Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun ...

12
Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun Bamban.…………………Hamlan Ihsan, Nazarni Rahmi 29 Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun Bamban (Donax canniformis) untuk Formulasi Obat dari Bahan Alam Phytochemical Screening and Antibacterial Activity of Bamban Leaves (Donax canniformis) for The Formulation Medicine from Natural Ingredients Hamlan Ihsan a* , Nazarni Rahmi a a Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru Jalan Panglima Batur Barat No. 2. Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70711 Indonesia Email : [email protected] Diterima 05 Juni 2017 Direvisi 16 Agustus 2017 Disetujui 18 September 2017 ABSTRAK Bamban (Donax canniformis) merupakan salah satu tanaman famili Marantaceae yang banyak digunakan sebagai bahan kerajinan dan obat tradisional di Kalimantan Selatan. Daun bamban yang masih muda dipergunakan untuk mengobati iritasi ringan pada mata oleh penduduk lokal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa kimia daun bamban muda dan matang serta evaluasi aktivitas antibakteri dan antiradikal. Daun bamban yang masih muda dan matang diekstrak secara maserasi menggunakan 80% etanol. Ekstrak cair disaring kemudian dipekatkan dengan oven vakum pada suhu 45°C. Komponen flavonoid pada ekstrak dideteksi dengan HPLC menggunakan standar kuersetin, rutin dan katekin. Aktivitas antibakteri diuji dengan metode difusi agar dan aktivitas penangkapan radikal dengan metode DPPH. Hasil penelitian menunjukkan rendemen ekstrak untuk daun matang dan muda sebesar 1,50% dan 0,71%. Kedua ekstrak mengandung senyawa rutin dan katekin. Kuersetin tidak terdeteksi pada kedua ekstrak. Ekstrak daun muda menghambat bakteri Salmonella, E.coli, dan P.aeruginosa. dengan konsentrasi ekstrak 15%. Ekstrak daun matang dan muda memiliki aktivitas penangkapan radikal masing-masing sebesar 45,34% dan 18,50%. Kata Kunci : antibakteri, daun bamban, DPPH, etanol, flavonoid ABSTRACT Bamban (Donax canniformis) is a plant of the Marantaceae family that has many uses, among others, as a craft and traditional medicine in South Kalimantan. The young leaves were used to treat eyes irritation by local people in South Kalimantan. This study aims to determine the chemical compound in young and mature bamban leaves and evaluate their antibacterial and antiradical activity. The young and mature bamban leaves were extracted separately by maceration technique using 80% ethanol. The liquid extract were filtered and then concentrated with a vacuum oven at 45°C. The flavonoid compound were detected using HPLC using quercetin, rutin and catechin standard. Antibacterial activity was tested using agar well diffusion method and radical scavenging activity using DPPH method. Results showed the yield of mature and young leaves were 1.50% and 0.71%. Both extracts contained rutin and catechins. None of quercetin was detected in both extracts.The young leaves extract inhibited Salmonella, E.coli, and P.aeruginosa bacteria at 15% concentration of extract. The mature and young leaves extract had radical scavenging activity at 45.34% and 18.50% respectively. Keywords : antibacterial, bamban leaves, DPPH, ethanol, flavonoid I. PENDAHULUAN Bemban atau bamban (Donax canniformis) adalah sejenis tumbuhan berumpun, membentuk semak setinggi 1,5~5 meter batang bulat torak berwarna hijau tua, beruas panjang-panjang antara

Transcript of Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun ...

Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun Bamban.…………………Hamlan Ihsan, Nazarni Rahmi

29

Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun Bamban (Donax canniformis) untuk Formulasi Obat dari Bahan Alam

Phytochemical Screening and Antibacterial Activity of Bamban Leaves (Donax canniformis) for The Formulation Medicine from Natural Ingredients

Hamlan Ihsana*, Nazarni Rahmia

aBalai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru Jalan Panglima Batur Barat No. 2. Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70711 Indonesia

Email : [email protected]

Diterima 05 Juni 2017 Direvisi 16 Agustus 2017 Disetujui 18 September 2017

ABSTRAK

Bamban (Donax canniformis) merupakan salah satu tanaman famili Marantaceae yang banyak digunakan sebagai bahan kerajinan dan obat tradisional di Kalimantan Selatan. Daun bamban yang masih muda dipergunakan untuk mengobati iritasi ringan pada mata oleh penduduk lokal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa kimia daun bamban muda dan matang serta evaluasi aktivitas antibakteri dan antiradikal. Daun bamban yang masih muda dan matang diekstrak secara maserasi menggunakan 80% etanol. Ekstrak cair disaring kemudian dipekatkan dengan oven vakum pada suhu 45°C. Komponen flavonoid pada ekstrak dideteksi dengan HPLC menggunakan standar kuersetin, rutin dan katekin. Aktivitas antibakteri diuji dengan metode difusi agar dan aktivitas penangkapan radikal dengan metode DPPH. Hasil penelitian menunjukkan rendemen ekstrak untuk daun matang dan muda sebesar 1,50% dan 0,71%. Kedua ekstrak mengandung senyawa rutin dan katekin. Kuersetin tidak terdeteksi pada kedua ekstrak. Ekstrak daun muda menghambat bakteri Salmonella, E.coli, dan P.aeruginosa. dengan konsentrasi ekstrak 15%. Ekstrak daun matang dan muda memiliki aktivitas penangkapan radikal masing-masing sebesar 45,34% dan 18,50%.

Kata Kunci : antibakteri, daun bamban, DPPH, etanol, flavonoid

ABSTRACT

Bamban (Donax canniformis) is a plant of the Marantaceae family that has many uses, among others, as a craft and traditional medicine in South Kalimantan. The young leaves were used to treat eyes irritation by local people in South Kalimantan. This study aims to determine the chemical compound in young and mature bamban leaves and evaluate their antibacterial and antiradical activity. The young and mature bamban leaves were extracted separately by maceration technique using 80% ethanol. The liquid extract were filtered and then concentrated with a vacuum oven at 45°C. The flavonoid compound were detected using HPLC using quercetin, rutin and catechin standard. Antibacterial activity was tested using agar well diffusion method and radical scavenging activity using DPPH method. Results showed the yield of mature and young leaves were 1.50% and 0.71%. Both extracts contained rutin and catechins. None of quercetin was detected in both extracts.The young leaves extract inhibited Salmonella, E.coli, and P.aeruginosa bacteria at 15% concentration of extract. The mature and young leaves extract had radical scavenging activity at 45.34% and 18.50% respectively.

Keywords : antibacterial, bamban leaves, DPPH, ethanol, flavonoid

I. PENDAHULUAN

Bemban atau bamban (Donax canniformis) adalah sejenis tumbuhan

berumpun, membentuk semak setinggi 1,5~5 meter batang bulat torak berwarna hijau tua, beruas panjang-panjang antara

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 29 - 40

30

1~2,5 m. Daun-daun tunggal bertangkai 8~20 cm, dengan helaian bundar telur lebar hingga jorong, 10~25 × 10~45 cm. Bamban banyak tumbuh liar di tepi-tepi air atau di tempat yang basah juga di hutan-hutan bambu (Heyne, 1987). Tumbuhan ini diketahui menyebar di Asia Tenggara (Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Indonesia, Filipina), ke arah utara hingga Taiwan, dan ke arah barat hingga India. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan untuk tanaman bamban menyebutkan bahwa tanaman bamban digunakan sebagai obat bisul (Haryadi & Ticktin, 2012), obat jerawat (Diba, Yusro, Mariani, & Ohtani, 2013), dan mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Saleem et al., 2009). Bagi penduduk lokal Kalimantan Selatan, daun bamban muda ditandai dengan pucuk yang masih tergulung umumnya digunakan untuk mengobati iritasi mata ringan dengan cara meneteskan air dalam gulungan daun ke mata yang sakit.

Tanaman bamban juga mengandung senyawa metabolit sekunder yang cukup variatif diantaranya dari jenis fenolik, tanin, fitosterol, terpenoid, steroid, alkaloid, glikosida, saponin dan flavonoid yang terdistribusi ke seluruh bagian tanaman (Daud, Hassan, Hashim, & Taher, 2011). Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga dan honrwort. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji. Hanya sedikit saja catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan (Markham, 1988). Sedangkan sifat kimia dari flavonoid adalah sedikit asam sehingga dapat larut dalam basa dan sebagai antioksidan, karena mampu menangkal radikal bebas (Ekawati, Suirta, & Santi, 2017). Antioksidan mempunyai peranan penting dalam proses biologi untuk mencegah kerusakan disebabkan radikal bebas. Antioksidan dapat diuji menggunakan senyawa DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) (Widyawati, Wijaya, Harjosworo, & Sajuthi, 2010). Beberapa golongan senyawa flavonoid diantaranya adalah katekin, flavon, flavanon, flavonol,

kalkon, dan isoflavon (Zuhra, Tarigan, & Sihotang, 2008). Meskipun demikian, riset mengenai senyawa aktif dan efek farmakologis dari bamban masih terbatas. Penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui komponen kimia hasil skrining fitokimia pada bagian daun bamban, pengujian aktivitas antibakteri untuk jenis E. coli, E. aerogenes, P. aeruginosa, Salmonella dan antiradikal.

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan dalam

penelitian meliputi, 200 g daun bamban yang masih muda (tergulung) dan 200 g daun bamban yang matang (terbuka) di daerah Rantau, Provinsi Kalimantan Selatan, kertas saring Whatman No.41, pelarut untuk ekstraksi yang digunakan adalah etanol (Merck) 98% dan aquades. Peralatan yang digunakan antara lain: blender (Phillip), Spektrofotometer UV-Vis, HPLC Shimadzu model SPD-20A, dan alat-alat gelas laboratorium. 2.2 Metode Penelitian 2.2.1 Pembuatan ekstrak daun bamban

(Donax canniformis) dan skrining fitokimia dengan HPLC

Daun bamban yang muda dan matang, masing-masing diekstrak menggunakan etanol 80% dengan metode maserasi selama 2 x 24 jam dengan perbandingan bahan : pelarut (1:2) (b/v). Hasil ekstraksi disaring dengan kertas Whatman No.41. Ekstraksi diulangi dengan kondisi ekstraksi yang sama (triplo). Ekstrak hasil pengujian kemudian diuapkan dengan menggunakan oven vacum pada suhu 45°C. Hasil akhirnya diperoleh dua ekstrak yaitu ekstrak etanol daun muda dan ekstrak etanol daun matang. Ekstrak yang sudah pekat (semisolid) ditimbang untuk mengetahui rendemen kemudian dilanjutkan dengan skrining fitokimia menggunakan HPLC Shimadzu model SPD-20A pada panjang gelombang 368 nm, 279 nm, 279 nm dengan standar kuersetin, katekin, dan rutin. Fase gerak yang digunakan adalah metanol : asetonitrile : air (40:15:45, v/v/v) dengan

Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun Bamban.…………………Hamlan Ihsan, Nazarni Rahmi

31

penambahan asam asetat 1% dengan konsentrasi masing-masing sampel adalah 100 ppm (Verma & Trehan, 2013). Standar yang digunakan untuk kuersetin dan rutin adalah 12,5 mg/L, 25 mg/L, dan 50 mg/L, sedangkan untuk katekin dengan standar 75 mg/L, 150 mg/L, dan 300 mg/L (Santagati, Salerno, Attaguile, Savoca, & Ronsisvalle, 2008).

2.2.2 Pengujian aktivitas antibakteri Uji antibakteri pada tahap skrining

awal dilakukan dengan teknik sumuran. Biakan bakteri patogen E. Coli, E. aerogenes, P. aeruginosa dan Salmonella, yang telah diremajakan, dipindahkan dalam media 20 ml Nutrient Broth (NB).

Sebanyak 1 ml kultur bakteri uji E. Coli, E. aerogenes, P. aeruginosa dan Salmonella (kultur sekitar 1,0 x 106 CFU/ml), diinokulasi ke dalam 100 ml Nutrient Agar (NA) digoyang sampai homogen dan dituang ke dalam petri, tunggu sampai media agar mengeras. Sumuran dibuat dengan cara memotong agar dalam bentuk disk berdiameter 6 mm. Ekstrak etanol daun muda dan ekstrak etanol daun matang dimasukkan sebanyak 50 µL. Larutan antibiotik kloramfenikol digunakan sebagai kontrol positif dan larutan akuades sebagai kontrol negatif. Inkubasi selama 24~48 jam pada suhu 37°C. Terbentuknya zona jernih pada petri menunjukkan adanya aktivitas antibakteri.

2.2.3 Pengujian aktivitas penangkapan radikal bebas dengan menggunakan metode DPPH

Pengujian aktivitas antioksidan terhadap DPPH menggunakan metode spektrofotometri sinar tampak (Sreeramalu & Raghunath, 2010). Pembuatan larutan baku DPPH pada konsentrasi 0,1 mM dalam pelarut metanol. Sampel ekstrak yang telah dilarutkan dalam pelarutnya diambil sebanyak 100 µL kemudian ditambahkan sebanyak 2,9 ml reagen DPPH dengan inkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Perubahan warna DPPH

diukur pada 517 nm. Penentuan nilai aktivitas antioksidan ekstrak dihitung bedasarkan nilai persen (%) aktivitas antioksidannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 518 nm, kemudian nilai absorbansi yang diperoleh dari tiap konsentrasi ekstrak dihitung menggunakan Persamaan 1 (Arindah, 2010).

Aktivitas =

x100% (1)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengujian Skrining Fitokimia dengan Menggunakan HPLC Ekstrak kering yang dihasilkan

berwarna coklat kehitaman, lembab dan berbau khas etanol. Jumlah ekstrak kering daun matang dan muda yang diperoleh adalah 2,98 g dan 1,42 g (Wet Basis) dengan persen rendemen sebesar 1,50% dan 0,71%. Nilai rendemen pada daun muda yang cenderung lebih rendah dari pada daun matang salah satu penyebabnya adalah penggunaan pelarut etanol karena hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Lumingkewas et al. (2014) yaitu data rendemen dari ekstrak daun cengkeh menggunakan beberapa pelarut dengan hasil rendemennya: metanol 18,30%, etanol 15,42%, dan aseton 19,45%. Hasil lain juga ditunjukkan oleh Rohadi, Raharjo, Falah, & Santoso (2016) pada penelitiannya ekstrak biji duwet (Syzygium cumini Linn.) dengan masing-masing hasil rendemen ekstrak dari pelarut metanol 50% dan etanol 50% berturut-turut adalah 16,29% dan 14,20%. Hasil ini dipengaruhi oleh sifat polaritas pelarut yang berbeda, sehingga berpengaruh terhadap pencapaian nilai rendemen (Rohadi et al., 2016). Pengaruh yang lain juga dikemukakan oleh Arango-Bedoya, Hurtado-Benavides, & Toro-Suárez (2012) bahwa daun dewasa memiliki nilai rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan daun muda disebabkan oleh struktur dan jaringan pembentuk daun dewasa yang sudah sempurna. Ekstrak kemudian dipreparasi menggunakan pelarut metanol HPLC dengan masing-masing konsentrasi 100 ppm. Berikut hasil pengujian skrining fitokimia untuk senyawa rutin, katekin, dan kuersetin pada Gambar 1(a;b), 2(a;b) dan 3(a;b).

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 29 - 40

32

Gambar 1a. Hasil Pengujian Fitokimia Senyawa Rutin untuk Daun Muda

Gambar 1b. Hasil Pengujian Fitokimia Senyawa Rutin untuk Daun Matang

Kromatogram (Gambar 1a dan 1b) menunjukkan bahwa senyawa rutin terlihat pada waktu retensi 3,060 menit untuk ekstrak daun muda dan 3,182 menit untuk ekstrak daun matang, dengan standar yang digunakan adalah 12,5 mg/L, 25 mg/L, dan 50 mg/L dengan panjang gelombang 279 nm. Rutin merupakan turunan dari golongan flavonoid, golongan senyawa ini biasanya terdapat pada bagian tumbuhan diantaranya adalah biji, kulit batang, akar, dan daun (Mpila, Fatimawali, & Wiyono, 2012). Hasil uji rutin pada daun bamban

yang terlihat pada waktu retensi 3,060 menit untuk ekstrak daun muda dan 3,182 menit untuk ekstrak daun matang. Peak pada kromatogram yang didapat pada pengujian menunjukkan hasil yang bagus sehingga dugaan bahwa daun bamban mengandung senyawa rutin bisa diterima. Hal ini juga sependapat dengan Rivai, Nurdin, Suyani, & Bakhtiar (2011), bahwa senyawa rutin dari ekstrak daun dewa terlihat pada waktu retensi 3,235 menit dengan rata-rata dari 5 kali pengulangan.

Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun Bamban.…………………Hamlan Ihsan, Nazarni Rahmi

33

Gambar 2a. Hasil Pengujian Fitokimia Senyawa Katekin untuk Daun Muda

Gambar 2b. Hasil Pengujian Fitokimia Senyawa Katekin untuk Daun Matang

Senyawa katekin (Gambar 2a, dan 2b) menggunakan standar 75 mg/L, 150 mg/L, dan 300 mg/L pada panjang gelombang 279 nm dan volume injeksi 10µL, didapat waktu retensi yaitu 2,613 menit, 2,612 menit, dan 2,614 menit. Hasil pengujian untuk ekstrak daun muda dan ekstrak daun matang adalah 2,873 menit dan 2,790 menit. Hasil penelitian ini hampir mendekati dengan yang dilakukan oleh Mitrowihardjo, Mangoendidjojo, Hartiko, & Yudono (2012) dengan waktu retensi senyawa katekin yaitu 3,787 menit pada panjang gelombang 275 nm, adapun hasil

penelitian yang lain menunjukkan waktu retensi 20,80 menit dengan panjang gelombang 210 nm (Santagati et al., 2008). Selain itu juga dalam analisis senyawa katekin dengan menggunakan HPLC telah banyak dicoba melalui variasi panjang gelombang dengan harapan mendapatkan nilai yang konstan diantaranya 205 nm dengan waktu retensi 5,00 menit (Lee & Ong, 2000) dan 230 nm dengan waktu retensi 20 menit (Goto, Yoshida, Kiso, & Nagashima, 1996) yang masih memberikan hasil berbeda.

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 29 - 40

34

Gambar 3a. Hasil Pengujian Fitokimia Senyawa Kuersetin untuk Daun Muda

Gambar 3b. Hasil Pengujian Fitokimia Senyawa Kuersetin untuk Daun Matang

Hasil pengujian kuersetin (Gambar 3a, dan 3b) ekstrak daun bamban menunjukkan untuk standar menggunakan 12,5 mg/L, 25 mg/L, dan 50 mg/L terlihat waktu retensi untuk sampel daun muda 3,402 menit dan daun matang 4,469 menit, dengan detektor UV pada panjang gelombang 368 nm, dan volume injeksi 10 µL. Hasil penelitian ini berbeda dengan

yang dilakukan oleh Lumingkewas et al. (2014), hasil analisis kuantitatif untuk senyawa kuersetin pada ekstrak metanol sampel daun cengkeh diperoleh waktu retensi 2,312 menit. Hal ini juga sependapat dengan (Rivai et al., 2011) bahwa kuersetin muncul pada waktu retensi 5,767 menit dengan panjang gelombang 360 nm. Berdasarkan studi

Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun Bamban.…………………Hamlan Ihsan, Nazarni Rahmi

35

Gambar 4. Struktur kimia dari senyawa rutin (A) (Lumingkewas et al., 2014), katekin (B) (Santagati et al., 2008), dan kuersetin (C) (Syofyan et al., 2008)

literatur, dilihat dari strukturnya (Gambar 4C) kuersetin termasuk senyawa polifenol yang bersifat polar, serta kuersetin juga memiliki banyak gugus kromofor yang bisa terdeteksi pada panjang gelombang di atas 360 nm. Namun dari data kelarutannya, kuersetin praktis bersifat tidak larut dalam air dan merupakan senyawa hidrofob (Dijk, Drissen, & Kees Recourt, 2000). Data awal ini memberikan gambaran bahwa kuersetin memang sukar dideteksi jika diformulasi dalam bentuk sediaan larutan (Syofyan, Lucida, & Bakhtiar, 2008). Berikut merupakan struktur kimia dari senyawa yang dianalisis dalam penelitian ini, disajikan dalam Gambar 4.

Pengujian fitokimia dengan bahan tumbuhan idealnya harus menggunakan jaringan tumbuhan yang segar, yaitu beberapa menit setelah dikumpulkan, atau bisa diperlakukan dengan menyimpannya dalam keadaan kering di dalam plastik untuk menghindari tumbuhnya jamur pada saat penyimpanan. Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar, mereka dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air (Harborne, 1987). 3.2 Uji Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak daun bamban dalam kemampuan-

nya menghambat pertumbuhan bakteri, hasil disajikan dalam Tabel 1.

Pada penentuan daya hambat ekstrak daun bamban terhadap bakteri, kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol sebab aktivitas antibakterinya secara khusus untuk spektrum luas (gram positif dan gram negatif). Zona hambat berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak daun bamban muda pada bakteri P. aeruginosa dengan konsentrasi ekstrak 10% dan 15% adalah 9 mm dan 13 mm, sedangkan pada bakteri Salmonella dan E. coli aktifitas antibakteri diperoleh pada konsentrasi ekstrak 15% dengan zona hambat 15,5 mm dan 13,5 mm. Diameter zona hambat ini dapat dikategorikan sedang (Mpila et al., 2012). Selain itu ekstrak daun bamban khususnya derivat flavonoid (rutin dan kuersetin) dan senyawa katekin yang termasuk dalam golongan polifenol, serta kandungan senyawa lain seperti fenolik, alkaloid, terpenoid dalam suatu tanaman dapat bersifat sebagai antibakteri (Saleem et al., 2009).

Pada ekstrak daun muda memiliki daya hambat antibakteri lebih besar dibandingkan dengan daun matang karena pada bagian daun muda (pucuk) banyak mengandung senyawa katekin. Katekin merupakan kerabat tanin terkondensasi

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 29 - 40

36

Tabel 1. Aktivitas Antibakteri Daun Bamban

Bakteri

Daun Muda (mm)

Daun Matang (mm)

Kloramfenikol

10% 15% 10% 15%

Salmonella - 15,5 - - 70

E. coli - 13,5 - - 50

E. aerogenes - - - - 55

P.aeruginosa 9 13 - - 20

Gambar 5. Aktivitas Antibakteri P. aeruginosa dengan Konsentrasi 10%, 15%

Daun Muda.

Gambar 6. Aktivitas Antibakteri Salmonella dengan Konsentrasi 10%, 15% Daun

Muda.

Gambar 7. Aktivitas Antibakteri E. coli dengan Konsentrasi 10%, 15%

Daun Muda.

yang juga sering disebut polifenol karena banyaknya gugus fungsi hidroksil yang dimilikinya (Astutiningsih, Setyani, & Hindratna, 2014). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerja zat antibakteri,

diantaranya adalah kandungan zat antibakteri, suhu, umur bakteri dan sebagainya. Pada penelitian yang dilakukan Jamili, Hidayat, & Hifizah (2014) dan Ristiati (2000) menyatakan bahwa kemampuan suatu bahan dalam menghambat pertumbuhan bakteri sebanding dengan tingginya konsentrasi bahan yang digunakan. Aktivitas antibakteri ditunjukkan adanya zona bening (Zona Hambat) yang terbentuk di sekitaran sumuran yang sebelumnya telah diisi dengan sampel ekstrak daun bamban. Adapun hasil masing-masing pengujian antibakteri dapat dilihat pada Gambar 4, 5, dan 6.

Hasil pengujian aktivitas antibakteri (Gambar 5, 6, dan 7) ini memperkuat asumsi bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun bamban dengan bagian yang muda dengan konsentrasi 15% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella, E. coli, dan P. aeruginosa. Secara garis besar semua kandungan dari bahan aktif memiliki mekanisme pertahanan masing-masing terhadap bakteri. Misalnya senyawa golongan flavonoid, tanin, minyak atsiri yang mana bekerja membentuk senyawa yang lebih kompleks sehingga mengganggu bahkan merusak membran sel bakteri uji. Menurut Jamili et al. (2014), akibat dari terganggunya membran sel tersebut, bakteri tidak dapat melakukan aktifitas hidup atau dengan kata lain mati.

3.3 Uji Aktivitas Antioksidan terhadap

DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) Pengujian aktivitas antioksidan

terhadap DPPH menggunakan metode spektrofotometri sinar tampak. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun bamban secara kuantitatif ditentukan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), yaitu berdasarkan kemampuan ekstrak etanol daun bamban dalam mereduksi atau menangkap radikal DPPH. Metode ini didasarkan pada perubahan warna radikal DPPH, perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi antara radikal bebas DPPH dengan satu atom hidrogen yang dilepaskan senyawa yang terkandung dalam bahan uji untuk membentuk

Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun Bamban.…………………Hamlan Ihsan, Nazarni Rahmi

37

Tabel 2. Persen Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Bamban

No Sampel % Aktivitas Antioksidan

1 Daun matang 45,34

2 Daun muda 18,50

senyawa (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Pada metode ini yang diukur adalah absorbansi larutan DPPH sisa yang tidak bereaksi dengan senyawa antioksidan (Josephy (1997) dalam Bariyyah, Fasya, Abidin, & Hanapi (2013).

Flavonoid merupakan senyawa aromatik dimana memiliki sifat antioksidan kuat. Antioksidan bekerja menghambat proses oksidasi yang timbul akibat interaksi radikal bebas membentuk senyawa yang tidak reaktif (Ekawati et al., 2017). Hasil pengujian aktivitas antioksidan (Tabel 2) menunjukkan persen aktivitas daun matang mempunyai potensi antioksidan lebih besar dibanding dengan daun muda. Hal ini didukung dari hasil penelitian Widyaningsih (2010) pada daun dewa (Gynura procumbens) yang memiliki kandungan flavonoid sebagai penangkap radikal bebas yang kehilangan atom H-. Semakin besar konsentrasi bahan uji maka absorbansi yang terbaca semakin kecil, yang berarti aktivitas bahan uji dalam menangkap radikal DPPH semakin besar. Nilai % antioksidan yang besar pada daun yang matang juga erat hubungannya dengan kandungan flavonoid dan juga katekin, karena sifat dari senyawa tersebut adalah sebagai antioksidan. Kemungkinan lain ekstrak etanol pada daun muda mengandung lebih sedikit zat-zat dari golongan flavonoid, sehingga aktivitas sebagai penangkap radikal bebas lebih kecil dibandingkan dengan daun matang.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Ekstrak daun muda dan matang dari bamban yang diuji dengan HPLC menunjukkan adanya senyawa rutin pada waktu retensi 3,060 menit dan 3,182 menit, sedangkan senyawa katekin muncul pada waktu retensi 2,873 menit dan 2,790 menit

pada panjang gelombang 279 nm. Uji aktivitas antibakteri terlihat pada konsentrasi 15% untuk daun bamban muda, zona hambat pada bakteri Salmonella 15,5 mm, E. Coli 13,5 mm, sedangkan untuk bakteri P. aeruginosa terlihat pada konsentrasi 10% dan 15% untuk daun muda masing-masing 9 mm dan 13 mm dengan kontrol positif menggunakan klorampenikol. Pengujian aktivitas antioksidan terhadap DPPH dengan metoda spektrofotometri memberikan hasil yang optimal pada daun bamban yang matang. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan sediaan farmasi yang lebih mudah diaplikasikan sebagai antibakteri alami serta pengujian lebih lanjut terhadap bakteri lain dan jamur.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih kami sampaikan kepada Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru yang memberikan fasilitas dalam penelitian, serta untuk Ibu Sri Hidayati S.Si dan Nurmilatina S.Si yang membantu dalam proses pengujian.

DAFTAR PUSTAKA

Arango-Bedoya, O., Hurtado-Benavides, A. M., & Toro-Suárez, I. (2012). Effect of origin, Harvesting Time and Leaf Age on The Yield and Content of Thymol in Essential Oils from Lippia origanoides H. B. K., ACTA AGRONOMICA, 61(3), 188–194.

Arindah, D. (2010). Fraksinasi dan Identifikasi Golongan Senyawa Antioksidan pada Daging Buah Pepino (Solonum muricatum Aiton.) yang Berpotensi sebagai Antioksidan (Skripsi). Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Astutiningsih, C., Setyani, W., & Hindratna, H. (2014). Uji Daya Antibakteri dan Identifikasi Isolat Senyawa Katekin dari Daun Teh (Camellia sinensis L. var Assamica). Jurnal Farmasi Sains dan Komonitas, 11(2), 50–57.

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 29 - 40

38

Bariyyah, S. K., Fasya, A. G., Abidin, M., & Hanapi, A. (2013). Uji Aktivitas Antioksidan terhadap DPPH dan Identifikasi Golongan Senyawa Aktif Ekstrak Kasar Mikroalga Chlorella sp. Hasil Kultivasi dalam Medium Ekstrak Tauge. ALCHEMY, 2(3), 150–204.

Daud, J. M., Hassan, H. H. M., Hashim, R., & Taher, M. (2011). Phytochemicals Screening and Antioxidant Activities of Malaysian Donax grandis Extracts. European Journal of Scientific Research, 61(4), 572–577.

Diba, F., Yusro, F., Mariani, Y., & Ohtani, K. (2013). Inventory and Biodiversity of Medicinal Plants from Tropical Rain Forest Based on Traditional Knowledge by Ethnic Dayaknese Communities in West Kalimantan Indonesia. Kuroshio Science, 7(1), 75–80.

Dijk, C. van, Drissen, A. J. ., & Kees Recourt. (2000). The Uncoupling Efficiency and Affinity of Flavonoids for Vesicles. Biochemical Pharmacology, 60, 1593–1600.

Ekawati, M. A., Suirta, I. W., & Santi, S. R. (2017). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Daun Sembukan (Paederia foetida L) serta Uji Aktivitasnya sebagai Antioksidan. Jurnal Kimia, 11(1), 43–38.

Goto, T., Yoshida, Y., Kiso, M., & Nagashima, H. (1996). Simultaneous analysis of individual catechin and caffeine in green tea. Journal of Chromatografi A, 749(1-2), 295–299.

Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia Edisi Kedua (pp. 70–71). Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Haryadi, B., & Ticktin, T. (2012). Medicinal and Ritual Plants of Serampas, Jambi Indonesia. Ethnobotany Research & Applications, 10, 133–149.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan (1st ed.). Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Jamili, M. A., Hidayat, M. N., & Hifizah, A. (2014). Uji Daya Hambat Ramuan

Herbal terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Salmonella thypi. JIIP, 1(2), 227–239.

Lee, B. L., & Ong, C. N. (2000). Comparative Analysis of Tea Catechins and Theaflavins by High-Performance Liquid Chromatography and Capillary Electrophoresis. Journal of Chromatografi A, 881(1-2), 439.

Lumingkewas, M., Manarisip, J., Indriaty, F., Walangitan, A., Mandei, J., & Suryanto, E. (2014). Aktivitas Antifotooksidan dan Komposisi Fenolik dari Daun Cengkeh ( Eugenia aromatic L .), 7(2), 96–105.

Markham, K. (1988). Cara mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB.

Mitrowihardjo, S., Mangoendidjojo, W., Hartiko, H., & Yudono, P. (2012). Kandungan Katekin dan Kualitas Warna Air Seduhan,. AGRITECH, 32(2), 199–206.

Mpila, D. A., Fatimawali, & Wiyono, W. I. (2012). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mayana (Coleus atropurpureus [L] Benth) terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa secara In-Vitro, Jurnal Ilmiah Pharmacon, 1(1), 13–21.

Ristiati, N. P. (2000). Pengantar Mikrobiologi Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Rivai, H., Nurdin, H., Suyani, H., & Bakhtiar, A. (2011). Karakterisasi Ekstrak Daun Dewa ( Gynura pseudochina (L.) DC ) dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jurnal Farmasi Indonesia, 5(3), 134–141.

Rohadi, Raharjo, S., Falah, I. I., & Santoso, U. (2016). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Duwet (Syzygium cumini Linn.) pada Peroksidasi Lipida secara In Vitro. AGRITECH, 36(1), 30–37.

Saleem, M., Nazir, M., Ali, M. S., Hussain, H., Lee, Y. S., Riaz, N., & Jabbar, A. (2009). Antimicrobial Natural Produkts: an Update on Future

Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri dari Daun Bamban.…………………Hamlan Ihsan, Nazarni Rahmi

39

Antibiotic Drug Candidates. Natural Product Report, 27, 238–254.

Santagati, N. A., Salerno, L., Attaguile, G., Savoca, F., & Ronsisvalle, G. (2008). Simultaneous Determination of Catechins, Rutin, and Gallic Acid in Cistus Species Extracts by HPLC with Diode Array Detection. Journal of Chromatographic Science, 46(2), 150–156. http://doi.org/10.1093/chromsci/46.2.150

Sreeramalu, D., & Raghunath, M. (2010). Antioxidant Actiavity and Phenolic Content of Roots, Tubers and Vegetables Commonly Consumed in India. Food Res.int, 43, 1017–1020.

Syofyan, Lucida, H., & Bakhtiar, A. (2008). Peningkatan Kelarutan Kuersetin Melalui Pembentukan Kompeks Inklusi dengan Siklodesktrin. Jurnal Sains Dan Teknologi Farmasi, 13(2), 43–48.

Verma, N., & Trehan, N. (2013). HPLC Analysis of Methanolic Extract of Herbs for Quercetin Content. IC Journal Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 8192(1), 2668735–5. Retrieved from www.phytojournal.com

Widyaningsih, W. (2010). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Dewa (Gynura procumbens) Dengan Metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) (pp. 109–115). Yogyakarta: Fakultas Farmasi UAD.

Widyawati, P. S., Wijaya, C. H., Harjosworo, P. S., & Sajuthi, D. (2010). Pengaruh Ekstraksi dan Fraksinasi terhadap Kemampuan Menangkap Radikal Bebas DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil) Ekstrak dan Fraksi Daun Beluntas (Pluchea indica Less), (2007), 1–7.

Zuhra, C. F., Tarigan, J. B., & Sihotang, H. (2008). Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid dari Daun Katuk (Sauropus androgunus (L) Merr.). Jurnal Biologi Sumatera, 3(1), 7–10.

Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.9, No.1, Juni 2017: 29 - 40

40