4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Telur Ikan ... · Berdasarkan hasil pengamatan...
Transcript of 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Telur Ikan ... · Berdasarkan hasil pengamatan...
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan diperoleh produk
fermentasi telur ikan tambakan (Helostoma temminckii C.V) dari pengolah yang
biasa membuat dan menjual produk tersebut. Bahan yang digunakan terdiri dari
telur ikan tambakan segar, air dan garam dapur, sedangkan peralatan yang dipakai
yaitu pisau, timbangan, baskom dan botol plastik atau kaca. Telur ikan tambakan
merupakan salah satu produk fermentasi yang menggunakan garam dengan
konsentrasi tinggi, yaitu 25% dari berat telur. Produk fermentasi telur ikan
tambakan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Produk fermentasi telur ikan tambakan.
Produk fermentasi telur ikan tambakan yang telah mengalami proses
fermentasi menghasilkan perubahan warna coklat, tekstur sedikit agak keras.
Memiliki paduan rasa ikan, asin, gurih dan asam seimbang. Aromanya merupakan
paduan aroma ikan, asam dan khas fermentasi ikan seimbang. Produk fermentasi
telur ikan tambakan adalah produk yang umum dikenal dan dikonsumsi oleh
masyarakat Kalimantan Timur. Produk ini disukai baik oleh pria dan wanita,
dikonsumsi merata disemua kelompok usia dan semua kelompok pekerjaan, tetapi
tidak dikonsumsi secara rutin.
28
4.2 Hasil Isolasi Bakteri
Isolasi merupakan tahap awal sebelum dilakukan karakterisasi dan
identifikasi bakteri. Koloni yang tumbuh pada saat penghitungan jumlah koloni
dianggap terdiri dari berbagai sel mikroba yang berkumpul menjadi satu. Isolasi
bertujuan untuk memisahkan sel-sel bakteri yang masih tercampur. Isolasi diawali
dengan pengenceran pada sampel fermentasi telur ikan dengan larutan pengencer
(0,85% NaCl) steril, kemudian dilanjutkan dengan penanaman sampel ke media
agar tryptic soy agar (TSA). Pengenceran ini dilakukan untuk mengetahui
perkiraan jumlah koloni bakteri yang terdapat dalam sampel fermentasi telur ikan.
Hal ini juga bertujuan agar koloni bakteri yang tumbuh pada agar tidak terlalu
padat dan memudahkan dalam pengidentifikasian bakteri selanjutnya.
Pengenceran dilakukan dari 10-1
hingga 10-5
, sehingga diperoleh jumlah koloni
bakteri 117 x 102 koloni untuk 0% NaCl, 149 x 10
2 koloni untuk 5% NaCl,
134 x 102 untuk 10% NaCl. Contoh penghitungan total bakteri dapat dilihat pada
Lampiran 12.
Jumlah koloni yang dapat dijadikan acuan untuk penentuan jumlah koloni
bakteri per ml sampel adalah jumlah koloni yang berkisar antara 30-300, yaitu
pada pengenceran 10-2
. Bakteri dengan jumlah koloni lebih dari 300, pertumbuhan
bakteri terlalu padat dan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan koloni yang
saling menumpuk satu sama lain sehingga tidak seluruh koloni dapat terhitung.
Berdasarkan alasan tersebut, maka nilai dianggap tidak valid. Apabila koloni
bakteri yang tumbuh dengan jumlah koloni kurang dari 30, data yang didapat juga
tidak valid karena pertumbuhan bakteri yang sangat sedikit dan tidak representatif
(Dwipayana dan Ariesyady 2009).
Koloni yang mempunyai penampakan berbeda dipilih dan diisolasi,
sehingga dapat digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya. Pengamatan
morfologi koloni didasarkan pada klasifikasi yang umum digunakan dalam
mengkarakterisasi sebuah kultur (Hadioetomo 1993). Apabila pada cawan yang
telah diinkubasi diperoleh koloni yang terpisah, maka dilakukan pengamatan
terhadap morfologinya. Koloni yang diisolasi dapat dilihat pada Gambar 8.
29
Penambahan NaCl yang jumlahnya bervariasi bertujuan untuk mengetahui
kebutuhan garam guna pertumbuhan optimumnya, sedangkan medium yang tidak
ditambahkan NaCl digunakan sebagai pembanding.
Gambar 8 Koloni yang diisolasi.
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni, diperoleh warna dan
bentuk koloni yang berbeda pada media TSA 5% NaCl. Warna koloni yang
diperoleh adalah kuning muda, orange dan putih sedangkan bentuknya ada yang
bulat dan menyebar. Untuk memastikan bentuk koloni maka dilakukan goresan
kuadran sehingga bentuk dari masing-masing koloni jelas terlihat seperti pada
Lampiran 13. Sifat morfologi koloni yang diisolasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Morfologi koloni bakteri secara detail dapat dilihat pada Lampiran
Warna koloni yang bermacam-macam disebabkan oleh adanya pigmen
yang dihasilkan oleh bakteri. Pigmen bakteri dapat diklasifikasikan menjadi
karatenoid, antosianin, melanin, tripitilmethenes dan fenazin. Karotenoid
merupakan pigmen yang berwarna merah, jingga dan kuning, sedangkan
antosionin berwarna merah dan biru. Melanin merupakan pigmen yang
memberikan warna coklat, hitam, jingga dan merah. Fenazin merupakan pigmen
warna jingga-kuning, jingga tua dan merah jingga. Keberadaan pigmen bakteri
Isolat iso 3
Isolat iso 4
Isolat iso 5
Isolat iso 2
Isolat iso 1
30
tersebut akan dicirikan pada warna koloni yang tumbuh (Salle 1961 diacu dalam
Christanti 2006).
Tabel 1 Sifat morfologi koloni yang diisolasi
Koloni Warna Bentuk dari atas Bentuk dari pinggir Bentuk
penonjolan
Iso 1 Kuning muda Bulat Halus Timbul
Iso 2 Orange Bulat Halus Timbul
Iso 3 Putih Menyebar tidak
teratur Bergelombang Timbul
Iso 4 Putih Menyebar tidak
teratur Bergelombang Timbul
Iso 5 Putih Menyebar tidak
teratur Bergelombang Timbul
4.3 Karakteristik Bakteri
Kelima isolat yang telah diketahui morfologi koloninya, selanjutnya
diamati morfologi selnya. Morfologi sel yang diamati meliputi bentuk sel, sifat
pewarnaan Gram, dan uji motilitas. Seluruh koloni bakteri yang tumbuh pada
masing-masing hasil pengenceran, diambil beberapa koloni berbeda untuk
kemudian diidentifikasi. Pemilihan koloni yang berbeda didasarkan pada
morfologinya. Berdasarkan pemilihan tersebut, didapat 5 koloni bakteri, yang
diberi nama iso 1, iso 2, iso 3, iso 4, dan iso 5.
4.3.1 Pewarnaan Gram
Koloni bakteri yang telah didapat, dilakukan uji pewarnaan Gram untuk
melihat apakah bakteri tersebut sudah murni atau belum. Pewarnaan Gram juga
dilakukan untuk melihat bentuk bakteri dan reaksi terhadap pewarnaan Gram.
Bakteri yang bersifat Gram positif terlihat berwarna ungu karena asam-asam
ribonukleat pada sitoplasma sel-sel Gram positif membentuk ikatan lebih kuat
dengan kompleks ungu kristal-iodium sehingga ikatan kimiawi yang terbentuk
tidak mudah dipecahkan oleh pemucat warna (Hadioetomo 1993). Bentuk sel
bakteri dan pewarnaan Gram dari kelima isolat bakteri dapat dilihat pada
Gambar 9.
31
Isolat 1
Isolat 2
Isolat 3
Isolat 4
Isolat 5
Gambar 9 Bentuk sel bakteri dan pewarnaan Gram kelima isolat.
4.3.2 Uji motilitas
Pengamatan sifat morfologi bakteri selain pewarnaan Gram adalah uji
pergerakan bakteri (motilitas). Pengujian motilitas bakteri, menggunakan medium
MIO (motility indol ornithin). Hasil reaksi yang didapat menunjukkan bakteri
tumbuh menyebar atau media menjadi keruh (motil), sedangkan bakteri yang tidak
menyebar atau warna media tetap seperti warna aslinya (non motil) (Lukistyowati
dan Riauwaty 2005).
Hasil pengujian kelima isolat menunjukkan, 4 isolat non motil dan hanya
isolat 1 yang motil. Bakteri bersifat non motil jika pertumbuhannya mengikuti
arah penusukan jarum ose pada medium MIO. Isolat yang non motil menunjukkan
bahwa bakteri tidak mempunyai flagella sebagai organ untuk bergerak. Hasil
reaksi uji motilitas dapat dilihat pada Gambar 10.
32
Gambar 10 Hasil reaksi uji motilitas.
Flagella adalah salah satu struktur utama di luar sel bakteri yang
menyebabkan terjadinya pergerakan (motilitas) pada sel bakteri. Flagella terbuat
dari sub unit protein yang disebut flagelin. Bacillus dan Spirilum merupakan
sebagian besar bakteri yang memiliki flagella sebagai alat geraknya. Flagella
jarang ditemukan pada bakteri yang berbentuk kokus (Pelczar dan Chan 2008).
Flagella ditemukan hampir disemua jenis berbentuk lengkung dan
sebagian pada bakteri yang berbentuk batang. Flagella berukuran sangat kecil dan
tidak terlihat menggunakan mikroskop biasa, rata-rata mempunyai ketebalan
antara 0,02–0,1 mikron dengan panjang tidak melebihi selnya. Pergerakan flagella
disebabkan oleh suatu sistem pergerakan berbentuk cakram yang terdapat pada
dinding sel bagian dalam, sehingga gerakannya hanya dapat mengarah kedua
jurusan saja (Suriawiria 2005).
4.3.3 Uji katalase
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri
yang diuji. Sebagian besar bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat
memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalase diduga penting untuk
pertumbuhan aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan pertolongan berbagai
enzim pernafasan bersifat racun bagi sel mikroba (Partic 2008). Hasil uji katalase
terhadap lima isolat bakteri yang diisolasi menunjukkan bahwa hanya empat yang
positif dan satu negatif.
Selama respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif), mikroorganisme
menghasilkan hidrogen peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida
Motil Non-motil
33
yang beracun. Senyawa ini dalam jumlah besar akan menyebabkan kematian pada
mikroorganisme. Senyawa ini dihasilkan oleh mikroorganisme aerobik, fakultatif
aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi aerobik (Irianto
2008)
Bakteri katalase positif seperti S. aureus dapat menghasilkan gelembung-
gelembung oksigen karena adanya pemecahan H2O2 (hidrogen peroksida) oleh
enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri. Komponen H2O2 ini dapat
menghambat pertumbuhan bakteri karena bersifat toksik, sehingga komponen ini
harus dipecah agar tidak bersifat toksik lagi. Bakteri katalase negatif tidak
menghasilkan gelembung-gelembung. Hal ini berarti H2O2 yang diberikan tidak
dipecah oleh bakteri katalase negatif, misalnya, L.casei sehingga tidak
menghasilkan oksigen. Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase
yang menguraikan H2O2 (Partic 2008).
Bakteri yang memiliki kemampuan memecah H2O2 dengan enzim katalase
akan segera membentuk suatu sistem pertahanan dari toksik H2O2 yang
dihasilkannya. Bakteri katalase positif akan memecah H2O2 menjadi H2O dan O2
dimana parameter yang menunjukkan adanya aktivitas katalase tersebut adalah
adanya gelembung-gelembung oksigen (Sodyc dan Acun 2010). Reaksi
penguraian H2O2 oleh enzim katalase adalah sebagai berikut:
2H2O2 2H2O + O2
4.3.4 Uji oksidase
Uji oksidase bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri menghasilkan
enzim oksidase sitokrom. Hasil uji oksidase menunjukkan bahwa kelima isolat
mampu menghasilkan enzim oksidase sitokrom, yang berarti bakteri tersebut
malakukan metabolisme energi melalui respirasi.
Enzim oksidase memegang peranan penting dalam transpor elektron selama
respirasi aerobik. Sitokrom oksidase mengkatalisis oksidasi dan reduksi sitokrom
oleh molekul oksigen. Enzim oksidase dihasilkan oleh bakteri aerob, fakultatif
anaerob, dan mikroaerofilik. Mikroorganisme ini menggunakan oksigen sebagai
akseptor elektron terakhir selama penguraian karbohidrat untuk menghsilkan
energi. Kemampuan bakteri memproduksi sitokrom oksidase dapat diketahui dari
34
reaksi yang ditimbulkan setelah pemberian reagen oksidase pada koloni bakteri.
Enzim ini merupakan bagian dari kompleks enzim yang berperan dalam proses
fosforilasi oksidatif. Reagen yang digunakan adalah tetramethyl-D-
phenylenediamine dihydrocloride. Reagen akan mendonorkan elektron terhadap
enzim ini sehingga akan teroksidasi membentuk senyawa yang berwarna biru
kehitaman. Positif tertunda (warna biru muncul antara 10-60 detik setelah ditetesi)
menandakan bahwa bakteri uji memiliki sedikit enzim. Tidak adanya perubahan
warna mengindikasikan bahwa hasil uji yang dilakukan negatif (Irianto 2008).
Enzim oksidase mempunyai peranan penting pada sistem transpor elektron
selama respirasi aerobik. Enzim oksidase sitokrom berperan sebagai katalisator
dalam transfer atom hidrogen dari sitokrom yang terakhir ke molekul oksigen.
Sitokrom merupakan senyawa organik yang terdapat dalam sel hidup dan
berperan dalam transfer atom hidrogen dari substrat ke molekul oksigen
membentuk air. Bakteri aerob, beberapa bakteri anaerobik fakultatif dan
mikroarofilik, menunjukkan adanya aktivitas karena memiliki oksidase
(Cappucino dan Sherman 1983 diacu dalam Prihardini 2008).
4.3.5 Uji oksidatif – fermentatif
Uji oksidatif-fermentatif bertujuan untuk mengetahui sifat oksidasi atau
fermentasi bakteri terhadap gula. Uji ini juga berguna untuk membedakan bakteri
oksidatif dan bakteri fermentatif serta untuk melihat kemampuan bakteri dalam
mencerna karbohidrat dalam situasi aerob dan anaerob (Lukistyowati dan
Riauwaty 2005).
Berdasarkan hasil uji oksidatif-fermentatif, isolat iso 1 tidak mengalami
reaksi oksidatif fermentatif, iso 2 mengalami reaksi oksidatif fermentatif, iso 3.4.5
hanya mengalami reaksi fermentati. Hasil reaksi oksidatif fermentatif dan yang
tidak mengalami reaksi oksidatif dan fermentatif dari kiri ke kanan kiri ke kanan
dapat dilihat pada Gambar 11.
35
Gambar 11 Hasil reaksi oksidatif fermentatif dan non-oksidatif fermentatif.
Fermentasi adalah suatu reaksi reduksi – oksidasi di dalam biologi yang
menghasilkan energi, dimana donor dan aseptor elektron yang digunakan adalah
senyawa organik. Senyawa organik yang umumnya digunakan adalah karbohidrat
dalam bentuk glukosa. Saat keadaan anaerobik, senyawa tersebut akan diubah
oleh reaksi reduksi-oksidasi dengan katalis enzim menjadi senyawa asam. Sel-sel
yang melakukan fermentasi mempunyai enzim-enzim yang akan mengubah hasil
reaksi reduksi-oksidasi tersebut menjadi suatu senyawa yang mempunyai muatan
lebih positif sehingga dapat menangkap elektron atau bertindak sebagai aseptor
elektron terakhir dan menghasilkan energi (Winarno dan Fardiaz 1984 diacu
dalam Candra et al. 2007).
4.3.6 BBL Crystal kit system
Identifikasi bakteri adalah membandingkan sifat-sifat bakteri yang belum
teridentifikasi dengan sifat-sifat bakteri sesuai dengan kunci identifikasi bakteri.
Hasil karakterisasi kelima isolat murni dicocokkan dengan panduan buku manual
dan literatur hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Kelima isolat yang telah diisolasi diidentifikasi spesiesnya dengan
menggunakan sistem BBL crystal kit. BBL crystal adalah alat identifikasi bakteri
dengan prinsip menanam bakteri pada microplates (lubang mikro) yang berisi
berbagai substrat biokimia dan enzim. Aktivitas bakteri dalam menghidrolisis
substrat tertentu akan mengubah kandungan warna dalam lubang mikro sehingga
didapatkan data warna-warna yang akan dicocokkan pada tabel warna yang
memiliki nilai tertentu. Nilai-nilai tersebut akan dimasukkan dalam bank data
(software) BBL crystal sehingga didapatkan hasil identifikasi bakteri hingga
Oksidatif - Fermentatif Non Oksidatif - Fermentatif
36
tingkat spesies. Sebelum melakukan uji BBL crystal kit, dipilih dahulu jenis BBL
crystal kit yang sesuai dengan hasil pewarnaan Gram agar mempermudah dalam
identifikasi hingga tingkat spesies. Apabila hasil dari pewarnaan gram
menunjukkan bahwa bakteri tersebut termasuk dalam Gram positif, maka
menggunakan BBL crystal Gram positif. Apabila hasil dari pewarnaan Gram
menunjukkan bahwa bakteri bersifat Gram negative, maka menggunakan BBL
crystal Gram negative. Bakteri yang bersifat anaerob diuji menggunakan BBL
crystal kit anaerob.
Uji pewarnaan Gram menunjukkan bahwa bakteri yang diperoleh
merupakan bakteri Gram positif, sehingga menggunakan BBL crystal ID kit Gram
positif. BBL crystal ID kit Gram positif memiliki 30 microplates (lubang mikro)
yang mengandung substrat yang didehidrasi. Bakteri yang akan diuji disegarkan
terlebih dahulu dalam media TSA selama 24 jam. Bakteri yang tumbuh pada
media TSA diambil menggunakan jarum ose steril dan dilarutkan dalam medium
cair BBL crystal hingga mencapai kekeruhan 0,5 McFarland standar (sesuai
standar kekeruhan BBL crystal). Detail standar McFarland dapat dilihat pada
Lampiran 15. Lubang mikro BBL crystal GP diisi oleh cairan medium sebanyak
0,15 ml pada tiap lubang, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Sifat biokimia dari
kelima isolat bakteri dapat dilihat pada Tabel 2.
Teori dari identifikasi bakteri dengan teknik konvensional adalah
membandingkan bakteri yang sedang diidentifikasi dengan bakteri yang telah
teridentifikasi sebelumnya. Apabila tidak terdapat bakteri yang ciri-cirinya 100%
serupa, maka dilakukan pendekatan terhadap bakteri yang memiliki ciri-ciri yang
paling menyerupai. Hasil perubahan warna dan sinar UV (ultra violet) setelah
diinkubasi dapat dilihat pada Lampiran 16. Oleh karena itu, teknik identifikasi
dengan metode konvensional selalu menghasilkan suatu bakteri tertentu yang
sudah teridentifikasi sebelumnya dan tidak dapat menemukan spesies baru
(Cowan 1974). Kunci identifikasi bakteri Gram positif (Cowan 1974) dapat dilihat
pada Lampiran 17. Hasil identifikasi bakteri dapat dilihat pada Tabel 3 dan detail
hasil identifikasi BBL crystal isolat 1-5 dapat dilihat pada Lampiran 18-22. Hasil
perubahan warna dan sinar serta hasil identifikasi bakteri disajikan pada
Lampiran 23.
Tabel 2 Sifat biokimia dari kelima isolat bakteri
Pengamatan uji
biokimia
Isolat Bakteri
Cowan
(1974)
Ballows
(1991)
Babay
(2001)
Cowan
(1974) /
Ballows
(1991)
Iso 1 Iso 2 Iso 3 Iso 4 Iso 5 BM LA/CA CP LB/BS
Gram + + + + + + + + + / -
Bentuk sel batang batang batang batang batang batang batang batang batang
Katalase + - + + + + + + +
Oksidase + + + + + + ND ND ND
O/F - O/F F F F - ND ND ND
Motilitas + - - - - + + / + (b) ND +
Trehalose + - - - - ND ND - ND
Lactose - - - - - + (a) + (b) - ND
Methyl-α&
β-glucoside
- - - - - + (a) + / + (b) - - / -
Sucrose + - - - - + (a) + / - (b) - -
Mannitol + - - - - + / - (a) + / + (b) - - / -
Maltotriose - - - - - ND ND - ND
Arabinose - - - - - + / - (a) ND - - / -
Glycerol - - - - - ND ND - ND
Fructose + - - - - + (a) ND - ND
Urea - - + + + + - / - (b) - +
Esculin + - - - - ND - / + (b) ND ND
Identity bedasarkan
literatur
BM=
82%
LA/CA=
58 %
CP = 76 % LS/BS =
52%
LS/BS =
52 %
Faktor kepercayaan
BBL crystal
BM=99% LA/CA=
95%
CP=66% LS/BS=
98%
LS/BS=
98%
Keterangan : BM = Bacillus megaterium, LA/CA = Leifsonia aquatica /Coryebacterium aquaticum, CP = Corynebacterium propinquum,
LS/BS = Lysinibacillus sphaericus / Bacillus sphaericus. ND = tidak ada data. O = oksidatif, F = fermentatif, (a) = Sanni et al. (2002),
b) = Giammanco et al. (2006),
37
42
Tabel 3 Hasil identifikasi bakteri
Isolat Jenis bakteri teridentifikasi
Iso 1 Bacillus megaterium
Iso 2 Leifsonia aquatica
Iso 3 Corynebacterium propinquum
Iso 4,5 Lysinibacillus sphaericus
Bacillus megaterium
Isolat iso 1 yang diuji menggunakan BBL crystal ID teridentifikasi sebagai
bakteri B. megaterium. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif, berbentuk
batang, menghasilkan spora, banyak ditemukan dalam tanah dan daerah
permukaan. Bakteri ini dapat bertahan hidup dalam kondisi ekstrim. Bacillus
megaterium jua dapat memproduksi penisilin amidase sehingga dapat digunakan
dalam industri pembuatan penisilin (Glogowski 2010).
Klasifikasi bakteri B. megaterium menurut kamus klasifikasi bakteri yang
diacu dalam Glogowski (2001) adalah sebagai berikut:
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : B. megaterium
Sanni et al. (2002) menyatakan bahwa hasil produk fermentasi yang
berasal dari Ghana yaitu momoni. Momoni adalah produk fermentasi yang
terbuat dari ikan air tawar yang ditambahkan garam sebanyak 30% dan umumnya
digunakan sebagai bumbu penyedap dimakanan seperti yam, cocoyam, dan
apentum. Hasil bakteri yang telah diisolasi pada momoni adalah bakteri dari jenis
Bacillus yaitu Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus pumilis dan
Bacillus megaterium. Bakteri dari spesies Bacillus ini dapat tumbuh dalam
kondisi garam dengan konsentrasi tinggi dan keberadaanya dalam jumlah besar
dapat menghasilkan sumber energi seperti protein.
38
39
Bacillus megaterium biasanya terdapat pada produk fermentasi, seperti
kecap ikan, dan terasi (Adawyah 2008). Anihouvi et al. (2007) menyatakan bahwa
bakteri dari spesies Bacillus termasuk dalam golongan halofilik karena dapat
tumbuh dalam kondisi garam dengan konsentrasi tinggi dan dapat memanfaatkan
protein sebagai sumber energi. Hal ini berarti bakteri ini bersifat proteolitik, hasil
aktivitas proteolitik ini dapat membentuk aroma dan flavor pada produk
fermentasi. Sekhon et al. (2006) menambahkan bahwa Bacillus megaterium juga
mampu menghasilkan lipase pada kisaran pH 4-11 dan menghasilkan lipase
tertinggi pada kisaran pH 6,5-8.
Leifsonia aquatica
Uji isolat iso 2 berdasarkan data bank BBL crystal diperoleh data bahwa
isolat iso 2 merupakan bakteri Leifsonia aquatica. Bakteri ini merupakan bakteri
Gram positif, berbentuk batang, bakteri non-motil. Luckman dan Wehle (2007)
menyatakan bahwa bakteri Leifsonia aquatica ini merupakan bakteri dari turunan
Corynebacterium aquaticum.
Klasifikasi bakteri menurut Leifsonia aquatica menurut Garrity (2006).
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Famili : Noctuoidea
Genus : Leifsonia
Spesies : Leifsonia aquatica
Leifson (1962) dalam Luckman dan Wehle (2007) menyatakan bahwa
Leifsonia aquatica merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk batang sering
ditemukan dalam air suling, tebu dan kolam. Spesies Leifsonia memilki koloni
agak keruh dan berwarna kuning dan dapat tumbuh pada suhu 35-37 0C.
Leifsonia aquatica merupakan bakteri turunan Corynebacteria, bakteri
Corynebacteri merupakan bakteri yang dapat menghasilkan indol, dapat
memproduksi nitrat menjadi nitrit dan pada fermentasi karbohidrat dapat
menghasilkan gas dan memfermentasi gula serta dapat menghidrolisis protein
(Burkovski 2008).
40
Shewan (1977) diacu dalam Kaseger (1986) diacu dalam Sumanti (1988)
menyatakan bahwa salah satu mikroba yang terdapat pada kulit ikan adalah
bakteri jenis Coryneform, sehingga diduga dalam proses pembuatan bekasang
jenis Corynebacterium terikut dan dapat tahan hidup pada kondisi lingkungan
yang mengandung garam.
Beberapa spesies dari Corynebacterium telah digunakan untuk
memproduksi asam amino, termasuk asam L-glutamat yang merupakan bahan
tambahan pada makanan. Jalur metabolisme pada Corynebacterium dimanipulasi
untuk menghasilkan L-Lisin dan L-treonin (Burkovski 2008).
Corynebacterium propinquum
Isolat iso 3 diidentifikasi sebagai bakteri Corynebacterium propinquum.
Babay (2001) menyatakan bahwa bakteri ini merupakan Gram positif, berbentuk
batang, tidak memiliki spora dan non motil. Koloni bakteri ini berwarna koloni
putih dan bersifat katalase positif, dapat menghidrolisis tirosin tetapi tidak dapat
menghidrolisis urea atau eskulin serta tidak memfermentasi gula.
Spesies Corynebacterium yang non-patogen banyak digunakan oleh
industri makanan untuk memproduksi asam amino asam glutamat.
Corynebacterium dari spesies C. glutamicum banyak digunakan oleh industri
untuk menghasilkan asam glutamat yang digunakan sebagai penyedap makanan
(Burkovski 2008). Klasifikasi bakteri Corynebacterium propinquum menurut
Garrity (2006) adalah:
Domain : Bacteria
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Subkelas : Actinobacteridae
Ordo : Actinomycetales
Subordo : Corynebacterineae
Famili : Corynebacteriaceae
Genus : Corynebacterium
Specific descriptor : propinquum
Nama ilmiah : Corynebacterium propinquum
41
Corynebacteria merupakan bakteri aerob atau fakultatif anaerob, non motil
dan katalase positif. Mayoritas bakteri ini (tidak semua) spesies dari jenis Coryne
dapat memfermentasi karbohidrat dan asam laktat sebagai hasil sampingnya
(Murray 2005).
Lysinibacillus sphaericus
Pada isolat iso 4 dan iso 5 yang teridentifikasi berupa bakteri
Lysinibacillus sphaericus. Baumann et al. (1991) diacu dalam Josic et al. (2008)
menyatakan bahwa bakteri ini juga dikenal sebagai Bacillus sphaericus. Bakteri
ini merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, non motil, mesofilik dan
banyak terdapat di tanah. Bakteri ini dapat memetabolisme berbagai senyawa
organik dan asam amino akan tetapi tidak dapat memetabolisme gula.
Lysinibacillus sphaericus adalah bakteri yang banyak terdapat ditanah dan
air, dalam kondisi yang ekstrim dapat membentuk endospora, tahan terhadap
panas, bahan kimia dan sinar ultraviolet. Spora dari bakteri ini dapat bertahan
lama walaupun bersifat fakuktatif anaerob dan dalam kondisi tertentu bisa bersifat
anaerob.
Klasifikasi bakteri Lysinibacillus sphaericus menurut kamus klasifikasi
bakteri yang di acu dalam Samani et al. (2010) adalah sebagai berikut :
Domain : Bacteria
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Planococcaceae
Genus : Lysinibacillus
Species : Lysinibacillus sphaericus
Dikenal juga sebagai Bacillus sphaericus
Pada tahun 1987 seorang peneliti dari cina (Pei G) telah mengisolasi
bakteri ini dari sarang nyamuk, bakteri ini dapat menghasilkan racun insektisida
mirip dengan yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis. Bakteri ini tidak dapat
memetabolisme polisakarida diduga karena kurangnya transporter dan enzim
42
tetapi dapat metabolisme berbagai senyawa organik lain dan asam amino (Samani
et al. 2010).
4.4 Sifat Kimiawi Telur Ikan Segar dan Produk Fermentasi Telur Ikan
Tambakan
Analisis ini bertujuan untuk komposisi kimia ini telur ikan segar dan
produk fermentasi telur ikan tambakan. Analisis yang dilakukan pada telur ikan
segar meliputi proksimat dan uji logam berat, sedangkan pada hasil fermentasinya
dilakukan uji kimia berupa proksimat, kadar garam. pH, asam amino, asam amino
bebas, asam lemak dan mineral.
4.4.1 Kandungan logam berat telur ikan tambakan segar
Pengujian logam berat bertujuan untuk mengetahui keamanan telur ikan
segar yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam proses fermentasi. Hal ini
umumnya karena logam berat bersifat racun terhadap makhluk hidup. Pencemaran
logam berat melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang
terkontaminasi oleh logam berat. Apabila terpapar logam berat maka dapat
terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika
keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai
jumlah yang membahayakan kesehatan manusia. Pencemaran logam-logam
tersebut dapat mempengaruhi dan menyebabkan penyakit pada konsumen, karena
di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan mengalami detoksifikasi sehingga
membahayakan manusia (Supriyanto et al 2007). Komposisi logam berat telur
ikan tambakan ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi logam berat pada telur ikan tambakan segar
Parameter Telur tambakan
segar (mg/Kg)
SNI 2009
(mg/Kg)
Air raksa (Hg) < 0,001 0,5
Timbal (Pb) < 0,01 0,3
Cadmium (Cd) < 0,01 0,1
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar kontaminan dari logam
berat Hg, Pb, Cd yang terkandung pada bahan baku. Tabel 4 menunjukkan bahwa
43
kadar logam berat pada telur ikan tambakan segar berdasarkan standar SNI 7378:
2009 masih dibawah batas aman untuk dikonsumsi.
4.4.2 Proksimat, mineral dan pH produk fermentasi telur ikan tambakan
Pengujian proksimat telur ikan tambakan segar terlebih dahulu dilakukan
untuk mengetahui komposisi kimia bahan baku sebelum dilakukan fermentasi.
Proksimat telur ikan yang segar dan telur fermentasi ikan tambakan ditunjukkan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Proksimat telur segar dan telur fermentasi ikan tambakan
Komposisi Bahan baku
(% b/b)
Bahan baku
(% b/k)
Fermentasi telur
ikan (% b/b)
Fermentasi telur
ikan (% b/k)
Kadar air 43,82 ±0,01 - 39,26 ±0,47 -
Kadar protein 12,64 ±0,47 22,5±0,47 11,84 ±1,92 19,49±1,92
Kadar lemak 21,73 ±2,19 38,68±2,19 15,14 ±0,38 24,93±0,38
Kadar abu 0,99 ±0,04 1,76±0,04 12,45 ±0,51 20,5±0,51
Karbohidrat 20,82 37,06 21,31 35,08
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar air dan kadar lemak
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan bakteri yang terdapat pada produk
fermentasi telur ikan tambakan memanfaatkan air dan lemak untuk aktivitasnya.
Selama proses fermentasi terjadi penurunan kadar air akibat adanya
penambahan garam yang sifatnya menarik air bahan. Penambahan garam
menyebabkan penurunan kadar air tinggi samapai waktu tertentu, dan tidak terjadi
lagi penurunan kadar air hingga kadar airnya stabil (Adawyah 2008).
Rochima (2005) yang melakukan penelitian tentang karakteristik jambal
roti dengan pemberian garam 25%, pada fermentasi jam ke 24 sampai 72
mengalami penurunan kadar air pada jambal roti yaitu 73,10% menjadi 49,26%.
Selama proses fermentasi terjadi penurunan kadar air karena keseimbangannya
dalam bahan pangan terganggu sebagai akibat penambahan garam. Garam akan
menarik air dari dalam bahan lalu masuk kedalam jaringan. Akibatnya, kadar air
bahan menurun sedangkan kadar garamnya meningkat.
Kadar lemak pada telur segar sebesar 21,73% lalu setelah fermentasi
menjadi 15,14%, sedangkan kadar protein telur ikan segar yaitu sebesar 12,64%
menjadi 11,84%. Selama proses fermentasi akan terjadi pemecahan protein, lemak
dan komponen lainnya pada bahan baku berupa daging ikan, pada awal proses
44
pematangan atau pada tahap fermentasi enzim-enzim yang berperanan adalah
enzim yang berasal dari jaringan ikan. Aktivitas enzim selanjutnya akan
merangsang aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Rahayu et al. 1992).
Yuliana (2007) menyatakan bahwa kandungan lemak yang telah di uji
untuk produk ikan fermentasi berupa rusip mengalami penurunan selama
fermentasi dua puluh hari dimana kandungan lemak awalnya 2 % mengalami
penurunan menjadi 0,5%. Penurunan kadar lemak selama proses fermentasi rusip
disebabkan oleh penguraian lemak oleh aktivitas mikroba dan enzimatis ikan itu
sendiri
Selama fermentasi, asam-asam amino akan mengalami peningkatan akibat
adanya pemecahan protein selama fermentasi. Pemecahan disebabkan oleh enzim
proteolitik yang terdapat dalam jaringan itu sendiri dan enzim yang dihasilkan
oleh mikroba. Enzim proteolitik dari bakteri terutama dihasilkan oleh bakteri yang
bersifat halofilik. Adanya air mengakibatkan proses penguraian lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dapat berjalan dengan baik. Enzim lipase yang aktif dapat
berasal dari jaringan otot dan adipose, juga berasal dari bakteri (Adawyah 2008).
Proses hidrolisis lemak secara mikrobial terjadi melalui tahapan lipolisis
oleh enzim lipase mikrobial dan tahap lipoksidasi oleh enzim lipoksidase yang
juga dihasilkan oleh mikroba (Hadiwiyoto 1993 diacu dalam Yuliana 2007).
Kadar abu pada telur segar dan sesudah difermentasi mengalami
peningkatan yaitu dari 0,99% menjadi 12,45% hal ini dikarenakan pada saat
fermentasi ada pemberian garam, dimana garam memiliki berbagai mineral yang
terkandung didalamnya. Secara umum penambahan garam dalam produk
fermentasi berfungsi untuk meningkatkan cita rasa, membentuk tekstur yang
diinginkan, mengontrol pertumbuhan mikroba serta menghambat pertumbuhan
bakteri pathogen (Rahayu et al 1992).
Garam terdiri dari senyawa Mg, Ca, Al, dan Fe, garam memberikan
pengaruh terhadap penampakan, rasa asin serta tekstur dari produk ikan asin atau
produk fermentasi yang menggunakan garam sebagai bahan pembantu. Hasil uji
kadar mineral ditunjukkan pada Tabel 6.
45
Tabel 6 Kadar mineral fermentasi telur ikan tambakan
Komposisi Persentase
(% dari abu)
K (Kalium) 0,08
Ca (Kalsium) 0,06
Mg (Magnesium) 0,15
Na (Natrium) 4,76
Cl (Klorida) 10,25
Garam merupakan salah satu bahan pembantu dalam bahan pangan yang
paling penting dalam pengawetan pangan. Didalam fermentasi, garam dapat
berperan sebagai penseleksi organisme yang diperlukan tumbuh. Jumlah garam
yang ditambahkan berpengaruh pada populasi organisme, organisme mana yang
dapat tumbuh, dan jenis apa yang akan tumbuh, sehingga kadar garam dapat
digunakan untuk mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktor-faktor lainnya
sama (Desrosier 2008).
Rinto et al (2009) menyatakan bahwa garam merupakan komponen kimia
yang bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal terhadap bakteri. Kemampuan
garam membunuh bakteri disebabkan oleh adanya sifat higroskopis garam
sehingga mampu menyerap air (sitoplasma) bakteri, sel bakteri menjadi
mengkerut dan mati selain itu ion Na+ dan Cl
- bersifat toksin bagi beberapa
bakteri.
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan, pH pada produk
fermentasi telur ikan tambakan adalah 5,26. Nilai pH yang rendah pada produk
diduga juga karena adanya bakteri yang menghasilkan asam laktat. Asam laktat
dihasilkan dari perombakan glikogen melalui jalur glikolisis secara anaerob
(Adoga et al. 2010). Pendapat ini juga didukung oleh Schelegel (1994) diacu
dalam Mauliana (2006) yang menyatakan bahwa penurunan pH terjadi karena
aktivitas mikroorganisme yang menggunakan sumber karbohidrat dan nutrien
dimana pada proses ini sebuah ion H+ tertinggal dalam media.
Riebroy et al (2007) menyatakan bahwa produk hasil fermentasi sum-fog
yang ditelitinya juga menunjukkan nilai pH yang rendah yaitu 4,53-4,60.
Penurunan pH diduga karena adanya sejumlah besar asam laktat yang dihasilkan
oleh bakteri asam laktat dalam metabolismenya sehingga sehingga pH media
menjadi asam dan tidak sesuai dengan mikroorganisme lainnya.
46
4.4.3 Kandungan asam amino dan asam amino bebas
Asam amino penyusun protein telur ikan tambakan meliputi asam amino
esensial sebanyak 8 jenis dan non esensial sebanyak 7 jenis yang disajikan pada
Tabel 6, sedangkan skor asam amino esensial fermentasi telur ikan tambakan
dapat dilihat pada Tabel 7. Kromatogram asam amino dan asam amino bebas
produk fermentasi telur ikan tambakan dapat dilihat pada Lampiran 24 dan
Lampiran 25. Funatsu (2001) diacu dalam Hariono et al. (2005) menyatakan
bahwa komposisi asam amino yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat
membentuk flavor dari produk fermentasi yang dihasilkan. Jenis asam amino
serin, glisin, alanin, treonin dan prolin berasosiasi menghasilkan rasa manis. Rasa
asam dihasilkan oleh asam amino golongan asam, seperti aspartat dan glutamat.
Rasa pahit dihasilkan oleh asam amino lisin dan leusin, sedangkan rasa umami
dan meaty dihasilkan oleh asam amino glutamat.
Tabel 7 Kandungan asam amino dan asam amino bebas fermentasi telur ikan
tambakan
Jenis Asam
amino
Asam amino
(% b/b)
Asam amino
bebas (% b/b)
Esensial
Treonin 0,74 0,05
Metionin 0,63 0,02
Valin 0,97 0,06
Fenilalanin 0,97 0,04
Isoleusin 1,04 0,06
Leusin 1,30 0,07
Lisin 1,21 0,14
Non esensial
Asam aspartat 1,24 0,06
Asam glutamat 2,02 0,13
Serin 0,95 0,14
Glisin 0,64 0,04
Arginin 1,01 0,02
Alanin 1,37 0,13
Tirosin 0,83 0,07
Histidin 0,44 0,02
Keterangan : b/b: berat/berat bahan
Peralta et al. (1996); Smit et al. (2005) diacu dalam Udomsil (2010)
menyatakan bahwa selama fermentasi mikroba yang berperan pada produk hasil
perikanan akan menghasilkan enzim-enzim yang akan menyebabkan biodegradasi
47
dari protein, lemak dan glikogen pada otot ikan. Reaksi enzimatis akan memecah
protein menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu asam amino, amine, amide
dan amoniak. Hasil dari senyawa ini akan berperan menghasilkan flavor dan
aroma.
Proses fermentasi terjadi transformasi bahan-bahan organik menjadi
senyawa-senyawa sederhana sebagai hasil aktivitas mikroorganisme atau aktivitas
enzim. Proteolisis yang terjadi selama fermentasi menyebabkan protein
terhidrolisis menjadi asam amino dan peptida (Yangsawatdigul et al. 2007).
Liu (1989) diacu dalam Xu et al. (2008) menyatakan bahwa aktivitas
mikroorganisme pada makanan merubah flavor dan aroma pada produk tersebut
sebagai hasil dari mikroorganisme mengekskresikan senyawa-senyawa flavor dan
juga sebagai akibat adanya perubahan-perubahan kimiawi pada bahan mentah
yang menghasilkan senyawa-senyawa baru atau senyawa-senyawa flavor
tambahan.
Peralta et al (2008) mengemukakan bahwa peptida hasil dari proteolisis
yang didegradasi oleh mikroorganisme yaitu asam amino dikonversi menjadi
senyawa aromatik. Degradasi asam amino bebas berperan penting dalam
memproduksi senyawa volatile yang berperan dalam memproduksi flavor.
Keberadaan karbohidrat pada produk fermentasi dan asam amino bebas
dapat memungkinkan terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis (Maillard). Hal
ini ditunjukkan oleh perubahan warna produk yang mengalami perubahan dari
kuning menjadi coklat pada akhir fermentasi yang dilihat secara visual. Warna
coklat akan mengalami peningkatan seiring dengan lamanya fermentasi yang
terjadi secara anaerob dan jumlah asam amino bebas.
Berdasarkan kandungan asam amino di atas maka asam-asam amino
tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa golongan berdasarkan sifat-sifat
kandungan gugus R, terutama polaritasnya. Adapun beberapa golongan itu terdiri
dari asam amino alifatik, asam anino hidrofilik, asam amino aromatik, asam
amino asam, asam amino basa dan asam amino sulfur (Winarno 2008). Berikut
pada Tabel 8 asam amino dibagi menjadi beberapa golongan.
48
Tabel 8 Klasifikasi asam amino berdasarkan sifatnya
Asam amino alifatik Asam amino hidrofilik Asam amino aromatik
Alanin Glisin Fenilalanin
Valin Serin Tirosin
Leusin Treonin
Isoleusin Tirosin
Asam amino basa Asam amino asam Asam amino sulfur
Arginin Asam aspartat Metionin
Histidin Asam glutamat
Lisin
Asam amino pembatas adalah asam amino yang ketersediannya dalam
jumlah terbatas sehingga menyebabkan sintesis protein hanya dapat berlangsung
selama masih tersedia asam amino tersebut (Winarno 2008). Berdasarkan pada
Tabel 9 menunjukkan asam amino pembatas adalah treonin dan leusin
Tabel 9 Skor asam amino esensial
Jenis asam amino
esensial
Pola referensi
FAO (1973)
(mg/g protein)
Asam amino
produk (mg/g
protein)
Skor asam
amino (%)
Treonin 40 37 92
Metionin 35 31,5 90
Valin 50 48,5 97
Fenilalanin 60 48,5 80
Isoleusin 40 52 100
Leusin 70 65 92
Lisin 55 60,5 100
4.4.4 Kandungan asam lemak pada produk fermentasi telur ikan tambakan
Hasil uji komposisi asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan
disajikan pada Tabel 10. Kromatogram asam lemak produk fermentasi telur ikan
tambakan. Produk ini mengandung asam lemak jenuh dapat dilihat sebanyak
2,6%, asam lemak tak jenuh tunggal sebanyak 18,57% dan asam lemak tak jenuh
ganda sebanyak 2,33.
Visessanguan et al. %. (2006) menyatakan bahwa proses oksidasi asam
lemak tidak jenuh yang ada pada produk fermentasi dapat diinisiasi oleh adanya
garam. Oksidasi lemak yang dilanjutkan dengan proses hidrolisis akan memutus
49
asam lemak rantai panjang menjadi asam lemak berantai pendek yang bersifat
volatil. Keberadaan senyawa volatil dapat membentuk karakteristik sensori dari
produk fermentasi yang dihasilkan.
Tabel 10 Komposisi asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan
Majundar dan Basu (2010) menyatakan bahwa penambahan garam dapat
bertindak sebagai prooksidan (memicu terjadinya oksidasi) asam lemak tidak
jenuh, selain itu garam ini tidak dapat menghambat enzim lipase yang
menghidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas. Menurut Varlet et al. (2007)
asam lemak tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda dapat mengalami dekomposisi
akibat oksidasi menghasilkan senyawa volatil seperti aldehid, keton, hidrokarbon,
ester, asam karboksilat dan alkohol. Senyawa-senyawa ini dapat mempengaruhi
karakteristik sensori produk yang dihasilkan. Pendapat ini didukung juga oleh
Peralta et al. (1996); Fukami et al. (2002) diacu dalam Yangsawatdigul et al.
(2010) yang menyatakan bahwa senyawa volatil yang dihasilkan selama
fermentasi kecap ikan adalah senyawa asam, karbonil, nitrogen dan sulfur dimana
senyawa volatil ini merupakan hasil reaksi lipolisis, reaksi Maillard dan bakteri
indigenous yang ikut berperan.
Hasil uji asam lemak pada produk fermentasi telur ikan tambakan pada
Tabel 10 menunjukkan bahwa asam lemak palmitoleat lebih tinggi dibandingkan
yang lainnya. Menurut Yang et al. (2011) asam palmitoleat merupakan asam
Jenis Asam lemak Kadar (% b/b bahan)
Asam lemak jenuh
Miristat C14:0 0,34
Pentadekanoid C15:0 0,16
Palmitat C16:0 1,68
Stearat C18:0 0,42
Asam lemak tak jenuh tunggal
Palmitoleat C16:1 10,27
Heptadekanoid C17:1 0,76
Oleat C18:1n9 7,72
Asam lemak tak jenuh ganda
Linoleat C18:2n6 1,24
Linolenat C18:3n6 0,14
Eikhosentrionik C20:3n6 0,07
Arakhidonat C20:4n6 0,17
Eicosapentaenoic (EPA) C20:5n3 0,13
Docosahexaenoic (DHA) C22:6n3 0,58
50
lemak tak jenuh tunggal yang banyak terdapat pada tumbuhan dan hasil perairan.
Penelitian yang dilakukannya pada hewan tikus menunjukkan bahwa asam
palmitoleat dapat melindungi tubuh dari resistensi insulin, dan ini juga berlaku
pada manusia. Pendapat ini juga didukung oleh Mozaffarian et al. (2010) yang
menyatakan bahwa keberadaan asam palmitoleat di dalam tubuh akan menjaga
kadar insulin dalam darah tetap stabil sehingga asam palmitoleat dapat mengikis
resiko diabetes.