38248023 Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik (1)

download 38248023 Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik (1)

of 38

Transcript of 38248023 Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik (1)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi me njadi lebih bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan pro ses keperawatan (Purba, 2003: 1). Dalam praktek keperawatan, komunikasi adalah s uatu alat yang penting untuk membina hubungan therapeutik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan. Lebih jauh, komunikasi sangat penting karena da pat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diber ikan. Disisi lain, penyebab sumber ketidakpuasan pasien sering disebabkan karena jeleknya komunikasi yang terjadi dengan pasien. Oleh karena itu pengukuran kepu asan pasien terhadap komunikasi therapeutik perawat akan bermanfaat dalam memoni tor dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan (Purba, 2003: 1). Kemampuan komunikasi yang baik dari pera wat merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam melaksanakan proses keperawat an. Kemampuan komunikasi sangat mempengaruhi kelengkapan data klien. Untuk itu s elain perlunya meningkatkan kemampuan komunikasi perawat, kemampuan komunikasi klien juga perlu ditingkatkan. Perawat perlu mengetahu hambatan, kele mahan dan gaya klien dalam berkomunikasi. Perawat perlu memperhatikan budaya yan g mempengaruhi kapan dan dimana komunikasi dilakukan, 1

penggunaan bahasa, usia dan perkembangan klien (Mundakir, 2006:78). Komunikasi t herapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberika n pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dalam komunikasi in i adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dik ategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat mem bantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48). Dalam pelayanan asuhan keperawatan, komunikasi therapeutik memegang peranan penting untuk membantu klien memecahkan masalahnya. Untuk mewuj udkan terlaksananya komunikasi therapeutik secara efektif diperlukan adanya kema uan dan kesadaran diri yang tinggi dari perawat. Perawat harus mampu menciptakan kondisi (keterpercayaan) yang dapat menimbulkan adanya rasa percaya klien terha dap perawat, klien merasa diperhatikan: diterima, merasa aman, nyaman (deskripsi ) merasa diikutsertakan dalam setiap tindakan yang akan dilakukan untuknya (orie ntasi masalah) pelayanan yang diberikan perawat dirasakan tulus, tidak dengan pa ksaan (spontanitas) informasi yang dibutuhkan klien harus jelas (kejelasan) klie n merasa perawat dapat membantu mengurangi hal-hal yang mengganggu pikirannya da lam menghadapi penyakitnya dan tanpa memandang siapa klien tersebut (persamaan) sehingga klien merasa puas (Purba, 2003: 2). Kelemahan dalam komunikasi merupakan masalah seriu s baik bagi perawat maupun klien. Perawat yang enggan berkomunikasi dengan menunjukkan raut wajah yang tegang akan berdampak serius bagi klien. Klien

akan merasa tidak nyaman bahkan terancam dengan sikap perawat atau tenaga keseha tan lainnya. Kondisi ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap proses penyem buhan pasien. Dalam berkomunikasi dengan pasien, pesan yang disampaikan kadang d isalah tafsirkan, terutama ketika menjelaskan tujuan terapi, dan kondisi klien. Seorang perawat yang menyampaikan pesan dengan kata-kata yang tidak dimengerti d an penyampaian yang terlalu cepat akan mempengaruhi penerimaan pasien terhadap p esan yang diberikan (Mundakir, 2006:2) Berdasarkan data yang diperoleh dari Reka m Medik RS AA, jumlah pasien yang dirawat inap dari bulan Januari sampai Juni ta hun 2010 adalah 2990 orang sedangkan jumlah perawat yang berijasah D III keperaw atan di ruang Zamrud, Ratna Cempaka, Yaspis, Nilam, ICU/ICCU dan ruang Berlian R S AA yaitu berjumlah 64 orang. Dan menurut pengamatan saat peneliti melakukan pr aktek di RS AA masih ada sebagian perawat yang tidak berkomunikasi dengan baik k epada pasien saat pasien bertanya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melak ukan penelitian tentang Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Perawat Tentang Komunikasi T erapeutik Di RS AA Tahun 2010 . B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penel itian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana gambaran pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di RS AA tahun 2010? Bagaimana gambaran sikap perawat ten tang komunikasi terapeutik di RS AA tahun 2010? 3

C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Diketahuinya gambaran pengetahuan dan sikap per awat tentang komunikasi terapeutik di RS AA tahun 2010. Tujuan Khusus Diketahuin ya gambaran pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di RS AA tahun 201 0. Diketahuinya gambaran sikap perawat tentang komunikasi terapeutik di RS AA ta hun 2010. D. Manfaat Penelitian Manfaat Untuk RS AA Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit mengenai pengetahuan dan sikap perawat tentang komunikasi ter apeutik sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan k ualitas perawat yang bekerja di RS AA. Manfaat Bagi Peneliti Sendiri Sebagai pen galaman nyata dan menambah pengetahuan penulis dalam melaksanakan penelitian. Ma nfaat untuk peneliti yang lain Sebagai masukan dan perbandingan dalam penelitian yang sejenis, serta dapat pula dijadikan sebagai bahan informasi bagi mereka ya ng memerlukan. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini akan dilakukan di RS AA p ada bulan Agustus 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang Pengetahuan Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang sesuatu objek tertentu. Pengeta huan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita, sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bag i berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan (Surjasumantri, 2003: 104). Pe ngetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui peng amatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertent u yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Irmayanti, 2007: 3). Pada dasarnya pengetahuan merupakan segala sesuatu yang di ketahui manusia, baik pengetahuan tersebut merupakan kesimpulan yang benar maupu n pengetahuan dengan kesimpulan yang salah (keliru). Oleh karenanya pengetahuan bisa saja salah, akan tetapi pengetahuan yang hakiki sejatinya merupakan pengeta huan yang benar (Dea, 2008:8) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terj adi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan t erjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciu man, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata da n telinga (Notoatmodjo, 2007:139). 5

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk t indakan seseorang (over behaviour). Karena dari pengalaman dan penelitian terbuk ti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada p erilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Roger (1974) mengungkap kan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni (Notoatmodjo, 2007:140): Awareness (kesadaran) yakni ora ng tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. In terest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap respond en sudah lebih baik lagi. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. Adopti on, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap nya terhadap stimulus. Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyim pulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila pene rimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini dimana dida sari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif (long lasting). Sebalikn ya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007:140). Pengetahuan yang dicakup dalam k ognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2003:140-142):

Tahu (know) Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari seb elumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall ) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsanga n yang telah diterima. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampu an untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjaba rkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan pada su atu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bent uk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 7

Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pe nilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria ya ng telah ada. B. Tinjauan Tentang Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah, respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap itu dinamis dan tidak statis (Zanna dalam Sarwono, 2 002: 253). Menurut Nikels, sikap adalah suatu kecenderungan yang baik ataupun ku rang baik secara konsekuen. Jadi sikap adalah suatu keadaan jiwa (netral) dan ke adaan fikir (neural) yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek, yang diorganisir melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung dan atau secara dinamis pada perilaku (Dharmesta da n Handoko, 2000:93). Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih ter tutup terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seoarang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk berti ndak. Dan lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap obje k lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 200 3:131).

Diagram dibawah ini lebih dapat menjelaskan uraian tersebut Gambar 2.1 Diagram Sikap 2. Komponen Sikap Dalam bagian lain, Allport (1994) men jelaskan sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu ( Notoatmodjo, 2003:131): Ke percayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap objek. Kehidupan emosional atau ev aluasi emosional terhadap suatu objek. Kecenderungan untuk bertindak. Ketiga kom ponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi memegan g peranan penting. 3. Tingkatan Sikap Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap j uga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2003:132): Menerima (rec eiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang di berikan. 9

Merespon (responding) Dimana saat seseorang dapat memberikan jawaban apabila dit anya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah satu indikasi da ri sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan dan mengerjakan tu gas yang di berikan terlepas dari apakah pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain un tuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah dengan orang lain adalah suatu indikasi sikap tingkatan ketiga. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jaw ab terhadap segala sesuatu yang telah di pilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung deng an menanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemu dian ditanyakan pendapat responden. 4. Sikap perawat (Stevens, 2000: 251-253) a. Sikap profesional perawat orang sakit meliputi : Keterlibatan Perawat orang sak it harus merasa terlibat dengan pasien, keterlibatan dapat kita lukiskan sebagai perhatian yang aktif terhadap pribadi yang sehat maupun yang sakit terhadap pas ien. Sebagai

perawat tidak boleh mengambil sikap menunggu, tapi harus aktif mengambil inisiat if. Respek Keterlibatan perawat terhadap pasien harus berjalan bersama dengan re spek (rasa hormat), sikap rasa hormat juga berarti: menjaga jarak tertentu denga n pasien. Dari sikap kita, harus terlihat bahwa kita tidak menganggap pasien seb agai teman, tapi sebagai manusia. Empaty Empaty berarti ikut merasakan, kemampua n untuk ikut merasakan situasi orang lain, kita menempatkan diri kita sebagaimana orang. Kesu ngguhan Kesungguhan dalam sikap dan tingkah laku perawat berarti bahwa orang tid ak memerankan peranan yang dibuat-buat. Sikap perawat dalam komunikasi Perawat h adir secara utuh (Fisik dan Psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien, p erawat tidak cukup hanya mengetahui tehnik komunikasi, tetapi yang penting adala h sikap atau penampilan dalam berkomunikasi. Widayatun (1999:57), mengatakan bah wa komunikasi yang baik dari seorang perawat mampu memberikan kepercayaan dari p asien. Perlu ditekankan bahwa kesan lahiriah perawat mampu berbicara banyak, mak sudnya mulai profil/tubuh/wajah terutama senyum dari perawat yang tulus, kerapia n berbusana, sikap yang familiar 11

dan yang lebih penting lagi cara bicara (komunikasi), sehingga terkesan bertempe ramen bijak, kesemua ini mencerminkan seorang perawat yang berkepribadian C. Tin jauan Tentang Komunikasi Therapeutik Pengertian Komunikasi Therapeutik Komunikas i therapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan ke giatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003: 1). Komunikasi th erapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi inter personal adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komu nikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerim a bantuan (Indrawati, 2003 : 1). Komunikasi therapeutik bukan pekerjaan yang bis a dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan pr ofesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian mel upakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwa ni, 2002: 34). 2. Manfaat Komunikasi Therapeutik Manfaat komunikasi therapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien mel alui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan meng kaji

masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 2). 3. Tujuan Komunikasi Therapeutik (Indrawati, 2003: 2). Membantu pasien untuk me mperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindak an yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sanga t dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat dan klien, Bila perawat tidak mempe rhatikan hal ini, hubungan perawat dan klien tersebut bukanlah hubungan yang mem berikan dampak therapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan so sial biasa. 4. Jenis Komunikasi Therapeutik Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan ora ng lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003: 2), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal da n publik. Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), da n Tappen (1995) dalam Purba (2003:2) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, ter tulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara therapeutik. a. Komunikasi Ver bal Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan denga n tatap muka. Komunikasi verbal biasanya 13

lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai unt uk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau mengu raikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang te rsembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi Verbal yang efektif harus: 1) Jelas dan ringkas Komunikasi yang efekt if harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya permasalahan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pe san yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspres ikan ide secara sederhana. 2) Perbendaharaan Kata (mudah dipahami) Komunikasi ti dak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan . Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jik a ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengik uti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan

pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan Duduk, sementara sa ya akan mengauskultasi paru paru anda akan lebih baik jika dikatakan Duduklah sementar a saya mendengarkan paru-paru anda . 3) Arti denotatif dan konotatif Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti kon otatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan perawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga t idak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan t ujuan terapi, dan kondisi klien. 4) Selaan dan kesempatan berbicara Kecepatan da n tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaa n yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan m enimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Per awat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga katakata tidak jelas. Selaa n perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pende ngar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakuka n dengan 15

memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonv erbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara t erlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang. 5) Waktu dan Relevansi Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menang is kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi p enerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap kete patan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermak na jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien. 6) Hu mor Dugan (1989) dalam Purba (2003:3) mengatakan bahwa tertawa membantu penguran gi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberh asilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2003) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catec holamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi ter hadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan me nggunakan humor

untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien. b. Komunikasi Tertulis Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komuni kasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan l ain- lain. 1) Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari : Lengkap Ringkas Pertimbangan Konkrit Jelas Sopan Benar 2) Fungsi komunikasi tertulis adalah: Se bagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan operasi. Alat pen gingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan. Dokum entasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali untuk menge tahui perkembangan masa lampau. Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jal an. Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat 17

perintah, surat pengangkatan. 3) Keuntungan Komunikasi tertulis adalah: Adanya d okumen tertulis Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman Dapat meyampaikan ide ya ng rumit Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan. Membentuk dasar kontrak atau perjanjian Untuk penelitian dan bukti di pengadilan 4) Kerugian Komunikasi tertulis adalah: Memakan waktu lama untuk membuatnya Mem akan biaya yang mahal Komunikasi tertulis cenderung lebih formal Dapat menimbulk an masalah karena salah penafsiran Susah untuk mendapatkan umpan balik segera Be ntuk dan isi surat tidak dapat di ubah bila telah dikirimkan Bila penulisan kura ng baik maka akan membingungkan Si pembaca. c. Komunikasi Non Verbal Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yan g disampaikan klien mulai dan saat pengkajian

sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terh adap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuha n asuhan keperawatan. Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verb al sebagai berikut: 1) Kinesik Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementa sikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dal am pengalihan informasi mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa is yarat untuk mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara me makai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain. 2) Proksemik Proksemik yaitu ba hasa non verbal yang ditunjukkan oleh ruang dan jarak antara individu dengan ora ng lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek. 3) Haptik Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua or ang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelu s dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan 19

seseorang. 4) Paralinguistik Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara seh ingga dia bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebag ai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengerit ik orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu denga n suara keras. 5) Artifak Kita memahami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara bendabenda itu digunakan untuk menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam si tuasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita d apat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu. 6) Logo dan Warna Kreasi perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan meru pakan karya komunikasi bisnis, namun model kerja dapat ditiru

dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang untuk dijadikan simbol dan s uatu karya organisasi atau produk dan suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan hu ruf yang mengandung visi dan misi organisasi. 7) Tampilan Fisik Tubuh Acapkali a nda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara and a. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan a tau informasi kesehatan adalah persasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka dapat mengeta hui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebar luaskan oleh sumber informasi (Liliweri, 2007:108). 5. Karakteristik Komunikasi Therapeutik Ada tiga hal mendasar yang memberi ciriciri komunikasi therapeutik yaitu sebagai berikut (Arwani, 2002 : 35): a. Ikhlas (Genuiness) Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa 21

diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat. b. Empati (Empathy) Merupakan sikap jujur dalam menerim a kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien da n tidak berlebihan. c. Hangat (Warmth) Kehangatan dan sikap permisif yang diberi kan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa taku t, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam. 6. Fase-fase dalam komunikasi therapeutik a. Orientasi (Orientation) Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian infor masi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yait u testing, building trust, identification of problems and goals, clarification o f roles dan contract formation (pengujian, membangun kepercayaan, identifikasi g ol dan permasalahan, klarifikasi peran dan formasi kontrak). b. Kerja (Working) Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang te lah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi

pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan pro ses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung un tuk proses perubahan. c. Penyelesaian (Termination) Pada fase ini perawat mendor ong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yan g tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani, 2002: 61). 7. Faktor - faktor penghambat komunikasi (Indrawati, 2003 : 5) Faktor-faktor yan g menghambat komunikasi therapeutik adalah: Perkembangan yaitu orang yang memili ki perkembangan yang kurang baik akan kesulitan melakukan komunikasi. Persepsi y aitu pendapat yang disampaikan belum tentu dapat diterima Nilai yaitu isi pesan yang disampaikan belum tentu dapat diterima oleh orang lain. Latar belakang sosi al budaya yaitu perbedaan kelas contohnya seorang petani dengan pengusaha. Emosi yaitu orang yang dalam keadaan emosi tidak akan mampu berkomunikasi dengan baik . Jenis kelamin yaitu komunikasi yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan a kan mempengaruhi komunikasi. Pelaksanaan yaitu orang yang memiliki pelaksanaan k urang baik biasanya 23

akan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan keadaan dimana komunikasi dilak ukan. Peran dan hubungan yaitu komunikasi yang dilakukan antara pimpinan dengan bawahan atau guru dengan muridnya. Lingkungan tempat komunikasi berlangsung terl alu bising sehingga pesan yang di sampaikan tidak jelas. Jarak saat melakukan ko munikasi. Citra diri atau rasa percaya diri saat melakukan komunikasi. Kondisi f isik keadaan fisik sehat atau sakit saat melakukan komunikasi. 8. Tahapan dalam komunikasi therapeutik Dalam komunikasi therapeutik dilakukan secara bertahap ya itu: Tahap pra interaksi Pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan kli en. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan oleh perawat adalah: Mengumpulkan da ta tentang klien. Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri. Membuat r encana pertemuan dengan klien. Tahap perkenalan atau orientasi. Fase ini dimulai pada pertemuan dengan klien. Memberikan salam dan senyum pada klien. Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif). Memperkenalkan nama perawat. Menanyaka n nama panggilan kesukaan klien.

Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien. Menjelaskan kegiatan yang akan dil akukan. Menjelaskan tujuan. Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan ke giatan. Menjelaskan kerahasiaan. Tahap kerja Pada tahap ini kegiatan yang dilaku kan adalah: Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya. Menanyakan keluhan uta ma. Memulai kegiatan dengan cara yang baik. Melakukan kegiatan sesuai dengan ren cana. Tahap terminasi Terminasi merupakan tahap yang sangat sulit dan penting da ri hubungan therapeutik. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas atau klien pulang. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan pera wat adalah: Menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses atau hasil. Me rencanakan tindak lanjut dengan klien. Melakukan kontrak (waktu dan tempat). Men gakhiri wawancara dengan baik. . 25

B A B III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL Kerangka Konsep Penelitian in i merupakan penelitian deskriptif, variabel yang akan diteliti yaitu gambaran pe ngetahuan dan sikap perawat tentang komunikasi terapeutik di RS AA. Untuk lebih jelasnya, kerangka konsep tersebut dibuat dalam skema

Pengetahuan Perawat Komunikasi Terapeutik Sikap Perawat sebagaimana gambar dibawah ini: Gambar 3.1 Kerangka Konsep Definisi Operasional 1. Pengetahuan perawat Definisi : Kemampuan yang dimiliki perawat untuk memahami dan mengingat tentang pelaksana an komunikasi terapeutik. Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur : : : Kuesioner Wawanca ra 0 = Kurang baik (jika skor < median) 1 = Baik (jika skor median) Skala Ukur : O rdinal 2. Sikap Definisi : Merupakan kecenderungan atau tanggapan perawat terhadap pela ksanaan komunikasi terapeutik. Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur : Wawancara : Kues ioner : 0 = Kurang baik (jika skor < median) 1 = Baik (jika skor median) Skala Uku r : Ordinal 27

B A B IV METODE PENELITIAN Desain Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggu nakan jenis penelitian deskriptif, dengan maksud untuk memberikan gambaran penge tahuan dan sikap perawat tentang komunikasi terapeutik di RS AA tanpa membuat pe rbandingan antara variabel yang diteliti.

N n= 1 + N (d2) B. Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan dit eliti (Wasis, 2008: 44). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat pela ksana yang berijasah Diploma III Keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap R S AA yang berjumlah 64 orang. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang b enar-benar mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya (Ri duwan, 2006: 10). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian perawat pelaksana yang berijasah Diploma III Keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap RS AA d engan kriteria: Kriteria Inklusi, yaitu: Perawat bersedia untuk menjadi responde n. Perawat tidak sedang cuti/libur. b. Besar sampel Besar sampel dihitung menggunakan rumus slovin yaitu sebagai ber ikut: Keterangan N = besar populasi n = besar sampel 29

64 1 + 64(0,01) 1 1, 0,64 + 64 1 + 64(0,1)2 64 64 64 d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan Dimana : N = 64 (perawat yang bekerja diruangan rawat inap) d = 10% (0,1) n = n = n = n = n = 39 orang Jadi sampel yang dibutuhkan adalah 39 responden. c. Cara pengambilan sampel Dalam penelitian ini cara pengambilan sampel yang pen ulis gunakan adalah stratified random sampling. Sampel diambil secara random (ac ak) dengan terlebih dahulu dilakukan stratifikasi untuk masing-masing kelas atau menghitung proporsi sampel untuk masingmasing kelas. Proporsi sampel tiap-tiap ruangan:

n N 39 39 64 64 x Jumlah Perawat Keterangan: Ruang Yaspis : x 11 = 7 x 12 = 7 x 15 = 9 x 5=3 : x 9=6 x 12 = 7. Ruang Ratna Cempaka : Ruang Zamrut Ruang Nilam Ruang Berlian Ruang ICU/ICCU C. P engumpulan Data : : : 1. Jenis data yang dikumpulkan adalah: Data primer, yaitu data yang diperoleh la ngsung dari responden dan dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesi oner berupa data tentang pengetahuan dan sikap perawat tentang pelaksanaan komun ikasi terapeutik. Data sekunder, yaitu data yang didapat dari bagian keperawatan RS AA tentang jumlah perawat. 2. Cara pengukuran Cara pengukuran dilakukan deng an wawancara pada perawat dengan menggunakan kuesioner yang berisi 12 pertanyaan tentang pengetahuan 31

dengan 52 pilihan jawaban benar dan 10 pernyataan tentang sikap dengan menggunak an skala likert bila menjawab sangat setuju skornya 5, setuju skornya 4, ragu-ra gu skornya 3, tidak setuju skornya 2 dan sangat tidak setuju skornya 1. D. Pengo lahan Data Pada penelitian ini peneliti menggunakan tahap-tahap pengelolaan data sebagai berikut: Editing : memeriksa kembali data-data yang telah dikumpulkan a pakah ada kesalahan atau tidak. Coding : pemberian nomor-nomor kode atau bobot p ada jawaban yang bersifat kategori. Entry : memasukkan data ke program komputer untuk keperluan analisis. Cleaning : membersihkan data dan melihat variabel yang digunakan apakah datanya sudah benar atau belum. Describing : Menggambarkan atau menerangk an data. E. Analisa Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisa univariat yait u hanya untuk menggambarkan variabel yang diteliti tanpa mencari suatu perbandin gan atau mencari hubungan antara variabel yang diteliti. F. Penyajian Data Untuk penyajian data, penulis menggunakan cara penyajian dengan bentuk gambar sedemik ian rupa dengan teks atau naskah untuk menjelaskan hasil

penelitian G. Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan p ermohonan izin kepada Direktur RS Woodwad Palu untuk mendapatkan persetujuan, da n kemudian kuesioner dijalankan ke subjek yang diteliti dengan menekankan pada m asalah etika yang meliputi (Alimul, 2002: 41): 1. Informed Consent (lembar perse tujuan) Lembar persetujuan yang diberikan kepada responden oleh peneliti dengan menyertakan judul penelitian agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghargai atau menghormati hak-hak yang dimiliki responden (subjek). 2. Anonymity (tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden tetap i lembar tersebut diberikan kode. Confidentiality (kerahasiaan) Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijam in kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilapork an sebagai hasil penelitian. 33

DAFTAR PUSTAKA Aziz. A. Alimul Hidayat, 2002. Riset Keperawatan dan Teknik Penul isan Ilmiah. Surabaya. Arwani, 2002, Komunikasi Dalam Keperawatan. EGC, Jakarta Dharmmesta, B.S dan T.H Handoko, 2000 .Manajemen Pemasaran: Analisa Perilaku Kon sumen. BPFE, Yogyakarta. Indrawati, 2003, Tentang komunikasi terapeutik. www/wik epedia.orng.com. Diunduh 21 Mei 2010 35

Liliweni, 2004. Komunikasi Antar Pribadi. Citra Aditya, Bandung. Meliono, Irmaya nti, dkk. 2007. MPKT Modul 1. Lembaga Penerbitan FEUIl, Philadelpia, Jakarta. Mu ndakir, 2006. Komunikasi Keperawatan, Aplikasi Dalam Pelayanan. Cetakan I, Graha Ilmu, Yogyakarta. Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Pri nsip Dasar.: Rineka Cipta, Jakarta. __________, 2007. Promosi Kesehatan Masyarak at Dan Ilmu Perilaku, PT. Rineka Cipta, EGC, Jakarta. Purba Marlindawani Jenny, 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. www.one.indoskripsi.com. Diunduh 3 Mei 2010. Riduwan, 2006. Dasar-Dasar Statistika. Cetakan ke V, Bandung. Sarwono,S.W . 200 2. Psikologi Sosial Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Balai Pustaka, Ja karta. Selamet Ibrahim. S. Dea. 2008. Filsafat Ilmu http://download.fa.itb.ac.id / Diunduh 3 Mei 2010. Pengetahuan (online) Stevens, P.J.M., dkk, 2000. Ilmu Keperawatan, Jilid 1, edisi.2. EGC, Jakarta. Su rjasumantri, J.S . 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustak a Sinar Harapan. Wasis, 2008. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. EGC. Jakarta. Widayatun Tri Rusni, 1999. Ilmu Perilaku. Buku Pegangan mahasiswa Akade mi Keperawatan, Jakarta .

37