39933923 Skrining Fitokimia Finish

56
SKRINING FITOKIMIA I. Tujuan Sebelum melakukan praktikum ini, praktikan wajib memahami berbagai golongan senyawa yang terdapat dalam tumbuhan, terutama yang disebut metabolit sekunder. Setelah melakukan praktikum ini, dengan menggunakan metode tabung dan metode KLT, mahasiswa mampu mengidentifikasi: a) senyawa golongan flavonoid, b) senyawa golongan antrakinon, c) senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid), d) senyawa golongan alkaloid, e) senyawa golongan fenolik dan polifenolik. II. Pendahuluan Penelitian mengenai bahan alam hayati terutama dalam hal untuk menemukan senyawa yang memiliki bioaktivitas atau efek farmakologi dikenal dua pendekatan yaitu pendekatan fitofarmakologi dan pendekatan skrining fitokimia (Fransworth, 1966). Pendekatan fitofarmakologi meliputi uji berbagai efek farmakologi terhadap hewan percobaan dengan ekstrak tumbuhan atau bagian tumbuhan. Misalnya efek farmakologi terhadap susunan saraf pusat, terhadap organ tertentu, dan sebagainya. Percobaan farmakologi dapat dilakukan baik secara in vivo dan/atau in vitro. Adapun aktivitas yang diujikan antara lain antineoplastik, antiviral, 1

description

Skrining fitokimia

Transcript of 39933923 Skrining Fitokimia Finish

SKRINING FITOKIMIA

I. Tujuan

Sebelum melakukan praktikum ini, praktikan wajib memahami berbagai golongan

senyawa yang terdapat dalam tumbuhan, terutama yang disebut metabolit sekunder.

Setelah melakukan praktikum ini, dengan menggunakan metode tabung dan metode

KLT, mahasiswa mampu mengidentifikasi:

a) senyawa golongan flavonoid,

b) senyawa golongan antrakinon,

c) senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid),

d) senyawa golongan alkaloid,

e) senyawa golongan fenolik dan polifenolik.

II. Pendahuluan

Penelitian mengenai bahan alam hayati terutama dalam hal untuk menemukan

senyawa yang memiliki bioaktivitas atau efek farmakologi dikenal dua pendekatan yaitu

pendekatan fitofarmakologi dan pendekatan skrining fitokimia (Fransworth, 1966).

Pendekatan fitofarmakologi meliputi uji berbagai efek farmakologi terhadap hewan

percobaan dengan ekstrak tumbuhan atau bagian tumbuhan. Misalnya efek farmakologi

terhadap susunan saraf pusat, terhadap organ tertentu, dan sebagainya. Percobaan

farmakologi dapat dilakukan baik secara in vivo dan/atau in vitro. Adapun aktivitas yang

diujikan antara lain antineoplastik, antiviral, antimikrobial, antimalaria, insektisida,

hipoglikemik, kardiotonik, estrogenik atau androgenik, dan sebagainya.

Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia dalam

tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama

kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloid, antrakinon, flavonoid,

glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tanin (polifenolat), minyak

atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. Adapun tujuan utama dari pendekatan skrining

fitokimia adala untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau

kandungan yang berguna untuk pengobatan.

Metode yang digunakan untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi

beberapa persyaratan antara lain :

1

a. sederhana,

b. cepat,

c. dirancang untuk peralatan minimal,

d. bersifat selektif untuk golongan senyawa yang dipelajari,

e. bersifat semi kuantitatif sebegitu jauh dapat diketahui batas terendah dari golongan

senyawa yang dipelajari,

f. dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dari

golongan senyawa yang dipelajari.

Adapun hingga saat ini prosedur yang banyak dipublikasikan memenuhi kriteria (a)

sampai dengan (d) dan sangat sedikit memenuhi kriteria (e) sampai dengan (f)

(Fransworth, 1966).

Skrining fitokimia ini dilakukan dengan dua macam uji, yaitu uji tabung dan uji

kromatografi. Uji tabung digunakan sebagai uji pendahuluan untuk mengetahui macam

senyawa yang terdapat dalam serbuk tumbuhan yang belum diketahui. Sedangkan uji

kromatografi digunakan sebagai penegas jenis senyawa dari uji tabung yang dilakukan

sebelumnya. Dalam praktikum ini uji kromatografi dilakukan dengan Kromatografi Lapis

Tipis (KLT).

UJI TABUNG

1. Minyak Atsiri

Merupakan zat yang berbau, terdapat pada berbagai bagian tumbuhan. Karena

mudah menguap bila disimpan di tempat terbuka pada suhu kamar, maka disebut

minyak menguap, minyak atsiri, atau minyak esens esensial (Claus,1970). Minyak

atsiri adalah campuran dari banyak substansi yang kompleks dan sangat bervariasi

dalam komposisi kimiawi. Hampir setiap tipe senyawa organik dapat ditemukan

dalam minyak atsiri (hidrokarbon, alkohol, keton, aldehid, eter, oksida, fenol, dan

ester) dan hanya sedikit komponen tunggal dengan persentase tinggi yaitu terpena.

(Claus,1970; Wagner, 1984).

Walaupun minyak atsiri mengandung bermacam-macam komponen kimia yang

berbeda, namun komponen tersebut dapat digolongkan menjadi 4 kelompok besar

yang menentukan sifat minyak atsiri, yaitu :

terpen, yang ada hubungannya dengan isoprena atau isopentena;

senyawa hidrokarbon berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang;

turunan benzen;

bermacam-macam senyawa lainnya.

2

Sebagian minyak atsiri mengandung senyawa hidrokarbon yang mempunyai rumus

empiris C10H16 dan kelompok persenyawaan yang mengandung atom oksigen dengan

rumus empiris C10H16O dan C10H18O.

Minyak atsiri memiliki beberapa aktivitas fisiologis yaitu sebagai antiseptik,

antimalaria, antibakteri, antifungi, karminatif, analgetik, hemolitik, dan lain

sebagainya. Secara ekonomi senyawa ini biasa digunakan untuk bahan pewangi,

rempah-rempah, dan cita rasa dalam industri makanan (Claus, 1970; Harborne, 1987).

2. Steroid dan Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan

isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen.

Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid,

atau asam karboksilat. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Liebermann-

Burchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat) yang dengan kebanyakan triterpen dan sterol

memberikan warna hijau-biru (Harborne, 1987).

Sterol atau steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya cincin siklopentana

perhidrofenantren. Senyawa sterol pada tumbuhan disebut dengan fitosterol, yang

umum terdapat pada tumbuhan tinggi adalah sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol

(Harborne, 1987).

3. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa nitrogen yang biasanya terdapat dalam tumbuh-

tumbuhan. Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang banyak terdapat dalam

tanaman angiospermae. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa

yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Atom nitrogen dalam alkaloid

terdapat sebagai amina primer, amina sekunder, amina tersier, dan amina kuarterner.

Pada umumnya alkaloid terdapat dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik

dan bersifat fisiologis aktif pada manusia dan hewan (Harborne, 1987; Trease dan

Evans, 1978).

Berdasarkan struktur kimianya alkaloid dapat digolongkan sebagai:

golongan piridina, misalnya arekolina (Areca catechu) dan nikotina (Nicotiana

tabacum);

golongan tropan, misalnya hiosiamina dan skopolamina (Atropa belladona,

Hyoscyamus niger, Datura stramonium);

golongan kinolin, mialnya kinina dan kinidina (Cinchona succirubra);

3

golongan iso-kinolin, misalnya hidrastin (Hydrastis canadensis), emetin

(Cephaelis ipecuanhae), morfin dan kodein (Papaver somniferum);

golongan indol, misalnya ergotamina (Secale cornutum), strikhnina dan brusina

(Strychnos nux vomica), dan reserpin (Rauwolfia serpentina);

golongan amina, misalnya efedrina (Ephedra sinica) dan kolkisina (Colchicum

autumnale);

golongan steroid, misalnya akonitin (Aconitum napellus);

golongan purin, misalnya kofeina (Cola nitida, Coffea arabica, Camellia

sinensis), teofilina (Camellia sinensis), dan teobromina (Theobroma cacao).

Identifikasi alkaloid dapat dilakukan dengan reaksi pengendapan dan reaksi

warna. Sebelum dilakukan reaksi tersebut, diadakan isolasi antara lain dengan cara:

a)penyekatan dengan pelarut organik,

b)penyekatan air-asam,

c)mikrosublimasi,

d)mikrodestilasi dengan alat tanur TAS dilanjutkan dengan kromatografi.

Alkaloid seringkali bersifat racun pada manusia tapi sebagian besar memiliki

aktifitas fisiologis. Kebanyakan alkaloid diendapkan dari larutan netral atau sedikit

asam oleh pereaksi Mayer (kalium iodida dan merkuri klorida), Wagner (larutan iod

dalam KI), larutan asam tanat, Hager (larutan jenuh asam pikrat), atau oleh pereaksi

Dragendorff (larutan iodium bismut iodida). Endapan dapat berbentuk amorf maupun

kristalin dengan warna yang bervariasi yaitu krem (Mayer), coklat kemerahan

(Wagner dan Dragendorff), kecuali alkaloid golongan yang tidak diendapkan, reaksi

pengendapan dapat diganggu oleh adanya protein (Claus, 1970).

Dalam tanaman alkaloid mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai

pertahanan terhadap insektisida dan herbivora, merupakan hasil akhir dari proses

detoksifikasi, mengatur pertumbuhan, dan merupakan elemen penting dalam tanaman

untuk mengatur suplai nitrogen (Claus, 1970).

4. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik meliputi bermacam senyawa yang memiliki ciri yaitu berupa

senyawa aromatis. Beberapa senyawa yang termasuk dalam golongan fenolik antara

lain fenol sederhana, lignin, antrakinon, flavonoid, tanin, dan fenil propanoid. Fenol

sederhana memiliki kelarutan yang terbatas dalam air dan bersifat asam. Identifikasi

senyawa fenol secara umum dapat menggunakan FeCl3, di mana akan dihasilkan

larutan berwarna merah, violet, atau merah-ungu.

4

5. Glikosida

Glikosida adalah senyawa yang tidak mereduksi, yang apabila terhidrolisis akan

menghasilkan gugus gula (glikon) dan gugus bukan gula (aglikon). Bagian gula ada

yang tidak spesifik (misalnya glukosa) dan yang spesifik (misalnya digitoksosa,

sarmentosa). Molekul gula yang lazimnya terdapat pada glikosida adalah β-D-

glukosa, tetapi kadang-kadang ditemukan juga jenis gula lain, yaitu rhamnosa,

digitoksosa, simarosa, dan lain-lain. Bila ikatan glikosidik terjadi dengan molekul

glukosa, maka glikosida tersebut disebut dengan glukosida, sedang bila berikatan

dengan gula yang lain disebut sebagai glikosida (Claus,1970). Glikosida umumnya

larut dalam air, sedangkan aglikonnya tidak larut dalam air. Atas dasar aglikonnya,

glikosida dibedakan menjadi: glikosida jantung, glikosida saponin, glikosida

sianogen, glikosida antrakinon, glikosida flavanoid, glikosida alil-isotiosianat,

glikosida fenolat, glikosida alkohol, glikosida aldehid, dan glikosida lakton.

a.) Glikosida Jantung

Glikosida jantung mengandung glikosida steroid dengan efek yang spesifik,

yaitu mempengaruhi irama pergerakan kerja jantung. Steroid ini strukturnya

merupakan turunan sistem cincin tetrasiklik 10,13-dimethylcyclopentano-

perhydrophenan-threne yang mempunyai lingkaran γ-lakton disebut kardenolida,

sedang yang mempunyai lingkaran δ-lakton disebut bufadienolida, keduanya

terletak pada posisi atom C-17. Glikosida jantung yang terkandung dalam

tanaman antara lain adalah digitoksin (pada Digitalis folium), oleandrin (pada

Nerii folium), strofantosid (pada Strophanthi semen).

b.) Glikosida Saponin

Glikosida saponin adalah glikosida yang terdiri atas 27 atom karbon steroid

atau 30 atom karbon triterpen. Kelompok gula yang terikat pada gugus hidroksi

tunggal (umunya atom C-3 hidroksi) dari aglikon, disebut sebagai saponin

monodesmosida, sedangkan gula yang terikat pada lebih dari satu, biasanya pada

gugus hidroksi dan karboksil, disebut sebagai saponin bis desmosida. Glikosida

ini ditemukan pada berbagai bagian tanaman, seperti daun, batang, akar, umbi,

bunga, dan buah. Glikosida ini memiliki karakter dengan rasa yang pahit dan

kemampuannya menghemolisis sel darah merah.

Saponin dalam air membentuk busa yang stabil. Hal ini disebabkan oleh sifat

alamiah saponin sebagai senyawa yang amfifilik. Nama saponin sendiri berasal

5

dari kata sapon yang berarti ‘sabun’. Saponin dipercaya sebagai alat pengontrol

kolesterol bagi mereka yang berdiet. Namun saponin juga dapat bersifat racun

bagi hewan berdarah dingin karena kemampuannya untuk menurunkan tekanan

darah. Beberapa saponin juga bersifat racun bila terhirup dan dapat menyebabkan

urtikaria pada beberapa orang. Saponin yang telah teridentifikasi menyebabkan

keracunan seperti ini disebut dengan sapotoksin. Liquiritiae radix dan

Sarsaparllae cortex mengandung saponin. Demikian juga daging buah Sapindus

rarak.

Sifat-sifat saponin :

berasa pahit dan berbusa dalam air,

mempunyai sifat deterjen yang baik,

beracun bagi binatang berdarah dingin,

mempunyai aktivitas hemolisis, merusak sel darah merah,

tidak beracun bagi binatang berdarah panas,

mempunyai sifat antieksudatif,

mempunyai sifat antiinflamasi mempunyai aplikasi yang baik dalam preparasi

film fotografi.

c.) Glikosida Antrakinon

Merupakan glikosida dengan aglikon yang merupakan turunan dari

antrakinon. Antrakinon (9,10-dioxoanthracene) merupakan senyawa organik

aromatic dan merupakan turunan dari antrasena. Glikosida antrakinon mempunyai

efek laksatif atau purgatif. Contoh dari glikosida antrakinon antara lain emodin

(pada Rhei radix, Rhamni frangulae), aloe emodin (pada Aloe folium), senosida A

dan senosida B (pada Sennae folium). Struktur antrakinon adalah sebagai berikut :

Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna

kuning sampai merah sindur (oranye), larut dalam air panas atau alkohol encer.

Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger. Antrakinon yang mengandung

gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya

dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakinon adalah antron dan antranol,

terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida. Antron bewarna kuning pucat, tidak

6

menunjukkan fluoresensi, dan tidak larut dalam alkali, sedangkan isomemya, yaitu

antranol bewarna kuning kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan

berpendar (berfluoresensi) kuat. Oksantron merupakan zantara (intermediet)

antara antrakinon dan antranol. Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau

campuran dari molekul antron. Diantron merupakan aglikon penting dalam

Cassia, Rheum, dan Rhamnus; dalam golongan ini misalnya senidin, aglikon

senosida. Reidin A, B, dan C yang terdapat dalam Sena dan Kelembak merupakan

heterodiantron.

Glikosida antrakinon berfungsi sebagai stimulan katartika dengan cara

meningkatkan tekanan otot polos pada dinding usus besar. Aksinya akan terasa

sekitar 6 jam kemudian atau lebih lama. Mekanisme aksinya diduga bahwa

antrakinon dan antranol dan turunannya berpengaruh terhadap transpor ion dalam

sel kolon dengan menghambat kanal ion Cl-.

d) Glikosida sianogen

Keberadaan glikosida sianogen didasarkan pada adanya gas HCN yang

dibebaskan oleh hasil hidrolisis glikosida sianogen, baik secara kimiawi maupun

oleh enzim endogen dalam sistem tertutup. Glikosida sianogen dapat diisolasi

dengan cara umum yang digunakan untuk glikosida. Namun selama proses isolasi

penting untuk menonaktifkan enzim glikosidase yang ada bersama-sama dalam

jaringan tumbuhan. Glikosida sianogen ini antara lain laurocerasin (pada

Laurocerasin folium), amygdalin (pada Amygdalae semen), prunasin (pada

Prunus sp.), juga terdapat pada kubis (Brassica oleracea), sawi (Brassica nigra).

6. Tanin

Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawa

fenolik. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak

larut dalam air. Terdapat 2 jenis utama tanin yaitu tanin terkondensasi, tersebar pada

paku-pakuan, angiospermae dan gymnospermae; dan tanin terhidrolisis, terdapat pada

tumbuhan berkeping dua. Tanin dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa

bercak lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi fenol baku. Elagitanin

(tanin terhidrolisis) bereaksi khas dengan asam nitrit (NaNO2 ditambah dengan asam

asetat) membentuk warna merah cerah yang kian lama berubah menjadi biru indigo

(Harborne, 1987).

7. Karbohidrat

7

Karbohidrat atau sakarida merupakan senyawa yang termasuk polihidroksi keton

atau polihidroksi aldehid. Senyawa lain yang bila dihidrolisis menghasilkan senyawa

polihidroksi keton atau polihidroksi aldehid digolongkan dalam kelompok

karbohidrat. Rumus umum dari karbohidrat adalah Cx(H2O)y.

Karbohidrat dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu :

a) Monosakarida, yaitu gula yang tidak dapat dihidrolisis menjadi gula yang lebih

sederhana. Contohnya glukosa, fruktosa, dan galaktosa.

b) Oligosakarida, yaitu gula yang terdiri dari dua atau lebih satuan monosakarida

yang berikatan dengan ikatan glikosidik. Contohnya sakarosa, laktosa, dan

maltosa.

c) Polisakarida, yaitu molekul yang tersusun dari sejumlah besar satuan

monosakarida yang berikatan dengan ikatan glikosidik. Contohnya amilum,

selulosa, dan gom.

8. Flavonoid

Flavonoid merupakan metabolit sekunder dari tanaman yang memiliki 15 asam

karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6C3C6, yaitu dua cincin

aromatik yang dihubungkan oleh satuan 3 karbon yang dapat atau tidak membentuk

cincin. Kerangka dasar dari flavonoid adalah sebagai berikut:

Flavonoid adalah pigmen yang tersebar luas dalam tanaman, terdapat dalam

bentuk aglikon maupun heterosida. Beberapa senyawa tidak pernah ditemukan

sebagai heterosida, seperti flavon tidak terhidroksilasi dan flavon yang teralkilasi

penuh karena tidak memiliki gugus hidroksil dimana gula dapat dikombinasikan.

Berdasarkan nomenklatur IUPAC, flavonoid dapat diklasifikasi menjadi :

a) flavonoid, merupakan turunan dari stuktur 2-phenylchromen-4-one (2-phenyl-1,4-

benzopyrone),

b) isoflavonoid, merupakan turunan dari struktur 3-phenylchromen-4-one (3-phenyl-

1,4 benzopyrone),

8

c) neoflavonoid, merupakan turunan dari struktur 4-phenylcoumarine (4-phenyl-1,2-

benzopyrone).

Flavonoid disintesis melalui jalur metabolit fenilpropanoid di mana asam amino

fenilalanin digunakan untuk memproduksi 4-coumaroyl-CoA, yang selanjutnya

digabungkan dengan malonyl CoA untuk membentuk kerangka dasar flavonoid,

sekelompok senyawa yang disebut chalcones yang mengandung dua cincin fenil.

Konjugat ring-closure dari chalcones menghasilkan bentuk umum flavonoid, yaitu

struktur tiga cincin dari flavon. Jalur metabolit kemudian berlanjut melalui

serangkaian modifikasi enzimatik hingga menghasilkan flavon dihidroflavonol

antosianin. Sepanjang jalur ini, juga dihasilkan produk-produk, termasuk flavonol,

flavan-3-ol, tanin, dan senyawa polifenol yang lain.

Flavonoid memiliki beberapa manfaat, baik bagi tumbuhan penghasil maupun

untuk manusia. Flavonoid bagi tumbuhan penghasil berfungsi sebagai pigmen pada

bunga dan untuk mencegah serangan dari serangga maupun mikroba. Sedangkan

aktivitas biologi flavonoid untuk manusia antara lain :

a) sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker,

b) untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C

(meningkatkan efektivitas vitamin C),

c) antiinflamasi,

d) mencegah keropos tulang,

e) sebagai antibiotik:

dalam banyak kasus, flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik

dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri atau virus; fungsi

flavonoid sebagai antivirus telah banyak dipublikasikan, termasuk untuk virus

HIV (AIDS) dan virus herpes.

f) pencegahan dan pengobatan beberapa penyakit lain seperti asma, katarak,

diabetes, encok atau rematik, migren, wasir, dan periodontitis (radang jaringan

ikat penyangga akar gigi)

(Claus,1970)

UJI KROMATOGRAFI

Kromatografi merupakan cara pemisahan yang mendasarkan partisi atau adsorbsi

cuplikan antara fase gerak dan fase diam. Kromatografi adalah suatu proses migrasi

diferensial dalam mana komponen-komponen cuplikan ditahan secara selektif oleh fase

9

diam. Di antara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis (KLT) adalah

yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya

memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu singkat untuk

menyelesaikan analisis (15-60 menit), dan memerlukan jumlah cuplikan yang sangat

sedikit (kira-kira 0,1 g). Selain itu, hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder

tidak mungkin terjadi, kebutuhan ruang minimum dan penanganannya sederhana.

KLT adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri atas

bahan berbutir-butir (fase diam) yang ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas,

logam, ataupun lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan dan

ditotolkan berupa bercak atau pita. Selanjutnya pelat diletakkan dalam bejana tertutup

rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama

perambatan kapiler (pengembangan). Senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan

(dideteksi) dengan penunjuk bercak (Stahl, 1985).

Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan mengubah-ubah secara langsung

beberapa sifat fisik umum dari molekul. Sifat utama yang terlihat adalah:

kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan,

kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus,

kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (Gritter, 1991).

Pada sistem kromatografi, campuran yang akan dipisahkan ditempatkan dalam

keadaan sedemikian rupa sehingga komponen-komponennya harus menunjukkan 2 dari 3

sifat di atas.

Hampir segala macam pelarut dapat dipakai untuk melarutkan campuran tetapi

umumnya yang bertitik didih antara 50-100 0C. Pelarut yang demikian ini mudah

ditangani dan mudah menguap dari lapisan. Penotolan dapat dilakukan dengan memakai

pipa kapiler halus yang dibuat dari pipa kaca sedemikian rupa sehingga besarnya tak jauh

beda dengan peniti. Cuplikan ditotolkan sekitar 8-10 µl dari salah satu ujung kaca objek.

Pelarut harus benar-benar dihilangkan sebelum dilakukan pengembangan.

Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka

Rf atau hRf.

Rf = jarak elusi sampel

Jarak elusi fase gerak

Nilai Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan 2 desimal. hRf

adalah angka Rf dikalikan faktor 100, menghasilkan nilai berjangka antara 0 sampai 100,

tetapi karena angka Rf merupakan fungsi sejumlah faktor maka angka ini dianggap

sebagai petunjuk saja, harga hRflah yang dicantumkan untuk meninjukkan letak suatu

senyawa pada kromatogram (Gritter, 1991).

10

Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan

menggunakan salah satu dari 4 teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.

Keempat teknik kromatografi tersebut adalah kromatografi kertas, KLT, kromatografi gas

cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi.

Untuk mendeteksi senyawa tanpa warna pada kromatografi dapat dilakukan dengan

berbagai cara. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di

daerah UV gelombang pendek atau senyawa tersebut dapat dieksitasi ke fluoresensi

radiasi UV gelombang pendek dan atau gelombang panjang. Jika dengan kedua cara

tersebut tidak dapat dideteksi, harus dengan reaksi kimia, pertama tanpa dipanaskan,

kemudian bila perlu dipanaskan (Gritter, 1991).

III. Uraian tanaman

a. Klasifikasi tanaman

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rosales

Suku : Leguminosae

Marga : Abrus

Jenis : Abrus precatorius L

b. Nama daerah

Sumatera : Thaga (Aceh), Seugew (Gayo), Saga (Batak), Parusa (Mentawai),

Kundi (Minangkabau), Kanderi (Lampung), Kendari (Melayu)

Jawa : Saga areuy (Sunda), Saga Telik (Jawa), Ga’saga’an lakek (Madura)

Bali : Piling – piling

Kalimantan : Saga (Sampit), Taning bajang (Dayak)

c. Morfologi

Habitus : perdu, merambat, membelit.

Batang : berkayu, bulat, masih muda hijau, setelah tua hijau kecoklatan.

Daun : majemuk, berselang-seling, pertulangan menyirip, anak daun 8-18

pasang, bentuk daun bulat telur, ujung meruncing, pangkal bulat, tepi

rata (integer), panjang 6-25 mm, lebar 3-8 mm, warna hijau.

11

Bunga : majemuk, bentuk tandan, bagian bawah berkelamin dua, bagian atas

hanya terdiri dari bunga jantan, kelopak bergerigi pendek, berbulu,

tajuk bunga bersayap, ungu muda hingga kemerahan.

Buah : polong, panjang 2-5 cm, tiga sampai 6 buah, hijau.

Biji : bulat telur, keras, panjang 6-7 mm, tebal 4-5 mm, merah bernoda

hitam.

Akar : tunggang, coklat kotor.

d. Khasiat

Abrus precatorius berkhasiat sebagai :

obat sariawan,

obat batuk,

obat radang tenggorokan,

antikehamilan,

laksatif,

aprodisiak,

purgatif,

emetic,

tonik,

antiradang,

antialergi.

e. Kandungan kimia

Daun, batang, biji : saponin dan flavonoid

Batang : polifenol

Biji : tanin

Akar : alkaloid, saponin, polifenol, abruquinone

12

IV. Metode (alat bahan + caker)

a. Alat

Timbangan

Tabung reaksi

Corong pisah

Gelas ukur 10 ml , 100 ml

Pengaduk kaca

Labu erlenmeyer

Penangas air

Beaker glass

Pipet tetes

Cawan porselin

Tabung refluks

Kertas saring

Corong

Flakon

b. Bahan

Serbuk simplisia K37

Petroleum eter

Eter

13

Etanol 70%

Aquadest

KOH 0,5 N dalam etanol

Aquadest panas

Anhidrida asam asetat P

Kloroform P

Asam sulfat pekat

SbCl3 dalam kloroform P

HCl 2%

Dragendorff

Mayer

Larutan FeCl3

K4(CN)6

Amonia encer

NaOH 10%

Bahan KLT

Alkaloid

Fase diam Silika gel F 254

Fase gerak Toluena-etil asetat-dietilamina (7:2:1)

Sampel Sari eter

Larutan asam dari sari etanol air

Jumlah

sampel

3 totol @ sampel

Pembanding Kinin

Deteksi Dragendorff dilanjutkan natrium nitrit

Keterangan Bercak berwarna jingga sampai merah tua di bawah sinar tampak

Kumarin

Fase diam Silika gel F 254

Fase gerak Dietileter-toluen (1:1) dijenuhkan dengan asam asetat 10%

Sampel Sari eter

Jumlah

sampel

3 totol

Pembanding Kumarin standar

14

Deteksi KOH 5% etanolik

Keterangan Biru muda atau sawo matang

Tanin dan senyawa fenolik lain

Fase diam Silika gel F 254

Fase gerak Etil asetat-metanol-air (100:13,5:10)

sampel Sari eter

Sari eter dari uji glikosida sari etanol air

Jumlah

sampel

3 totol @ sampel

Pembanding Asam galat

Deteksi FeCl3

Keterangan Di bawah sinar tampak senyawa fenolik akan berwarna hijau

hingga biru kehitaman

Minyak atsiri

Fase diam Silika gel F 254

Fase gerak Toluena-etilasetat (93:7)

sampel Sari petroleum eter

Jumlah

sampel

3 totol @ sampel

Pembanding -

Deteksi Anisaldehida asam sulfat, dipanaskan 100˚C

Keterangan Bercak di bawah sinar tampak berwarna biru, hijau, merah

menunjukkan adanya senyawa terpen yang biasanya merupakan

penyusun minyak atsiri

Flavonoid

Fase diam Silika gel F 254

Fase gerak Etil asetat-asam format-asam asetat glasial-air (100:11:11:27)

sampel Sari petroleum eter

Jumlah

sampel

3 totol @ sampel

15

Pembanding -

Deteksi AlCl3

Keterangan Bercak di bawah sinar tampak berwarna biru, hijau, merah

menunjukkan adanya senyawa terpen yang biasanya merupakan

penyusun minyak atsiri

c. Cara kerja

Skema I

16

Skema II

Skema III

17

V. Hasil percobaan

Uji Tabung

a. Sari Petroleum Eter

b. Sari Eter

c. Sari Etanol – Air

18

Uji Hasil Pengamatan ket

Steroid dan

triterpenoid

Terbentuk 3 lapisan :

Atas : ungu

Tengah :coklat

Baawah : bening

( - )

Karotenoid Berwarna kuning ( - )

Uji Hasil Pengamatan Ket

Alkaloid 3 Tabung :

1. Pembanding

2. + Dragendorff: endapan oranye

3. + Mayer LP : endapan putih

( + )

Senyawa fenolik

1) Fenol – fenol

2) Fenol propanoid

3) Antrakuinon

Hitam

Biru

Kuning menjadi hijau bening

Menjadi larutan coklat

( + )

( + )

( + )

( - )

19

Uji Hasil Pengamatan Ket

Garam alkaloid

a. Alkaloid

b. Alkaloid

kuarterner atau

amina

teroksidasi

Masing – masing uji 3 tabung :

Pembanding : coklat

+ Dragendorff : endapan merah

+ Mayer LP : tidak ada perubahan warna

Pembanding : coklat

+ Dragendorff : coklat muda

+ Mayer : coklat muda

( + )

( - )

( - )

( - )

Antosian Tidak terjadi perubahan warna pada ketiga reaksi :

Keadaan asam

Keadaan netral

Keadaan alkalis

( - )

Glikosida

a. Steroid atau

triterpenoid

b. Senyawa fenolik

c. Senyawa fenol –

fenol

d. Fenil propanoid

e. Antrakuinon

Reaksi Liebermann-Burchard terbentuk

larutan bening berwarna kuning kecoklatan

Terbentuk warna hijau

Terbentuk warna biru kehijauan

Kuning menjadi hijau

Terbentuk warna kuning

( - )

( + )

( + )

( + )

( - )

Saponin Terbentuk buah setinggi 0,3 cm ( + )

Tanin Terbentuk warna biru ( + )

Karbohidrat

a. Karbohidrat

b. Pati

-

Terbentuk warna coklat seperti teh ( + )

Uji KLT

a. Kumarin

No Rf Sebelum disemprot Setelah disemprot

UV 254 Tampak UV 366 UV 366 Tampak

1 0,15 Pemadama

n ungu

- Fluoresensi

hijau

Fluoresensi

hijau

-

2 0,25 - - Fluoresensi

hijau

Fluoresensi

hijau

-

3 0,35 - - Fluoresensi

hijau

Fluoresensi

hijau

-

4 0,6125 Pemadama

n kuning

- Fluoresensi

hijau

Pembanding :

fluoresensi

kuning

Sampel:

Fluoresensi

hijau

-

5 0,7625 - - Fluoresensi

hijau

Fluoresensi

hijau

-

b. Tanin dan senyawa fenolik lain

No Rf Sebelum disemprot Setelah disemprot

UV 254 Tampak UV 366 UV 366 Tampak

1 0,09375 - - Fluoresens

i pink

Fluoresensi

pink

-

2 0,275 - - Fluoresens

i hijau

Fluoresensi

hijau

-

3 0,3875 Pemadaman

ungu

- - - -

4 0,8125 Pemadaman Bercak - Fluoresensi Bercak hitam

20

ungu coklat hijau

5 0,83125 - - Fluoresens

i pink

Fluoresensi

pink

-

6 0,8875 - - Fluoresens

i pink

Fluoresensi

pink

-

7 0,96875 - Bercak

hijau

Fluoresens

i pink

Fluoresensi

pink

Bercak hijau

Fluoresensi pink : senyawa sampel

Bercak hijau : sari eter

c. Alkaloid

No Rf Sebelum disemprot Setelah disemprot

UV 254 Tampak UV 366 UV 366 Tampak

1 0,2312

5

Pemadama

n ungu

- - - -

2 0,475 Bercak

hijau

- - -

3 0,525 - Bercak

biru

- - -

d. Minyak atsiri

Sampel yang ditotolkan tidak terelusi.

21

VI. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan skrining fitokimia terhadap suatu simplisia dengan

kode SK 37, yaitu daun Abrus precatorius (Saga). Skrining fitokimia dilakukan untuk

mengetahui kandungan senyawa bioaktif yang dapat digunakan untuk pengobatan

maupun untuk pencegahan penyakit. Pada percobaan kali ini digunakan dua macam uji,

yaitu uji tabung dan uji KLT. Sebelum dilakukan kedua uji tersebut, terlebih dahulu

dilakukan penyarian simplisia dengan menggunakan tiga macam penyari yang berbeda

kepolarannya. Penyarian adalah kegiatan penarikan zat aktif yang dapat larut dari bahan

yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil dari ekstraksi adalah ekstrak yang

diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia

hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan

(Yuswantina, 2009).

Karena simplisia yang digunakan merupakan zat padat, maka penyarian dilakukan

dengan cara maserasi. Maserasi merupakan proses merendam bahan simplisia yang telah

22

dihaluskan dengan menstrum sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga

zat-zat yang mudah larut akan terlarut. Selama proses maserasi, bahan direndam dalam

wadah bermulut lebar (labu Erlenmeyer) , ditutup rapat menggunakan plastik, dan

dikocok berulang-ulang selama 10 menit. Adanya pengocokan ini, memberikan suatu

keseimbangan konsentrasi bahan yang lebih cepat ke dalam cairan penyari. Keadaan

diam dalam proses maserasi menyebabkan turunnya perpindahan zat aktif (Yuswantina,

2009).

Untuk penyarian serbuk simplisia Abrus precatorius digunakan petroleum eter, eter,

dan etanol-air. Sebanyak 10 gram serbuk simplisia daun Abrus precatorius direndam

dengan 150 mL pelarut. Penyarian dilakukan sebanyak tiga kali dengan volume pelarut

masing-masing 70 mL, 40 mL, dan 40 mL. Penyarian berkali-kali akan menyebabkan

lebih banyak zat aktif yang tersari daripada penyarian tunggal dengan volume pelarut

sejumlah akumulasi volume pelarut untuk penyarian berkali-kali.

Serbuk simplisia daun Abrus precatorius pertama kali dimaserasi dengan petroleum

eter, kemudian eter, dan terakhir dengan etanol-air. Setelah disari dengan petroleum eter,

serbuk simplisia dikeringkan kemudian disari dengan eter. Setelah disari dengan eter,

serbuk simplisia dikeringkan kembali dan disari dengan etanol-air. Tiap kali penyarian,

cairan disaring menggunakan corong dan kertas saring kemudian ampas dicuci dengan

pelarut. Pencucian ini dilakukan untuk memperoleh sisa kandungan bahan aktif dan

untuk menyeimbangkan kembali kehilangan saat penguapan yang terjadi pada penyarian

(Yuswantina, 2009). Filtrat yang diperoleh ditampung dalam cawan porselin dan

kemudian dipekatkan.

Sari petroleum eter dipekatkan hingga kira – kira 10 mL, disisihkan 1 mL untuk uji

KLT. Sari eter dipekatkan hingga kira – kira 30 mL, disisihkan 5 mL untuk uji KLT. Sari

etanol-air dipekatkan hingga kira – kira 40 mL, disisihkan 5 mL untuk KLT. Sari

petroleum eter, sari eter, dan sari etanol-air kemudian diuji kandungan senyawanya

dengan uji tabung dan uji KLT.

a. Uji tabung sari petroleum eter

Petroleum eter adalah pelarut non polar yang merupakan campuran hidrokarbon cair

yang bersifat mudah menguap (Yuswantina, 2009). Petroleum eter akan melarutkan

senyawa-senyawa yang bersifat kurang polar pada selubung sel dan dinding sel seperti

lemak-lemak, terpenoid, klorofil, dan steroid. Sari petroleum eter mengandung zat-zat

kimia yang larut dalam minyak, misalnya minyak atsiri, lemak dan asam lemak tinggi,

steroid dan triterpenoid, serta karotenoid. Pada skrining fitokimia yang dilakukan,

fraksi petroleum eter daun Abrus precatorius digunakan untuk uji steroid atau

23

triterpenoid dan karotenoid. Hasil ekstraksi 10 gram serbuk daun Abrus precatorius

dengan 150 mL petroleum eter diperoleh ekstrak encer berwarna coklat bening.

Uji steroid atau triterpenoid dilakukan menggunakan reaksi Liebermann-Burchard

(asam asetat anhidrat-asam sulfat pekat). Sari petroleum eter diuapkan di atas

penangas air hingga kering kemudian ditambah 5 mL KOH 0,5 N dalam etanol.

Penambahan KOH dimaksudkan untuk membebaskan aglikon bila ada glikosida

sehingga akan terbebaskan aglikon steroid dan glikon (gula). Menurut literatur, daun

Abrus precatorius mengandung saponin triterpenoid. Saponin merupakan triterpena

atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida (Harborne, 1987). Oleh karena

itu, sebelum dilakukan uji, triterpenoid yang merupakan aglikon triterpenoid harus

dibebaskan dulu dari glikosida saponin.

Cairan kemudian direfluks hingga tidak terlihat tetesan minyak pada permukaan

cairan dan bau etanol hilang. Mulut tabung ditutup dengan kapas yang dibasahi air

agar terjadi kondensasi. Pemanasan yang dilakukan akan menyebabkan pelarut

menguap ke atas dan uap-uap cairan penyari yang terkondensasi akan turun kembali

menuju tabung dan menyari kembali sampel yang berada pada tabung, demikian

seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna. Tidak

terlihatnya tetesan minyak menandakan bahwa petroleum eter telah menguap

semuanya dan hilangnya bau etanol menandakan bahwa etanol telah menguap

semuanya.

Sisa sari petroleum eter kemudian dilarutkan dalam air panas untuk melarutkan

glikon (gula) lalu didinginkan. Setelah dingin, aglikon steroid yang tidak larut dalam

air disari tiga kali dalam corong pisah dengan masing-masing 10 mL eter. Penyarian

berkali-kali akan menyebabkan lebih banyak zat aktif yang tersari daripada penyarian

tunggal dengan volume pelarut sejumlah akumulasi volume pelarut untuk penyarian

berkali-kali .

Sari eter yang mengandung aglikon steroid kemudian dipisahkan dan dikumpulkan

kemudian diambil sebanyak 5 mL untuk diuapkan sampai kering kemudian ditambah

0,5 mL asam asetat anhidrida P dan 0,5 ml kloroform P. Cairan kemudian dituang ke

dalam tabung reaksi yang kering karena uji Liebermann-Burchard akan memberikan

hasil yang baik, bila alat-alat gelas, reagen-reagen, dan senyawa-senyawa yang akan

diuji berada dalam keadaan kering. Setelah dipindah ke dalam tabung reaksi, cairan

ditetesi asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi.

Bila terdapat sterol (triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana

perhidrofenantrena) dalam sampel, akan terjadi reaksi dengan asam kuat dalam

kondisi bebas air dan akan dihasilkan warna yang spesifik. Warna yang dihasilkan

24

bervariasi sesuai dengan kondisi percobaan. Mekanisme reaksinya menurut salah satu

teori adalah mula-mula dibentuk kompleks senyawa yang teraktivasi, diikuti dengan

agregasi beberapa molekul menghasilkan sistem terkonjugasi. Senyawa-senyawa

kromofor yang dihasilkan berlaku seperti indikator asam-basa.

Sampel dinyatakan positif mengandung steroid atau triterpenoid jika terbentuk

cincin coklat kemerahan atau ungu. Pada hasil reaksi, tidak terbentuk cincin coklat

kemerahan atau ungu melainkan terbentuk tiga lapisan tanpa cincin. Lapisan atas

berwarna ungu, lapisan tengah berwarna coklat, dan lapisan bawah bening sehingga

diperkirakan sampel tidak mengandung steroid atau triterpenoid.

Hasil reaksi yang didapat tidak sesuai dengan yang tertera di literatur bahwa daun

Abrus precatorius mengandung triterpenoid bernama abrusosida dan aglikon

triterpenoid dari glikosida saponin. Kemungkinan hal ini disebabkan karena hanya

sedikit zat aktif yang tersari, aglikon steroid belum terbebaskan dari glikosida

saponin, atau tabung reaksi yang tidak kering sehingga reaksi Liebermann-Burchard

tidak memberikan hasil yang baik.

Selain uji steroid atau triterpenoid, dilakukan juga uji karotenoid menggunakan

reaksi Carr-Price (larutan antimon klorida (SbCl3) 20 % dalam kloroform) terhadap

sampel. Sebanyak 5 mL sari eter diuapkan sampai kering kemudian ditambah 2-3

tetes larutan jenuh SbCl3 dalam kloroform P. Sampel dinyatakan positif mengandung

karotenoid bila terbentuk warna biru yang kemudian menjadi warna merah. Pada hasil

reaksi, tidak terbentuk warna biru yang kemudian menjadi warna merah, melainkan

terbentuk warna kuning sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung karotenoid.

b. Uji tabung sari eter

Sari ini mengandung senyawa alkaloid, senyawa-senyawa fenolik, komponen

minyak atsiri tertentu, dan asam lemak. Hasil ekstraksi 10 gram serbuk daun Abrus

precatorius dengan 150 mL eter diperoleh ekstrak encer berwarna hijau tua.

1. Uji alkaloid

Dalam uji alkaloid, 10 mL sari eter diuapkan kemudian ditambah 1,5 mL HCl

2 %. Tujuan penambahan HCl adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga

biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam. Larutan uji kemudian

dibagi menjadi tiga bagian. Satu bagian sebagai pembanding, satu bagian

direaksikan dengan pereaksi Dragendorff, dan satu bagian direaksikan dengan

pereaksi Mayer. Kebanyakan alkaloid diendapkan dari larutan netral atau asam

25

oleh sejumlah reagen yang mengandung logam berat seperti merkuri (Hg), platina

(Pt), bismut (Bi), dan emas (Au). Pereaksi Mayer merupakan larutan kalium

merkuri iodida yang membentuk endapan berwarna krem atau putih terhadap

sebagian besar alkaloid. Sedangkan pereaksi Dragendorff merupakan larutan

kalium bismut iodida yang memberikan endapan warna oranye hingga coklat

kemerahan atau coklat muda sampai kuning dengan adanya alkaloid.

Diperkirakan endapan putih dengan penambahan pereaksi Mayer tersebut

adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan

merkurium (II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk

endapan merah merkurium(II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan

berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat(II) (Svehla, 1990).

Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas

sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion

logam (McMurry, 2004). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan

nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium

tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.

Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2. Perkiraan reaksi uji Mayer

Endapan pada penambahan pereaksi Dragendorff adalah kalium-alkaloid. Pada

pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak

terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis

membentuk ion bismutil (BiO+).

Gambar 3. Reaksi hidrolisis bismuth

Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam

sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari

bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida membentuk endapan hitam bismut

26

(III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih membentuk

kalium tetraiodobismutat (Svehla, 1990). Pada uji alkaloid dengan pereaksi

Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat

dengan K+ yang merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorff ditunjukkan

pada Gambar 4 (Miroslav, 1971).

Gambar 4. Reaksi uji Dragendorff

Pada penambahan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan berwarna oranye

dan pada penambahan pereaksi Mayer terbentuk endapan putih sehingga

diperkirakan sampel mengandung alkaloid. Tetapi reagen pengendap alkaloid

juga dapat mengendapkan senyawa lain dari tumbuhan seperti tanin, kumarin,

protein, dan beberapa flavonoid sehingga sekalipun terbentuk endapan dengan

pereaksi Dragendorff dan Mayer belum bisa disimpulkan bahwa serbuk simplisia

Abrus precatorius mengandung alkaloid. Terlebih menurut literatur, daun Abrus

precatorius juga mengandung flavonoid dan protein (Inventaris Tanaman Obat

Indonesia, 1994). Untuk memastikan, perlu dilakukan uji lebih lanjut dengan

KLT yang akan dibahas kemudian.

2. Uji Senyawa Fenolik

Dalam uji senyawa fenolik, sebanyak 1 mL sari eter diuapkan kemudian sisa

ditambah larutan FeCl3. Sampel dikatakan positif mengandung senyawa fenolik

terutama fenolik bebas bila terbentuk warna hijau, ungu, biru, sampai hitam

dengan penambahan larutan FeCl3. Gugus fenolik dari senyawa polifenol akan

berikatan dengan FeCl3 membentuk senyawa kompleks yang berwarna dan tidak

larut. Dengan penambahan larutan FeCl3, terbentuk warna hitam sehingga

diperkirakan sampel mengandung senyawa fenolik.

3. Fenol-fenol

27

Dalam uji senyawa fenol-fenol, sebanyak 1 mL sari eter diuapkan kemudian

sisa ditambah campuran kalium heksasianoferat (III) dan larutan besi (III)

klorida. Sampel dikatakan positif mengandung senyawa fenol-fenol bila terbentuk

warna biru sampai hitam. Dengan penambahan campuran kalium heksasianoferat

(III) dan larutan besi (III) klorida, terbentuk warna biru sehingga diperkirakan

sampel mengandung senyawa fenol-fenol.

4. Fenil Propanoid (Kumarin)

Dalam uji senyawa fenil propanoid, sebanyak 3 mL sari eter diuapkan

kemudian sisa dilarutkan dalam air panas dan dinginkan. Larutan uji kemudian

dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian sebagai pembanding dan satu bagian

ditambah dengan ammonia encer hingga pH larutan uji berada dalam rentang 8-9.

Sampel dikatakan positif mengandung senyawa kumarin atau derivatnya bila

terjadi fluoresensi biru atau hijau di bawah sinar UV. Sampel yang dianalisis

memberikan fluoresensi dari kuning menjadi hijau bening sehingga diperkirakan

sampel mengandung senyawa kumarin turunan fenil propanoid.

5. Antrakuinon

Dalam uji senyawa antrakuinon, sebanyak 3 mL sari eter dituang dalam tabung

reaksi kemudian ditambah 1 mL ammonia 25% atau NaOH 10% lalu dikocok.

Sampel dikatakan positif mengandung senyawa antrakuinon bila warna larutan

berubah menjadi merah keruh. Dengan penambahan NaOH 10 %, larutan

berwarna coklat dan tidak terbentuk warna merah keruh sehingga diperkirakan

sampel tidak mengandung antrakuinon.

c. Uji tabung sari etanol air

Sari ini mengandung garam alkaloid, alkaloid basa kuartener dan amina teroksidasi,

antosian, glikosida, saponin, tanin, dan karbohidrat. Hasil ekstraksi 10 gram serbuk

daun Abrus precatorius dengan 150 mL etanol-air diperoleh ekstrak encer berwarna

coklat kehitaman.

1. Uji Garam Alkaloid

Dalam uji garam alkaloid, sebanyak 10 mL sari etanol-air diuapkan dan sisa

ditambah HCl 10 % kemudian dipanaskan sambil diaduk. Sari etanol-air

28

kemudian dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian untuk uji alkaloid dan satu

bagian untuk uji alkaloid kuartener atau amina teroksidasi.

i. Alkaloid

Dalam uji alkaloid, sari etanol-air ditambah dengan ammonia encer hingga

alkalis (pH 8-9). Pembasaan lemah (ammonia) akan melepaskan alkaloid basa

dari garamnya. Alkaloid basa kemudian disari dengan kloroform karena

alkaloid basa larut dalam pelarut organik. Setelah disari dengan kloroform,

cairan diuapkan hingga kering dan sisa ditambah HCl 2 %. Cairan kemudian

dibagi menjadi tiga bagian. Satu bagian untuk pembanding, satu bagian untuk

direaksikan dengan pereaksi Mayer LP, dan satu bagian untuk direaksikan

dengan pereaksi Dragendorff LP.

Pada penambahan pereaksi Mayer LP tidak terlihat endapan tetapi dengan

penambahan pereaksi Dragendorff LP terlihat endapan berwarna merah

sehingga diperkirakan sampel mengandung alkaloid. Namun karena penyarian

dengan etanol-air bisa menyari glikosida seperti flavonoid, yang menurut

literatur merupakan salah satu kandungan daun Abrus precatorius, tidak

menutup kemungkinan bahwa endapan yang terbentuk bukan berasal dari

alkaloid.

ii. Alkaloid kuartener atau amina teroksidasi

Dalam uji alkaloid kuartener atau amina teroksidasi, sari etanol-air

ditambah dengan NaCl padat untuk kemudian diaduk. Perlakuan ekstrak

dengan NaCl sebelum penambahan pereaksi dilakukan untuk menghilangkan

protein. Adanya protein yang mengendap pada penambahan pereaksi yang

mengandung logam berat (pereaksi Mayer dan pereaksi Dragendorff) dapat

memberikan reaksi positif palsu pada beberapa senyawa (Santos et al., 1998).

Sari etanol-air yang telah ditambah dengan NaCl padat kemudian disaring dan

dicuci dengan HCl 10 % LP. Setelah dicuci dengan HCl 10 % LP, cairan

ditambah dengan pereaksi Mayer atau pereaksi Dragendorff. Dengan

penambahan pereaksi Mayer atau pereaksi Dragendorff tidak terjadi endapan

sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung alkaloid kuartener atau

amina teroksidasi.

2. Uji Antosian

Dalam uji antosian, sampel dikatakan positif bila memberikan warna merah

dalam suasana asam, warna ungu dalam suasana netral, dan warna biru atau hijau

dalam suasana alkalis.

29

Dari ketiga suasana tersebut, sari etanol-air tidak memberikan perubahan

warna sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung antosian.

3. Uji Glikosida

Dalam uji glikosida, sebanyak 20 mL sari etanol-air ditambah dengan 15 mL

HCl 10 % LP kemudian direfluks selama 30 menit untuk menghidrolisis jaringan

tumbuhan. Setelah direfluks selama 30 menit, sari etanol-air didinginkan dan

fenol yang terbebaskan disari tiga kali masing-masing dengan 8 mL eter dalam

corong pisah. Sari eter kemudian dikumpulkan dan ditambah natrium sulfat

anhidrat sehingga terbentuk dua fase. Tujuan penambahan natrium sulfat anhidrat

adalah untuk pengikatan fasa air yang terikutsertakan pada pemisahan fasa eter

dan fasa air-asam dengan menggunakan corong pisah (pengeringan). Adanya

glikosida yang terhidrolisis dengan pemanasan dalam asam, akan membebaskan

aglikon yang larut dalam fase eter dan glikon (gula) yang larut dalam fase air-

asam. Fase eter digunakan untuk uji senyawa fenolik dengan metode yang sama

seperti pada sari eter, dan fase air-asam digunakan untuk uji karbohidrat.

i. Uji senyawa fenolik

Dengan penambahan larutan FeCl3, terbentuk warna hitam sehingga

diperkirakan sampel mengandung aglikon senyawa fenolik.

ii. Uji senyawa fenol-fenol

Dengan penambahan campuran kalium heksasianoferat (III) dan larutan

besi (III) klorida, terbentuk warna biru kehijauan sehingga diperkirakan

sampel mengandung aglikon senyawa fenol-fenol.

iii.Uji senyawa fenil propanoid (kumarin)

Sampel yang dianalisis memberikan fluoresensi dari kuning menjadi hijau

sehingga diperkirakan sampel mengandung aglikon senyawa fenil propanoid

(kumarin).

iv. Uji antrakuinon

Dengan penambahan NaOH 10 %, cairan berwarna kuning dan tidak

terbentuk warna merah keruh sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung

aglikon antrakuinon.

v. Uji steroid atau triterpenoid

Dengan reaksi Liebermann-Burchard, cairan berwarna kuning kecoklatan

bening sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung steroid atau

30

triterpenoid. Secara teoritis, daun Abrus precatorius mengandung glikosida

triterpenoid seperti abrusida dan saponin triterpenoid glizerizin sehingga

hidrolisis akan membebaskan aglikon triterpenoid. Hasil yang negatif

kemungkinan disebabkan karena glikosida yang belum terhidrolisis sempurna

sehingga aglikon triterpenoid tidak berada bebas dalam cairan.

vi. Uji karbohidrat

Uji karbohidrat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya glikon (gula)

bebas dalam fase air –asam yang menunjukkan bahwa sampel mengandung

glikosida. Pada percobaan, uji karbohidrat menunjukkan hasil negatif. Secara

teori, uji karbohidrat akan memberikan hasil yang positif karena sampel

mengandung glikosida. Hasil yang negatif kemungkinan disebabkan karena

glikosida yang belum terhidrolisis sempurna sehingga glikon (gula) tidak

berada bebas dalam cairan.

Gambar 5. Struktur kimia glyzerizin (glycyrrhizin), saponin triterpenoid yang terkandung

dalam daun Abrus precatorius

Hasil positif pada uji senyawa fenol kemungkinan disebabkan karena adanya

kemiripan struktur dengan cincin aromatik yang mengandung gugus hidroksil pada

struktur glizerizin atau karena adanya batang pada serbuk simplisia yang mengandung

tanin (senyawa fenol).

4. Uji Saponin

Dalam uji saponin, sebanyak 2 mL sari etanol-air diuapkan hingga tinggal

separuh kemudian sisa diencerkan dengan air sama banyak. Sari etanol-air yang

telah diencerkan kemudian dikocok selama 15 menit. Sampel dinyatakan positif

mengandung saponin bila terbentuk buih yang stabil. Dengan pengocokan selama

15 menit, terbentuk buih yang stabil setinggi 0,3 cm sehingga diperkirakan

31

sampel mengandung saponin. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan

bahwa daun Abrus precatorius mengandung saponin.

5. Uji Tanin

Dalam uji tanin, sebanyak 1 mL sari etanol-air ditambah dengan 2 mL air dan

FeCl3 P. Sampel dinyatakan positif mengandung tanin bila memberikan warna

biru hingga hijau kehitaman. Dengan penambahan 2 mL air dan FeCl3 P,

terbentuk warna biru sehingga diperkirakan sampel mengandung tanin.

Secara teori, daun Abrus precatorius tidak mengandung tanin. Kandungan

tanin Abrus precatorius terdapat pada batangnya. Warna biru yang dihasilkan

kemungkinan merupakan reaksi antara FeCl3 P dengan senyawa fenol yang

terkandung dalam daun Abrus precatorius atau serbuk simplisia yang diuji tidak

hanya berasal dari daun tapi juga dari batang Abrus precatorius.

6. Uji Karbohidrat

i. Karbohidrat

Dalam uji karbohidrat, sebanyak 2 mL sari etanol-air diuapkan hingga hampir

kering kemudian ditambah dengan pereaksi Molisch dan 2-3 tetes asam sulfat

pekat P. Pereaksi Molisch yang terdiri dari α-naftol dalam alkohol akan

bereaksi dengan furfural membentuk senyawa kompleks berwarna ungu yang

disebabkan oleh daya dehidrasi asam sulfat pekat terhadap karbohidrat. Uji ini

bukan uji spesifik untuk karbohidrat, walalupun hasil reaksi yang negatif

menunjukkan bahwa larutan yang diperiksa tidak mengandung karbohidrat.

Terbentuknya cincin ungu menyatakan reaksi positif. Dalam percobaan, uji

karbohidrat tidak dilakukan karena sampel habis.

Secara teori, daun Abrus precatorius akan memberikan hasil positif karena

daun mengandung selulosa yang termasuk karbohidrat. Selain itu, daun Abrus

precatorius juga mengandung glikosida saponin yang berarti memiliki bagian

glikon (gula) yang bisa memberikan reaksi positif bila terpisah dengan

aglikonnya.

ii. Pati

Dalam uji pati, sebanyak 1 mL sari etanol-air dienaptuang dan diencerkan

kemudian ditambah lugol LP. Sampel positif mengandung pati bila terbentuk

warna biru. Tapi pada percobaan, warna cairan tidak berubah menjadi biru

32

melainkan coklat seperti teh sehingga diperkirakan sampel tidak mengandung

pati.

Hasil skrining fitokimia dengan uji tabung dibandingkan dengan kandungan

senyawa daun Abrus precatorius menurut literatur dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 1. Perbandingan Kandungan Senyawa Abrus precatorius Secara Teoritis dan Uji

Tabung

Kandungan Kimia Teoritis Hasil Uji Tabung

Steroid atau

triterpenoid

+ -

Karotenoid - -

Alkaloid - +

Senyawa Fenolik + +

Fenol-Fenol + +

Fenil

Propanoid

- +

Alkaloid Kuartener - -

Amina Teroksidasi - -

Antosian - -

Saponin + +

Glikosida

a. Gula

b. Aglikon Steroid

c. Aglikon

Triterpenoid

d. Fenil Propanoid

+

-

+

-

-

-

-

+

Tanin - +

33

Karbohidrat + Tidak dilakukan uji

Pati - -

Secara garis besar, kandungan senyawa dalam daun Abrus precatorius secara teori

dengan hasil skrining fitokimia menunjukkan persamaan kecuali pada beberapa hasil

negatif yang disebabkan karena kekurangan dalam proses penyarian maupun pemisahan.

Uji KLT

Uji KLT dilakukan apabila uji tabung memberikan hasil yang positf. Fase diam

yang digunakan adalah Silika Gel F 254. Tiap sampel dan pembanding ditotolkan pada

plat KLT sebanyak 3 totol. Pembnding digunakan untuk memastikan bahwa senyawa

sampel yang diuji mengandung senyawa atau gugus dasar yang sama dengan

pembanding. Jarak elusi masing – masing plat yang digunakan adalah 8 cm.

a. Senyawa kumarin

Uji KLT untuk mengetahui kandungan kumarin di dalam sampel dilakukan

dengan menggunakan kumarin standar sebagai pembanding dan sari eter sebagai

sampel. Uji kandungan kumarin ini dilakukan karena pada saat uji tabung senyawa

fenil propanoid memberikan hasil yang positif.

Fase gerak yang digunakan adalah Dietileter-toluen dengan perbandingan 1:1

dan kemudian dijenuhkan dengan asam asetat 10%. Hasil KLT sebelum dilakukan

reaksi semprot untuk mendeteksi adanya kandungan kumarin, tidak memberikan

bercak ketika dilihat di bawah sinar tampak. Ketika dilihat di bawah UV 254 terlihat

pemadaman berwarna kuning pada elusi kumarin standar dengan Rf 0,6125 dan

pemadaman berwarna hijau pada elusi sampel dengan Rf : 0,15. Sedangkan pada UV

366 terjadi fluoresensi berwarna kuning pada Rf : 0,15 ; 0,25 ; 0,35 ; 0,6125 ; 0, 7625.

Setelah dilakukan penyemprotan dengan KOH 5% etanolik pada sinar tampak

tetap tidak terlihat bercak. Sedangkan di bawah UV 366, pada Rf 0,6125 terlihat dua

fluoresensi yang berwarna kuning, kedua fluoresensi tersebut merupakan hasil elusi

dari totolan larutan pembanding yaitu kumarin standar dan totolan larutan sampel, hal

ini menunjukkan senyawa sampel mengandung senyawa pembanding. Warna

fluoresensi kuning pada pengamatan di bawah UV 366 menunjukkan bahwa sampel

tersebut mengandung kumarin tak-tersubtitusi (Wagner , 1984).

b. Senyawa alkaloid

34

Uji KLT senyawa alkaloid dilakukan untuk identifikasi dua sampel sekaligus, yaitu

sampel dari sari eter dan sampel dari larutan yang digunakan untuk identifikasi garam

alkaloid dan alkaloid basa kuartener pada sari etanol-air. Fase gerak yang digunakan

adalah Toluena-etilasetat-dietilamina (7:2:1). Sedangkan pembanding yang digunakan

adalah Kinin. Hasil elusi dideteksi dengan penyemprotan dragendorff dilanjutkan

natrium nitrit.

Kinin

Hasil KLT sebelum disemprot menunjukkan adanya bercak hijau pada Rf 0,475

dan bercak biru pada Rf 0,525 ketika dilihat di bawah sinar tampak. Pengamatan di

bawah UV 254 menunjukkan adanya pemadaman ungu pada Rf 0,23125. Sedangkan

pada UV 366 tidak terlihat adanya fluoresensi. Setelah dilakukan reaksi semprot

dengan Dragendorff dilanjutkan natrium nitrit tidak tampak adanya bercak pada

pengamatan di bawah sinar tampak dan tidak terlihat adanya fluoresensi di bawah UV

366. Hasil ini menunjukkan tidak ada kandungan alkaloid dalam sampel. Apabila

dalam sampel terdapat senyawa alkaloid maka akan tampak bercak berwarna jingga

sampai merah tua pada pemngamatan di bawah sinar tampak.

c. Senyawa tanin dan fenolik yang lain

Uji KLT untuk mendeteksi adanya senyawa Tanin dan fenolik lain

menggunakan fase ferak etil asetat : metanol : air dengan perbandingan 100: 13,5 : 10.

Pembanding yang digunakan adalah Asam galat. Hasil elusi dideteksi dengan

penyemprotan FeCl3. Seperti uji KLT pada alkaloid, uji KLT pada tanin dan senyawa

fenolik ini dilakukan untuk identifikasi dua sampel sekaligus, yaitu sampel dari sari

eter dan sari eter dari uji glikosida sari etanol air.

Hasil KLT sebelum disemprot pada pengamatan di bawah sinar tampak

menunjukkan adanya bercak ungu pada Rf 0,8125 dan 0,96875. bercak ungu pada Rf

0,8125 terjadi pada senyawa pembanding yaitu asam galat. Sedangkan bercak ungu

pada Rf 0,96875 terjadi pada sampel dari sari eter. Pengamatan di bawah UV 254

menunjukkan adanya pemadaman pada sampel dari sari eter pada Rf 0,96875 dan

pada elusi dari sampel sari eter dari uji glikosida sari etanol air pada Rf 0,3875.

35

Sedangkan pengamatan di bawah UV 366 menunjukkan adanya fluoresensi pada

kedua sampel. Elusi sampel dari sari eter terlihat fluoresensi pada Rf 0,83125 ; 0,8875

; 0,96875. Sedangkan elusi sampel dari sari eter dari uji glikosida sari etanol air

terlihat adanya fluoresensi pada Rf 0,09375 ; 0,83125 ; 0,8875 ; 0,96875.

Setelah penyemprotan, bertambah satu fluoresensi pada pengamatan di bawah

UV 366 yaitu pada Rf 0,3875. Hasil KLT menunjukkan adanya tanin dan senyawa

fenolik dalam sampel, hal ini karena jarak Rf pada pembanding dan sampel tidak

berbeda signifikan, Rf pembanding = 0,83125 dan Rf sampel = 0,83125.

d. Minyak atsiri

Uji tabung minyak atsiri tidak dilakukan dan langsung dilakukan uji KLT. Fase

gerak yang digunakan adalah toluena-etil asetat dengan perbandingan 93:7.

Digunakan solvent tersebut karena solvent tersebut cocok untuk analisis dan

perbanding langsung untuk semua minyak atsiri penting. Hanya digunakan fase gerak

dari sari Petroleum Eter tanpa pembanding. Pereaksi semprot yang digunakan untuk

identifikasi adalah Anisaldehida asam sulfat. Secara teoritis penggunaan reagen

semprot anisaldehida asam sulfat pada pengamatan di bawah sinar visibel akan

menunjukkan adanya warna biru kuat, hijau, merah, dan coklat. Beberapa senyawa

juga berfluoresensi di bawah UV 365 nm.

Pada uji minyak atsiri ini tidak digunakan pembanding, hanya digunakan

senyawa sampel sehingga tidak dapat dibandingkan Rf dan warna antara sampel dan

pembanding. Sampel kali ini tidak terelusi oleh fase gerak sehingga tidak didapatkan

Rf. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kandungan minyak atsiri dalam sampel

daun saga.

e. Flavonoid

Uji tabung untuk identifikasi adanya senyawa flavonoid dalam sampel tidak

dilakukan, uji KLT yang seharusnya dilakukan pun tidak sempat dilakukan. Sehingga

tidak diketahui ada atau tidaknya kandungan flavonoid dalam sampel.

Fase gerak yang digunakan adalah etil asetat-asam format-asam asetat glasial-

air dengan perbandingan 100 : 11 : 11 : 27. Senyawa pembanding yang biasa

digunakan adalah Rutin. Setelah plat KLT dielusi, plat disemprot dengan reagen

semprot AlCl3. Apabila sampel positif mengandung flavonoid pada pengamatan di

bawah UV 366 akan terlihat fluoresensi berwarna kuning intensif, hijau, atau jingga.

36

Selain itu Rf antara pembanding dan sampel tidak akan berbeda signifikan. Secara

teoritis sampel (daun saga) positif mengandung flavonoid.

VII. Kesimpulan

1. Dari hasil uji tabung didapat bahwa sampel daun Saga (Abrus precatorius)

mengandung:

a. Alkaloid

b. Senyawa Fenolik

c. Fenol-fenol

d. Fenil Propanoid (Kumarin)

e. Saponin

f. Tanin

2. Dari hasil uji KLT didapat bahwa sampel daun Saga (Abrus precatorius) mengandung

kumarin, tanin, dan senyawa-senyawa fenolik yang lain.

3. Secara teori sampel daun Saga (Abrus precatorius) mengandung saponin dan

flavonoid.

4. Pengujian senyawa flavonoid tidak dilakukan pada percobaan sehingga tidak dapat

dibuktikan adanya kandungan flavonoid dalam sampel daun Saga (Abrus

precatorius).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

Claus, E.P., Tyler V.E, Bradley, L.R., 1970, Pharmacognosy 6th ed., Philadelphia : Lea and

Febiger

Fransworth, N.R., 1966, Biological and Fitochemical Skrining of Plants, Jfarm.Sci

Gritter, R.Y., dkk., 1991, Pengantar Kromatografi, Bandung : Penerbit ITB

37

Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia, Terjemahan oleh Padmawinata, Kosasih & Soediro,

Iwang, Bandung : Penerbit ITB

McMurry, J. and R.C. Fay, 2004, McMurry Fay Chemistry 4th edition, Belmont: Pearson

Education International

Santos, A.F., B.Q. Guevera, A.M. Mascardo, & C.Q. Estrada, 1978, Phytochemical,

Microbiological and Pharmacological, Screening of Medical Plants, Manila :

Research Center University of Santo Thomas

Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik, Bandung : Penerbit

ITB

Svehla, G. 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi V,

Terjemahan oleh Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka, Jakarta : PT Kalman Media

Pusaka

Wagner, H.,Badt, S., Zgainski, E.M., 1984, Plant Drug Analysis : A Thin Layer

Chromatography Atlas, Tokyo : Springer Verlag

Yuswantina, Richa, 2009, Uji Aktivitas Penangkap Radikal dari Ekstrak Petroleum Eter, Etil

Asetat, dan Etanol Rhizoma Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) dengan

metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrihidrazil), Skripsi, Surakarta: Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

38