bin Hawâzân al-Qusyairî (w.434 H), Rahmah min al-Rahmân fiTafsir wa Isyarât al-Qur’an, karyaMahyuddin ‘Arabî (w. 638H)70

Dengan penjelasan di atasmaka karakteristik corak tafsirTasawuf adalah menafsirkanAlquran dengan memahami manabatin ayat tanpa mengabaikanmakna zhahir ayat. Ini dikarenakanmenurut mereka (sufi) makna yangterkandung dalam batin ayat jauhlebih kaya dari makna zhahir ayat.

d. Tafsir Fiqh (fiqih)Tafsir Fiqh adalah corak tafsir

yang mempunyai orientasi padafiqih dan hukum Islam.71 AminSuma mengatakan tafsir fiqh ialahtafsir yang lebih berorientasikepada ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an (ayat ahkâm).72 Menurutpenulis penafsiran Alquran yangmenggunakan corak fiqh biasanyadilakukan oleh ulama-ulama yangahli dalam bidang fiqh. Dalampraktiknya ada mufassir yangmenafsirkan Alquran secarakeseluruhan dengan mengikutisistematika penulisan Alquran,namun demikian mereka lebihfokus kepada pembahasan ayat-ayatyang bernuangsa hukum.Disamping itu ada juga ulama yanghanya memfokuskan pembahasan

69 Ignez Gold Zhiher, Mazahib al-Tafsiral-Islamiy, Bairut: Dar Iqra’, 1983, cet ke-3,hal. 238

70 Ali Iyyazi, al-Mufassirun,… hal. 833.71 Sipiana dan M. Karrman, Ulumul

Qur’an … hal. 308.72 Amin Suma, Studi ilmu-ilmu al-

Qur’an,… hal. 139

terhadap ayat-ayat hukum sajadengan meninggalkan pembahasanayat yang lain. 73

Kehadiran corak tafsir fiqh inikarena ada asumsi bahwa Alqurandilihat dari sisi hukum adalahsebauah kitab sumber hukum.Corak ini terlahir bersamaandengan tafsir bi al-Ma’tsur.74

Dengan demikian secara praktisdapat dikatakan bahwa corak tafsirfiqh ini sudah ada semenjak masaRasulullah SAW yang sejalandengan perkembangan fiqh, dankebutuhan sahabat terhadap hukumjuga memicu untuk mencarinyadalma Alquran, jika merekakesulitan dalam memahami teksAlquran mereka langsung bertanyakepada Rasulullah SAW

Sesui denganperkembangannya maka lahirlahkitab-kitab tafsir yangmenggunakan corak fiqh, diantrakitab yang menggunakan corak iniadalah; Ahkam al-Qur’an yangdisusun oleh al-Imam Hujjaj al-Islam Abi Bakr Ahmad bin Ali al-Razi al-Jashshash (305-370 H /917-980 M), Ahkam al-Qur’an ibnArabi, yang ditulis oleh Abi BakrMuhammad bin Abdillah yangpopuler disebut dengan ibn Arabi(468-543 H / 1075- 1148 M),Ahkam al-Qur’an al-Kiya al-Harai,karya al-Kiya al-Harasi (w. 450 h /1058 M).75 dan lain-lain.

e. Tafsir al-Adab al-Ijtima’î

73 Muhammad Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan,1993, cet ke-3, hal. 179.

74 Muhammad Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur’an,… hal. 179.

75 Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an…, hal. 139-140.

Page 20: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

60 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Tafsir al-Adab al-Ijtima’î jikadilihat dari segi bahasa terdiri darikata tafsir, al-Adab, dan al-ijtima’I.kata al-Adab merupakan mashdardari kata adaba yang mempunyaiarti sopan santun, tata karma dansastra.76 Secara etimologi tafsir al-Adab al-Ijtima’I adalah tafsir yangberorientasi pada sastra dan budayadan kemasyarakatan. Mu’in Salimmemahami tafir ini denganpendekatan sosio kultural.77 Al-Farmawi menjelaskan tafsir al-Adab al-Ijtima’î adalah corak tafsiryang menitik beratkan penjelasanayat-ayat Alquran pada aspekketelitian redaksinya, lalumenyusun kandungan Alqurandalam redaksi yang indah denganmenonjolkan aspek-aspek petunjukAlquran dalam kehidupan, sertamenghubungkan pengertian ayattersebut dengan hukum alam yangberlaku dalam masyarakat danpembangunan dunia.78

Berdasarkan pengertian di atasmaka tafsir al-Adab al-Ijtima’îdapat dikatakan sebuah tafsir yangmenjelaskan isi kandungan Alqurandengan mengungkap keindahan isikandungan Alquran itu sendiri, danmengungkap persoalan-persoalanyang terjadi dalam masyarakatdengan memberikan solusi dalammengatasinya. Dengan demikiansesuailah dengan ungkapan Abduhyang dikutip M. Quraish Shihabdalam bukunya Metode

76 Louis Ma’luf, al-Munjud fi al-Lughahwa al-Adab wa al-Ulum, Bairut: Dar al-Masyriq, 1986, hal. 5.

77Abd al-Mu’in Salim, KosepsiKekuasaan Politik dalam al-Qur’an, Jakarta;Raja Grapindo Persada, 1994, hal. 2.

78 Al-Farmawi, Metode TafsirMaudhui… , hal. 41-42.

Penyusunan Tafsir YangBerorientasi Pada Sastra BudayaDan Kemasyarakatan, bahwa coraktafsir ini berusaha menjelaskanpersoalan-persoalan masyarakatsebagaimana yang terkandungdalam tujuan Alquran ituditurunkan.79

Corak tafsir ini muncul karenaberkembangnya masyarakat dandengan perubahan zaman tentunyaseorang mufassir menafsirkanAlquran sesuai dengan situasiketika ia menafsirkan Alquran, dandengan kecendrungan spesialisasikeilmuan yang dimiliki olehseorang mufassir itu. Diantara kitabtafsir yang menggunakan corak iniadalah; Al-Kasyâf ‘an Haqâiqghawâmid al-Tanzîl wa ‘uyûn al-Aqâwîl fi Wujûh al- Takwîl, karyaJarullah Mahmud al-Zarkhasy (w.538 H), Al-Mahr al-Wajiz, karyaMuhammad bin Abdilhaq bin‘Athiyah ( w. s 542 H), dan Majmu’al-Bayân fi Tafsir al-Qur’an, karyaal-Fadhil bin al-Hasan al-Thabrasy( w. 543 H)80

Dari bentuk-bentuk corakpenafsiran di atas dapat dikelompokkanmenjadi tiga bentuk; pertama, apabilasebuah kitab tafsir mengandung banyakcorak (minimal tiga corak) dankeseluruhannya tidak ada yangdominan, karena porsinya sama, makabentuk seperti ini disembut dengancorak umum. Kedua, apabila ada satucorak yang dominan, maka itu disebutdengan corak khusus. Ketiga, apabilaada yang dominan itu dua buah corak

79 M. Quraish Shihab, MetodePenyusunan Tafsir Yang Berorientasi PadaSastra Budaya Dan Kemasyarakatan, UjungPandang: IAIN Alaudin, 1984, hal. 1.

80 Ali Iyyazi, al-Mufassirun Hayatuhumwa Manahijuhum,… hal. 840.

Page 21: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 61

bersamaan yakni kedua-duanyamendapat porsi yang sama, makabentuk seperti ini disebut dengan corakkombinasi. Namun untuk menentukanpemakaian bentuk, metode, coraktafsir, seorang mufassir mempunyaikebebasan penuh. Artinya adalahsekalipun dia seorang ahli hadismisalnya, namun tafsirnya boleh sajamemakai bentuk al-Ra’yi, seperti tafsiral-Jalalain juz I menggunakan bentukbi al-Ra’yi dengan metode ijmâlî dancorak umum padahal pengarangnyaadalah al-Suyûthî yang merupakan alhihadis ternama.81

Metode Penelitian TafsirMetode penelitian tafsir, terdiri

dari tiga kata yaitu metode, penelitian,dan tafsir. Pengertian metode sudahdibahas pada bagian sebelumnya.Penelitian adalah suatu investigasi yangterorganisir untuk menyajikan suatuinformasi dalam upaya memecahkanmasalah.82 Langkah-langkah penlitanmenurut Sudaryono, yaitumengidentivikasi masalah,merumuskan dan membatasi masalah,melakukan studi kepustakaan,merumuskan hipotesis atau pertanyaanpenelitian, menentukan desain danmetode penelitian, menyusuninstrument dan mengumpulkan data,menganalisa data dan menyajikan hasil,dan menginterpretasikan temuan,membuat kesimpulan dan saran.83

Sedangkan kata tafsir secara bahasaadalah masdhar (kata benda transitif)

81 Nasaruddin Baidan, Wawasan BaruIlmu Tafsir,… hal. 388-389.

82Pengertian ini dikemukakan olehHermawan sebgaimana dikutip olehSudaryono. Lebihh lanjut Lihat. Sudaryono,Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Pers,2017, hal. 53.

83 Sudaryono, MetodologiPenelitian,…, hal. 57-59.

dari kata “fassara”, yang setimbangandengan kata “taf’il”. Tafsir berartimenjelaskan (al-Idhah) danmenerangkan (al-tabyin). Terkait halini, Allah berfirman dalam surat al-Furqan : ayat 33, yakni:

ناك بالحق وأحسن ولا يأتونك بمثل إلا جئـتـفسيرا

“Tidaklah orang-orang kafir itu datangkepadamu (membawa) sesuatu yangganjil, melainkan Kami datangkankepadamu suatu yang benar dan yangpaling baik penjelasannya” [Qs. Al-Furqan: 33]

Sedangkan tafsir menurut istilahadalah keterangan atau penjelasantentang ayat-ayat Alquran atau kitablain sehingga jelas maksudnya.84

Nasaruddin Baidan mengatakan tafsirAlquran adalah penjelasan atauketerangan terhadap maksud yangsukar memahaminya dari ayat-ayatAlqurann.85 Setelah menjelaskanpengertian dari masing-masing katametode penelitan tafsir. Berikut iniakan disajikan metode apa yangdigunakan oleh peneliti tafsir dalammeneliti tafsir?

Metode penelitian, secara umumterbagi dua yaitu, metode kualitatif danmetode kuantitatif. Dalam tulisan inipenulis hanya menjelaskan metodekualitatif, karena metode ini yangcocok dalam penelitian tafsir. Metodekualitatif adalah jenis penelitian yangmenghasilkan penemuan-penemuanyang tidak dapat dicapai (diperoleh)dengan prosedur-prosedur statistikaatau cara-cara lain dari kuantifikasi

84 Tim Penyusun, Kamus Besar BahasaIndonesia, cet. Ke.I, Jakarta: Balai Pustaka,hal. 992.

85 Nasaruddin Baidan, Wawasan BaruIlmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005,Cet.ke II, hal. 67.

Page 22: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

62 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

(pengukuran).86 Penelitian kualitatifmenurut Judith dalam Cresswel, J.sebagaimana dikutip oleh Pupu SaifulRahmad dalam tulisan jurnalnya yangberjudul penelitian kualitatif berikut.

Qualitative research is a looselydefined category of research designs ormodels, all of which elicit verbal,visual, tactile, olfactory, and gustatorydata in the form of descriptivenarratives like field notes, recordings,or other transcriptions from audio andvideotapes and other written recordsand pictures or films.87 (Penelitiankualitatif adalah kategori desain ataumodel penelitian yang didefinisikansecara longgar, yang semuanyamenghasilkan data verbal, visual,tactile, penciuman, dan gustatory dalambentuk narasi deskriptif seperti catatanlapangan, rekaman, atau transkriplainnya dari rekaman audio dan videodan tulisan lainnya. catatan dan gambaratau film.)

Dari pengertian di atas, dapatdipahami bahwa metode penelitiankualitatif digunakan untuk menelititentang kehidupan masyarakat, sejarah,tingkah laku, organisasi, aktivitassosial, dan teks, termasuk juga menelititeks-teks tafsir. Metode kualitatifdigunakan untuk dapat mengetahui,menemukan dan menemukan apa yangtersembunyi dalam teks yang diteliti,baik teks berhubungan dengan sejarah,tingkah laku, social, maupun teks kitabsuci. Penelitian kualitatif salah satu

86Definisi ini dekemukakan oleh Strausdan Corbin dalam Cresswell, J, sebagaimanadikutip oleh Pupu Saiful Rahmad dalamtulisannya yang berjudul Penelitian Kualitatif,Pupu Saiful Rahmad Penelitian Kualitatif,Equilibrium, Vol. 5, No. 9, Januari-Juni 2009:1-8

87 Pupu Saiful Rahmad PenelitianKualitatif, Equilibrium, Vol. 5, No. 9, Januari-Juni 2009: 1-8

prosedur penelitian yang menghasilkandata deskriptif prilaku ucapan atautulisan (teks) terhadap objek penelitian.

Dasar teoritis pendekatanpenelitian kualitatif, yaitu pendekatanfenomenologis (berusaha memahamiarti peristiwa dan kaitannya denganorang-orang tertentu), pendekatanineraksi simbolik (objek orang, situasidan peristiwa tidak memiliki pengertiansendiri), pendekatan kebudayaan(untuk mengembangkan kebudayaanmenurut perspektif peneliti), danpendekatan etnometodologi(bagaimana masyarakat memandang,menjelaskan, dan menggambarkan tatahidup mereka sendiri).88 Ciri-cirikualitatif adalah data yangdikumpulkan dalam kondisi asli ataualamiah, peneliti sebagai alat peneliti,pengumpulan data secara deskriptif,lebih mementingkan proses dari padahasil penelitian, mencari latar belakangtingkah laku, menggunakan metodetrigulasi, mementingkan rinciankontekstual, subjek yang ditelitiberkedudukan sama dengan peneliti,mengutamakan perspektif emik(mementingkan pandangan responden),verifikasi melalui kasus yangbertentangan, pengambilan sampelsecara purposive, menggunakan audittrail, mengadakan analisis sejak awalpenelitian, dan teori bersifat daridasar.89

Dalam penelitian tafsir yangmenjadi objek penelitiannya adalahayat-ayat Alquran. Data yangdigunakan dalam penelitian tafsiradalah data kualitatif. Berdasarkan ini,

88 Pupu Saiful Rahmad PenelitianKualitatif, Equilibrium, Vol. 5, No. 9, Januari-Juni 2009: 1-8

89 Pupu Saiful Rahmad PenelitianKualitatif, Equilibrium, Vol. 5, No. 9, Januari-Juni 2009: 1-8

Page 23: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 63

maka metode peneitian tafsir termasukkedalam metode kualitatif. Data yangdimaksud dalam penelitian tafsir,mengunakan metode kualitatif adalah;Ayat-ayat Alquran, hadis-hadis dansunnah Nabi SAW, atsar shabah,pendapat-pendapat para ulama, riwayatyang merupakan, sejarah pada masaturunnya Alquran (asbab al-nuzul).pengertian-pengertian bahasa dan lafazAlquran, kaedah-kaedah bahasa,kaedah-kaedah istinbat, dan teori-teoriilmu pengetahuan90 Setelahmengumpulkan data, langkahselanjutnya adalah menganalisis data.Langkah-langkah untuk menganalisisdata dalam penelitian tafsir adalahsebagai berikut.

Pertama, untuk menganalisa ayatmeliputi; kosa kata Qurani, frasequrani, klausa qurani, ayat-ayatAlquran, dan hubungan antara bagian-bagian tersebut. Kedua,menginterpretasi data dengan teknik-teknik yang relevan, denganmengunakan salah satu teknik(menjelaskan ayat dengan ayat,menjelaskan ayat dengan hadis,menjelaskan ayat dengan atsar sahabat,menjelaskan ayat dengan maknalughawi, menjelaskan ayat denganmengunakan kaidah bahasa Arab,menerangkan kandungan ayat denganmemperhatikan munasabah (korelasi)ayat, menjelaskan kandungan ayatdengan kenyataan sejarah, menjelaskanayat dengan kaidah ushul fiqh,menjelaskan kandungan ayat dengankaidah ulum al-Qura’n, menjelaskanmakna ayat dengan kaidah logika,menjelaskan Alquran dengan ilmupengetahuan. Ketiga prosesmembandingkan objek yang dapat

90 Abd Mun’im Salim, MetodePenelitian Tafsir, Ujung Pandang: IAINAluddin, 1994, hlm. 8-9.

dikelompokkan; taufîq, dilakukanterhadap konsep yang tidakmengandung pertentangan, tarjîh untukmenguatkan salah satu konsep, dantawaquf meninggalkan masing-masingkonsep yang bertentangan karenaderajatnya seimbang. Keempat, tansîqyaitu menyusun konsep-konsepmenjadi sebuah terori atau menyusunteori-tori menjadi sebuah pemikiranyang diperlukan dalam pemecahanmasalah dalam penelitian. Kelima,penulisan laporan penelitian.91

KesimpulanPertama, metode-metode dalam

penulisan terhadap teks Alquranmeliputi; sumber, intensitas, langkahdan perspektif/corak (laun). Metodetafsir dari segi sumber terbagi dua yaitubi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi. Metodetafsir dari segi intensitasnya terbagikepada ijmali dan tahlili. Metode tafsirdari segi langkah terbagi padamuqarran, maudhu’I,dan tartib suar.Dan metode tafsir dari segi perspektifterbagi kepada fiqh, falsafi, sufi, ‘ilmidan lain sebagainya. Kedua, metodedalam penelitian tafsir adalah metodekualitatif, karena metode ini yangsesuai untuk meneliti tafsir. Objeknyajelas ayat-ayat Alquran, data yangdiperlukan juga jelas ayat-ayat Alquran,hadis/sunnah, atshar sahabat, pendapatpara ulama, dan sebaginya.

Daftar Kepustakaan

A. J. Weinsinck, “Israil”, dalamHoutsma, et.al., 1987. Brill’sFirst Encyclopedia of Islam1913-1936, Leiden: E. J. Brill.

91 M. Alfatih Suryadilaga, dkk,Metodologi ilmu tafsir, Yogyakarta: Teras,cetakan ke III 2010, hlm. 153-156.

Page 24: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

64 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Abu Zayd,Nasr Hamid. 2000. Mafhȗmal-Nāsh; dirāsant fi ‘Ulȗm al-Qur’ān, Bairut: al-Markaz al-Saqāfi al-‘Arābi.

Baidan, Nasaruddin. 2002. MetodologiPenafsiran al-Qur’an,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,cet ke-I.

Djalal, Abdul. 1990. Urgensi TafsirMaudlin’i Pada Masa Kini,Kalam Mulia, Jakarta.

Fuad Hasan dan Koentjaraningrat,1977. Beberapa asaMetodologi Ilmiah, Jakarta:Gramedia.

al-Farmawiy, Abd al-Hayy 1968 Mujam al-Alfaz wa al-a’lam al-Our’aniyah, Dar al-`ulum,Kairo.

………….., 1977. al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Kairo:Hadrat al-Gharbiyah.

Hanafi, Hasan. 1991. ReligiousDialogue and Revolition,(Dialog Agama dan Revolusi)terj. Tim Pustaka Firdaus,Jakarta: Pustaka Firdaus,

Hans-Gorg Gadamer, 2006. Classicaland PhilosopicalHermeneutics, dalam Teory,Culture and Socity, London:SAGE, Vol 23 (1),

al-Hadi, 2002. Ta’wil sebagai AsasTeori Sastra dan BentukHermeneutika Islam, JurnalUniversitas Paramadina Vol.1 No 2 Januari.

al-Husaynî, Khalaf Muhammad. 1974.Al-Yahûdiyyah bayn al-Masîhiyyah wa alIslâm ,Mesir: Al-Mu’assasah al-Misriyyah al-‘Âmmah, 1974,

Ihde, Don, 1971. HermeneuticPhenomenology: ThePhilosopy od Paul Ricoeur,Evaston, NoerthwesternUniversity Press.

Ja’far, Musâ‘id Muslim ‘Abd al-LâhAlî. 1984. Asrâr al-Tathawwur al-Fikr fî alTafsîr,Beirut: Mu’assasah al-Risâlah.

M. Alfatih Suryadilaga, dkk, 2010.Metodologi Ilmu Tafsir,Yogyakarta: Teras, cetakan keIII.

Ma’luf, Luis. 1987. Al Mun jid fr al-Lughah wa al-A‘lam, Dar al-Masyriq, Beirut.

Musbikin, Imam. 2006. Istanthiq al-Qur’an; Pengenalan Studi al-Qur’’an PendekatanInterdispliner, Madiun: JayaStar Nine.

Musthafa, Ibrahim. T.th. al-Mu’jam al-Wasith, Taheran: al-Maktabahal- Islamiyah.

Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel,2007. Buku PenunjangBerkenaan denganFenomenologi danHermenuitik, Surabaya.

Pupu Saiful Rahmad PenelitianKualitatif, equilibrium, Vol. 5,No. 9, Januari-Juni 2009

al-Qaththân, Mana’ Khalîl. 2007.Mabâhits fi ‘Ulûm al-Qur’ân,Al-Qahirah: MaktabahWahbah,

al-Rûmiy, Fahd ‘Abd al-RahmânSulaimân. t.th. Buhust fiUshul al-Tasfsir, t.tp,Maktabah Al-Taubah

al-Sayûthî, Jalâl al-Dîn al-Mahallî danJalâl al-Dîn. t.th. Tafsîr al-

Page 25: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

Aldomi Putra, Metodologi Tafsir 65

Qur’ân al- ’Azhîm, Beirut:Dâr al-Fikr.

al-Syirbâshî, Ahmad. 1972. Qishshahal-Tafsîr, Beirut: Dâr al-Qalam.

Sadr, Muhammad Baqir, 1990.“Pendekaian TemalikTerhadap Tafsir AI-Qur’an “,dalam Ulumul Quan, Vol I,No. 4.

Saleh, Ahmad Syukri, 2007.Metodologi Tafsir al-Qur’anKontemporer DalamPandangan Fazlur Rahman,Jambi: Sultan Thaha Press, cetke-2

Salim, Abd Mun’im. 1994. MetodePenelitian Tafsir, UjungPandang: IAIN Aluddin.

Sudaryono, 2017. MetodologiPenelitian, Jakarta: RajawaliPers.

Suma, Muhammad Amin, 2001 StudiIlmu-ilmu al-Qur’an 2,Jakarta: Pustaka Firdaus,2001.

Supiana dan M. Karman, 2002. UlumulQur’an dan PengenalanMetodologi Tafsir, Bandung:Pustaka Islamika, cet.I.

Syamsuddin, Sahiron. 2017.Hermeneutika danPengembangan UlumulQur’an, Yogyakarta:Pesantren Nawesea Press.

Syamsudin, Sahiron. 2011.Hermenetika Hans-georgGadamer dan PengembanganUlumul Qur’an danPembacaan Alquran PadaMasa Kontemporer, dalamUpaya IntergrasiHermeneutika dalam KajianQur’an dan Hadis Teori danAplikasi, Yogyakarta:Lembaga Penelitian UINSunan Kali Jaga, cet II,

Tim Penyusun Kamus PusatPembinaan danPengembangan BahasaDepartemen Pendidikan danKebudayaan, Kamus BesarBahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1994), cet ke-2

Usman (Dosen pada Fakultas SyariahIAIN Mataram) MemahamiIsrâ’îliyyât Dalam PenafsiranAl-Qur’an dalam JurnalUlumuna, Volume XV Nomor2 Desember 2011)

Zakariya, Ahmad bin Faris bin. 1990.Mu’jam Maqais al-Lughah,(Mesir: ‘Isa al-Babi al-Habi.

Page 26: 42 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018

66 Jurnal Ulunnuha Vol.7 No.1/Juli 2018