36-Sebatik

download 36-Sebatik

of 232

Transcript of 36-Sebatik

LAPORAN PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN PERAIRAN SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN BANDUNG 2006

PROYEK PENGEMBANGAN KAPASITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP TAHUN ANGGARAN 2005

LAPORANPENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN PERAIRAN SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN PROPINSI KALIMANTAN TIMUR OLEH: TIM SEBATIK

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERALBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 2005

Laporan Akhir

Sarialah satu aktivitas penting Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL) semenjak berdiri (tahun 1984) hingga saat ini adalah melakukan penelitian pantai dan lepas pantai perairan Indonesia. Salah satu kegiatan pada Tahun Anggaran 2005 yaitu penyelidikan di Perairan Sebatik dan sekitarnya yang dimaksudkan memberikan masukan kepada pemerintah setempat dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur guna mempertahankan dan melestarikan potensi sumber daya laut serta perubahan lingkungan sekitarnya.

S

Hasil dari pemeruman memperlihatkan, morfologi dasar laut daerah telitian dapat dibagi menjadi 2 sistem, yaitu. morfologi dasar laut daerah perairan laut terbuka dan morfologi dasar laut di perairan selat. Kedalaman laut sepanjang lintasan berkisar antara 0 hingga 45 meter. Bagian terdalam terlampar mulai dari bagian Karang Unarang ke arah timur. Rekaman seismik yang diperoleh dengan memperhatikan pola reflektor yang ada dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) kelompok runtunan. Hal lain adalah adanya gambaran reflector yang mencerminkan kemiringan dan kemenerusan antiklin ternyata dapat diikuti hingga ke bawah dasar laut,dimana pada singkapan di darat dari formasi-formasi Sajau, Tabul dan Meliat juga membentuk struktur lipatan (antiklin) yang berarah relatif baratlaut tenggara. Secara umum sedimen permukaan dasar laut hasil kegiatan pengambilan conto dasar laut terdiri dari: Terumbu Karang, Lanau, Lanau Pasiran, Lempung, Pasir, Pasir Lanauan dan Pasir Sedikit Kerikilan.. Sedimen ini umumnya mengandung Mineral berat berupa: magnetit, hematit, hornblende, limonit, zirkon, dolomit dan pirit. Foraminifera bentik yang diselidiki menunjukkan adanya variasi morfologis dari genus Asterorotalia yang berkaitan dengan kondisi lingkungan setempat. Kerusakan cangkang dari genus Elphidium ditemukan pada beberapa titik lokasi yang menunjukkan adanya faktor fisik seperti lingkungan berenergi tinggi atau faktor biologis seperti aktivitas bakteri sebagai penyebab cangkang tersebut rusak.

SARI

iii

Laporan Akhir

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Kedudukan lokasi Indonesia yang terletak antara benua Asia dan Australia, dan terdiri dari sekitar 17.000 Pulau-pulau besar dan kecil, dan mempunyai pesisir terpanjang kedua setelah Kanada, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara maritim terbesar didunia. Keadaan ini menjadikan Indonesia kaya akan sumberdaya alam kelautan, tetapi potensi ini belum banyak dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Kebijakan pembangunan selama ini juga lebih berorientasi kepada pengembangan kegiatan di daratan di bandingkan di pesisir dan lautan sehingga eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya pesisir dan kelautan terabaikan. Walaupun pengembaangan sektor kelautan sudah ada, tetapi berjalan tanpa perencanaan yang terpadu. Hal ini disebabkan oleh minimnya data, tidak adanya konsepsi yang jelas dalam menentukan langkah-langkah perencanaan maritim, serta belum ada lembaga yang menangani pengelolaan sumberdaya kelautan secara khusus. Kawasan pesisir memiliki potensi alam sangat besar karena kaya akan sumber daya hayati dan non hayati sehingga kawasan pesisir potensial untuk dijadikan kawasan perekonomian masyarakat. Perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten pendukungI -1

Kendari dan

harus

ditunjang untuk

oleh

keberadaan

data dan

data

unggulan

mempertahankan

PENDAHULUAN

Laporan Akhir

melestarikan potensi sumber daya laut sehingga dapat memperkecil kerugian yang terjadi akibat salah perencanaan. Salah satu perubahan lingkungan akibat suatu pembangunan di kawasan pesisir adalah masalah abrasi dan sedimentasi. Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya merupakan perairan laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 70 meter, sedangkan di bagian timurnya merupakan laut dalam yang memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Daerah ini terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil dan dibagian utara berbatasan dengan daratan Kalimantan yang merupakan bagian dari Malaysia. Daerah ini penting dari segi geo-politik dan geo-ekonomi dengan masalah utama adalah penetapan perbatasan Indonesia Malaysia pasca Sipadan Ligitan, karena setelah sengketa Sipadan Ligitan selesai dengan kekalahan klaim Indonesia atas kedua pulau tersebut di Mahkamah Internasional, maka garis batas Indonesia Malaysia berubah dan sampai sekarang perundingan perbatasan antara kedua negara belum menghasilkan kesepakatan mengenai perbatasan tersebut. Dari segi ekonomi daerah ini merupakan salah satu titik keluar masuknya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan bekerja di Malaysia serta lalu lintas perdagangan antara Indonesia Malaysia yang sudah berlangsung cukup lama. Sesuai dengan tugas dan fungsinya bahwa Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral adalah merupakan salah satu instansi pemerintah yang memiliki peranan penting dalam penelitian di bidang kelautan. sangat terbatasPENDAHULUAN

Akan tetapi selama ini kemampuan untuk jika dibandingkan dengan luas wilayah laut

memanfaatkan dan mengelola sumberdaya laut tersebut masih Indonesia itu sendiri. Disamping itu juga laut memiliki dimensiI -2

Laporan Akhir

pengembangan yang lebih luas dibanding dengan daratan, maka oleh sebab itu laut lebih mempunyai keragaman potensi alam yang dapat dikelola. Salah satu kegiatan yang mendukung di dalam pengelolaan

sumberdaya kelautan di wilayah nusantara ini adalah melalui pemetaan geologi dan geofisika kelautan terutama pemetaan cekungan sedimenter Tersier. Penyelidikan geologi dan Geofisika kelautan merupakan realisasi dari program penelitian tersebut dengan mengambil lokasi di daerah Pesisir Sebatik dan sekitarnya. Informasi mengenai tatanan geologi dan geofisika khususnya di daerah lepas pantai Pesisir Sebatik dan sekitarnya masih relatif dalam program tersebut minim. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan akan memberi peluang bagi para peneliti yang terlibat untuk mengembangkan hasil penelitiannya yang dapat bermanfaat bagi pendayagunaan potensi kelautan nusantara khususnya di daerah-daerah pembangunan mengenai studi perbatasan. khususnya dukung kelautan, Dilain aspek sisi dalam perencanakan abrasi pencegahan terhadap dan bencana

maupun sedimentasi di kawasan pesisir diperlukan suatu kajian daya kawasan geofisika pembangunan infrastruktur sebagai sarana atau fasilitas utama. Dengan demikian geoteknik hidro-oseanografi merupakan aspek studi yang utama.

1.2

Tujuan dan Sasaran

Maksud diusulkannya kegiatan ini adalah untuk mengumpulkan data geologi dan geofisika kelautan daerah Sebatik dan sekitarnya, untuk mengetahui potensi Sumberdaya Mineral serta mendukung

PENDAHULUAN

I -3

Laporan Akhir

perencanaan dan pengembangan kawasan pesisir daerah telitian khususnya Perairan Sebatik dan sekitarnya, Kabupaten Nunukan, sehingga dari penelitian ini akan mendapatkan informasi berbagai aspek geologi, geofisika, geologi teknik kelautan yang dipadukan dengan pengamatan/observasi parameter hidro-oseanografi. Tujuan penelitian ini adalah melaksanakan kegiatan lapangan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Tahun Anggaran 2005 untuk mengetahui kondisi geologi dan geofisika kelautan di perairan tersebut yang dapat dijadikan sebagai data dasar dalam perencanaan pembangunan di daerah tersebut. dan tentunya diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah setempat khususnya dan instansi terkait lainya. Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah memberi masukan kepada para pengambil keputusan khususnya yang berkaitan dengan penyelesaian masalah di daerah perbatasan, dimana data geologi dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

1.3

LOKASI DAN KESAMPAIAN DAERAH

Lokasi daerah usulan penyelidikan adalah perairan pulau Sebatik dan sekitarnya, secara administrasi termasuk Kecamatan Sebatik dan Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan Timur. Secara geografis terletak pada posisi 3 51 11.40 - 4 11 34.06 LS dan 117 31 38.262 - 118 7 10.1784 BT.(Gambar 1.1)

PENDAHULUAN

I -4

I -5Gambar 1.1. Peta Lokasi Kegiatan

Laporan Akhir

PENDAHULUAN

Laporan Akhir

Kesampaian daerah dapat dijangkau dengan pesawat terbang dari jakarta ke Tarakan, kemudian dari tarakan menggunakan speed boat ke Nunukan atau lewat jalur laut dengan kapal Pelni (KM.Awu, KM.Tidar, KM.Dobonsolo, KM.Agoamas) yang singgah di Nunukan kira-kira setiap 2 minggu sekali dengan route kota-kota pelabuhan di Kawasan Indonesia Tengah dan Kawasan Indonesia Timur.

1.4

PELAKSANAAN PENELITIAN

Pangkalan kerja penyelidikan terletak di Kecamatan NmunukaN dan Sebatik, Kabupaten Nunukan berada dekat lokasi penyelidikan.. Proses pelaksanaan penyelidikan diawali dengan pengumpulan data sekunder, pengolahan digitasi data, peta dan dasar, pengenalan laporan. lapangan waktu (recoinassance), pengambilan data lapangan, analisa laboratorium, pembuatan Adapun pelaksanaan penyelidikan dibagi dalam dua tahapan yaitu pada tahap pertama selama 37 hari dari tanggal 31 Mei s/d 6 Juni 2005 dan tahap ke dua dari tanggal 25 Juli sd 16 Agustus 2005. Mengingat lokasi penelitian berada dalam lokasi perbatasan RI Malayasia sehingga dalam pelaksaanan kegiatan survey mengalami sedikit hambatan khususnya pada lokasi yang mendekati daerah perbatasan dengan Malaysia yang sering dilakukan pemeriksaan surat ijin survey. Akan tetapi dengan diikut-sertakannya Security Officer dari TNI-AL maka koordinasi lapangan relatif berlangsung dengan baik. 1.5 KEMANFAATAN PENYELIDIKAN

Manfaat dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kondisi geologi sekitar pesisir daerah telitian saat ini akibat abrasi pantai serta proses yang mengakibatkannya serta keberadaan potensi sumber daya mineral khususnya yang berada di sekitarPENDAHULUAN

I -6

Laporan Akhir

perairannya sebagai bagian dari rona awal kondisi sumber daya alam di daerah penelitian sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk pengelolaan dan pengembangan wilayah. 1.6 LUARAN

Hasil yang akan didapat dari kegiatan ini adalah berupa laporan Hasil kegiatan penelitian yang dilakukan di daerah telitian yang dilengkapi dengan peta-peta antara lain : Lintasan Survei, Lokasi Pengambilan Contoh, Kedalaman Dasar Laut (batimetri), Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut, serta identifikasi karakteristik pantai, potensi keberadaan sumber daya mineral yang semuanya tersusun dalam format GIS sehingga mudah untuk diedit dan perbaharui. 1.7 SISTEMATIKA LAPORAN

Dalam penulisan laporan diterapkan susunan yang sedemikian rupa,dengan maksud untuk menjelaskan keseluruhan kegiatan lapangan khususnya masalah gambaran regional daerah telitian, metodologi penyelidikan yang dilakukan, pengolahan data serta interpretasi dari data yang diperoleh dalam Sistem Informasi Geografis. Berikut adalah sistematika penulisan bab bab yang ada dalam laporan ini :

PENDAHULUAN

I -7

Laporan Akhir

Tabel 1.1. Sistematika Penulisan Laporan

NomorBAB I

Judul BabPendahuluan Tinjauan Umum / Geologi Regional Metode Penelitian dan alat yang digunakan Hasil Penelitian

TujuanMenjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Maksud dan tujuan, lokasi survei, serta Luaran. Menjelaskan gambaran singkat kondisi geologi regional daerah telitian,stratigrafi ,struktur serta kontrol tektonik yang berlangsung. Menjelaskan secara metode lapangan yang dilakukan serta alatalat yang digunakan, termasuk kegiatan / proses laboratoriumnya Menjelaskan mengenai data lapangan yang diperoleh serta , pengolahan datanya, analisis dan data hasi penelitian Membahas tentang hasil interpretasi data lapangan yang diperoleh serta data yang hasil analisa lab. Merupakan bab terakhir dari laporan yang berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh

BAB II

BAB III

BAB IV

BAB V BAB VI

Pembahasan Penutup

1.8

PERSONIL PELAKSANA

Personil pelaksana kegiatan penyelidikan ini sebagai berikut : 1. Yogi Noviadi S.T 2 3 4 5 6 Ir. Noor Cahyo D. Ir. Akrom Mustafa Ir. Masagus Ahmad Ir. Tommy Naibaho Ir. Koesnadi HS (Ketua Tim) (Ahli Geologi) (Ahli Teknik Sipil) (Ahli Geologi) (Ahli Geologi) (Ahli Geofisiska)

PENDAHULUAN

I -8

Laporan Akhir

7 8 9 10 11 12 13

Beben Rachmat Ssi Ir. Hartono Ir. Duddy Arifin Taufik Sutanto Ir. K. Hardjawidjaksana Ir. Lukita Dra. Kresna Tri Dewi, M.Sc

(Ahli Oseanografi) (Ahli Geologi) (Ahli Geologi) (Ahli Geofisiska) (Ahli Geologi) Ahli Geologi) (Ahli Paleontologi) (Teknisi Geofisika) (Teknisi Geofisika) (Teknisi Percontohan) (Teknisi Navigasi) (Teknisi Geofisika) (Teknisi Komputer) (Teknisi Komputer & Kartografi)

14 Aep Saepudin 15 Endang Haryono 16 Sugiono 17 Suyadi 18 Sarip 19 Sumiyati 20 Wawan Sudrajat

21 Darmansyah

(Pembantu Administrasi)

PENDAHULUAN

I -9

Laporan Akhir

BAB II GEOLOGI REGIONALSecara regional kondisi geologi daerah penelitian merupakan bagian dari kawasan Indonesia Barat. Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya merupakan perairan laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 70 meter, sedangkan di bagian timurnya merupakan laut dalam yang memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Secara regional daerah Perairan Pulau Sebatik dan sekitarnya merupakan bagian dari Cekungan Tarakan, yang memiliki struktur utama berupa sumbu lipatan berarah barat laut-tenggara Ada lebih kurang 11 pulau di perairan Sebatik dan sekitarnya serta puluhan gosong-gosong pasir dan daerah karang. Dari sekian banyak pulau hanya Pulau Sebatik dan Nunukan yang tersusun oleh batuan sedimen, terdiri dari perselingan batupasir, lanau dan lempung. Sedangkan pulau-pulau lainnya merupakan endapan aluvial delta yang telah ditumbuhi mangrove dan membentuk pulau.

2.1. Pola Tektonik Berdasarkan bukti geologi (tektonik dan penyebaran cekungan) daerah telitian secara umum merupakan kelanjutan alamiah dari Kalimantan Timur dan Selat Makasar (Gambar 2.1& 2.2). Kondisi serta pola sebaran kerak samudra dan batuan dasar menunjukkan bahwa daratan Kalimantan Timur merupakan Continental Crust (Kerak Benua) dan perairan Blok Ambalat merupakan Oceanic Crust (Kerak Samudra) yang berumur Pliosen Eosen.

GEOLOGI REGIONAL

II-1

Laporan Akhir

Gambar 2.1. Peta sebaran kerak samudra dan batuan dasar di perairan Blok Ambalat sebagai satu kesatuan dengan perairan Selat Makassar (Prasetyo, 1992).

Gambar 2.2. Elemen-elemen tektonik P. Kalimantan dan P. Sulawesi (BPPKA, 1996)GEOLOGI REGIONAL

II-2

Laporan Akhir

Kerak samudra tersebut penyebarannya mulai bagian tengah Selat Makassar hingga bagian barat daratan Sebatik. Di bagian tengah kerak aktif. 2.2. Pembentukan Cekungan Tarakan Dan Potensi Migas Wilayah sekitar perairan pantai Kalimantan Timur dan Selat Samudra Swelat Makassar terdapat daerah Active Spereading, yaitru suatu daerah bukaan dan penurunan secara

Makassar memiliki karakter geologi yang sama. Proses sedimentasi dan suplai sedimen yang membentuk seluruh cekungan Kalimantan Timur termasuk Blok Ambalat yang kaya dengan migas berasal dan dikontrol oleh interaksi sistem aliran daratan Kalimantan (fluvial processes) dan sistem oseanografi Selat Makassar (tidal processes). Sebagai bukti, sedimentasi oleh sungai-sungai besar di Kalimantan Timur bagian utara seperti S. Sebuku, S. Sembakung dan S. Sesayang masih berlangsung dan berlanjut hingga sekarang dengan pembentukan delta muda (resent deltaic) yang menyerupai bentuk tipe Delta Mahakam Muda (Resent Mahakam Deltaic) seperti P. Sebatik, P. Nunukan, P. Buyu, P. Mandul, P. Tarakan, P. Ligitan dan P. Sipadan. Delta Mahakam oleh Golloway (1975) diperkenalkan sebagai salah satu tipe delta dunia yang disebut Tipe Delta Mahakam (Mahakam Delta Type). Tetapi sesungguhnya daratan Kalimantan Timur bagian utara sebagai delta yang lebih tua, jauh sebelum kondisi sekarang telah membentuk kipas delta yang menyebar ke arah laut mulai perairan bagian selatan hingga utara Kalimantan Timur termasuk P. Ligitan dan P. Sipadan. (Gambar 2.3& 2.4)

Proses-proses sedimentasi yang berlangsung diimbangi pula oleh proses tektonik yang memisahkan P. Sulawesi dan P. Kalimantan (extension fault of Makassar Strait). Pemisahan menimbulkan akibat menurunnya dasar cekungan dan terbentuknya patahan kecilGEOLOGI REGIONAL

II-3

Laporan Akhir

Gambar 2.3 Peta geologi Cekungan Tarakan (BPPKA, 1996)

Gambar 2.4. Pola tektonik dan penyebaran cekungan Kalimantan Timur. Blok Ambalat termasuk dalam Cekungan Tarakan, di bagian utara dibatasi oleh Patahan Palu-Koro (Koesumadinata, 1994).GEOLOGI REGIONAL

II-4

Laporan Akhir

l (minor fault) bertingkat membentuk tangga dengan bidang patahan membentuk garis lurus hampir sejajar dengan garis pantai. Namun karena suplai sedimen dari sistem aliran S. Sebuku, S. Sembakung dan S. Sesayang yang cukup besar, patahan tersebut tertutup oleh sedimen muda (resent sediment). Oleh karena adanya kontrol waktu geologi yang panjang, cekungan yang terisi sedimen tersebut membentuk cekungan hidrokarbon yang cukup besar dan tebal yang disebut sebagai Cekungan Tarakan dan Cekungan Kutai. Sebagian ciri dan dari model Cekungan diagram Tarakan seluruh membentuk cekungan sub cekungan Timur Ambalat yang kemudian membentuk suatu kesatuan dan kesamaan Kalimantan (diagrammatic stratigraphic succession of East Kalimantan) - (Allen, 1979 dan Katili, 1980). Cekungan Kalimantan Timur terdiri dari tiga cekungan besar, yaitu: Cekungan Barito di bagian selatan, Cekungan Kutei di bagian tengah sekitar S. Mahakam dan Cekungan Tarakan di bagian utara (Koesumadinata, 1994). Cekungan Tarakan mencakup perairan Kalimantan Timur bagian utara dan Blok Ambalat termasuk bagian timur Sabah. Ketiga cekungan tersebut dipisahkan dua patahan besar yang memotong Selat Makassar. Patahan terbesar adalah Patahan Palu Koro yang membujur dari Teluk Bone (Sulawesi Selatan) memotong Selak Makassar hingga utara Sabah. Blok Ambalat yang termasuk dalam Cekungan Tarakan tersebut berada di bagian selatan Patahan Palu - Koro. Berdasarkan pola tektonik tersebut, Cekungan Kutei dan Cekungan Tarakan berada dalam satu kesatuan pola tektonik (tectonic setting) Kalimantan Timur, di bagian selatan dan utara kedua cekungan tersebut dipisahkan oleh dua patahan besar tadi. Cekungan Tarakan menyebar cukup luas mulai dari Tinggian Makaliat hingga selatan Sabah. Di bagian tengah Cekungan TarakanGEOLOGI REGIONAL

II-5

Laporan Akhir

terdapat tinggian-tinggian yang lebih kecil ukurannya. Tinggiantinggian (antiklin) yang berkembang umumnya berah baratlauttenggara membentuk lapisan sedimen yang cukup tebal yang dikenal sebagai lapisan pembawa hidrokarbon. Berdasarkan kondisi geologi dan hasil survei seismik & pemboran yang dilakukan beberapa perusahaan migas, potensi migas di Blok Ambalat adalah: minyak mencapai 770 MBBO dan gas mencapai 1.959 BCFG. Walaupun potensi tersebut tidak sebesar di Blok Bukat, namun bila termasuk Blok Ambalat Timur, makia potensi tersebut akan jauh lebih besar lagi. Ciri-ciri lain dari Blok Ambalat dengan perairan lainnya di

Kalimantan Timur adalah kesamaan morfologi dasar laut, bentuk paparan dan pola oseanografi (gelombang, arus dan pasang surut). Hasil Survei Geologi Kelautan di perairan Kalimantan Timur bagian tengah tahun 1999 (Gambar 2.5) menunjukkan pola perlapisan batuan dan penyebaran terumbu karang yang sama untuk seluruh perairan di Kalimantan Timur. Oleh sebab itu, berdasarkan hal tersebut maka kesatuan dan kelanjutan alamiah kontinen Kalimantan Timur di Blok Ambalat tak terbantahkan. 2.2 Geologi daerah P. Sebatik dan sekitarnya Keadaan geologi sekitar daerah telitian dan sekitarnya berdasarkan sumber data dari pusat penelitian dan pengembangan geologi kelautan peta lembar geologi tarakan dan sebatik yang disusun oleh S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995.(Gambar 2.6.) 2.2.1 Stratigrafi Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik adalah sebuah antiklin yang sumbunya memanjang dari arah barat laut ke tenggara dimana

GEOLOGI REGIONAL

II-6

Laporan Akhir

II-7

GEOLOGI REGIONAL

Gambar 2.5. Rekaman seismik yang menunjukkan bentuk paparan dan lereng kontinen Kalimantan Timur (Survei PPPGL, 1998).

Laporan Akhir

batuan di kawasan perbukitan cenderung lunak, mudah terkikis, mudah longsor dan beberapa diantarnya mudah mengembang ( Swelling ) hal tersebut terjadi pada singkapan- singkapan alam lapisan tanah tertutup (soil) umunya tipis. berdasarkan peta geologi tersebut batuan yang terdapat di daerah studi terdiri dari (Gambar 2.7): A. Endapan Alluvial (Holosen) berupa endapan pantai, sungai, dan rawa yang terdiri dari lumpur, lanau, pasir, kerikil dan koral uang bersifat lepas. terutama di sepanjang aliran sungai sungai, pantai dan rawa B. Formasi Sajau (Plestosen) terdiri dari batu pasir kuarsa, batu lempung, batu lanau dan batu bara, lignit dan kolongmerat. setruktur sedimen : pelasisan silang siur planar dan mangkok bioturbasi, perairan sejajar, bintil besi,mengandung fosil kayu umumnya karbonan. formasi ini diendapkan pada lingkungan fluvial sampai delta dan tabel 600-2000 meter. C. Formasi Tabul ( Miosen Akhir) terdiri dari perselingan batu lempung, batu lumpur, batu pasir, batu gamping, dan batu bara, di bagian atas umumnya gampingan. fosil petunjuk tidak ditemukan kecuali pecahan foram besar cylocypeus sp, operculina sp. yang berumur miosen tengah, dengan pengendapannya delta sampai laut dangkal, tebal formasi diperkirakan 600 meter.

GEOLOGI REGIONAL

II-8

Laporan Akhir

II-9

GEOLOGI REGIONAL

Gambar 2.6 Geologi Regional Daerah Perairan Sebatik Kalimantan Timur (S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995)

Laporan Akhir

D. Formasi Meliat (Miosen Tengah) terdiri dari perselingan sisipan batu batu pasir, bara batu lempung dan

serpihan.

dengan

berstruktur

lapisan

bersusun, bioturbasi dan mengandung bintal batu gamping, dengan kandungan fosil globigerina bulodes, globigerinaoides obliquus, operculina, flosculinella bernenis. formasi ini diduga diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai delta paralik. tabel formasi diperkirakan 800-1000m dan ditindih selaras oleh Formasi Tabul E. Sumbatan dan retas (Pleistosen) terdiri dari andesit, basal,dan desit. andesit, forfirit, dengan fenokris plagioklas dan piroksen dalam masadasar halus mengandung plagioklas, kuarsa, piroksen,hornblende, bijih dan kaca gampingan, sebagian terkloritkan. basal berbutir halus afanitik. dasit, forfiris dengan fenokris plagioklas, kuarsa dan muskovit dalam dan masadasar plogioklas dan kuarsa.terkarbonatkan Formasi Sinjin. 2.2.2 Struktur Geologi Dari hasil pengamatan pada peta geologi serta pengamatan morfologi di lapangan , struktur geologi yang terdapat di lembar Tarakan dan Sebatik adalah lipatan, sesar dan kelurusan. lipatan berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu lipatan berarah barat laut-tanggara dan melibatkan semua formasi batuan dilembar Tarakan dan Sebatik. saritasi. batuan menerobos

GEOLOGI REGIONAL

II-10

Laporan Akhir

Gambar 2.7 Skema Stratigrafi Perairan Sebatik Kalimantan Timur (S Hidayat, Amiruddin, dan Saatri Anas 1995)

GEOLOGI REGIONAL

II-11

Laporan Akhir

Sesar yang dijumpai pada umumnya berupa sesar normal yang merupakan hasil pengaktifan kembali sesar-sesar yang terbentuk sebelumnya. sesar dan kelurusan umunya berarah barat lauttenggara dan beberapa berarah barat daya-timur laut. di beberapa tempat sesar-sesar ini ditempati batuan beku. sebagian dari struktur yang ditemukan di lembar tarakan dan sebatik ini di tafsirkan dari citra SAR Dari pengamatan struktur sedimen dan komposisi batuan tersier, pada umumnya di duga daerah lembar tarakan dan sebatik telah mengalami beberapa kali kegiatan tektonika. pengendapan pada kala tersier diawali oleh pengendapan batu gamping, foraminifera dan sedimen turbidit dari formasi sembakung pada lingkungan laut dangkal sampai laut dalam. Pengangkatan daratan sunda yang berlangsung pada akhir eosen telah diikuti oleh penurunan dasar cekungan secara perlahan-lahan mulai dari kala oligosen sampai miosen akhir. periode ini merupakan masa pengendapan dalam pola regresi hampir di seluruh cekungan tarakan yang mengahsilkan endapan paralik sampai laut dalam yang membentuk runtuhan batuan dari formasi naintupo, meliat dan tabul. bersam dengan periode ini di daerah daratan terjadi kegiatan gunung api dan magmatik yang menghasilkan batuan gunung api formasi jelai dan terobosan batuan beku granitan. Periode tektonik selanjutnya berlangsung pada akhir miosen atau awal pliosen sampai kala plistosen. fase ini merupakan masa terjadinya kegiatan pengangkatan kembali tepi cekungan yang ditandai dengan pembentukkan endapan paralik fluvial delta seperti batu pasir, batu bara dan batu lempung dari formasi sajau. pada fase ini juga didaerah daratan terjadi kegiatan gunung api ya g menghasilkan batuan gunung api dari formasi sinjin dan terobosanGEOLOGI REGIONAL

II-12

Laporan Akhir

andesit, dasit dan basal, yang berupa sumbat dan retas. kegiatan tektonik terakhir terjadi kala plistosen menghasilkan perlipatan dan sesar yang membentuk struktur geologi seperti sekarang. Struktur geologi yang berkembang pada daerah studi berupa struktur lipatan antara lain berupa antilkin dan sinklin sinklin. struktur patahan (sesar ) tidak dijumpai disekitar pulau nunukan. Formasi Naintupo, Meliat dan Tabul. bersama dengan periode ini didaerah daratan terjadi kegiatan gunung api dan magmatik yang menghasilkan batuan gunung api formasi jelai dan terobosan batuan beku granitan. Periode tektonik selanjutnya pada akhir miosen atau awal pliosen sampai kala plistosen. fase ini merupakan masa terjadinya kegiatan pengangkatan kembali tepi cekungan yang ditandai dengan pembentukkan endapan paralik fluvial seprti batu pasir, batu bara, dan batu lempung dari formadsi sajau. pada masa ini juga didaerah daratan terjadi kegiatn gunung api yang menghasilkan batuan gunung api dari formasi sinjin dan terobosan andesit, dasit dan basal, yang berupa sumbat dan retas. kegiatan tektonik terakhir terjadi pada kal plistosen menghasilkan perlipatan dan sesar yang membentuk struktur geologi seprti sekarang. Struktur geologi yang berkembang pada daerah studi berupa struktur lipatan antara lain berupa antiklin dan sinklin sinklin. struktur patahan( sesar ) tidak dijumpai disekitar pulau nunukan.

GEOLOGI REGIONAL

II-13

Laporan Akhir

BAB III METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKANMetoda penyelidikan meliputi penentuan perekaman posisi, data pengamatan geifisika,

parameter

hidro-oseanografi,

pengamatan kondisi geologi termasuk karakteristik pantai dan percontohan sedimen serta analisa laboratorium.

3.1

PENENTUAN POSISI

Penentuan posisi dan lintasan survey dari seluruh kegiatan lapangan yang diinstal di kapal menggunakan Differential Global Positioning System (DGPS) TYPE C NAV 272281 (Foto 3.1) yang telah diintegrasikan dengan personal computer (pc) atau laptop sehingga dapat langsung diakses dan diproses di lapangan sedangkan untuk kegiatan di darat dan pantainya menggunakan garmin iii plus. Alat ini bekerja dengan dukungan minimal 8 (delapan) satelit, dimana setelah diaktifkan dan deprogram akan terlihat posisi titik-titik koordinat secara geografis dalam bentuk lintang dan bujur dengan bidang proyeksi universal transver mercator (utm) yang dapat disimpan dan langsung dibaca pada layer monitor, dimana PDOP yang diambil kurang dari 2. Pengambilan data lintasan penelitian kedalaman dasar laut

dilakukan dengan rentang waktu setiap 1 (satu) menit, begitu pula untuk data lintasan seismik. Sebelum melaksanakan pengambilan

METODA & PERALATAN

III -1

Laporan Akhir

data, target posisi kapal disesuaikan dengan rencana lintasan yang telah diplot kedalam perangkat GPS, sehingga semua olah gerak kapal, termasuk arah haluan (heading), posisi kapal (pos), arah terhadap target berikutnya (azimuth) maupun jaraknya dapat dipantau dan diikuti melalui monitor.

Foto 3.1 Global Positioning System (DGPS) TYPE C NAV 272281

Alat penunjang penentu posisi adalah theodolit, waterpass yang dilengkapi oleh statif dan rambu ukur. Datum yang digunakan dalam survei ini adalah WGS-84 sesuai datum pada peta dasar. Cara pengukuran, terutama untuk pengukuran kontinyu pada lintasan kapal untuk pemetaan kedalaman laut, diperoleh dari pengolahan data digital posisi menggunakan Paket Program Modifikasi PPPGL. Dalam hal kehilangan data akibat posisi orbit satelit, digantikan oleh asumsi gerak linear kapal pada haluan dan kecepatan kapal yang konstan.

3.2

HIDRO-OSEANOGRAFI

Penyelidikan geofisika dan hidro-oseanografi merupakan salah satu metoda penting dalam pemetaan dinamika pantai dari sudutMETODA & PERALATAN

III -2

Laporan Akhir

pertimbangan karakteristik laut lokal. Parameter laut yang akan diamati antara lain meliputi : Pengukuran pasang surut, arus (secara statis dan dinamis) dan gelombang. 3.2.1 PENGUKURAN PASANG SURUT Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Pengukuran pasang surut dilaksanakan dengan menggunakan rambu pasang surut yang diamatai setiap interval 1 (satu) jam selama survey berlangsung khususnya untuk koreksi terhadap kedalaman hasil pemeruman. Dengan menggunakan Bench Mark (BM) yang sudah ada, maka lokasi pengukuran pasang surut diasumsikan base station untuk pengukuran posisi lintasan kapal. Tujuan dari pengukuran pasang surut ini adalah untuk menghitung nilai koreksi terhadap peta batimetri. Data hasil pengukuran dengan interval pengukuran satu jam tersebut diuraikan menjadi komponen harmonik. Hal ini dimungkinkan karena pasang surut bersifat sebagai gelombang, dari nilai amplitudo dan periode masing-masing komponen pasang surut tersebut dapat di analisis karakteristik pasang surutnya melalui penjumlahan komponen pasang surut yang ada. Metode yang digunakan dalam pengolahan data pasang surut ini adalah metode harmonik British Admiralty untuk menghitung konstanta harmonik yang terdiri atas: paras laut rata-rata (mean sea level), amplitudo dan fasa yang terdiri atas 9 (sembilan) komponen utama pasang surut, yaitu: M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2 dan P1; dengan keterangan sebagai berikut:

METODA & PERALATAN

III -3

Laporan Akhir

An g(O) S0 M2

Amplitudo harmonik Fase perlambatan Paras laut rata-rata Konstanta harmonik bulan S2 : Konstanta harmonik matahari N2 : Konstanta harmonik jarak bulan K2 : Konstanta harmonik jarak matahari O1 : Konstanta harmonik bulan P1 : Konstanta harmonik matahari K1 : Konstanta harmonik matahari dan bulan M4 : Konstanta harmonik ganda M2 MS4 : Konstanta harmonik antara M2 dan S2

: : : :

ke-n

yang dipengaruhi oleh posisi yang dipengaruhi oleh posisi yang dipengaruhi oleh perubahan yang dipengaruhi oleh perubahan yang dipengaruhi oleh deklinasi yang dipengaruhi oleh deklinasi yang dipengaruhi oleh deklinasi yang dipengaruhi oleh pengaruh yang dipengaruhi oleh interaksi

Konstanta harmonik di atas diperoleh melalui persamaan harmonik : A(t) = S0 + An cos(wt.Gn) A(t) : Amplitudo S0 : Tinggi paras air laut rata-rata di atas titik nol rambu amat An : Amplitudo komponen harmonik pasang surut Gn : Fase komponen harmonik pasang surut N : Konstanta yang diperoleh dari perhitungan astronomis wt : Waktu Konstanta pasang surut ini digunakan untuk menghitung kedudukan muka air rata-rata dan kedudukan muka air rendah terendah. Selanjutnya data ini digunakan untuk mengoreksi harga batimetri.METODA & PERALATAN

III -4

Laporan Akhir

Koreksi dilakukan dengan cara mengoreksi harga batimetri terhadap harga muka air rata-rata di lokasi pengamatan, selanjutnya data hasil koreksi ini dikurangkan terhadap posisi air rendah terendah yang dijadikan patokan. Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut setiap hari. Secara kuantitatif, tipe pasang surut suatu perairan dapat ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasang surut tunggal utama dan unsurunsur pasang surut ganda utama. Perbandingan ini dinamakan bilangan Formzahl yang mempunyai persamaan:

Harga indeks Formzahl (F) =

A(O1) + A(K1) A(M2) + A(S2)

3.2.2 Pengukuran. Arus Pengukuran arus dimaksudkan untuk mendapatkan data kecepatan dan arah arus yang merupakan penyebab terjadinya pengangkutan sedimen (sedimen transport) baik di dekat muara sungai atau di laut. Peralatan pengukuran arus statis menggunakan : Valeport/106 (Foto 3.2) dengan meletakkan alat tersebut disuatu tempat yang dipengaruhi oleh arus. Pengamatannya dilakukan setiap satu jam sekali selama minimal 26 jam. Alat diturunkan pada kedalaman setiap 0.6 kali kedalaman air.

3.2.3. Pengukuran Gelombang Salah satu penyebab perubahan garis pantai adalah diakibatkan oleh aksi gelombang serta dapat juga menimbulkan kerusakankerusakan pada bagunan pinggir pantai dengan adanya pengikisan (abrasi) dan pemacuan proses sedimentasi. Oleh karena itu karakteristik dan mekanisme gelombang ini perlu dipelajari denganMETODA & PERALATAN

III -5

Laporan Akhir

melakukan gelombang

pengamatan

gelombang

dan

pemisahan

frekuensi

kejadian angin. Peralatan yang dipergunakan adalah : peilschall

Foto 3.2 Alat pengukururan arus Statis Type Valeport/106

3.2.4 Analisa Data Angin Analisis ini merupakan bagian dari analisis gelombang. Data angin permukaan yang digunakan pada penyelidikan ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Stasion Meteorologi Kendari. Dari data tersebut kemudian dipilih angin-angin kuat pada setiap arah angin dari bulan Januari sampai Desember dengan kecepatan lebih dari 10 knot karena dianggap dapat membangkitkan gelombang laut (Bretschneider, 1954 ; P.D. Komar, 1974). 3.3 GEOFISIKA

Metoda penelitian geosisika meliputi pemeruman dan perekaman seismik pantul dangkal. Posisi koordinat data pemeruman dan seismik dibaca dalam waktu selang 2 menit.

METODA & PERALATAN

III -6

Laporan Akhir

3.3.1 Pemeruman (Sounding) Pemeruman (sounding) dimaksudkan untuk mengukur dan

mengetahui kedalaman dasar laut daerah penelitian berikut pola morfologi dasar lautnya. Kegiatan ini menggunakan alat perum gema Echosounder 200/50 KHz merk Odom Hydrotrack (Foto 3.3) yang bekerja dengan prinsip pengiriman pulsa energi gelombang suara melalui transmitting transducer secara vertikal ke dasar laut. Kemudian gelombang suara yang dikirim ke permukaan dasar laut dipantulkan kembali dan diterima oleh receiver tranducer. Sinyalsinyal tersebut diperkuat dan direkam pada recorder dalam bentuk grafis maupun digital. Posisi transducer echosounder berada 0,5 meter dari permukaan air di sebelah kiri kapal dan berjarak lebih-kurang 3 meter dari antena GPS.

Foto 3.3 Instrumen pengukur kedalaman dasar laut Echosounder 200/50 KHz tipe Odom Hydrotrack

Data pemeruman digunakan untuk mendapatkan data kedalaman laut sebagai bahan pembuatan peta kedalaman laut (batimetri), mengetahui morfologi dasar laut dan kemantapan lereng dasar laut. Selain itu juga untuk pengontrol hasil rekaman seismik dan pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut.METODA & PERALATAN

III -7

Laporan Akhir

Data hasil pembacaan alat yang diperoleh dilakukan suatu koreksi terhadap data hasil pengamatan pasang surut dengan penentuan kedalaman yang terkoreksi yaitu terhadap muka air rata-rat (MSL). Adapun Persamaan yang digunakan adalah sbb: C = B - MSL E=D-C+d dengan :C B D E D = Faktor koreksi pasang surut = Nilai tinggi air/pasang surut terukur di lapangan = Nilai kedalaman tanpa koreksi = Nilai kedalaman terkoreksi = faktor draft kapal

3.3.2 SEISMIK PANTUL DANGKAL Seismik pantul dangkal saluran tunggal bekerja dengan prinsip pengiriman gelombang akustik yang ditimbulkan oleh Boomer ke bawah permukaan laut dan Hidrofone menerima kembali sinyal yang dipantulkan setelah melalui media lapisan bawah laut.Sinyal yang diterima akhirnya direkam dan akan tampak sebagai penampang horison-horison seismik pada kertas rekaman. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh ketebalan lapisan termuda (isopach) terutama yang diduga sebagai tempat terakumulasinya mineral berat permukaan dasar laut dan untuk mengetahui penyebaran serta penerusannya secara horisontal berikut interpretasi ketebalannya. Metoda ini menggunakan sistem perangkat seismik pantul dangkal berresolusi tinggi tipe sparker cumi (Foto 3.4) dengan sumber energi 300 joule, lintasan kurang lebih bersamaan dengan lintasan pemeruman. Metoda ini merupakan metoda yang dinamis dan menerus dengan memanfaatkan hasil pantulan gelombang akustik oleh bidang pantul akibat adanya perbedaan berat jenis pada bidang batas antara lapisan sedimen yang satu dengan yang lainnya.METODA & PERALATAN

III -8

Laporan Akhir

Gelombang atau signal yang dipantulkan oleh permukaan dasar laut akan ditangkap oleh hydrophone yang diletakkan 8-12 meter di belakang buritan kapal dan dikirim melalui kabel hydrophone sepanjang 3-5 meter untuk direkam oleh graphic recorder . Filter dibuka antara 800 hingga 6000 Hz. Perekaman menggunakan kecepatan firing 1 second dan kecepatan sweep second

kemudian direkam menggunakan graphic recorder EPC/1086 (Foto3.5).

3.3.3 SIDE SCAN SONAR Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran lateral dari permukaan dasar laut serta rona dari material penyusunnya. Alat ini terdiri dari tow fish yang berfungsi mengirim gelombang akustik ke bawah permukaan laut sekaligus menerima kembali sinyal yang dipantulkan setelah melalui media lapisan bawah laut.Sinyal yang diterima akhirnya direkam dan akan tampak gambaran lateral serta rona dari permukaan dasar laut yang direkam dalam . laptop guna dilakukan pemrosesan lanjut. Dalam kegiatan lapangan ini digunakan jenis alat Side Scan Sonar Type Klein 3000 (Tow Fish) (Foto 3.6)

3.4 GEOLOGI KELAUTAN Penyelidikan geologi kelautan meliputi pengamatan karakteristik pantai, pengambilan contoh sedimen pantai maupun sedimen permukaan dasar laut.

METODA & PERALATAN

III -9

Laporan Akhir

Foto 3.4 Perangkat seismik Sparker Cumi

Foto 3.5 Panel perekaman data seismik analog dari model EPC/1086

METODA & PERALATAN

III -10

Laporan Akhir

Foto 3.6 Alat Side Scan Sonar Type Klein 3000 (Tow Fish)

3.4.1 Pemetaan Karakteristik Pantai Pengamatan dan pemetaan karakteristik pantai dilakukan dengan peta kerja dari DISHIDROS dan BAKOSURTANAL untuk mengetahui sampai sejauh mana pengaruh energi laut (arus, gelombang) dan aktivitas manusia terhadap perkembangan pantai (maju dan mundurnya garis pantai)dengan cara pengamatan visual di lapangan terutama dilakukan mengetahui beberapa parameter pantai antara lain : untuk

Morfologi

pantai

dengan

pengukuran

profil

pantai

untuk

mengetahui perbedaan relief pantai.

Kondisi geologi dengan cara diskripsi dan pengambilan contohbatuan/material penyusun pantai dan tingkat resistensinya, penetuan posisi dengan GPS, selanjutnya dari contoh tersebutMETODA & PERALATAN

III -11

Laporan Akhir

dianalisa besar butirnya sehingga dapat menjelaskan tentang pasokan sedimen.

Karakteristik garis pantainya meliputi jenis pantainya, kondisigaris pantainya (abrasi, sedimentasi, stabil, arah pengangkutan sedimen), dan identifikasi jenis tumbuhan pantai. Hasil akhir dari pemetaan karakteristik pantai disajikan berupa peta yang nantinya diharapkan dapat dipakai pengembangan kawasan pantai. sebagai data dasar

3.4.2 PENGAMBILAN CONTOH SEDIMEN PANTAI DAN DASAR LAUT Pengambilan contoh sedimen pantai dilakukan bersamaan dengan karakteristik pantai. Sedimen yang diambil berupa sedimen lepas berukuran pasir yang terletak di daerah gisik pantai (beach) dan diambil menggunakan sekop kecil atau tangan lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik. Pengambilan contoh sedimen dasar laut ini dilaksanakan secara sistematik pada lokasi-lokasi yang diharapkan mewakili keseluruhan daerah penyalidikan. Selanjutnya contoh sedimen tersebut dideskripsi dan dianalisa di laboraturium sehingga nantinya dari data-data tersebut akan dihasilkan suatu peta sebaran sedimen permukaan dasar laut. Peralatan pengambil contoh sedimen dasar laut terdiri dari : Pemercontoh comot / Grab Sampler (Foto 3.7)

METODA & PERALATAN

III -12

Laporan Akhir

3.4.3 BOR TANGAN Yang dimaksud pemboran disini ialah guna mendapatkan contoh tanah asli dan tanah tidak asli yang direncanakan pada beberapa lokasi terpilih. Adapun alat yang digunakan berupa bor tangan jenis Hand Auger (Foto 3.8). 3.4.4 PEMBORAN INTI Yang dimaksud pemboran inti yaitu kegiatan pengambilan contoh batuan/tanah baik yang terganggu maupun tidak terganggu, serta memperoleh data Standart Penetration Test (SPT) dari tiap lapisan guna mendapatkan contoh untuk dianalisa lebih teliti dan mengetahui kondisi vertikal dari batuan/tanah daerah penyelidikan. Kegiatan Pemboran ini dilakukan pada dua lokasi dengan masingmasing kedalaman 60 m. (Foto 3.9). Diharapkan dari data pemboran ini akan didapat informasi selengkap-lengkapnya meliputi keadaan geologi, sifat fisis dan mekanis yang dapat ditentukan baik melalui proses penyelidikan lanjutan di laboratorium maupun dengan melakukan percobaan-percobaan setempat.

Foto 3.7 Pemercontoh Inti Comot / Grab Sampler

METODA & PERALATAN

III -13

Laporan Akhir

Foto 3.8 Pelaksana pengambilan contoh dengan bor tangan

Foto 3.9 Pelaksana pemboran inti

METODA & PERALATAN

III -14

Laporan Akhir

3.5 ANALISA LABORATORIUM Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan di lapangan, baik merupakan kegiatan analisa di laboratorium maupun kegiatan penafsiran dari data-data yang diperoleh di lapangan. Kegiatan ini pada dasarnya meliputi:

3.5.1 Analisa Besar Butir Analisis besar butir dihasilkan dari pengambilan contoh dengan grab sampler berkisar antara 1 Kg hingga 1,5 Kg . Tujuan dari pengambilan contoh ini adalah untuk mengetahui sebaran sedimen. Data yang dianalisis sebanyak 0,5 kg, dan sisanya disimpan pada cool storage di PPPGL Cirebon. Secara umum analisis besar butir ini dilaksanakan melalui metoda pengayakan dan pipet, kemudian diklasifikasi menurut Klasifikasi Folks (1980). Prosedur umum laboratorium untuk analisis besar butir dapat diterangkan sebagai berikut (Foto 3.10): a. Sampel basah + 1 Kg di aduk homogen b. Sampel basah + 500 gram dikeringkan pada suhu 110 100 gram d. Sampel direndam + sehari semalam, selanjutnya dimasukkan pada sampel stirrer (pengaduk contoh), supaya butiran cepat terpisah e. Sampel basah dengan saringan 4 phi, untuk memisahkan butiran lumpur dengan butiran di atasnya f. Sampel pan (di bawah 4 phi) dan butiran di atasnya dikeringkan g. Sampel butiran di ayak kering dengan menggunakan sieve shaker, dengan interval ayakan 0,5 phi + 10 menit mulai dari -2,0 phi s/d 4,0 phi)METODA & PERALATANo

Celcius

c. Setelah sampel kering, ditimbang untuk berat asal sebanyak

lebih

(ayakan

III -15

Laporan Akhir

h. Hasil tiap ayakan ditimbang dan ditulis dalam bentuk tabular i. Jika hasil ayak basah lebih dari 20 gram (lebih dari 20%) sampel diambil 20 gram untuk dipipet, jika kurang dari 15 gram sampel tidak dipipet j. Untuk sampel yang berdasarkan hasil deskripsi ahli geologi berbutir lumpur/lempung, pengerjaannya langsung dikeringkan contoh basah + 100 gram, setelah dikeringkan, diambil 20 gram contoh untuk berat asal pipet k. Pemipetan memakai tabung gelas dengan volume 1000 ml dan pipa kapiler 20 ml, untuk mendapatkan ukuran butiran 4,5,6,7,8 phi.

3.5.2 Analisa Sayatan Oles Metode analisa sayatan oles diperoleh dengan cara meletakkan sejumlah sedimen lepas pada permukaan kaca preparat lalu kemudian dilem dengan menggunakan Canada Balsam lalu ditutup lagi oleh kaca preparat. Preparasi contoh yang sudah siap ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop binokuler mengenai kelimpahan Biogenik, bukan biogenik, dan Autigenik serta ukuran besar butir sedimen lepas yang diperiksa.

3.5.3 Analisa Mineral Berat Terdapat beberapa metoda untuk memisahkan jenis mineral yang terdapat di dalam sedimen lepas (pasir, lanau, dan lempung) antara lain: pemisahan mineral magnetik (magnetik separator), pemisahan dengan cairan berat (heavy liquid) (Foto 3.11). Standar pengujian dan klasifikasi yang digunakan adalah secara petrografi (point counter method) dengan menggunakan mikroskop binokuler (Muller, 1967).

METODA & PERALATAN

III -16

Laporan Akhir

Metoda Cairan Berat

(Heavy Liquid) yang digunakan untuk studi

analisis mineral berat umumnya dilakukan pada sedimen pasir yang berukuran butir antara 0.05 mm dan 0.063 mm (3 phi, pasir sedang-halus). Mineral berat yang dianalisis adalah mineral yang mempunyai Berat Jenis (BJ) lebih besar dari 2.88 gr/cc (cairan Bromoform). Berat contoh sedimen dengan ukuran butiran diatas yang umum adalah lebih kurang 20 gram yaitu untuk mengurangi penggunaan cairan Bromoform yang tidak efisien. Cairan pembilas Bromoform dari mineral berat dan mineral ringan lainnya yang digunakan adalah Benzol, CCl4 yaitu cairan khusus pembilas Bromoform agar BJ Bromoform-nya relatif lama bisa digunakan. Temperatur dan kelembaban ruang juga sangat berpengaruh terhadap perubahan BJ Bromoform. Mineral berat yang terkonsentrasikan hasil cairan berat dipisahkan dari mineral magnetik dan bukan magnetik dengan menggunakan magnet tangan dan Electromagnetic Separator untuk mendapatkan prosentase dan jenis mineral magnetik yang lebih rinci. Metoda petrografi berdasarkan sifat-sifat fisik optik mineral tersebut digunakan untuk mengetahui jenis mineral berat magnetik dan bukan magnetik secara lebih akurat.

3.5.4 Analisa Fosil Mikrofauna Analisis mikrofauna dilakukan dari contoh sedimen dasar laut yang dikoleksi dengan menggunakan penginti jatuh bebas (gravity corer) dan penginti comot (grab sampler). Di laboratorium preparasi contoh, dengan berat kering yang sama (25 gram), kemudian contoh sedimen kering dicuci dengan menggunakan ayakan

METODA & PERALATAN

III -17

Laporan Akhir

berukuran bukaan 2, 3, dan 4 phi. Contoh hasil cucian dari masingmasing ayakan kemudian dikeringkan dalam oven dan siap

Foto 3.10 Perangkat pengayakkan besar butir untuk sedimen kasar (a) dan sedimen halus/ lumpur (b)

Foto 3.11 Lemari asam untuk analisa mineral berat secara wet methodMETODA & PERALATAN

III -18

Laporan Akhir

digunakan untuk studi mikrofauna. Studi mikrofauna yang meliputi ostracoda dan foraminifera dilakukan pada empat puluh tujuh contoh sedimen hasil cucian (washed residue). Analisis ostracoda dilakukan hingga tingkat spesies bila memungkinkan dan perhitungan spesimen / individu tiap spesies/jenis. Sedangkan analisis foraminifera hanya dilakukan sepintas sebagai pembanding dan penunjang atau informasi tambahan apabila tidak ditemukan ostracoda. Kemudian di lakukan penghitungan indeks diversitas /H(S) yaitu nilai keanekaragaman spesies dalam setiap contoh yang diperoleh dari rumus Shannon-Weaver dalam suatu paket program komputer yang dibuat oleh Bakus (1990) yaitu: H = - pi log dimana: H pi ni N

pi

= indeks diversitas/keanekaragaman = ni /N = jumlah = jumlah spesimen dari spesies i1, i2, i3, dst = jumlah total spesimen

3.5.5 Analisa Geoteknik Untuk mengetahui lebih rinci mengenai sifat fisik dan keteknikan dari contoh tanah/sedimen hasil pemboran tersebut telah dilakukan beberapa pengujian di laboraturium atau pengujian mekanika tanah Engineering Properties pada contoh tanah tidak terganggu (Undisturb Sample). Disamping itu dilakukan juga pengujian Index Properties berupa grains size analysis terhadap contoh tanah terganggu (disturbed sample) pada contoh bor inti terpilih, sedangkan untuk mengetahui kerapatan relatif material/sedimen berdasarkan nilai SPT.METODA & PERALATAN

III -19

Laporan Akhir

Klasifikasi tanah yang umumnya digunakan untuk kepentingan geoteknik adalah klasifikasi USCS. Klasifikasi tanah dari sistem ini pertama kali diusulkan oleh Arthur Cassagrande (1942). Tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir), distribusi dari tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan cara menyaringnya lewat satu unit saringan standar (ASTM), jika prosentase lolos saringan No. 200 kurang dari 50 %, dan simbol-simbol yang dipergunakan adalah G = kerikil (gravel), S = pasir (sand), W = gradasi baik (Well-graded), P = gradasi buruk (poorly graded). Sedangkan tanah berbutir halus, jika prosentase lolos saringan No. 200 lebih dari 50 %, dan simbol-simbol yang dipergunakan adalah M = lanau, C = lempung dan O = organik. Berdasarkan data hasil sampling yang dianalisis menggunakan metoda pengujian besar butir diperoleh hasil pada umumnya adalah dari jenis butiran umumnya berukuran kasar.

Uji konsolidasi Data yang diperoleh dari uji konsolidasi disajikan dalam bentuk penurunan terhadap waktu dan tergambar dalam bentuk kurva (Lampiran hasil uji konsolidasi). Selanjutnya kurva tersebut dapat dipergunakan untuk memperoleh tingkat konsolidasi.

Koefisien konsolidasi (Cv) Untuk suatu penambahan beban yang diberikan pada suatu contoh tanah terdapat dua metoda grafis yang umum dipakai time method) yang diperkenalkan oleh untuk menentukan harga Cv yaitu metoda logaritma-waktu (logarithm of Casagrande dan fadium (1940), sedangkan metoda yang lain adalah metoda akar waktu ( Square root of time method) yang diperkenalkan oleh TaylorMETODA & PERALATAN

III -20

Laporan Akhir

(1942). Metoda yang kedua tersebut adalah metoda yang dipakai dalam penentuan harga koefesien konsolidasi (Cv). Harga koefisien refleksi tersebut didapat dari rumus : 0,848 X H2 Cv = --------------T90 Dimana : T90 = waktu untuk mencapai 90% konsolidasi H = tinggi benda uji rata-rata Penurunan tanah akibat pembebanan pada masing-masing lokasi dapat dilihat pada lampiran hasil pengujian konsolidasi. Indeks pemampatan (Compression indeks, Cc) Nilai Indeks pemampatan Cc, didapat melalui penggambaran harga angka pori e terhadap log p (lihat lampiran V hasil pengujian konsolidasi). Harga indeks pemampatan dapat digunakan untuk menghitung besarnya penurunan yang terjadi sebagai akibat konsolidasi. Disamping itu, harga indeks pemampatan ini dapat digunakan untuk menghitung harga coefisient of compressibility (av), harga coefisient of volume compressibility (mv) dan harga koefsien rembesan (k). Indeks pemampatan (Cc) berhubungan dengan berapa besarnya konsolidasi atau penurunan yang akan terjadi, sedangkan koefisien konsolidasi (Cv) berhubungan dengan berapa lama suatu konsolidasi tertentu akan terjadi.

Pengujian kuat geser (Triaxial) Pengujian kuat geser dari contoh tanah di daerah telitian dilakukan hanya pada beberapa contoh yang mewakili yaitu berupa contoh tanahIII -21

asli

(undistubed-sample)

dan

contoh

tanah

terganggu

METODA & PERALATAN

Laporan Akhir

(disturbed-sample), namun semua contoh tersebut tersimpan di dalam tabung dengan maksud menjaga kondisinya terutama kadar air dan susunan tanah dilapangan. Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengetian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh : Kohesi tanah tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada bidang gesernya. Gesekan antar butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertikal pada bidang gesernya. Kuat geser tidak memiliki satu nilai tunggal tetapi dilapangan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : Keadaan tanah, angka pori ukuran butir dan bentuk butir. Jenis tanah seperti, pasir, berpasir, kerikil, lempung, atau jumlah relatif dari bahan-bahan yang ada. Kadar air, terutama untuk lempung (sering berkisar dari sangat lunak sampai kaku, tergantung pada nilai w). Jenis beban dan tingkatnya, beban yang cepat akan

menghasilkan tekanan pori yang berlebih. Anisotropis, kekuatan yang tegak lurus terhadap bidang dasar akan berbeda jika jika dibandingkan dengan kekuatan yang sejajar dengan bidang tersebut. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh

Coulomb (1773), sebagai : s = c + v Dimana : s = kuat geser pada bidang yang ditinjau

METODA & PERALATAN

III -22

Laporan Akhir

c v

= kohesi atau pengaruh tarikan antar partikel, hampir tidak tergantung pada tegang normal pada bidang. = tegangan normal pada bidang yang ditinjau = koefisien friksi antara bahan-bahan yang bersentuhan. dimana garis selubung kegagalan dari persamaan

Persamaan diatas disebut kriteria keruntuhan atau kegagalan MohrCoulomb, tersebut dilukiskan dalam lampiran. Tegangan-tegangan efektif yang terjadi di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh tekanan air pori. Terzaghi (1925) mengubah rumus Coulomb dalam bentuk tegangan efektif sebagai berikut: s = c' + (-u) tg ' s = c' + ' tg ' dengan c' = kohesi tanah efektif ' = tegangan normal efektif u = tekanan air pori ' = sudut gesek dalam tanah efektif Kuat geser tanah juga bisa dinyatakan lingkaran dalam bentuk dengan

tegangan-tegangan efektif 1' dan 3' pada saat keruntuhan terjadi. Lingkaran Mohr dalam bentuk tegangan, koordinat-koordinat dan ', seperti yang terlihat pada lampiran

data pemeriksaan triaxial. Persamaan tegangan geser, dinyatakan oleh: = 1/2 (1' - 3') sin 2 =1/2(1' +3')+1/2(1' -3') cos 2 dengan adalah sudut teoritis antara bidang horizontal dengan bidang longsor, yang besarnya: = 45 + ' / 2

METODA & PERALATAN

III -23

Laporan Akhir

Prosedur uji kuat geser Pelaksanaan uji kuat geser tanah lempung di daerah telitian dengan cara kondisi unconsolidated tempat undrained dimana (tanpa angka terkonsolidasi-tanpa benda uji pada drainasi), dimaksudkan untuk mendapatkan nilai seperti pada aslinya, pori permulaan pengujian tidak berubah dari nilai aslinya pada tempat kedalaman contohnya. Benda uji mula-mula dibebani dengan penerapan tegangan sel (tegangan keliling), kemudian dibebani dengan beban normal, melalui penerapan tegangan deviator sampai mencapai keruntuhan. Pada penerapan tegangan deviator selama penggeserannya, tidak diizinkan air keluar dari benda ujinya. Jadi selama pengujian katup drainasi ditutup. Karena pada pengujiannya air tidak diizinkan mengalir keluar, beban normal tidak ditransfer ke butiran tanahnya. Pertama, tegangan sel (3) diterapkan, setelah itu tegangan deviator () dikerjakan sampai terjadi keruntuhan. Untuk pengujian ini : Tegangan utama mayor total = 3 + f = 1 Tegangan utama minor total = 3

Persamaan kuat geser pada kondisi undrained dapat dinyatakan dalam persamaan : su = cu = 1 - 3 = 2 2 f

Penafsiran uji kuat geser Data yang diperoleh dari uji kuat geser disajikan dalam bentuk kriteria keruntuhan atau kegagalan Mohr-Coulomb tergambar dalam bentuk kurva (Lihat lampiran hasil uji kuat geser). Selanjutnya kurva tersebut dapat dipergunakan untuk memperoleh nilai kohesi tanah (c) dan sudut gesek dalam tanah.METODA & PERALATAN

III -24

Laporan Akhir

3.5.6 Analisa Geokimia dan Lainnya Analisa ini dilakukan dengan metoda Atomic Absorption

Spectrometric (AAS); (Foto 3.9) untuk mengindentifikasi secara khusus unsur logam seperti Au, Cu, Zn dll termasuk konsentrasinya, analisa unsur utama (major element) guna mengetahui komposisi utama pembentuk batuan, selain juga diperlukan analisa titrasi untuk mengetahui beberapa unsur (senyawa) tertentu.

Foto 3.9 Seperangkat alat AAS (tabung pengukur unsur & display

3.5.7. Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) Pelapukan akibat reaksi kimia menghasilkan susunan kelompok pertikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0.002 mm, yang disebut mineral lempung. Tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Macam mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung (Kerr,1959) lempung diantaranya SEM terdiri dari kelompok-kelompok untuk mengetahui motmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite. Analisa tanah berdasarkan dimaksudkan kelompok-kelompok dari mineral lempung tersebut.METODA & PERALATAN

III -25

Laporan Akhir

Preparasi contoh tanah dilakukan dengan pemecahan contoh sesuai pecahan aslinya untuk mendapatkan mikrostruktur dari cintoh aslinya, dengan menggunakan lem konduktif (Dotite dan pasta perak) ditempelkan pada specimen holder dan dibersihkan dengan hand blower untuk menghilangkan debu-debu pengotor. Selanjutnya diberi lapisan tipis (coating) oleh gold-paladium (Au :80% dan Pd :20%), dengan menggunakan mesin Ion SputterJFC1100 akan didapatkan tebal lapisan 400 amstrong. Coating ini dimaksudkan agar benda uji yang akan dilakukan pemotretan menjadi penghantar listrik. Contoh/benda uji dimasukan kedalam specimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35 C), untuk dilakukan pemotretan.

3.5.8. Analisa X Ray Diffraction (XRD) Dengan meningkatnya keteraturan struktur kristal tetrahedral SiO4 atau derajat kristalisasinya, mineral silika non- dan mikrokristalin dapat diurutkan sebagai berikut: opal-A, opal-CT, opal-C, tridimit, kristobalit, dan kuarsa. Karena ukurannya yang lebih halus dari 50 m, mineral-mineral ini sulit dibedakan secara petrografi. Salah satu metode yang dapat membedakannya adalah metode difraktometer sinar-X (XRD = X-ray Diffraction) yang menganalisis mineral berdasarkan struktur kristalnya. Silika non-kristalin, disebut opal-A, memberikan pola XRD yang amorf, yaitu menunjukkan sebuah hump (undukan) dengan intensitas maksimum di sekitar 4 . Silika mikrokristalin sendiri terbagi menjadi opal mikrokristalin (opal-C dan opal-CT), tridimit, kristobalit, dan kuarsa. Opal mikrokristalin mempunyai hump di sekitar 4 yang lebih tajam dengan intensitas lebih tinggi dibandingkan dengan opal-A sebagai hasil peningkatan keteraturan struktur kristal silika (tetrahedral SiO4). Tridimit dan kristobalit mempunyai struktur kristal yangMETODA & PERALATAN

III -26

Laporan Akhir

berlapis teratur, tetapi keduanya mempunyai spasi lapisan SiO4 yang berbeda. Oleh karena itu, tridimit menunjukkan dua peak (puncak) XRD yang intensif pada 4,11 dan 4,33 , sedangkan untuk kristobalit peak tersebut muncul pada 4,04 dan 2,49 . Kuarsa merupakan mineral silika paling stabil dan mempunyai struktur kristal tetrahedral SiO4 paling teratur. Pola XRD-nya menunjukkan dua peak difraksi utama di posisi 3,34 dan 4,26 . Difraktometer sinar-X yang digunakan adalah Goniometer Difraksi Phillips dengan lunak monokromator Diffraction grafit dan dikontrol VisXRD. dengan Kondisi perangkat Technology

pengoperasian adalah pada 40 kV dan 20 mA dengan menggunakan radiasi CuK ( 1=1,5405 dan 2=1,5443 ). Kalibrasi dengan standar eksternal silikon (99,99% Si) dan menggunakan kecepatan goniometer sebesar 0,62 /menit dengan interval 0,01 menunjukkan penurunan spasi-d (d-spacing) peak XRD di ~4 hingga 0,008 atau peningkatan sudut 2-theta sebesar 0,07 dibandingkan dengan referensi JCPDS yang dikeluarkan oleh The International Centre for Diffraction Data. Akurasi internal pengukuran dan kristalinitas silika dengan 0,62 metode /menit XRD

dilakukan dengan menggunakan serbuk silikon sebagai standar goniometer berkecepatan dengan interval 0,01. Hasilnya menunjukkan bahwa posisi intensitasmaksimum akan berkisar kurang dari 0,42 untuk sebuah hump dan tidak lebih dari 0,022 untuk sebuah peak, sedangkan lebar yang diukur pada setengah intensitas-maksimum akan mempunyai kisaran hingga 0,32 untuk sebuah hump dan kurang dari 0,032 untuk sebuah peak.

METODA & PERALATAN

III -27

Laporan Akhir

BAB IV HASIL PENYELIDIKAN4.1 PENENTUAN POSISI Lintasan penentuan posisi dan lintasan survey hasil dari C

pemanfaatan Differential Global Positioning System (DGPS) type

NAV 272281 yang terinstal di kapal survei dan telah diintegrasikan dengan Personal Computer (PC) atau laptop (Gambar 4.1a,b,c) yang memperlihatkan 650 gambaran dengan total lintasan sepanjang seismik pemeruman kilometer panjang lintasan

sepanjang 381 kilometer, lintasan side scan sonar dengan panjang 48 kilometer, dengan jumlah contoh sedimen permukaan dasar laut sepanjang 59 lokasi. Serta 11 lokasi pengambilan contoh bor tangan disepanjang pesisir P. Nunukan dan P. Sebatik. Pengambilan data lintasan posisi dilakukan setiap saat selama kapal berolah gerak mengikuti lintasan yang telah direncanakan sebelumnya, namun untuk memudahkan di dalam penggambaran dan dengan alasan teknis seperti kesesuaian dengan metode survei lain seperti seismik dan pemeruman terhadap waktu, maka waktu dan posisi yang terplotting dalam peta lintasan posisi diambil setiap rentang 1 menit. Selain itu pula penentuan posisi diperlukan pada saat penyelidikan karakteristik pantai dan pengambilan contoh sedimen pantai, menentukan lokasi pengukuran pasang surut, dan pengukuran arus statis.

HASIL PENYELIDIKAN

IV-1

IV-2Gambar 4.1a. Peta Lintasan Pemeruman dan Seismik Pantul Dangkal

Laporan Akhir

HASIL PENYELIDIKAN

IV-3Gambar 4.1b. Peta lintasan Side Scan Sonar

Laporan Akhir

HASIL PENYELIDIKAN

IV-4

Laporan Akhir

HASIL PENYELIDIKAN

Gambar 4.1c. Peta Lokasi Pengambilan Contoh Sedimen Permukaan Dasar Laut, Bor Tangan dan Pemboran

Laporan Akhir

4.2 HIDRO-OSEANOGRAFI 4.2.1 PENGAMATAN PASANG SURUTKegiatan pengamatan pasang surut pada survei ini dilakukan untuk mendukung kegiatan pemeruman di laut. Pengamatan pasang surut ini dilakukan di 1 lokasi pengamatan yaitu di Dermaga Sei Nyamuk, Sebatik secara kontinyu dari tanggal 3 Juni s/d 2 Juli 2005 ditambah pengamatan selama 15 hari dari tanggal 29 Juli s/d 12 Agustus 2005 pada saat kegiatan pemeruman berlangsung. Pengamatan pasang surut dilakukan dengan menggunakan rambu ukur pasang surut. Pengamatan dengan menggunakan alat rambu ukur ini data direkam setiap selang 1 jam. Data hasil pembacaan pasang surut ini kemudian dianalisis sehingga akan memeperoleh harga bilangan Formzahl serta sebagai koreksi dalam hasil kegiatan pemeruman sehingga menghasilkan peta batimetri. Data pengamatan pasang surut selama kegiatan pemeruman berlangsung dilampirkan pada Lampiran Data Pasang Surut berikut dengan kurva pasang surutnya. Analisa Data Pasang Surut dan Muka Surutan Konstanta Harmonik Pasang Surut Data hasil pengamatan pasang surut ini selanjutnya diolah dengan menggunakan metode British Admiralty untuk mendapatkan konstanta harmonik (M2, S2, N2, K1, O1, M4, MS4, K2, dan P1) yang berupa amplitudo dan fasanya. Hasil akhir perhitungan konstanta harmonik ini adalah sebagai berikut:

HASIL PENYELIDIKAN

IV-5

Laporan Akhir

So A (cm) g (o ) 19.6

M2 5.5 153.0

S2 2.0 144.2

N2 3.2 256.8

K1 0.2 80.7

O1 2.8 365.8

M4 0.1 390.4

MS4 0.6 109.2

K2 0.5 144.2

P1 0.1 80.7

Tabel 4.1 Tabel Konstanta Harmonik pasang surut daerah telitian - Dimana : A G So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 Amplitudo pasang surut Sudut Kelambatan phase Level muka laut rata-rata diatas titik nol rambu Konstanta harmonik yang dipengaruhi posisi bulan Konstanta harmonik yang dipengaruhi posisi matahari Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan bulan yang berbentuk elips Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan matahari yang berbentuk elips Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari Konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh bulan sebanyak 2x Konstanta harmonik yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara M2 dan S2

Hasil perhitungan metode Admiralty secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Data Pasang Surut. Berdasarkan harga perbandingan konstanta harmonic pasang surut di atas diperoleh harga bilangan Formzahl di stasiun pengamatan pasang surut Dermaga Sei Nyamuk adalah 0.4067792 Harga bilangan Formzahl di ini menunjukan bahwa tipe pasang surut pada stasiun pengamatan pasang surut adalah tipe campuran dominan ganda artinya terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam waktu 24 jam. Sedangkan tunggang air maksimum berdasarkan harga pasang surut hasil pengamatan selama 30 hari adalah tunggang air maksimum di stasiun pengamatan pasang surut Dermaga Sei Nyamuk adalah 3.0 mHASIL PENYELIDIKAN

IV-6

Laporan Akhir

Muka Surutan (Chart Datum) Tahap selanjutnya dalam pengolahan data pasang surut untuk mengoreksi data batimetri adalah perhitungan muka surutan (Chart Datum) dan air tinggi tertinggi berdasarkan pada harga konstanta pasang surut tersebut di atas. Perhitungan muka surutan dan air tinggi ini digunakan untuk meghitung berbagai referensi elevasi atau datum vertikal, HWS (level muka air pasang tertinggi) dan LWS (level muka air surutan terendah). Elevasi yang lazim Dengan digunakan sebagai level acuan ketinggian adalah LWS. darat mengacu pada datum LWS sebagai titik nol.

demikian seluruh pengukuran batimetri, ataupun titik pangkal di Hasil analisa pasang surut berikut perhitungan muka surutan (chart datum) dan muka air tertinggi dapat dilihat pada Lampiran Data Pasang Surut.. Berdasarkan hasil perhitungan muka surutan diperoleh harga Chart Datum (Zo) sebagai berikut : Harga Zo untuk lokasi pengamatan pasang surut di Dermaga Sei Nyamuk adalah 1.7 m di bawah duduk tengah. Harga Zo ini selanjutnya digunakan untuk menyurutkan seluruh harga kedalaman hasil koreksi. 4.2.2 PENGUKURAN ARUS Pengukuran arus ini dimaksudkan untuk mengetahui arah dan kecepatan arus absolute di lokasi survei. dilakukan secara stasioner dengan Currentmeter Valeport tipe 106. Pengukuran arus ini peralatan selang waktu menggunakan Adapun

pengukuran setiap 1 (satu) jam secara terus-menerus selama 25 jam pengamatan, yaitu pada saat bulan mati (neap tide) dan pada saat bulan purnama (spring tide) dengan jumlah lokasi pengamatan 3 lokasi, yaitu di Perairan sebelah timur P. Sebatik dan P. Nunukan,HASIL PENYELIDIKAN

IV-7

Laporan Akhir

dan perairan Selat Nunukan

Khusus untuk stasiun pengukuran di

lokasi perairan Nunukan sebelah timur-tenggara pengukuran arus hanya dilakukan pada siang hari selama 12 jam setiap harinya, mengingat kondisi cuaca untuk melakukan pengukuran pada malam hari di lokasi ini tidak memungkinkan. Pemilihan tanggal dan waktu pengamatan arus ini didasarkan pada kondisi pasang surutnya, dimana pada tanggal tersebut posisi air pasang mencapai maksimum sedangkan posisi air surut mencapai minimum sehingga kecepatan arus maksimum dapat diukur dengan baik. Pengukuran arus ini dilakukan dengan cara pembacaan langsung (direct reading), yaitu pembacaan arah dan kecepatan arus secara langsung pada alat Valeport kemudian dicatat pada formulir pengamatan. Pembacaan data arus ini dilakukan sebanyak tiga kali pembacaan, selanjutnya data ini dirata-ratakan untuk mendapatkan arah dan kecepatan arus rata-rata untuk setiap kedalaman pengukuran. Pengukuran arus ini dilakukan terhadap 3 (tiga) kedalaman berbeda di setiap stasiun pengukuran arus yaitu kedalaman 0.2 H untuk arus permukaan, 0.6 H untuk arus menengah dan 0.8 H untuk arus bawah, dimana H adalah kedalaman laut di lokasi stasiun pengukuran arus. Kedalaman laut di masing-masing stasiun

pengukuran arus adalah sebagai berikut : Di Selat Nunukan sebelah utara kedalaman stasiun

pengukuran arus adalah 12 meter, sehingga pengukuran untuk arus permukaan, menengah dan bawah dilakukan pada kedalaman 2.4 m, 7.2 m dan 9.6 m. Sedangkan di Selat Nunukan sebelah selatan dan perairan sebelah timur P. Sebatik dan P. Nunukan kedalaman stasiun pengukuran arus adalah 10 meter, sehingga pengukuranHASIL PENYELIDIKAN

IV-8

Laporan Akhir

untuk arus permukaan, menengah dan bawah dilakukan pada kedalaman 2 m, 6 m dan 8 m. Dari data hasil pengukuran diperoleh harga arah dan kecepatan untuk arus permukaan, menengah dan bawah. Untuk mengetahui harga kecepatan arus secara vertical diperoleh dengan cara merataratakan hasil pengukuran pada kedalaman 0.2 H, 0.6 H dan 0.8 H dengan menggunakan rumus : V = 0.5 (v Dimana : V V0.2 V0.6 V0.80.6

+ ((v

0.2

+v

0.8)/2)

: Kecepatan vertical rata-rata (m/det) : Kecepatan arus permukaan (m/det) : Kecepatan arus menengah (m/det) : Kecepatan arus bawah (m/det)

Data hasil pengukuran lapangan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Data Arus, Selanjutnya data ini diolah dengan melakukan perhitungan matematis untuk menghitung komponen arah arus pasang surut dan non pasang surut, pengklasifikasian arus berdasarkan arah dan kecepatan untuk mengetahui arah arus dominan dan penggambaran surutnya. hubungan arus dengan pasang

Perhitungan Arus Pasang Surut Perhitungan arus pasang surut hanya dilakukan pada dua lokasi pengukuran yaitu lokasi pengukuran arus di Selat Nunukan sebelah utara dan Selat Nunukan sebelah selatan, sedangkan untuk lokasi di perairan Nunukan sebelah timur-tenggara tidak dilakukan perhitungan pemisahan arus karena pengukuran arusnya hanya dilakukan 12 jam setiap harinya. Perhitungan arus pasang surut ini bertujuan untuk memisahkan komponen arus pasang surut denganHASIL PENYELIDIKAN

IV-9

Laporan Akhir

arus non pasang surutnya. Berdasarkan hasil perhitungan arus pasang surut di lokasi titik-titik pengukuran di peroleh hasil sebagai berikut:LokasiP. Sebatik Sebelah Timur P. Nunukan Sebelah Utara P. Nunukan Sebelah Selatan

Komponen Utara

Komponen Timur

Arah (o )

Kecepatan (m/det)

-0.01078 -0.02141 -0.09967

0.02218 0.02396 0.00800

116 132 175

0.025 0.032 0.100

Tabel 4.2 Hasil perhitungan arus pasang surut Arus vertical rata-rata:

Hasil perhitungan arus pasang surut dan non pasang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Data Arus. Pembuatan diagram grafik arus (lampiran) dilakukan untuk mengetahui arah arus dominan, khususnya di lokasi stasiun pengukuran. Pembuatan diagram grafik arus ini didasarkan pada pengklasifikasian arus menurut arah dan kecepatannya untuk semua lokasi stasiun pengukuran arus di lapangan. Berdasarkan diagram grafik arus secara umum arah arus di Selat Nunukan sebelah utara dan selatan dominan berarah baratlaut tenggara, sedangkan di lokasi perairan P. Sebatik dan P. Nunukan sebelah timur arah arus dominan berarah timur barat. Distribusi frekuensi arah dan kecepatan arus pada 3 (tiga)

kedalaman pengukuran memperlihatkan pola penyebaran yang sama, ini menunjukan bahwa arah arus untuk arus permukaan, menengah dan bawah relative sama, sedangkan distribusi frekuensi kecepatannya cukup berbeda. Frekuensi kecepatan arus maksimum untuk arus permukaan lebih banyak dibandingkan arus menengah dan bawah, hal ini menunjukan bahwa kecepatan arus permukaan rata-rata lebih besar daripada arus menengah dan bawah. Tabel di bawah ini memperlihatkan harga kecepatan arus maksimum untuk 3 (tigat) lokasi pengukuran pada 3 (tiga) kedalaman berbeda.LokasiHASIL PENYELIDIKAN

Kedalaman

Kecepatan

Kondisi Air

IV-10

Laporan Akhir

Perairan Sebatik Sebelah Timur

Selat Nunukan Sebelah Utara

Selat Nunukan Sebelah Selatan

-

Pengukuran Permukaan Menengah Bawah Permukaan Menengah Bawah Permukaan Menengah Bawah Permukaan Menengah Bawah Permukaan Menengah Bawah Permukaan Menengah Bawah

(m/det) 0.806 0.637 0.571 0.557 0.482 0.412 0.897 0.677 0.535 1.243 1.159 1.156 1.246 1.167 1.013 0.890 0.760 0.552

Surut Arah Timur Pasang Arah Barat Surut Arah Tenggara Pasang Arah Baratlaut Surut Arah Tenggara Pasang Arah Baratlaut

Tabel 4.3 Kecepatan Arus Maksimum Di 3 (tiga) Lokasi Pengukuran

Diagram bunga arus dan peta arus di lokasi perairan Sebatik Nunukan dapat dilihat pada Lampiran Data Arus.

Hubungan Pola Arus dan Pasang Surut Penggambaran pola arus dan pasang surut dilakukan untuk melihat fenomena hubungan antara gerakan naik turunnya air laut (pasang surut) pengaruhnya terhadap pola arus disekitar lokasi daerah penelitian. Dari hasil penggambaran pola arus dan pasang surut untuk 3 (tiga) stasiun pengukuran memperlihatkan dengan jelas bahwa pola arus di lokasi survei sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surutnya. Di daerah Selat Nunukan sebelah utara dan selatan saat air pasang arus bergerak kearah baratlaut sedangkan pada saat surut arus bergerak ke arah tenggara, sedangkan di perairan sebelah timur Nunukan saat pasang arus bergerak kearah barat sedangkan pada saat surut arus bergerak kearah timur. Kecepatan arus pada saat surut lebih besar dibandingkan kecepatan arus pada saat pasang.HASIL PENYELIDIKAN

IV-11

Laporan Akhir

Gambaran hubungan pola arus dan pasang surut digambarkan dengan pada jelas pada Lampiran Data Arus. terjadi pada saat kondisi air Dilihat dari gambaran tersebut terlihat bahwa kecepatan arus maksimum sedang pasang dan sedang surut, sedangkan pada saat kondisi air pasang maksimum dan surut minimum kecepatan arusnya kecil atau terjadi Slack Water. Saat kondisi air pasang maksimum dan surut minimum terjadi pembalikan arah arus sesuai dengan kondisi pasang surutnya. 4.2.3 Pengamatan Gelombang Pengamatan gelombang dilakukan dibeberapa lokasi dengan cara pengamatan visual. Lokasi-lokasi tersebut adalah sepanjang pantai Tanjung Batulamampu di P. Sebatik dan Semengkadu di P. Nunukan. . Secara umum arah penjalaran gelombang di sekitar perairan Nunukan dan sekitarnya selama pengamatan berasal dari timurlaut-timur dengan tinggi gelombang rata-rata antara 20 50 cm dan periode gelombang 5 8 detik pada keadaan normal. Kondisi ini bisa berubah secara ekstrim hingga mencapai tinggi gelombang 100 - 150 cm saat angin bertiup kencang khususnya pada saat musim timur berlangsung, berdasarkan data iklim dari Bandar Udara Tarakan sepanjang tahun angin timur bertiup antara 6 - 8 bulan. Gelombang yang timbul di perairan ini selain yang dibangkitkan oleh angin juga gelombang yang ditimbulkan karena alun dari laut lepas, dimana gelombang ini juga cukup signifikan berpengaruh terhadap proses terjadinya abrasi pantai di sepanjang pantai keras. Pada keadaan normal tipe gelombang yang dominant adalah tipe plunging, sedangkan pada saat terjadi gelombang besar tipe yang mengarah ke Lepas pantai kecuali di Tanjung Batulampu sebagai akibat resistensi dari batuannya yang cukup

HASIL PENYELIDIKAN

IV-12

Laporan Akhir

gelombang yang terjadi adalah tipe surging dengan arah datang gelombang dominant tegak lurus pantai. 4.3 GEOFISIKA 4.3.1 PEMERUMAN Maksud di lakukannya pekerjaan pemeruman di wilayah perairan Sebatik Nunukan Kalimantan Timur adalah dalam rangka tersediannya data dasar tentang kondisi dasar laut di daerah telitian sebagai kajian untuk mengetahui kondisi geologi. Lintasan pemeruman umumnya berarah timurlaut-baratdaya

dengan lintasan silang berarah utara-selatan serta lintasan disekitar Selat Nunukan. Lintasan pengukuran mencapai kurang lebih 650 km. Data posisi yang disajikan berupa data koordinat setiap 2 menit pembacaan kedalaman. Data yang disajikan dalam bentuk tabel yang nantinya akan dikoreksi dengan pembacaan pasang surut kemudian akan diolah menjadi data kedalaman laut (batimetri). Kegiatan pengukuran pemeruman selalu dilakukan bersamaan dengan pengukuran penampang seismik hanya pada beberapa lintasan kegiatan ini dilakukan secara bersamaan (lihat gambar 4.1). Hasil pengukuran berupa penampang seismik yang menggambarkan keadaan sedimen dasar laut dan bawah laut serta struktur geologi. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) buah perahu kayu berukuran kurang lebih 10 ton untuk daerah survei dengan kedalaman lebih dari 2 meter, dan 1 (satu) perahu pancung untuk kedalaman kurang dari 2 meter (Shallow Sounding). Wahana perahu tersebut diperlengkapi dengan kelengkapan navigasi dan echosounder yang sama, yaitu sistem navigasi Differential Global PositioningIV-13

System (DGPS) type C Nav 272281, perangkat lunak

HASIL PENYELIDIKAN

Laporan Akhir

navigasi Hypack yang dijalankan pada sebuah komputer notebook dan 1 (satu) unit digital echosounder Odom Hydrotrac yang mempunyai ketelitian 0,1 m. Koreksi kedalaman dasar laut yang diterapkan untuk menghitung kedalaman yang sebenarnya (true depth) adalah koreksi pasang surut yang diperoleh dari pengamatan selama survei dan koreksi statis yaitu koreksi kedalaman laut terhadap posisi sensor echosounder. Koreksi statis sudah secara otomatis dilakukan oleh alat echosounder pada saat dilakukan kegiatan barcheck saat sebelum survei dan saat sesudah survei sehingga harga kedalaman laut yang terbaca adalah harga kedalaman yang sudah terkoreksi statis. Dalam tahapan pengolahan data, data hasil pemeruman ini

dikoreksikan terhadap data pasang surut selama pengamatan. Data pasang surut ini diolah dengan menggunakan metode Admiralty untuk mendapatkan harga duduk tengah dan konstanta harmoniknya, selanjutnya dilakukan perhitungan analisis kombinasi untuk mendapatkan harga muka surutannya atau Chart Datum (Zo). Dari hasil perhitungan analisis kombinasi diperoleh harga Zo untuk stasiun pengamatan pasang surut Dermaga Sei Nyamuk Sebatik sebesar 1.7 m. Harga Zo di stasiun pengamatan pasang surut tersebut digunakan untuk menyurutkan seluruh data batimetri yang sudah dikoreksi terhadap duduk tengahnya. Harga batimetri yang sudah disurutkan terhadap Chart Datum selanjutnya dibuat menjadi Peta Batimetri. Berdasarkan hasil ekstrapolasi dan intrapolasi dari titik-titik

kedalaman dari setiap lokasi pengambilan data diperoleh Peta Kontur Batimetri (Gambar 4.2a, b) dengan kedalaman laut hasil pengukuran berkisar yang terdangkal 5 meter hingga yang terdalam 45 meter .HASIL PENYELIDIKAN

IV-14

Laporan Akhir

Berdasarkan pola kontur kedalaman laut pada Peta Batimetri, morfologi dasar laut daerah telitian dapat dibagi berdasarkan sistem perairannya, yaitu : Morfologi dasar laut daerah perairan laut terbuka, yaitu perairan Unarang. Morfologi dasar laut di perairan selat, yaitu perairan Selat Nunukan dan selat lainnya. sebelah pola timur kontur daerah dari telitian yang termasuk Karang didalamnya morfologi terumbu

Perairan Laut Terbuka Kawasan perairan yang termasuk kedalam daerah perairan laut terbuka, yaitu : perairan sebelah timur P. Sebatik, perairan sebelah tenggara P. Nunukan, dan perairan sebelah timur P. Haus. Dilihat dari pola kontur kedalamannya morfologi dasar laut yang dominan di perairan ini secara umum terdiri dari perairan laut dangkal (kedalaman 0 10 m) dan perairan laut dalam (lebih besar dari 10 m). Perairan laut dangkal mempunyai ciri sebagai berikut : kemiringan morfologi dasar laut yang landai dengan kemiringan 0.04o 0.19o, daerah surutan yang luas dengan gosong-gosong pasir yang muncul ke permukaan saat air laut surut rendah. kontur-kontur tertutup yang laut. Lokasi gosong-gosong pasir di pantai dilihat berupa kontur kedalaman yang renggang dan berarah tenggara-baratlaut dengan kedalaman bervariasi antara 0 2 m dan melampar luas ke tengah

HASIL PENYELIDIKAN

IV-15

IV-16Gambar 4.2a. Peta Batimetri daerah telitian

Laporan Akhir

HASIL PENYELIDIKAN

Laporan Akhir

Gambar 4.2b. Peta Batimetri sekitar Karang Unarang

HASIL PENYELIDIKAN

IV-17

Laporan Akhir

Pola kontur ini mendominasi sebagian besar perairan pantai sebelah timur terutama perairan pantai P. Sebatik, pantai P. Nunukan dan pantai P. Haus. Sedangkan lokasi gosong di tengah laut seperti Gosong Makasar dan Gosong Padang keberadaanya diindikasikan oleh bentuk kontur kedalaman tertutup yang cukup rapat dengan arah barat-timur. Sedangkan untuk harga kedalaman laut yang lebih besar dari 10 m, perairan ini dicirikan oleh pola kontur yang rapat dengan sudut kemiringan mengarah ke tenggara. Harga kedalaman laut di lokasi perairan ini berkisar antara 10 70 m dengan kemiringan antara 0.35o 0.57o. Lokasi Karang Unarang di sebelah timur daerah telitian terlihat sebagai suatu kontur tertutup yang relatif kecil. Perairan Selat Perairan selat yang dimaksud adalah perairan Selat Nunukan yang melingkupi P. Nunukan mulai dari perairan Nunukan sebelah timur, Nunukan sebelah utara, Nunukan sebelah barat hingga perairan Nunukan sebelah selatan dan perairan selat yang relatif cukup kecil dan sempit seperti selat di sebelah barat P. Tinambasan. Perairan Selat Nunukan bagian utara-timur dan bagian selatan mempunyai profil penampang morfologi dasar laut berbentuk huruf U dengan kedalaman laut berkisar antara 0 15 m, namun dibeberapa tempat ada yang lebih besar dari 15 m. Profil dasar laut di perairan ini diperlihatkan oleh pola kontur kedalamannya, dimana di pinggir selat kontur kedalaman relatif rapat dengan harga kedalaman berkisar antara 0 9 m sedangkan di tengah selat konturnya relatif renggang dengan harga kedalaman laut berkisar antara 10 15 m. Pola kontur rapat menunjukan bahwa kemiringan dasar laut di pinggir selat relatif cukup curam, sedangkan di tengah selat relatif landai.

HASIL PENYELIDIKAN

IV-18

Laporan Akhir

Sedangkan

di

perairan

Selat

Nunukan

sebelah

barat

hingga

baratlaut profil penampang morfologi dasar lautnya relatif lebih landai dengan kedalaman laut berkisar antara 0 8 m. Di sebelah barat terutama di daerah sekitar Tj. Cantik kontur 2 m relatif menjorok ketengah hampir bersatu dengan kontur 2 m yang terdapat di tengah selat, pola kontur ini menunjukan lokasi gosonggosong pasir yang terdapat di lokasi ini. Gosong pasir ini mempersempit alur pelayaran sehingga mengganggu kapal-kapal yang keluar masuk Nunukan. Untuk perairan selat yang sempit kondisi morfologinya tidak berbeda jauh dengan kondisi morfologi daerah sungai, yaitu mempunyai daerah aliran berbentuk huruf U.

4.3.2 SEISMIK PANTUL DANGKAL Pengambilan data seismik dangkal saluran tunggal dimaksudkan untuk mengetahui gambaran kondisi geologi bawah permukaan seperti tatanan struktur geologi, urutan sedimentasi (stratigrafi) yang teridentifikasi dalam rekaman seismik (analog record). Lintasan utama seismik berarah Lintasan). Proses geologi bawah dasar laut dapat diketahui berdasarkan hasil interpretasi rekaman seismik pantul dangkal Dari beberapa contoh rekaman yang ditampilkan terlihat bahwa proses sedimentasi yang terjadi tidak menerus, hal ini diperlihatkan oleh pola konfigurasi reflektor yang tidak seragam dari masing-masing lintasan. Kondisi yang terjadi demikian merupakan hasil proses geologi, dimana sedimentasi terjadi mengikuti bentukan dari morfologi sebelum terjadi pengendapan. Bentukan morfologi dasar laut di daerah selidikan ditandai oleh adanya tinggian-tingian dasar laut yang merupakan batuan dasar, bentukanHASIL PENYELIDIKAN

umumnya barat - timur (Peta

morfologi

batuan

dasar ini

IV-19

Laporan Akhir

tidak

seragam

kadang

kala terlihat bentuk cekungan atau

morfologi berundak dan ada kalanya lapisan sedimen bawah permukaan ini seperti lapisan datar (flat) karena batuan dasarnya berada cukup jauh dibawahnya. Daerah telitian dengan memperhatikan pola reflektor yang ada terdiri atas 4 (empat) kelompok runtunan, masing-masing:(Gambar 4.3 & 4.4).

Runtunan A Runtunan-A merupakan runtunan termuda dicirikan dengan pola reflektor berupa perlapisan yang menerus dan sejajar/paralel umumnya pola konfigurasi ini mempunyai kontinuitas rendah dan variasi amplitudo berjalan secara perlahan atau tidak ada sama sekali. Hal ini menunjukkan saat pengendapan dalam perioda yang tenang (Mitchum, 1977). Runtunan ini memiliki ketebalan yang paling tipis hanya berkisar antara 5 hingga 7.5 m, kemudian di bawahnya adalah runtuhan B yang merupakan batuan yang lebih muda. Batas atas unit A ini menerus hampir di semua lintasan terutama di bagian tengah daerah selidikan (sekitar Gosong Makasar hingga Karang Unarang) karena selain disebabkan oleh lemahnya energi, umumnya tertutup oleh karakter pantulan external, sehingga horizon reflektornya sulit diidentifikasi. Unit A ini dijumpai hampir di seluruh lintasan seismik di daerah selidikan Kecuali Lintasan di selatan / tenggara daerah penyelidikan dengan tatanan struktur geologi yang relatif tidak berkembang. Pola ini mengandung sedimen berbutir halus dan diendapkan di lingkungan yang berenergi rendah seperti delta yang mengalami depresi. Runtuhan ini diperkirakan sebagai sedimen baru berumur kuarter. Runtunan BHASIL PENYELIDIKAN

IV-20

Laporan Akhir

Runtunan B pada beberapa lintasan terlihat berada secara tidak selaras di bawah runtunan A nampak pada Lintasan 11 dengan pola karakter refleksi berbentuk divergent (Mitchum, 1977), ketebalan runtunan ini sangat bervariasi yang secara umum berkisar antara 10 hingga 20 m. Runtunan ini dicirikan dengan pola reflektor berbentuk subpararel hingga divergent dengan di beberapa tempat mengalami penipisan serta terlihat kontak erosional membentuk channeling yang nampak pula pada Lintasan-5 yang merupakan kenampakan khas dari kompleks slope fan;

Runtunan C Runtunan C terletak di bawah runtunan B secara tidak selaras yang dicirikan dengan pola reflektor dari subparalel hingga transparan, memiliki ketebalan 7.5 hingga 12 meter. Di lokasi tertentu khususnya di sekitar Karang Unarang (selatan Karang Unarang) seperti terlihat pada Lintasan Unarang-1 memperlihatkan sedimen transparan yang mengisi channel yang dibentuk oleh struktur graben dengan arah relatif barat - timur yang diduga berumur Miopliosen;

Runtunan D Runtunan D merupakan runtunan tertua sekaligus sebagai batuan dasar akustik di daerah telitian. Pada runtunan ini terlihat adanya struktur patahan yang berkembang hingga sesar, selain itu terlihat pula beberapa struktur lipatan berupa antiklin. Khusus untuk lokasi di sekitar Karang Unarang pola umum struktur yang berkembang memiliki arah baratlaut-tenggara (relatif sama dengan pola struktur di daratan Kalimantan Timur).

HASIL PENYELIDIKAN

IV-21

Laporan Akhir

IV-1Gambar 4.3. Penampang Seismik Lintasan 4

HASIL PENYELIDIKAN

IV-2Gambar 4.4. Penampang Seismik Lintasan Unarang 1

Laporan Akhir

HASIL PENYELIDIKAN

Laporan Akhir

4.4 GEOLOGI KELAUTAN 4.4.1 KARAKTERISTIK PANTAI Pengamatan karakteristik pantai dilakukan sepanjang pantai daerah penyelidikan. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan secara visual dan deskriptif. Tujuan dari pengamatan karakteristik pantai adalah untuk mengetahui secara detail kondisi pantai daerah penyelidikan kaitannya dengan pemetaan garis pantainya (Gambar4.5).

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan kawasan pantai di daerah penyelidikan pada umumnya merupakan pantai berbakau dengan profil pantai dari landai hingga curam. Kawasan pantai di daerah penyelidikan secara garis besar terdiri dari kawasan pantai P. Sebatik, pantai Pulau Nunukan, pantai Pulau Nunukan Selatan, dan pantai Pulau Haus.

Kawasan Pantai Pulau Sebatik Kawasan pantai Pulau Sebatik terbentang sepanjang Pulau Sebatik mulai dari perbatasan Indonesia Malaysia di timur sampai dengan perbatasan Indonesia Malaysia di barat dengan panjang pantai seluruhnya kurang lebih 58 km. Kondisi pantainya sebagian besar terdiri dari pantai mangrove dengan kondisi cukup kritis khususnya di sekitar Sei Pancang dan Sei Nyamuk (Foto 4.1) dan hanya sebagian kecil pantai berpasir, yaitu di kawasan pantai sekitar Sei Taiwan dan Batulamampu (Foto 4.2 dan 4.3). Dilihat dari profil batimetrinya pantai sebelah timur hingga selatan mempunyai karakteristik profil pantai yang landai, sedangkan pantai sebelah barat karakteristik pantainya relative lebih curam.

HASIL PENYELIDIKAN

IV-24

Laporan Akhir

HASIL PENYELIDIKAN

IV-25

Laporan Akhir

Foto 4.1 Pantai dengan hutan mangrove dengan kerapatan rendah di Sei Pancang (pada saat pasang), P. Sebatik

Foto 4.2 Pantai Berpasir di sekitar Sei Taiwan, P. Sebatik

HASIL PENYELIDIKAN

IV-26

Laporan Akhir

Foto 4.3 Pantai Berpasir di Tanjung Batu Lamampu, P. Sebatik

Di pantai sebelah timur pada saat air surut rendah terlihat daerah surutan yang sangat luas dengan gosong-gosong pasir yang muncul ke permukaan, sebaliknya di pantai sebelah terluar ke laut cukup sempit. barat pada saat air surut rendah daerah surutan yang teramati dari tumbuhan bakau Karakter