4. Bab 4-Bab 5

download 4. Bab 4-Bab 5

of 19

description

m

Transcript of 4. Bab 4-Bab 5

39

40

IV HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum Lokasi Penelitian1. Keadaan GeografisKecamatan Abeli terletak di kepulauan Jazirah Tenggara Sulawesi dan secara geografis terletak dibagian selatan khatulistiwa antara 30 5920 - 4000 Lintang Selatan dan 1220 3840 Bujur Timur.Wilayah kerja Puskesmas Abeli Kota Kendari membawahi 8 (Delapan) Kelurahan. Kel. Puday, Kel. Lapulu, Kel. Abeli , Kel. Benua nirae, Kel. Tobimeita, Kel. Anggalomelai, Kel. Talia, dan Kel. Poasia.Kecamatan Abeli memiliki luas 49,61km2. Kecamatan Abeli terdiri dari 13 kelurahan. Kelurahan yang paling luas adalah kelurahan Benuanirae yaitu 10,06 km2 kemudian menyusul kelurahan Tobimeita, Kelurahan nambo, kelurahan Sambuli, Kelurahan Todonggeu, Kelurahan Anggalomelai, Kelurahan Petoaha, kelurahan Abeli , kelurahan Pudai, Kelurahan Talia, Kelurahan Lapulu, Kemudian Kelurahan PoasiaBatas-batas wilayah kerja Puskesmas Abeli adalah sebagai berikut :a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kendarib. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatanc. Sebelah selatan berbatasan dengan Kbupaten Konawe Selatand. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Poasia

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan1. Karakteristik Respondena. Umur respondenUmur adalah lama waktu hidup, yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir. Faktor umur merupakan penentu yang sangat penting bila dihubungkan dengan kejadian suatu penyakit, hal ini merupakan konsekuensi dari adanya faktor umur yaitu : 1) Potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap penyakit2) Tingkat imunisasi/kekebalan tubuh3) Aktivitas fisiologis macam-macam jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit setelah seseorang mengetahui infeksi. (Husmaini, 2002).Distribusi responden menurut umur di wilayah kerja Puskesmas Abeli dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Distribusi jumlah responden menurut umur di wilayah kerja Puskesmas Abeli Tahun 2013.

No.Umur Ibu (Tahun)Jumlah (n)Persen (%)

1.15-20617.1

2.21-25925.7

3.26-30822.9

4.31-351028.6

5.36-4012.9

6.41-4512.9

Total35100

Sumber : Data Primer, Tahun 2013Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 35 responden, sebagian besar responden berumur antara 31-35 tahun sebanyak 10 (28,6%) dan yang paling sedikit adalah pada umur 36-40 & 41-45 tahun sebanyak 1 (2,9%).b. Pekerjaan respondenPekerjaan adalah mata pencaharian yang dijadikan pokok penghidupan atau usaha yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah (Victor, 2001). Distribusi responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan pekerjaan Di Wilayah kerja Puskemas Abeli Tahun 2013. No.Pekerjaan IbuJumlah (n)Persen (%)

1.Ibu rumah tangga3085.7

2.Pegawai Swasta12.9

3.Wiraswasta411.4

Total66100

Sumber : Data Primer, Tahun 2013Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 35 responden, pekerjaan responden yang paling dominan adalah sebagai Ibu Rumah Tangga sebanyak 30 responden (85,7%) sedangkan yang paling sedikit adalah Pegawai Swasta sebanyak 1 responden (2,9%).

c. Pendidikan terakhir respondenDistribusi responden berdasarkan Pendidikan terakhir responden dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Tahun 2013.No.Pendidikan TerakhirJumlah (n)Persen (%)

1.Tidak sekolah25.7

2.SD38.6

3.SMP1645.7

4.SMA1440.0

Total35100

Sumber : Data Primer, Tahun 2013Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 35 responden, Pendidikan Terakhir responden yang paling dominan adalah SMP sebanyak 16 responden (45,7%) sedangkan yang paling sedikit adalah Tidak Sekolah sebanyak 2 responden (5,7%).d. Agama respondenDistribusi responden berdasarkan Agama dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini: Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Agama Di Wilayah kerja Puskemas Abeli Tahun 2013. No.Agama Jumlah (n)Persen (%)

1.Islam3497.1

2.Kristen12.9

Total35100

Sumber : Data Primer, Tahun 2013Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 35 responden, Agama responden yang paling dominan adalah Islam sebanyak 34 responden (97,1%) sedangkan yang paling sedikit adalah Kristen sebanyak 1 responden (2,9%).e. Jumlah Anak respondenDistribusi jumlah anak dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan pekerjaan Di Wilayah kerja Puskemas Abeli Tahun 2013. No.Jumlah AnakJumlah (n)Persen (%)

1.11337.1

2.21131.4

3.3617.1

4.4514.3

Total66100

Sumber : Data Primer, Tahun 2013Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 35 responden, Jumlah Anak responden yang paling dominan adalah 1 orang anak sebanyak 13 responden (37,1%) sedangkan yang paling sedikit adalah 4 Anak sebanyak 5 responden (14,3%).

2. Karakteristik Anak Balitaa. Umur anak balitaUmur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu makhluk, baik yang hidup maupun yang mati, yang diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Notoadmodjo, 2003). Distribusi anak balita berdasarkan kelompok umur dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 6.Tabel 6. Distribusi Anak Balita Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Tahun 2013.NoUmur Anak Balita (Bulan)Jumlah (n)Persen (%)

1 0,05 maka Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Pemberian makan dengan Status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Abeli.Menurut Sulistjani (2001), seiring bertambahnya usia anak, ragam makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang yang mana penting untuk menunjang tumbuh kembang dan status gizi anak. Dalam hal pengaturan pola konsumsi makan, ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam memilih jenis makanan yang bergizi seimbang. Setelah berumur 6 bulan, bayi memerlukan makanan pendamping karena kebutuhan gizi bayi meningkat dan tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh ASI. Menurut Arisman (2004), pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, dari mulai bentuk bubur cair kebentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat. Pemberian pertama cukup 2 kali sehari, satu atau dua sendok teh penuh. Pada usia 6-9 bulan bayi setidak-tidaknya membutuhkan empat porsi. Menginjak usia 9 bulan bayi telah mempunyai gigi dan mulai pandai menguyah makanan. Sekitar usia 1 tahun bayi sudah mampu memakan makanan orang dewasa. Anak usia 2 tahun memerlukan makanan separuh takaran orang dewasa. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa semakin baik tingkat pendidikan ibu menyebabkan banyaknya kesibukan atau pekerjaan ibu di luar rumah sehingga balita kurang mendapat perhatian terutama dalam hal memberikan makanan yang bergizi untuk anak. Walaupun tingkat pendidikan ibu baik, tetapi kualitas pelayanan dan ketersediaan waktu ibu dalam keluarga kurang sehingga menyebabkan penyediaan pangan dan dalam menyajikan makanan yang bergizi bagi keluarga terutama anak tidak lagi diperhatikan.Tidak adanya pengaruh dalam penelitian ini, disebabkan adanya pengaruh faktor lain yang lebih kuat mengingat variabel yang berpengaruh dianalisis sekaligus secara bersamaan sehingga kemungkinan dipengaruhi variabel lain yang lebih besar pengaruhnya terhadap Status gizi pada balita.

b. Hubungan Rangsangan Psiko Sosial dengan Status gizi pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Tahun 2013

Hasil analisis statistik hubungan rangsangan psikososial dengan Status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Abeli Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 12.Tabel 12. Hubungan Rangsangan psikososial dengan Status gizi pada anak balita di wilayah Kerja Puskesmas Abeli Kota Kendari Tahun 2013.No.Rangsangan psikososialStatus GiziTotalvalue

GiziBaikGizi Kurang

n%n%n%

1.Baik2057.112.921600,165

2.Tidak baik1131.438.61440

Total3188.6411.435100

Sumber: Data primer, Tahun 2013Tabel 12 menunjukkan bahwa ibu yamg mempunyai Rangsangan psikososial Baik mempunyai anak balita dengan status gizi baik yaitu sebanyak 20 anak balita (57.1%) sedangkan ibu yang mempunyai Rangsangan psikososial Tidak baik mempunyai anak balita dengan status gizi kurang 11 (31.4%).Ibu yang mempunyai Rangsangan psikososial Baik sebagian besar mempunyai anak balita dengan sataus gizi kurang yaitu sebanyak 1 anak balita (2.9%) sedangkan sisanya ibu yang mempunyai Rangsangan psikososial Tidak baik mempunyai anak balita dengan status gizi kurang yaitu sebanyak 3 anak balita (8.6,5%) .Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,165. Jika p value (0,165) > 0,05 maka Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Rangsangan psikososia libu dengan Status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Abeli.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak balita dengan status gizi baik mempunyai orang tua dengan Rangsangan psikososialyang cukup, begitu pula anak balita dengan status gizi kurang mempunyai orang tua dengan Rangsangan psikososialyang cukup. Meningkatnya Rangsangan psikososialibu tersebut disebabkan karena adanya kemauan ibu untuk mengetahui dan mencari informasi tentang gizi.Merawat anak, mulai dari memandikan, menyuapi sampai mengasuh hampir semuanya dilakukan oleh ibu. Merawat anak dan menyediakan keperluan makan dan minum anak merupakan tugas sehari-hari yang sudah melekat pada diri seorang ibu. Akan tetapi, tugas itu tidak hanya itu saja bila ibu bekerja diluar rumah. Ibu juga harus mengingatkan tugas anak-anaknya mengenai pekerjaan yang harus dilakukan atau belum dilakukan seperti mengingatkan anak supaya mandi, makan dan mengingatkan waktu bila anaknya bermain (Supanto, 1990). Anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kebutuhan fisik, mental dan perkembangan emosinya. Bermain bukan berarti membuang-buang waktu, juga bukan berarti membuat anak menjadi sibuk sementara orangtuanya mengerjakan pekerjaannya sendiri. Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain. Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya (Soetjiningsih, 1995).Tidak adanya pengaruh dalam penelitian ini, disebabkan adanya pengaruh faktor lain yang lebih kuat mengingat variabel yang berpengaruh dianalisis sekaligus secara bersamaan sehingga kemungkinan dipengaruhi variabel lain yang lebih besar pengaruhnya terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita.c. Hubungan Pola makan dengan Status gizi pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Tahun 2013

Hasil analisis statistik hubungan Pola makandengan Status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Abeli Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 15.Tabel 15. Hubungan Pola makandengan Status gizi pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Kota Kendari Tahun 2013.No.Pola makanStatus GisiTotalvalue

GiziBaikGizi Kurang

n%N%n%

1.Baik1645.700.01645.70,42

2.Sedang925.712.91028.6

3.Kurang617.138.6925.7

4.Defisit0000

Total3188,648,635100

Tabel 15 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai Pola makan dengan kriteria baik sebagian besar mempunyai anak balita dengan status gizi baik yaitu sebanyak 16 anak balita (45,7%) sedangkan sisanya responden yang mempunyai Pola makandengan kriteria baik mempunyai anak balita dengan status gizi kurang yaitu sebanyak 0 anak balita (0%) dan responden yang mempunyai Pola makandengan kriteria kurang .Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,42. Jika p value (0,42) > 0,05 maka Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Pola makandengan Status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Abeli.Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun sebagian besar responden telah mempunyai Pola makandalam kategori baik diantaranya yaitu dengan mencuci tangan sebelum memberi makan anaknya, mencuci alat masak dan alat makan dengan bersih, memandikan anaknya dua kali sehari, namun sang anak tetap saja selalu bermain di tanah, tidak memakai alas kaki dan selalu memegang benda-benda kotor disekitar rumahnya.Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai Pola makan yang baik. Namun kondisi lingkungan yang kurang terjaga kebersihannya, dimana kepadatan rumah, tempat buang sampah dan limbah jamban keluarga mempengaruhi sumber air minum maupun air yang selalu digunakan untuk mandi dan mencuci kurang terjamin kebersihannya.Khomsan (2003) menyatakan bahwa frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat pada pola makan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang mengkonsumsi pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Suatu hasil pengamatan terhadap anak-anak di negara Barat memperlihatkan bahwa pada kelompok anak yang frekuensi konsumsi pangannya kurang dari 4 kali per hari mengkonsumsi energi, protein, vitamin C, dan zat besi (Fe) lebih rendah dari rata-rata konsumsi anak-anak yang seumur. Sedangkan konsumsi pada kelompok anak yang frekuensi konsumsi pangannya lebih dari 6 kali per hari ternyata lebih tinggi dari rata-rata konsumsi anak yang seumur.Tidak adanya pengaruh dalam penelitian ini, disebabkan adanya pengaruh faktor lain yang lebih kuat mengingat variabel yang berpengaruh dianalisis sekaligus secara bersamaan sehingga kemungkinan dipengaruhi variabel lain yang lebih besar pengaruhnya terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita.

V PENUTUPA. SimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:1. Tidak ada hubungan antara Perhatian/dukungan ibu terhadap anak dalam pratek pemberian makanan dengan Status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Abeli Tahun 2013.2. Tidak ada hubungan antara Rangsangan psikososial ibu dengan Status gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Abeli Tahun 2013.3. Tidak ada hubungan antara Pola makan dengan Status gizi pada anak balita di wilayah kerja Pusksmas Abeli Tahun 2013.B. SaranBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: a. Pihak pemerintah dapat menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang mudah dijangkau oleh masyarakat terutama yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Abeli.b. Pihak Puskesmas dapat lebih memperhatikan keadaan atau kondisi kesehatan masyarakat terutama di wilayah kerja puskesmas tersebut.c. Pihak orang tua terutama ibu lebih proaktif membawa anaknya keposyandu, memperhatikan kebersihan dan status gizi anak.