4.1. Metodologi Pemecahan - Perpustakaan Digital...
-
Upload
nguyenkien -
Category
Documents
-
view
214 -
download
1
Transcript of 4.1. Metodologi Pemecahan - Perpustakaan Digital...
27
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH
4.1. Metodologi Pemecahan Masalah
Bisnis saat ini tidak hanya cukup dengan mampu bertahan di arena
persaingan, tapi juga mampu bertumbuh dan memenangkan persaingan.
Persaingan semakin lama akan mengalami kekacauan, kondisinya pun akan
semakin tak menentu. Untuk mengantisipasi hal tersebut, marketing harus menjadi
“jiwa” dari setiap model strategi bisnis, karena bisnis akan selalu berurusan
dengan pasar yang terus berubah. Dengan demikian, diharapkan pemasaran
menjadi suatu konsep bisnis strategis yang bisa memberikan kepuasan
berkelanjutan bagi stakeholder utama yaitu konsumen, karyawan, dan pemilik
perusahaan.
Pemilik perusahaan yang menguntungkan harus memberikan imbalan
yang cukup baik kepada karyawan dengan memperlakukan mereka sebagai
pelanggan internal yang terpuaskan, sehingga mereka akan mempunyai sense of
ownership pada perusahaan dan dengan demikian mereka akan memberikan
pelayanan total untuk memuaskan pelanggan. Pada gilirannya, pelanggan yang
puas akan melakukan pembelian berulang dan memberi rekomendasi kepada
orang lain untuk membeli dari perusahaan bersangkutan. Dengan demikian
perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang. Agar hal tersebut
dapat terjadi, maka pemilik perusahaan harus selalu berusaha memberikan
produk atau jasa yang bernilai lebih bagi pelanggan dibandingkan dengan yang
diberikan pesaingnya.
Untuk memberikan kepuasan kepada konsumen seperti halnya di atas,
maka perusahaan perlu mengetahui dengan jeli siapa yang menjadi pasar mereka.
Sebagai langkah awal, perusahaan harus mampu memandang pasar secara kreatif
dan kemudian memetakannya, sehingga produk maupun jasa yang dimiliki
28
perusahaan dapat diterima oleh orang maupun perusahaan yang tepat. Hal ini
dapat dilakukan dengan melakukan segmentasi pasar. Kemudian, setelah pasar
disegmentasikan ke dalam kelompok‐kelompok pelanggan dengan karakteristik
yang serupa, pilihlah segmen pasar mana yang akan dituju, atau biasa disebut
sebagai aktifitas targeting. Setelah dua hal ini dilakukan, maka proses selanjutnya
adalah melakukan positioning agar keberadaan produk ataupun jasa perusahaan
berada di benak pelanggan. Ketiga hal tersebut merupakan langkah awal dalam
model STV‐Triangle yang diciptakan oleh Kartajaya.
4.1.1 Model Konseptual
Kartajaya menggolongkan Segmentasi – Targeting – Positioning sebagai
bagian dari strategi yang merupakan salah satu dimensi marketing dari model
STV–Triangle yang diciptakannya. Model STV–Triangle ini terdiri dari tiga dimensi
pemasaran, yaitu strategy, tactic, dan value, seperti yang diperlihatkan pada
gambar 4.1. Menurut Kartajaya (2003: 72 ‐ 73), strategy digunakan untuk
memenangkan mind share, sedangkan dimensi tactic untuk memenangkan market
share, dan dimensi value untuk memenangkan heart share.
Untuk memenangkan mind share, kita harus mengeksplorasi pasar melalui
segmentasi dengan membagi‐bagi pasar ke dalam kelompok yang memiliki
kesamaan psikografis dan perilaku pelanggan. Karena itu, segmentasi menurut
Kartajaya merupakan mapping stratgegy. Sedangkan targeting sebagai fitting
strategy adalah langkah berikutnya setelah proses segmentasi. Setelah target pasar
ditentukan, maka selanjutnya adalah memposisikan perusahaan dan apa yang
ditawarkan perusahaan ke dalam benak pelanggan atau biasa disebut sebagai
elemen positioning. Positioning merupakan alasan bagi eksistensi sebuah produk
atau merek. Itulah sebabnya Kartajaya menyebutnya being strategy.
Positioning sebaiknya didukung oleh diferensiasi yang merupakan core tactic
bagi perusahaan. Core tactic ini selanjutnya diterjemahkan menjadi marketing mix
yang merupakan creation tactic, disebut demikian karena merupakan bagian
29
kreatif dari taktik. Setelah itu, dilakukanlah proses selling yang berorientasi
kepada transaksi untuk bisnis yang dibangun. Tahapan‐tahapan ini dilakukan
untuk mendapatkan market share.
Gambar 4.1 Model STV‐Triangle (Kartajaya, 2003: 73)
Selanjutnya, untuk memenangkan heart share, perusahaan harus membangun
brand sebagai value indicator, dan value dari brand tersebut harus terus ditingkatkan
secara terus‐menerus dari waktu ke waktu melalui elemen service. Yang menjadi
value enabler adalah elemen process yang merupakan elemen terakhir. Tidak peduli
seberapa bagus delapan elemen yang dibahas di depan, elemen‐elemen tersebut
tidak akan berguna jika kita tidak memiliki sebuah proses bisnis yang baik.
Penelitian ini dibatasi dengan hanya membahas satu dimensi STV‐Triangle,
yaitu dimensi strategy merupakan bagian awal dari model tersebut. Untuk
mengetahui lebih lanjut penjelasan mengenai elemen‐elemen yang terdapat dalam
dimensi strategy, yaitu segmentasi, targeting dan positioning, akan dijelaskan pada
sub‐sub bab berikut.
4.1.1.1 Segmentasi
(mind-share)STRATEGY
(market-share)TACTIC
Differentiation
'CORE' TACTIC
ProcessVALUE
'ENABLER'
1 2 3 4 5 6
7
8
9
VALUE(heart-share)
Explore Engage
Execute
Positioning'BEING'
STRATEGY
30
Secara tipikal, segmentasi merupakan proses memanfaatkan peluang dengan
membagi‐bagi pasar menjadi beberapa kelompok berdasarkan karakteristik
tertentu. Sedangkan menurut Kartajaya (2006: 17) segmentasi adalah sebuah
metode bagaimana melihat pasar secara kreatif, artinya mengidentifikasi dan
memanfaatkan beragam peluang yang muncul di pasar.
Beberapa peranan segmentasi menurut Kartajaya (2006: 17 – 19) adalah
memungkinkan kita untuk lebih fokus masuk ke pasar sesuai unggulan kompetitif
perusahaan, memungkinkan kita mendapatkan insight mengenai peta kompetisi
dan posisi pasar, merupakan basis untuk memudahkan kita dalam
mempersiapkan langkah‐langkah berikutnya, seperti positioning, diferensiasi, dan
penguatan merek. Selain itu, segmentasi merupakan faktor kunci mengalahkan
pesaing dengan memandang pasar dari sudut yang unik dan cara yang berbeda.
Ada beberapa cara dalam memandang suatu pasar, yaitu static attribute
segmentation, dynamic attribute segmentation, dan individual segmentation. Static
attribute segmentation merupakan cara memandang pasar berdasarkan geografis
dan demografis. Sedangkan dynamic attribute segmentation merupakan cara
memandang pasar berdasarkan sifat‐sifat dinamis yang mencerminkan karakter
pelanggan. Segmentasi cara ini membagi pasar berdasarkan psikografis dan
perilaku. Yang terakhir adalah individual segmentation, segmentasi cara ini
memandang pasar secara personal.
Segmentasi dalam penelitian ini menggunakan cara dynamic attribute
segmentation yang membagi pasar berdasarkan psikografis dan perilaku, karena
melalui cara ini dapat digambarkan karakter pelanggan berupa minat, kebiasaan,
sikap, dan lain sebagainya. Karakter ini secara langsung dapat mempengaruhi
alasan pelanggan untuk membeli produk atau jasa. Segmentasi psikografis
meliputi lifestyle (gaya hidup), kepribadian, dan sejenisnya. Dalam hal ini, gaya
hidup digunakan sebagai dasar segmentasi karena berwisata atau berlibur
merupakan bagian dari gaya hidup seseorang.
31
Para peneliti pasar yang menganut pendekatan gaya hidup cenderung
mengklasifikasikan konsumen berdasarkan variabel‐variabel AIO, yaitu activity
(aktivitas), interest (minat), dan opini (pandangan). Joseph Plumer (1974)
mengatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur aktivitas‐aktivitas manusia
dalam hal (Kasali, 2005: 226):
1. Bagaimana mereka menghabiskan waktunya
2. Minat mereka, apa yang dianggap penting di sekitarnya
3. Pandangannya baik terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang lain
4. Karakter‐karakter dasar seperti tahap yang telah mereka lalui dalam
kehidupan (life cycle), penghasilan, pendidikan dan di mana mereka tinggal.
Komponen‐komponen segmentasi gaya hidup dalam bentuk AIO dapat
dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Komponen‐komponen AIO
Aktivitas Minat Opini Demografi
Kerja Hobi Kegiatan sosial Liburan Hiburan Keanggotaan klub Komunitas Belanja Olah raga
Keluarga Rumah Pekerjaan Komunitas Rekreasi Fashion Makanan Media Prestasi
Terhadap diri sendiri Isu sosial Politik Bisnis Ekonomi Pendidikan Produk Masa Depan Kebudayaan
Usia Pendidikan Penghasilan Tempat tinggal Geografi Besarnya kota Family life cycle
Sumber: Kasali (2005: 227)
Variabel‐variabel yang digunakan untuk melakukan dynamic attribute
segmentation ini kemudian diolah. Untuk mengolahnya, digunakan analisis
multivariat yang menurut Hair et. al. merupakan metode statistik yang mengolah
beberapa pengukuran menyangkut individu atau objek sekaligus (simultaneously)
(Simamora, 2005: 2). Beberapa teknik analisis multivariat digunakan untuk
mengolah variabel segmentasi, yaitu analisis klaster (cluster analysis) dan analisis
diskriminan.
32
A. Analisis Klaster (cluster analysis)
Analisis klaster merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
mengelompokkan entitas (individu maupun objek) ke dalam kelompok‐kelompok
terpisah, berdasarkan kesamaan‐kesamaan (similarities) di antara mereka
(Simamora, 2005: 8).
Klasifikasi prosedur pengklasterannya terbagi menjadi dua, yaitu hierarchical
procedure dan non‐hierarchical procedure. Hierarchical procedure memisahkan data
atau objek ke dalam suatu klaster yang memiliki kemiripan. Masing‐masing
anggota klaster memiliki kemiripan satu sama lain namun memiliki perbedaan
dengan anggota klaster lainnya. Melalui prosedur ini jumlah klaster tidak
ditentukan secara pasti, hal ini tergantung dari jugdement peneliti. Sedangkan
pada non‐hierarchical procedure, jumlah klaster harus ditentukan terlebih dahulu
dan hasil pengklasterannya tergantung pada bagaimana pusat klaster dipilih.
Masing‐masing prosedur memiliki metode tersendiri, seperi misalnya dalam
hierarchical procedure terdapat dua metode analisis klaster yaitu metode
aglomeratif (agglomerative method) dan metode difisif (divise method). Sedangkan
pada non‐hierarchical procedure terdapat tiga metode yaitu sequential threshold,
parallel threshold, dan optimizing partitioning. Selengkapnya dapat dilihat pada
gambar 4.2.
33
CLUSTERRING PROCEDURE
Hierarchical Non-Hierarchical
Agglomerative Divisive Sequential threshold
Parallel threshold
Optimizing Partitioning
Linkage Method
Variance Method
Centroid Method
Ward’s Method
Single Linkage Complete Linkage Average Linkage
Gambar 4.2 Klasifikasi Prosedur Pengklasteran (Simamora, 2005: 215)
Setelah dilakukan proses pengklasteran, maka selanjutnya perlu dibuat profil
dari masing‐masing klaster. Untuk keperluan ini, dapat digunakan analisis
diskriminan yang dapat membantu menentukan variabel yang sangat
berpengaruh dalam membedakan setiap klaster.
B. Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan merupakan teknik analisis data statistik untuk
membantu menentukan variabel yang sangat berpengaruh dalam membedakan
setiap klaster. Teknik ini dipakai kalau variabel dependennya menggunakan skala
kategoris (ordinal dan nominal) dan variabel independennya menggunakan skala
metrik (interval dan rasio) (Simamora, 2005: 143). Dalam analisis ini variabel
dependen hanya satu, sedangkan variabel independennya banyak (multiple).
34
Terdapat dua jenis analisis diskriminan yang dapat digunakan untuk
memperoleh fungsi diskriminan, yaitu (Simamora, 2005: 144):
a) Two‐group discriminant analysis, atau analisis diskriminan dua kelompok
merupakan teknik analisis diskriminan yang digunakan ketika variabel
dependennya berupa variabel dengan dua kategori.
b) Multiple discriminant analysis, merupakan teknik analisis diskriminan yang
digunakan ketika variabel dependen memiliki lebih dari dua kategori.
Ada dua cara perhitungan dengan Analisis Diskriminan untuk membentuk
fungsi diskriminan, yaitu metoda simultan dengan memasukkan semua variabel
dalam fungsi tanpa memperhatikan discriminate power dari masing‐masing
variabel yang diikutsertakan dalam fungsi. Dan cara lainnya adalah dengan
metoda stepwise, yaitu dengan menyaring terlebih dahulu variabel‐variabel
tertentu yang besar pengaruhnya saja yang ikut dalam fungsi.
Setelah variabel‐variabel di depan di olah melalui teknik analisis statistik,
maka selanjutnya akan dihasilkan jumlah klaster beserta masing‐masing profilnya.
Jumlah klaster tersebut menunjukkan jumlah segmen yang ada yang kemudian
dapat dilakukan langkah selanjutnya, yaitu targeting.
4.1.1.2 Targeting
Segmentasi pada dasarnya melakukan pemetaan untuk mengidentifikasi
segmen‐segmen pasar dengan karakterikteristik perilaku yang sama. Hal inilah
yang dilakukan terlebih dahulu sebelum melangkah ke pada proses selanjutnya
yaitu targeting. Menurut Kartajaya (2006: 16), targeting merupakan strategi dalam
mengalokasikan sumber daya perusahaan secara efektif. Strategi ini perlu
dilakukan untuk mempermudah proses penyesuaian sumber daya yang dimiliki
perusahaan (fitting) ke dalam segmen‐segmen pasar yang telah dipilih. Karena
itulah, Kartajaya menyebut targeting sebagai fitting strategy.
35
Dalam proses targeting, tidak sembarang segmen bisa dibidik. Bila segmen
yang dipilih belum jelas, maka akan menyebabkan kinerja perusahaan menjadi
tidak efektif. Untuk menentukan target pasar, segmen pasar perlu dievaluasi dan
ditentukan berdasarkan kriteria yang jelas. Kriteria targeting tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut (Kartajaya, 2006):
1. Segmen pasar yang dipilih memiliki ukuran yang cukup besar sehingga return
yang diperoleh dapat membuat perusahaan berkembang. Bila ukuran pasar
cukup besar, maka semakin besar juga return yang akan diperoleh.
2. Segmen tersebut memiliki potensi pertumbuhan yang cukup tinggi, agar
memudahkan perusahaan memasarkan produk atau jasanya. Semakin tinggi
pertumbuhannya, segmen pasar yang dipilih akan semakin menjanjikan.
3. Strategi targeting harus didasarkan pada keunggulan kompetitif perusahaan.
Strategi ini bertujuan untuk mengukur apakah perusahaan memiliki kekuatan
dan keahlian dalam menguasai segmen pasar yang dipilih.
4. Segmen pasar yang ditargetkan harus mempertimbangkan situasi persaingan.
Berbagai faktor yang harus diperhatikan oleh daerah dalam hal ini adalah:
intensitas persaingan industri, adanya produk substitusi, pemasok, dan entry
barriers.
Dengan menggunakan keempat kriteria di atas, perusahaan dapat menyelaraskan
kemampuan dan sumber daya internal yang dimilikinya dengan kebutuhan dan
harapan segmen pasar yang dipilihnya. Setelah memperoleh target pasar, maka
selanjutnya adalah positioning.
4.1.1.3 Positioning
Al Ries dan Jack Trout mengatakan bahwa “....positioning is not what you do to
a product. Positioning is what you do to the mind of the prospect. That is, you position the
product in the mind of the prospect.” Intinya, positioning adalah menempatkan
produk dan merek perusahaan di benak pelanggan (Kartajaya, 2005: 56). Dengan
definisi di atas Ries‐Trout bilang bahwa perang pemasaran bukanlah terletak di
36
pasar, tapi di benak pelanggan. Perang pemasaran adalah perang untuk
memperebutkan sejengkal ruang di benak pelanggan.
Hampir sama dengan Ries‐Trout, Kotler dalam Kartajaya (2005: 57)
mengatakan bahwa positioning adalah segala upaya untuk mendesain produk dan
merek kita agar dapat menempati sebuah posisi yang unik di benak pelanggan.
Terciptanya proporsi nilai yang pas, yang menjadi alasan bagi pelanggan untuk
membeli.
Sedangkan Kartajaya (2005: 57) lebih senang mendefinisikan positioning
sebagai the strategy for leading your customers credibly. Positioning menyangkut
bagaimana perusahaan membangun kepercayaan dan keyakinan kepada
pelanggan. Positioning pada hakikatnya adalah sebuah janji yang diberikan dan
ditawarkan perusahaan kepada pelanggan. Kemampuan perusahaan memenuhi
janji kepada pelanggannya akan menentukan kepercayaan dan kredibilitas
pelanggan terhadap perusahaan.
Menurut Kartajaya (2005) ada empat kriteria untuk menyusun sebuah
positioning. Penetapan kriteria ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor
Change, Customer, Competitor, dan kondisi internal perusahaan.
Kriteria #1 didasarkan pada kajian atas pelanggan (customer). Positioning harus
dipersepsi secara positif oleh para pelanggan dan menjadi reason to buy bagi
mereka. Ini akan terjadi bila positioning perusahaan mendeskripsikan value yang
diberikan kepada pelanggan dan value tersebut benar‐benar membawa manfaat
bagi mereka.
Kriteria #2 didasarkan pada pertimbangan competitior. Positioning haruslah bersifat
unik, sehingga mampu secara tegas membedakan diri dengan pesaing. Kalau
positioning unik, maka tidak mudah ditiru oleh pesaing sehingga bisa sustainable
dalam jangka panjang.
37
Kriteria #3 didasarkan pada perubahan (change) yang terjadi di dalam lingkungan
bisnis. Positioning harus tahan lama dan selalu relevan dengan berbagai perubahan
dalam lingkungan bisnis apakah itu perubahan persaingan, perilaku pelanggan,
perubahan sosial‐budaya, dan sebagainya. Positioning pada hakikatnya
menanamkan sebuah persepsi, identitas, dan kepribadian di benak pelanggan.
Agar kokoh dan membenam dalam di benak pelanggan, persepsi, identitas dan
kepribadian yang dibangun haruslah selalu konsisten dan tidak berubah dari
waktu ke waktu. Namun, jika positioning sudah tidak relevan dengan kondisi
lingkungan bisnis maka dengan cepat perusahaan harus merubahnya atau biasa
disebut melakukan repositioning.
Kriteria #4 didasarkan pada pertimbangan kemampuan internal perusahaan
(company). Menurut kriteria ini, sebuah positioning haruslah mencerminkan
kekuatan dan keunggulan bersaing perusahaan. Jangan merumuskan positioning
yang ternyata perusahaan tidak mampu melakukannya, karena bisa over promise
under deliver dan pelanggan pun akan berpikir bahwa perusahaan pembohong.
Setelah mengetahui kriteria penetapan positioning, maka selanjutnya
menyusun positioning dengan menggunakan basis dan parameter berikut ini:
Positioning bisa disusun berdasarkan proporsi nilai dan manfaat yang dapat
diberikan.
Berdasarkan pencapaian (achievement) yang telah dihasilkan oleh perusahaan.
Berdasarkan segmen pasar dan pelanggan yang ditargetkan oleh perusahaan.
Berdasarkan atribut yang menjadi keunggulan produk dan merek perusahaan.
Berdasarkan bisnis baru yang dimasuki.
Berdasarkan penggunaan (usage) dari produk dan merek perusahaan.
Berdasarkan jenis produk yang ditawarkan, apakah premium, value for money,
atau produk murah‐murahan.
Positioning juga bisa disusun berdasarkan originalitas dan posisi perusahaan
sebagai produk atau merek yang pertama kali masuk di pasar.
40
4.2. Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.2.1 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber data,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer, merupakan data yang
diperoleh dari interaksi langsung antara pengumpul data dan sumber data,
sedangkan data sekunder, merupakan data yang telah dikumpulkan sebelumnya
oleh pihak lain, misalnya dari internet, data perusahaan, dan sebagainya.
Data primer diperoleh dengan menggunakan metode kualitatif yaitu melalui
observasi dan wawancara, serta menggunakan metode kuantitatif melalui
penyebaran kuesioner kepada orang yang pernah berkunjung ke Wisata Agro
Togapuri. Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 21 November 2006 sampai
dengan 11 Januari 2007. Hasil kemudian divalidasi dengan pihak manajemen.
Pengumpulan data melalui kuesioner dilakukan dengan simple random
sample, artinya setiap anggota dalam populasi memiliki kesempatan yang sama
untuk terpilih. Yang termasuk ke dalam populasi adalah orang yang pernah
berkunjung ke Wisata Agro Togapuri, jumlah populasi ini diperoleh dari hasil
laporan perusahaan berupa ’Data Penjualan Wisata Agro Togapuri Periode
Desember 2004 sampai dengan November 2006’ seperti yang dapat dilihat pada
lampiran A2.
Setelah mengetahui jumlah populasi, barulah diperhitungkan jumlah sampel
yang dibutuhkan dengan menggunakan rumus berikut (Simamora, 2004: 37):
dimana: n = jumlah sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan sampel
yang masih dapat ditolelir.
n = N/(1 + N(e2))
41
Dengan persen kelonggaran ketidaktelitian sebesar 10% dan jumlah populasi
sebanyak 2276 orang, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 96 orang. Ini
berarti, jumlah sampel minimal yang harus diambil adalah 96 orang. Untuk
menghindari kekurangan data, maka jumlah kuesioner yang disebar adalah 200
kuesioner dengan 158 sampel yang kembali dan valid.
4.2.1.1 Identifikasi Variabel Pertanyaan
Untuk keperluan segmentasi pasar, digunakan cara dynamic attribute
segmentation yang berdasar pada psikografis dan perilaku, sehingga variabel
pertanyaan yang digunakan berhubungan dengan perilaku dan gaya hidup
responden. Selain itu, untuk melengkapi data yang diperoleh, maka digunakan
pula data demografi. Atas dasar tersebut, maka kuesioner terbagi ke dalam tiga
bagian, yaitu bagian A tentang data demografi, bagian B mengenai perilaku
berwisata, dan bagian C mengenai gaya hidup.
Variabel pertanyaan seputar perilaku responden terhadap wisata diadaptasi
dari hasil penelitian Dewi Susilowati (2005) beserta tim tentang Perilaku Penduduk
Kota Depok dalam Memilih Lokasi Wisata, dan dikombinasikan dengan proses
pengambilan keputusan pembelian. Sedangkan variabel mengenai gaya hidup
yang digunakan, berdasarkan pada dimensi gaya hidup yang terdiri dari Activity
(Aktivitas), Interest (Minat), dan Opini (Kasali, 2005: 227). Variabel‐variabel yang
digunakan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 yang kemudian hasilnya dapat
dilihat pada kuesioner yang terdapat pada lampiran B.
42
Tabel 4.2 Variabel yang Digunakan dalam Kuesioner
Jenis Variabel Atribut Pertanyaan
Jenis kelaminDomisiliUsiaStatus pernikahanPendidikan terakhirPekerjaanPendapatanPengeluaran
Variabel PsikografisPerilaku
Frekuensi berwisataPengeluaran untuk wisataWisata yang disukaiSumber informasi wisataFaktor yang mempengaruhi pemilihan tempat wisataPenentu dalam memilih tempatMotivasi berwisataMengatur kunjungan wisataMenentukan tempat wisata
Dimensi Gaya HidupHobiKerjaKegiatan sosialLiburanHiburanKeanggotaan organisasiKomunitasBelanjaOlah RagaKeluargaRumahPekerjaanKomunitasRekreasiFashionMakananMediaPrestasiTerhadap diri sendiriIsu sosialPolitikEkonomiPendidikanProdukMasa depanBudaya
Activity
Interest
Opini
Hasil adaptasi (Susilowati, 2005)
Proses pengambilan keputusan pembelian
Variabel Demografi
43
Dari berbagai atribut yang digunakan tersebut, maka dapat diperoleh hasil
pengumpulan data yang dapat dilihat pada tabel 4.3 mengenai data demografi,
tabel 4.4 mengenai perilaku terhadap wisata, dan lampiran C mengenai data gaya
hidup.
Tabel 4.3 Pengumpulan Data Bagian A (Demografi)
No Frekuensi Total PersentasePria 85 53.8%Wanita 73 46.2%Bandung 129 81.6%Luar Bandung 29 18.4%< 20 tahun 4 2.5%20 ‐ 34 tahun 75 47.5%35 ‐ 49 tahun 59 37.3%50 ‐ 64 tahun 20 12.7%> 65 tahun 0 0.0%Belum menikah 64 40.5%Menikah 91 57.6%Janda/Duda 3 1.9%SD 0 0.0%SMP 3 1.9%SMA 38 24.1%Diploma 30 19.0%Sarjana 71 44.9%Pasca Sarjana 16 10.1%Pelajar 0 0.0%Mahasiswa 25 15.8%Ibu Rumah Tangga 13 8.2%Wirausaha 9 5.7%Pegawai Negeri 32 20.3%Pegawai BUMN/BUMD 15 9.5%Pegawai Swasta 49 31.0%Lainnya 15 9.5%< Rp 1.000.000 20 12.7%Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000 99 62.7%Rp 3.000.000 ‐ Rp 5.000.000 19 12.0%Rp 5.000.001 ‐ Rp 10.000.000 17 10.8%> Rp 10.000.000 3 1.9%< Rp 1.000.000 31 19.6%Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000 90 57.0%Rp 2.500.001 ‐ Rp 5.000.000 23 14.6%Rp 5.000.001 ‐ Rp 7.500.000 9 5.7%Rp 7.500.001 ‐ Rp 10.000.000 5 3.2%> Rp 10.000.000 0 0.0%
158
158
1
3
4 Status Pernikahan
Pendidikan
Data Umum
Usia
Jenis Kelamin 158
5
7
158
158Pendapatan
158
6 Pekerjaan 158
8 Pengeluaran
2 Domisili 158
44
Tabel 4.4 Pengumpulan Data Bagian B (Perilaku)
No Frek Total Persentase
1 kali 92 58%2 kali 45 28%3 kali 12 8%4 kali 2 1%lebih dari 4 kali 7 4%Dibawah Rp 50.000 9 6%Rp 50.000 ‐ Rp 100.000 43 27%Rp 100.001 ‐ Rp 300.000 55 35%Rp 300.001 ‐ Rp 500.000 30 19%Lebih dari Rp 500.000 21 13%Bersantai dan membebaskan diri dari kejenuhan/kebosanan 77 49%Pemulihan kesegaran jasmani 23 15%Beristirahat karena kelelahan berpikir 23 15%Mendorong kemampuan daya pikir 1 1%Melihat budaya 2 1%Menyenangkan keluarga/teman 32 20%Menunjukkan kemampuan finansial/prestise/gengsi 0 0%Surat kabar 58 37%Majalah 36 23%Televisi 74 47%Radio 21 13%Internet/website 28 18%Brosur/pamflet 40 25%Saudara/teman/relasi 109 69%Agen perjalanan (travel agent) 10 6%Acara kantor 18 11%Lainnya 4 3%Diri sendiri 54 34%Bapak/suami 10 6%Ibu/istri 10 6%Anak 9 6%Keputusan bersama anggota keluarga 64 41%Teman/relasi 11 7%Sama sekali tidak berhubungan dengan jasa industri pariwisata 14 9%Mengatur sendiri perjalanan wisata 133 84%Menggunakan jasa travel agent, tetapi memutuskan sendiri tempat yang akan dikunjungi 11 7%Memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada jasa perjalanan wisata 0 0%Suasana 107 68%Harga 72 46%Lokasi 80 51%Keunikan 60 38%Pengalaman yang akan diperoleh 37 23%Makanan/minuman 32 20%Fasilitas umum (toilet, parkir, musholla, dll) 38 24%Keamanan 49 31%Kerapihan/kebersihan 43 27%Lainnya 2 1%Tempat yang biasa dikunjungi dan banyak dikunjungi orang 20 13%Tempat yang belum pernah dikunjungi 17 11%Terkadang ke tempat yang sudah biasa ataupun tempat yang belum pernah dikunjungi 121 77%Kesehatan 17 11%Petualangan 36 23%Kuliner 24 15%Budaya 19 12%Rohani 18 11%Hiburan 62 39%Belanja 23 15%Alam 99 63%Lainnya 1 1%
158
12
9
11
10
Keterangan seputar wisata
Wisata yang disukai
Tempat
Faktor pemilihan
Mengatur kunjungan
Penentu
Informasi wisata
Frekuensi berwisata
dalam sebulan
Pengeluaran untuk wisata
Motivasi Berwisata
158
158
Dari 158 responden (Multi
response)
15
16
17
14
13
Dari 158 responden (Multi
response)
158
158
158
Dari 158 responden (Multi
response)
45
4.2.2 Pengolahan Data dan Analisis
Dari data yang telah dikumpulkan, kemudian diolah agar hasilnya dapat
dianalisa sehingga dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan
sebelumnya, yaitu mengevalusi segmen pasar yang kemudian menentukan target
pasar dan positioning.
Data primer yang dibutuhkan untuk melakukan evaluasi tersebut diperoleh
dari hasil olahan kuesioner. Untuk itu, data dari kuesioner diolah dengan
menggunakan Microsoft Excel. Hasil olahan bagian A dan B dari kuesioner dapat
ditampilkan dalam bentuk grafik seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.4
sampai dengan gambar 4.20 di bawah ini.
Jenis Kelamin
Dari 158 responden yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa jenis kelamin pria
jumlahnya lebih banyak daripada jumlah wanita. Namun berdasarkan data
Laporan Penjualan Wisata Agro Togapuri dan hasil observasi penulis, tamu yang
berkunjung ke Wisata Agro Togapuri lebih banyak yang berjenis kelamin wanita
daripada pria. Karena keterbatasan waktu penyebaran kuesioner dan pengunjung
yang datang pada saat penyebaran kuesioner dilakukan beragam, maka hasilnya
berbeda dengan hasil laporan dan observasi. Gambar persentase jenis kelamin
dari responden dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut.
Jenis Kelamin Responden
(b) 46%
(a) 54%
(a) Pria
(b) Wanita
Gambar 4.4 Pie Chart Jenis Kelamin Responden
46
Domisili
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner seperti yang ditampilkan pada gambar
4.5, diperoleh bahwa pengunjung Togapuri lebih banyak berdomisili di Bandung,
lainnya berasal dari luar Bandung seperti Sumedang. Karena letak wisata agro
Togapuri ini di daerah Sumedang, maka pengunjung dari Sumedang pun cukup
banyak. Selain itu, berdasarkan buku tamu pengunjung Togapuri ada juga yang
berasal dari Jakarta ataupun kota lainnya, namun karena keterbatasan waktu
penelitian, maka responden yang ada hanya berasal dari Bandung dan Sumedang.
Persentase Domisili Responden
(b) 18%
(a) 82%
(a) Bandung
(b) Luar Bandung
Gambar 4.5 Persentase Domisili Responden
Usia Responden
Dari gambar 4.6 dapat dilihat bahwa yang paling banyak adalah responden yang
berusia diantara 20 – 34 tahun dan berikutnya ada diantara usia 35 – 49 tahun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen, tamu yang berkunjung
memang paling banyak berada diantara usia 30 – 50 tahun. Dengan demikian,
hasil pengolahan sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.
47
Persentase Usia Responden
(e)0%(d)13%
(c)37% (b)
47%
(a)3%
(a ) < 20 tahun
(b) 20 - 34 tahun
(c) 35 - 49 tahun
(d) 50 - 64 tahun
(e) > 65 tahun
Gambar 4.6 Persentase Usia Responden
Status Pernikahan
Tamu yang berkunjung ke Wisata Agro Togapuri mayoritas orang‐orang yang
sudah menikah. Bahkan ada beberapa tamu yang berkunjung bersama
keluarganya. Berdasarkan hasil olahan seperti pada gambar 4.7 dapat dilihat pula
bahwa yang mendominasi responden adalah orang yang sudah menikah.
Persentase Status Pernikahan
(b) 57%
(c) 2%
(a) 41% (a) Belum menikah
(b) Menikah
(c) Janda/Duda
Gambar 4.7 Persentase Status Pernikahan Responden
48
Pendidikan
Responden yang ada lebih banyak berpendidikan sarjana baru kemudian disusul
oleh responden yang berpendidikan SMA, seperti yang dapat dilihat pada gambar
4.8 di bawah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pihak
manajemen, tamu yang berkunjung dengan tingkat pendidikan sarjana biasanya
orang yang bekerja sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta. Sedangkan yang
berpendidikan SMA cenderung didominasi oleh ibu rumah tangga.
Persentase Tingkat Pendidikan
(f) 10%
(e) 45% (d)
19%
(c) 24%
(b) 2%
(a) 0%
(a) SD
(b) SMP
(c) SMA
(d) Diploma
(e) Sarjana
(f) Pasca Sarjana
Gambar 4.8 Persentase Tingkat Pendidikan Responden
Pekerjaan
Dari hasil olahan tersebut dapat dinyatakan bahwa tamu yang berkunjung adalah
pegawai, baik itu pegawai negeri maupun pegawai swasta. Dari gambar 4.9 dapat
ditunjukkan bahwa pegawai swasta paling banyak.
Persentase Pekerjaan Responden
(h) 9%
(g) 32%
(f) 9%
(e) 20%
(d) 6%
(c) 8%
(b) 16%
(a) 0% (a ) P e la ja r
(b) Mahas is wa(c) Ibu Rumah Tangga(d) Wiraus aha(e) P egawai Negeri(f) P egawai BUMN/BUMD(g) P egawai Swas ta(h) La innya
49
Gambar 4.9 Persentase Pekerjaan Responden
Pendapatan
Dari 158 responden, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki pendapatan
antara Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 3.000.000 adalah yang paling banyak,
seperti pada gambar 4.10. Hal ini berarti tamu yang berkunjung adalah tamu
dengan pendapatan antara range tersebut dan berada di kelas sosial menengah.
Persentase Pendapatan Responden
13%
62%
12%11% 2%
< Rp 1.000.000
Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000
Rp 3.000.000 ‐ Rp 5.000.000
Rp 5.000.001 ‐ Rp 10.000.000
> Rp 10.000.000
Gambar 4.10 Persentase Pendapatan Responden
Pengeluaran
Pertanyaan mengenai pengeluaran, dimaksudkan untuk melihat gaya hidup
responden berada di kelas sosial mana. Karena terkadang ada yang
berpendapatan standar namun gaya hidupnya seperti kelas sosial menengah ke
atas. Dari gambar 4.11 berikut dapat disimpulkan bahwa responden mayoritas
berada pada kelas sosial menengah dan sesuai dengan tingkat pendapatan yang
diperoleh seperti pada gambar 4.10 di atas.
Persentase Pengeluaran Responden
20%56%
15%
6%
3%
0%
< Rp 1.000.000
Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000
Rp 2.500.001 ‐ Rp 5.000.000
Rp 5.000.001 ‐ Rp 7.500.000
Rp 7.500.001 ‐ Rp 10.000.000
> Rp 10.000.000
Gambar 4.11 Persentase Pengeluaran Responden
50
Frekuensi Wisata
Dari hasil olahan, dapat disimpulkan bahwa responden pada umumnya berwisata
hanya sekali dalam sebulan. Namun, itupun tidak selalu rutin demikian. Hasil
olahan secara keseluruhan disajikan pada gambar 4.12 berikut.
Persentase Frekuensi Berwisata
(d) 1%
(e) 4%
(c) 8%
(b) 28%
(a) 59%
(a) 1 kali
(b) 2 kali
(c) 3 kali
(d) 4 kali
(e) lebih dari 4 kali
Gambar 4.12 Persentase Frekuensi Berwisata
Pengeluaran untuk wisata
Dalam sebulan, orang cenderung mengeluarkan biaya untuk berwisata di atas
Rp 100.000 sampai dengan Rp 300.000. Hasil perolehan secara keseluruhan dapat
dilihat pada gambar 4.13 berikut ini.
Persentase Pengeluaran Wisata
(e) 13%
(d) 19%
(c) 35%
(b) 27%
(a) 6% (a) Dibawah Rp 50.000
(b) Rp 50.000 - Rp 100.000
(c) Rp 100.001 - Rp 300.000
(d) Rp 300.001 - Rp 500.000
(e) Lebih dari Rp 500.000
Gambar 4.13 Persentase Pengeluaran Wisata
Motivasi berwisata
Dari hasil pengolahan data, dapat disimpulkan bahwa orang pada umumnya
termotivasi untuk berwisata atau berlibur karena kebutuhan untuk beristirahat
51
dan membebaskan diri dari kejenuhan. Dengan berlibur diharapkan, mereka
mendapatkan suasana baru dan penyegaran kembali. Hasil secara keselurahan
dapat dilihat pada gambar 4.14 berikut ini.
Persentase Motivasi Berwisata
(g) 0%
(f) 20%
(e) 1%
(d) 1%
(c) 15%
(b) 15%
(a) 48%
(a ) Bers anta i dan membebas kan diridari ke jenuhan/kebo s anan(b) P emulihan kes egaran jas mani
(c ) Beris tirahat karena ke le lahanberpikir(d) Mendo ro ng kemampuan dayapikir(e ) Meliha t budaya
(f) Menyenangkan ke lua rga/teman
(g) Menunjukkan kemampuanfinans ia l/pres tis e /gengs i
Gambar 4.14 Persentase Motivasi Berwisata
Informasi Wisata
Pada proses pencarian informasi untuk menentukan tempat berwisata, responden
lebih suka bertanya atau mencari melalui saudara, teman ataupun relasi mereka.
hal ini ditunjukkan pada gambar 4.15 berikut. Dari hasil ini, pemasaran yang
dilakukan pihak Togapuri selama ini sudah sesuai dengan hasil penelitian, yaitu
melalui komunikasi word of mouth.
Persentase Pencarian Informasi Wisata
(j) 1%
(i) 5%
(h) 3%
(g) 26%
(f) 10%
(e) 7%
(d) 5%
(c) 19%
(b) 9%
(a) 15%
(a) Surat kabar (b) Majalah(c) Televisi (d) Radio(e) Internet/website (f) Brosur/pamflet(g) Saudara/teman/relasi (h) Agen perjalanan (travel agent)( ) A k ( ) L
Gambar 4.15 Persentase Pencarian Informasi Wisata
52
Penentu Tempat Berwisata
Pada gambar 4.16 dapat disimpulkan bahwa pada saat hendak berwisata,
responden cenderung berdiskusi terlebih dahulu dengan anggota keluarga untuk
memutuskan tempat yang akan dikunjungi. Hal ini, menunjukkan bahwa pada
umumnya responden lebih senang berwisata bersama keluarga mereka daripada
bersama teman atau relasi.
Persentase Penentu Berwisata
(f) 7%
(e) 41%
(d) 6%
(c) 6%
(b) 6%
(a) 34%
(a) Diri sendiri
(b) Bapak/suami
(c) Ibu/istri
(d) Anak
(e) Keputusan bersamaanggota keluarga(f) Teman/relasi
Gambar 4.16 Persentase Penentu Wisata
Mengatur Kunjungan Wisata
Berdasarkan hasil perolehan data, dapat disimpulkan bahwa responden lebih
senang mengatur sendiri perjalanan wisata mereka daripada harus menyerahkan
urusan tersebut kepada travel agent. Hanya 7% yang menggunakan jasa travel agent
dan itupun tidak sepenuhnya, karena tempat kunjungan masih ditentukan sendiri
oleh responden. Gambaran mengenai hasil olahan secara keseluruhan dapat
dilihat pada gambar 4.17 berikut.
Persentase Responden dalam Mengatur Kunjungan
(d) 0%
(a) 9%
(c) 7%
(b) 84%
(a ) Sama s ekali tidak berhubungandengan ja s a indus tri pariwis a ta
(b) Menga tur s endiri pe rja lananwis a ta
(c ) Menggunakan ja s a travel agent,te tapi memutus kan s endiri tempa tyang akan dikunjungi
(d) Memberikan kepercayaans epenuhnya kepada jas a pe rja lananwis a ta
Gambar 4.17 Persentase Responden dalam Mengatur Kunjungan
53
Faktor yang Mempengaruhi
Faktor‐faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih tempat wisata
diantaranya adalah suasana sebagai faktor utama, yang diikuti dengan faktor
lokasi dan harga. Gambaran secara lengkap dapat dilihat pada gambar 4.18.
Persentase Faktor yang Mempengaruhi
(j) 0%
(i) 8%
(h) 9%
(g) 7%
(f) 6%
(e) 7%
(d) 12%
(c) 15%
(b) 14%
(a) 22%
(a ) Suas ana
(b) Harga
(c ) Lo kas i
(d) Keunikan
(e ) P enga laman yangakan dipero leh(f) Makanan/minuman
(g) Fas ilita s umum (to ile t,parkir, mus ho lla , dll)(h) Keamanan
(i) Kerapihan/kebers ihan
(j) La innya
Gambar 4.18 Persentase Faktor yang Mempengaruhi
Tempat Wisata
Pada saat responden hendak menentukan tempat wisata, biasanya mereka
memilih apakah berkunjung ke tempat yang biasa, atau tempat yang belum
pernah dikunjungi ataupun keduanya. Dari ketiga hal tersebut, ternyata para
responden cenderung menentukan tempat yang terkadang sudah biasa
dikunjungi dan kadang pula berkunjung ke tempat yang belum pernah
dikunjungi, seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.19 berikut.
Persentase Tempat Kunjungan
(a) 13%
(c) 76%
(b) 11%
(a) Tempat yang biasadikunjungi dan banyakdikunjungi orang
(b) Tempat yang belumpernah dikunjungi
(c) Terkadang ke tempatyang sudah biasa ataupuntempat yang belum pernahd k
Gambar 4.19 Persentase Tempat Kunjungan
54
Wisata yang Disukai
Dari seluruh responden yang ada, ternyata mereka cenderung menyukai wisata
alam, baru kemudian wisata hiburan, dan yang ketiga adalah wisata petualangan.
Hal ini menunjukkan bahwa peluang Wisata Agro Togapuri besar, karena wisata
alam cenderung disukai. Hasil yang diperoleh ini, dapat dijadikan dasar
pemikiran dalam mengembangkan beberapa produk baru, seperti paket wisata
alam yang divariasikan dengan hiburan, petualangan, dan sebagainya. Atau
mungkin paket wisata lain yang lebih bervariasi disesuaikan dengan keinginan
tamu yang berkunjung. Hasil keseluruhan ini dapat dilihat pada gambar 4.20 di
bawah ini.
Persentase Wisata yang Disukai
(i) 0%
(h) 33%
(g) 8%
(f) 21%
(e) 6%
(d) 6%
(c) 8%
(b) 12%
(a) 6%
(a) Kesehatan
(b) Petualangan
(c) Kuliner
(d) Budaya
(e) Rohani
(f) Hiburan
(g) Belanja
(h) Alam
(i) Lainnya
Gambar 4.20 Persentase Wisata yang Disukai
4.2.2.1 Pengolahan Data Segmentasi
Melalui model STV‐Triangle, segmentasi dapat dilakukan dengan berbagai
cara, salah satunya melalui teknik analisis multivariat. Setelah diperoleh jumlah
segmen melalui metode tersebut, maka langkah selanjutnya adalah profiling
segmen yang ada. Untuk proses segmentasi pasar Togapuri, digunakan teknik
analisis multivariat yaitu analisis klaster dan analisis diskriminan dengan bantuan
software SPSS 12.0.
55
A. Perhitungan Analisis Klaster
Sebelum data diolah lebih lanjut, seluruh data yang terdiri dari data nominal
dan ordinal pada bagian A dan B, serta data interval pada bagian C distandarisasi,
agar berada pada level data yang sama dan baru kemudian diolah dengan analisis
klaster. Analisis klaster terbagi ke dalam dua prosedur, yaitu hierarchical procedure
dan non‐hierarchical procedure. Pada hierarchical procedure digunakan metode
aglomeratif dengan teknik ward’s method. Melalui prosedur ini, diperoleh
agglomeration schedule dan gambar dendrogram untuk membantu menentukan
jumlah klaster yang bisa dihasilkan.
Dari hasil olahan melalui prosedur di atas, diperoleh bahwa jumlah klaster
yang dapat diputuskan adalah 3 klaster. Hal ini dapat dilihat dari agglomeration
schedule yang nilainya meningkat lebih besar pada saat klaster berjumlah 3. Selain
itu, pada gambar dendogram terlihat bahwa dari sisi rescaled distance cluster
combine, pada tahap 3 klaster mulai terlihat perubahan jarak yang paling besar.
Pertimbangan lainnya adalah jumlah relatif anggota masing‐masing klaster. Pada
3 klaster, anggota masing‐masing klaster merata, tidak ada klaster yang
beranggotakan sangat sedikit. Hasil olahan melalui prosedur ini dapat dilihat
pada lampiran D. Untuk mengetahui apakah jumlah tiga klaster tersebut akurat,
maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode yang berbeda. Selain
itu, jumlah relatif anggota masing‐masing klaster diperkirakan sementara dengan
menggunakan k‐means cluster. Dan hasilnya adalah jumlah tiga klasterlah yang
terbaik.
Jumlah tiga klaster ini kemudian dijadikan input pada non‐hierarchical
procedure atau k‐means cluster. Dari prosedur ini, kemudian diperoleh jumlah
anggota dengan nilai centroid masing‐masing klaster seperti yang ditampilkan
pada lampiran D, profil klaster secara umum dapat dilihat pada tabel 4.5. Namun,
dari hasil pengolahan ini belum diketahui variabel mana yang benar‐benar
menjadi pembeda masing‐masing klaster. Untuk itu, maka analisis dilanjutkan
dengan analisis diskriminan.
56
Tabel 4.5 Profil Masing‐masing Klaster Secara Umum
Atribut Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3DemografiJenis Kelamin Pria Wanita PriaDomisili Bandung Bandung Luar Bandung (Sumedang)Usia 35 ‐ 49 tahun 20 ‐ 34 tahun 35 ‐ 49 tahunStatus Menikah Belum Menikah MenikahPendidikan Sarjana Sarjana DiplomaPekerjaan Pegawai BUMN/BUMD Pegawai Swasta Pegawai NegeriPendapatan Rp 3.000.001 ‐ Rp 5.000.000 Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000 Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000Pengeluaran Rp 2.500.000 ‐ Rp 5.000.000 Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000 Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000Perilaku BerwisataFrekuensi berwisata 2 kali sebulan 1 kali sebulan 1 kali sebulanPengeluaran wisata Di atas Rp 100.000 ‐ Rp 300.000 Di atas Rp 50.000 ‐ Rp 100.000 Di atas Rp 100.000 ‐ Rp 300.000
Penentu tempat wisata Keputusan bersama Diri Sendiri Diri sendiriMengatur kunjungan Mengatur sendiri perjalanan wisata Mengatur sendiri perjalanan wisata Mengatur sendiri perjalanan wisata
Gaya Hidup
Opini
Motivasi berwisata
Tempat wisata
Aktivitas
Minat
Mereka orang yang tidak terlalu yakin pada diri sendiri dan tidak berani mengambil resiko serta ragu menghadapi masa depan. Namun mereka optimis bahwa politik dan ekonomi negara akan membaik. Menurut mereka permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat perlu mendapat perhatian khusus. Pendidikan adalah hal penting bagi mereka, selain itu, dalam memilih produk mereka lebih senang memilih produk yang kualitasnya sesuai dengan harganya.
Pemulihan kesegaran jasmani agar dapat menumbuhkan kembali gairah bekerja
Ke tempat yang biasa dikunjungi, namun terkadang juga mengunjungi tempat yang belum pernah dikunjungi
Senang terlibat dengan banyak orang, dengan mengikuti berbagai kegiatan sosial dan ikut aktif dalam berorganisasi. Di waktu libur lebih senang berlibur daripada bekerja. Mereka juga senang berbelanja serta lebih senang ke luar rumah untuk mencari hiburan. Kegiatan berolah raga tidak secara rutin mereka lakukan.
Mereka adalah orang yang ambisius dan selalu ingin berprestasi dalam setiap kegiatan. Bagi mereka keluarga adalah penting, namun mereka masih bisa membagi waktu antara keluarga dan teman. Mereka tertarik dengan hal‐hal seperti fashion, liburan dan makanan yang enak daripada makanan yang menyehatkan. Mereka tidak terlalu tertarik dengan media.
Mereka adalah orang yang yakin dengan dirinya dan berani mengambil resiko serta siap menghadapi persaingan di masa mendatang. Bagi mereka pendidikan adalah hal yang sangat penting. Mereka optimis bahwa keadaan politik dan ekonomi negara akan semakin membaik. Selain itu, mereka berpendapat bahwa permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat perlu dicermati. Dalam memilih produk, mereka lebih memperhatikan kualitas daripada harga.
Kebutuhan beristirahat karena kelelahan berpikir
Ke tempat yang biasa dikunjungi, namun terkadang juga mengunjungi tempat yang belum pernah dikunjungi
Cenderung individual, jarang ikut serta dalam kegiatan di lingkungan mereka. Di waktu libur lebih senang berlibur bersama keluarga daripada bekerja. Mereka tidak terlalu senang berbelanja namun kadang senang ke luar rumah untuk mencari hiburan. Kegiatan berolah raga tidak secara rutin mereka lakukan.
Mereka orang yang ambisius dalam bekerja, dan selalu ingin berprestasi. Bagi mereka keluarga adalah penting, mereka juga senang berlibur ataupun melakukan kegiatan bersama keluarga. Mereka tidak terlalu tertarik dengan media ataupun fashion . Untuk urusan makanan mereka lebih senang mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.
Mereka orang yang tidak yakin pada dirinya dan tidak berani mengambil resiko serta ragu menghadapi persaingan masa depan. Namun bagi mereka pendidikan adalah hal yang penting. Mereka pesimis terhadap keadaan politik dan ekonomi negara, selain itu, mereka tidak terlalu memperdulikan masalah sosial. Dalam memilih produk, mereka lebih memperhatikan kualitas daripada harga.
Kebutuhan beristirahat karena kelelahan berpikir
Ke tempat yang belum pernah dikunjungi
Tidak memiliki waktu untuk menekuni hobi mereka dan senang berbelanja. Lebih senang berada di rumah daripada ke luar. Dan aktif ikut serta dalam organisasi, kegiatan sosial serta kegiatan di lingkungan mereka. Waktu libur lebih sering diisi dengan bekerja daripada berlibur. Kegiatan olah raga tidak dilakukan secara rutin.
Mereka bukan orang yang ambisius namun ada keinginan untuk selalu berprestasi. Bagi mereka keluarga sangatlah penting dan mereka cenderung tertarik dengan bentuk ataupun barang‐barang yang ada di rumah. Selain itu, mereka juga tertarik dengan media dan makanan yang menyehatkan. Untuk urusan fashion dan liburan mereka tidak terlalu tertarik. Mereka lebih sering berkumpul bersama teman.
57
B. Perhitungan Analisis Diskriminan
Untuk melakukan analisis diskriminan terdapat dua jenis variabel, yaitu
variabel dependen dan variabel independen. Dalam hal ini, variabel dependen
yang digunakan untuk melakukan analisis adalah jumlah klaster yang telah
ditentukan pada analisis klaster. Sedangkan variabel independennya adalah
variabel yang terdapat pada bagian A, B dan C dari kuesioner yang berjumlah 40
variabel yang berupa data demografi, perilaku responden terhadap wisata dan
gaya hidup dari responden.
Variabel independen ini selanjutnya berlaku sebagai variabel prediktor yang
memiliki peran dalam melakukan dikriminasi antar kelompok. Untuk
menentukan variabel mana yang betul‐betul melakukan tugas diskriminasi,
digunakan metode stepwise. Melalui metode ini, variabel yang tidak memiliki
peran yang signifikan dalam tugas diskriminasi akan disingkirkan. Hasil
pengolahan data melalui analisis diskriminan, dapat dilihat pada lampiran E.
Pada group statistics berisi data rata‐rata dan standar deviasi setiap grup dan
total sampel. Data ini memberikan gambaran awal mengenai diskriminan sampel.
Rata‐rata setiap variabel yang berbeda pada ketiga grup ini merupakan indikasi
bahwa sampel memang layak didiskriminasi. Namun, data standar deviasi
masing‐masing grup tidak seluruhnya memiliki nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan standar deviasi total. Hanya variabel status, C5, C13 dan
C15 yang memenuhi syarat nilai standar deviasi lebih rendah pada masing‐
masing grup jika dibandingkan dengan standar deviasi total. Nilai standar deviasi
dalam grup yang lebih rendah dibandingkan standar deviasi total, adalah
indikator yang diharapkan mampu menunjukkan homogenitas dalam grup yang
tinggi. Hasil di atas menimbulkan kecurigaan jangan‐jangan variabel yang standar
deviasi grupnya bernilai lebih besar dibandingkan dengan standar deviasi total
merupakan variabel yang tidak memiliki peran diskriminasi. Untuk
memastikannya, kita dapat melihat hasil test of equality of group means.
58
Dari hasil test of equality of group means, dengan memakai uji F, variabel yang
melebihi batas tingkat kesalahan maksimal 0,05 adalah variabel: waktu wisata,
penentu, C10, C11, C21, dan C24. Hal ini menunjukkan bahwa variabel‐variabel
tersebut perlu dieliminasi. Namun, karena tujuannya hanya sekedar memprediksi
grup setiap objek, bukan untuk membangun model diskriminasi, maka tidak
masalah jika memasukkan variabel‐variabel itu ke dalam model diskriminan.
Walaupun hal tersebut tidak menjadi masalah, ada baiknya jika dilakukan stepwise
discriminant analysis untuk menentukan variabel yang benar‐benar berpengaruh
dalam diskriminasi.
Melalui stepwise method, variabel yang awalnya berjumlah 40 variabel
menjadi 13 variabel yang benar‐benar memiliki peranan dalam diskriminasi.
Variabel tersebut adalah: domisili, status, pekerjaan, pengeluaran, motivasi, C1,
C3, C5, C8, C13, C19, C22, dan C25. Berdasarkan structure matrix, variabel ini
kemudian dikelompokkan ke dalam fungsi‐fungsi seperti yang ditampilkan pada
tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Variabel dari masing‐masing fungsi
Fungsi 1
Fungsi 2Status, pengeluaran, C13, C1, C3, C8, C25, pekerjaan, motivasi
Domisili, C22, C5, C19
Variabel
Selanjutnya, untuk menentukan fungsi mana yang berperan sebagai pembeda
bagi masing‐masing klaster, dapat dilihat dari tabel function at group centroid pada
analisis diskriminan. Fungsi yang memiliki nilai mutlak paling tinggi diantara
dua fungsi, maka fungsi itulah yang menjadi pembeda bagi klaster. Sebagai
contoh pada klaster 1, nilai fungsi 1 adalah ‐0,9836 dan fungsi 2 adalah ‐1,6586.
Dari hasil tersebut, nilai mutlak fungsi 2 lebih besar bila dibandingkan dengan
nilai mutlak fungsi 1, dengan demikian fungsi 2 adalah fungsi pembeda bagi
klaster 1, dengan variabel yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil fungsi yang
berperan sebagai pembeda bagi klaster lain dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut.
59
Tabel 4.7 Penentuan Fungsi untuk Masing‐masing Klaster
1 21 ‐0.9836 ‐1.6586 Fungsi 22 ‐1.2853 1.5385 Fungsi 23 3.9911 0.1653 Fungsi 1
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means
* Kolom ʹfungsi pembedaʹ bukan merupakan hasil olahan SPSS, hanya tambahan dari penulis sebagai keterangan hasil
Cluster Number of CaseFunction
Functions at Group CentroidsFungsi
Pembeda *
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel yang benar‐benar
berperan sebagai pembeda dalam klaster 1 dan 2 adalah variabel: status,
perkerjaan, pengeluaran, motivasi berwisata, C13, C1, C3, C8, dan C25. Sedangkan
untuk klaster 3, variabel tersebut mencakup domisili, C22, C5, dan C19.
4.2.2.2 Analisis Segmentasi
Berdasarkan hasil perhitungan melalui analisis klaster dan analisis
diskriminan, maka dapat disimpulkan bahwa klaster 1 memiliki jumlah anggota
sebanyak 61 anggota, klaster 2 memiliki 62 anggota dan klaster 3 memiliki 35
anggota. Karakter mereka secara umum dapat dilihat pada tabel 4.5 pada bagian
analisis klaster, sedangkan karakter mereka berdasarkan variabel yang benar‐
benar berperan sebagai pembeda adalah sebagai berikut:
Klaster 1
Pada umumnya, kelompok ini memiliki status sudah menikah dan bekerja sebagai
pegawai BUMN/BUMD. Pengeluaran mereka dalam sebulan berkisar diatas
Rp 2.500.000 sampai dengan Rp 5.000.000. Motivasi mereka berwisata adalah
untuk beristirahat karena kelelahan berpikir. Mereka cenderung individual,
karena tidak terlalu tertarik untuk terlibat dengan banyak orang. Selain itu,
mereka juga tidak ikut serta dalam kegiatan sosial. Mereka tidak memiliki waktu
khusus untuk menekuni hobinya. Bagi mereka berbelanja bukan merupakan suatu
bentuk rekreasi, mereka lebih senang melakukan kegiatan bersama dengan
60
keluarga daripada bersama teman. Kelompok ini tergolong orang yang ragu
dalam menghadapi persaingan di masa mendatang.
Klaster 2
Klaster ini merupakan kelompok orang yang belum menikah, dan mayoritas
bekerja sebagai pegawai swasta. Pengeluaran mereka dalam sebulan sekitar
Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 2.500.000. Mereka termotivasi berwisata karena
kebutuhan untuk bersantai dan membebaskan diri dari kejenuhan. Mereka senang
terlibat dengan banyak orang dan memiliki waktu untuk menekuni hobi mereka.
Selain itu, mereka aktif dalam kegiatan sosial, dan senang berkumpul dan
melakukan kegiatan bersama teman. Bagi mereka berbelanja merupakan salah
satu bentuk rekreasi. Mereka termasuk orang‐orang yang optimis dalam
menghadapi persaingan di masa mendatang.
Klaster 3
Pada umumnya, anggota kelompok ini berdomisili di luar Bandung, yaitu
Sumedang. Mereka tergolong orang‐orang yang pesimis, tidak yakin pada diri
sendiri dan tidak berani mengambil resiko. Mereka merasa bahwa hal‐hal yang
berhubungan dengan perkembangan ekonomi bukan hal yang menarik untuk
dicermati. Untuk mencari hiburan, mereka lebih suka pergi ke luar rumah
daripada di rumah.
Dari ketiga klaster yang terbentuk, menunjukkan bahwa segmen yang
terbentuk ada tiga segmen. Diantara ketiga segmen ini, dipilih target pasar yang
sesuai dengan sumber daya yang dimiliki perusahaan.
4.2.2.3 Pengolahan Data Targeting
Berdasarkan kriteria targeting dari STV‐Triangle, ada empat kriteria dalam
memilih target pasar. Demikian halnya dalam memilih target pasar Wisata Agro
Togapuri berdasarkan tiga segmen yang telah terbentuk di depan.
61
Kriteria #1 Memiliki ukuran yang cukup besar
Berdasarkan hasil olah data segmentasi, dapat diperoleh jumlah anggota masing‐
masing klaster yang dapat menjadi petunjuk bagi ukuran segmen seperti yang
terlihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Jumlah Anggota Masing‐masing Segmen
Segmen Anggota dalam Segmen Jumlah Anggota
135, 40, 49, 50, 51, 56, 59, 67, 69, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 83, 87, 90, 92, 99, 100, 102, 103, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 118, 119, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 132, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 143, 147, 149, 150, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158
61
22, 31, 32, 37, 39, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 52, 53, 54, 55, 57, 58, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 70, 80, 81, 82, 84, 85, 86, 88, 89, 91, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 101, 104, 115, 116, 117, 120, 121, 122, 123, 124, 131, 133, 134, 135, 142, 144, 145, 146, 148, 151
62
31, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 33, 34, 36, 38, 41, 114
35
Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa segmen 1 memiliki jumlah anggota 61
yang berarti 38,2 % dari keseluruhan sampel dan segmen 2 memiliki anggota 62
yang berarti 39,2 % dari keseluruhan jumlah sampel, sedangkan segmen 3
memiliki jumlah yang lebih sedikit, yaitu 35 orang dengan persentase 22,2 %.
Berdasarkan ukuran tersebut, untuk sementara segmen 1 dan segmen 2 dapat
dijadikan target pasar.
Kriteria #2 Memiliki potensi pertumbuhan yang cukup tinggi
Jika dilihat dari segi karakteristiknya, segmen 1 memiliki potensi yang cukup baik,
karena pengeluaran mereka lebih besar daripada segmen 2 dan 3. Berdasarkan
hasil profiling secara umum, terlihat bahwa memang pendapatan segmen 1 lebih
besar daripada segmen 2 dan segmen 3. Selain itu, orang‐orang yang termasuk ke
dalam segmen 1 pada umumnya memiliki umur yang berkisar antara 35 – 49
tahun. Pada usia ini, umumnya orang mulai bermasalah dengan kesehatan
mereka. Karena itulah, mereka mulai memperhatikan kesehatan mereka mulai
dari pola makan yang sehat dan bergizi. Biasanya mereka mulai menyukai
sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan mereka. Selain itu, didukung
62
dengan hasil observasi dan wawancara, tamu yang berkunjung ke Wisata Agro
Tanaman Obat Togapuri cenderung berusia 35 tahun ke atas dan mereka tertarik
pada layanan diagnosa penyakit dan seminar tanaman obat. Karena alasan inilah
segmen 1 berpotensi untuk dijadikan target pasar.
Kriteria #3 Keunggulan kompetitif
Sejauh ini, Wisata Agro Tanaman Obat Togapuri memiliki dua layanan paket
wisata yang ditawarkan, yaitu:
Paket wisata sehari dengan layanan pengenalan tanaman obat (seminar
kebun), makanan dan minuman khas Togapuri, serta layanan diagnosa
berbagai penyakit.
Paket wisata khusus (acara menginap) dengan layanan makanan dan
minuman khas Togapuri, diagnosa berbagai penyakit, menginap di kemah,
dan kegiatan yang disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan tamu.
Dari kedua paket wisata yang ditawarkan tersebut, yang membuat Togapuri
berbeda dengan pesaing adalah layanan diagnosa berbagai penyakit yang sudah
termasuk ke dalam paket wisata dan menginap di kemah.
Selain itu, jika dilihat dari segi infrastruktur, Togapuri memiliki arena bermain
anak; lapangan olah raga seperti basket, bulu tangkis dan catur; camping ground
dan klinik pengobatan holistik (bale sehat). Infrastruktur inilah yang juga tidak
dimiliki para pesaing Togapuri.
Beberapa infrastuktur tersebut memungkinkan Togapuri untuk membuat
berbagai paket wisata yang lebih beragam, seperti misalnya paket wisata
keluarga. Segmen 1 memiliki salah satu kecenderungan senang berkumpul dan
melakukan berbagai kegiatan bersama keluarga. Jika segmen 1 akan dijadikan
target pasar, maka paket wisata keluarga dapat menjadi tawaran yang
menyenangkan bagi mereka. Infrastruktur yang ada pun cukup mendukung
63
keberadaan paket wisata keluarga tersebut. Walaupun memang masih diperlukan
ide‐ide kreatif untuk mendukung layanan tersebut.
Kriteria #4 Situasi persaingan
Selain ketiga kriteria di atas, Togapuri juga perlu memperhatikan situasi
persaingan yang terjadi baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Untuk
melihat situasi persaingan yang ada digunakan model Five Forces Porter, yang
memperhatikan faktor intensitas persaingan yang terjadi di industri/bisnis sejenis,
produk substitusi, regulasi pemerintah, posisi tawar dari pembeli dan pemasok,
dan lain sebagainya, seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.30 berikut.
Gambar 4.21 Situasi Persaingan Wisata Tanaman Obat
Barriers to entry
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat masuknya pemain baru dalam
industri wisata agro tanaman obat, diantaranya kebutuhan modal, skala
64
ekonomis, diferensiasi produk, biaya perpindahan, akses ke saluran distribusi, cost
disadvantages independent of size, dan kebijakan pemerintah.
Industri pariwisata, merupakan industri yang padat modal, dalam artian
membutuhkan modal yang besar untuk memasuki industri ini. Apalagi jika
industri tersebut masuk ke dalam kategori wisata alam – agro, selain dari
kebutuhan modal yang besar, faktor lokasi dan alam yang mendukung akan
sangat berpengaruh. Faktor terakhir adalah faktor yang diluar kekuasaan
manusia, karena terbentuk secara alami, sedangkan faktor pertama masih bisa
diatasi selama memiliki kekuatan keuangan yang kuat. Biasanya, industri yang
membutuhkan modal besar juga memiliki resiko yang besar. Salah satunya, resiko
kerugian jika terjadi penurunan jumlah pengunjung yang terus merosot,
sedangkan biaya operasional hariannya cukup tinggi.
Dalam industri ini, kreatifitas sangat dibutuhkan untuk menarik para pengunjung
wisata. Diferensiasi produk pun dibutuhkan agar produk yang ditawarkan
memiliki keunikan tersendiri. Industri wisata tanaman obat ini sebenarnya sudah
cukup spesifik dan berbeda dari wisata agro lainnya, bagi pendatang baru,
menciptakan diferensiasi produk, saat ini adalah suatu keharusan agar
pengunjung wisata mengetahui keberadaan industri tersebut, dan hal ini
membutuhkan usaha yang besar, baik dari segi jaringan pemasaran, saluran
distribusi, dll.
Khusus untuk industri wisata agro tanaman obat, selain pengetahuan mengenai
wisata dan pertanian, dibutuhkan pengetahuan yang mendalam mengenai
tanaman obat beserta khasiatnya. Terutama bagi para guide wisata tersebut,
sehingga diperlukan pelatihan yang mendalam mengenai keilmuan ini.
Sedangkan untuk akses ke saluran distribusi pariwisata seperti agen perjalanan,
misalnya, diperlukan kekuatan jaringan ke agen perjalanan tersebut dan
kredibilitas dari perusahaan itu sendiri. Beberapa tempat wisata terkadang
65
memiliki agen pemasaran sendiri, sehingga tidak perlu menggunakan jasa agen
perjalanan, namun memang membutuhkan biaya yang besar. Akses ke jaringan
distribusi ini memang tidak harus terikat pada salah sati jaringan, karena
komunikasi pemasaran wisata tanaman obat saat ini ternyata lebih efektif lewat
word of mouth. Selain itu, faktor pengalaman dalam industri ini juga sangat
mempengaruhi munculnya pemain baru, bagi para pemain baru yang belum
memiliki pengalaman dalam industri yang akan digelutinya, dibutuhkan biaya
yang besar untuk bermain di area tersebut.
Selain dari beberapa faktor di atas, faktor kebijakan pemerintah juga turut
mempengaruhi industri pariwisata, terutama wisata tanaman obat. Salah satu
kebijakan pemerintah yang mendukung industri ini adalah program ‘Indonesia
Sehat 2010’. Industri yang berbasis tanaman obat merupakan salah satu industri
yang mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Melalui wisata yang dikemas
secara edukatif, pengusaha mampu mensosialisasikan hidup sehat dengan
menggunakan tanaman obat.
Dari keseluruhan faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor penghambat
untuk memasuki industri wisata agro tanaman obat cenderung besar, sehingga
pemain baru tidak mudah memasuki industri ini, dengan demikian persaingan di
pasar tidak cepat ramai.
Intensitas Persaingan Antar Wisata Tanaman Obat
Persaingan yang terjadi diantara industri wisata agro tanaman obat bisa dibilang
masih rendah, karena jumlah pemainnya juga masih sedikit. Di daerah sekitar
Bandung Raya sendiri baru ada tiga, yaitu Togapuri di Sumedang, KTO Sari Alam
di Ciwidey dan Esanur di Pangalengan. Namun jika dilihat berdasarkan layanan
dan fasilitas yang ditawarkan, pemain yang serupa di Sekitar Bandung Raya baru
ada dua, yaitu Togapuri dan KTO Sari Alam. Jika dilihat dari pertumbuhannya,
industri pariwisata secara keseluruhan mengalami peningkatan. Hal ini ditandai
66
dengan semakin banyaknya jenis wisata yang ditawarkan dan banyak pula
program acara di televisi yang menyajikan berbagai informasi wisata. Khusus
wisata tanaman obat pertumbuhannya memang meningkat seiring dengan
kesadaran masyarakat terhadap kesehatan melalui tanaman obat, walaupun
memang saat ini terbilang lambat.
Tekanan dari Produk/Jasa Substitusi
Wisata ada banyak jenisnya, seperti wisata alam, kuliner, belanja, sejarah dan lain
sebagainya. Wisata tanaman obat termasuk ke dalam wisata alam dengan
spesifikasi agrowisata. Jika dipersempit lagi ke dalam wisata agro perkebunan,
maka produk/jasa substitusi wisata tanaman di sekitar Bandung Raya jumlahnya
cukup banyak, seperti perkebunan teh, strawberry, nenas dan taman bunga
Cihideung. Tempat‐tempat wisata ini bisa menjadi alternatif lain dari berwisata
kebun. Selain itu, cafe‐cafe ataupun rumah makan yang bernuansa alami dan
dilengkapi kebun‐kebun kecil yang didesain sealami mungkin telah banyak
bermunculan. Ini pun bisa menjadi alternatif wisata lainnya bagi masyarakat
perkotaan. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa produk/jasa substitusi dari wisata
tanaman obat jumlahnya sudah sangat banyak. Oleh karena itu, Togapuri harus
lebih kreatif lagi dalam menarik para pengunjung melalui berbagai paket wisata
yang menarik dan beragam.
Bargaining Power of Buyers
Kekuatan penawaran pembeli masih relatif rendah, karena jumlah pemain wisata
tanaman obat masih sedikit, jadi pilihan bagi pembeli pun masih terbatas. Selain
itu, diantara para pemain yang ada, Togapuri menawarkan harga yang lebih
rendah dengan layanan yang hampir sama dengan pemain lainnya. Untuk
mendirikan tempat wisata tanaman obat inipun dibutuhkan modal dan keahlian
yang cukup besar, sehingga tidak mudah bagi pembeli untuk ikut bersaing dalam
industri ini. Para pembeli umumnya membeli bibit tanaman untuk dikembangkan
sendiri sebagai tanaman obat keluarga, bukan untuk industri.
67
Bargaining Power of Suppliers
Daya tawar dari pemasok relatif rendah, karena pada wisata agro tanaman obat
ini tidak ada supplier khusus. Tanaman obat yang ada pada umumnya mudah
didapat dan kemudian dikembangkan di kebun sendiri. Untuk tanaman obat yang
langka, pihak Togapuri mencari sendiri dan kemudian dikembangkan pula di
kebun sendiri sebagai tanaman koleksi. Untuk produk minuman instan ada
beberapa yang bahan bakunya berasal dari pemasok, salah satunya adalah jahe
merah, inipun sistemnya sebagai mitra kerja.
Selain bahan baku tanaman, bahan‐bahan seperti pupuk untuk tanaman obat
diperoleh dari pupuk kandang. Inipun mudah didapat, yaitu bekerjasama dengan
para peternak yang tinggal di sekitar kebun.
4.2.2.4 Analisis Targeting
Dari situasi persaingan yang telah dijelaskan di atas, kemungkinan segmen‐
segmen yang telah terbentuk untuk menjadi target pasar memiliki peluang yang
sama. Karena berwisata merupakan kebutuhan semua orang. Namun jika dilihat
dari minat mereka terhadap wisata tanaman obat yang cenderung mengangkat
tema wisatanya tentang kesehatan, maka segmen 1 dan 3 dapat dijadikan target
pasar yang cocok.
Dari keseluruhan kriteria dalam memilih target pasar yang telah dijelaskan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa segmen 1 dapat dijadikan target pasar
yang potensial. Alasannya, selain karena minat mereka terhadap kesehatan,
mereka memiliki daya beli yang lebih tinggi dari kedua segmen lainnya. Selain
itu, potensi pertumbuhan segmen inipun cukup menjanjikan dan sumber daya
dan infrastruktur yang dimiliki Togapuri saat ini sesuai dengan segmen 1 yang
cenderung senang berlibur bersama keluarganya. Untuk membuat wisatanya
lebih menarik bagi segmen ini, Togapuri tinggal menambah beberapa paket yang
menarik untuk berwisata keluarga guna melengkapi wisata kesehatan yang ada.
Karena keluarga dan kesehatan adalah hal yang menarik bagi segmen tersebut.
68
4.2.2.5 Pengolahan Data dan Analisis Positioning
Proses segmentasi dan targeting telah dilakukan sebelumnya, maka
selanjutnya adalah proses evaluasi terhadap positioing Togapuri berdasarkan
kriteria positioning dari STV‐Triangle.
Positioning Togapuri saat ini adalah ‘Wisata Sehat Alami’. Maksudnya
adalah menawarkan paket berwisata yang bisa disesuaikan dengan keinginan
pengunjung namun masih berhubungan dengan kesehatan dan tetap bersahabat
dengan alam. Berdasarkan maknanya, dapat dikatakan bahwa positioning yang
ditetapkan Togapuri menggunakan parameter Produk atau Layanan yang
ditawarkan. Sedangkan berdasarkan beberapa kriteria dalam penyusunan
positioning dapat dijelaskan seperti berikut ini:
Kriteria #1
Berdasarkan pada pertimbangan customer, dalam hal ini pengunjung wisata,
positioning Togapuri Wisata Sehat Alami telah dipersepsikan positif oleh para
pelanggannya. Konsep wisata sehat yang ditawarkan Togapuri memang telah
menjadi daya tarik dan menjadi alasan bagi mereka dalam memilih Togapuri. Hal
ini didasarkan dari hasil observasi dan wawancara langsung di lapangan. Namun
konsep alami yang dimaksudkan oleh Togapuri masih belum tertangkap dengan
jelas oleh para pengunjung, karena persepsi pengunjung tentang konsep alami
cenderung ke arah sesuatu yang tradisional, terutama dari segi infrastruktur.
Sedangkan menurut Togapuri konsep alami yang ditawarkan adalah bersahabat
dengan alam, tapi tidak harus tradisional.
Jika ingin mempertahankan positioning ini, maka Togapuri harus lebih
mengkomunikasikan lagi makna dari Wisata Sehat Alami yang disusunnya,
terutama pada konsep alaminya.
Kriteria #2
Sedangkan berdasarkan pada pertimbangan pesaing, positioning ini cukup unik,
karena pada umumnya positioning para pesaing adalah sebagai Kebun Tanaman
69
Obat. Lebih ditekankan pada wisata kebunnya. Berbeda dengan Togapuri, wisata
kebun yang ditawarkan masuk ke dalam konsep wisata sehat dan bisa
disesuaikan dengan keinginan para pengunjung. Jadi tidak sekedar berkeliling
melihat kebun tanaman obat, namun bisa juga melakukan kegiatan seperti
berolahraga, acara reuni, dan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
positioning yang disusun sudah cukup membedakannya dari para pesaing.
Namun, masih perlu disosialisasikan lagi karena ada beberapa pengunjung yang
masih beranggapan bahwa Togapuri hanya sekedar wisata kebun tanaman obat.
Kriteria #3
Dilihat dari intensitas persaingan antar wisata tanaman obat, intensitas
persaingannya masih kecil, karena jumlah pesaingnya yang masih sedikit dan
bersifat mild. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnisnya pun terjadi
secara perlahan atau berangsur‐angsur (gradual), sehingga tidak terlalu
mempengaruhi lingkungan bisnis yang ada.
Kemudian, berdasarkan pada pertimbangan perubahan yang akan terjadi di
dalam lingkungan bisnis pariwisata, positioning Togapuri justru mendukung
perubahan yang terjadi. Alasannya, karena positioning yang disusun mengangkat
tema sehat dan segala sesuatu yang alami. Tren ke depan tema sehat dan alami
akan banyak disenangi masyarakat, karena orang akan semakin sadar bahwa
kesehatan itu penting dan mereka cenderung kembali ke alam.
Selain itu, konsep yang ditawarkannya juga mendukung program pemerintah
yang mencanangkan Indonesia Sehat di tahun 2010. Melalui tanaman obat dan
layanan diagnosa penyakit yang terangkum dalam paket wisata yang ditawarkan
positioning Togapuri menjadi kuat dalam mendukung program tersebut.
70
Kriteria #4
Saat ini, Togapuri masih terus mengembangkan berbagai infrastruktur yang
mendukung positioning‐nya tersebut. Infrastruktur yang ada saat ini sudah cukup
mendukung positioing‐nya diantaranya bale sehat yang digunakan untuk layanan
diagnosa penyakit dan terapi pengobatan secara holistik. Layanan diagnosa sudah
termasuk ke dalam paket, sedangkan untuk layanan terapi ada biaya tambahan di
luar paket wisata. Selain itu, lapangan untuk berolah raga, juga mendukung
makna sehat melalui kegiatan berolah raga, dan inipun juga sudah termasuk ke
dalam paket wisata. Jadi konsep sehat yang ditawarkan tidak hanya dari tanaman
obat, tapi dari berolah raga ataupun diagnosa penyakit dan terapi untuk
pencegahan dan pengobatan.
Sedangkan untuk konsep alami, yang dimaksudkan bersahabat dengan alam,
tersedia camping ground yang memungkinkan para pengunjung yang menginap,
merasa lebih dekat dengan alam.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, segmen 1 yang cenderung tertarik
dengan kesehatan dan keluarga cukup sesuai dengan positioning yang ada. Mereka
dapat menggunakan paket wisata menginap di kemah, sehingga keinginan
mereka untuk berkumpul bersama keluarga dan mendapatkan layanan kesehatan
dapat terpenuhi. Fasilitas bermain yang tersedia juga memungkinkan mereka
untuk bermain bersama anak‐anaknya.