4.1. Metodologi Pemecahan - Perpustakaan Digital...

44
27 BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1. Metodologi Pemecahan Masalah Bisnis saat ini tidak hanya cukup dengan mampu bertahan di arena persaingan, tapi juga mampu bertumbuh dan memenangkan persaingan. Persaingan semakin lama akan mengalami kekacauan, kondisinya pun akan semakin tak menentu. Untuk mengantisipasi hal tersebut, marketing harus menjadi “jiwa” dari setiap model strategi bisnis, karena bisnis akan selalu berurusan dengan pasar yang terus berubah. Dengan demikian, diharapkan pemasaran menjadi suatu konsep bisnis strategis yang bisa memberikan kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder utama yaitu konsumen, karyawan, dan pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan yang menguntungkan harus memberikan imbalan yang cukup baik kepada karyawan dengan memperlakukan mereka sebagai pelanggan internal yang terpuaskan, sehingga mereka akan mempunyai sense of ownership pada perusahaan dan dengan demikian mereka akan memberikan pelayanan total untuk memuaskan pelanggan. Pada gilirannya, pelanggan yang puas akan melakukan pembelian berulang dan memberi rekomendasi kepada orang lain untuk membeli dari perusahaan bersangkutan. Dengan demikian perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang. Agar hal tersebut dapat terjadi, maka pemilik perusahaan harus selalu berusaha memberikan produk atau jasa yang bernilai lebih bagi pelanggan dibandingkan dengan yang diberikan pesaingnya. Untuk memberikan kepuasan kepada konsumen seperti halnya di atas, maka perusahaan perlu mengetahui dengan jeli siapa yang menjadi pasar mereka. Sebagai langkah awal, perusahaan harus mampu memandang pasar secara kreatif dan kemudian memetakannya, sehingga produk maupun jasa yang dimiliki

Transcript of 4.1. Metodologi Pemecahan - Perpustakaan Digital...

27

BAB IV 

PEMECAHAN MASALAH 

 

4.1. Metodologi Pemecahan Masalah 

Bisnis  saat  ini  tidak  hanya  cukup  dengan  mampu  bertahan  di  arena 

persaingan,  tapi  juga  mampu  bertumbuh  dan  memenangkan  persaingan. 

Persaingan  semakin  lama  akan  mengalami  kekacauan,  kondisinya  pun  akan 

semakin tak menentu. Untuk mengantisipasi hal tersebut, marketing harus menjadi 

“jiwa”  dari  setiap  model  strategi  bisnis,  karena  bisnis  akan  selalu  berurusan 

dengan  pasar  yang  terus  berubah.  Dengan  demikian,  diharapkan  pemasaran 

menjadi  suatu  konsep  bisnis  strategis  yang  bisa  memberikan  kepuasan 

berkelanjutan  bagi  stakeholder  utama  yaitu  konsumen,  karyawan,  dan  pemilik 

perusahaan. 

Pemilik  perusahaan  yang  menguntungkan  harus  memberikan  imbalan 

yang  cukup  baik  kepada  karyawan  dengan  memperlakukan  mereka  sebagai 

pelanggan  internal yang  terpuaskan,  sehingga mereka akan mempunyai  sense  of 

ownership  pada  perusahaan  dan  dengan  demikian  mereka  akan  memberikan 

pelayanan  total untuk memuaskan pelanggan. Pada gilirannya, pelanggan yang 

puas  akan  melakukan  pembelian  berulang  dan  memberi  rekomendasi  kepada 

orang  lain  untuk  membeli  dari  perusahaan  bersangkutan.  Dengan  demikian 

perusahaan  akan mendapatkan  keuntungan  jangka  panjang.  Agar  hal  tersebut 

dapat  terjadi,  maka  pemilik  perusahaan  harus  selalu  berusaha  memberikan 

produk atau  jasa yang bernilai  lebih bagi pelanggan dibandingkan dengan yang 

diberikan pesaingnya. 

Untuk  memberikan  kepuasan  kepada  konsumen  seperti  halnya  di  atas, 

maka perusahaan perlu mengetahui dengan jeli siapa yang menjadi pasar mereka. 

Sebagai langkah awal, perusahaan harus mampu memandang pasar secara kreatif 

dan  kemudian  memetakannya,  sehingga  produk  maupun  jasa  yang  dimiliki 

28

perusahaan dapat diterima  oleh  orang maupun perusahaan  yang  tepat. Hal  ini 

dapat dilakukan dengan melakukan  segmentasi pasar. Kemudian,  setelah pasar 

disegmentasikan  ke dalam  kelompok‐kelompok pelanggan dengan  karakteristik 

yang  serupa,  pilihlah  segmen  pasar mana  yang  akan  dituju,  atau  biasa  disebut 

sebagai aktifitas targeting. Setelah dua hal ini dilakukan, maka proses selanjutnya 

adalah melakukan positioning agar keberadaan produk ataupun  jasa perusahaan 

berada di benak pelanggan. Ketiga hal  tersebut merupakan  langkah awal dalam 

model STV‐Triangle yang diciptakan oleh Kartajaya. 

 

4.1.1 Model Konseptual 

Kartajaya  menggolongkan  Segmentasi  –  Targeting  –  Positioning  sebagai 

bagian  dari  strategi  yang merupakan  salah  satu  dimensi  marketing  dari model 

STV–Triangle yang diciptakannya. Model STV–Triangle ini terdiri dari tiga dimensi 

pemasaran,  yaitu  strategy,  tactic,  dan  value,  seperti  yang  diperlihatkan  pada 

gambar  4.1.  Menurut  Kartajaya  (2003:  72  ‐  73),  strategy  digunakan  untuk 

memenangkan mind  share,  sedangkan dimensi  tactic untuk memenangkan market 

share, dan dimensi value untuk memenangkan heart share.  

Untuk memenangkan mind  share,  kita  harus mengeksplorasi  pasar melalui 

segmentasi  dengan  membagi‐bagi  pasar  ke  dalam  kelompok  yang  memiliki 

kesamaan  psikografis  dan  perilaku  pelanggan. Karena  itu,  segmentasi menurut 

Kartajaya  merupakan  mapping  stratgegy.  Sedangkan  targeting  sebagai  fitting 

strategy adalah langkah berikutnya setelah proses segmentasi. Setelah target pasar 

ditentukan, maka  selanjutnya  adalah memposisikan  perusahaan  dan  apa  yang 

ditawarkan  perusahaan  ke  dalam  benak  pelanggan  atau  biasa  disebut  sebagai 

elemen  positioning.  Positioning merupakan  alasan  bagi  eksistensi  sebuah  produk 

atau merek. Itulah sebabnya Kartajaya menyebutnya being strategy. 

Positioning sebaiknya didukung oleh diferensiasi yang merupakan core tactic 

bagi perusahaan. Core  tactic  ini  selanjutnya diterjemahkan menjadi marketing mix 

yang  merupakan  creation  tactic,  disebut  demikian  karena  merupakan  bagian 

29

kreatif  dari  taktik.  Setelah  itu,  dilakukanlah  proses  selling  yang  berorientasi 

kepada  transaksi  untuk  bisnis    yang  dibangun.  Tahapan‐tahapan  ini  dilakukan 

untuk mendapatkan market share. 

 

 Gambar 4.1  Model STV‐Triangle (Kartajaya, 2003: 73) 

 

Selanjutnya, untuk memenangkan heart share, perusahaan harus membangun 

brand sebagai value indicator, dan value dari brand tersebut harus terus ditingkatkan 

secara  terus‐menerus dari waktu ke waktu melalui elemen  service. Yang menjadi 

value enabler adalah elemen process yang merupakan elemen terakhir. Tidak peduli 

seberapa bagus delapan elemen yang dibahas di depan, elemen‐elemen  tersebut 

tidak akan berguna jika kita tidak memiliki sebuah proses bisnis yang baik. 

Penelitian  ini dibatasi dengan hanya membahas  satu dimensi STV‐Triangle, 

yaitu  dimensi  strategy  merupakan  bagian  awal  dari  model  tersebut.  Untuk 

mengetahui lebih lanjut penjelasan mengenai elemen‐elemen yang terdapat dalam 

dimensi strategy, yaitu segmentasi, targeting dan positioning, akan dijelaskan pada 

sub‐sub bab berikut.  

4.1.1.1 Segmentasi 

(mind-share)STRATEGY

(market-share)TACTIC

Differentiation

'CORE' TACTIC

ProcessVALUE

'ENABLER'

1 2 3 4 5 6

7

8

9

VALUE(heart-share)

Explore Engage

Execute

Positioning'BEING'

STRATEGY

30

Secara tipikal, segmentasi merupakan proses memanfaatkan peluang dengan 

membagi‐bagi  pasar  menjadi  beberapa  kelompok  berdasarkan  karakteristik 

tertentu.  Sedangkan  menurut  Kartajaya  (2006:  17)  segmentasi  adalah  sebuah 

metode  bagaimana  melihat  pasar  secara  kreatif,  artinya  mengidentifikasi  dan 

memanfaatkan beragam peluang yang muncul di pasar. 

Beberapa  peranan  segmentasi  menurut  Kartajaya  (2006:  17  –  19)  adalah 

memungkinkan kita untuk lebih fokus masuk ke pasar sesuai unggulan kompetitif 

perusahaan, memungkinkan kita mendapatkan  insight mengenai peta kompetisi 

dan  posisi  pasar,  merupakan  basis  untuk  memudahkan  kita  dalam 

mempersiapkan  langkah‐langkah berikutnya, seperti positioning, diferensiasi, dan 

penguatan merek.  Selain  itu,  segmentasi merupakan  faktor  kunci mengalahkan 

pesaing dengan memandang pasar dari sudut yang unik dan cara yang berbeda. 

Ada  beberapa  cara  dalam  memandang  suatu  pasar,  yaitu  static  attribute 

segmentation,  dynamic  attribute  segmentation,  dan  individual  segmentation.  Static 

attribute  segmentation merupakan  cara memandang  pasar  berdasarkan  geografis 

dan  demografis.  Sedangkan  dynamic  attribute  segmentation  merupakan  cara 

memandang pasar  berdasarkan  sifat‐sifat dinamis  yang mencerminkan  karakter 

pelanggan.  Segmentasi  cara  ini  membagi  pasar  berdasarkan  psikografis  dan 

perilaku.  Yang  terakhir  adalah  individual  segmentation,  segmentasi  cara  ini 

memandang pasar secara personal. 

Segmentasi  dalam  penelitian  ini  menggunakan  cara  dynamic  attribute 

segmentation  yang membagi  pasar  berdasarkan  psikografis dan perilaku,  karena 

melalui cara ini dapat digambarkan karakter pelanggan berupa minat, kebiasaan, 

sikap,  dan  lain  sebagainya.  Karakter  ini  secara  langsung  dapat mempengaruhi 

alasan  pelanggan  untuk  membeli  produk  atau  jasa.  Segmentasi  psikografis 

meliputi  lifestyle  (gaya hidup), kepribadian, dan  sejenisnya. Dalam hal  ini, gaya 

hidup  digunakan  sebagai  dasar  segmentasi  karena  berwisata  atau  berlibur 

merupakan bagian dari gaya hidup seseorang. 

31

Para  peneliti  pasar  yang  menganut  pendekatan  gaya  hidup  cenderung 

mengklasifikasikan  konsumen  berdasarkan  variabel‐variabel  AIO,  yaitu  activity 

(aktivitas),  interest  (minat),  dan  opini  (pandangan).  Joseph  Plumer  (1974) 

mengatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur aktivitas‐aktivitas manusia 

dalam hal (Kasali, 2005: 226): 

1. Bagaimana mereka menghabiskan waktunya 

2. Minat mereka, apa yang dianggap penting di sekitarnya 

3. Pandangannya baik terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang lain 

4. Karakter‐karakter  dasar  seperti  tahap  yang  telah  mereka  lalui  dalam 

kehidupan (life cycle), penghasilan, pendidikan dan di mana mereka tinggal.  

Komponen‐komponen  segmentasi  gaya  hidup  dalam  bentuk  AIO  dapat 

dilihat pada tabel 4.1 berikut ini.  

Tabel 4.1  Komponen‐komponen AIO 

Aktivitas  Minat  Opini  Demografi 

Kerja Hobi Kegiatan sosial Liburan Hiburan Keanggotaan klub Komunitas Belanja Olah raga 

Keluarga Rumah Pekerjaan Komunitas Rekreasi Fashion Makanan Media Prestasi 

Terhadap diri sendiri Isu sosial Politik Bisnis Ekonomi Pendidikan Produk Masa Depan Kebudayaan 

Usia Pendidikan Penghasilan Tempat tinggal Geografi Besarnya kota Family life cycle 

 

Sumber: Kasali (2005: 227) 

 

Variabel‐variabel  yang  digunakan  untuk  melakukan  dynamic  attribute 

segmentation  ini  kemudian  diolah.  Untuk  mengolahnya,  digunakan  analisis 

multivariat yang menurut Hair et. al. merupakan metode statistik yang mengolah 

beberapa pengukuran menyangkut  individu atau objek sekaligus (simultaneously) 

(Simamora,  2005:  2).  Beberapa  teknik  analisis  multivariat  digunakan  untuk 

mengolah variabel segmentasi, yaitu analisis klaster  (cluster analysis) dan analisis 

diskriminan.  

32

 

A. Analisis Klaster (cluster analysis) 

Analisis  klaster  merupakan  suatu  teknik  yang  digunakan  untuk 

mengelompokkan entitas (individu maupun objek) ke dalam kelompok‐kelompok 

terpisah,  berdasarkan  kesamaan‐kesamaan  (similarities)  di  antara  mereka 

(Simamora, 2005: 8). 

Klasifikasi prosedur pengklasterannya terbagi menjadi dua, yaitu hierarchical 

procedure  dan  non‐hierarchical  procedure.  Hierarchical  procedure  memisahkan  data 

atau  objek  ke  dalam  suatu  klaster  yang  memiliki  kemiripan.  Masing‐masing 

anggota  klaster memiliki  kemiripan  satu  sama  lain  namun memiliki  perbedaan 

dengan  anggota  klaster  lainnya.  Melalui  prosedur  ini  jumlah  klaster  tidak 

ditentukan  secara  pasti,  hal  ini  tergantung  dari  jugdement  peneliti.  Sedangkan 

pada  non‐hierarchical  procedure,  jumlah  klaster  harus  ditentukan  terlebih  dahulu 

dan hasil pengklasterannya tergantung pada bagaimana pusat klaster dipilih.   

Masing‐masing prosedur memiliki metode tersendiri, seperi misalnya dalam 

hierarchical  procedure  terdapat  dua  metode  analisis  klaster  yaitu  metode 

aglomeratif  (agglomerative method)  dan metode  difisif  (divise method).  Sedangkan 

pada  non‐hierarchical  procedure  terdapat  tiga  metode  yaitu  sequential  threshold, 

parallel  threshold,  dan  optimizing  partitioning.  Selengkapnya  dapat  dilihat  pada 

gambar 4.2. 

 

33

CLUSTERRING PROCEDURE

Hierarchical Non-Hierarchical

Agglomerative Divisive Sequential threshold

Parallel threshold

Optimizing Partitioning

Linkage Method

Variance Method

Centroid Method

Ward’s Method

Single Linkage Complete Linkage Average Linkage 

 Gambar 4.2 Klasifikasi Prosedur Pengklasteran (Simamora, 2005: 215) 

 

Setelah dilakukan proses pengklasteran, maka selanjutnya perlu dibuat profil 

dari  masing‐masing  klaster.  Untuk  keperluan  ini,  dapat  digunakan  analisis 

diskriminan  yang  dapat  membantu  menentukan  variabel  yang  sangat 

berpengaruh dalam membedakan setiap klaster. 

 

B. Analisis Diskriminan 

Analisis  diskriminan  merupakan  teknik  analisis  data  statistik  untuk 

membantu menentukan  variabel  yang  sangat  berpengaruh  dalam membedakan 

setiap klaster. Teknik ini dipakai kalau variabel dependennya menggunakan skala 

kategoris (ordinal dan nominal) dan variabel independennya menggunakan skala 

metrik  (interval  dan  rasio)  (Simamora,  2005:  143).  Dalam  analisis  ini  variabel 

dependen hanya satu, sedangkan variabel independennya banyak (multiple). 

34

Terdapat  dua  jenis  analisis  diskriminan  yang  dapat  digunakan  untuk 

memperoleh fungsi diskriminan, yaitu (Simamora, 2005: 144): 

a) Two‐group  discriminant  analysis,  atau  analisis  diskriminan  dua  kelompok 

merupakan  teknik  analisis  diskriminan  yang  digunakan  ketika  variabel 

dependennya berupa variabel dengan dua kategori. 

b) Multiple  discriminant  analysis,  merupakan  teknik  analisis  diskriminan  yang 

digunakan ketika variabel dependen memiliki lebih dari dua kategori. 

 

Ada dua cara perhitungan dengan Analisis Diskriminan untuk membentuk 

fungsi diskriminan, yaitu metoda simultan dengan memasukkan semua variabel 

dalam  fungsi  tanpa  memperhatikan  discriminate  power  dari  masing‐masing 

variabel  yang  diikutsertakan  dalam  fungsi.  Dan  cara  lainnya  adalah  dengan 

metoda  stepwise,  yaitu  dengan  menyaring  terlebih  dahulu  variabel‐variabel 

tertentu yang besar pengaruhnya saja yang ikut dalam fungsi. 

 Setelah  variabel‐variabel  di  depan  di  olah melalui  teknik  analisis  statistik, 

maka selanjutnya akan dihasilkan jumlah klaster beserta masing‐masing profilnya. 

Jumlah klaster  tersebut menunjukkan  jumlah  segmen yang  ada yang kemudian 

dapat dilakukan langkah selanjutnya, yaitu targeting. 

 

4.1.1.2 Targeting 

Segmentasi  pada  dasarnya  melakukan  pemetaan  untuk  mengidentifikasi 

segmen‐segmen  pasar  dengan  karakterikteristik  perilaku  yang  sama. Hal  inilah 

yang dilakukan  terlebih dahulu  sebelum melangkah ke pada proses  selanjutnya 

yaitu  targeting. Menurut Kartajaya  (2006: 16),  targeting merupakan strategi dalam 

mengalokasikan  sumber  daya  perusahaan  secara  efektif.  Strategi  ini  perlu 

dilakukan untuk mempermudah proses penyesuaian sumber daya yang dimiliki 

perusahaan  (fitting)  ke  dalam  segmen‐segmen  pasar  yang  telah  dipilih. Karena 

itulah, Kartajaya menyebut targeting sebagai fitting strategy. 

35

Dalam proses  targeting,  tidak  sembarang  segmen bisa dibidik. Bila  segmen 

yang  dipilih  belum  jelas, maka  akan menyebabkan  kinerja  perusahaan menjadi 

tidak efektif. Untuk menentukan target pasar, segmen pasar perlu dievaluasi dan 

ditentukan berdasarkan kriteria yang  jelas. Kriteria targeting tersebut diantaranya 

adalah sebagai berikut (Kartajaya, 2006): 

1. Segmen pasar yang dipilih memiliki ukuran yang cukup besar sehingga return 

yang  diperoleh  dapat membuat  perusahaan  berkembang.  Bila  ukuran  pasar 

cukup besar, maka semakin besar juga return yang akan diperoleh. 

2. Segmen  tersebut  memiliki  potensi  pertumbuhan  yang  cukup  tinggi,  agar 

memudahkan perusahaan memasarkan produk  atau  jasanya.  Semakin  tinggi 

pertumbuhannya, segmen pasar yang dipilih akan semakin menjanjikan. 

3. Strategi  targeting  harus didasarkan  pada  keunggulan  kompetitif  perusahaan. 

Strategi ini bertujuan untuk mengukur apakah perusahaan memiliki kekuatan 

dan keahlian dalam menguasai segmen pasar yang dipilih. 

4. Segmen pasar yang ditargetkan harus mempertimbangkan situasi persaingan. 

Berbagai  faktor  yang  harus  diperhatikan  oleh  daerah  dalam  hal  ini  adalah: 

intensitas persaingan  industri, adanya produk  substitusi, pemasok, dan  entry 

barriers.  

Dengan menggunakan keempat kriteria di atas, perusahaan dapat menyelaraskan 

kemampuan dan sumber daya  internal yang dimilikinya dengan kebutuhan dan 

harapan  segmen pasar yang dipilihnya. Setelah memperoleh  target pasar, maka 

selanjutnya adalah positioning. 

 4.1.1.3 Positioning 

Al Ries dan Jack Trout mengatakan bahwa “....positioning is not what you do to 

a product. Positioning is what you do to the mind of the prospect. That is, you position the 

product  in  the  mind  of  the  prospect.”  Intinya,  positioning  adalah  menempatkan 

produk dan merek perusahaan di benak pelanggan (Kartajaya, 2005: 56). Dengan 

definisi di atas Ries‐Trout bilang bahwa perang pemasaran bukanlah  terletak di 

36

pasar,  tapi  di  benak  pelanggan.  Perang  pemasaran  adalah  perang  untuk 

memperebutkan sejengkal ruang di benak pelanggan.  

Hampir  sama  dengan  Ries‐Trout,  Kotler  dalam  Kartajaya  (2005:  57) 

mengatakan bahwa positioning adalah segala upaya untuk mendesain produk dan 

merek kita agar dapat menempati  sebuah posisi yang unik di benak pelanggan. 

Terciptanya proporsi nilai yang pas, yang menjadi alasan bagi pelanggan untuk 

membeli.  

Sedangkan  Kartajaya  (2005:  57)  lebih  senang  mendefinisikan  positioning 

sebagai  the  strategy  for  leading  your  customers  credibly.  Positioning  menyangkut 

bagaimana  perusahaan  membangun  kepercayaan  dan  keyakinan  kepada 

pelanggan. Positioning pada  hakikatnya  adalah  sebuah  janji  yang diberikan dan 

ditawarkan perusahaan  kepada pelanggan. Kemampuan perusahaan memenuhi 

janji  kepada  pelanggannya  akan  menentukan  kepercayaan  dan  kredibilitas 

pelanggan terhadap perusahaan. 

Menurut  Kartajaya  (2005)  ada  empat  kriteria  untuk  menyusun  sebuah 

positioning.  Penetapan  kriteria  ini  dilakukan  dengan mempertimbangkan  faktor 

Change, Customer, Competitor, dan kondisi internal perusahaan.   

Kriteria  #1  didasarkan  pada  kajian  atas  pelanggan  (customer).  Positioning  harus 

dipersepsi  secara  positif  oleh  para  pelanggan  dan  menjadi  reason  to  buy  bagi 

mereka.  Ini akan  terjadi bila positioning perusahaan mendeskripsikan value yang 

diberikan  kepada pelanggan dan  value  tersebut  benar‐benar membawa manfaat 

bagi mereka.  

Kriteria #2 didasarkan pada pertimbangan competitior. Positioning haruslah bersifat 

unik,  sehingga  mampu  secara  tegas  membedakan  diri  dengan  pesaing.  Kalau 

positioning unik, maka  tidak mudah ditiru oleh pesaing  sehingga bisa  sustainable 

dalam jangka panjang.  

37

Kriteria #3 didasarkan pada perubahan (change) yang terjadi di dalam lingkungan 

bisnis. Positioning harus tahan lama dan selalu relevan dengan berbagai perubahan 

dalam  lingkungan bisnis apakah  itu perubahan persaingan, perilaku pelanggan, 

perubahan  sosial‐budaya,  dan  sebagainya.  Positioning  pada  hakikatnya 

menanamkan  sebuah  persepsi,  identitas,  dan  kepribadian  di  benak  pelanggan. 

Agar kokoh dan membenam dalam di benak pelanggan, persepsi,  identitas dan 

kepribadian  yang  dibangun  haruslah  selalu  konsisten  dan  tidak  berubah  dari 

waktu  ke waktu.  Namun,  jika  positioning  sudah  tidak  relevan  dengan  kondisi 

lingkungan bisnis maka dengan cepat perusahaan harus merubahnya atau biasa 

disebut melakukan repositioning.  

Kriteria  #4  didasarkan  pada  pertimbangan  kemampuan  internal  perusahaan 

(company).  Menurut  kriteria  ini,  sebuah  positioning  haruslah  mencerminkan 

kekuatan dan keunggulan bersaing perusahaan.  Jangan merumuskan  positioning 

yang  ternyata perusahaan  tidak mampu melakukannya, karena bisa over promise 

under deliver dan pelanggan pun akan berpikir bahwa perusahaan pembohong. 

 Setelah  mengetahui  kriteria  penetapan  positioning,  maka  selanjutnya 

menyusun positioning dengan menggunakan basis dan parameter berikut ini: 

Positioning  bisa disusun  berdasarkan  proporsi  nilai dan manfaat  yang dapat 

diberikan. 

Berdasarkan pencapaian (achievement) yang telah dihasilkan oleh perusahaan. 

Berdasarkan segmen pasar dan pelanggan yang ditargetkan oleh perusahaan. 

Berdasarkan atribut yang menjadi keunggulan produk dan merek perusahaan. 

Berdasarkan bisnis baru yang dimasuki. 

Berdasarkan penggunaan (usage) dari produk dan merek perusahaan. 

Berdasarkan  jenis produk yang ditawarkan, apakah premium, value for money, 

atau produk murah‐murahan. 

Positioning  juga  bisa  disusun  berdasarkan  originalitas  dan  posisi  perusahaan 

sebagai produk atau merek yang pertama kali masuk di pasar. 

38

4.1.2 Bagan Alir Pemecahan Masalah 

 

 

 

Gambar 4.3 Bagan Alir Pemecahan Masalah 

 

 

39

 

 Gambar 4.3 Bagan Alir Pemecahan Masalah (lanjutan) 

 

40

4.2. Pengumpulan dan Pengolahan Data 

4.2.1 Pengumpulan Data 

Data yang digunakan dalam penelitian  ini diperoleh dari dua sumber data, 

yaitu  data  primer  dan  data  sekunder.  Data  primer,  merupakan  data  yang 

diperoleh  dari  interaksi  langsung  antara  pengumpul  data  dan  sumber  data, 

sedangkan data sekunder, merupakan data yang telah dikumpulkan sebelumnya 

oleh pihak lain, misalnya dari internet, data perusahaan, dan sebagainya. 

Data primer diperoleh dengan menggunakan metode kualitatif yaitu melalui 

observasi  dan  wawancara,  serta  menggunakan  metode  kuantitatif  melalui 

penyebaran  kuesioner  kepada  orang  yang  pernah  berkunjung  ke Wisata  Agro 

Togapuri. Pengumpulan data dilakukan dari  tanggal 21 November 2006  sampai 

dengan 11 Januari 2007. Hasil kemudian divalidasi dengan pihak manajemen.  

Pengumpulan  data  melalui  kuesioner  dilakukan  dengan  simple  random 

sample,  artinya  setiap  anggota dalam  populasi memiliki  kesempatan  yang  sama 

untuk  terpilih.  Yang  termasuk  ke  dalam  populasi  adalah  orang  yang  pernah 

berkunjung  ke Wisata Agro  Togapuri,  jumlah  populasi  ini  diperoleh  dari  hasil 

laporan  perusahaan  berupa  ’Data  Penjualan  Wisata  Agro  Togapuri  Periode 

Desember 2004  sampai dengan November 2006’  seperti yang dapat dilihat pada 

lampiran A2.  

Setelah mengetahui jumlah populasi, barulah diperhitungkan jumlah sampel 

yang dibutuhkan dengan menggunakan rumus berikut (Simamora, 2004: 37):  

  

dimana:   n   =  jumlah sampel 

  N  =  ukuran populasi 

  e   =  persen  kelonggaran  ketidaktelitian  karena  kesalahan  sampel 

yang masih dapat ditolelir.  

n = N/(1 + N(e2)) 

41

Dengan  persen  kelonggaran  ketidaktelitian  sebesar  10%  dan  jumlah  populasi 

sebanyak  2276  orang,  maka  diperoleh  jumlah  sampel  sebanyak  96  orang.  Ini 

berarti,  jumlah  sampel  minimal  yang  harus  diambil  adalah  96  orang.  Untuk 

menghindari kekurangan data, maka  jumlah kuesioner yang disebar adalah 200 

kuesioner dengan 158 sampel yang kembali dan valid. 

 

4.2.1.1 Identifikasi Variabel Pertanyaan 

Untuk  keperluan  segmentasi  pasar,  digunakan  cara  dynamic  attribute 

segmentation  yang  berdasar  pada  psikografis  dan  perilaku,  sehingga  variabel 

pertanyaan  yang  digunakan  berhubungan  dengan  perilaku  dan  gaya  hidup 

responden.  Selain  itu, untuk melengkapi data  yang diperoleh, maka digunakan 

pula data demografi. Atas dasar  tersebut, maka kuesioner  terbagi ke dalam  tiga 

bagian,  yaitu  bagian  A  tentang  data  demografi,  bagian  B  mengenai  perilaku 

berwisata, dan bagian C mengenai gaya hidup.  

Variabel pertanyaan seputar perilaku responden terhadap wisata diadaptasi 

dari hasil penelitian Dewi Susilowati (2005) beserta tim tentang Perilaku Penduduk 

Kota  Depok  dalam  Memilih  Lokasi  Wisata,  dan  dikombinasikan  dengan  proses 

pengambilan  keputusan  pembelian.  Sedangkan  variabel  mengenai  gaya  hidup 

yang digunakan, berdasarkan pada dimensi gaya hidup yang terdiri dari Activity 

(Aktivitas),  Interest  (Minat), dan Opini  (Kasali, 2005: 227). Variabel‐variabel yang 

digunakan  tersebut dapat dilihat  pada  tabel  4.2  yang  kemudian  hasilnya dapat 

dilihat pada kuesioner yang terdapat pada lampiran B. 

 

 

 

 

 

 

 

42

Tabel 4.2  Variabel yang Digunakan dalam Kuesioner 

Jenis Variabel Atribut Pertanyaan

Jenis kelaminDomisiliUsiaStatus pernikahanPendidikan terakhirPekerjaanPendapatanPengeluaran

Variabel PsikografisPerilaku

Frekuensi berwisataPengeluaran untuk wisataWisata yang disukaiSumber informasi wisataFaktor yang mempengaruhi pemilihan tempat wisataPenentu dalam memilih tempatMotivasi berwisataMengatur kunjungan wisataMenentukan tempat wisata

Dimensi Gaya HidupHobiKerjaKegiatan sosialLiburanHiburanKeanggotaan organisasiKomunitasBelanjaOlah RagaKeluargaRumahPekerjaanKomunitasRekreasiFashionMakananMediaPrestasiTerhadap diri sendiriIsu sosialPolitikEkonomiPendidikanProdukMasa depanBudaya

Activity

Interest

Opini

Hasil adaptasi (Susilowati, 2005)

Proses pengambilan keputusan pembelian

Variabel Demografi

 

43

Dari berbagai atribut yang digunakan  tersebut, maka dapat diperoleh hasil 

pengumpulan data yang dapat dilihat pada  tabel  4.3 mengenai data demografi,  

tabel 4.4 mengenai perilaku terhadap wisata, dan lampiran C mengenai data gaya 

hidup. 

Tabel 4.3  Pengumpulan Data Bagian A (Demografi) 

No Frekuensi Total PersentasePria 85 53.8%Wanita 73 46.2%Bandung 129 81.6%Luar Bandung 29 18.4%< 20 tahun 4 2.5%20 ‐ 34 tahun 75 47.5%35 ‐ 49 tahun 59 37.3%50 ‐ 64 tahun 20 12.7%> 65 tahun 0 0.0%Belum menikah 64 40.5%Menikah 91 57.6%Janda/Duda 3 1.9%SD 0 0.0%SMP 3 1.9%SMA 38 24.1%Diploma 30 19.0%Sarjana 71 44.9%Pasca Sarjana 16 10.1%Pelajar 0 0.0%Mahasiswa 25 15.8%Ibu Rumah Tangga 13 8.2%Wirausaha 9 5.7%Pegawai Negeri 32 20.3%Pegawai BUMN/BUMD 15 9.5%Pegawai Swasta 49 31.0%Lainnya 15 9.5%< Rp 1.000.000 20 12.7%Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000 99 62.7%Rp 3.000.000 ‐ Rp 5.000.000 19 12.0%Rp 5.000.001 ‐ Rp 10.000.000 17 10.8%> Rp 10.000.000 3 1.9%< Rp 1.000.000 31 19.6%Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000 90 57.0%Rp 2.500.001 ‐ Rp 5.000.000 23 14.6%Rp 5.000.001 ‐ Rp 7.500.000 9 5.7%Rp 7.500.001 ‐ Rp 10.000.000 5 3.2%> Rp 10.000.000 0 0.0%

158

158

1

3

4 Status Pernikahan

Pendidikan

Data Umum

Usia

Jenis Kelamin 158

5

7

158

158Pendapatan

158

6 Pekerjaan 158

8 Pengeluaran

2 Domisili 158

 

44

Tabel 4.4  Pengumpulan Data Bagian B (Perilaku) 

 No Frek Total Persentase

1 kali 92 58%2 kali 45 28%3 kali 12 8%4 kali 2 1%lebih dari 4 kali 7 4%Dibawah Rp 50.000 9 6%Rp 50.000 ‐ Rp 100.000 43 27%Rp 100.001 ‐ Rp 300.000 55 35%Rp 300.001 ‐ Rp 500.000 30 19%Lebih dari Rp 500.000 21 13%Bersantai dan membebaskan diri dari kejenuhan/kebosanan 77 49%Pemulihan kesegaran jasmani  23 15%Beristirahat karena kelelahan berpikir 23 15%Mendorong kemampuan daya pikir 1 1%Melihat budaya 2 1%Menyenangkan keluarga/teman 32 20%Menunjukkan kemampuan finansial/prestise/gengsi 0 0%Surat kabar 58 37%Majalah 36 23%Televisi 74 47%Radio 21 13%Internet/website 28 18%Brosur/pamflet 40 25%Saudara/teman/relasi 109 69%Agen perjalanan (travel agent) 10 6%Acara kantor 18 11%Lainnya 4 3%Diri sendiri 54 34%Bapak/suami 10 6%Ibu/istri 10 6%Anak 9 6%Keputusan bersama anggota keluarga 64 41%Teman/relasi 11 7%Sama sekali tidak berhubungan dengan jasa industri pariwisata 14 9%Mengatur sendiri perjalanan wisata 133 84%Menggunakan jasa travel agent,  tetapi memutuskan sendiri tempat yang akan dikunjungi 11 7%Memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada jasa perjalanan wisata 0 0%Suasana 107 68%Harga 72 46%Lokasi 80 51%Keunikan 60 38%Pengalaman yang akan diperoleh 37 23%Makanan/minuman 32 20%Fasilitas umum (toilet, parkir, musholla, dll) 38 24%Keamanan 49 31%Kerapihan/kebersihan 43 27%Lainnya 2 1%Tempat yang biasa dikunjungi dan banyak dikunjungi orang 20 13%Tempat yang belum pernah dikunjungi 17 11%Terkadang ke tempat yang sudah biasa ataupun tempat yang belum pernah dikunjungi 121 77%Kesehatan 17 11%Petualangan 36 23%Kuliner 24 15%Budaya 19 12%Rohani 18 11%Hiburan 62 39%Belanja 23 15%Alam 99 63%Lainnya 1 1%

158

12

9

11

10

Keterangan seputar wisata

Wisata yang disukai

Tempat

Faktor pemilihan

Mengatur kunjungan

Penentu

Informasi wisata

Frekuensi berwisata 

dalam sebulan

Pengeluaran untuk wisata

Motivasi Berwisata

158

158

Dari 158 responden (Multi 

response)

15

16

17

14

13

Dari 158 responden (Multi 

response)

158

158

158

Dari 158 responden (Multi 

response)

 

45

4.2.2 Pengolahan Data dan Analisis 

Dari  data  yang  telah  dikumpulkan,  kemudian  diolah  agar  hasilnya  dapat 

dianalisa  sehingga  dapat  menjawab  permasalahan  yang  telah  dirumuskan 

sebelumnya, yaitu mengevalusi segmen pasar yang kemudian menentukan target 

pasar dan positioning. 

Data primer yang dibutuhkan untuk melakukan evaluasi tersebut diperoleh 

dari  hasil  olahan  kuesioner.  Untuk  itu,  data  dari  kuesioner  diolah  dengan 

menggunakan Microsoft Excel. Hasil olahan bagian A dan B dari kuesioner dapat 

ditampilkan  dalam  bentuk  grafik  seperti  yang  dapat  dilihat  pada  gambar  4.4 

sampai dengan gambar 4.20 di bawah ini.  

Jenis Kelamin 

Dari  158  responden  yang  diperoleh,  dapat  dijelaskan  bahwa  jenis  kelamin  pria 

jumlahnya  lebih  banyak  daripada  jumlah  wanita.  Namun  berdasarkan  data 

Laporan Penjualan Wisata Agro Togapuri dan hasil observasi penulis, tamu yang 

berkunjung ke Wisata Agro Togapuri lebih banyak yang berjenis kelamin wanita 

daripada pria. Karena keterbatasan waktu penyebaran kuesioner dan pengunjung 

yang datang pada saat penyebaran kuesioner dilakukan beragam, maka hasilnya 

berbeda  dengan  hasil  laporan  dan  observasi. Gambar  persentase  jenis  kelamin 

dari responden dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut. 

 

Jenis Kelamin Responden

(b) 46%

(a) 54%

(a) Pria

(b) Wanita

 Gambar 4.4 Pie Chart Jenis Kelamin Responden 

 

46

Domisili 

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner  seperti yang ditampilkan pada gambar 

4.5, diperoleh bahwa pengunjung Togapuri lebih banyak berdomisili di Bandung, 

lainnya  berasal  dari  luar  Bandung  seperti  Sumedang. Karena  letak wisata  agro 

Togapuri  ini di daerah Sumedang, maka pengunjung dari Sumedang pun cukup 

banyak. Selain  itu, berdasarkan buku  tamu pengunjung Togapuri ada  juga yang 

berasal  dari  Jakarta  ataupun  kota  lainnya,  namun  karena  keterbatasan  waktu 

penelitian, maka responden yang ada hanya berasal dari Bandung dan Sumedang. 

 

Persentase Domisili Responden

(b) 18%

(a) 82%

(a) Bandung

(b) Luar Bandung

 Gambar 4.5 Persentase Domisili Responden 

 

Usia Responden 

Dari gambar 4.6 dapat dilihat bahwa yang paling banyak adalah responden yang 

berusia diantara 20 –  34  tahun dan berikutnya  ada diantara usia 35  – 49  tahun. 

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen,  tamu yang berkunjung 

memang  paling  banyak  berada  diantara  usia  30  –  50  tahun. Dengan  demikian, 

hasil pengolahan sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.  

47

Persentase Usia Responden

(e)0%(d)13%

(c)37% (b)

47%

(a)3%

(a ) < 20 tahun

(b) 20 - 34 tahun

(c) 35 - 49 tahun

(d) 50 - 64 tahun

(e) > 65 tahun

 Gambar 4.6 Persentase Usia Responden 

 

Status Pernikahan 

Tamu  yang  berkunjung  ke Wisata Agro  Togapuri mayoritas  orang‐orang  yang 

sudah  menikah.  Bahkan  ada  beberapa  tamu  yang  berkunjung  bersama 

keluarganya. Berdasarkan hasil olahan seperti pada gambar 4.7 dapat dilihat pula 

bahwa yang mendominasi responden adalah orang yang sudah menikah. 

 

Persentase Status Pernikahan

(b) 57%

(c) 2%

(a) 41% (a) Belum menikah

(b) Menikah

(c) Janda/Duda

 Gambar 4.7  Persentase Status Pernikahan Responden 

 

 

 

48

Pendidikan 

Responden yang ada lebih banyak berpendidikan sarjana baru kemudian disusul 

oleh responden yang berpendidikan SMA, seperti yang dapat dilihat pada gambar 

4.8  di  bawah.  Berdasarkan  hasil  observasi  dan  wawancara  dengan  pihak 

manajemen,  tamu yang berkunjung dengan  tingkat pendidikan  sarjana biasanya 

orang yang bekerja sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta. Sedangkan yang 

berpendidikan SMA cenderung didominasi oleh ibu rumah tangga. 

 

Persentase Tingkat Pendidikan

(f) 10%

(e) 45% (d)

19%

(c) 24%

(b) 2%

(a) 0%

(a) SD

(b) SMP

(c) SMA

(d) Diploma

(e) Sarjana

(f) Pasca Sarjana

 Gambar 4.8  Persentase Tingkat Pendidikan Responden 

 Pekerjaan 

Dari hasil olahan tersebut dapat dinyatakan bahwa tamu yang berkunjung adalah 

pegawai, baik itu pegawai negeri maupun pegawai swasta. Dari gambar 4.9 dapat 

ditunjukkan bahwa pegawai swasta paling banyak.  

Persentase Pekerjaan Responden

(h) 9%

(g) 32%

(f) 9%

(e) 20%

(d) 6%

(c) 8%

(b) 16%

(a) 0% (a ) P e la ja r

(b) Mahas is wa(c) Ibu Rumah Tangga(d) Wiraus aha(e) P egawai Negeri(f) P egawai BUMN/BUMD(g) P egawai Swas ta(h) La innya

 

49

Gambar 4.9  Persentase Pekerjaan Responden 

Pendapatan 

Dari  158  responden, dapat dilihat bahwa  responden yang memiliki pendapatan 

antara  Rp  1.000.000  sampai  dengan  Rp  3.000.000  adalah  yang  paling  banyak, 

seperti  pada  gambar  4.10. Hal  ini  berarti  tamu  yang  berkunjung  adalah  tamu 

dengan pendapatan antara range tersebut dan berada di kelas sosial menengah.  

Persentase Pendapatan Responden

13%

62%

12%11% 2%

< Rp 1.000.000

Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000

Rp 3.000.000 ‐ Rp 5.000.000

Rp 5.000.001 ‐ Rp 10.000.000

> Rp 10.000.000

 Gambar 4.10  Persentase Pendapatan Responden 

 

Pengeluaran 

Pertanyaan  mengenai  pengeluaran,  dimaksudkan  untuk  melihat  gaya  hidup 

responden  berada  di  kelas  sosial  mana.  Karena  terkadang  ada  yang 

berpendapatan  standar namun gaya hidupnya  seperti kelas  sosial menengah ke 

atas. Dari  gambar  4.11  berikut  dapat  disimpulkan  bahwa  responden mayoritas 

berada pada kelas sosial menengah dan sesuai dengan  tingkat pendapatan yang 

diperoleh seperti pada gambar 4.10 di atas. 

Persentase Pengeluaran Responden

20%56%

15%

6%

3%

0%

< Rp 1.000.000

Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000

Rp 2.500.001 ‐ Rp 5.000.000

Rp 5.000.001 ‐ Rp 7.500.000

Rp 7.500.001 ‐ Rp 10.000.000

> Rp 10.000.000

 Gambar 4.11 Persentase Pengeluaran Responden 

50

Frekuensi Wisata 

Dari hasil olahan, dapat disimpulkan bahwa responden pada umumnya berwisata 

hanya  sekali  dalam  sebulan. Namun,  itupun  tidak  selalu  rutin  demikian. Hasil 

olahan secara keseluruhan disajikan pada gambar 4.12 berikut.  

Persentase Frekuensi Berwisata

(d) 1%

(e) 4%

(c) 8%

(b) 28%

(a) 59%

(a) 1 kali

(b) 2 kali

(c) 3 kali

(d) 4 kali

(e) lebih dari 4 kali

 Gambar 4.12  Persentase Frekuensi Berwisata 

 

Pengeluaran untuk wisata 

Dalam  sebulan,  orang  cenderung mengeluarkan  biaya  untuk  berwisata  di  atas     

Rp 100.000 sampai dengan Rp 300.000. Hasil perolehan secara keseluruhan dapat 

dilihat pada gambar 4.13 berikut ini. 

Persentase Pengeluaran Wisata

(e) 13%

(d) 19%

(c) 35%

(b) 27%

(a) 6% (a) Dibawah Rp 50.000

(b) Rp 50.000 - Rp 100.000

(c) Rp 100.001 - Rp 300.000

(d) Rp 300.001 - Rp 500.000

(e) Lebih dari Rp 500.000

 Gambar 4.13   Persentase Pengeluaran Wisata 

 

Motivasi berwisata 

Dari  hasil  pengolahan  data,  dapat  disimpulkan  bahwa  orang  pada  umumnya 

termotivasi  untuk  berwisata  atau  berlibur  karena  kebutuhan  untuk  beristirahat 

51

dan  membebaskan  diri  dari  kejenuhan.  Dengan  berlibur  diharapkan,  mereka 

mendapatkan  suasana  baru  dan  penyegaran  kembali. Hasil  secara  keselurahan 

dapat dilihat pada gambar 4.14 berikut ini.  

Persentase Motivasi Berwisata

(g) 0%

(f) 20%

(e) 1%

(d) 1%

(c) 15%

(b)  15%

(a) 48%

(a ) Bers anta i dan membebas kan diridari ke jenuhan/kebo s anan(b) P emulihan kes egaran jas mani

(c ) Beris tirahat karena ke le lahanberpikir(d) Mendo ro ng kemampuan dayapikir(e ) Meliha t budaya

(f) Menyenangkan ke lua rga/teman

(g) Menunjukkan kemampuanfinans ia l/pres tis e /gengs i

  

Gambar 4.14  Persentase Motivasi Berwisata 

 Informasi Wisata 

Pada proses pencarian informasi untuk menentukan tempat berwisata, responden 

lebih suka bertanya atau mencari melalui saudara, teman ataupun relasi mereka. 

hal  ini  ditunjukkan  pada  gambar  4.15  berikut.  Dari  hasil  ini,  pemasaran  yang 

dilakukan pihak Togapuri selama  ini sudah sesuai dengan hasil penelitian, yaitu 

melalui komunikasi word of mouth.  

Persentase Pencarian Informasi Wisata

(j) 1%

(i) 5%

(h) 3%

(g) 26%

(f) 10%

(e) 7%

(d) 5%

(c) 19%

(b) 9%

(a) 15%

(a) Surat kabar (b) Majalah(c) Televisi (d) Radio(e) Internet/website (f) Brosur/pamflet(g) Saudara/teman/relasi (h) Agen perjalanan (travel agent)( ) A k ( ) L  

Gambar 4.15  Persentase Pencarian Informasi Wisata 

52

Penentu Tempat Berwisata 

Pada  gambar  4.16  dapat  disimpulkan  bahwa  pada  saat  hendak  berwisata, 

responden cenderung berdiskusi terlebih dahulu dengan anggota keluarga untuk 

memutuskan  tempat  yang  akan dikunjungi. Hal  ini, menunjukkan  bahwa  pada 

umumnya responden  lebih senang berwisata bersama keluarga mereka daripada 

bersama teman atau relasi. 

Persentase Penentu Berwisata

(f) 7%

(e) 41%

(d) 6%

(c) 6%

(b) 6%

(a) 34%

(a) Diri sendiri

(b) Bapak/suami

(c) Ibu/istri

(d) Anak

(e) Keputusan bersamaanggota keluarga(f) Teman/relasi

 Gambar 4.16  Persentase Penentu Wisata 

 

Mengatur Kunjungan Wisata 

Berdasarkan  hasil  perolehan  data,  dapat  disimpulkan  bahwa  responden  lebih 

senang mengatur sendiri perjalanan wisata mereka daripada harus menyerahkan 

urusan tersebut kepada travel agent. Hanya 7% yang menggunakan jasa travel agent 

dan itupun tidak sepenuhnya, karena tempat kunjungan masih ditentukan sendiri 

oleh  responden.  Gambaran  mengenai  hasil  olahan  secara  keseluruhan  dapat 

dilihat pada gambar 4.17 berikut. 

Persentase Responden dalam Mengatur Kunjungan

(d) 0%

(a) 9%

(c) 7%

(b) 84%

(a ) Sama s ekali tidak berhubungandengan ja s a indus tri pariwis a ta

(b) Menga tur s endiri pe rja lananwis a ta

(c ) Menggunakan ja s a travel agent,te tapi memutus kan s endiri tempa tyang akan dikunjungi

(d) Memberikan kepercayaans epenuhnya kepada jas a pe rja lananwis a ta

 Gambar 4.17  Persentase Responden dalam Mengatur Kunjungan 

53

Faktor yang Mempengaruhi 

Faktor‐faktor  yang  mempengaruhi  responden  dalam  memilih  tempat  wisata 

diantaranya  adalah  suasana  sebagai  faktor  utama,  yang  diikuti  dengan  faktor 

lokasi dan harga. Gambaran secara lengkap dapat dilihat pada gambar 4.18. 

Persentase Faktor yang Mempengaruhi

(j) 0%

(i) 8%

(h) 9%

(g) 7%

(f) 6%

(e) 7%

(d) 12%

(c) 15%

(b) 14%

(a) 22%

(a ) Suas ana

(b) Harga

(c ) Lo kas i

(d) Keunikan

(e ) P enga laman yangakan dipero leh(f) Makanan/minuman

(g) Fas ilita s umum (to ile t,parkir, mus ho lla , dll)(h) Keamanan

(i) Kerapihan/kebers ihan

(j) La innya

 Gambar 4.18  Persentase Faktor yang Mempengaruhi 

 Tempat Wisata 

Pada  saat  responden  hendak  menentukan  tempat  wisata,  biasanya  mereka 

memilih  apakah  berkunjung  ke  tempat  yang  biasa,  atau  tempat  yang  belum 

pernah  dikunjungi  ataupun  keduanya.  Dari  ketiga  hal  tersebut,  ternyata  para 

responden  cenderung  menentukan  tempat  yang  terkadang  sudah  biasa 

dikunjungi  dan  kadang  pula  berkunjung  ke  tempat  yang  belum  pernah 

dikunjungi, seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.19 berikut. 

Persentase Tempat Kunjungan

(a) 13%

(c) 76%

(b) 11%

(a) Tempat yang  biasadikunjungi dan banyakdikunjungi orang

(b) Tempat yang  belumpernah dikunjungi

(c) Terkadang  ke tempatyang  sudah biasa ataupuntempat yang  belum pernahd k

 Gambar 4.19  Persentase Tempat Kunjungan 

54

Wisata yang Disukai 

Dari  seluruh  responden yang ada,  ternyata mereka  cenderung menyukai wisata 

alam, baru kemudian wisata hiburan, dan yang ketiga adalah wisata petualangan. 

Hal ini menunjukkan bahwa peluang Wisata Agro Togapuri besar, karena wisata 

alam  cenderung  disukai.  Hasil  yang  diperoleh  ini,  dapat  dijadikan  dasar 

pemikiran  dalam mengembangkan  beberapa  produk  baru,  seperti  paket wisata 

alam  yang  divariasikan  dengan  hiburan,  petualangan,  dan  sebagainya.  Atau 

mungkin paket wisata  lain  yang  lebih  bervariasi disesuaikan dengan  keinginan 

tamu yang berkunjung. Hasil keseluruhan  ini dapat dilihat pada gambar 4.20 di 

bawah ini.  

Persentase Wisata yang Disukai

(i) 0%

(h) 33%

(g) 8%

(f) 21%

(e) 6%

(d) 6%

(c) 8%

(b) 12%

(a) 6%

(a) Kesehatan

(b) Petualangan

(c) Kuliner

(d) Budaya

(e) Rohani

(f) Hiburan

(g) Belanja

(h) Alam

(i) Lainnya

 Gambar 4.20  Persentase Wisata yang Disukai 

 

4.2.2.1 Pengolahan Data Segmentasi 

Melalui model  STV‐Triangle,  segmentasi  dapat  dilakukan  dengan  berbagai 

cara,  salah  satunya melalui  teknik analisis multivariat. Setelah diperoleh  jumlah 

segmen  melalui  metode  tersebut,  maka  langkah  selanjutnya  adalah  profiling 

segmen  yang  ada. Untuk  proses  segmentasi  pasar  Togapuri,  digunakan  teknik 

analisis multivariat yaitu analisis klaster dan analisis diskriminan dengan bantuan 

software SPSS 12.0.  

 

55

A.  Perhitungan Analisis Klaster 

Sebelum data diolah lebih lanjut, seluruh data yang terdiri dari data nominal 

dan ordinal pada bagian A dan B, serta data interval pada bagian C distandarisasi, 

agar berada pada level data yang sama dan baru kemudian diolah dengan analisis 

klaster. Analisis klaster terbagi ke dalam dua prosedur, yaitu hierarchical procedure 

dan  non‐hierarchical  procedure.  Pada  hierarchical  procedure  digunakan  metode 

aglomeratif  dengan  teknik  ward’s  method.  Melalui  prosedur  ini,  diperoleh 

agglomeration  schedule  dan  gambar  dendrogram  untuk  membantu  menentukan 

jumlah klaster yang bisa dihasilkan.  

Dari hasil olahan melalui prosedur di atas, diperoleh bahwa  jumlah klaster 

yang dapat diputuskan adalah 3 klaster. Hal  ini dapat dilihat dari  agglomeration 

schedule yang nilainya meningkat lebih besar pada saat klaster berjumlah 3. Selain 

itu,  pada  gambar  dendogram  terlihat  bahwa  dari  sisi  rescaled  distance  cluster 

combine, pada  tahap  3 klaster mulai  terlihat perubahan  jarak yang paling besar. 

Pertimbangan lainnya adalah  jumlah relatif anggota masing‐masing klaster. Pada 

3  klaster,  anggota  masing‐masing  klaster  merata,  tidak  ada  klaster  yang 

beranggotakan  sangat  sedikit.  Hasil  olahan melalui  prosedur  ini  dapat  dilihat 

pada  lampiran D. Untuk mengetahui apakah  jumlah  tiga klaster  tersebut akurat, 

maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode yang berbeda. Selain 

itu, jumlah relatif anggota masing‐masing klaster diperkirakan sementara dengan 

menggunakan  k‐means  cluster. Dan  hasilnya  adalah  jumlah  tiga  klasterlah  yang 

terbaik. 

Jumlah  tiga  klaster  ini  kemudian  dijadikan  input  pada  non‐hierarchical 

procedure  atau  k‐means  cluster.  Dari  prosedur  ini,  kemudian  diperoleh  jumlah 

anggota  dengan  nilai  centroid masing‐masing  klaster  seperti  yang  ditampilkan 

pada lampiran D, profil klaster secara umum dapat dilihat pada tabel 4.5. Namun, 

dari  hasil  pengolahan  ini  belum  diketahui  variabel  mana  yang  benar‐benar 

menjadi  pembeda masing‐masing  klaster. Untuk  itu, maka  analisis  dilanjutkan 

dengan analisis diskriminan. 

56

Tabel 4.5  Profil Masing‐masing Klaster Secara Umum 

 

 

Atribut Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3DemografiJenis Kelamin Pria Wanita PriaDomisili Bandung Bandung Luar Bandung (Sumedang)Usia 35 ‐ 49 tahun 20 ‐ 34 tahun 35 ‐ 49 tahunStatus Menikah Belum Menikah MenikahPendidikan Sarjana Sarjana DiplomaPekerjaan Pegawai BUMN/BUMD Pegawai Swasta Pegawai NegeriPendapatan Rp 3.000.001 ‐ Rp 5.000.000 Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000 Rp 1.000.000 ‐ Rp 3.000.000Pengeluaran Rp 2.500.000 ‐ Rp 5.000.000 Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000 Rp 1.000.000 ‐ Rp 2.500.000Perilaku BerwisataFrekuensi berwisata 2 kali sebulan 1 kali sebulan 1 kali sebulanPengeluaran wisata Di atas Rp 100.000 ‐ Rp 300.000 Di atas Rp 50.000 ‐ Rp 100.000 Di atas Rp 100.000 ‐ Rp 300.000

Penentu tempat wisata Keputusan bersama Diri Sendiri Diri sendiriMengatur kunjungan Mengatur sendiri perjalanan wisata Mengatur sendiri perjalanan wisata Mengatur sendiri perjalanan wisata

Gaya Hidup

Opini

Motivasi berwisata

Tempat wisata

Aktivitas

Minat

Mereka orang yang tidak terlalu yakin pada diri sendiri dan tidak berani mengambil resiko serta ragu menghadapi masa depan. Namun mereka optimis bahwa politik dan ekonomi negara akan membaik. Menurut mereka permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat perlu mendapat perhatian khusus. Pendidikan adalah hal penting bagi mereka, selain itu, dalam memilih produk mereka lebih senang memilih produk yang kualitasnya sesuai dengan harganya. 

Pemulihan kesegaran jasmani agar dapat menumbuhkan kembali gairah bekerja

Ke tempat yang biasa dikunjungi, namun terkadang juga mengunjungi tempat yang belum pernah dikunjungi

Senang terlibat dengan banyak orang, dengan mengikuti berbagai kegiatan sosial dan ikut aktif dalam berorganisasi. Di waktu libur lebih senang berlibur  daripada bekerja. Mereka juga senang berbelanja serta lebih senang ke luar rumah untuk mencari hiburan. Kegiatan berolah raga tidak secara rutin mereka lakukan.

Mereka adalah orang yang ambisius dan selalu ingin berprestasi dalam setiap kegiatan. Bagi mereka keluarga adalah penting, namun mereka masih bisa membagi waktu antara keluarga dan teman. Mereka tertarik dengan hal‐hal seperti fashion,  liburan dan makanan yang enak daripada makanan yang menyehatkan. Mereka tidak terlalu tertarik dengan media.

Mereka adalah orang yang yakin dengan dirinya dan berani mengambil resiko serta siap menghadapi persaingan di masa mendatang. Bagi mereka pendidikan adalah hal yang sangat penting. Mereka optimis bahwa keadaan politik dan ekonomi negara akan semakin membaik. Selain itu, mereka berpendapat bahwa permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat perlu dicermati. Dalam memilih produk, mereka lebih memperhatikan kualitas daripada harga.

Kebutuhan beristirahat karena kelelahan berpikir

Ke tempat yang biasa dikunjungi, namun terkadang juga mengunjungi tempat yang belum pernah dikunjungi

Cenderung individual, jarang ikut serta dalam kegiatan di lingkungan mereka. Di waktu libur lebih senang berlibur bersama keluarga daripada bekerja. Mereka tidak terlalu senang berbelanja namun kadang senang ke luar rumah untuk mencari hiburan. Kegiatan berolah raga tidak secara rutin mereka lakukan.

Mereka orang yang ambisius dalam bekerja, dan selalu ingin berprestasi. Bagi mereka keluarga adalah penting, mereka juga senang berlibur ataupun melakukan kegiatan bersama keluarga. Mereka tidak terlalu tertarik dengan media ataupun fashion . Untuk urusan makanan mereka lebih senang mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.

Mereka orang yang tidak yakin pada dirinya dan tidak berani mengambil resiko serta ragu menghadapi persaingan masa depan. Namun bagi mereka pendidikan adalah hal yang penting. Mereka pesimis terhadap keadaan politik dan ekonomi negara, selain itu, mereka tidak terlalu memperdulikan masalah sosial. Dalam memilih produk, mereka lebih memperhatikan kualitas daripada harga.

Kebutuhan beristirahat karena kelelahan berpikir

Ke tempat yang belum pernah dikunjungi

Tidak memiliki waktu untuk menekuni hobi mereka dan senang berbelanja. Lebih senang berada di rumah daripada ke luar. Dan aktif ikut serta dalam organisasi, kegiatan sosial serta kegiatan di lingkungan mereka. Waktu libur lebih sering diisi dengan bekerja daripada berlibur. Kegiatan olah raga tidak dilakukan secara rutin.

Mereka bukan orang yang ambisius namun ada keinginan untuk selalu berprestasi. Bagi mereka keluarga sangatlah penting dan mereka cenderung tertarik dengan bentuk ataupun barang‐barang yang ada di rumah. Selain itu, mereka juga tertarik dengan media dan makanan yang menyehatkan. Untuk urusan fashion  dan liburan mereka tidak terlalu tertarik. Mereka lebih sering berkumpul bersama teman.

57

B.  Perhitungan Analisis Diskriminan 

Untuk  melakukan  analisis  diskriminan  terdapat  dua  jenis  variabel,  yaitu 

variabel  dependen  dan  variabel  independen. Dalam  hal  ini,  variabel  dependen 

yang  digunakan  untuk  melakukan  analisis  adalah  jumlah  klaster  yang  telah 

ditentukan  pada  analisis  klaster.  Sedangkan  variabel  independennya  adalah 

variabel yang terdapat pada bagian A, B dan C dari kuesioner yang berjumlah 40 

variabel  yang  berupa  data  demografi,  perilaku  responden  terhadap wisata  dan 

gaya hidup dari responden. 

Variabel independen ini selanjutnya berlaku sebagai variabel prediktor yang 

memiliki  peran  dalam  melakukan  dikriminasi  antar  kelompok.  Untuk 

menentukan  variabel  mana  yang  betul‐betul  melakukan  tugas  diskriminasi, 

digunakan  metode  stepwise. Melalui  metode  ini,  variabel  yang  tidak  memiliki 

peran  yang  signifikan  dalam  tugas  diskriminasi  akan  disingkirkan.  Hasil 

pengolahan data melalui analisis diskriminan, dapat dilihat pada lampiran E. 

Pada group statistics berisi data rata‐rata dan standar deviasi setiap grup dan 

total sampel. Data ini memberikan gambaran awal mengenai diskriminan sampel. 

Rata‐rata  setiap variabel yang berbeda pada ketiga grup  ini merupakan  indikasi 

bahwa  sampel  memang  layak  didiskriminasi.  Namun,  data  standar  deviasi 

masing‐masing  grup  tidak  seluruhnya  memiliki  nilai  yang  lebih  rendah 

dibandingkan dengan  standar deviasi  total. Hanya variabel  status, C5, C13 dan 

C15  yang  memenuhi  syarat  nilai  standar  deviasi  lebih  rendah  pada  masing‐

masing grup jika dibandingkan dengan standar deviasi total. Nilai standar deviasi 

dalam  grup  yang  lebih  rendah  dibandingkan  standar  deviasi  total,  adalah 

indikator yang diharapkan mampu menunjukkan homogenitas dalam grup yang 

tinggi. Hasil di atas menimbulkan kecurigaan jangan‐jangan variabel yang standar 

deviasi grupnya bernilai  lebih  besar dibandingkan dengan  standar deviasi  total 

merupakan  variabel  yang  tidak  memiliki  peran  diskriminasi.  Untuk 

memastikannya, kita dapat melihat hasil test of equality of group means. 

58

Dari hasil test of equality of group means, dengan memakai uji F, variabel yang 

melebihi  batas  tingkat  kesalahan maksimal  0,05  adalah  variabel: waktu wisata, 

penentu, C10, C11, C21, dan C24. Hal  ini menunjukkan bahwa variabel‐variabel 

tersebut perlu dieliminasi. Namun, karena tujuannya hanya sekedar memprediksi 

grup  setiap  objek,  bukan  untuk  membangun  model  diskriminasi,  maka  tidak 

masalah  jika  memasukkan  variabel‐variabel  itu  ke  dalam  model  diskriminan. 

Walaupun hal tersebut tidak menjadi masalah, ada baiknya jika dilakukan stepwise 

discriminant  analysis  untuk menentukan  variabel  yang  benar‐benar  berpengaruh 

dalam diskriminasi. 

Melalui  stepwise  method,  variabel  yang  awalnya  berjumlah  40  variabel 

menjadi  13  variabel  yang  benar‐benar  memiliki  peranan  dalam  diskriminasi. 

Variabel  tersebut  adalah: domisili,  status, pekerjaan, pengeluaran, motivasi, C1, 

C3,  C5,  C8,  C13,  C19,  C22,  dan  C25.  Berdasarkan  structure matrix,  variabel  ini 

kemudian dikelompokkan ke dalam fungsi‐fungsi seperti yang ditampilkan pada 

tabel 4.6 berikut:  

Tabel 4.6  Variabel dari masing‐masing fungsi 

Fungsi 1

Fungsi 2Status, pengeluaran, C13, C1, C3, C8, C25, pekerjaan, motivasi

Domisili, C22, C5, C19

Variabel

  

Selanjutnya,  untuk  menentukan  fungsi  mana  yang  berperan  sebagai  pembeda 

bagi masing‐masing klaster, dapat dilihat dari tabel function at group centroid pada 

analisis diskriminan.  Fungsi    yang memiliki  nilai mutlak paling  tinggi diantara 

dua  fungsi,  maka  fungsi  itulah  yang  menjadi  pembeda  bagi  klaster.  Sebagai 

contoh pada klaster 1, nilai  fungsi 1 adalah  ‐0,9836 dan  fungsi 2 adalah  ‐1,6586. 

Dari  hasil  tersebut, nilai mutlak  fungsi  2  lebih  besar  bila dibandingkan dengan 

nilai mutlak  fungsi  1,  dengan  demikian  fungsi  2  adalah  fungsi  pembeda  bagi 

klaster 1, dengan variabel yang  telah ditentukan  sebelumnya. Hasil  fungsi yang 

berperan sebagai pembeda bagi klaster lain dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut.   

59

Tabel 4.7 Penentuan Fungsi untuk Masing‐masing Klaster 

1 21 ‐0.9836 ‐1.6586 Fungsi 22 ‐1.2853 1.5385 Fungsi 23 3.9911 0.1653 Fungsi 1

Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means

* Kolom ʹfungsi pembedaʹ bukan merupakan hasil olahan SPSS, hanya tambahan dari penulis sebagai keterangan hasil

Cluster Number of CaseFunction

Functions at Group CentroidsFungsi 

Pembeda *

  

Dengan  demikian,  dapat  disimpulkan  bahwa  variabel  yang  benar‐benar 

berperan  sebagai  pembeda  dalam  klaster  1  dan  2  adalah  variabel:  status, 

perkerjaan, pengeluaran, motivasi berwisata, C13, C1, C3, C8, dan C25. Sedangkan 

untuk klaster 3, variabel tersebut mencakup domisili, C22, C5, dan C19. 

 4.2.2.2 Analisis Segmentasi 

Berdasarkan  hasil  perhitungan  melalui  analisis  klaster  dan  analisis 

diskriminan, maka dapat disimpulkan bahwa klaster 1 memiliki  jumlah anggota 

sebanyak  61  anggota,  klaster  2 memiliki  62  anggota  dan  klaster  3 memiliki  35 

anggota. Karakter mereka secara umum dapat dilihat pada tabel 4.5 pada bagian 

analisis  klaster,  sedangkan  karakter  mereka  berdasarkan  variabel  yang  benar‐

benar berperan sebagai pembeda adalah sebagai berikut:  

Klaster 1 

Pada umumnya, kelompok ini memiliki status sudah menikah dan bekerja sebagai 

pegawai  BUMN/BUMD.  Pengeluaran  mereka  dalam  sebulan  berkisar  diatas       

Rp  2.500.000  sampai  dengan  Rp  5.000.000.  Motivasi  mereka  berwisata  adalah 

untuk  beristirahat  karena  kelelahan  berpikir.  Mereka  cenderung  individual, 

karena  tidak  terlalu  tertarik  untuk  terlibat  dengan  banyak  orang.  Selain  itu, 

mereka juga tidak ikut serta dalam kegiatan sosial. Mereka tidak memiliki waktu 

khusus untuk menekuni hobinya. Bagi mereka berbelanja bukan merupakan suatu 

bentuk  rekreasi,  mereka  lebih  senang  melakukan  kegiatan  bersama  dengan 

60

keluarga  daripada  bersama  teman.  Kelompok  ini  tergolong  orang  yang  ragu 

dalam menghadapi persaingan di masa mendatang.  

Klaster 2 

Klaster  ini  merupakan  kelompok  orang  yang  belum  menikah,  dan  mayoritas 

bekerja  sebagai  pegawai  swasta.  Pengeluaran  mereka  dalam  sebulan  sekitar          

Rp  1.000.000  sampai dengan Rp  2.500.000. Mereka  termotivasi berwisata karena 

kebutuhan untuk bersantai dan membebaskan diri dari kejenuhan. Mereka senang 

terlibat dengan banyak orang dan memiliki waktu untuk menekuni hobi mereka. 

Selain  itu,  mereka  aktif  dalam  kegiatan  sosial,  dan  senang  berkumpul  dan 

melakukan  kegiatan  bersama  teman.  Bagi mereka  berbelanja merupakan  salah 

satu  bentuk  rekreasi.  Mereka  termasuk  orang‐orang  yang  optimis  dalam 

menghadapi persaingan di masa mendatang.  

Klaster 3 

Pada  umumnya,  anggota  kelompok  ini  berdomisili  di  luar  Bandung,  yaitu 

Sumedang. Mereka  tergolong  orang‐orang  yang  pesimis,  tidak  yakin  pada  diri 

sendiri dan  tidak berani mengambil  resiko. Mereka merasa bahwa hal‐hal yang 

berhubungan  dengan  perkembangan  ekonomi  bukan  hal  yang menarik  untuk 

dicermati.  Untuk  mencari  hiburan,  mereka  lebih  suka  pergi  ke  luar  rumah 

daripada di rumah.  

Dari  ketiga  klaster  yang  terbentuk,  menunjukkan  bahwa  segmen  yang 

terbentuk ada  tiga segmen. Diantara ketiga segmen  ini, dipilih  target pasar yang 

sesuai dengan sumber daya yang dimiliki perusahaan. 

 

4.2.2.3 Pengolahan Data Targeting 

Berdasarkan  kriteria  targeting  dari  STV‐Triangle,  ada  empat  kriteria  dalam 

memilih  target pasar. Demikian halnya dalam memilih  target pasar Wisata Agro 

Togapuri berdasarkan tiga segmen yang telah terbentuk di depan. 

61

 

Kriteria #1  Memiliki ukuran yang cukup besar 

Berdasarkan hasil olah data segmentasi, dapat diperoleh  jumlah anggota masing‐

masing  klaster  yang  dapat menjadi  petunjuk  bagi  ukuran  segmen  seperti  yang 

terlihat pada tabel 4.8. 

 

Tabel 4.8  Jumlah Anggota Masing‐masing Segmen 

Segmen Anggota dalam Segmen Jumlah Anggota

135, 40, 49, 50, 51, 56, 59, 67, 69, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 83, 87, 90, 92, 99, 100, 102, 103, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 118, 119, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 132, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 143, 147, 149, 150, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158

61

22, 31, 32, 37, 39, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 52, 53, 54, 55, 57, 58, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 70, 80, 81, 82, 84, 85, 86, 88, 89, 91, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 101, 104, 115, 116, 117, 120, 121, 122, 123, 124, 131, 133, 134, 135, 142, 144, 145, 146, 148, 151

62

31, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 33, 34, 36, 38, 41, 114

35 

 

Pada  tabel  tersebut, dapat dilihat bahwa  segmen  1 memiliki  jumlah  anggota  61 

yang berarti 38,2 % dari keseluruhan sampel dan segmen 2 memiliki anggota 62 

yang  berarti  39,2  %  dari  keseluruhan  jumlah  sampel,  sedangkan  segmen  3 

memiliki  jumlah  yang  lebih  sedikit,  yaitu  35  orang  dengan  persentase  22,2 %. 

Berdasarkan  ukuran  tersebut,  untuk  sementara  segmen  1  dan  segmen  2  dapat 

dijadikan target pasar. 

 Kriteria #2 Memiliki potensi pertumbuhan yang cukup tinggi 

Jika dilihat dari segi karakteristiknya, segmen 1 memiliki potensi yang cukup baik, 

karena  pengeluaran mereka  lebih  besar daripada  segmen  2 dan  3. Berdasarkan 

hasil profiling secara umum,  terlihat bahwa memang pendapatan segmen 1  lebih 

besar daripada segmen 2 dan segmen 3. Selain itu, orang‐orang yang termasuk ke 

dalam  segmen  1  pada  umumnya memiliki  umur  yang  berkisar  antara  35  –  49 

tahun.  Pada  usia  ini,  umumnya  orang  mulai  bermasalah  dengan  kesehatan 

mereka.  Karena  itulah, mereka mulai memperhatikan  kesehatan mereka mulai 

dari  pola  makan  yang  sehat  dan  bergizi.  Biasanya  mereka  mulai  menyukai 

sesuatu  yang  berhubungan  dengan  kesehatan  mereka.  Selain  itu,  didukung 

62

dengan hasil observasi dan wawancara,  tamu yang berkunjung ke Wisata Agro 

Tanaman Obat Togapuri cenderung berusia 35 tahun ke atas dan mereka tertarik 

pada layanan diagnosa penyakit dan seminar tanaman obat. Karena alasan inilah 

segmen 1 berpotensi untuk dijadikan target pasar. 

 

Kriteria #3 Keunggulan kompetitif 

Sejauh  ini, Wisata  Agro  Tanaman  Obat  Togapuri memiliki  dua  layanan  paket 

wisata yang ditawarkan, yaitu: 

Paket  wisata  sehari  dengan  layanan  pengenalan  tanaman  obat  (seminar 

kebun),  makanan  dan  minuman  khas  Togapuri,  serta  layanan  diagnosa 

berbagai penyakit. 

Paket  wisata  khusus  (acara  menginap)  dengan  layanan  makanan  dan 

minuman  khas  Togapuri,  diagnosa  berbagai  penyakit, menginap  di  kemah, 

dan kegiatan yang disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan tamu.   

Dari  kedua  paket  wisata  yang  ditawarkan  tersebut,  yang  membuat  Togapuri 

berbeda dengan pesaing adalah  layanan diagnosa berbagai penyakit yang sudah 

termasuk ke dalam paket wisata dan menginap di kemah. 

 Selain  itu,  jika dilihat dari  segi  infrastruktur, Togapuri memiliki  arena  bermain 

anak;  lapangan olah  raga  seperti basket, bulu  tangkis dan  catur;  camping ground 

dan klinik pengobatan holistik  (bale  sehat).  Infrastruktur  inilah yang  juga  tidak 

dimiliki para pesaing Togapuri. 

 Beberapa  infrastuktur  tersebut  memungkinkan  Togapuri  untuk  membuat 

berbagai  paket  wisata  yang  lebih  beragam,  seperti  misalnya  paket  wisata 

keluarga.  Segmen  1 memiliki  salah  satu kecenderungan  senang berkumpul dan 

melakukan  berbagai  kegiatan  bersama  keluarga.  Jika  segmen  1  akan  dijadikan 

target  pasar,  maka  paket  wisata  keluarga  dapat  menjadi  tawaran  yang 

menyenangkan  bagi  mereka.  Infrastruktur  yang  ada  pun  cukup  mendukung 

63

keberadaan paket wisata keluarga tersebut. Walaupun memang masih diperlukan 

ide‐ide kreatif untuk mendukung layanan tersebut. 

 Kriteria #4 Situasi persaingan 

Selain  ketiga  kriteria  di  atas,  Togapuri  juga  perlu  memperhatikan  situasi 

persaingan yang  terjadi baik  itu secara  langsung maupun  tidak  langsung. Untuk 

melihat  situasi  persaingan  yang  ada  digunakan model  Five  Forces  Porter,  yang 

memperhatikan faktor intensitas persaingan yang terjadi di industri/bisnis sejenis, 

produk  substitusi,  regulasi pemerintah, posisi  tawar dari pembeli dan pemasok, 

dan lain sebagainya, seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.30 berikut. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.21 Situasi Persaingan Wisata Tanaman Obat 

 Barriers to entry 

Ada  beberapa  faktor  yang menjadi  penghambat masuknya  pemain  baru  dalam 

industri  wisata  agro  tanaman  obat,  diantaranya  kebutuhan  modal,  skala 

64

ekonomis, diferensiasi produk, biaya perpindahan, akses ke saluran distribusi, cost 

disadvantages independent of size, dan kebijakan pemerintah.   

Industri  pariwisata,  merupakan  industri  yang  padat  modal,  dalam  artian 

membutuhkan  modal  yang  besar  untuk  memasuki  industri  ini.  Apalagi  jika 

industri  tersebut  masuk  ke  dalam  kategori  wisata  alam  –  agro,  selain  dari 

kebutuhan  modal  yang  besar,  faktor  lokasi  dan  alam  yang  mendukung  akan 

sangat  berpengaruh.  Faktor  terakhir  adalah  faktor  yang  diluar  kekuasaan 

manusia,  karena  terbentuk  secara  alami,  sedangkan  faktor  pertama masih  bisa 

diatasi  selama memiliki  kekuatan  keuangan  yang  kuat. Biasanya,  industri  yang 

membutuhkan modal besar juga memiliki resiko yang besar. Salah satunya, resiko 

kerugian  jika  terjadi  penurunan  jumlah  pengunjung  yang  terus  merosot, 

sedangkan biaya operasional hariannya cukup tinggi.  

Dalam industri ini, kreatifitas sangat dibutuhkan untuk menarik para pengunjung 

wisata.  Diferensiasi  produk  pun  dibutuhkan  agar  produk  yang  ditawarkan 

memiliki keunikan tersendiri. Industri wisata tanaman obat ini sebenarnya sudah 

cukup  spesifik  dan  berbeda  dari  wisata  agro  lainnya,  bagi  pendatang  baru, 

menciptakan  diferensiasi  produk,  saat  ini  adalah  suatu  keharusan  agar 

pengunjung  wisata  mengetahui  keberadaan  industri  tersebut,  dan  hal  ini 

membutuhkan  usaha  yang  besar,  baik  dari  segi  jaringan  pemasaran,  saluran 

distribusi, dll.  

Khusus untuk  industri wisata agro  tanaman obat,  selain pengetahuan mengenai 

wisata  dan  pertanian,  dibutuhkan  pengetahuan  yang  mendalam  mengenai 

tanaman  obat  beserta  khasiatnya.  Terutama  bagi  para  guide  wisata  tersebut, 

sehingga  diperlukan  pelatihan  yang  mendalam  mengenai  keilmuan  ini. 

Sedangkan untuk akses ke  saluran distribusi pariwisata  seperti agen perjalanan, 

misalnya,  diperlukan  kekuatan  jaringan  ke  agen  perjalanan  tersebut  dan 

kredibilitas  dari  perusahaan  itu  sendiri.  Beberapa  tempat  wisata  terkadang 

65

memiliki  agen pemasaran  sendiri,  sehingga  tidak perlu menggunakan  jasa agen 

perjalanan, namun memang membutuhkan biaya yang besar. Akses ke  jaringan 

distribusi  ini  memang  tidak  harus  terikat  pada  salah  sati  jaringan,  karena 

komunikasi pemasaran wisata  tanaman obat  saat  ini  ternyata  lebih efektif  lewat 

word  of  mouth.  Selain  itu,  faktor  pengalaman  dalam  industri  ini  juga  sangat 

mempengaruhi  munculnya  pemain  baru,  bagi  para  pemain  baru  yang  belum 

memiliki  pengalaman  dalam  industri  yang  akan  digelutinya,  dibutuhkan  biaya 

yang besar untuk bermain di area tersebut.  

Selain  dari  beberapa  faktor  di  atas,  faktor  kebijakan  pemerintah  juga  turut 

mempengaruhi  industri  pariwisata,  terutama  wisata  tanaman  obat.  Salah  satu 

kebijakan pemerintah  yang mendukung  industri  ini  adalah program  ‘Indonesia 

Sehat 2010’.  Industri yang berbasis  tanaman obat merupakan salah  satu  industri 

yang mendukung  kebijakan  pemerintah  tersebut. Melalui wisata  yang  dikemas 

secara  edukatif,  pengusaha  mampu  mensosialisasikan  hidup  sehat  dengan 

menggunakan tanaman obat.  

Dari  keseluruhan  faktor  di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa  faktor  penghambat 

untuk memasuki  industri wisata  agro  tanaman  obat  cenderung  besar,  sehingga 

pemain baru tidak mudah memasuki industri ini, dengan demikian persaingan di 

pasar tidak cepat ramai.  

Intensitas Persaingan Antar Wisata Tanaman Obat 

Persaingan yang terjadi diantara industri wisata agro tanaman obat bisa dibilang 

masih  rendah,  karena  jumlah  pemainnya  juga masih  sedikit. Di  daerah  sekitar 

Bandung Raya sendiri baru ada tiga, yaitu Togapuri di Sumedang, KTO Sari Alam 

di Ciwidey dan Esanur di Pangalengan. Namun  jika dilihat berdasarkan  layanan 

dan fasilitas yang ditawarkan, pemain yang serupa di Sekitar Bandung Raya baru 

ada dua, yaitu Togapuri dan KTO Sari Alam.  Jika dilihat dari pertumbuhannya, 

industri pariwisata secara keseluruhan mengalami peningkatan. Hal  ini ditandai 

66

dengan  semakin  banyaknya  jenis  wisata  yang  ditawarkan  dan  banyak  pula 

program  acara  di  televisi  yang menyajikan  berbagai  informasi wisata.  Khusus 

wisata  tanaman  obat  pertumbuhannya  memang  meningkat  seiring  dengan 

kesadaran  masyarakat  terhadap  kesehatan  melalui  tanaman  obat,  walaupun 

memang saat ini terbilang lambat.  

Tekanan dari Produk/Jasa Substitusi 

Wisata ada banyak jenisnya, seperti wisata alam, kuliner, belanja, sejarah dan lain 

sebagainya.  Wisata  tanaman  obat  termasuk  ke  dalam  wisata  alam  dengan 

spesifikasi  agrowisata.  Jika  dipersempit  lagi  ke  dalam wisata  agro  perkebunan, 

maka produk/jasa substitusi wisata tanaman di sekitar Bandung Raya  jumlahnya 

cukup  banyak,  seperti  perkebunan  teh,  strawberry,  nenas  dan  taman  bunga 

Cihideung. Tempat‐tempat wisata  ini bisa menjadi  alternatif  lain dari berwisata 

kebun.  Selain  itu,  cafe‐cafe  ataupun  rumah makan  yang  bernuansa  alami  dan 

dilengkapi  kebun‐kebun  kecil  yang  didesain  sealami  mungkin  telah  banyak 

bermunculan.  Ini  pun  bisa  menjadi  alternatif  wisata  lainnya  bagi  masyarakat 

perkotaan. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa produk/jasa substitusi dari wisata 

tanaman obat  jumlahnya sudah  sangat banyak. Oleh karena  itu, Togapuri harus 

lebih kreatif  lagi dalam menarik para pengunjung melalui berbagai paket wisata 

yang menarik dan beragam. 

 Bargaining Power of Buyers 

Kekuatan penawaran pembeli masih relatif rendah, karena jumlah pemain wisata 

tanaman obat masih sedikit,  jadi pilihan bagi pembeli pun masih terbatas. Selain 

itu,  diantara  para  pemain  yang  ada,  Togapuri  menawarkan  harga  yang  lebih 

rendah  dengan  layanan  yang  hampir  sama  dengan  pemain  lainnya.  Untuk 

mendirikan  tempat wisata  tanaman obat  inipun dibutuhkan modal dan keahlian 

yang cukup besar, sehingga tidak mudah bagi pembeli untuk ikut bersaing dalam 

industri ini. Para pembeli umumnya membeli bibit tanaman untuk dikembangkan 

sendiri sebagai tanaman obat keluarga, bukan untuk industri.  

67

 

Bargaining Power of Suppliers 

Daya  tawar dari pemasok relatif  rendah, karena pada wisata agro  tanaman obat 

ini  tidak  ada  supplier  khusus.  Tanaman  obat  yang  ada  pada  umumnya mudah 

didapat dan kemudian dikembangkan di kebun sendiri. Untuk tanaman obat yang 

langka,  pihak  Togapuri mencari  sendiri  dan  kemudian  dikembangkan  pula  di 

kebun  sendiri  sebagai  tanaman  koleksi.  Untuk  produk  minuman  instan  ada 

beberapa yang bahan bakunya berasal dari pemasok,  salah  satunya  adalah  jahe 

merah, inipun sistemnya sebagai mitra kerja.  

Selain  bahan  baku  tanaman,  bahan‐bahan  seperti  pupuk  untuk  tanaman  obat 

diperoleh dari pupuk kandang. Inipun mudah didapat, yaitu bekerjasama dengan 

para peternak yang tinggal di sekitar kebun. 

 4.2.2.4 Analisis Targeting 

Dari situasi persaingan yang telah dijelaskan di atas, kemungkinan segmen‐

segmen yang  telah  terbentuk untuk menjadi  target pasar memiliki peluang yang 

sama. Karena berwisata merupakan kebutuhan semua orang. Namun  jika dilihat 

dari minat mereka  terhadap wisata  tanaman  obat  yang  cenderung mengangkat 

tema wisatanya  tentang kesehatan, maka segmen 1 dan 3 dapat dijadikan  target 

pasar yang cocok. 

Dari keseluruhan kriteria dalam memilih  target pasar yang  telah dijelaskan 

sebelumnya,  dapat  disimpulkan  bahwa  segmen  1  dapat  dijadikan  target  pasar 

yang  potensial.  Alasannya,  selain  karena  minat  mereka  terhadap  kesehatan, 

mereka memiliki daya beli yang  lebih  tinggi dari kedua  segmen  lainnya. Selain 

itu,  potensi  pertumbuhan  segmen  inipun  cukup menjanjikan  dan  sumber  daya 

dan  infrastruktur yang dimiliki Togapuri  saat  ini  sesuai dengan  segmen 1 yang 

cenderung  senang  berlibur  bersama  keluarganya.  Untuk  membuat  wisatanya 

lebih menarik bagi segmen ini, Togapuri tinggal menambah beberapa paket yang 

menarik untuk berwisata keluarga guna melengkapi wisata kesehatan yang ada. 

Karena keluarga dan kesehatan adalah hal yang menarik bagi segmen tersebut. 

68

4.2.2.5 Pengolahan Data dan Analisis Positioning 

Proses  segmentasi  dan  targeting  telah  dilakukan  sebelumnya,  maka 

selanjutnya  adalah  proses  evaluasi  terhadap  positioing  Togapuri  berdasarkan 

kriteria positioning dari STV‐Triangle. 

Positioning  Togapuri  saat  ini  adalah  ‘Wisata  Sehat  Alami’.  Maksudnya 

adalah  menawarkan  paket  berwisata  yang  bisa  disesuaikan  dengan  keinginan 

pengunjung namun masih berhubungan dengan kesehatan dan  tetap bersahabat 

dengan  alam.  Berdasarkan maknanya,  dapat  dikatakan  bahwa  positioning  yang 

ditetapkan  Togapuri  menggunakan  parameter  Produk  atau  Layanan  yang 

ditawarkan.  Sedangkan  berdasarkan  beberapa  kriteria  dalam  penyusunan 

positioning  dapat dijelaskan seperti berikut ini: 

Kriteria #1 

Berdasarkan  pada  pertimbangan  customer,  dalam  hal  ini  pengunjung  wisata, 

positioning  Togapuri Wisata  Sehat  Alami  telah  dipersepsikan  positif  oleh  para 

pelanggannya.  Konsep  wisata  sehat  yang  ditawarkan  Togapuri memang  telah 

menjadi daya tarik dan menjadi alasan bagi mereka dalam memilih Togapuri. Hal 

ini didasarkan dari hasil observasi  dan wawancara langsung di lapangan. Namun 

konsep alami yang dimaksudkan oleh Togapuri masih belum tertangkap dengan 

jelas  oleh  para  pengunjung,  karena  persepsi  pengunjung  tentang  konsep  alami 

cenderung  ke  arah  sesuatu  yang  tradisional,  terutama  dari  segi  infrastruktur. 

Sedangkan menurut Togapuri konsep alami yang ditawarkan adalah bersahabat 

dengan alam, tapi tidak harus tradisional.  

Jika  ingin  mempertahankan  positioning  ini,  maka  Togapuri  harus  lebih 

mengkomunikasikan  lagi  makna  dari  Wisata  Sehat  Alami  yang  disusunnya, 

terutama pada konsep alaminya. 

 Kriteria #2 

Sedangkan berdasarkan pada pertimbangan pesaing,  positioning  ini  cukup unik, 

karena pada umumnya positioning para pesaing adalah  sebagai Kebun Tanaman 

69

Obat. Lebih ditekankan pada wisata kebunnya. Berbeda dengan Togapuri, wisata 

kebun  yang  ditawarkan  masuk  ke  dalam  konsep  wisata  sehat  dan  bisa 

disesuaikan  dengan  keinginan  para  pengunjung.  Jadi  tidak  sekedar  berkeliling 

melihat  kebun  tanaman  obat,  namun  bisa  juga  melakukan  kegiatan  seperti 

berolahraga, acara reuni, dan  lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 

positioning  yang  disusun  sudah  cukup  membedakannya  dari  para  pesaing. 

Namun, masih perlu disosialisasikan  lagi karena ada beberapa pengunjung yang 

masih beranggapan bahwa Togapuri hanya sekedar wisata kebun tanaman obat. 

 

Kriteria #3 

Dilihat  dari  intensitas  persaingan  antar  wisata  tanaman  obat,  intensitas 

persaingannya masih  kecil,  karena  jumlah  pesaingnya  yang masih  sedikit  dan 

bersifat  mild.  Perubahan  yang  terjadi  dalam  lingkungan  bisnisnya  pun  terjadi 

secara  perlahan  atau  berangsur‐angsur  (gradual),  sehingga  tidak  terlalu 

mempengaruhi lingkungan bisnis yang ada. 

 Kemudian,  berdasarkan  pada  pertimbangan  perubahan  yang  akan  terjadi  di 

dalam  lingkungan  bisnis  pariwisata,  positioning  Togapuri  justru  mendukung 

perubahan yang terjadi. Alasannya, karena positioning yang disusun mengangkat 

tema  sehat dan  segala  sesuatu yang alami. Tren ke depan  tema  sehat dan alami 

akan  banyak  disenangi  masyarakat,  karena  orang  akan  semakin  sadar  bahwa 

kesehatan itu penting dan mereka cenderung kembali ke alam. 

 Selain  itu,  konsep  yang  ditawarkannya  juga mendukung  program  pemerintah 

yang mencanangkan  Indonesia  Sehat di  tahun  2010. Melalui  tanaman  obat dan 

layanan diagnosa penyakit yang terangkum dalam paket wisata yang ditawarkan 

positioning Togapuri menjadi kuat dalam mendukung program tersebut. 

   

70

Kriteria #4 

Saat  ini,  Togapuri  masih  terus  mengembangkan  berbagai  infrastruktur  yang 

mendukung positioning‐nya tersebut. Infrastruktur yang ada saat ini sudah cukup 

mendukung positioing‐nya diantaranya bale sehat yang digunakan untuk layanan 

diagnosa penyakit dan terapi pengobatan secara holistik. Layanan diagnosa sudah 

termasuk ke dalam paket, sedangkan untuk layanan terapi ada biaya tambahan di 

luar  paket  wisata.  Selain  itu,  lapangan  untuk  berolah  raga,  juga  mendukung 

makna  sehat melalui kegiatan berolah  raga, dan  inipun  juga  sudah  termasuk ke 

dalam paket wisata. Jadi konsep sehat yang ditawarkan tidak hanya dari tanaman 

obat,  tapi  dari  berolah  raga  ataupun  diagnosa  penyakit  dan  terapi  untuk 

pencegahan dan pengobatan. 

 Sedangkan  untuk  konsep  alami,  yang  dimaksudkan  bersahabat  dengan  alam, 

tersedia  camping ground yang memungkinkan para pengunjung yang menginap, 

merasa lebih dekat dengan alam. 

 

Berdasarkan  hasil  evaluasi  tersebut,  segmen  1  yang  cenderung  tertarik 

dengan kesehatan dan keluarga cukup sesuai dengan positioning yang ada. Mereka 

dapat  menggunakan  paket  wisata  menginap  di  kemah,  sehingga  keinginan 

mereka untuk berkumpul bersama keluarga dan mendapatkan layanan kesehatan 

dapat  terpenuhi.  Fasilitas  bermain  yang  tersedia  juga  memungkinkan  mereka 

untuk bermain bersama anak‐anaknya.