Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

8
Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021 Penyerapan Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2018- 2020 Hal. 1 Penetapan Harga Eceran Tertinggi Obat Covid-19 Hal. 3 Mengenal Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) Kemenparekraf 2021 Hal. 5

Transcript of Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

Page 1: Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

Penyerapan Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2018-2020

Hal. 1

Penetapan Harga Eceran Tertinggi Obat Covid-19

Hal. 3

Mengenal Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) Kemenparekraf 2021

Hal. 5

Page 2: Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

Penanggung Jawab

Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Pemimpin Redaksi

Slamet Widodo

Redaktur

Marihot Nasution * Martha Carolina

Savitri Wulandari * Mutiara Shinta Andini

Editor

Marihot Nasution

Sekretariat

Husnul Latifah * Musbiyatun

Memed Sobari * Hilda Piska Randini

Budget Issue Brief Kesejahteraan Rakyat ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran,Badan

Keahlian DPR RI. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini sepenuhnya

tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Badan Keahlian DPR

RI.

Penyerapan Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2018-2020 .................................................... 1

Penetapan Harga Eceran Tertinggi Obat Covid-19 ............................................................................ 3

Mengenal Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) Kemenparekraf 2021 ......................................... 5

Page 3: Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

1 Kesejahteraan Rakyat Budget Issue Brief Vol 01, Ed 12, Juli 2021 ISSN 2775-7994

Komisi VIII

KESEJAHTERAAN RAKYAT

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta menekan tingkat kemiskinan di Indonesia, salah satunya adalah pemberian bantuan sosial. Beberapa bantuan sosial (bansos) yang telah digulirkan pemerintah adalah sebagai berikut: Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Bantuan Sosial Tunai, Bantuan Paket Sembako Jabodetabek, bantuan beras untuk peserta PKH, serta bantuan sosial untuk penanganan bencana alam dan non-alam.

Terdapat peningkatan alokasi belanja bansos pada 2018-2020, namun tampaknya alokasi anggaran bansos belum mampu menekan angka kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebanyak 27,54 juta orang atau sebesar 10,14 persen (BPS, 2021). Angka tersebut menurun sejumlah 0,01 juta orang atau 0,05 persen poin terhadap September 2020 dan meningkat sebanyak 1,12 juta orang atau 0,36 persen poin terhadap Maret 2020. Anggaran dan realisasi dana bansos di tahun 2018-2020 adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Anggaran dan Realisasi Belanja Bansos 2018-2020

Tahun Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) % Realisasi

terhadap Anggaran

2018 81.259.761.570.000 84.318.412.919.513 103,76

2019 102.055.516.233.000 112.480.254.777.629 110,21

2020 174.517.691.694.000 202.529.969.428.206 116,05

Sumber: LKPP 2018-2020 (Diolah)

Kinerja realisasi Belanja Bansos terhadap pagu APBN tahun 2019 mencapai 110,21 persen. Realisasi Belanja Bantuan Sosial di tahun 2019 senilai Rp112,48 triliun mengalami peningkatan sebesar 33,40 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Selanjutnya, realisasi belanja bantuan sosial tahun 2020 telah mencapai Rp202,53 triliun atau 116,05 persen terhadap pagu anggaran Perpres 72 Tahun 2020, mengalami peningkatan 80,06 persen (y-on-y) dibandingkan tahun sebelumnya. Meningkatnya realisasi belanja bantuan sosial tersebut menunjukkan bentuk keberpihakan pemerintah terutama kepada masyarakat miskin dan rentan dalam merespon dampak pandemi Covid-19. Hal tersebut didorong oleh adanya perluasan penyaluran bantuan sosial agar dapat maksimal dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19.

Dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2020, realisasi belanja bantuan sosial disajikan ke dalam akun Beban Bansos. Jumlah Beban Bansos untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2020 sebesar Rp204.77 triliiun. Nilai tersebut

• Terdapat peningkatan realisasi

Beban Bantuan Sosial pada Tahun

2020 sebesar Rp204.77 triliiun

untuk memberikan dorongan

perluasan penyaluran bantuan sosial

agar dapat maksimal dalam

memberikan perlindungan kepada

masyarakat terdampak pandemi

Covid-19.

• Permasalahan yang terjadi dalam

penyaluran bantuan sosial menjadi

hal yang perlu diperhatikan melalui:

(a) pemberian opsi penyaluran

lain yang diperlukan saat terjadi

krisis termasuk untuk daerah 3T

(daerah tertinggal, terdepan dan

terluar), (b) proses monitoring dan

evaluasi yang belum terintegrasi dan

belum memanfaatkan semua sumber

data.

• Dampak pandemi Covid-19

menunjukkan kepada kita bahwa

penyerapan bantuan sosial yang ada

saat ini belum adaptif terhadap

bencana, sehingga mitigasi dampak

bencana belum responsif dan

optimal.

HIGHLIGHTS

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E Redaktur: Slamet Widodo · Marihot Nasution · Martha Carolina · Mutiara Shinta Andini · Savitri Wulandari Penulis Arjun Rizky Mahendra Nazhid · Mutiara Shinta Andini

Penyerapan Dana Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2018-2020

Page 4: Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

2 Kesejahteraan Rakyat Budget Issue Brief Vol 01, Ed 12, Juli 2021 ISSN 2775-7994

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

mengalami kenaikan sebesar Rp96.96 triliun atau 89,93 persen dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp107.81 triliun dan tahun 2018 sebesar Rp82.46 triliun.

Tabel 2. Beban Bantuan Sosial Tahun 2018-2020 (dalam Rupiah)

Sumber: LKPP 2018-2020 (Diolah)

Realisasi Beban Bantuan Sosial Tahun 2020 meningkat dari tahun-tahun sebelumnya karena dorongan perluasan penyaluran bantuan sosial agar dapat maksimal dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Alasan lain terjadi peningkatan adalah tumbuhnya serapan bantuan sosial dari Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama. Penyerapan dari kementerian-kementerian tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan program-program bantuan sosial yang mendukung penanganan pandemi Covid-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Hal ini terlihat dari munculnya beban bansos yang merupakan upaya penanganan pandemi Covid-19 seperti tampil di Tabel 2. Peningkatan signifikan di tahun 2020 pada Beban Bansos yang telah rutin dilaksanakan dari tahun sebelumnya terdapat pada Beban Bantuan Sosial untuk Jaminan Sosial dalam Bentuk Uang, Beban Bantuan Sosial untuk Pemberdayaan Sosial dalam Bentuk Barang, dan Beban Bantuan Sosial untuk Penanggulangan Bencana dalam Bentuk Uang, serta Beban Bantuan Sosial untuk Penanggulangan Bencana dalam Bentuk Barang yang ditahun sebelumnya belum pernah dilaksanakan.

Dalam pelaksanaannya, program bantuan sosial, subsidi, maupun jaminan sosial yang tercakup dalam sistem perlindungan sosial masih menghadapi berbagai tantangan yang berpotensi menurunkan efektivitas program. Permasalahan yang terjadi dalam penyaluran bantuan sosial menjadi hal yang perlu diperhatikan antara lain, (a) pemberian opsi penyaluran lain yang diperlukan saat terjadi krisis termasuk untuk daerah 3T (daerah tertinggal, terdepan dan terluar). (b) proses monitoring dan evaluasi yang belum terintegrasi, serta belum memanfaatkan semua sumber data turut menjadi titik lemah penyaluran bantuan sosial.

Permasalahan yang muncul dalam upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat miskin, rentan, dan kelompok masyarakat lainnya yang terdampak pandemi Covid-19 menjadi momentum yang tepat untuk melakukan transformasi sistem perlindungan sosial. Dampak pandemi Covid-19 menunjukkan kepada kita bahwa penyerapan bantuan sosial yang ada saat ini belum adaptif terhadap bencana, sehingga mitigasi dampak bencana belum responsif dan optimal. Dalam hal ini pemerintah perlu melanjutkan perbaikan mekanisme penyaluran subsidi dan bansos agar lebih tepat sasaran dalam mengoptimalkan proses perencanaan, melaksanakan kegiatan monitoring juga evaluasi secara rutin, serta sinergi antar program yang relevan.

Page 5: Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

1 Kesejahteraan Rakyat Budget Issue Brief Vol 01, Ed 12, Juli 2021 ISSN 2775-7994

Komisi IX KESEJAHTERAAN RAKYAT

Dengan meningkatnya jumlah penduduk yang terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada tahun 2021, mengakibatkan tingginya permintaan kebutuhan obat Covid-19 tersebut. Untuk menekan angka kematian yang disebabkan oleh Covid-19 tersebut, terdapat beberapa obat Covid-19 yang pendistribusiannya diatur oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan ijin dari Badan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Obat-obatan yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut: a) Oseltamivir, yang diproduksi di dalam negeri dan dipasok oleh PT Indofarma Tbk dan Amarok; b) Favipiravir, yang diproduksi dan dipasok oleh 3 (tiga) pihak yaitu PT Kimia Farma Tbk, Beta Pharmacon (Avigan), dan Daewoong Infion; c) Remdesivir, yang dipasok PT Kimia Farma Tbk, Amarok, dan Daewoong; dan d) Lopinavir/Ritonavir, yang dipasok oleh 4 (empat) pihak terdiri dari PT Kimia Farma Tbk, Abbott, Amarok, dan Sampharindo. Seiring dengan meningkatnya kasus infeksi Covid-19, meningkat pula permintaan obat tersebut. Akan tetapi kondisi ini justru banyak dimanfaatkan oleh sebagian pelaku usaha dengan menaikkan harga obat terapi Covid-19 kepada masyarakat bahkan ada pula yang menimbun dengan harapan terjadi kelangkaan obat terapi Covid-19 yang akan mengakibatkan lonjakan harga jual obat tersebut di pasaran.

Untuk mengantisipasi terjadinya kenaikan harga dan penimbunan obat Covid-19, pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) obat terapi Covid-19 melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19. Peraturan ini mulai berlaku tanggal 2 Juli 2021 di seluruh apotek, instalasi farmasi, rumah sakit, klinik, dan fasilitas kesehatan di Indonesia.

Tujuan dari dibuatnya Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021 ini adalah untuk menjamin keterjangkauan harga obat terapi Covid-19 yang saat ini sedang dibutuhkan masyarakat banyak, memenuhi akuntabilitas dan transparansi kepada masyarakat terkait keseriusan pemerintah dalam memperhatikan masyarakatnya terutama dalam hal kesehatan dan harga jual obat Covid-19 yang sebenarnya, serta mengendalikan melonjaknya harga obat Covid-19 di pasaran.

Dengan ditetapkannya 11 nama obat dan HET dalam Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021, dalam implementasinya tetap harus dilakukan pengawasan dengan melibatkan beberapa pihak, yaitu Kementerian Kesehatan

• Banyaknya jumlah penduduk yang terinfeksi Covid-19 mengakibatkan tingginya permintaan obat Covid-19, tetapi hal ini dimanfaatkan oleh sebagian pelaku usaha dengan menjual obat tersebut dengan harga di atas HET.

• Untuk menjamin keterjangkauan harga obat Covid-19, untuk memenuhi akuntabilitas dan transparansi kepada masyarakat, serta mengendalikan melonjaknya harga obat Covid-19, maka pemerintah mengeluarkan Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang HET obat terapi Covid-19.

• Masih belum adanya prosedur pengawasan, pembinaan, dan sanksi yang jelas terkait dengan pelaku usaha yang menjual obat Covid-19 di atas HET dan penimbun obat Covid-19.

• Mengingat pentingnya pengawasan dan pembinaan HET obat Covid-19 ini, Kemenkes dan pemda provinsi/kabupaten/kota perlu menyosialisasikan Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang HET obat Covid-19 yang berlaku sejak 2 Juli 2021.

HIGHLIGHTS

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E Redaktur: Slamet Widodo · Marihot Nasution · Martha Carolina · Mutiara Shinta Andini · Savitri Wulandari Penulis Firly Nur Agustiani · Marihot Nasution

Penetapan Harga Eceran Tertinggi Obat Covid-19

Page 6: Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

2 Kesejahteraan Rakyat Budget Issue Brief Vol 01, Ed 12, Juli 2021 ISSN 2775-7994

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

(Kemenkes), Pemerintah Daerah (Pemda), dan Kepolisian RI. Berikut adalah 11 (sebelas) nama obat yang HET-nya diatur dalam Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021:

Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19

No. Nama Obat Satuan HET (Rp)

1 Favipiravir 200 mg (Tablet) Tablet 22.500

2 Remdesivir 100 mg (Injeksi) Vial 510.000

3 Oseltamivir 75 mg (Kapsul) Kapsul 26.000

4 Intravenous Immunoglobulin 5% 50 ml (Infus) Vial 3.262.300

5 Intravenous Immunoglobulin 10% 25 ml (Infus) Vial 3.965.000

6 Intravenous Immunoglobulin 10% 50 ml (Infus) Vial 6.174.900

7 Ivermectin 12 mg (Tablet) Tablet 7.500

8 Tocilizumab 400 mg/20 ml (Infus) Vial 5.710.600

9 Tocilizumab 80 mg/4 ml (Infus) Vial 1.162.200

10 Azithromycin 500 mg (Tablet) Tablet 1.700

11 Azithromycin 500 mg (Infus) Vial 95.400

Sumber: Kemenkes (2021)

Dikarenakan sebelumnya terdapat harga jual obat Covid-19 yang tidak menentu, maka setelah dibuat dan diberlakukan Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021 ini, maka dilakukan inspeksi mendadak/sidak. Kenyataannya di lapangan masih ditemukan permasalahan dalam penjualan salah satu dari 11 obat terapi Covid-19 yaitu, Ivermectin, Pada tanggal 4 Juli 2021 di Pasar Pramuka Jakarta telah terjadi penjualan obat Covid-19 di atas harga jual obat yang tercantum Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021, yakni obat Ivermectin yang dijual dengan harga Rp475.000 per kotak (10 tablet), yang pada HET nya sudah ditetapkan harga Ivermectin per tabletnya Rp7.500 atau Rp75.000 per kotak. Kejadian seperti ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: belum adanya sosialisasi dari Kemenkes dan Pemda kepada masyarakat tentang adanya Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021 yang mengatur HET obat Covid-19, atau bisa saja sebenarnya para penjual atau pelaku usaha sudah mengetahui adanya Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021 ini, tapi mereka pura-pura tidak mengetahui aturan dan sanksinya. Dengan diberlakukannya Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021 namun masih terdapat pelanggaran, hal ini memperlihatkan masih lemahnya pengawasan pemerintah khususnya Kemenkes dan Pemda setempat terkait peraturan penjualan obat Covid-19 sesuai HET yang ditetapkan, serta masih kurangnya koordinasi dan sosialisasi antara Kemenkes dengan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, maka pemerintah perlu membuat prosedur pengawasan dan pembinaan serta jenis sanksi yang akan diterima secara jelas, lugas, dan tegas.

Meskipun sebelumnya sudah ada undang-undang yang mengatur terkait terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia yang akan merugikan ekonomi besar bagi negara, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan terkait kesehatan yang dapat merugikan masyarakat banyak diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, kelemahan dalam undang-undang ini tidak dijelaskan secara rinci prosedur pengawasan seperti apa yang harus dilakukan oleh Kemenkes, Pemda, dan Kepolisian, serta sanksi apa yang akan diterima jika terjadi pelanggaran. Bahkan pada Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021 pun tidak dijelaskan prosedur pembinaan dan pengawasan apabila terjadi pelanggaran, hanya dinyatakan pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh menteri, pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.

Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan tegas mengingat pembinaan dan pengawasan HET sangatlah penting agar tidak ada masyarakat yang dirugikan, dan apabila masih terdapat pihak yang merugikan masyarakat maka akan dikenakan sanksi. Jadi Kemenkes dan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota perlu melakuan sosialisasi kepada masyarakat terkait diberlakukannya Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19 yang berlaku mulai 2 Juli 2021.

Page 7: Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

1 Kesejahteraan Rakyat Budget Issue Brief Vol 01, Ed 12 Juli 2021 ISSN 2775-7994

Komisi X KESEJAHTERAAN RAKYAT

Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) adalah program bantuan

penambahan modal kerja dan atau investasi aktiva tetap untuk

meningkatkan kapasitas usaha pelaku usaha ekonomi kreatif dan

pariwisata. BIP sendiri merupakan salah satu program yang telah

dimulai oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) sejak tahun 2017. Dari

Gambar 1, dapat dilihat bahwa semenjak tahun 2017–2020 telah

terjadi peningkatan baik secara alokasi anggaran dan subsektor

bidang yang disalurkan. Selain itu, terlihat peningkatan jumlah

penerima dari 34 penerima di tahun 2017 menjadi 232 penerima di

tahun 2020 seiring bertambahnya subsektor bidang yang menjadi

fokus penyaluran BIP.

Pada tahun 2021, rencana alokasi penyaluran BIP adalah

kurang lebih sebesar Rp60 miliar. BIP tersebut akan disalurkan

kepada 7 (tujuh) subsektor ekonomi kreatif yakni aplikasi, game

developer, kriya, fesyen, kuliner dan film serta kepada sektor

pariwisata yang khusus untuk 13 jenis usaha pariwisata sesuai

Undang-Undang No 10 Tahun 2009.

BIP disalurkan menjadi 2 jenis yaitu: pertama, BIP Reguler

yaitu bantuan insentif yang diperuntukkan bagi penambahan modal

kerja dan/atau investasi aktiva tetap dalam rangka peningkatan

kapasitas usaha dan atau produksi pelaku usaha pariwisata dan

ekonomi kreatif dengan besaran bantuan yang didapatkan maksimal

Rp200 juta. Persyaratan untuk memperoleh BIP reguler antara lain:

• Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) merupakan salah satu program yang telah dimulai oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) sejak tahun 2017.

• Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) adalah program bantuan penambahan modal kerja dan atau investasi aktiva tetap untuk meningkatkan kapasitas usaha pelaku ekonomi kreatif dan pariwisata.

• Pada tahun 2021, rencana alokasi penyaluran BIP adalah kurang lebih sebesar Rp60 miliar yang akan disalurkan kepada 7 (tujuh) subsektor ekonomi kreatif

• Ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam melaksanakan program BIP yaitu: pertama, menyosialisasikan sistem OSS; kedua, pendampingan penggunaan teknologi dan penyiapan proposal; ketiga, evaluasi dan monitoring; keempat, pendataan penerima bantuan yang terintegrasi dengan program bantuan lain

HIGHLIGHTS

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E Redaktur: Slamet Widodo · Marihot Nasution · Martha Carolina · Mutiara Shinta Andini · Savitri Wulandari Penulis Ollani Vabiola Bangun · Savitri Wulandari

Mengenal Bantuan Insentif Pemerintah (BIP)

Kemenparekraf 2021

Page 8: Vol. 01, Ed. 12, Juli 2021

2 Kesejahteraan Rakyat Budget Issue Brief Vol 01, Ed 12, Juli 2021 ISSN 2775-7994

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

1) badan usaha yang bergerak di 6 (enam) subsektor ekonomi kreatif yaitu kriya, fesyen, kuliner, film,

aplikasi, game developer serta sektor pariwisata; 2) pihak yang mendaftar adalah penanggungjawab

badan usaha sesuai akta/legalitas perusahaan; 3) diperuntukkan bagi badan usaha berbadan hukum

seperti Perseroan Terbatas (PT), yayasan, koperasi, maupun badan usaha tidak berbadan hukum dalam

bentuk CV; 4) memiliki NIB (Nomor Izin Berusaha) yang terdaftar dalam sistem Online Single

Submission (OSS); 5) memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atas nama badan usaha; 6) minimal

sudah berdiri selama 1 tahun; 7) melampirkan SPT 1 tahun terakhir; dan 8) tidak sedang mendaftarkan

atau mengajukan program bantuan pemerintah lain di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

(Kemenparekraf) pada tahun berjalan.

Kedua, BIP Jaring Pengaman Usaha (JPU) yaitu bantuan insentif yang diberikan sebagai

penambahan modal kerja dan/atau investasi aktiva tetap dalam rangka membantu pelaku usaha

pariwisata dan ekonomi kreatif untuk keberlangsungan usaha khususnya akibat efek pandemi Covid-

19 dengan besaran bantuan yang didapatkan sebesar Rp20 juta rupiah. Adapun persyaratan untuk

memperoleh BIP JPU yaitu: 1) badan usaha yang bergerak di 3 (tiga) subsektor ekonomi kreatif yaitu

kriya, kuliner dan fesyen; 2) pemilik/penanggungjawab usaha adalah Warga Negara Indonesia (WNI)

yang telah memiliki KTP; 3) semua jenis badan usaha dan UMKM telah memiliki NIB yang telah terdaftar

dalam sistem OSS; 4) memiliki NPWP atas nama badan usaha atau perorangan; 5) usaha minimal telah

berdiri selama 1 tahun dan; 6) tidak sedang mendaftarkan diri atau mengajukan program bantuan

pemerintah lain di Kemenparekraf pada tahun berjalan.

Dana BIP dapat digunakan untuk berbagai hal seperti: modal kerja, sewa ruang kerja,

software/hardware, pembayaaran jasa kepada pihak ketiga yang terkait dengan pengembangan usaha

yang semuanya harus sesuai dengan persetujuan kurator. Sementara untuk sektor pariwisata, dana BIP

dapat digunakan untuk pembelian barang-barang keperluan. Misalnya saja untuk usaha homestay. BIP

dapat digunakan untuk melengkapi keperluan homestay tetapi tidak dapat digunakan untuk pembelian

bangunan rumah, tanah maupun renovasi. Adapun tahapan untuk memperoleh BIP diawali dengan

seleksi administrasi, seleksi kurasi proposal, seleksi wawancara dan verifikasi lapangan.

Sebagai salah satu upaya pemerintah untuk tetap menggerakkan roda perekonomian khususnya

bagi para pelaku ekonomi kreatif dan pelaku di sektor pariwisata, ada beberapa poin penting yang

harus diperhatikan pemerintah dalam melaksanakan program BIP. Pertama, menyosialisasikan kepada

seluruh badan usaha untuk mendaftarkan usahanya ke dalam sistem OSS. Salah satu persyaratan untuk

mendapatkan BIP adalah badan usaha harus telah terdata di dalam sistem OSS. Oleh karena itu, penting

bagi Kemenparekraf untuk melakukan sosialisasi kepada seluruh pelaku usaha untuk dapat

mendaftarkan usahanya agar dapat memperoleh manfaat dari program BIP. Kedua, memastikan bahwa

seluruh pelaku ekonomi kreatif memiliki kemampuan dalam menggunakan teknologi dan kemampuan

dalam menyiapkan proposal yang sama khususnya bagi calon pengusul BIP JPU. Hal ini perlu menjadi

poin penting karena seluruh tahapan yang akan dilakukan untuk memperoleh BIP ini hampir

seluruhnya dilakukan secara online dan perlu kemampuan yang baik dalam menyiapkan proposal yang

dilengkapi dengan rancangan anggaran biaya (RAB). Oleh karena itu, pemerintah dapat melakukan

pelatihan atau pemberian pendampingan bagaimana cara menyiapkan proposal yang baik dan

penggunaan teknologi khususnya dalam pengusulan BIP. Ketiga, evaluasi dan monitoring. Setiap

penerima bantuan harus tetap dipantau secara berkala agar bantuan yang diterima sesuai

peruntukannya dengan juknis yang telah ditetapkan. Selain itu, evaluasi penting untuk melihat sejauh

mana BIP dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan usaha pada setiap penerima manfaat.

Keempat, pendataan peneriman bantuan yang terintegrasi dengan program bantuan lainnya seperti

Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM). Hal ini penting agar bantuan dapat diperoleh secara merata.