387-561-1-SM

9
J. Agrivigor 11(2):179-187, Januari – April 2012; ISSN 1412-2286 179 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BERBAGAI GENOTIPE JAGUNG PULUT PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK KCL Growth and production of several waxy corn genotypes on several rates of potassium application Elkawakib Syam’un, Mollah Jaya dan Nurfaida E-mail: [email protected] Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan km. 10 Makassar, 90245. Telp (0411) 586014 ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar yang berlangsung mulai April sampai Juli 2009. Penelitian berbentuk percobaan Rancangan Petak Terpisah dalam Rancangan Acak Kelompok. Petak utama yaitu genotipe jagung pulut yang berasal dari 8 daerah yaitu: Gowa, Jeneponto, Bulukumba, Bone, Soppeng, Sidrap, Barru, dan Maros. Anak petak yaitu dosis pupuk KCl ,yang terdiri dari tiga taraf, yaitu: tanpa KCl, 30 kg ha -1 , dan 60 kg ha -1 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe yang berasal dari Bulukumba menghasilkan tinggi tanaman tertingi (277,37cm), jumlah daun terbanyak (11,59 helai), tinggi posisi tongkol (135,32 cm), produksi kg petak -1 (1,75 kg), dan produksi ton ha -1 (5,48 ton), dan genotipe berasal dari Sidrap menghasilkan umur berbunga jantan tercepat (35,33 hari), umur berbunga betina tercepat (39,77 hari) sedangkan aplikasi pupuk KCl menghasilkan berat klobot tertinggi (0,26 kg). Interaksi antara genotpipe dari Bulukumba dengan aplikasi pupuk KCl 60 kg ha -1 menghasilkan berat tongkol dengan klobot tertinggi (1,35 kg), berat tongkol tanpa kelobot tertinggi (1,08 kg), dan genotipe yang berasal dari Gowa menghasilkan bobot 1000 biji tertinggi (258,37 g). Kata Kunci: Jagung pulut, genotpe, produksi dan kalium ABSTRACT The research was undertaken in Experiment Farm of Agriculture Faculty, University of Hasanuddin which was undertaken from April to July 2009, and designed with Split Plot Design with Randomized Block. Main plot is genotypes of waxy corn from 8 regions: Gowa, Jeneponto, Bulukumba, Bone, Soppeng, Sidrap, Barru and Maros. Sub plot is the rate of Potassium Fertilizer consisting three levels: without potassium, 30 kg ha -1 , and 60 kgHa -1 . Results show genotype from Bulukumba possesses highest plant (277.37 cm); most leaves (11.59 leaves); highest cobs’ position (135.32 cm); production per plot (1.75 kg); and production per hectare (5.48 tons).Whereas, genotype from Sidrap gives the shortest male flowering period (35.33 days); shortest female flowering period (39.77 days). On the other hand, applications of potassium fertilizer give weightiest husked cobs (0.26 kg). Interaction between genotype from Bulukumba with Potassium application of 60 kg ha -1 produces weightiest husked cobs (1.35 kg), weightiest bare cobs (1.08 kg); whereas genotype from Gowa produces best highest weight of 1000 seeds (258.37 g). Keywords: Waxy corn, Genotype, Potassium PENDAHULUAN Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas pangan yang po- tensial dikembangkan oleh masyarakat Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan masih membudidayakan jenis jagung lokal. Menurut Anonim (2008 a ) bahwa jagung yang banyak digunakan oleh petani Indonesia yaitu 45% jenis kom- posit dengan produktivitas 3,5 ton ha -1

description

y

Transcript of 387-561-1-SM

Page 1: 387-561-1-SM

J. Agrivigor 11(2):179-187, Januari – April 2012; ISSN 1412-2286

179

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BERBAGAI GENOTIPE JAGUNG PULUT PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK KCL

Growth and production of several waxy corn genotypes on several rates of potassium application

Elkawakib Syam’un, Mollah Jaya dan Nurfaida

E-mail: [email protected] Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin

Jl. Perintis Kemerdekaan km. 10 Makassar, 90245. Telp (0411) 586014

ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar yang berlangsung mulai April sampai Juli 2009. Penelitian berbentuk percobaan Rancangan Petak Terpisah dalam Rancangan Acak Kelompok. Petak utama yaitu genotipe jagung pulut yang berasal dari 8 daerah yaitu: Gowa, Jeneponto, Bulukumba, Bone, Soppeng, Sidrap, Barru, dan Maros. Anak petak yaitu dosis pupuk KCl ,yang terdiri dari tiga taraf, yaitu: tanpa KCl, 30 kg ha-1, dan 60 kg ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe yang berasal dari Bulukumba menghasilkan tinggi tanaman tertingi (277,37cm), jumlah daun terbanyak (11,59 helai), tinggi posisi tongkol (135,32 cm), produksi kg petak-1 (1,75 kg), dan produksi ton ha-1 (5,48 ton), dan genotipe berasal dari Sidrap menghasilkan umur berbunga jantan tercepat (35,33 hari), umur berbunga betina tercepat (39,77 hari) sedangkan aplikasi pupuk KCl menghasilkan berat klobot tertinggi (0,26 kg). Interaksi antara genotpipe dari Bulukumba dengan aplikasi pupuk KCl 60 kg ha-1 menghasilkan berat tongkol dengan klobot tertinggi (1,35 kg), berat tongkol tanpa kelobot tertinggi (1,08 kg), dan genotipe yang berasal dari Gowa menghasilkan bobot 1000 biji tertinggi (258,37 g).

Kata Kunci: Jagung pulut, genotpe, produksi dan kalium

ABSTRACT The research was undertaken in Experiment Farm of Agriculture Faculty, University of Hasanuddin which was undertaken from April to July 2009, and designed with Split Plot Design with Randomized Block. Main plot is genotypes of waxy corn from 8 regions: Gowa, Jeneponto, Bulukumba, Bone, Soppeng, Sidrap, Barru and Maros. Sub plot is the rate of Potassium Fertilizer consisting three levels: without potassium, 30 kg ha-1, and 60 kgHa-1. Results show genotype from Bulukumba possesses highest plant (277.37 cm); most leaves (11.59 leaves); highest cobs’ position (135.32 cm); production per plot (1.75 kg); and production per hectare (5.48 tons).Whereas, genotype from Sidrap gives the shortest male flowering period (35.33 days); shortest female flowering period (39.77 days). On the other hand, applications of potassium fertilizer give weightiest husked cobs (0.26 kg). Interaction between genotype from Bulukumba with Potassium application of 60 kg ha-1 produces weightiest husked cobs (1.35 kg), weightiest bare cobs (1.08 kg); whereas genotype from Gowa produces best highest weight of 1000 seeds (258.37 g).

Keywords: Waxy corn, Genotype, Potassium

PENDAHULUAN Jagung (Zea mays L.) merupakan

salah satu komoditas pangan yang po-tensial dikembangkan oleh masyarakat Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan

masih membudidayakan jenis jagung lokal. Menurut Anonim (2008a) bahwa jagung yang banyak digunakan oleh petani Indonesia yaitu 45% jenis kom-posit dengan produktivitas 3,5 ton ha-1

Page 2: 387-561-1-SM

Produksi berbagai genotipe jagung pulut pada berbagai dosis pupuk KCl

180

dan jagung lokal mencapai 27% dengan produktivitas 2 t ha-1 dan penggunaan benih jagung lokal seluas 600.000 hektar (Anonim, 2008b).

Salah satu jenis jagung lokal yang dikembangkan di beberapa daerah di Sulawesi Selatan adalah jagung pulut atau Waxy Corn (Zea mays Ceratina). Jagung ini pertama kali ditemukan di China pada tahun 1909 yang menunjuk-kan adanya perbedaan dari jenis lainnya dikarenakan adanya gen tertentu yang mengatur karakter jagung tersebut. Ber-dasarkan hasil penelitian bahwa jagung pulut memiliki kandungan pati hampir 100% amilopektin (Subekti et al., 2008). Di beberapa daerah, jagung pulut di-gunakan sebagai jagung rebus karena rasanya enak dan gurih (Azrai et al., 2008) dan di Jepang jagung ini diman-faatkan sebagai sumber amilopektin yang digunakan dalam produk makan-an, tekstil, lem dan industri kertas.

Jagung pulut dapat menjadi salah satu sumber plasma nutfah untuk men-jadi kultivar-kultivar baru melalui pe-muliaan tanaman. Jagung pulut untuk dijadikan kultivar-kultivar baru, terlebih dahulu harus dilakukan uji potensi hasil terhadap jagung pulut tersebut. Potensi hasil jagung pulut di berbagai daerah di Sulawesi Selatan berbeda satu sama lain. Hal ini selain disebabkan oleh lingkung-an tumbuh yang berbeda juga dapat di-sebabkan oleh faktor genetik dari masing-masing jenis juga berbeda.

Pupuk KCl diserap tanaman dalam bentuk K+ berperan dalam proses metabolisme tanaman dan mempunyai pengaruh khusus dalam absorpsi hara, mengatur transparansi, kerja enzim ber-fungsi untuk translokasi karbohidrat. Kalium dibutuhkan tanaman jagung khusunya jagung pulut dalam jumlah banyak dibandingkan dngan N dan P.

Jika K kurang pembentukan tongkol terpengaruh pada ujung tongkol bagian atas tidak penuh berisi biji tidak melekat secara kuat pada tingkol (Nashra-yanshar, 2010). Kekurangan unsur kalium dapat menghambat fotosintesis, menghambat sintesa protein serta dapat meningkatkan respirasi (Hari Suseno, 1984). Kalium dapat meningkatkan foto-sintesis tanaman melalui peningkatan fotofosforilasi. Menurut Barber (1977), agar efisiensi fotofosforilasi tinggi, di-butuhkan K dan Mg yang cukup yang disuplai dari tanaman sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan hasil tanaman karena pemupukan K dan Mg disebabkan oleh adanya peningkatan fotofosforilasi dan fotosintesis. Hasil percobaan yang dilakukan oleh Peoples dan Koch (1979) pada alfalfa (Medicago sativa) menunjukkan bahwa pemberian K 0,6 mM dan 4,8 mM meningkatkan kandungan K dalam jaringan tanaman masing-masing sebesar 55% clan 200% sejalan dengan meningkatnya fotosin-tesis pada tanaman sebesar 83% dan 187%. Peningkatan laju fotosintesis di-ikuti dengan peningkatan fotorespirasi dan penurunan respirasi gelap pada tanaman. Peasle dan Moss (1966) me-nyatakan bahwa fotosintesis sangat di-pengaruhi oleh konsentrasi K yang ter-dapat pada daun tanaman jagung. Kalium yang sering digunakan adalah Kalium Khlorida (KCl), di mana unsur kalium (K) sangat berperan dalam pe-nyusunan jaringan tanaman, pemben-tukan pati, mengaktifkan enzim, pem-bukaan stomata, proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolik dalam sel, mempengaruhi penyerapan unsur-unsur hara, mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit, berpengaruh terhadap perkembangan akar tanaman dan memperkokoh tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno, 1987). Kalium yang di-serap tanaman akan mempengaruhi kadar lignin pada jaringan sklerenkhim dibawah epidermis dan sel-sel tanaman. Lignin pada jaringan sklerenkhim selan-

Page 3: 387-561-1-SM

Elkawakib Syam’un, Mollah Jaya, dan Nurfaida

181

jutnya dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap gangguan penyakit dengan menghasilkan dinding sel yang lebih kuat dan tahan terhadap penetrasi serta dapat menghambat masuknya enzim dan toksin yang dikeluarkan oleh patogen (Wahab dan Nasrun, 2002). Se-dangkan menurut Djalil (2003) pemberi-an pupuk KCl dengan dosis 50 kg per hektar sudah cukup untuk pertum-buhan jagung hibrida andalas 4. Selan-jutnya ditemukan oleh Mapagau (2006) pemupukan kalium dapat menstimulir metabolisme tanaman jagung kultivar Arjuna pada kondisi cekaman air se-hingga mampu meningkatkan aku-mulasi senyawa seperti ABA, kan-dungan prolin bebas, dan karbohidrat yang secara fisiologi dapat me-ningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman air.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan pengujian potensi hasil jagung pulut lokal dari berbagai kabupa-ten di Sulawesi Selatan dengan pe-mupukan KCl. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter dan potensi hasil berbagai genotipe jagung pulut yang berasal dari beberapa daerah di Sulawesi Selatan dengan pemerian pupuk KCl.

BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kebun

Percobaan Fakultas Pertanian, Universi-tas Hasanuddin, Tamalanrea Makassar, pada ketinggian 14 meter di atas per-mukaan laut (Sumber : Badan Meteoro-logi dan Geofisika, Maros) jenis tanah alfisol (Laboratorium Kimia dan Ke-suburan Tanah, Universitas Hasanud-din) berlangsung pada bulan April sampai Agustus 2008. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih jagung pulut dari 8 kabupaten yaitu: Gowa, Jeneponto, Bulu-kumba, Bone, Soppeng, Sidrap, Barru,

dan Maros; pupuk 3 macam yaitu : urea, SP-36, dan KCl (kalium klorida yang mengandung K2O 52 -53%). Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, kantong plastik, mistar geser, cawan petri, kertas koran, baskom plastik, sekop, timbangan, meteran, tugal, tali rafiah, patok, dan alat tulis me-nulis. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk Rancangan Petak Terpisah (RPT) dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 8 petak utama dan 3 anak petak yang diulang sebanyak 3 kali sehingga ter-dapat 72 unit percobaan, dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm. Petak utama terdiri 8 genotipe jagung pulut dari beberapa kabupaten di Sulsel yaitu :

g1 = Gowa g5 = Soppeng g2 = Jeneponto g6 = Sidrap g3 = Bulukumba g7 = Barru g4 = Bone g8 = Maros Anak petak berjumlah 3 yang diberi perlakuan KCl yaitu: k0 = Tanpa pupuk KCl k1 = Dosis 30 kg ha-1

k2 = Dosis 60 kg ha-1

Setiap paket perlakuan tersebut diulang tiga kali sehingga terdapat 72 petak. Parameter yang diamatai adalah : 1.Umur berbunga jantan (hst) 2.Umur berbunga betina (hst) 3.Panjang Tongkol (cm) 4.Bobot tongkol kupasan basah (kg) 5.Bobot 1000 Biji (g) 6.Hasil (t ha-1)

Konversi hasil per petak (t ha-1) pada kadar air 15%, dihitung dengan menggunakan persamaan :

RB15 - 100

KA - 100LP

10.000 ha)per (ton Hasil ×××=

Keterangan : KA = Kadar air biji panen

LP = Luas petakan panen (m2)

Page 4: 387-561-1-SM

Produksi berbagai genotipe jagung pulut pada berbagai dosis pupuk KCl

182

B = Berat tongkol kupasan basah (kg) R = Rendemen biji pada tongkol.

7. Kandungan amilopektin (%) Kandungan amilopektin (%) jagung pulut dapat diketahui melalui analisis dengan menggunakan rumus : pati – amilosa (Sudarmadji, 1992). Kadar Pati ditentukan dengan menggunakan rumus :

Kadar Pati (%) = × 100%

Keterangan : Y = mg glukosa W = mg berat bahan P = Pengenceran Kadar amilosa (%) ditentukan dengan rumus :

Y = 0.004 + 25,75 X

X =

Keterangan : Y = Persamaan garis dari kurva standar

X = Kadar amilosa

P = Faktor pengencer

HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Berbunga Jantan dan Betina

Rata-rata umur berbunga jantan 50% tanaman jagung pulut diperlihatkan pada Tabel 1dan umur berbungan betina 50% diperlihatkan pada Tabel 2. Ber-bagai jenis genotipe sangat berbeda nyata, sedangkan dosis pupuk KCl dan interaksi keduanya tidak berbeda nyata. Tabel 1 menunjukkan bahwa genotipe dari Sidrap (g2) menghasilkan rata-rata umur berbunga jantan tercepat (35,33 hari) dan sangat berbeda nyata dengan Gowa (g1), Jeneponto (g2), Bulukumba (g3), Bone (g4), tetapi tidak berbeda nyata dengan Soppeng (g5), Barru (g7) dan Maros (g8). Demikian dengan umur berbunga betina, Tabel 2 menunjukkan bahwa genotipe dari Sidrap (g6) meng-hasilkan rata-rata umur berbunga betina tercepat (39,77 hari) dan sangat berbeda nyata dengan Gowa (g1), Jeneponto (g2), Bulukumba (g3), Bone (g4), dan Soppeng (g5), Barru (g7), dan Maros (g8).

Tabel 1. Rata-rata umur berbunga jantan 50% (hari)

Genotipe (g)

Dosis pupuk KCl rata-rata

0 kg ha-1 (k0) 30 kg ha-1 (k1) 60 kg ha-1 (k2) g1 42,33 41,67 43,00 42,33bc

g2 45,33 48,33 48,67 47,44c

g3 44,00 43,33 44,00 43,77bc

g4 39,00 38,33 48,67 42bc

g5 37,33 38,00 38,00 37,77abc

g6 35,67 35,33 35,00 35,33a

g7 38,00 38,33 38,33 38,22abc

g8 39,33 39,67 29,67 36,22ab

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti sangat berbeda nyata Taraf uji JBD taraf α=0,01 untuk rata-rata umur berbunga jantan (NP : 7,081; 7,434; 7,653........;8,123)

Page 5: 387-561-1-SM

Elkawakib Syam’un, Mollah Jaya, dan Nurfaida

183

Tabel 2. Rata-rata umur berbunga betina 50% (hari) Genotipe

(g) Dosis pupuk KCl

rata-rata 0 kg ha-1 (k0) 30 kg ha-1 (k1) 60 kg ha-1 (k2)

g1 45,33 47,00 45,67 46d

g2 50,67 51,67 52,33 51,55e

g3 48,67 49,33 50,33 49,44d

g4 43,33 43,33 43,33 43,33b

g5 43,33 43,33 43,33 43,33bc

g6 39,00 40,00 40,33 39,77a

g7 45,00 44,33 44,00 44,44cd

g8 43,67 44,00 43,67 43,77c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti sangat berbeda nyata Taraf uji JBD taraf α=0,01 untuk rata-rata umur berbunga betina (NP :1,654; 1,736; 1,787;.......;1,878)

Hal ini disebabkan oleh genotipe

yang berbeda-beda sehingga adanya ke-ragaman pertumbuhan sebagai akibat pengaruh lingkungan. Menurut Jumin (1989) faktor-faktor lingkungan mem-pengaruhi fungsi fisiologis dan mor-fologis tanaman, respon tanaman akibat faktor lingkungan terlihat pada pe-nampilan tanaman. Unsur kalium dibu-tuhkan tanaman jagung untuk pertum-buhan generatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Subandi (1988). Unsur kalium dibutuhkan oleh tanaman jagung paling banyak pada fase pembungaan dan pem-bentukan buah atau tongkol. Ditam-bahkan Sudjana et al. (1991) bahwa kalium dibutuhkan oleh tanaman jagung dalam jumlah paling banyak diban-dingkan dengan hara N dan P. Pada fase pembungaan, akumulasi hara K telah mencapai 60 – 75 % dari keseluruhan ke-butuhannya. Baker dan Weatherley (1969) menyatakan bahwa kalium ber-peran dalam pengambilan air oleh akar tanaman. Unsur ini mengatur perge-rakan air dari sel akar ke jaringan silem. Unsur K+ yang pada mulanya diakumu-lasikan di dalam sitoplasma dan vakuola sel-sel parenkim akar tanaman

jagung bergerak ke dalam pembuluh silem melalui plasmodesmata (Mengel dan Kirkby, 1987). Akibatnya potensial air dalam pembuluh tersebut menu-run sehingga terjadi degradasi poten-sial air di dalam sel-sel akar sampai ke bagian luar yaitu sel epidermis. Setelah potensial air dalam sel akar lebih rendah dari potensial air pada larutan tanah, air dapat diserap oleh akar ta-naman yang kemudian akan mening-katkan PAD. Panjang Tongkol

Panjang tongkol tanaman jagung pulut diperlihatkan pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa genotipe dari Jeneponto (G2) cenderung mengha-silkan rata-rata panjang tongkol tertinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung memiliki bermacam-macam bentuk dan sangat beragam. Tersedianya kebutuhan hara tanaman di dalam tanah dan faktor lingkungan seperti sinar matahari dan kelembaban udara akan membantu pem-bentukan buah jagung.

Page 6: 387-561-1-SM

Produksi berbagai genotipe jagung pulut pada berbagai dosis pupuk KCl

184

Tabel 3. Rata-rata bobot 1000 biji (g)

Genotipe (g)

Dosis pupuk KCl 0 kg ha-1

(k0) 30 kg ha-1 (k1)

60 kg ha-1 (k2)

g1 242,60 225.66 258,37

g2 222.02 201,04 224,52

g3 209,77 209.22 224,30

g4 248,20 211,10 249.94

g5 220,34 234,34 250,32

g6 183.02 175,86 182,42

g7 208,70 215,45 232,15

g8 242,89 244,11 250,02

Bobot 1000 Biji Rata-rata bobot1000 biji tanaman

jagung pulut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan interaksi

antara genotipe dari dari Gowa (g1) menghasilkan rata-rata bobot 1000 biji tertinggi (258,37 g) dan berbeda nyata dengan genotipe jagung pulut pada

dosis pupuk KCl yang sama serta genotipe yang sama pada dosis pupuk KCl lainnya.

Produksi (ton ha -1)

Rata-rata produksi tanaman jagung pulut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa genotipe

Gambar 1. Rata-rata panjang tongkol (cm)

NP BNT taraf

α=0,05

21.301

NP BNT 18.901  tarafα=0,05  

Page 7: 387-561-1-SM

Elkawakib Syam’un, Mollah Jaya, dan Nurfaida

185

dari Bulukumba (g3) mengha-silkan rata-rata produksi ton ha-1 (5,48 ton) dan sangat berbeda nyata dengan Soppeng (g5), Sidrap (g6), Barru (g7), dan Maros (g8). tetapi tidak berbeda nyata dengan Gowa (g1), Jeneponto (g2), dan Bone (g4). Genotipe dari Bulukumba memberikan hasil terbaik pada produksi tanaman jagung pulut dibandingkan dengan genotipe lainnya. Hal ini di-pengaruhi oleh sifat genetik dan ke-mampuan interaksinya terhadap ling-kungan tumbuhnya yang berbeda-beda. Menurut Takdir et al. (1998), bahwa hasil biji jagung dipengaruhi oleh interaksi antara genotipe dengan lingkungan, ada-nya interaksi genotipe dengan ling-kungan disebabkan oleh kemampuan genotipe yang berbeda dalam meman-faatkan kondisi lingkungan. Selanjutnya dikemukakan bahwa hasil biji jagung dipengaruhi oleh interkasi antara geno-type dengan lingkungan disebabkan oleh kemampuan genotipe yang berbeda dalam memanfaatkan kondisi ling-kungan. Pemupukan kalium ampu mendorong terben-tuknya senyawa prolin bebas, asam absisat (ABA), dan karbohidrat yang merupakan indikator toleransi tanam-an (toleransi- fisiologi) terhadap cekam-an air sehingga pengaruh yang merugi-kan pada kondisi

ini dapat dikurangi. Sejalan dengan pernyataan ini Nelson (1982) menyatakan bahwa penambah-an sejumlah kalium dapat meningkat-kan laju difusi sehingga pengaruh me-rugikan dari cekaman air dapat diper-kecil. Kalium diketahui dapat mening-katkan pertumbuhan akar, sehingga mampu menyerap hara dan air yang lebih banyak dan pada saat terjadi ke-keringan atau cekaman air tanaman sudah cukup kuat karena cukup ba-nyak cadangan karbohidrat sebagai sumber energi. Konsep yang mendasari keadaan ini ditemukan oleh Mengel (1975) dengan mengkaji hubungan di antara konsumsi air, ketahanan terha-dap kekeringan, dan kandungan K pada tanaman. Ternyata bahwa akumulasi cadangan karbohidrat selama periode kekeringan menentukan kemampuan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan, karena K mendorong sin-tesis dan translokasi karbohidrat. Tanaman dengan suplai K yang cukup memiliki cadangan karbohidrat yang lebih besar yang dapat digunakan se-lama periode cekaman, sehingga tanam-an memiliki toleransi terhadap ce-kaman air dan tumbuh lebih baik.

Tabel 4. Rata-rata produksi (ton ha-1) Genotipe

(g) Dosis pupuk KCl

rata-rata 0 kg ha (k0) 30 kg ha (k1) 60 kg ha (k2)

g1 5,62 5,49 5,36 5.49ab

g2 5,38 5,05 5,54 5.32ab

g3 6,08 5,88 5,56 5.84a

g4 5,07 5,18 4,62 4.96abc

g5 4,73 3,99 4,25 4.32cd

g6 3,42 3,91 3,26 3.53d

g7 5,00 4,24 4,40 4.55bc

g8 5,33 5,59 5,04 5.32ab

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti sangat berbeda nyata Taraf uji JBD taraf α=0,01 untuk rata-rata produksi ton ha-1 (NP :0,903; 0,949; 0,994; 1,037)

Page 8: 387-561-1-SM

J. Agrivigor 11(2):179-187, Januari – April 2012; ISSN 1412-2286

186

Kandungan Amilopektin (%) Hasil analisis terhadap kandungan

amilopektin tanaman jagung pulut di-perlihatkan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa genotipe dari

Maros (g8) cenderung menghasilkan rata-rata kandungan amilopektin ter-tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya.

KESIMPULAN Genotipe yang berasal Bulukumba menghasilkan produksi tertinggi pada produksi tanaman jagung pulut sebesar 5,48 ton ha-1. Dosis pupuk KCl (60 kg ha-1) mem-berikan hasil terbaik pada pertumbuhan dan produksi tanaman jagung pulut pada parameter berat tongkol dengan klobot, berat klobot dan bobot 1000 biji. Umur berbunga jantan dan berbunga betina tercepat, panjang tongkol te-rendah terdapat pada genotipe dari Sidrap Terdapat interaksi antara genotipe yang berasal dari Bulukumba dengan dosis pupuk KCl 18 g per petak (60 kg ha-1) terhadap berat tongkol dengan klobot,

berat tongkol tanpa klobot dan genotipe yang berasal dari Gowa terhadap bobot 1000 biji.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Statistik Indonesia. Biro

Pusat Statistika Jakarta. Azrai, M., Made J. Mejaya, dan M.Yasin

H.G., 2008. Pemuliaan Jagung Khusus. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Diakses http:// balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/tujuh.pdf pada tanggal 30 Desember 2008.

Baker, D. A., and P. E. Weatherly. 1969. Water and solute transport by exuding root systems of Ricinus communis. J. exp. Bot. 20: 485-596.

Gambar 2. Rata-rata kandungan amilopektin (%)

Page 9: 387-561-1-SM

Elkawakib Syam’un, Mollah Jaya, dan Nurfaida

187

Djalil, M. 2003. Pengaruh pemberian pupuk KCl terhadap pertumbuhan dan pembentukan komponen tongkol jagung hibrida andalas 4. Stigma 11 (4): 302-304.

Mapagau 2006. Pengaruh pemupukan kalium terhadap toleransi fisiologi tanaman jagung kultivar arjuna pada kondisi cekaman air J.agrivigor 5(3): 198-206

Mengel, K. 1975. The nutrition of the sugarbeet. Pot. Rev. 3, Subj. 11, 21 st suite: 1 - 8.

Mengel, K., and E. A. Kirkby. 1987. Principles of plant nutrition. Int. Potash Institute Warblaufen. Bern Switzerland.

Nelson, W. L. 1982. Interactions of potassium with moisture and temperature. Potash Review : Subject 16 No.1. Int. Potash Inst. Berne (Switzerland).

Subekti, N. A., Syafaruddin, R. Efendi dan S. Sunarti. 2008. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Diakses dari http:// balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/empat.pdf pada tanggal 30 Desember 2008.

Sudarmadji. 1992. Cara uji makanan dan minuman. Pusat Standarisasi Industri, depertemen Perindustrian Indonesia. Jakarta

Sudjana, A., A. Arifin, dan M. Sudjadi. 1992. Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Wahab, R., dan Nasrun. 2002. Pengaruh beberapa takaran kalium dan aplikasi fungisida terhadap infeksi Cercospora Personata penyebab penyakit bercak daun dan hasil kacang tanah. J. Stigma X(1): 51 – 55.