31-38 Lalu Harland Putra

8
83 Latar Belakang Korupsi di Indonesia sudah menyebar di berbagai aspek termasuk aspek pelayanan publik dalam bidang kesehatan, banyak realitas yang menunjukkan bahwa pelayanan publik bidang kesehatan seringkali menjadi konsumsi publik masyarakat Indonesia seperti kebijakan- kebijakan pemerintah yang tidak tersalurkan dengan baik. Penyimpangan kebijakan yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat namun ada oknum yang memanfaatkan kebijakan itu untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Tidak hanya penyimpangan kebijakan, tetapi kualitas kebijakan yang tersalurkan tersebut tidak sesuai dengan seharusnya seperti adanya diskriminasi bagi masyarakat yang memiliki kelemahan secara ekonomi dan sosialnya sehingga seharusnya masyarakat yang lemah itu merasakan kebijkan pemerintah untuk membantu kehidupannya justru menjadi korban penyimpangan-penyimpangan tersebut. Berikut data kasus korupsi yang terjadi. Berdasar hasil penelitian ICW terhadap 103 kasus tindak pidana korupsi dengan 166 terdakwa yang ditangani pengadilan umum selama periode 1 Januari - 10 Juli 2010. Berdasarkan pemantauan pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya” (pasal 12B ayat (1) UU 20 tahun 2001). Jika terbukti ada unsur gratifikasi, maka jaksa yang diduga menyimpang dapat dijerat * Alumni Program Sarjana S1 Departemen Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Pelayanan Publik Bidang Kesehatan: Advokasi ICW untuk Pasien Miskin di Jabodetabek Lalu Harland Putra R * Abstrak Penelitian advokasi sudah banyak dilakukan, namun penelitian yang membicarakan mengenai kesehatan masih sangat jarang dilakukan. Skripsi ini membicarakan tentang masalah kebijakan mengenai kesehatan untuk masyarakat miskin. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana proses ICW mengadvokasi pasien miskin untuk memperjuangkan haknya untuk berobat gratis di rumah sakit. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif di mana yang menjadi subyek penelitian di sini adalah ICW (Indonesia Corruption Watch) sebagai Organisasi non Pemerintahan. Melalui wawancara langsung dan melalui email dengan ketua koordinator divisi Monitoring dan Pelayanan Publik. Hasilnya menunjukkan bahwa ICW sebagai organisasi non pemerintahan sebagai aktor yang mendesak untuk segera disahkan kebijakan mengenai RUU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kepada pemerintah. Hasil penelitian ini ICW mengusulkan RUU BPJS untuk kemudahan bagi pasien miskin, di mana untuk menggantikan kebijakan sebelumnya yaitu Jamkesmas yang masih banyak dikeluhkan pasien miskin. RUU BPJS ini nantinya akan menjadi payung bagi pelakasanaan sistem jaminan sosial seperti kesehatan dan lain sebagainya. Keberadaan BPJS diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit bagi pasien miskin. Selain itu BPJS akan menjadi penyelenggara jaminan sosial kesehatan yang akan menjamin biaya pengobatan seluruh rakyat Indonesia layanan kesehatan pada penyedia layanan kesehatan termasuk rumah sakit. Maksud advokasi yang dilakukan oleh ICW ini adalah merubah kebijakan Jamkesmas sebelumnya yang di nilai masih belum berjalan sempurna. Di sini akhirnya ICW mengusulkan kebijakan RUU BPJS kepada pemerintah selaku pembuat kebijakan, untuk menyelesaikan permasalahan mengenai kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. Kata-Kata Kunci : ICW, advokasi, kebijakan BPJS

description

bermanfaat

Transcript of 31-38 Lalu Harland Putra

  • 83

    Latar BelakangKorupsi di Indonesia sudah menyebar di

    berbagai aspek termasuk aspek pelayananpublik dalam bidang kesehatan, banyak realitasyang menunjukkan bahwa pelayanan publikbidang kesehatan seringkali menjadi konsumsipublik masyarakat Indonesia seperti kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak tersalurkandengan baik. Penyimpangan kebijakan yangseharusnya dinikmati oleh masyarakat namunada oknum yang memanfaatkan kebijakan ituuntuk keuntungan pribadi atau kelompok.

    Tidak hanya penyimpangan kebijakan,tetapi kualitas kebijakan yang tersalurkantersebut tidak sesuai dengan seharusnya sepertiadanya diskriminasi bagi masyarakat yangmemiliki kelemahan secara ekonomi dansosialnya sehingga seharusnya masyarakat

    yang lemah itu merasakan kebijkan pemerintahuntuk membantu kehidupannya justru menjadikorban penyimpangan-penyimpangantersebut.

    Berikut data kasus korupsi yang terjadi.Berdasar hasil penelitian ICW terhadap 103kasus tindak pidana korupsi dengan 166terdakwa yang ditangani pengadilan umumselama periode 1 Januari - 10 Juli 2010.Berdasarkan pemantauan pemberian uang,barang, rabat (discount), komisi, pinjamantanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitaspenginapan, perjalanan wisata, pengobatancuma-cuma, dan fasilitas lainnya (pasal 12Bayat (1) UU 20 tahun 2001).

    Jika terbukti ada unsur gratifikasi, makajaksa yang diduga menyimpang dapat dijerat

    * Alumni Program Sarjana S1 Departemen Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

    Pelayanan Publik Bidang Kesehatan: Advokasi ICW untukPasien Miskin di Jabodetabek

    Lalu Harland Putra R*

    AbstrakPenelitian advokasi sudah banyak dilakukan, namun penelitian yang membicarakan mengenai kesehatanmasih sangat jarang dilakukan. Skripsi ini membicarakan tentang masalah kebijakan mengenai kesehatanuntuk masyarakat miskin. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana proses ICW mengadvokasi pasienmiskin untuk memperjuangkan haknya untuk berobat gratis di rumah sakit. Penelitian ini merupakan penelitiankualitatif di mana yang menjadi subyek penelitian di sini adalah ICW (Indonesia Corruption Watch) sebagaiOrganisasi non Pemerintahan. Melalui wawancara langsung dan melalui email dengan ketua koordinatordivisi Monitoring dan Pelayanan Publik. Hasilnya menunjukkan bahwa ICW sebagai organisasi nonpemerintahan sebagai aktor yang mendesak untuk segera disahkan kebijakan mengenai RUU BPJS (BadanPenyelenggara Jaminan Sosial) kepada pemerintah. Hasil penelitian ini ICW mengusulkan RUU BPJS untukkemudahan bagi pasien miskin, di mana untuk menggantikan kebijakan sebelumnya yaitu Jamkesmas yangmasih banyak dikeluhkan pasien miskin. RUU BPJS ini nantinya akan menjadi payung bagi pelakasanaansistem jaminan sosial seperti kesehatan dan lain sebagainya. Keberadaan BPJS diharapkan dapat meningkatkankualitas pelayanan rumah sakit bagi pasien miskin. Selain itu BPJS akan menjadi penyelenggara jaminansosial kesehatan yang akan menjamin biaya pengobatan seluruh rakyat Indonesia layanan kesehatan padapenyedia layanan kesehatan termasuk rumah sakit. Maksud advokasi yang dilakukan oleh ICW ini adalahmerubah kebijakan Jamkesmas sebelumnya yang di nilai masih belum berjalan sempurna. Di sini akhirnya ICWmengusulkan kebijakan RUU BPJS kepada pemerintah selaku pembuat kebijakan, untuk menyelesaikanpermasalahan mengenai kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat.

    Kata-Kata Kunci : ICW, advokasi, kebijakan BPJS

  • Jurnal Politik Indonesia, Vol 1 No.2, Oktober-Desember 2012, 31-3884

    dengan UU No. 20 tahun 2001 pada pasal 11 danpasal 12 B dengan masing-masing ancamanhukuman 1-5 tahun dan 4-20 tahun(antikorupsi.org). Selain itu ICW juga menemukandata tentang bagaimana pelayanan RS bagi pasienmiskin. Dari hasil riset dengan metode Citizen Re-port Card (CRC) menunjukan 87,5 persen tidakpernah ditolak oleh pihak rumah sakit, namun 12,5persen pernah ditolak oleh rumah sakit denganberbagai alasan seperti, penuhnya daya tampungrumah sakit, administrasi yang diajukan pasientidak lengkap, dan peralatan rumah sakit tidakcukup lengkap dalam menangani pasien. Kemudianjuga masih ada pungutan uang dalam administrasi.

    Adapula permasalahan yang dihadapi dalampelayanan publik di bidang kesehatan yaitu RSyang arogant dan antikritik. Respons pihak rumahsakit akhir-akhir ini terkait keluhan pasien miskincenderung bias dan kurang bijaksana. Pengelolarumah sakit cenderung defensif dan menyalahkanpasien yang mengungkapkan keluhan pelayananrumah sakit pada publik. Pasien miskin yangberani mengungkapkan keluhan pelayanan rumahsakit justru diperlakukan diskriminatif, diabaikandan dipersulit dalam pelayanan rumah sakit.

    Masalah ini dialami oleh dua pasien miskinpemegang kartu Jamkesmas dan SKTM, Aswanahdan Asmiah, yang memberikan testimonipelayanan rumah sakit dihadapan tiga pejabatKemenkes. Pasca testimoni, dua pasien miskin initernyata belum mendapatkan perawatan dantindakan signifikan dari pihak RSUD Tangerang.Sebaliknya, dua pasien ini diduga mendapatkaninformasi bias tentang penyakit dan pelayananrumah sakit. Informasi tersebut antara lain seperti,mata pasien akan buta kalau operasi tetap dilakukanatau RSUD Tangerang tak mampu mengoperasimata Aswanah dan harus menunggu dokter ahlidari Jakarta.

    Melihat peran dan posisi ICW di negara Indo-nesia yang memiliki kekuatan tersendiri. Penulistertarik untuk membahas lebih tentang peran ICWdalam menganani permasalahan pelayanan dankebijakan publik di dalam realita kehidupan di In-donesia, seperti dalam pelayanan kesehatan diRumah Sakit Jakarta. Banyak pengaduanmasyarakat tentang diskriminasi pelayanan bagimereka yang miskin, mulai dari ada pungutan liardalam pembuatan Jamkesmas.

    Banyak jamkesmas yang tidak tepat sasarandalam arti tidak semua masyarakat miskin yangbisa mendapatkan jamkesmas tetapi orang yangtermasuk golongan masyarakat mampu pun bisamendapatkan jamkesmas dan juga sampai ketikamereka (masyarakat miskin) sudah memiliki

    jamkesmas, seperti mereka masih mendapatkanperlakuan diskriminatif dari pihak RS yaitumendapatkan pelayanan buruk.

    Cara ICW dalam menjalankan perannyabanyak aktifitas yang dilakukan oleh masyarakatyaitu ICW bersama warga dan keluarga pasienakan melakukan aksi simpatik di Kemenkes hariSelasa 23 Februari 2010 pukul 10.00 pagi. Aksi inisebagai simbol atas tuntutan agar rumah sakit tidakarogan dan antikritik terhadap keluhan yangdisampaikan oleh pasien miskin pemegang kartujamkesmas, gakin dan sktm. Dalam aksi ini jugaakan menemui pejabat Ditjen Yanmed Kemenkesterkait keluhan pasien rumah sakit(www.antikorupsi.org).

    Di sini ICW berperan untuk mendesak DPRdan kementerian kesehatan untuk membuatkebijakan publik yang bersifat substansial yaitudikarenakan banyaknya rumah sakit yangmenolak dan menyandera pasien miskin sehinggaICW mendesak pemerintah agar membuat BadanPengawas Rumah Sakit (BPRS) dan juga BadanPenyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

    Adapun survey yang dilakukan oleh ICWdalam pelayanan publik bidang kesehatan yangdilaporkan di kementrian kesehatan, ada 9 poinpermasalahan yang ditemukan yakni: pasien masihmengeluhkan pelayanan RS, pasien perempuanlebih banyak mengalami diskriminasi, diskriminasipelayanan RS terhadap pasien miskin (penggunaSKTM), penolakan RS terhadap pasien miskin, RSmasih meminta uang muka kepada pasien, masihada pungutan dalam mendapatkan kartu jaminanberobat, pasien miskin masih sulit mengakses obat,masih ada keluhan terkait fasilitas dan sarana RSyang buruk, serta berobat gratis belum terealisasisepenuhnya.

    Keluhan merupakan salah satu hak pasienyang dijamin oleh UU No 44 Tahun 2009 tentangRumah Sakit. Dalam pasal 32 point r dengan tegasditetapkan bahwa pasien dapat mengeluhkanpelayanan rumah sakit melalu media cetak danelektronik. Bahkan, pasien juga dapat menggugatdan menuntut rumah sakit apabila rumah sakitdiduga memberikan pelayanan tidak sesuai standar.Selain itu, dalam undang-undang ini juga dinyatakanbahwa rumah sakit berkewajiban untukmemberikan informasi yang benar tentangpelayanan rumah sakit (pasal 29 ayat (1) point a).

    Melihat peran dan tindakan yang dilakukanICW dari berbagai aspek dalam kebijakanpemerintah, dapat terlihat bahwa ICW adalah LSMyang seringkali memberikan kontribusi kepadanegara sebagai lembaga mengontrol negara. ICWsalah satu bentuk dari civil society diharapkan

  • 85Lalu Harland Putra R: Pelayanan Publik Bidang Kesehatan: Advokasi ICW untuk Pasien Miskin di Jabodetabek

    menjadi wahana bagi proses demokratisasi di In-donesia.

    Kebijakan PublikDalam sebuah sistem politik, sebuah

    keputusan atau kebijakan politik atau kebijakannegara (public policy), merupakan suatu hal yangvital, karena keputusan merupakan out-put, danakan selalu mempengaruhi bekerjanya sistemtersebut. Sebuah keputusan merupakan hasil daripilihan serangkaian alternative, pilihan tersebutdipilih dengan harapan dapat mengatasi segalapersoalan yang terjadi atau mungkin akan terjadi,keputusan tersebut lahir dengan disertai adanyapatokan khusus, patokan tersebut antara lain,ideologi, undang-undang, agama, dan sebagainya.

    Oleh karena itu maka yang dimaksud dengankebijakan ialah serangkaian keputusan yang dipiliholeh pemerintah atau elit politik, untukmenetapkan, melaksanakan, atau tidakmelaksanakan, dalam kaitannya dengan adanyasuatu permasalahan guna kebaikan bersamamasarakat. Kebijakan publik, tidak lain merupakanserangaian pilihan tindakan pemerintah untukmenangani masalah yang ada di kehidupanmasyarakat (Wibawa, 1994: 51).

    Wiliiam N. Dunn menyebut istilah kebijakanpublik dalam bukunya yang berjudul AnalisisKebijakan Publik, pengertian Kebijakan Publik(Public Policy) adalah pola ketergantungan yangkompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang salingbergantung, termasuk keputusan-keputusan untuktidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantorpemerintah (Dunn, 2003:132).

    Wiliiam N. Dunn menyebut istilah kebijakanpublik dalam bukunya yang berjudul AnalisisKebijakan Publik, pengertiannya sebagai berikut:

    Kebijakan Publik (Public Policy) adalah polaketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihankolektif yang saling bergantung, termasukkeputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yangdibuat oleh badan atau kantor pemerintah (Dunn,2003:132).

    Kebijakan publik sesuai apa yangdikemukakan oleh Dunn mengisyaratkan adanyapilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satudengan yang lainnya, dimana didalamnyakeputusan-keputusan untuk melakukan tindakan.Kebijakan publik yang dimaksud dibuat oleh badanatau kantor pemerintah. Suatu kebijakan apabilatelah dibuat, maka harus diimplementasikan untukdilaksanakan oleh unit-unit administrasi yangmemobilisasikan sumber daya finansial danmanusia, serta dievaluasikan agar dapat dijadikansebagai mekanisme pengawasan terhadap

    kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakanitu sendiri.

    Jika dilihat antara advokasi kebijakan publikdengan analisis kebijakan publik ada perbedaanyang bisa dijelaskan secara singkat. Dalam analisiskebijakan publik yang dilakukan adalahmenganalisis pembentukan, subtansi dan dampakdari kebijakan-kebijakan tertentu. Sedangkanadvokasi kebijakan (policy Advocacy) secarakhusus berhubungan dangan apa yang harusdilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintahdengan menganjurkan kebijakan tertentu melaluidiskusi, persuasi maupun aktivitas politik.

    Di sini advokasi kebijakan dapat didekatidengan kerangka Advocacy Coalition Framework(ACF). ACF merupakan suatu cara yang bergunauntuk menhilangkan kesenjangan antaraperumusan kebijakan dengan implementasinyadalam meneliti aktivitas subsystem kebijakan(Helco, 1998; Sabatier, 1996 dalam Trisnawati,2005). Advocacy Coalition Frameworkmenawarkan suatu mekanisme untuk menjelaskanperubahan kebijakan (policy change) setiap saat,dan didasarkan pada premis bahwa sub-subsystemkebijakan merupakan unit analisis terpenting, dansangat diperlukan untuk memahami kebijakan(Jenkins-Smith dan Sabatier, 1993).

    Kerangka kerja koalisi advokasi untukmenjelaskan perubahan kebijakan sepanjangdekade terakhir. Kerangka ini menekankan padaperubahan kebijakan sebagai hasil dari adanyaperubahan preferensi atau keprcayaan terhadapsebagian aktor-aktor kebijakan yang sangat kritis.Kerangka kerja koalisi advokasi (ACF) berupayamengembangkan proses perubahan kebijakandalam kurun waktu tertentu. Pendekatan iniberupaya untuk mengurangi keterbatasan dankelemahan daripada ilmu kebijakan yangcenderung hanya untuk mengetahui lingkunganyang demikian terbatas seperti dalam prosestransformasi isu kebijakan publik.

    Menurut pakar teori jaringan kerja sepertiAtikson dan Coleman (1992) menjelaskan bahwakonsep jaringan kerja kebijakan merupakan suatujaringan yang dilengkapi oleh sejumlah perangkatyang memadai untuk melawan berbagai kendalaterhadap otonomi negara. Hal ini diindikasikan olehpernyataan bahwa meskipun dalam mekanismepolitik yang sentralistik, proses pengambilankebijakan pada prakteknya terdesentralisasikansecara struktural. Atikson dan Coleman (1992)secara lebih tegas menjelaskan bahwa pada seluruhsistem politik, kebijakan adalah sangat jarangtersentralisasi secara memadai. Sejumlahdepartemen maupun kelembagaan publik dengan

  • Jurnal Politik Indonesia, Vol 1 No.2, Oktober-Desember 2012, 31-3886

    kebijakanya dapat saja mengklaim adanya satu ataulebih instrumen kebijakan yang dilakukan dalamarea kebijkan tertentu.

    PembahasanAdvokasi merupakan suatu usaha yang

    sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhidan mendesakkan terjadinya perubahan kebijakanpublik secara bertahap, melalui semua saluran danpiranti demokrasi perwakilan, proses-prosespolitik dan legislasi dalam sistem yang berlaku.Istilah advokasi sudah tidak asing lagi denganlembaga non pemerintahan yaitu ICW dalamkonteks yang peneliti bahas ini. Dulu aktivitasadvokasi hanya dilakukan oleh kaum aktivis atauelit politik. Saat ini, dalam paradigma baru tentangadvokasi untuk kesehatan masyarakat, advokasijustru meletakkan korban kebijakan kesehatansebagai subyek utama.

    Di sini titik beratnya adalah pada tujuan yanghendak dicapai, yaitu perubahan kebijakanmenyangkut kepentingan umum yaitu masyarakat.Advokasi di sini merupakan istilah yang seringdigunakan oleh lembaga swadaya masyarakat,sebuah lembaga yang mendampingi masyarakatuntuk menghadapi pemerintah. Advokasi sudahmenjadi bahasa umum dalam setiap organisasi-organisasi non pemerintah (ORNOP) di Indonesiadalam arti di sini tidak hanya lembaga anti korupsiyaitu ICW yang memakainya namun sudah di dunia,terutama selama lebih dari satu dasawarsa terakhir.

    Advokasi yang sudah dilakukan oleh ICWsudah banyak dilakukan di empat bidang tadi yaituhukum, politik, pendidikan dan kesehatan.Misalnya saja pada divisi atau bidang korupsi politikICW melakukan tiga program yang berkaitandengan pemilu. Pertama, Mendorong PeraturanKomisi Pemilihan Umum (KPU) tentang danakampanye yang transparan dan akuntabel.Mendorong Kandidat Berintegritas, bentukkomitmen integritas yang ditawarkan adalahdeklarasi daftar kekayaan kandidat dan pelaporandana kampanye kandidat sebagai bagian dariindikator kandidat berkualitas dan semangat anti-korupsi. Ketiga, Evaluasi Dana Kampanye Pemilu2009, vvaluasi dilakukan untuk menilai sejauhmana implementasi dana kampanye dijalankanselama pemilu (Annual Report, ICW 2009).

    Dalam proses advokasi di bidang kesehatan,selama tahun 2009 ICW sudah banyak melakukanbeberapa kegiatan dalam upaya mendorongpemenuhan hak kesehatan bagi warga.Diantaranya melakukan Citizen Report Card (CRC)di rumah sakit di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerangdan Bekasi. Kegiatan ini dilakukan untuk

    mendorong parsitipasi warga dalam menuntutpelayanan kesehatan yang berkualitas danterjangkau. Warga terutama kelompok miskin danperempuan penerima jaminan kesehatanmasyarakat dan kartu Gakin didorong untukmembuat rapor yang berkaitan dengan pelayananrumah sakit.

    Paling tidak ada tiga langkah dalam kegiatanCRC rumah sakit. Pertama, pemetaan masalah yangberkaitan dengan pelayanan rumah sakit yangdilakukan melalui penelitian kualitatif dankuantitatif. Kedua, penguatan bagi kelompok,misalnya dengan sharing informasi. Ketiga,advokasi dengan mensosialisasikan hasil penilaianwarga kepada pembuat kebijakan sepertiDepartement Kesehatan, komisi IX DPR RI, dinaskesehatan, dan DPRD di Jabodatabek (Annual Re-port, ICW 2009).

    Dari riset yang dilakukan ICW di tahun 2009,sebagian besar pasien miskin pemegang kartuJamkesmas, Jamkesda, Gakin, dan SKTM (70persen) mengeluhkan pelayanan rumah sakit.Keluhan terkait pelayanan administrasi, perawat,dokter, sarana dan prasarana, uang muka, obat,biaya dan layanan rumah sakit lainnya. Riset ataupenelitian terhadap pasien miskin tidak berhentidi tahun 2009, namun berlanjut ke tahunberikutnya.

    Pertama kali yang dilakukan oleh ICW untukmengadvokasi pasien miskin adalah denganmelakukan riset terlebih dahulu,riset yangdimaksud oleh ICW di sini adalah riset yangmenggunakan metode CRC (Citizen Report Cards).CRC merupakan kartu rapor yang dibuat wargauntuk menilai pelayanan yang telah disediakan olehpemerintah. Metode ini berhasil mendorongkesadaran warga untuk menilai dan memberimasukan terhadap pelayanan publik.

    Cara kerja CRC adalah denganmengkombinasikan riset kualitatif dan kuantitatifdengan Advokasi (Arsip di web ICWAntiKorupsi.org). Riset kualitatif terdiri dari studidokumen, wawancara, FGD (Focus Group Discus-sion). Sedangkan riset kuantitaif melalui surveilangsung ke lapangan. Kemudian setelah itu semuaselesai baru dikombinasikan ke advokasi. Satu halyang perlu digarisbawahi bahwa CRC bukanberbentuk sebuah opini, melainkan kenyataanatau fakta yang dihadapi warga dalam memenuhikebutuhan dasar melalui jasa layanan yangdiberikan oleh pemerintah (Pelayanan Publikdalam Persepsi Masyarakat, 2008).

    Perlu diketahui pada metode CRC, penentuanindikator dan perumusan instrumen penelitiandidasarkan kebutuhan rakyat. Hal itu dilakukan

  • 87Lalu Harland Putra R: Pelayanan Publik Bidang Kesehatan: Advokasi ICW untuk Pasien Miskin di Jabodetabek

    lewat penggalian secara partisipatif dalam sebuahkelompok diskusi (focus group discussion/ FGD).Selain itu, penggalian kebutuhan rakyat dapat pulamelalui survei terlebih dahulu terhadap layananpublik yang akan diteliti. Dengan demikian, dalammetode CRC ini, tingkat keterlibatan rakyatsangatlah terbuka luas.

    Di setiap tahun survei dilakukan dari tahun2008 hingga 2010 dengan metode survei yang samayaitu CRC. Dari setiap survei advokasi ditemukanhasil penelitian baru, dengan subyek penelitianCRC yang berbeda-beda (tiap tahun jumlah subyekbertambah). Desain survei CRC (Citizen ReportCards) yang dilakukan ICW pada responden acakpada setiap rumah sakit berjumlah 986 pasienmiskin pemegang kartu Jamkesmas, Jamkesda,Gakin dan SKTM di 19 rumah sakit pemerintah danswasta di Jabodetabek. Survei CRC yang dilakukanoleh ICW menggunakan sampel peluang (probabil-ity sample) dengan menggunakan metode samplingTwo Stage Random Sampling With PPS. MOE(Margin of Error) survei diprediksi antara tigasampai empat persen.

    Dari hasil survei tersebut diketahui pasienmiskin masih enggan menggunakan kartuJamkesmas, Jamkesda, dan Gakin di awalpengobatan karena khawatir ditolak berobatsecara halus oleh pihak rumah sakit. Alasan rumahsakit menolak pasien miskin beranekaragam. Mulaidari tempat tidur penuh, tidak punya peralatankesehatan, dokter atau obat yang memadai untuktidak menerima pengobatan pasien tersebut.Pengurusan administrasi paling banyak dikeluhkanoleh pasien miskin yaitu mencapai 47,3 persenresponden. Sementara keluhan terhadap pelayanandokter (18,2 persen), perawat (18,7 persen),petugas rumah sakit lain 18,7 persen, keluhan uangmuka (10,2 persen) serta keluhan penolakan rumahsakit dan keluhan fasilitas dan sarana rumah sakit(13,6 persen).

    Proses ICW dalam mengadvokasi pasienmiskin diawali dengan melakukan survei tentangtingkat kepuasan masyarakat tentang pelyananrumah sakit di wilayah jabodetabek dimulai padatahun 2008 sampai 2010. Metode yang digunakanadalah metode CRC, dari setiap survei ditemukanhasil penelitian baru, dengan subyek penelitianCRC yang berbeda-beda (tiap tahun jumlah subyekbertambah). Desain survei CRC (Citizen ReportCards) yang dilakukan ICW pada responden acakpada setiap rumah sakit berjumlah 986 pasienmiskin pemegang kartu Jamkesmas, Jamkesda,Gakin dan SKTM di 19 rumah sakit pemerintah danswasta di Jabodetabek.

    Dari hasil survei CRC ICW memaparkan

    bahwa tingkat pelayanan untuk pasien miskinmasih rendah. Dari hasil survei tersebut ICWmenemukan fakta di antaranya adalah :a. Masih dipungut biaya. Pihak rumah sakit masih

    meminta uang muka untuk tahap awalpenanganan, dari hasil survei CRC Pasien miskinrawat inap masih mengeluarkan biaya awalmasuk sebesar Rp. 348 ribu. Sementara biayabeli obat, periksa masing-masing sebesar Rp. 862ribu dan Rp. 226 ribu. Sedangkan pasien miskinrawat jalan mengeluarkan biaya awalpengobatan (termasuki pendaftaran) sebesarRp108 ribu dan biaya beli obat dan biaya periksamasing-masing sebesar Rp. 475 ribu dan 468ribu (hasil CRC kesehatan, 1CW 2010).

    b. Diskriminasi dari pihak rumah sakit.Kementerian kesehatan mengingatkan, bahwasetiap rumah sakit harus memberikan pelayananyang aman, bermutu, antidiskriminasi danefektif dengan mengutamakan kepentinganpasien. Petugas rumah sakit, tidak perlu lagimenanyakan pasien miskin atau tidak, ataupeserta Jamkesmas, karena semua pasien yangmasuk kelas III dijamin oleh pemerintah, ujarEndang Menteri Kesehatan (POLITIKA, 2011).

    c. Pelayanan yang lambat. Jika sudah berhubungandengan masalah kesehatan, tentu sudah tidak bisadianggap remeh atau sepele permasalahantersebut. Apalagi jika masalah kesehatan tersebutsudah berhubungan antara hidup dan matiseseorang. Jadi ketika pasien berobat di rumahsakit tentu pelayanan rumah sakit yang cepatuntuk melakukan tindakan kepada pasien sangatdiunggulkan di sini. Permasalahannya apakahpelayanan tersebut berlaku sama kepada setiappasien yang berobat ke rumah sakit, atau justrumalah menanyakan dahulu apakah pasienberstatus Jamkesmas atau pasien umum. Hal itumasih menjadi polemik di berbagai rumah sakityang berada di kawasan Jabodetabek.

    d. Fasilitas rumah sakit yang kurang memadai.Tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas yangbaik dan mampu memuaskan pasien yangsedang sakit. Adapun fasilitas yang lengkap danterjamin pelayanannya, rumah sakit tersebutdikhususkan untuk masyarakat kelas atas. Darifakta di lapangan masih banyak ditemukanrumah sakit yang tidak banyak memiliki fasilitasalat-alat kesehatan yang memadai untukmasyarakat miskin.

    e. Sulit mendapatkan obat. Dari temuan surveimelalui metode CRC diatas ICW tergerak untukmelakukan penanganan lebih lanjut dalamproses untuk mengadvokasi kebijakanmengenai kesehatan. Kebijakan yang nantinya

  • Jurnal Politik Indonesia, Vol 1 No.2, Oktober-Desember 2012, 31-3888

    akan menjadi sebuah benteng bagi masyarakatmiskin untuk mendapatkan haknya berobatgratis di rumah sakit. Proses advokasi yangdilakukan oleh ICW untuk mendampingikebijakan tentang kesehatan, supaya kebijakantersebut lebih mendukung masyarakat miskinbisa berobat gratis tanpa menemukanpermasalahan.

    Aktor non-pemerintah ini, merupakanperwujudan masyarakat yang peduli terhadapupaya pemberantasan korupsi dan ketidakadilanyaitu untuk menuntaskan agenda reformasi di In-donesia (H.Paris Lindsey, 2002) dalam (NantoWibowo Setiawan, 2010). Mengingat pelakuutama korupsi adalah negara dan sektor bisnis, danmasyarakatlah yang senantiasa menjadi korban,Indonesia Corruption Watch menjadi bagian darikomponen masyarakat yang kritis untukmemberikan wacana tandingan dalam mengawasiagenda pemberantasan korupsi di Indonesia.

    Hamid Abidin dan Mimin Rukmini, (2004)dalam Nanto Wibowo Setiawan, (2010)menjelaskan bahwa masyarakat sipil dalam bentukorganisasi non-pemerintah kini hadir dalam setiapbidang kehidupan dan menjadi penggerak utamaarus perubahan di dalam masyarakat dan memilikikemampuan untuk mempengaruhi kebijakanpemerintahan serta sistem politik di Indonesia,sekalipun terkadang melawan aktor-aktor utamayaitu pemerintah sebagai aktor pemegangkebijakan publik.

    Organisasi non-pemerintah dalam hal ini ICWmempunyai peran untuk mendorong dinamikasosial dan politik di masyarakat. Kepedulian nyatadan wacana-wacana kritis dalam mengusung tema-tema pemberantasan dan gerakan anti-korupsi,menunjukkan bahwa gerakan organisasi non-pemerintah memiliki keberanian terhadappemerintah sebagai pemegang kebijakan publik.(H.Lindsey Parris, 2000) dalam (Hamid Basyaib,2000) Mencuri Uang Rakyat 16 Kajian Korupsi diIndonesia buku 4 Mencari Paradigma Baru,mengemukakan pandangannya bahwa:

    LSM adalah kekuatan yang paling tepat untukberada di baris terdepan dalam perjuangan anti-korupsi karena mereka mandiri dari pemerintahdan dunia bisnis. Setelah menyatakan pilihannyapada LSM untuk menjadi ujung tombak gerakananti-korupsi di Indonesia, ia bertanya: mampukahmereka? Lindsey lalu meninjau dari segi Budayapara pemimpin gerakan anti korupsi. Merekabiasanya berumur 30-an, mampu berbicara dalambahasa inggris, dan punya akses ke budaya Baratdan Internasional

    Hal yang menjadi permasalahan cukup pelik

    dalam proses advokasi ICW untuk pasien miskinterbentur oleh birokrasi pemerintah yang cepatskali berubah merupakan masalah utama dalamproses advokasi tersebut. Birokasi merupakanmasalah yang tidak hanya ada di sektor kesehatansaja bahkan secara menyeluruh yang berkaitandengan pemerintah bakunya aturan daripemerintah ini merupakan satu masalah yang takkunjung usai dari tahun ketahun.

    Ketidaktepatan Jamkesmas bukan masalahyang dihadapi satu-satunya, setelah masyarakatyang berhak mendapatkan Jamkesmas,permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat ituadalah pelayanan yang tidak sesuai. Inidikarenakan kurangnya sosialisasi tentangJamkesmas, sehingga banyak pasien yang masihsaja dipungut biaya meski pasien tersebut memilikikartu Jamkesmas(Kompas, 9 Februari 2010).Banyak masyarakat yang tidak tahu Jamkesmas ituapa dan digunakan untuk apa ini dikarenakankurangnya sosialisasi dari pemerintah tentangpenggunaan Jamkesmas dan prosedur untukmembuat Jamkesmas.

    Dari penjelasan awal, dijelaskan bahwa ICWadalah organisasi non pemerintah dengankoordinasi organisasi yang mandiri. ICWmerupakan lembaga independen yang berstatuslembaga asosiasional yang berdiri sendiri, tidakdibawah naungan pemerintah. Sudah sangat jelasICW merupakan organisasi non-pemerintah yangaktivitasnya dari bagian apa yang sekarang disebutsebagai civil-society atau masyarakat madani,jaringan advokasi antarnegara serta gerakan-gerakan sosial.

    ICW merupakan lembaga non pemerintah,mereka jelas tidak mempunyai kewenangan untukmerubah kebijakan secara sepihak. Mengingat sta-tus mereka hanya sebagai lembaga swadayamasyarakat, mereka hanya memiliki kewenangansebatas merumuskan kebijakan dan mengawalkebijakan tersebut hingga disidangkan ke dalamperumusan kebijakan di sidang paripurna dikomisi IX DPR RI.

    Lembaga ini merupakan lembaga yang murniuntuk membantu masyarakat yang membutuhkanadvokasi dari ICW ini. Semua advokasi yang sudahdilakukan oleh ICW ini bukan dalam rangka untukmencari keuntungan. Melainkan semuanya untukkesejahteraan rakyat Indonesia. Dan yang menariklagi dari Lembaga ICW ini mereka bekerja secarasukarela tidak mengaharapkan timbal balikapapun. Dalam rekrutmen anggota mereka benar-benar-mencari anggota yang satu ide dan satugagasan yang sama untuk melawan tindak korupsi.Sedangkan pada pendanaan, ICW lebih memilih

  • 89Lalu Harland Putra R: Pelayanan Publik Bidang Kesehatan: Advokasi ICW untuk Pasien Miskin di Jabodetabek

    untuk mencari dana dari luar negeri. Sedikitpunmereka tidak mengambil dana dari APBN danAPBD.

    KesimpulanDalam kerangka advokasi yang sudah

    dipantau oleh ICW sebelumnya, akhirnya ICWmendesak untuk perubahan kebijakan tentangkesehatan yaitu dengan menghasilkan temuan datayang menunjang dan tentu saja dilakukan kajian dilapangan terlebih dahulu. Dalam hal ini ICW sebagaiLSM melakukan advokasi terhadap kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah,khususnya di bidang kesehatan ICW mengawasijalannya kebijakan JAMKESMAS (JaminanKesehatan Masyarakat) dengan cara metode CRC(Citizien Report Card) dan yang menjadi objekpenelitian adalah masyarakat yang memperolehkartu jamkesmas. Kemudian ditemuakan hasil risetCRC yang dilakukan ICW menghasilkan temuandata sebagai berikut :a. Pasien masih mengeluhkan pelayanan RS,b. Diskriminasi pelayanan RS terhadap pasien

    miskin (pengguna SKTM),c. Penolakan RS terhadap pasien miskin,d. RS masih meminta uang muka kepada pasien,e. Masih ada pungutan dalam mendapatkan kartu

    jaminan berobat,f. Pasien miskin masih sulit mengakses obat,g. Masih ada keluhan terkait fasilitas dan sarana RS

    yang buruk, sertah. Berobat gratis belum terealisasi sepenuhnya.

    Hal yang diperhatikan ICW adalahkesejahteraan masyarakat, dan sebagai salah satufaktor kesejahterahan adalah kesehatan yangmenjadi hal yang sangat penting untukdiperhatikan. Kasus-kasus tentang masalahkesehatan yang selama ini terjadi adalah karenakurangnya perhatian dari pemerintah, yangakhirnya menjadi salah satu masalah yang takkunjung usai dari masa ke masa. Dengan kurangmaksimalnya kinerja pemerintah mengenaikebijakan kesehatan untuk masyarakat ICWsebagai salah satu pencentus perubahan kebijakandengan segara disahkannya RUU BPJS inimerupakan jaminan untuk seluruh warga negarauntuk mendapatkan pelayanan kesehatan yanglebih baik dan tidak khawatir mengenai masalahpembiayaan ketika sakit.

    Hasil akhir atau tujuan utama ICWmengusulkan RUU BPJS untuk kemudahan bagipasien miskin, di mana untuk menggantikankebijakan sebelumnya yaitu Jamkesmas yangmasih banyak dikeluhkan pasien miskin. RUU BPJSini nantinya akan menjadi payung bagi

    pelakasanaan sistem jaminan sosial sepertikesehatan dan lain sebagainya. Keberadaan BPJSdiharapkan dapat meningkatkan kualitaspelayanan rumah sakit bagi pasien miskin.

    Selain itu BPJS akan menjadi penyelenggarajaminan sosial kesehatan yang akan menjaminbiaya pengobatan seluruh rakyat Indonesialayanan kesehatan pada penyedia layanankesehatan termasuk rumah sakit. Maksud advokasiyang dilakukan oleh ICW ini adalah merubahkebijakan Jamkesmas sebelumnya yang di nilaimasih belum berjalan sempurna.

    1. Beberapa hal yang menjadi kendala dalamproses advokasi ICW untuk pasien miskin adalah:a. Masalah birokrasi pemerintah yang cepat sekali

    berubah merupakan masalah utama dalamproses advokasi. Birokasi merupakan masalahyang tidak hanya ada di sektor kesehatan sajabahkan secara menyeluruh yang berkaitandengan pemerintah. Bakunya aturan daripemerintah ini merupakan satu masalah yangumum ketika berurusan dengan pemerintah.Kesehatan yang menjadi sektor utama dalamkehidupan, menjadi satu kunci utamakemakmuran suatu negara yang tidak bisadikesampingkan. Banyaknya masalah yangterjadi ini merupakan akibat dari birokasipemerintah yang berbelit. Ada begitu banyakmasyarakat miskin di sekitar kita, namun tidaksemua memiliki kartu Jamkesmas, dikarenakanpermasalahan birokrasi baik itu dari pemerintahmaupun dari rumah sakit.

    b. Selain permasalahan birokrasi, kurangnyasosialisasi dari pemerintah tentang kebijakanJamkesmas itu merupakan masalah dalamproses advokasi, banyak para pemegang kartuJamkesmas tidak mengerti tentangkegunaannya. Banyak masyarakat yang tidaktahu Jamkesmas itu apa dan digunakan untukapa, dikarenakan kurangnya sosialisasi daripemerintah tentang penggunaan Jamkesmas danprosedur untuk membuat Jamkesmas.

    c. Ketidaklengkapan administrasi pelayanankesehatan pasien Jamkesmas tersebut secaraumum dapat disebabkan oleh faktor internmisalnya pengetahuan kurang mengenaipersyaratan Jamkesmas. Pengetahuan kurangbisa disebabkan rendahnya pendidikan pasiensehingga kurang mampu menerima danmemahami informasi. Juga kurangnyapengalaman sehingga pasien tidak memilikipemikiran mengenai persyaratan yang harusdilengkapi. Sedangkan faktor ekstern karenakurangnya sosialisasi Jamkesmas kepadamasyarakat sehingga masyarakat tidak

  • Jurnal Politik Indonesia, Vol 1 No.2, Oktober-Desember 2012, 31-3890

    mendapatkan informasi yang akurat.

    Daftar Pustaka

    Abidin, Hamid dan Mimin Rukmini. 2004. Kritikdan Otokritik LSM; Membongkar Kejujurandan Keterbukaan Lembaga SwadayaMasyarakat Indonesia. Jakarta: YayasanTIFA.Putra, fadilah, 2001 paradigma kritisdalam studi kebijakan publik. Surabaya :pustaka pelajar

    Basyaib, H., R. Holloway, & N.A. Makarim. 2002.Mencuri Uang Rakyat: 16 Kajian Korupsi diIndonesia. Buku 2 Pesta Tentara, Hakim,Bankir, Pegawai Negeri. Jakarta: YayasanAksara.

    Burngin,Burhan,2001, Metode Penelitian Sosial,Surabaya

    Dunn, William.N, 2001. Muhadjir Darwin (Editor).Analisis Kebijakan Publik, Hanindita GrahaWidya. Yogyakarta

    Dunleavy,P. And Oleary, B 1987 Theories Of TheState: The Politcs Of Liberal Democracy,London: Macmillan

    Gabriel A. Almond dan Bingham G. Powell. 1978.Comparative politics : system process andpolicy. Boston : Little Brown

    Hikam, AS. Muhamad, 1996, Demokrasi dan CivilSociety. Jakarta : LP3ES

    Howlett, Michael and M.ramesh. 1995. StudyingPublic Policy : policy Cycles and PolicySubsystem. Oxford University Press, Oxford

    Miller, Valerie dan Jane Covey, 2005. PedomanAdvokasi: Kerangka Kerja untukPerencanaan, Tindakan, dan Refleksi,Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

    Muhadjir, Noeng, 1993, Metode PenelitianKualitatif: telaah Positivistik, Rasionalistik,Phenomenologik dan Realisme Metaphisik,Rake Sarasin, Yogyakarta

    Norman J. Ornstein and Shirly Elder, 1978, InterestGroup, Lobbying And Policy Making.Washington D.C : Congressional quartelypress.

    Prasetyo, Budi 2008, Politik Kebijakan ProsesPolitik dalam Arena Kebijakan, LutfansahMediatama, Surabaya.

    Sabatier, P. And HC Jenkins-Smith (Eds), 1993,Policy Change And Learning An Advocacy

    Coalition Approach, Westview Press, SanFrancisco

    Sagala, Valentina R, Advokasi Perempuan AkarRumput: Pedoman Dan Modul, Pojok 85,Bandung

    Suyanto, Bagong dan Sutinah, 2005, MetodePenelitian Sosial; Berbagai AlternatifPendekatan, Pranada Media, Jakarta.

    Topatimasang, Roem, Fakih, Mansour, Raharjo,Toto, 2005, Mengubah Kebijakan Publik,Insist Pers, Yogyakarta.

    Winarno, Budi, 2005, Teori dan Proses KebijakanPublik, MedPress, Yogyakarta.