3.Ciri Penelitian Kuantitatif

5
Ciri-ciri Utama Penelitian Kuantitatif Prasetya Irawan Beberapa ciri penelitian kuantitatif berikut ini mudah- mudahan memperjelas pemahaman kita tentang penelitian kuantitatif. Ciri-ciri tersebut adalah: 1. Permasalahan penelitian terbatas dan sempit 2. Mengikuti pola berpikir deduktif 3. Mempercayai angka (statistika atau matematika) sebagai instrumen untuk menjelaskan kebenaran. 4. Membangun validitas internal dan validitas eksternal sebaik mungkin. 1. Permasalahan Penelitian Terbatas dan Sempit Sejak awal peneliti kuantitatif telah berusaha membatasi lingkup penelitiannya, dengan mengidentifikasikan satu atau beberapa variabel saja. Peneliti berusaha keras untuk memilih variabel yang menurutnya paling penting untuk diteliti. Obsesinya adalah menemukan sesedikit mungkin variabel, tetapi yang mungkin menjelaskan realitas kebenaran sebanyak mungkin. Di kalangan ilmuwan eksakta, dipercayai bahwa alam semesta ini diatur oleh hukum-hukum yang sederhana. Jika mereka menemukan suatu penjelasan yang melibatkan banyak variabel, mereka menjadi gelisah, dan merasa ada yang salah. Misalnya, mereka percaya ada satu hukum

Transcript of 3.Ciri Penelitian Kuantitatif

Page 1: 3.Ciri Penelitian Kuantitatif

Ciri-ciri Utama Penelitian Kuantitatif

Prasetya Irawan

Beberapa ciri penelitian kuantitatif berikut ini mudah-mudahan memperjelas

pemahaman kita tentang penelitian kuantitatif. Ciri-ciri tersebut adalah:

1. Permasalahan penelitian terbatas dan sempit

2. Mengikuti pola berpikir deduktif

3. Mempercayai angka (statistika atau matematika) sebagai

instrumen untuk menjelaskan kebenaran.

4. Membangun validitas internal dan validitas eksternal sebaik

mungkin.

1. Permasalahan Penelitian Terbatas dan Sempit

Sejak awal peneliti kuantitatif telah berusaha membatasi lingkup penelitiannya,

dengan mengidentifikasikan satu atau beberapa variabel saja. Peneliti berusaha keras

untuk memilih variabel yang menurutnya paling penting untuk diteliti. Obsesinya

adalah menemukan sesedikit mungkin variabel, tetapi yang mungkin menjelaskan

realitas kebenaran sebanyak mungkin.

Di kalangan ilmuwan eksakta, dipercayai bahwa alam semesta ini diatur oleh

hukum-hukum yang sederhana. Jika mereka menemukan suatu penjelasan yang

melibatkan banyak variabel, mereka menjadi gelisah, dan merasa ada yang salah.

Misalnya, mereka percaya ada satu hukum "sederhana" yang menyatukan empat

kekuatan besar di alam semesta (interaksi lemah, elektromagnetik, gravitasi, dan

interaksi kuat) dalam satu hukum (mereka menyebutnya "The Grand Unified

Theory").

Jika menggunakan rumus regresi, dikenal satu pemeo "less is more". Maksudnya,

semakin sedikit prediktor (variabel X) semakin baik dan semakin besar kekuatan

memprediksi variabel Y. Pendeknya, menemukan gambaran luas dan umum tentang

sesuatu bukanlah cita-cita peneliti kuantitatif. Tetapi ia memilih satu aspek realitas yang

sangat spesifik dan "kecil" untuk diteliti.

Page 2: 3.Ciri Penelitian Kuantitatif

2. Mengikuti Pola Berpikir DeduktifSecara umum, pola berpikir deduktif berjalan seperti ini:

Pengamatan Hipotesis Pengumpuian Data

Pengujian Hipotesis Kesimpulan

Albert Einstein percaya betul pada superioritas metode deduktif ini dan

mengatakan (dalam Suriasumantri, 1981)

Tak ada metode induktif yang mampu menuju pada konsep fundamental dari ilmu alam. Kegagalan dalam menyadari hal ini merupakan kesalahan dasar filosofis dari banyak sekali peneliti dalam abad 19. Sekarang kita sadari dengan sepenuhnya betapa salahnya para ahli teori yang berpendapat bahwa teori datang secara induktif dari pengalaman.

Sekedar untuk diingat, jumlah bab di dalam skripsi/tesis/disertasi pada

umumnya adalah lima. Jumlah bab ini bukan sekedar urusan administrasi, tetapi

merupakan cerminan struktur logis pengembangan sains.

3. Mempercayai Statistika atau Matematika Sebagai Instrumen Untuk Menjelaskan Kebenaran

Ketika suatu saat seseorang mengomentari Albert Einstein tentang teorinya

yang rumit (dalam bentuk hitungan-hitungan matematika) bahwa "itu hanya teori,

tidak ada gunanya bila tidak cocok dengan realitas di lapangan". Einstein menjawab

"Anda benar, hanya observasi yang mampu membimbing kita menuju ke

kebenaran. Saya tidak percaya pada matematika".

Tentu saja kita tak pernah tahu apakah dialog ini benar-benar terjadi. Tapi tak

bisa dipungkiri bahwa semua peneliti kuantitatif (termasuk Einstein) selalu

menggunakan bahasa angka untuk mengungkapkan pikiran-pikiran mereka. David

Hume pernah mengatakan, pemikiran abstrak tanpa kuantitas dan angka adalah

khayalan dan debat kusir belaka (dalam Lawrence, 1989).

Karena tradisi kuantitatif yang sangat kuat inilah, maka peneliti ilmu sosial pun

merasa "kurang ilmiah" jika tidak menjelaskan penemuan-penemuannya dalam bentuk

angka.

Tetapi kadang-kadang hal ini terjadi secara berlebihan. Banyak peneliti ilmu sosial,

misalnya, memaksakan diri menggunakan rumus regresi (y = a+bx) pada hal data yang

Page 3: 3.Ciri Penelitian Kuantitatif

dia miliki hanya berskala ordinal atau bahkan nominal. Angka yang dihitung pasti

muncul. Tetapi angka-angka dalam rumus itu sebenarnya "statistically nonsense".

4. Membangun Validitas Internal dan Validitas Eksternal Sebaik Mungkin

Menghitung korelasi antara dua variabel adalah mudah. Tetapi meyakinkan bahwa

satu variabel benar-benar membuat variabel yang lain berubah-ubah, ini yang sangat

sulit. Validitas internal tercapai jika peneliti berhasil meyakinkan bahwa variabel Y

benarbenar dipengaruhi oleh variabel X (bukan oleh variabel W,K, atau Q).

Selanjutnya, peneliti berpikir, Apakah temuan saya ini juga berlaku di konteks

lain (selain penelitian yang saya lakukan?) Bila ternyata ya, berlaku, maka peneliti

telah mencapai validitas eksternal. Dalam hal ini, peneliti yang teliti tidak hanya

senang karena dia telah mencapai validitas eksternal dalam penelitiannya. Tetapi dia

juga khawatir terhadap kasus-kasus yang bisa mendiskonfirmasi temuannya.

Maka, sebelum orang lain yang mendiskonfirmasi temuannya, peneliti itu sendiri

mencari kasus-kasus yang berpotensi mendiskonfirmasi temuannya itu.

Dalam hal ini ada beberapa variabel penting yang berpotensi merusak validitas

internal. Variabel-variabel ini (disebut Extraneous Varable) seperti misalnya History,

Maturation, Regression Effect, dan lain-lain) harus dikontrol dengan sebaik-baiknya

oleh peneliti.