4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI ... Tujuan Mendeskripsikan spesifikasi alat tangkap ikan,...

21
4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 4.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya ikan yang mempunyai nilai ekonomi dengan menggunakan teknologi, baik yang sederhana maupun yang lebih kompleks. Dengan demikian perikanan tangkap adalah suatu proses produksi yang memiliki nilai ekonomi yang melibatkan berbagai komponen, dimana komponen utama adalah manusia, unit penangkapan, dan sumberdaya ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan. Keterkaitan antara komponen utama dalam perikanan tangkap akan menentukan keadaan perikanan tangkap pada setiap kawasan perairan yang menjadi lokasi penangkapan. Keadaan perikanan tangkap menyangkut jumlah produksi ikan, jumlah upaya penangkapan ikan, dan komposisi produksi jenis ikan. Produksi ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan mencapai 48,21% atau 46 301,3 ton dari total produksi ikan pelagis kecil Sulawesi Selatan. Demikian juga produksi ikan pelagis kecil yang mencapai 55,6% dari kelompok jenis ikan lainnya (pelagis besar dan demersal) di perairan pantai barat Sulawesi Selatan (Laporan statistik perikanan Sulawesi Selatan 2006). Presentase produksi ikan pelagis kecil tersebut mengindikasikan ketersediaan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan lebih besar dibandingkan perairan pantai lainnya di Sulawesi Selatan. Produksi ikan pelagis kecil diperoleh dari beragam unit penangkapan, sehingga perlu dideskripsikan untuk mengetahui aktivitas penangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan yang memiliki tipikal berbeda. Aktivitas penangkapan adalah metode pengoperasian alat tangkap, produksi ikan, baik jumlah maupun komposisi jenis ikan, dan lokasi penangkapan. Jenis alat tangkap yang menangkap ikan pelagis kecil antara lain, pukat cincin, payang, bagan perahu, bagan tetap, jaring insang hanyut, jaring insang tetap,

Transcript of 4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI ... Tujuan Mendeskripsikan spesifikasi alat tangkap ikan,...

4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL

DI PERAIRAN PANTAI BARAT

SULAWESI SELATAN

4.1 Pendahuluan

Perikanan tangkap merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan

memanfaatkan sumberdaya ikan yang mempunyai nilai ekonomi dengan

menggunakan teknologi, baik yang sederhana maupun yang lebih kompleks.

Dengan demikian perikanan tangkap adalah suatu proses produksi yang memiliki

nilai ekonomi yang melibatkan berbagai komponen, dimana komponen utama

adalah manusia, unit penangkapan, dan sumberdaya ikan yang menjadi tujuan

utama penangkapan.

Keterkaitan antara komponen utama dalam perikanan tangkap akan

menentukan keadaan perikanan tangkap pada setiap kawasan perairan yang

menjadi lokasi penangkapan. Keadaan perikanan tangkap menyangkut jumlah

produksi ikan, jumlah upaya penangkapan ikan, dan komposisi produksi jenis

ikan. Produksi ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan

mencapai 48,21% atau 46 301,3 ton dari total produksi ikan pelagis kecil Sulawesi

Selatan. Demikian juga produksi ikan pelagis kecil yang mencapai 55,6% dari

kelompok jenis ikan lainnya (pelagis besar dan demersal) di perairan pantai barat

Sulawesi Selatan (Laporan statistik perikanan Sulawesi Selatan 2006). Presentase

produksi ikan pelagis kecil tersebut mengindikasikan ketersediaan ikan pelagis

kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan lebih besar dibandingkan perairan

pantai lainnya di Sulawesi Selatan.

Produksi ikan pelagis kecil diperoleh dari beragam unit penangkapan,

sehingga perlu dideskripsikan untuk mengetahui aktivitas penangkapan ikan

pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan yang memiliki tipikal

berbeda. Aktivitas penangkapan adalah metode pengoperasian alat tangkap,

produksi ikan, baik jumlah maupun komposisi jenis ikan, dan lokasi penangkapan.

Jenis alat tangkap yang menangkap ikan pelagis kecil antara lain, pukat cincin,

payang, bagan perahu, bagan tetap, jaring insang hanyut, jaring insang tetap,

35

jaring insang lingkar (Widodo et al 1994; Zarohman et al. 1996; Pet Soede et al.

1999).

Wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Selatan di bagian utara yang

mencakup kabupaten Polewali Mandar, Majene, dan Mamuju saat ini merupakan

Provinsi Sulawesi Barat. Namun deskripsi unit penangkapan ikan pelagis kecil di

Kabupaten Polewali Mandar, Majene dan Mamuju tetap dievaluasi dalam

penelitian ini.

4.2 Tujuan

Mendeskripsikan spesifikasi alat tangkap ikan, metode pengoperasian dan

lokasi penangkapan, serta produksi berdasarkan jenis ikan pelagis kecil di perairan

pantai barat Sulawesi Selatan.

4.3 Metodologi

Deskripsi alat tangkap ikan pelagis kecil yang dioperasikan di perairan

pantai barat Sulawesi Selatan dilakukan berdasarkan 4 jenis alat tangkap, yaitu

pukat cincin, bagan rambo, bagan perahu, dan payang. Pemilihan alat tangkap

berdasarkan kondisi di lapangan yang berkaitan dengan kemudahan akses untuk

mendapatkan data produksi.

4.3.1 Lokasi pengamatan

Pengamatan alat tangkap ikan pelagis kecil dilakukan di Kabupaten Barru

(zona A), Polewali Mandar (zona B), dan Majene (zona C). Pengamatan

dilakukan mulai bulan Mei hingga Desember 2007. Jenis alat tangkap yang

diamati di kabupaten Barru adalah bagan rambo dan pukat cincin. Bagan rambo

berpangkalan di desa Sumpang Binangae dan pukat cincin di desa Siddo. Alat

tangkap yang diamati di kabupaten Polewali Mandar adalah bagan perahu yang

berpangkalan di desa Tonyaman dan pukat cincin di desa Massangan. Alat

tangkap yang diamati di Kabupaten Majene adalah payang yang berpangkalan di

desa Banggae. Pengambilan data penangkapan di lokasi pengamatan dibantu oleh

beberapa orang. Pemilihan lokasi pengamatan berdasarkan dimana terdapat

konsentrasi nelayan yang mengoperasikan alat tangkap ikan pelagis kecil.

36

4.3.2 Analisis data

Spesifikasi alat tangkap dan kapal yang diamati diketahui berdasarkan

wawancara dengan nelayan. Hasil wawancara kemudian dibuat sketsa konstruksi

alat tangkap. Sketsa spesifikasi pukat cincin mengikuti Sudrajat et al. (1995),

sedangkan payang mengikuti Sudrajat et al. (1995) dan Najamuddin (2004)

(Lampiran 5). Produksi dari masing-masing alat tangkap yang diamati diketahui

dengan memberikan buku catatan produksi kepada nelayan untuk diisi. Buku

catatan produksi berisi tanggal, jenis ikan, jumlah hasil tangkapan (kg), dan lokasi

penangkapan. Kendala dalam pengisian buku catatan produksi adalah terdapat

unit penangkapan yang tidak beroperasi, misalnya karena kerusakan mesin kapal,

seperti pada pukat cincin yang berpangkalan di desa Siddo, kabupaten Barru,

sedangkan pukat cincin di desa Massangan, kabupaten Polewali Mandar mulai

melakukan pencatatan produksi bulan Juni. Bagan perahu yang berpangkalan di

desa Binuang tidak melakukan pencatatan mulai bulan Oktober hingga Desember.

Payang yang berpangkalan di desa Banggai tidak melakukan operasi penangkapan

pada bulan Mei. Kendala tersebut menyebabkan perbedaan pencatatan produksi

dari setiap unit penangkapan yang diamati. Produksi ikan dari setiap unit

penangkapan ikan dianalisis secara deskriptif menggunakan grafik.

Metode pengoperasian alat tangkap dan posisi geografi daerah penangkapan

ikan ditentukan dengan mengikuti langsung operasi penangkapan ikan pada setiap

unit penangkapan di lokasi amatan. Penentuan posisi geografi menggunakan

Global Positioning System (GPS). Posisi geografi daerah penangkapan kemudian

dipetakan dengan menggunakan peta dasar rupa bumi skala 1:50000 yang

dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)

tahun 1991.

4.4 Hasil

4.4.1 Spesifikasi alat tangkap

(1) Payang

Spesifikasi payang (Lampiran 2) terdiri dari sayap, badan, dan kantong.

Bagian sayap mencapai panjang total 65 m, menggunakan bahan jaring yang

terbuat dari nylon mulfilament nomor 210/D15 dan terdiri dari 3 bagian yang

berbeda ukuran mata jaring, yaitu 30 cm, 45 cm dan 60 cm.

37

Badan jaring terletak antara sayap dan kantong menggunakan bahan nylon

multifilament nomor 210D/12. Panjang total badan jaring 35,5 m dan terbagi atas

4 bagian dengan ukuran mata jaring yang berbeda, yaitu 7 cm, 10 cm, 15 cm, 30

cm. Bagian pertama adalah mulut jaring sampai bagian kedua memiliki ukuran

mata jaring 30 cm, bagian kedua mempunyai ukuran mata jaring lebih kecil, yaitu

15 cm, bagian ketiga ukuran mata jaring 10 cm dan bagian keempat yang

berhubungan dengan kantong memiliki ukuran mata jaring 7 cm.

Bagian kantong pada payang merupakan tempat menampung ikan hasil

tangkapan. Jaring pada bagian kantong terbuat dari bahan nylon multifilament

nomor 210 D/9 dengan panjang 17 m. Ukuran mata jaring pada setiap potongan

jaring berbeda, dimana ukuran mata jaring akan semakin kecil ke arah bawah

kantong dengan ukuran 0,5 cm, 1,5 cm, 2,5 cm, dan 5 cm.

Konstruksi payang menggunakan beberapa jenis tali dengan fungsi yang

berbeda. Tali ris atas berfungsi sebagai tempat untuk mengikat jaring yang terbuat

dari bahan multifilamen nomor 3, selain itu juga digunakan untuk mengikat

pelampung. Tali ris bawah untuk mengikat pemberat terbuat dari bahan

multifilamen nomor 4. Panjang tali ris atas 150 meter dan panjang tali ris bawah

130 meter. Selain tali ris juga terdapat tali selambar yang dalam pengoperasian

payang digunakan untuk menarik jaring. Panjang tali selambar 100 m pada

bagian sayap kiri dan kanan.

Terdapat 2 jenis pelampung, yaitu pelampung tanda dan pelampung utama.

Pelampung tanda terbuat dari bahan plastik berbentuk bola, dengan diameter 30

cm, sebanyak satu buah. Pelampung utama yang terbuat dari kayu bakau

(Rhyzopora) berbentuk batang, dengan ukuran panjang 32,5 cm berdiameter 26

mm, sebanyak 6 buah. Pemberat berfungsi untuk menenggelamkan bagian tertentu

jaring, menahan perubahan bentuk jaring dari pengaruh arus, demikian juga

dengan pelampung memberi bentuk pada jaring serta menjaga mulut jaring agar

selalu terbuka selama berlangsungnya penarikan jaring. Pemberat ini terbuat dari

bahan timah berbentuk silinder dengan panjang 15 cm dengan diameter 3 cm,

berjumlah 6 buah, dengan berat masing-masing 2 kg yang diikat pada bagian

tengah mulut jaring bagian bawah.

38

Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap payang

(Lampiran 1) mempunyai ukuran panjang: 16,5 meter, lebar: 2 meter dan tinggi:

1,10 meter dengan kapasitas muatan 7,05 ton. Kapal yang digunakan

menggunakan mesin berkekuatan 29,5 PK menggunakan bahan bakar solar.

2) Pukat cincin

Pukat cincin terdiri dari tiga bagian, yaitu sayap, badan dan kantong.

Panjang jaring umumnya 300-400 meter dan lebar 40-50 meter dengan ukuran

mata jaring pada bagian sayap dan badan 1,25 inci, pada bagian kantong 1 inci.

Benang yang digunakan pada bagian sayap dan badan terbuat dari bahan nylon

multifilament nomor benang 210 D/6 dan nomor 210 D/9 pada bagian kantong.

Tali ris atas dan tali pelampung terbuat dari polyethylene (PE) diameter 12

dan 10 mm, demikian pula untuk tali ris bawah dan tali pemberat. Tali kolor

(purse line) berfungsi untuk mengkerucutkan bagian kantong, terbuat dari bahan

PE berdiameter 14 mm.

Pelampung terbuat dari bahan plastik berbentuk bola berdiameter 8 cm yang

dipasang pada bagian atas jaring, sedangkan untuk pemberat menggunakan timah

hitam berbentuk cincin dengan berat 1 kg, yang juga berfungsi sebagai tempat

lewatnya tali kolor. Alat bantu penangkapan yang umum digunakan adalah lampu

dan rumpon, atau kombinasi keduanya. Lampu yang digunakan umumnya lampu

petromaks, diletakkan sisi kiri dan kanan pada perahu lampu atau sekoci, jumlah

setiap perahu lampu sebanyak 6-12 unit.

Kapal pukat cincin (Lampiran 1) umumnya berukuran panjang: 14-16 m,

lebar: 2,5-3,8 m, serta tinggi: 1-1,8 m. Mesin penggerak yang digunakan sebanyak

2 unit dengan kekuatan masing-masing 30 PK dan 24 PK. Penarikan tali kolor

menggunakan mesin roller berkekuatan 18 PK. Perahu lampu berukuran panjang

5-7 m, lebar 1,3-1,5 m, dan tinggi 0,5-0,7 m. Tempat penyimpanan ikan

menggunakan peti berukuran panjang 2 m, lebar 2,5-3,3 m dan tinggi 1-1,8 m.

(3) Bagan rambo

Bagan rambo atau juga disebut bagan perahu listrik memiliki ukuran yang

besar. Apabila akan pindah lokasi penangkapan dibutuhkan kapal lain untuk

menarik, dengan demikian bagan rambo dalam pengoperasiannya tidak sama

dengan bagan perahu yang dilengkapi mesin penggerak. Komponen bagan rambo

39

(Lampiran 1) adalah perahu, rangka bagan, jaring, bingkai jaring, roller,

generator, lampu, rumah bagan.

Jaring yang digunakan berbentuk segiempat dengan ukuran 29 m x 29 m

dan terbuat dari bahan waring hitam (polypropylene) dengan ukuran mata jaring

0,5 cm, dimana pada tepi jaring di pasang bingkai agar jaring tetap berbentuk

segiempat. Tali ris terbuat dari bahan polyethilene dengan diameter 1 cm sebagai

penguat. Pada bingkai tersebut dipasang jaring dan tali penggantung yang

dihubungkan ke roller jaring dan pada setiap sudut jaring di pasang pemberat 20

kg agar jaring tetap berbentuk segiempat pada saat dioperasikan.

Rangka bagan rambo dirakit pada sisi kanan dan kiri kapal. Fungsi dari

rangka adalah: 1) tempat menggantungkan jaring, 2) menjaga keseimbangan

perahu, 3) tempat untuk melakukan setting dan hauling, 4) tempat

menggantungkan lampu, 5) tempat dudukan roller. Ukuran rangka umumnya

30 m x 30 m. Dua buah tiang yang terbuat dari kayu jati (Tectona grandis)

berbentuk bulat dengan tinggi 13 m dan diameter 30 cm dipasang pada tengah

perahu untuk menahan rangka bagan. Tiang tersebut diikat dengan kawat baja

sebagai penggantung rangka pada tiang.

Roller pada bagan rambo sebanyak 3 unit dengan fungsi yang berbeda, yaitu

1) roller untuk menurunkan dan menaikkan jangkar, 2) roller rangka untuk

menurunkan dan menaikkan jaring, dan 3) roller pemberat untuk menurunkan dan

menaikkan pemberat yang terdapat disetiap sudut jaring. Lampu yang digunakan

berdaya antara 14-20 kW. Dua buah lampu dengan intensitas masing-masing 400

watt warna putih dipasang setinggi 6 m pada tiang kapal menghadap ke haluan

dan buritan perahu. Lampu berwarna putih sebanyak 10 buah, masing-masing

dengan intensitas 400 watt dipasang pada ketinggian 4 m di bagian terluar rangka

bagan. Fungsi lampu ini untuk memikat gerombolan ikan dari jarak jauh. 40 buah

lampu dengan intensitas masing-masing 250 watt dan 10 buah diantaranya

berwarna kuning yang dipasang pada bagian bawah rangka bagan berfungsi untuk

memikat dan menggiring ikan masuk ke area penangkapan. Dua buah lampu

berkekuatan 500 watt dan 2 lainnya berkekuatan 300 watt berfungsi untuk

mengkonsentrasikan ikan pada areal jaring. Generator yang dipasang pada

40

lambung kapal berfungsi untuk menyalakan lampu dengan kapasitas daya

bervariasi pada setiap bagan yaitu antara 15-67 KVA.

Berdasarkan fungsi, terdapat 2 kategori perahu pada bagan rambo, yaitu

1) perahu sebagai sebagai penopang utama bangunan bagan, dan 2) perahu yang

digunakan sebagai alat transportasi dan berfungsi juga untuk menarik bagan pada

saat akan pindah lokasi penangkapan. Perahu yang berfungsi untuk bangunan

bagan berbentuk pipih memanjang dengan ukuran panjang 20-29 m, lebar 2-2,5

m, serta tinggi 1,5-2,5 m. Jenis kayu yang digunakan antara lain adalah kayu

bayam (Intsia bijuga) dan kayu meranti (Shorea spp). Perahu ini dilengkapi

dengan jangkar beton berukuran panjang 2 m dengan berat sekitar 200 kg atau

jangkar besi dengan berat sekitar 50 kg. Perahu pengantar selain berfungsi untuk

memindahkan bagan juga sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil

tangkapan dan mengantar jemput nelayan dan perlengkapan yang diperlukan

untuk operasional bagan rambo. Ukuran perahu pengantar adalah panjang 17-18,5

m, lebar 1,5-1,85 m, dan tinggi 0,85-1 m. Sebagai penggerak menggunakan 2

mesin penggerak berkekuatan 30 PK.

(4) Bagan perahu

Komponen bagan perahu (Lampiran 1) sama dengan bagan rambo yang

terdiri dari, perahu bagan, rangka bagan, jaring, lampu, generator listrik dan

mesin penggerak bagan. Perbedaan dengan bagan rambo, ukuran bagan perahu

lebih kecil dan bergerak aktif mencari lokasi penangkapan.

Rangka bagan perahu berukuran panjang 20 m dan lebar 17 m dirangkai

pada sisi kiri dan kanan perahu. Balok kayu berukuran 15 x 10 cm melintang pada

rangka bagan, sedangkan kayu balok berukuran 5 x 10 cm membujur pada rangka

bagan. Pada bagian tengah perahu bagan terdapat dua buah tiang besar terbuat

dari kayu bulat dengan tinggi 5-6 m dan diameter 15 cm. Tiang ini berfungsi

menahan seluruh beban yang terdapat pada rangka bagan. Rangka bagan dan tiang

dihubungkan dengan kawat baja berdiameter 5 mm. Pemasangan tali penggantung

diupayakan menyebar rata agar rangka bagan lebih kuat dan stabil.

Jaring bagan perahu berbentuk segiempat. Jaring terbuat dari bahan waring

polyprophylene (PP) dengan mesh size 0,5 cm dengan ukuran panjang 20 m, lebar

17 m dan tinggi 10 m. Sisi atas diberi bingkai dari bahan kayu dan pada bingkai

41

tersebut dipasang tali penggantung yang dihubungkan langsung dengan roller.

Bagian bawah jaring dipasang 4 buah pemberat dan sudut-sudut bingkai juga

diberi pemberat dari batu dengan tujuan mempercepat penurunan jaring. Roller

utama pada bagan perahu sebanyak 1 buah dan dipasang membujur dari buritan

sampai haluan kapal pada sisi kiri perahu bagan. Selain itu juga terdapat 4 unit

roller lain yang dipasang di keempat sisi rangka bagan untuk mengangkat batu

pemberat pada saat penarikan jaring.

Lampu yang digunakan pada bagan perahu umumnya jenis lampu merkuri

dengan daya 250 watt tiap bola lampu. Lampu dipasang pada rangka bagan dan

dilengkapi dengan reflektor atau tutup lampu cahaya yang terbuat dari aluminium

dengan diameter 30 cm. Berdasarkan fungsinya, lampu bagan dapat dibedakan

atas lampu sebagai pemikat dan lampu untuk mengkonsentrasikan ikan. Lampu

pemikat jumlahnya bervariasi antara 40 - 45 buah dengan daya 250 watt yang

ditata sedemikian rupa pada rangka bagan yang terdapat pada kedua sisi perahu.

Lampu untuk mengkonsentrasikan sebanyak 2 buah dengan daya masing-masing

500 watt dipasang pada sisi kiri dan kanan perahu bagan. Menggunakan generator

sebagai sumber listrik dengan kapasitas 15-20 kVA yang digerakkan dengan

motor penggerak berkekuatan 30 PK.

Perahu bagan merupakan penopang bagunan utama bagan perahu dan juga

berfungsi untuk bergerak. Konstruksi perahu bagan berbentuk pipih memanjang

dengan ukuran panjang 15-18 m, lebar 2,5-3 m, dan tinggi 1,5-2 m. Mesin

penggerak bagan perahu yang digunakan umumnya mesin mobil dengan kekuatan

sekitar 100 PK.

4.4.2 Metode pengoperasian, lokasi penangkapan, dan produksi ikan

(1) Payang

Payang yang dioperasikan di perairan Majene menggunakan alat bantu

rumpon. Rumpon yang digunakan adalah rumpon tetap, dimana lokasi rumpon

ada yang dekat dan jauh. Pengoperasian payang pada rumpon jauh dilakukan

pada subuh hari, sedangkan pada rumpon dekat pengoperasian payang dilakukan

pada sore hari. Setelah jaring disiapkan, 1–2 orang ke rumpon untuk melepaskan

rumpon dari pelampung, kemudian rumpon diikatkan dengan seutas tali yang

dikendalikan oleh salah seorang anak buah kapal (ABK) yang berada di kapal.

42

ABK tersebut bertugas mengendalikan rumpon pada saat pengoperasian

berlangsung. Sebelum jaring diturunkan, pimpinan operasi penangkapan

mempertimbangkan keadaan arus, ini dilakukan untuk menentukan posisi pada

saat penurunan jaring, karena arus akan berpengaruh terhadap bukaan jaring.

Operasi penangkapan dilakukan dengan cara kapal mengelilingi rumpon

sambil menurunkan jaring yang dimulai dari penurunan pelampung bola yang

diikat pada tali selambar, disusul penurunan jaring sayap, pelampung, pemberat,

badan, dan kantong. Selanjutnya penurunan sayap berikutnya dan tali selambar,

dimana posisi bukaan jaring menghadap arah arus. Kemudian kapal mengelilingi

rumpon untuk mempertemukan kedua tali selambar dan segera ditarik ke arah

kapal. Penarikan tali selambar kiri dan kanan masing-masing ditarik oleh 3 sampai

4 orang. Posisi kapal, rumpon, dan jaring tetap dalam posisi lurus agar keberadaan

ikan di bawah rumpon dapat dijangkau oleh mulut jaring. Pada saat kantong

sudah mendekati rumpon, maka salah seorang ABK yang berada di atas rumpon

menarik daun kelapa agar tidak tersangkut mulut jaring. Kemudian kantong

ditarik ke atas kapal, dan hasil tangkapan diletakkan dalam palka.

Lama operasi mulai dari penurunan jaring (setting) sampai penarikan jaring

(hauling) berkisar antara 15–30 menit, tergantung pada kondisi perairan dan

jumlah ikan yang berada dalam kantong jaring. Operasi penangkapan ikan

dianggap selesai jika rumpon telah diikat kembali pada pelampung. Lokasi

penangkapan berjarak sekitar 3-10 mil dari pangkalan payang, bergantung pada

posisi rumpon. Posisi geografi lokasi penangkapan ikan pada 118022’48”-

118036’00” BT dan 2

055’48”-3

012’00”LS (Gambar 8).

Produksi payang dalam kurun waktu bulan Juni-Desember 2007, terendah

sebesar 1 005,5 kg di bulan November dan tertinggi sebesar 40 929,5 kg di bulan

Oktober. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah layang (Decapterus spp)

sebesar 53%. Produksi layang tertinggi sebesar 25 801,5 kg pada bulan Oktober

dan terendah sebesar 1 005,5 kg pada bulan November (Gambar 9).

(2) Pukat cincin

Pengoperasian pukat cincin menggunakan lampu sebagai alat bantu. Lampu

yang digunakan umumnya lampu petromaks, dimana setiap unit penangkapan

akan membawa 2-3 unit perahu lampu dan tiap perahu berisi 6-8 unit lampu

43

petromaks. Operasi penangkapan dimulai sekitar pukul 16.00 hingga pukul 02.00

dinihari dan umumnya penarikan jaring (hauling) dilakukan sebanyak 2 kali.

Setelah tiba di lokasi penangkapan, lampu petromaks dinyalakan selama 4-5 jam

sebelum dilakukan pelingkaran jaring. Pemilihan lokasi penangkapan dilakukan

berdasarkan pengalaman atau informasi dari nelayan lainnya.

Pelingkaran jaring dilakukan setelah mendapat isyarat dari ABK yang

berada di perahu lampu, selanjutnya segera dilakukan penurunan jaring (setting),

dengan menandai ujung jaring dengan pelampung tanda. Pada saat pelingkaran

telah mencapai pelampung tanda, maka kapal dihentikan. Tahapan berikutnya

adalah penarikan jaring (hauling) dengan menggulung tali kolor dan secara

bertahap dilakukan pengangkatan badan jaring dan pemberat hingga keseluruhan

badan jaring dinaikkan. Proses penurunan jaring hingga penarikan jaring

membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Selanjutnya bagian kantong dibuka untuk

mengeluarkan hasil tangkapan. Lokasi penangkapan berjarak 3-7 mil laut atau

1.5-2 jam jarak tempuh dari pangkalan di desa Siddo, kabupaten Barru pada posisi

geografi 118040'26"-119

031'48"BT dan 4

06'0"-4

027'0"LS (Gambar 10). Pukat

cincin yang dioperasikan di perairan Polewali Mandar berjarak 3-7 mil laut dari

pangkalan di desa Massangan, berada pada posisi 119019'30,6"-119

029'40,0"BT

dan 3027'32,4"-3

033'48.9"LS (Gambar 13).

Total produksi pukat cincin yang dioperasikan di perairan Barru dalam

kurun waktu bulan Juni sampai Desember 2007 menunjukkan tertinggi sebesar

36 903,5 kg pada bulan November dan terendah sebesar 690 kg pada bulan Juni.

Jenis ikan dominan yang tertangkap pukat cincin di perairan Barru adalah jenis

ikan kembung (Rastrelliger sp) sebesar 40,7% dan layang (Decapterus spp)

sebesar 41,5%. Produksi ikan kembung tertinggi sebesar 22 560 kg pada bulan

November dan terendah sebesar 60 kg pada bulan Juni, sedangkan produksi

layang tertinggi sebesar 13 832 kg pada bulan September dan terendah sebesar

1 064 kg pada bulan Juli (Gambar 11). Total produksi tertinggi pukat cincin yang

dioperasikan di perairan Polewali Mandar sebesar 15 305 kg pada bulan

November, sedangkan terendah sebesar 2 501 kg pada bulan Juni. Jenis ikan yang

dominan tertangkap pukat cincin yang dioperasikan di perairan Polewali Mandar

adalah tembang (Sardinella fimbriata) sebesar 36,4%. Selain itu juga tertangkap

44

tenggiri (Scomberomorus commerson) yang merupakan kelompok ikan pelagis

besar yang mencapai 25,3% dari total produksi (Gambar 14).

(3) Bagan Rambo

Operasi penangkapan diawali dengan pemasangan lampu sekitar pukul

18.00 dan menurunkan jaring sampai kedalaman 30-40 m. Setelah sekitar 4 jam

penyalaan lampu dilakukan pemadaman secara bertahap, dimulai lampu paling

luar dari rangka bagan dan selang beberapa saat lampu di bagian tiang utama

dipadamkan. Selang waktu pemadaman antara lampu bagian luar dan tengah

berkisar 30-60 menit. Selanjutnya lampu untuk mengkonsentrasikan ikan

dinyalakan selama 15-20 menit dan ABK telah siap pada posisi masing-masing

sesuai tugas dan fungsinya untuk melakukan penarikan jaring.

Penarikan jaring menggunakan roller dan membutuhkan waktu sekitar 10

menit. Kemudian dilakukan pengangkatan bagian jaring secara perlahan-lahan

dimulai dari bagian haluan hingga membentuk kantong agar mudah untuk

mengangkat hasil tangkapan. Selanjutnya hasil tangkapan diangkat ke atas kapal

dan disortir berdasarkan jenis, kemudian dimasukkan dalam peti dan diberi es.

Proses penangkapan dapat dilakukan satu sampai tiga kali dalam semalam dan ini

bergantung pada musim ikan. Lokasi penangkapan ikan berjarak 3-7 mil dari

pantai dengan kondisi perairan dasar berlumpur pada posisi geografi

119013'12,0"-119

032'24,0"BT dan 4

015'6,0"-4

026'24,0"LS (Gambar 10).

Produksi bagan rambo di perairan Barru (zona A dalam penelitian ini)

dalam kurun waktu bulan Mei sampai Desember 2007, tertinggi sebesar 8 970 kg

pada bulan Juni dan terendah sebesar 1 517,5 kg pada bulan Desember. Hasil

tangkapan dominan adalah layang sebesar 65,1%, selain itu jenis ikan teri

(Stolephorus spp) mencapai 20,8%. Produksi tertinggi layang sebesar 7 242,5 kg

pada bulan Mei dan terendah sebesar 937,5 kg pada bulan Juli, sedangkan jenis

teri banyak tertangkap pada bulan Oktober sampai Desember (Gambar 12).

(4) Bagan perahu

Pengoperasian bagan perahu membutuhkan 10-12 ABK dan dipimpin oleh

seorang punggawa kapal yang juga menentukan waktu dan lokasi penangkapan

berdasarkan posisi rumpon, periode bulan, jumlah hasil tangkapan nelayan lain

yang beroperasi pada waktu itu, dan keadaan cuaca. Setelah bagan berada di

45

lokasi yang ditentukan, operasi penangkapan dilakukan dengan terlebih dahulu

menyalakan lampu sekitar pukul 18.00. Selang 30-60 menit jaring diikatkan pada

bingkai jaring, selanjutnya diturunkan dengan menggunakan roller sampai

kedalaman sekitar 30-40 m. Setelah 2-4 jam lampu dinyalakan, dilakukan

pemadaman secara bertahap. Pemadaman diawali lampu paling luar dan

selanjutnya pada bagian tengah dengan selang waktu 5-20 menit, namun beberapa

lampu di bagian tengah tetap menyala. Selanjutnya lampu pada bagian tengah

dipadamkan sehingga lampu fokus yang berada dikedua sisi perahu bagan tetap

menyala guna mengkonsentrasikan kawanan ikan. Lama waktu yang dibutuhkan

untuk mengkonsentrasikan ikan berkisar antara 10-20 menit.

Sebelum dilakukan pengangkatan jaring seluruh ABK telah bersiap pada

posisi masing-masing, dimana 10 orang bertugas untuk memutar roller. Setelah

ada isyarat dari punggawa kapal, tali penggantung jaring mulai digulung dengan

menggunakan roler sehingga bingkai jaring sedikit demi sedikit terangkat ke

permukaan. Waktu pemutaran roler sehingga bingkai jaring berada di permukaan

sekitar 5-15 menit tergantung pada kecepatan arus. Total waktu yang dibutuhkan

selama proses operasi penangkapan, dimulai dari pemadaman lampu pertama

sampai jaring terangkat berkisar 60-90 menit. Lokasi penangkapan ikan berjarak

3-5 mil dari pangkalan di desa Tonyaman pada posisi geografi 119016'20"-

119029'24"BT dan 3

027'06"-3

041'24"LS (Gambar 13).

Produksi bagan perahu di perairan Polewali Mandar dalam kurun waktu

bulan Mei sampai September 2007, tertinggi sebesar 18 509 kg pada bulan

Agustus dan terendah sebesar 12 250 kg pada bulan Juni. Jenis ikan yang

dominan tertangkap adalah tembang sebesar 32,7%, selain itu teri 25,7% dan

kembung 26,6%. Produksi tembang tertinggi sebesar 9 129,6 kg pada bulan Juni

dan terendah sebesar 825 kg pada bulan Agustus (Gambar 15).

46

Gambar 8 Lokasi daerah penangkapan ikan armada payang yang beroperasi dan

berpangkalan di Majene.

Gambar 9 Produksi dan jumlah hari operasi payang yang beroperasi dan

berpangkalan di Majene.

0

5

10

15

20

25

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Ju

mla

h h

ari

op

erasi

Pro

du

ksi

(to

n)

tongkol layang cakalang hari operasi

47

0

5

10

15

20

25

0

5000

10000

15000

20000

25000

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Ju

mla

h h

ari

op

erasi

Pro

du

ksi

(k

g)

tembang kembung layang selar hari operasi

Gambar 10 Lokasi daerah penangkapan ikan armada bagan rambo dan pukat

cincin yang beroperasi dan berpangkalan di Barru.

Gambar 11 Produksi dan jumlah hari operasi pukat cincin yang beroperasi dan

berpangkalan di Barru.

48

0

5

10

15

20

25

30

35

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Ju

mla

h h

ari

op

erasi

Pro

du

ksi

(k

g)

teri tembang kembung sibula

layang selar hari operasi

Gambar 12 Produksi dan jumlah hari operasi bagan rambo yang beroperasi dan

berpangkalan di Barru.

Gambar 13 Lokasi daerah penangkapan ikan armada bagan perahu dan pukat

cincin yang beroperasi dan berpangkalan di Polewali Mandar.

49

0

5

10

15

20

25

30

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Ju

mla

h h

ari

op

erasi

Pro

du

ksi

(k

g)

kembung tembang layang selar

tenggiri cepa hari operasi

0

5

10

15

20

25

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

10000

Mei Juni Juli Agustus September

Ju

mla

h h

ari

op

erasi

Pro

du

ksi

(k

g)

teri tembang kembung layang hari operasi

Gambar 14 Produksi dan jumlah hari operasi pukat cincin yang beroperasi dan

berpangkalan di Polewali Mandar.

Gambar 15 Produksi dan jumlah hari operasi bagan perahu yang beroperasi dan

berpangkalan di Polewali Mandar.

50

4.5 Pembahasan

Pengamatan pada 4 jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil menunjukkan

kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan

menggunakan berbagai teknologi alat bantu penangkapan untuk meningkatkan

produksi ikan. Alat bantu penangkapan ikan yang umum digunakan adalah lampu

dan rumpon yang bertujuan untuk mengefisienkan operasi penangkapan sehingga

meningkatkan produksi ikan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan

secara ekonomi. Kegiatan penangkapan ikan saat ini bukanlah semata

mengumpulkan ikan sebagaimana awalnya manusia memulai menangkap ikan,

tetapi seiring dengan perkembangan, kegiatan penangkapan ikan telah menjadi

kegiatan ekonomi (von Brandt 2005). Penggunaan alat bantu penangkapan juga

dapat meningkatkan upaya penangkapan armada penangkapan ikan pelagis kecil

di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, karena upaya penangkapan ikan bukan

hanya ditentukan oleh jumlah unit penangkapan tetapi juga berkaitan dengan

penggunaan teknologi penangkapan ikan sehingga mengefisienkan operasi

penangkapan (Gulland 1983; Widodo 2001b).

Efisiensi operasi penangkapan ikan dengan menambah ukuran alat tangkap

di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, adalah bagan rambo yang mengalami

perubahan signifikan dalam menggunakan alat bantu penangkapan ikan. Bagan

rambo adalah bagan perahu yang telah dimodifikasi sehingga mempunyai ukuran

lebih besar dan menggunakan lampu listrik dengan kapasitas daya yang besar

(Baskoro et al. 2004). Bagan rambo hanya terdapat di Kabupaten Barru (zona A

dalam penelitian ini) yang mulai beroperasi semenjak tahun 1987 yang awalnya

berukuran 22 m x 21 m dan berkembang menjadi berukuran 33 m x 31 m.

Permasalahan dalam pengoperasian bagan rambo adalah ukuran mata jaring yang

kecil sehingga ikan-ikan yang bukan menjadi tujuan penangkapan juga

tertangkap. Selain itu penggunaan lampu dengan daya yang besar berpengaruh

terhadap berbagai jenis ikan yang bersifat fototaksis terkonsentrasi pada area

penangkapan (catchable area) bagan rambo yang mengakibatkan tertangkap ikan

yang bukan tujuan penangkapan (Sudirman 2003).

Unit penangkapan ikan pelagis kecil yang diamati dalam penelitian ini

umumnya dioperasikan pada perairan pantai dengan jarak dari pangkalan sekitar

51

2-7 mil laut dengan waktu operasi penangkapan berlangsung dalam satu hari (one

day trip). Waktu operasi dari armada perikanan pelagis di perairan pantai barat

Sulawesi Selatan yang one day trip menunjukkan bahwa trip penangkapan

diantara jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil sama. Terdapat perbedaan

karena frekuensi dan jumlah kapal yang beroperasi tidak sama dalam suatu waktu

tertentu, artinya jika pukat cincin dalam sebulan 20 trip, maka bagan perahu juga

akan 20 trip dalam sebulan. Lama operasi dan jarak tempuh ke lokasi

penangkapan menunjukkan kemampuan operasi penangkapan terbatas pada

perairan pantai. Penelitian Pet-Soede (2000) di Kepulauan Spermonde, pantai

barat Sulawesi Selatan bagian selatan (dalam penelitian ini adalah zona A)

menunjukkan ukuran kapal yang digunakan pukat cincin, panjang 14-20 m dan

jarak lokasi penangkapan yang dicapai adalah 10 mil, dimana jangkauan lokasi

penangkapan lebih jauh dibandingkan penangkapan lainnya. Walaupun jangkauan

operasi penangkapan pukat cincin lebih jauh, namun perlu diketahui bahwa

perairan Spermonde merupakan gugusan pulau-pulau dengan kawasan terumbu

karang yang mencapai luas 400 000 ha (Umbgrove 1930 dalam Pet-Soede et al.

1999). Dengan demikian wilayah operasi pukat cincin di zona A tetap berada pada

kawasan pantai, walaupun dalam jarak yang lebih jauh dibandingkan unit

penangkapan lainnya.

Lokasi penangkapan pukat cincin dan bagan rambo di perairan Barru (zona

A) maupun pukat cincin dan bagan perahu yang dioperasikan di perairan Polewali

Mandar (zona B), berada pada areal yang relatif sempit di perairan pantai. Lokasi

penangkapan ikan pelagis kecil yang berada di wilayah pantai mengindikasikan

perairan pantai adalah lokasi sebaran ikan pelagis kecil, yang mendiami bagian

neritik pelagik, namun beberapa jenis ikan lainnya bersifat oseanik (misalnya,

jenis layang). Lapisan renang ikan pelagis kecil yang mendiami bagian neritik

pada kedalaman 10-70 m, sedangkan yang bersifat oseanik lapisan renang dapat

mencapai kedalaman sampai 150 m (Widodo et al. 1994; Fréon et al. 2005).

Sebaran lokasi penangkapan dari 4 unit penangkapan ikan di setiap zona

mengindikasikan tidak terdapat perbedaan berdasarkan jarak tempuh dari

pangkalan. Jarak tempuh dari pangkalan yang berkisar 3-7 mil menunjukkan

perairan pantai merupakan daerah penangkapan ikan pelagis kecil yang potensil.

52

Selain itu tidak terdapat perbedaan sebaran daerah penangkapan ikan, karena

kemampuan jelajah dari kapal yang digunakan hanya memungkinkan kapal

beroperasi dalam satu trip (one day trip). Kemampuan jelajah dari kapal yang

digunakan menyebabkan daerah penangkapan ikan pelagis di perairan pantai barat

Sulawesi Selatan terkonsentrasi pada perairan lepas pantai.

Jumlah hari operasi pukat cincin di zona A tinggi pada bulan September-

November, sedangkan bagan rambo tinggi pada bulan Mei-Juni. Perbedaan

jumlah hari operasi dapat disebabkan oleh faktor teknis dan keadaan cuaca. Faktor

teknis berkaitan dengan kesiapan kapal dan alat tangkap. Keadaan cuaca berkaitan

dengan keberhasilan pengoperasian alat tangkap, karena pada saat munson barat

terjadi kondisi laut yang dapat menyebabkan alat tangkap tidak dapat dioperasikan

dengan baik, sehingga nelayan akan tidak melakukan operasi penangkapan

akibatnya jumlah hari operasi berkurang. Namun jumlah hari operasi tidak selalu

berbanding lurus dengan jumlah produksi, yaitu meningkatnya jumlah hari operasi

akan meningkatkan produksi. Misalnya pukat cincin di zona A, pada bulan Juni

total produksi ikan 690 kg dengan jumlah hari operasi 11 hari dan di bulan

Agustus dengan jumlah hari operasi 10 hari mampu menghasilkan total produksi

21 578 kg. Demikian juga pukat cincin yang beroperasi di zona B, pada bulan

Juli dan Agustus jumlah hari operasi 22 hari, namun total produksi bulan Agustus

sebesar 8 266 kg yang lebih rendah dari bulan Juli yang mencapai 15 305 kg.

Pada bulan Desember, jumlah hari operasi pukat cincin di zona B selama 25 hari

dengan total produksi 10 510 kg. Deskripsi jumlah hari operasi dan produksi

pukat cincin tersebut mengindikasikan kegiatan penangkapan ikan memiliki

ketidakpastian. Ketidakpastian dalam kegiatan penangkapan ikan berhubungan

dengan distribusi ikan, karena distribusi ikan menentukan peluang dari sejumlah

upaya penangkapan ikan untuk memperoleh produksi.

Komposisi jenis ikan dari pukat cincin di zona A dominan jenis ikan

kembung dan layang, sedangkan bagan rambo dominan menangkap ikan layang

dan teri pada bulan Juni hingga Desember tahun 2007. Daerah penangkapan ikan

pukat cincin dan bagan rambo di zona A relatif berdekatan namun jumlah

produksi diantara kedua alat tangkap tersebut berbeda. Perbedaan jumlah

produksi diantara kedua alat tangkap tersebut, karena prinsip penangkapan.

53

Prinsip penangkapan pukat cincin adalah melingkari gerombolan ikan,

sedangkann bagan rambo mengkonsentrasikan ikan pada area penangkapan

menggunakan alat bantu lampu dengan intensitas tinggi. Dengan demikian pukat

cincin akan memiliki peluang yang lebih besar dalam meningkatkan produksi

dibandingkan bagan rambo. Selain itu pada daerah penangkapan bagan rambo

dapat diduga telah terjadi penipisan ketersediaan ikan akibat kegiatan

penangkapan ikan bagan rambo bersifat statis. Namun dibutuhkan kajian lebih

lanjut untuk membuktikan dugaan penipisan ketersediaan ikan, mengingat data

yang tersedia terbatas untuk dapat mengevaluasi ketersediaan ikan pada daerah

penangkapan ikan.

Produksi ikan pelagis merupakan indikasi distribusi ikan pelagis kecil,

dimana setiap zona menunjukkan jenis ikan yang sama tertangkap pukat cincin,

bagan rambo, dan bagan perahu. Kecuali pada zona C jenis ikan pelagis kecil

yang tertangkap payang dominan ikan layang. Walaupun jenis ikan yang

tertangkap relatif sama, terdapat perbedaan ikan yang dominan tertangkap di

setiap zona. Dominannya jenis ikan tertentu pada setiap zona mengindikasikan

dinamika hasil tangkapan pada setiap zona berbeda, perbedaan tersebut dapat

diduga secara teoritis bahwa setiap spesies yang menyusun masing-masing

komunitas dan ekosistim berbeda sesuai dengan daerah geografiknya (Odum

1994, Nybakken 1982). Demikian juga dengan jenis ikan layang merupakan ikan

pelagis kecil yang bersif oseanik dan berada pada kisaran kedalaman 40-275m

(http://www.fishbase.org/Summary/SpeciesSummary.php?id=374), namun

tertangkap di setiap zona. Sebaran ikan layang yang terdapat di setiap zona yang

berbeda karakteristik pantai perlu identifikasi guna menentukan apakah terdapat

kesamaan jenis layang di setiap zona. Namun distribusi ikan pelagis kecil

dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya suhu, salinitas, ketersediaan makanan,

sehingga keberadaan ikan layang di zona A dan B merupakan bagian dari fungsi

ekologi pada ekosistim. Fungsi ekologi adalah tingkatan tropik yang juga

berkaitan dengan kondisi lingkungan (Nybakken 1982), sehingga dapat diduga

bahwa dominansi jenis ikan tertentu pada setiap zona disebabkan fungsi ekologi

dalam ekosistim di perairan pantai barat Sulawesi Selatan (Weatherley 1972;

Grahame 1987; Odum 1994; Nybakken 1982; Smith dan Link 2005) yang daam

54

penelitian ini tidak dianalisis. Namun demikian dinamika hasil tangkapan di setiap

zona berbeda yang mengindikasikan perbedaan kondisi perairan pantai

berdampak terhadap produksi dari unit penangkapan ikan pelagis kecil.

4.6 Kesimpulan

Keadaan perikanan tangkap pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi

Selatan dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1) Perikanan tangkap pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan

diupayakan oleh berbagai jenis alat tangkap dengan pola operasi penangkapan

one day trip.

(2) Armada penangkapan ikan pelagis dalam pengoperasian menggunakan

teknologi alat bantu penangkapan ikan berupa lampu dan rumpon.

(3) Lokasi penangkapan armada perikanan pelagis kecil di zona A dan B berada

di perairan pantai yang berjarak 3-7 mil laut dari pangkalan, sedangkan di zona

C lokasi penangkapan dapat mencapai 10 mil laut dari pangkalan.

(4) Jenis ikan yang dominan tertangkap di zona A adalah jenis ikan layang, teri,

dan kembung yang tertangkap pukat cincin dan bagan rambo. Zona B yang

dominan jenis ikan tembang, kembung, dan teri yang tertangkap pukat cincin

dan bagan perahu. Jenis ikan layang dominan di zona C yang tertangkap

payang.