327-560-1-SM

download 327-560-1-SM

of 18

Transcript of 327-560-1-SM

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    1/18

    Jurnal Ekonomi PembangunanVolume 11, Nomor 2, Desember 2010, hlm.236-253

    POLA PENGELUARAN PANGAN RUMAH TANGGA MENURUTTINGKAT KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

    Yunastiti Purwaningsih1

    , Slamet Hartono2

    , Masyhuri2

    , Jangkung Handoyo Mulyo2

    1Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Jalan Ir. Sutami 36A Kentingan Surakarta 57126 Indonesia Telepon: +62-271-6474812Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

    Sekip Unit I, Yogyakarta 55281 Indonesia Telepon: +62 274 519717E-mail: [email protected]

    Diterima 27 Oktober 2010 /Disetujui 10 Nopember 2010

    Abstract:This research analyzes the system of food expenditure based on the household foodsecurity level in Central Java. The household food security levels are classified into four levels,consisting of food-secure, food-less secure, food-vulnerable and food-insecure. The data used

    are the Susenas data in the form of raw data. The results show that there are significantdifferences in the proportion of food expenditure among the households of food-secure andfood-less secure to the households of food-vulnerable and food-insecure. In each level ofhousehold food-secure, household expenditure on instant foods and drinks shows the highest

    proportion compared to other food groups. The more insecure foods in a household, the higherexpenditure proportion for tobacco. In each household group based on the level of food-secure,the households in urban areas have a smaller proportion of rice expenditure compared to thehouseholds in rural areas. Based on these results, hopefully the handling priority for the food-secure problem should be better given to the household groups of food-vulnerable and food-insecure.

    Keywords:food expenditure, food security level, urban, rural

    Abstrak:Penelitian ini menganalisis pola pengeluaran pangan menurut tingkat ketahananpangan rumah tangga di Jawa Tengah. Tingkat ketahanan pangan rumah tangga dikelompok-kan menjadi empat, yaitu tahan, kurang, rentan dan rawan pangan. Data yang digunakanadalah data Susenas yang berupa data mentah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbe-daan yang cukup besar dalam proporsi pengeluaran pangan antara rumah tangga tahan dankurang pangan dengan rumah tangga rentan dan rawan pangan. Pada setiap tingkatketahanan pangan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga untuk makanan-minuman jadimenunjukkan proporsi tertinggi dibanding dengan kelompok pangan lain. Semakin tidaktahan pangan suatu rumah tangga, semakin tinggi proporsi pengeluaran untuk tembakau.Pada setiap kelompok rumah tangga menurut tingkat ketahanan pangan, rumah tangga diwilayah perkotaan mempunyai proporsi pengeluaran beras lebih kecil dibanding denganrumah tangga di wilayah pedesaan. Berdasar hasil tersebut disarankan bahwa prioritas

    penanganan masalah ketahanan pangan harus diberikan pada kelompok rumah tangga rentandan rawan pangan.

    Kata kunci:pengeluaran pangan, tingkat ketahanan pangan, kota, desa

    PENDAHULUAN

    Pola pengeluaran pangan rumah tangga telahmenunjukkan perubahan dari pola pangan

    rumah ke pola pangan luar rumah. Selain itujuga terdapat kecenderungan meningkatnyakonsumsi mie instan. Hasil analisis data runtutwaktu Susenas yang dilakukan oleh PusatAnalisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Perta-

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    2/18

    Pola Pengeluaran Pangan (Yunastiti dkk.) 237

    nian serta Badan Ketahanan Pangan Departe-men Pertanian menunjukkan (Ariani, 2008)bahwa pada tahun 2002, mie merupakan pa-ngan pokok kedua, dan semakin signifikanpada tahun 2005, bahwa semua masyarakat dikota atau desa dan kaya atau miskin hanyamempunyai satu pola pangan pokok yaituberas dan mie. Analisis lain dengan data dataSusenas 1999, 2002 dan 2005 yang dilakukanoleh Saliem dan Ariningsih (2008) menunjuk-kan telah terjadi perubahan pola konsumsi danpengeluaran rumah rangga di pedesaan Indo-nesia yang mengarah pada mie/terigu, sertameningkatnya konsumsi dan pengeluaran un-tuk makanan jadi dan rokok (tembakau dansirih).

    Berdasar latar belakang tersebut, penelitianini menganalisis pola pengeluaran pangan ru-

    mah tangga menurut tingkat ketahanan pa-ngan. Tingkat ketahanan pangan dilihat daripendapatan rumah tangga dan konsumsi gizirumah tangga (Johnson dan Toole, 1999 diadop-si oleh Maxwell et al., 2000 dalam Purwaning-sih, 2008). Pendapatan rumah tangga menentu-kan daya beli, dan daya beli ini mencerminkanketerjangkauan pangan atau aksesibilitas ru-mah tangga terhadap pangan (Purwaningsih,2008). Semakin tinggi pendapatan rumah tang-ga maka menunjukkan daya beli yang tinggi,dan rumah tangga semakin mudah mengakses

    pangan.Dalam penelitian ini, pola pengeluaran pa-

    ngan rumah tangga yang dikaji adalah rumahtangga di Provinsi Jawa Tengah, yang merupa-kan provinsi dengan pengeluaran rata-rata perkapita sebulan terendah dan proporsi penge-luaran pangan terbesar di Pulau Jawa. Menurutdata BPS (2008a dalam Purwaningsih, 2010),pengeluaran rata-rata per kapita sebulan Pro-vinsi Jawa Tengah adalah Rp281.365 (terendahdi pulau Jawa) dibanding dengan Jawa Timur(sebesar Rp295.336), Jawa Barat (sebesar

    Rp367.263) dan Daerah Istimewa Yogyakarta(sebesar Rp390.369). Selanjutnya, proporsi pe-ngeluaran makanan Jawa Tengah merupakanyang terbesar (49,97 persen dari total penge-luaran rumah tangga), dibanding dengan JawaTimur (48,59 persen), Jawa Barat (49,15 persen)dan Daerah Istimewa Yogyakarta (41,80 per-sen). Apabila pengeluaran makanan di Jawa

    Tengah diurai menurut komoditas, makapengeluaran makanan dan minuman jadi me-rupakan porsi terbesar (yaitu sebesar 24,22 per-sen), disusul pengeluaran untuk padi-padiansebesar 21,43 persen.

    METODE PENELITIAN

    Tingkat ketahanan pangan rumah tangga di-ukur dengan indikator klasifikasi silang antarapangsa pengeluaran pangan dan kecukupanenergi dari Jonsson dan Toole (1991) dalamMaxwell, D. et al. (2000). Pangsa pengeluaranpangan mengukur ketahanan pangan dari as-pek ekonomi, sedangkan pemenuhan kecukup-an konsumsi pangan dalam satuan energi me-ngukur ketahanan pangan dari aspek gizi (Sa-

    liem dan Ariningsih, 2008). Syarat kecukupankonsumsi energi sesuai dengan WidyakaryaNasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) tahun2004 adalah 2200 kkal/kapita/hari (LIPI, 2004dalam Saliem dan Ariningsih, 2008). Tingkatketahanan pangan dengan indikator tersebutditabelkan pada Tabel 1. Berdasar Tabel 1makatingkat ketahanan pangan dikelompokkanmenjadi 4 kelompok, yaitu tahan pangan, ku-rang pangan, rentan pangan dan rawan pa-ngan.

    Tabel 1. Tingkat Ketahanan Pangan RumahTangga

    Pangsa pengeluaran panganKonsumsi Energiper unit ekuivalendewasa

    Rendah(< 60%)

    Tinggi(60%)

    Cukup(> 80% kecukupanenergi)

    Tahanpangan

    Rentanpangan

    Kurang(80% kecukupanenergi)

    Kurangpangan

    Rawanpangan

    Sumber: Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwell, D et al

    (2000).

    Pangsa pengeluaran pangan merupakanrasio antara pengeluaran pangan terhadap totalpengeluaran rumah tangga, dirumuskan seba-gai berikut:

    TP

    PPPPP

    ii

    (1)

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    3/18

    Jurnal Ekonomi PembangunanVolume 11, Nomor 2, Desember 2010: 236-253238

    iPPP adalah pangsa pengeluaran pangan ke i,

    iPP adalah pengeluaran pangan ke i dimana i =

    1,2,3,...,9 yaitu beras, ketela, pangan hewani,lauk-pauk, buah, bahan minuman, mie, makan-

    an-minuman jadi dan tembakau, TPadalah to-

    tal pengeluaran rumah tangga. Konsumsi ener-gi adalah jumlah kalori dari pangan yang di-konsumsi oleh rumah tangga.

    Data yang digunakan adalah data SurveiSosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel 2008(Maret) Modul Konsumsi/pengeluaran rumahtangga yang berasal dari Badan Pusat Statistik,berupa data mentah (raw data). Susenas ModulKonsumsi merupakan survei dengan unit ob-servasi adalah rumah tangga. Jumlah rumahtangga yang dianalisis sebanyak 7.435 rumahtangga dari sejumlah 7.441 rumah tangga yang

    disurvei BPS untuk wilayah Provinsi Jawa Te-ngah (BPS, 2008d). Selisih rumah tangga terse-but merupakan data outlier, sehingga dihilang-kan dari analisis.

    Data Susenas yang digunakan meliputidata kor dan data konsumsi/pengeluaran. Datakor mengenai data karakteristik rumah tanggameliputi jumlah anggota rumah tangga, tingkatpendidikan kepala keluarga dan wilayah tem-pat tinggal (perkotaan/pedesaan). Data modulkonsumsi/pengeluaran mengenai pembeliandan konsumsi rumah tangga terhadap makan-

    an dan pengeluaran total rumah tangga. DalamSusenas, item pengeluaran rumah tangga diba-gi ke dalam 215 komoditas makanan dan 100komoditas bukan makanan (BPS, 2008c).

    Dalam penelitian ini dari sejumlah 215komoditas makanan kemudian dikelompokkanke dalam 9 kelompok, yaitu beras, ketela, pa-ngan hewani, lauk-pauk, buah, bahan minum-an, mie, makanan-minuman jadi dan tembakau.Dimasukkannya tembakau sebagai bagian darikomoditas pangan mengacu pada BPS yangmengelompokkan tembakau ke dalam pangan.

    Hubungan antara tembakau dengan panganlainnya diduga dapat sebagai pangan peleng-kap atau sebagai pengganti. Sebagai pelengkap,banyak ditemukan dalam kegiatan seperti me-rokok sambil minum (teh atau kopi atauminuman lainnya) dan atau makan camilan,serta kegiatan merokok setelah makan. Sebagaipengganti, banyak ditemukan pada sebagianorang yang tidak makan (biasanya pada pagi

    hari) dan menggantinya dengan merokok. Ana-lisis pola pengeluaran pangan rumah tanggadilakukan secara diskripsi berupa tabel tunggalmaupun silang.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Distribusi Rumah Tangga Menurut TingkatKetahanan Pangan

    Distribusi rumah tangga menurut tingkat keta-hanan pangan di Jawa Tengah menunjukkanbahwa proporsi rumah tangga rentan panganmerupakan yang terbesar (35,62 persen) diantara empat tingkat ketahanan pangan yangada, sedangkan rumah tangga tahan pangansebesar 31,67 persen (Tabel 2).

    Hasil penelitian ini yang menunjukkanbahwa proporsi rumah tangga rentan panganmerupakan yang terbesar, sama dengan hasilpenelitian Rachman, Ariani dan Purwantini(2005) yang meneliti distribusi provinsi di Indo-nesia menurut derajat ketahanan pangan ru-mah tangga dengan data Susenas 1999 danindikator yang sama, yaitu klasifikasi silangantara pangsa pengeluaran pangan dan kecu-kupan energi dari Johnson dan Toole (1991,dalam Maxwell et al, 2000). Hasil penelitiantersebut menyebutkan bahwa proporsi rumah

    tangga rentan pangan di Jawa Tengah yang ter-besar (41,04 persen), disusul rawan pangan(38,94 persen), kurang pangan (10,45 persen)dan tahan pangan (9,56 persen). Apabila distri-busi rumah tangga hasil penelitian Rachman,Ariani dan Purwantini tersebut dibandingkandengan hasil penelitian ini (Tabel 2), maka pro-porsi rumah tangga tahan dan kurang panganmeningkat, sedangkan proporsi rumah tanggarentan dan rawan pangan menurun. Keadaanini mengindikasikan perkembangan yang sema-kin baik, bahwa secara umum tingkat keta-hanan pangan rumah tangga di Jawa Tengahmembaik.

    Distribusi rumah tangga dilihat menuruttingkat ketahanan pangan dan wilayah tempattinggal (Tabel 2), menunjukkan bahwa sebagianbesar rumah tangga tahan, rentan dan rawanpangan berada di pedesaan (berturut-turut51,42 persen; 71,71 persen dan 65,13 persen)dan sebagian besar rumah tangga kurang pa-

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    4/18

    Pola Pengeluaran Pangan (Yunastiti dkk.) 239

    ngan berada di perkotaan (50,82 persen). Ru-mah tangga kurang pangan adalah rumahtangga yang mempunyai pangsa pengeluaranrendah namun kurang mengkonsumsi energi.Pangsa pengeluaran pangan rendah berartikurang dari 60 persen bagian pendapatan di-belanjakan untuk pangan, dan ini mengindi-kasikan bahwa pendapatan yang diterima oleh

    kelompok rumah tangga tersebut relatif lebihtinggi dibanding dengan rumah tangga rentanpangan. Sementara rumah tangga rentan pa-ngan dengan pendapatan yang dimiliki dapatmemenuhi kecukupan energinya. Berdasarkankeadaan tersebut maka rumah tangga kurangpangan seharusnya merealokasi pengeluaranpangannya untuk memenuhi kecukupan ener-gi. Untuk itu, diperlukan peningkatan pengeta-huan pangan dan gizi, serta penyadaran ten-tang pentingnya memilih jenis dan jumlah pa-ngan sesuai dengan norma gizi. Dengan penge-

    tahuan tersebut, rumah tangga kurang pangandapat mencapai tahan pangan.Dilihat menurut wilayah tempat tinggal

    dan tingkat ketahanan pangan (Tabel 2), menun-jukkan bahwa rumah tangga di perkotaan seba-gian besar adalah tahan pangan (39,11 persen),disusul rentan (25,61 persen), rawan (15,25persen) dan kurang pangan (20,03 persen).Selanjutnya di pedesaan menunjukkan sebagian

    besar rumah tangga adalah rentan pangan(42,11 persen), disusul tahan (26,85 persen),rawan (18,47 persen) dan kurang pangan (12,57persen). Rumah tangga rentan pangan adalahrumah tangga yang mempunyai pangsa penge-luaran tinggi namun cukup mengkonsumsienergi. Pangsa pengeluaran pangan tinggiberarti lebih dari 60 persen bagian pendapatan

    dibelanjakan untuk pangan. Kondisi ini me-ngindikasikan rendahnya pendapatan yangditerima oleh kelompok rumah tangga tersebut.Namun demikian, dengan keterbatasan penda-patan yang dimiliki, rumah tangga rentanpangan dapat mengalokasikan pengeluaranpangannya sehingga dapat memenuhi kecu-kupan energi. Pada kelompok rumah tanggaini, pendapatan merupakan faktor utama untukmencapai ketahanan pangan.

    Temuan bahwa sebagian besar rumahtangga di pedesaan adalah rentan pangan lebih

    disebabkan oleh rendahnya pendapatan yangditerima. Keadaan ini diduga disebabkan relatifsempitnya kesempatan kerja di pedesaan di-banding dengan perkotaan, sehingga rumahtangga pedesaan mempunyai keterbatasandalam hal sumber-sumber pendapatan. Dapat

    juga dinyatakan relatif lebih rendahnya penda-patan yang diterima dari pekerjaan yang ter-sedia di pedesaan. Berdasar temuan ini maka

    Tabel 2. Distribusi Rumah Tangga Menurut Tingkat Ketahanan Pangan danWilayah Tempat Tinggal di Provinsi Jawa Tengah

    Tingkat Ketahanan Wilayah TotalPangan Kota Desa

    Tahan 1.144 1.211 2.355(39,11) (26,85) (31,67)(48,58) (51,42) (100,00)

    Kurang 586 567 1.153(20,03) (12,57) (15,51)(50,82) (49,18) (100,00)

    Rentan 749 1.899 2.648(25,61) (42,11) (35,62)(28,29) (71,71) (100,00)

    Rawan 446 833 1.279(15,25) (18,47) (17,20)(34,87) (65,13) (100,00)

    Jumlah 2.925 4.510 7.435(100,00) (100,00) (100,00)(39,34) (60,66) (100,00)

    Sumber BPS. 2009. Susenas Panel Maret 2008 (data mentah), diolah.Keterangan:* angka dalam kurung adalah persentase dari jumlah; * angka dalam

    kurung dan dicetak tebal adalah persentase dari total.

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    5/18

    Jurnal Ekonomi PembangunanVolume 11, Nomor 2, Desember 2010: 236-253240

    prioritas penanganan masalah ketahanan pa-ngan sudah seharusnya diberikan di daerah pe-desaan. Daerah pedesaan dibangun mengarahpada tersedianya peluang kerja, sehingga untukmemperoleh pendapatan yang lebih tinggitidak perlu berpindah ke kota atau menglaju kekota demi mendapat pekerjaan yang lebih baik.Pemerintah perlu memperluas akses rumahtangga pedesaan pada kegiatan yang dapat me-ningkatkan pendapatan rumah tangga, sepertimelalui kegiatan pascapanen atau agroindustri,atau non-farm.

    Selanjutnya rumah tangga rawan pangan,sebagian besar bertempat tinggal di wilayahpedesaan (Tabel 2). Rumah tangga rawan pa-ngan adalah rumah tangga yang mempunyaipangsa pengeluaran tinggi dan kurang meng-konsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan

    tinggi berarti lebih dari 60 persen bagian pen-dapatan dibelanjakan untuk pangan. Ini me-ngindikasikan rendahnya pendapatan yang di-terima oleh kelompok rumah tangga tersebut.Dengan rendahnya pendapatan yang dimiliki,rumah tangga rawan pangan dalam meng-alokasikan pengeluaran pangannya tidak dapatmemenuhi kecukupan energi. Pada kelompokrumah tangga ini, pendapatan dan pengeta-huan gizi merupakan faktor untuk mencapaiketahanan pangan. Pendapatan yang mening-kat disertai dengan pengetahuan tentang gizi,

    diharapkan kelompok rumah tangga ini dapatmencapai tahan pangan.

    Besarnya Pengeluaran Rumah TanggaMenurut Tingkat Ketahanan Pangan

    Pengeluaran rumah tangga terdiri dari penge-luaran pangan dan non pangan. Dilihat menu-

    rut tingkat ketahanan pangan, rumah tanggatahan pangan mempunyai rata-rata jumlah pe-ngeluaran yang tertinggi (Rp1.519.938 sebulan)di antara kelompok rumah tangga lainnya. Datamenunjukkan bahwa semakin tidak tahan pa-ngan, maka rumah tangga mempunyai jumlahpengeluaran sebulan yang semakin sedikit(Rp1.139.779 untuk rumah tangga kurang pa-ngan; Rp831.487 untuk rumah tangga rentanpangan dan Rp709.419 untuk rumah tanggarawan pangan). Rata-rata pengeluaran rumahtangga menurut tingkat ketahanan pangan danwilayah tempat tinggal disajikan dalam Tabel 3.

    Apabila pengeluaran rumah tangga dilihatmenurut jenis pengeluaran, yaitu pangan dannon pangan (Tabel 3), menunjukkan rata-ratapengeluaran pangan sebulan untuk rumahtangga tahan dan rentan pangan (berturut-turut

    Rp644.549 dan Rp569.517) lebih besar diban-ding rumah tangga kurang dan rawan pangan(masing-masing sebesar Rp493.933 danRp476.033). Untuk rata-rata pengeluaran nonpangan sebulan menunjukkan semakin tidaktahan pangan suatu rumah tangga maka se-makin kecil rata-rata pengeluarannya.

    Dilihat proporsinya, yaitu proporsi jenispengeluaran terhadap jumlah pengeluaran (Ta-bel 3), menunjukkan semakin tidak tahan pa-ngan suatu rumah tangga maka semakin besarproporsi pengeluaran pangan dan semakin

    kecil proporsi pengeluaran non pangan. Rata-rata proporsi pengeluaran pangan untuk rumahtangga tahan dan kurang pangan berturut-turutsebesar 42,41 persen dan 43,43 persen, sedang-kan untuk rumah tangga rentan dan rawanpangan berturut-turut sebesar 68,49 persen dan67,10 persen. Selanjutnya rata-rata proporsipengeluaran non pangan untuk rumah tangga

    Tabel 3. Rata-rata Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Menurut TingkatKetahanan Pangan di Provinsi Jawa Tengah (dalam Rp/bulan)

    Jenis Tingkat Ketahanan Pangan TotalPengeluaran Tahan Kurang Rentan Rawan

    Pangan 644.559 493.933 569.517 476.033 565.483(42,41) (43,43) (68,49) (67,10) (52,54)

    Non Pangan 875.38 645.847 261.97 233.386 510.878(75,59) (56,66) (31,52) (32,90) (47,46)

    Jumlah 1.519.938 1.139.779 831.487 709.419 1.076.361(100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00)

    Keterangan: angka yang dicetak miring adalah persentase dari jumlah.Sumber: BPS. 2009. Susenas Panel Maret 2008 (data mentah), diolah.

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    6/18

    Pola Pengeluaran Pangan (Yunastiti dkk.) 241

    tahan, kurang, rentan dan rawan pangan ber-turut-turut sebesar 75,59 persen; 56,66 persen;31,52 persen dan 32,90 persen. Nampak perbe-daan proporsi pengeluaran, baik pangan mau-pun non pangan, antara rumah tangga tahandan kurang pangan dengan rumah tanggarentan dan rawan pangan, cukup besar. Feno-mena ini menandakan kesejahteraan rumahtangga pada kedua kelompok ketahanan pa-ngan jauh berbeda. Berdasar kenyataan tersebutmaka prioritas penanganan masalah ketahananpangan harus diberikan pada kelompok rumahtangga rentan dan rawan pangan.

    Menurut wilayah tempat tinggal menun-jukkan pada setiap tingkat ketahanan pangan,rumah tangga di perkotaan mempunyai rata-rata pengeluaran (baik pangan, non pangandan jumlahnya) lebih besar, dan proporsi pe-

    ngeluaran pangan yang lebih kecil dibandingrumah tangga di pedesaan. Hal yang sama juganampak untuk proporsi pengeluaran nonpangan, bahwa pada setiap tingkat ketahananpangan, rumah tangga di perkotaan mempu-nyai proporsi yang lebih besar dibandingrumah tangga di pedesaan. Berdasar ini rumahtangga di perkotaan lebih sejahtera dibandingdengan rumah tangga di pedesaan (Tabel 3).

    Besarnya Pengeluaran per KomoditasPangan

    Rumah tangga di Jawa Tengah mempunyairata-rata jumlah pengeluaran pangan dalamseminggu sebesar Rp129.865. Dirinci menurutkomoditas pangan, rata-rata pengeluaran pa-ngan terbesar adalah makanan dan minuman

    jadi (Rp33.421/minggu atau 25,74 persen), di-susul pengeluaran lauk-pauk (Rp32.867/ming-gu atau 25,31 persen). Rata-rata pengeluaranberas sebesar Rp20.107/minggu atau 15,48persen dan rata-rata pengeluaran terkecil ada-lah untuk ketela (Rp761/minggu atau 0,59persen). Selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.

    Menurut tingkat ketahanan pangan (Tabel4), rumah tangga tahan pangan mempunyairata-rata jumlah pengeluaran pangan terbesar(Rp147.820/minggu), disusul rumah tanggarentan pangan (Rp130.811/minggu), rumahtangga kurang pangan (Rp113.631/minggu),dan terkecil adalah rumah tangga rawan pa-ngan (Rp109.479/minggu). Rumah tangga ta-

    han dan rentan pangan mempunyai jumlah pe-ngeluaran pangan lebih besar dibanding rumahtangga kurang dan rawan pangan. Rumah tang-ga tahan dan rentan pangan dilihat dari kecu-kupan energi adalah rumah tangga denganenergi yang cukup, rumah tangga kurang danrawan pangan adalah rumah tangga denganenergi yang kurang. Dengan demikian dapatdinyatakan rumah tangga dengan energi yangcukup mempunyai jumlah pengeluaran panganyang lebih besar dibanding rumah tanggadengan energi yang kurang.

    Jumlah pengeluaran pangan rumah tanggadengan energi yang cukup lebih besar diban-ding rumah tangga dengan energi yang kurang.Temuan ini dihubungkan dengan pendapatanrumah tangga (diproksi dari jumlah pengeluar-an rumah tangga), berdasar data menunjukkan

    rumah tangga kurang pangan mempunyai pen-dapatan yang lebih tinggi, serta proporsi penge-luaran non pangan yang lebih besar dibandingdengan rumah tangga rentan pangan (Tabel 3),sehingga rumah tangga kurang pangan harusmerealokasi pengeluarannya untuk mencapaitahan pangan.

    Alokasi pengeluaran per komoditas pa-ngan dilihat menurut tingkat ketahanan pangan(Tabel 4) menunjukkan pada setiap tingkat keta-hanan pangan, makanan dan minuman jadi,serta lauk-pauk merupakan alokasi yang ter-

    besar. Pada rumah tangga tahan dan kurangpangan, alokasi makanan dan minuman jadiberturut-turut 27,46 persen dan 25,00 persen;disusul lauk-pauk (berturut-turut 24,10 persendan 24,78 persen). Pada rumah tangga rentandan rawan pangan, lauk-pauk merupakan alo-kasi yang terbesar (berturut-turut 26,44 persendan 26,02 persen) disusul makanan dan mi-numan jadi (berturut-turut 25,00 persen dan23,58 persen). Tingginya pengeluaran rumahtangga untuk makanan dan minuman jadi padasetiap tingkat ketahanan pangan rumah tangga

    menunjukkan terjadinya perubahan konsumsirumah tangga yang mengarah pada pola makandi luar rumah.

    Proporsi pengeluaran pangan hewani un-tuk rumah tangga tahan dan kurang pangan(berturut-turut 15,60 persen dan 13,21 persen)lebih besar dibanding dengan rumah tanggarentan dan rawan pangan (berturut-turut 10,73

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    7/18

    Jurnal Ekonomi PembangunanVolume 11, Nomor 2, Desember 2010: 236-253242

    persen dan 10,37 persen) (Tabel 4). Pangan he-wani merupakan komoditas pangan yang har-ganya relatif mahal dibanding dengan komodi-tas pangan lainnya. Dihubungkan dengan pen-dapatan rumah tangga yang diproksi dari jum-lah pengeluaran rumah tangga, berdasar datamenunjukkan rumah tangga tahan dan kurangpangan mempunyai pendapatan yang relatiflebih tinggi dibanding dengan rumah tanggarentan dan rawan pangan (Tabel 3), sehinggadapat dipahami apabila rumah tangga tahandan kurang pangan mempunyai proporsi pe-ngeluaran pangan hewani yang lebih besardibanding dengan rumah tangga rentan danrawan pangan.

    Proporsi pengeluaran beras untuk rumahtangga kurang dan rawan pangan (berturut-turut 17,22 persen dan 19,53 persen) lebih besar

    dibanding dengan rumah tangga tahan danrentan pangan (berturut-turut 12,53 persen dan16,16 persen) (Tabel 4). Rumah tangga kurangdan rawan pangan dilihat dari kecukupanenergi adalah rumah tangga dengan energiyang kurang (80 persen kecukupan energi),sedangkan rumah tangga tahan dan rentanpangan adalah rumah tangga dengan energiyang cukup (>80 persen kecukupan energi).Berdasar hasil tersebut dapat dinyatakan bah-wa rumah tangga dengan energi yang kurangmempunyai proporsi pengeluaran beras yang

    lebih besar dibanding dengan rumah tanggadengan energi yang cukup.

    Proporsi pengeluaran tembakau pada se-tiap tingkat ketahanan pangan rumah tangga(Tabel 4) merupakan proporsi dengan urutan keempat (sebesar 7,69 persen untuk rumah tanggatahan pangan; 8,69 persen untuk rumah tanggakurang pangan; 9,84 persen untuk rumah tang-ga rentan pangan dan 10,40 persen untuk ru-mah tangga rawan pangan) setelah makanandan minuman jadi, lauk-pauk, pangan hewanidan beras. Proporsi tembakau ini melebihi pro-

    porsi pengeluaran buah, bahan minuman, miedan ketela (kesemuanya masing-masing kurangdari 6 persen). Data tersebut menunjukkan se-makin tidak tahan pangan suatu rumah tangga,semakin tinggi proporsi pengeluaran untuktembakau, atau dengan pernyataan lain rumahtangga rawan pangan mempunyai alokasi pe-ngeluaran tembakau yang paling banyak di-

    banding dengan kelompok rumah tangga lain-nya.

    Temuan bahwa rumah tangga rawan pa-ngan mempunyai alokasi pengeluaran tem-bakau terbesar dibanding kelompok rumahtangga lainnya senada dengan hasil penelitianSaliem dan Ariningsih (2008) dengan dataSusenas Panel 1999, 2002 dan 2005 untuk rumahtangga pedesaan Indonesia. Hasil penelitiantersebut menunjukkan bahwa rumah tanggapedesaan Indonesia, khususnya kelompok ra-wan pangan, pengeluaran tembakau menga-lami peningkatan dari 9 persen pada tahun1999 menjadi 14 persen pada tahun 2005. Datamenunjukkan rumah tangga rawan panganadalah rumah tangga dengan pendapatan pa-ling rendah di antara empat kategori ketahananpangan rumah tangga (Tabel 3), sehingga ru-

    mah tangga rawan pangan perlu melakukan re-alokasi pola pengeluaran pangan yang dapatmeningkatkan ketahanan pangannya, utama-nya mengurangi pengeluaran untuk tembakaudan menambah pengeluaran bahan panganlainnya.

    Menurut Saliem dan Ariningsih (2008), se-cara umum tingginya proporsi pengeluarantembakau perlu diwaspadai, mengingat mero-kok tidak direkomendasikan dari segi kese-hatan, sehingga perlu sosialisasi, edukasi danadvokasi tentang bahaya merokok bagi kese-

    hatan. Terlebih untuk rumah tangga rawanpangan, sosialisasi, edukasi dan advokasi ten-tang bahaya merokok bagi kesehatan perlu di-lakukan dengan lebih intensif. Pemerintah per-lu melakukan pelarangan melalui himbauanserta menyediakan tempat/ruangan khususmerokok di tempat publik, membuat peraturanbagi yang merokok di sembarang tempat, men-sosialisasikannya dan menegakkannya dengantegas.

    Menurut tingkat ketahanan pangan danwilayah tempat tinggal di Jawa Tengah (Tabel

    4), rata-rata jumlah pengeluaran pangan rumahtangga di wilayah perkotaan lebih besar(Rp155.323/minggu) dibanding dengan rumahtangga di wilayah pedesaan (Rp117.393/ming-gu). Kondisi yang sama berlaku untuk rata-rata

    jumlah pengeluaran pangan menurut wilayahdan tingkat ketahanan pangan, bahwa padasetiap kelompok rumah tangga menurut tingkat

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    8/18

    Pola Pengeluaran Pangan (Yunastiti dkk.) 243

    ketahanan pangan, rumah tangga di wilayahperkotaan mempunyai rata-rata jumlah penge-luaran pangan lebih besar dibanding denganrumah tangga di wilayah pedesaan.

    Selanjutnya, alokasi pengeluaran per ko-moditas pangan dilihat menurut tingkat keta-hanan pangan dan wilayah tempat tinggal(Tabel 4) menunjukkan pada setiap tingkat ke-tahanan pangan, baik rumah tangga di per-kotaan maupun di pedesaan, alokasi penge-luaran makanan dan minuman jadi serta lauk-pauk merupakan alokasi terbesar. Tingginyapengeluaran rumah tangga untuk makanan danminuman jadi pada pada rumah tangga dipedesaan, bahkan untuk rumah tangga rentandan rawan pangan, semakin menandaskanbahwa sudah terjadi perubahan konsumsirumah tangga yang mengarah pada pola makan

    di luar rumah. Temuan ini senada dengan hasilpenelitian Saliem dan Ariningsih (2008) dengandata Susenas Panel 1999, 2002 dan 2005 untukrumah tangga pedesaan Indonesia, yangmenunjukkan bahwa rumah tangga pedesaanIndonesia (bahkan kelompok rentan dan rawanpangan) mengarah pada pola makan perkotaan,yaitu pola makan di luar rumah. Menurut Sa-liem dan Ariningsih (2008), pola makan di luarrumah tidak menjadi masalah apabila penga-wasan dan kontrol terhadap kualitas dan ke-amanan pangan jajanan (terutama di sektor in-

    formal) dapat dilakukan dengan baik. Apabilakontrol tidak dilakukan maka pangan jajananmenjadi tidak aman dan dapat membahayakandari segi kesehatan.

    Proporsi pengeluaran pangan hewanimenurut wilayah tempat tinggal dan tingkatketahanan pangan (Tabel 4), menunjukkan bah-wa pada setiap kelompok rumah tangga menu-rut tingkat ketahanan pangan, rumah tangga diwilayah perkotaan mempunyai proporsi penge-luaran pangan hewani lebih besar dibandingdengan rumah tangga di wilayah pedesaan.

    Temuan ini dihubungkan dengan harga panganhewani dan pendapatan rumah tangga (yangdiproksi dari jumlah pengeluaran rumah tang-ga), bahwa harga pangan hewani relatif mahaldibanding pangan lainnya, serta pendapatanrumah tangga pedesaan yang relatif lebih kecildibanding rumah tangga perkotaan, maka

    keadaan ini yang menyebabkan rumah tanggadi pedesaan mempunyai proporsi pengeluaranpangan hewani yang lebih kecil dibandingdengan rumah tangga di perkotaan.

    Proporsi pengeluaran beras menurutwilayah tempat tinggal dan tingkat ketahananpangan (Tabel 4), menunjukkan bahwa padasetiap kelompok rumah tangga menurut tingkatketahanan pangan, rumah tangga di wilayahperkotaan mempunyai proporsi pengeluaranberas lebih kecil dibanding dengan rumahtangga di wilayah pedesaan. Ini mengindikasi-kan bahwa beras menjadi bahan makananpokok yang lebih dominan bagi rumah tanggadi pedesaan dibanding rumah tangga di per-kotaan. Hal ini kemungkinan disebabkan: (i)beras mudah didapatkan di pedesaan karenapedesaan merupakan penghasil beras, (ii) harga

    beras relatif lebih murah di pedesaan dibandingperkotaan disebabkan pedesaan merupakanpenghasil beras, (iii) pola makan yang berbedaantara pedesaan dan perkotaan, rumah tanggadi pedesaan lebih mempunyai pola makandominan beras relatif dibanding dengan rumahtangga perkotaan.

    Proporsi pengeluaran tembakau menurutwilayah tempat tinggal dan tingkat ketahananpangan (Tabel 4), menunjukkan bahwa rumahtangga tahan dan rentan pangan, baik di per-kotaan maupun di pedesaan, mempunyai pro-

    porsi pengeluaran tembakau lebih kecil di-banding dengan rumah tangga kurang dan ra-wan pangan. Dilihat menurut kecukupan ener-gi, rumah tangga kurang dan rawan panganadalah rumah tangga dengan energi kurangdari kecukupan, sehingga bagi ke dua kelom-pok rumah tangga tersbeut perlu melakukanrealokasi pola pengeluaran pangan yang dapatmeningkatkan pada kecukupan energi (>80 per-sen kecukupan energi), yaitu dengan mengu-rangi pengeluaran untuk tembakau dan me-nambah pengeluaran untuk pangan lainnya.

    Proporsi pengeluaran buah, bahan minum-an, mie dan ketela, pada setiap tingkat ketahan-an pangan, baik rumah tangga di perkotaanmaupun di pedesaan, kesemuanya masing-ma-sing kurang dari 6 persen (Tabel 4).

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    9/18

    Jurnal Ekonomi PembangunanVolume 11, Nomor 2, Desember 2010: 236-253244

    Tabel4.Ra

    ta-rataPengeluaranperKomoditiPanganMenurutTingkatKetahana

    nPangandanWilayahTempatTin

    ggal

    diProvinsiJawaTengah(dalamRp/m

    inggu)

    Sumber:BPS.2

    009.Susenas

    PanelMaret2008(datamentah),diolah.

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    10/18

    Pola Pengeluaran Pangan (Yunastiti dkk.) 245

    Untuk proporsi pengeluaran buah danbahan minuman lebih besar rumah tangga diperkotaan dibanding di pedesaan; proporsi pe-ngeluaran mie rumah tangga tahan dan kurangpangan lebih besar di pedesaan dibanding diperkotaan, sedangkan rumah tangga rentan danrawan pangan sebaliknya, lebih besar di perko-taan dibanding di pedesaan; proporsi penge-luaran ketela lebih besar rumah tangga di pede-saan dibanding di perkotaan (Tabel 4).

    Besarnya Pengeluaran per KomoditasPangan Bukan dari Pembelian

    Komoditas pangan yang dikonsumsi oleh ru-mah tangga berasal dari pembelian dan bukanpembelian. Pangan yang berasal dari bukanpembelian merupakan pangan produksi sendi-

    ri, pemberian, dan sebagainya (BPS, 2008c).Rata-rata pangan bukan pembelian rumahtangga di Jawa Tengah sebesar Rp14.680/minggu atau 11,30 persen dari jumlah keselu-ruhan pangan. Menurut komoditas pangan,rata-rata pangan bukan pembelian terbesaradalah makanan-minuman jadi Rp4.535/ming-gu (30,89 persen) dan beras Rp4.063/minggu(27,61 persen), disusul lauk-pauk Rp2.292/minggu (15,61 persen) dan buah Rp1.571/minggu (10,70 persen). Rata-rata pangan bukanpembelian terkecil adalah bahan minuman

    Rp103/minggu (0,70 persen) dan mie Rp30/minggu (0,20 persen). Menurut tingkat ketahan-an pangan, adanya perbedaan rata-rata penge-luaran pangan bukan pembelian di antarakelompok rumah tangga. Selengkapnya dapatdilihat dalam Tabel 5.

    Berdasar data Tabel 5, rumah tangga rentanpangan mempunyai rata-rata yang terbesar(Rp17.929 seminggu atau 13,71 persen), disusulrumah tangga rawan pangan (Rp13.167 se-minggu atau 12,03 persen), rumah tangga tahanpangan (Rp14.305 seminggu atau 9,68 persen),dan yang terkecil adalah rumah tangga kurangpangan (Rp9.665 seminggu atau 6,54 persen).Rumah tangga rentan dan rawan pangan ada-lah rumah tangga yang mempunyai penda-patan lebih kecil dibanding dengan dua kelom-pok rumah tangga lainnya (Tabel 5), sehinggabisa dipahami apabila rata-rata pangan bukanpembelian pada kedua kelompok rumah tanggatersebut lebih besar dibanding dengan dua

    kelompok rumah tangga lainnya.Rata-rata pengeluaran pangan bukan pem-

    belian dilihat menurut tingkat ketahanan pa-ngan dan per komoditas pangan (Tabel 5), padatiga kelompok rumah tangga menurut tingkatketahanan pangan, yaitu tahan pangan, rentandan rawan pangan, menunjukkan pola yangsama dengan total rumah tangga di Jawa Te-ngah, rata-rata pangan bukan pembelian terbe-sar adalah makanan-minuman jadi dan beras,disusul lauk-pauk dan buah. Pada rumah tang-ga kurang pangan, rata-rata pangan bukanpembelian terbesar adalah beras dan makanan-minuman jadi, disusul lauk-pauk dan buah.Rata-rata pangan bukan pembelian terkecil pa-da setiap kelompok rumah tangga adalahbahan minuman dan mie.

    Menurut tingkat ketahanan pangan dan

    wilayah tempat tinggal di Jawa Tengah (Tabel5), secara total rumah tangga menunjukkanadanya perbedaan rata-rata pengeluaran pa-ngan bukan pembelian antara rumah tanggaperkotaan dan pedesaan. Rata-rata pangan bu-kan pembelian rumah tangga di wilayah pede-saan (Rp16.976 seminggu atau 14,70 persen)lebih besar dibanding dengan rumah tangga diwilayah perkotaan (Rp11.141 seminggu atau7,33 persen). Hasil ini menunjukkan rumahtangga di wilayah pedesaan mempunyai rata-rata pangan bukan pembelian hampir dua kali

    lipat dibanding rumah tangga di wilayah per-kotaan. Kondisi yang sama berlaku untuk rata-rata pangan bukan pembelian menurut wilayahdan tingkat ketahanan pangan, bahwa padasetiap kelompok rumah tangga menurut tingkatketahanan pangan, rumah tangga di wilayahpedesaan mempunyai rata-rata pangan bukanpembelian lebih besar dibanding dengan rumahtangga di perkotaan, hampir dua kali lipat.

    Lebih besarnya pangan bukan pembelianpada rumah tangga di wilayah pedesaan di-banding rumah tangga di wilayah perkotaan,

    disebabkan pedesaan adalah penghasil pangandan perkotaan bukan penghasil pangan. Seba-gai penghasil pangan, rumah tangga di pede-saan dapat memenuhi kebutuhan panganmelalui produksi sendiri, menanam tanamanpangan di pekarangan, ladang ataupun sawah.Rumah tangga juga dapat memenuhi kebutuh-an pangan hewani dengan beternak sendiri.

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    11/18

    Jurnal Ekonomi PembangunanVolume 11, Nomor 2, Desember 2010: 236-253246

    Tabel5.Rata-rataPang

    anBukandariPembelianperKom

    oditasMenurutTingkatKetahananPangandanWilayahTempatTinggaldiProvinsi

    JawaTengah(dalamRp/minggu)

    Keterangan:angkadalam

    kurungadalahpersentasedarijumlah;*tida

    ksignifikan(tidakberbeda);**jumlahpengeluaranpangan(pembelian+bukanpembelian)

    Sumber:BPS.2

    009.Susena

    sPanelMaret2008(datamentah),diolah.

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    12/18

    Pola Pengeluaran Pangan (Yunastiti dkk.) 247

    Dilihat menurut komoditas pangan, setiaprumah tangga menurut wilayah dan tingkatketahanan pangan menunjukkan adanya per-bedaan rata-rata pengeluaran pangan bukanpembelian di antara kelompok rumah tanggapada sebagian besar komoditas pangan. Padakomoditas pangan mie, tidak terdapat perbe-daan rata-rata mie bukan pembelian antara per-kotaan dan pedesaan serta rumah tanggamenurut tingkat ketahanan pangan, kecualirumah tangga tahan pangan. Pada makanan-minuman jadi hanya pada rumah tanggakurang pangan yang menunjukkan tidak adaperbedaan antara perkotaan dan pedesaan.Pada tembakau, tidak terdapat perbedaan rata-rata tembakau bukan pembelian antara perko-taan dan pedesaan serta rumah tangga menuruttingkat ketahanan pangan, kecuali rumah tang-

    ga rentan pangan. Dirinci per komoditas pa-ngan, di perkotaan rata-rata pangan bukanpembelian terbesar adalah makanan-minuman

    jadi dan beras, sedangkan di pedesaan, rata-ratapangan bukan pembelian terbesar adalah berasdan makanan-minuman jadi. Rata-rata panganbukan pembelian terkecil adalah sama padasetiap rumah tangga menurut wilayah dantingkat ketahanan pangan, di perkotaan dan dipedesaan, yaitu bahan minuman dan mie.

    Besarnya Pangsa Pengeluaran per Komoditas

    Pangan

    Nilai pengeluaran per komoditas pangan ada-lah pengeluaran per komoditas pangan dalamRp/bulan. Pangsa pengeluaran per komoditaspangan merupakan proporsi pengeluaran perkomoditas pangan terhadap nilai keseluruhanpengeluaran (pangan dan non pangan). Rumahtangga di Jawa Tengah mempunyai rata-ratanilai pengeluaran pangan sebesar Rp555.562sebulan dan rata-rata pangsa pengeluaran pa-ngan sebesar 0,5744. Menurut tingkat ketahan-

    an pangan, rumah tangga tahan dan rentanpangan mempunyai rata-rata nilai pengeluaranpangan sebulan (masing-masing Rp633.524 un-tuk tahan pangan dan Rp560.617 untuk rentanpangan) lebih besar dibanding kelompok ru-mah tangga kurang dan rawan pangan (ma-sing-masing Rp486.990 untuk kurang pangandan Rp469.195 untuk rawan pangan). Seleng-kapnya rata-rata nilai dan pangsa pengeluaran

    per komoditas pangan menurut tingkat keta-hanan pangan dan wilayah tempat tinggal da-pat dilihat dalam Tabel 6.

    Pangsa pengeluaran pangan menurut ting-kat ketahanan pangan, rumah tangga tahan dankurang pangan mempunyai pangsa penge-luaran lebih kecil (masing-masing 0,4576 untuktahan pangan dan 0,4662 untuk kurang pangan)dibanding kelompok rumah tangga rentan danrawan pangan (masing-masing 0,6803 untukrentan pangan dan 0,6676 untuk rawan pangan)(Tabel 6).

    Menurut alokasi per komoditas pangan(Tabel 6), secara total rumah tangga, rata-ratapangsa pengeluaran pangan terbesar berturut-turut adalah lauk-pauk (0,1573), makanan-mi-numan jadi (0,1375) dan beras (0,1029), sedang-kan yang terkecil adalah ketela (0,0043). Dilihat

    menurut tingkat ketahanan pangan, pada setiaptingkat ketahanan pangan, rata-rata pangsapengeluaran lauk-pauk dan makanan-minuman

    jadi merupakan pangsa yang terbesar (antara0,11-0,19), serta ketela yang terkecil (antara0,002-0,005). Kesemua pangsa pengeluaran pa-ngan rumah tangga tahan dan kurang panganlebih kecil dari rumah tangga rentan dan rawanpangan. Lebih kecilnya kesemua pangsa penge-luaran pangan rumah tangga tahan dan kurangpangan dibanding rumah tangga rentan danrawan pangan, dilatarbelakangi lebih tingginya

    pendapatan rumah tangga tahan dan kurangpangan dibanding rumah tangga rentan danrawan pangan (Tabel 3).

    Selanjutnya data Tabel 6, pangsa pengeluar-an beras rumah tangga rentan dan rawan pa-ngan (berturut-turut 0,1214 dan 0,1382) jauhlebih besar dibanding rumah tangga tahan dankurang pangan (berturut-turut 0,0680 dan0,0928). Pangsa pengeluaran pangan hewanirumah tangga kurang pangan merupakan yangterkecil (0,0505) diantara empat katagori tingkatketahanan pangan yang ada (0,0607; 0,0614 dan

    0,0659 berturut-turut untuk rumah tanggatahan, rentan dan rawan pangan). Pangsapengeluaran tembakau rumah tangga rawandan rentan pangan merupakan yang terbesar(berturut-turut 0,0646 dan 0,0601) diantara em-pat katagori tingkat ketahanan pangan yangada (0,0339 dan 0,0360 berturut-turut untukrumah tangga tahan dan kurang pangan).

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    13/18

    Jurnal Ekonomi PembangunanVolume 11, Nomor 2, Desember 2010: 236-253248

    Tabel6.Rata-rataNi

    laidanPangsaPengeluaranperKo

    moditasPanganMenurutTingkatKetahananPangandanWilayahTe

    mpatTinggal

    diProvinsiJawaTengah

    Keterangan:Nilai=dalamR

    p/bulan,angkadalamkurungadalahpangs

    apengeluarandarinilaipangandannonpan

    gan.

    Sumber:BPS.2

    009.Susenas

    PanelMaret2008(datamentah),diolah.

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    14/18

    Pola Pengeluaran Pangan (Yunastiti dkk.) 249

    Pangsa pengeluaran bahan minuman, miedan ketela adalah yang terkecil, masing-masingkurang dari 0,0200.

    Rata-rata pangsa pengeluaran panganmenurut tingkat ketahanan pangan dan wila-

    yah tempat tinggal (Tabel 6), secara total rumahtangga, rata-rata pangsa pengeluaran panganrumah tangga di wilayah perkotaan lebih kecil(0,5354) dibanding rumah tangga di wilayahpedesaan (0,5996). Kondisi yang sama berlakuuntuk rata-rata pangsa pengeluaran panganmenurut wilayah tempat tinggal dan tingkatketahanan pangan, bahwa pada setiap kelom-pok rumah tangga menurut tingkat ketahananpangan, rumah tangga di wilayah perkotaanmempunyai rata-rata pangsa pengeluaran pa-ngan lebih kecil dibanding rumah tangga diwilayah pedesaan, kecuali pangsa pengeluaranmakanan dan minuman jadi (lebih besar diwilayah pedesaan dibanding perkotaan).

    Secara rinci dilihat per komoditas (Tabel 6),rumah tangga pada setiap tingkat ketahananpangan, baik di perkotaan maupun di pede-saan, pangsa pengeluaran pangan terbesaradalah lauk-pauk dan makanan-minuman jadi,serta terkecil adalah ketela. Selain itu, kesemuapangsa pengeluaran pangan lebih rendah diperkotaan dibanding pedesaan, serta rumahtangga tahan dan kurang pangan, baik di per-

    kotaan maupun di pedesaan, mempunyai pang-sa pengeluaran pangan lebih kecil dari rumahtangga rentan dan rawan pangan. Perbedaanpendapatan rumah tangga menurut tingkatketahanan pangan dan wilayah (Tabel 3) yangmenyebabkan fenomena tersebut.

    Konsumsi Energi Menurut TingkatKetahanan Pangan

    Rata-rata jumlah konsumsi energi rumah tang-ga di Jawa Tengah sebesar 50.819 kkal/ rumahtangga/minggu, atau 13.847 kkal/kapita, atau

    1.978 kkal/kapita/hari, dan sebesar 89,92 per-sen dari syarat kecukupan energi (Tabel 7)

    Menurut tingkat ketahanan pangan (Tabel7) menunjukkan jumlah konsumsi energi ru-mah tangga tahan dan rentan pangan (masing-masing sebesar 52.642 kkal/rumah tangga/minggu dan 55.582 kkal/minggu/rumah tang-ga) lebih besar dibanding rumah tangga kurang

    dan rawan pangan (masing-masing sebesar42.384 kkal/rumah tangga/minggu dan 45.205kkal/rumah tangga/minggu). Apabila dilihatkonsumsi energi per kapita per hari menunjuk-kan pola yang sama, bahwa rumah tanggatahan dan rentan pangan (masing-masing sebe-sar 2.265 dan 2.275 kkal/kapita/hari) lebih be-sar dibanding rumah tangga kurang dan rawanpangan (masing-masing sebesar 1.473 dan 1.498kkal/kapita/hari).

    Syarat kecukupan konsumsi energi sesuaiWidyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII(WKNPG) tahun 2004 sebesar 2.200 kkal/ka-pita/hari (Ariani dan Purwantini, 2005). Berda-sar syarat tersebut, maka konsumi energi ru-mah tangga tahan dan rentan pangan masing-masing sebesar 102,96 persen dan 103,42 persendari syarat kecukupan, sedang rumah tanggakurang dan rawan pangan masing-masingsebesar 66,96 persen dan 68,11 persen darisyarat kecukupan (Tabel 6). Dilihat menurutwilayah tempat tinggal menunjukkan rata-ratakonsumsi energi per kapita per hari pada setiaprumah tangga menurut tingkat ketahananpangan, rumah tangga di pedesaan mempunyainilai lebih besar dibanding dengan rumahtangga di perkotaan, kecuali pada rumah tang-ga kurang pangan, lebih besar di perkotaandibanding di pedesaan (Tabel 7).

    Dilihat per komoditas pangan (Tabel 7),secara total rumah tangga di Jawa Tengah, be-ras merupakan sumber utama konsumsi energirumah tangga, ditunjukkan olehnya besarnyasumbangan beras terhadap konsumsi energi,yaitu sebesar 21.552 kkal/rumah tangga/ ming-gu atau sebesar 42,41 persen. Disusul lauk-pauk(10.783 kkal/rumah tangga/minggu atau 21,22persen) dan makanan-minuman jadi (9.548kkal/rumah tangga/minggu atau 18,79 persen),bahan minuman dan pangan hewani (berturut-turut 2.863 kkal/rumah tangga/minggu atau5,63 persen untuk bahan minuman dan 2.523kkal/rumah tangga/minggu atau 4,96 persenuntuk pangan hewani). Selanjutnya buah, mie,dan ketela merupakan proporsi terkecil (ma-sing-masing antara 1.086-1.252 kkal/rumahtangga/minggu atau antara 2,14-2,46 persen) diantara komoditas pangan yang menyumbangpada konsumsi energi.

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    15/18

    Jurnal Ekonomi PembangunanVolume 11, Nomor 2, Desember 2010: 236-253250

    Tabel7.Rata-rataKonsumsiEnergiperKomoditasPanganMenurutTingkatKetahananPangandanWilayahTempatTinggal

    diProvinsiJawaTengah

    Ketarangan:angkadalamkurungadalahpersentasedarijumlah;*syaratkecukupankonsumsienergisesuaiWK

    NPGVIIItahun2004sebesar2.200kkal/kapita/hari

    Sumber:BPS.2

    009.Suse

    nasPanelMaret2008(datamentah),diolah.

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    16/18

    Pola Pengeluaran Pangan (Yunastiti dkk.) 251

    Menurut tingkat ketahanan pangan dandilihat per komoditas pangan (Tabel 7), padasetiap rumah tangga menurut tingkat ketahan-an pangan, nampak beras (38-48 persen) meru-pakan proporsi terbesar menyumbang padakonsumsi energi, disusul lauk-pauk (16-22 per-sen) dan makanan-minuman jadi (16-20 per-sen), pangan hewani dan bahan minuman(masing-masing antara 3-6 persen). Selanjutnyabuah, mie dan ketela merupakan proporsi ter-kecil (masing-masing antara 1,6-2,6 persen).Hasil tersebut menunjukkan bahwa beras seba-gai pangan pokok merupakan sumber utamakonsumsi energi rumah tangga pada setiaprumah tangga menurut tingkat ketahanan pa-ngan.

    Menurut wilayah tempat tinggal dan ting-kat ketahanan pangan (Tabel 7), sumbangan per

    komoditas pangan terhadap konsumsi energipada rumah tangga di wilayah perkotaan dandi pedesaan menunjukkan pola yang sama de-ngan total rumah tangga dan rumah tanggapada setiap tingkat ketahanan pangan, bahwasumbangan terbesar adalah beras, disusul lauk-pauk, makanan-minuman jadi, pangan hewanidan bahan minuman, serta yang terkecil adalahbuah, mie dan ketela.

    Menurut wilayah tempat tinggal dan ting-kat ketahanan pangan yang dicermati per ko-moditas pangan (Tabel 7) maka pada setiap

    rumah tangga menurut tingkat ketahanan pa-ngan, sumbangan beras, ketela, lauk-pauk ter-hadap konsumsi energi lebih kecil pada rumahtangga di perkotaan (berturut-turut 35,85-39,64persen untuk beras; 1,21-1,51 persen untukketela dan 18,02-20,92 persen untuk lauk-pauk)dibanding rumah tangga pedesaan (berturut-turut 41,50-48,76 persen untuk beras; 2,02-3,48persen untuk ketela dan 20,49-22,93 persenuntuk lauk-pauk), sedangkan sumbangan pa-ngan hewani dan makanan-minuman jadi ter-hadap konsumsi energi berlaku sebaliknya,

    rumah tangga di perkotaan (berturut-turut 4,31-7,73 persen untuk pangan hewani dan 18,54-24,16 persen untuk makanan-minuman jadi)lebih besar dibanding rumah tangga pedesaan(berturut-turut 3,48-5,33 persen untuk panganhewani dan 13,70-17,74 persen untuk makanan-minuman jadi).

    Sumbangan pangan hewani dan makanan-

    minuman jadi terhadap konsumsi energi rumahtangga di perkotaan lebih besar dibanding ru-mah tangga di pedesaan, terkait harga dan pen-dapatan rumah tangga. Harga pangan hewaniyang relatif mahal, maka daya beli atau pen-dapatan menentukan tingkat konsumsi panganhewani. Semakin tinggi pendapatan maka se-makin banyak mengkonsumsi pangan hewani.Begitu pula dengan makanan-minuman jadi,dengan pendapatan atau daya beli yang lebihtinggi memungkinkan mengkonsumsi makan-an-minuman jadi relatif lebih banyak. Penda-patan rumah tangga (yang diproksi dengan

    jumlah pengeluaran rumah tangga) di perko-taan lebih besar dibanding dengan rumahtangga pedesaan (Tabel 3). Fenomena ini yangmenyebabkan perbedaan sumbangan keduakomoditas pangan tersebut terhadap konsumsi

    energi antara rumah tangga perkotaan danpedesaan.

    SIMPULAN

    Perbedaan proporsi pengeluaran, baik panganmaupun non pangan, antara rumah tanggatahan dan kurang pangan dengan rumahtangga rentan dan rawan pangan, cukup besar(hampir dua kali lipat). Keadaan ini menunjuk-kan kesejahteraan rumah tangga pada kedua

    kelompok ketahanan pangan jauh berbeda.Pada setiap tingkat ketahanan pangan rumahtangga, pengeluaran rumah tangga untukmakanan dan minuman jadi menunjukkan pro-porsi tertinggi dibanding dengan kelompokpangan lain. Kondisi ini menunjukkan terja-dinya perubahan konsumsi rumah tangga yangmengarah pada pola makan di luar rumah. Se-makin tidak tahan pangan suatu rumah tangga,semakin tinggi proporsi pengeluaran untuktembakau, atau rumah tangga rawan panganmempunyai alokasi pengeluaran tembakau

    yang paling banyak dibanding dengan kelom-pok rumah tangga lainnya. Pada setiap kelom-pok rumah tangga menurut tingkat ketahananpangan, rumah tangga di wilayah perkotaanmempunyai proporsi pengeluaran beras lebihkecil dibanding dengan rumah tangga diwilayah pedesaan.

    Saran. (1) Berdasar hasil penelitain yang

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    17/18

    Jurnal Ekonomi PembangunanVolume 11, Nomor 2, Desember 2010: 236-253252

    menunjukkan perbedaan kesejahteraan antararumah tangga tahan dan kurang pangan de-ngan rumah tangga rentan dan rawan pangan,maka disarankan prioritas penanganan masalahketahanan pangan harus diberikan pada kelom-pok rumah tangga rentan dan rawan pangan;(2) Meningkatnya pengeluaran rumah tanggauntuk makanan dan minuman jadi perlu diwas-padai mengenai keamanan makanan jadi bagikesehatan. Dengan demikian perlu pengawasandan kontrol pemerintah sehingga pangan

    jajanan menjadi aman dan tidak membahaya-kan dari segi kesehatan; (3) Tingginya alokasipengeluaran tembakau perlu diwaspadai me-ngingat rokok membahayakan kesehatan. Ter-lebih untuk rumah tangga rawan pangan, perlumengurangi pengeluaran untuk tembakau dandialihkan untuk pengeluaran pangan lain. Pe-

    merintah perlu melakukan pelarangan melaluihimbauan serta menyediakan tempat/ruangankhusus merokok di tempat publik, membuatperaturan bagi yang merokok di sembarangtempat, mensosialisasikannya dan menegak-kannya dengan tegas.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ariani, Mewa. 2008. Keberhasilan Diversifikasi

    Pangan Tanggung Jawab Bersama. Banten:

    Badak Pos, 16-22 Juni 2008. Halaman 2.http://banten.litbang.go.id. Diakses tang-

    gal 18 Februari 2009.

    Ariani, Mewa dan Tri Bastuti Purwantini. 2005.

    Analisis Konsumsi Pangan Rumah Tangga

    Pasca Krisis Ekonomi di Propoinsi Jawa Ba-

    rat. Bogor: Puslitbang Sosial Ekonomi Per-

    tanian. http://www.deptan.go.id. Diak-

    ses tanggal 1 September 2008.

    Ariningsih, Ening. 2004. Analisis Perilaku Kon-

    sumsi Pangan Sumber Protein Hewani

    dan Nabati Pada Masa Krisis Ekonomi di

    Jawa. ICASERD Working Paper No.56.

    Pusat Penelitian dan Pengembangan So-

    sial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian

    dan Pengembangan Pertanian. Departe-

    men Pertanian.

    http://www.pse.litbang.deptan.go.id. Di-

    akses tanggal 3 Februari 2009.

    BPS. 2008a. Pengeluaran untuk Konsumsi Pen-

    duduk Indonesia per Provinsi. Jakarta: Ba-

    dan Pusat Statistik

    BPS. 2007. Buku 3. Survei Sosial Ekonomi/Na-

    sional. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

    BPS. 2008b. Kuesioner Survei Sosial Ekonomi

    Nasional 2008. Keterangan Pokok Rumah

    Tangga dan Anggota Rumah Tangga.

    VSENP2008.K. Panel Maret 2008. Jakarta:

    Badan Pusat Statistik.

    BPS. 2008c. Kuesioner Survei Sosial Ekonomi

    Nasional 2008. Modul Konsumsi/Penge-

    luaran dan Pendapatan Rumah Tangga.

    VSENP08.M. Panel Maret 2008. Jakarta:

    Badan Pusat Statistik.

    BPS. 2008d. Raw Data Survei Sosial Ekonomi/

    Nasional Provinsi Jawa Tengah. Modul

    Konsumsi/Pengeluaran Rumah Tangga

    dan Pendapatan. Panel Maret 2008.

    Jakarta : Badan Pusat Statistik.

    LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia),

    2004. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

    VIII. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era

    Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakar-

    ta, 17-19 Mei 2004. http://www.google.

    com. Diakses tanggal 5 Juni 2009.

    Maxwell, D; C. Levin; M.A. Klemeseau; M.Rull;

    S. Morris and C.Aliadeke. 2000. Urban

    Livelihoods and Food Nutrition Security

    in Greater Accra, Ghana. IFPRI in Col-

    laborative with Noguchi Memorial for

    Medical Research and World Health Or-

    ganization. Research Report No.112. Was-

    hington, D.C.

    Purwaningsih, Yunastiti. 2008. Ketahanan Pa-

    ngan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan

    dan Pemberdayaan Masyarakat. JurnalEkonomi Pembangunan. Surakarta: Balai

    Penelitian dan Pengembangan Ekonomi

    Fakultas Ekonomi Universitas Muham-

    madiyah Surakarta. Vol. 9 No.1 Hal 1-27.

    Purwaningsih, Yunastiti. 2010. Analisis Per-

    mintaan Pangan pada Berbagai Tingkat

    Ketahanan Pangan Rumah Tangga di

  • 7/24/2019 327-560-1-SM

    18/18

    Pola Pengeluaran Pangan (Yunastiti dkk.) 253

    Provinsi Jawa Tengah. Disertasi Program

    Doktor (S3) Ekonomi Pertanian UGM

    Yogyakarta.

    Rachman, Handewi P.S, Mewa Ariani dan TB

    Purwantini. 2005. Distribusi Provinsi di

    Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pa-ngan Rumah Tangga. Bogor: Pusat Analisis

    Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

    http://www.deptan.go.id. Diakses tang-

    gal 13 Juni 2008.

    Saliem, Handewi P dan Ening Ariningsih. 2008.

    Perubahan Konsumsi dan Pengeluaran

    Rumah Tangga di Perdesaan: Analisis Da-

    ta SUSENAS 1999-2005. Makalah disam-

    paikan pada Seminar Nasional DINAMI-

    KA PEMBANGUNAN PETANIAN DANPERDESAAN. Bogor: Pusat Analisis So-

    sial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 19

    November 2008. http://google.com. Di-

    akses 5 Juni 2000.