30918298-pedoman-fisioterapi
-
Upload
muhammadhavis -
Category
Documents
-
view
37 -
download
5
description
Transcript of 30918298-pedoman-fisioterapi
615.82
Ind
p
~ ~ DIREKTOR~~P~TEMNEDNERALBKINEASElM
TAN RI
• 2008 PELAYANAN MEDIK
ii
Katalog dalam terbitan. Departemen Kesehatan RI
615.82
Ind Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jederal
P Bina Pelayanan Medik.
Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.--
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2008
I. .Judul 1. PHYSIOTHERAPY
iii
MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 778/MENKES/SKNII1/2008
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN FISIOTERAPI 01 SARANA KESEHATAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
Mengingat
a. bahwa pedoman dan kriteria pelayanan fisioterapi yang perlu dilaksanakan dalam mengelola pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan agar pelayanan fisioterapi yang diberikan kepada masyarakat bermutu dan dapat dipertanggung jawabkan;
b. bahwa tenaga fisioterapi mempunyai tugas melaksanakan pelayanannya berdasarkan pedoman pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan;
c. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, ditetapkan Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan dengan Keputusan Menteri Kesehatan;
1. Undang - undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 tahun2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Rupblik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah(Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2005Nomor 108), Tambhan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor4548;
3. Peraturan Pemerintan Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49); Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3637;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159 B/Menkes/Per/ll/1998 tentang Rumah Sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 104/Menkes/Per/l1l1999 tentang Rehabilitasi Medik;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1575/Menkes/SK/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana Telah diu bah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1295/Menkes/Per/X11/2007;
7. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Kesatu
Kedua
Ketiga
Keempat
Kelima
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEOOMAN PELAYANAN FISIOTERAPI 01SARANA KESEHATAN.
Pedoman Pelayan Fisioterapi di Sarana Kesehatan dimaksud pada Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Diktum kedua agar digunakan sebagai pedoman bagi tenaga fisioterapi di sarana kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
: Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan keputusan ini dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsinya masing- masing, demi kepentingan publik dan kepentingan terbaik pasien/klien yang dilayani.
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Oitetapkan diPada tanggal
: JAKARTA: 19 Agustus 2008
UPARI,Sp.Jp(K)
vii
KATA SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK
Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu semakin meningkat, tak terkecuali pelayanan fisioterapi.
Upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit di antaranya
adalah menyediakan sarana dan peralatan yang memenuhi syarat,
SDM yang profesional serta standar, pedoman dan kriteria
pelayanan untuk menjamin proses pelayanan berlangsung baik dan
berkesinambungan.
Departemen Kesehatan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik sebagai unit pembina utama pelayanan fisioterapi
bertanggung jawab atas mutu pelayanan fisioterapi di Indonesia dan
selalu mendorong agar pelayanan fisioterapi terus meningkat mutunya
sesuai dengan tuntutan masyarakat dengan menyusun Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
Buku ini berisikan falsafah, etika profesi, kompetensi, peran dan fungsi
serta tanggung jawab fisioterapi yang dapat dipakai pedoman/acuan
dalam mengelola pelayanan fisioterapi di rumah sakit dan sarana
kesehatan lain agar pelayanan fisioterapi yang diberikan memenuhi
tuntutan masyarakat. Setiap rumah sakit pemerintah maupun swasta
dan sarana kesehatan lain yang mengadakan pelayanan fisioterapi
serta pelayanan fisioterapi mandiri dapat menerapkan Pedoman
Pelayanan Fisioterapi ini agar supaya dapat benar-benar menjaga
mutu pelayanannya.
Penilaian terhadap pemenuhan pedoman pelayanan fisioterapi ini
dilakukan dengan akreditasi pelayanan fisioterapi yang merupakan
kebutuhan masyarakat termasuk frofesi fisioterapi.
Dengan terbitnya pedoman pelayanan fisioterapi ini, diharapkan dapat
memacu pelayanan fisioterapi semakin berkembang, bermutu, aman
bagi masyarakat Indonesia juga dapat memenuhi tuntutan masyarakat
internasional pada masa globalisasi ini
DIREKTUR JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK,
FARID W. HUSAIN
NIP. 130808593
viii
ix
DAFTAR lSI
Kata Sambutan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik vi
BABI PENDAHULUAN 1A. Latar Belakang 1B. Tujuan 2C. Pengertian Fisioterapi 3O. Ruang Lingkup Pedoman Pelayanan Fisioterapi 4E. Landasan Hukum 5
BAB II FALSAFAH, ETIKA PROFESI, PERAN DANFUNGSI SERTA TANGGUNG JAWAB FISIOTERAPI 7A. Falsafah Fisioterapi 7B. Etika Profesi Fisioterapi 8C. Kompetensi Fisioterapi 9O. Peran dan Fungsi Fisioterapi 10E. Tanggung Jawab Fisioterapi 11
BAB III PENATALAKSANAAN PELAYANAN FISIOTERAPI 13A. Masukan 13B. Profesi Fisioterapi 16C. Keluaran Pelayanan Fisioterapi 20O.Oampak 21
BABIV PELAPORAN 23A. Masukan 23B. Proses 23C. Keluaran 23O.Oampak 24
BABV PENUTUP 25
DAFTAR RUJUKAN 26
BABI PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan
nasional diarahkan untuk mencapai kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk mencapai
tujuan tersebut dibutuhkan upaya pengelolaan berbagai sumber
daya pemerintah maupun masyarakat sehingga dapat disediakan
pelayanan kesehatan yang berkesinambungan, efektif, efisien,
bermutu dan terjangkau. Hal ini perlu didukung komitmen dan
semangat yang tinggi dengan prioritas terhadap upaya kesehatan
dengan pendekatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif).
Dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan diperlukan
peranan daerah dalam mengelola berbagai sumber daya baik
pemerintah maupun masyarakat. Dengan diberlakukannya UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 23 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi, maka terjadi perubahan kebijakan tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Berpijak pad a Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan RI NO.1363/Menkes/SKlX11I2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No. Kep/04/M.PAN/1/2004 tentang Jabatan Fungsional Fisioterapi
dan Angka Kreditnya, Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI
Lampiran Kepufusan Menteri Kesehatan RI Nomor 7781MENKES/SKIVII/12008
dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 209/Menkesl SKB1II1/2004; No. 07 tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapi dan Angka Kreditnya, Keputusan
Menteri Kesehatan RI NO.376/Menkesl SKIll 1/2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi, Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.1205/MENKES/Per/X/2004 tentang Pedoman Persyaratan Kesehatan Pelayanan Spa, maka pelayanan fisioterapi dikembangkan kearah profesionalisme dan tuntutan globalisasi. Searah dengan perkembangan World Trade Organization (WTO) khususnya Dokumen General Agreement on Trade and Services (GATS) tahun 2000 Fisioterapi tercatat sebagai jasa profesional dalam perdagangan bebas dunia, mengacu kepada kongres World Confederation for Physical Therapy XVltahun 2007.
B. TUJUAN
1. Umum
Tersedianya pedoman bagi penyelenggara pelayanan kesehatan dan tenaga fisioterapi dalam mengembangkan pelayanan yang efektif dan efisien sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat pengguna jasa pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan, sehingga terselenggara pelayanan fisioterapi yang optimal dalam mendukung pencapaian upaya pelayanan kesehatan prima.
2. Khusus
a. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan.
1) Sebagai acuan dalam penyusunan rencana pengem- bangan pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan.
2) Sebagai acuan dalam melaksanakan bimbingan teknis(clinical supervision) pelayanan fisioterapi.
3) Sebagai acuan dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi pelayanan fisioterapi.
b. Bagi tenaga fisioterapi.
2Lampiran Keputusan Menieri Kesehatan RI Nomor 778/MENKES/SK/V/II/2008
1) Sebagai acuan dalam menyusun rencana pengem- bangan berbagai jenis dan jenjang pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan.
2) Sebagai acuan dalam melaksanakan konsep asuhan fisioterapi di sarana kesehatan.
3) Sebagai acuan dalam eval uasi pelaksanaan pengembangan dan konsep asuhan fisioterapi.
C. PENGERTIAN FISIOTERAPI
1. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan
kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan,
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
rentang kehidupan.
2. Dimensi pelayanan fisioterapi meliputi upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan
pemulihan gangguan sistim gerak dan fungsi dalam rentang
kehidupan dari praseminasi sampai ajal, yang terdiri dari upaya-
upaya :
a. Peningkatan dan cegahan (promotif dan preventif), pelayanan fisioterapi dapat dilakukan pada pusat kebugaran/spa, pusat kesehatan kerja, sekolah, kantor, pusat/panti usia lanjut, pusat olah raga, tempat kerja/industri dan pada pusat-pusat perbelanjaanl pusat-pusat pelayanan umum.
b. Penyembuhan dan pemulihan (kuratif dan rehabilitative),
pelayanan fisioterapi dapat dilakukan pada rumah sakit,
rumah perawatan, panti asuhan, pusat rehabilitasi, tempat
praktik, klinik privat, klinik rawat jalan, puskesmas, rumah
tempat tinggal, pusat pendidikan dan penelitian.
3. Berdasarkan ruang lingkup pelayanan fisioterapi dan tuntutan kebutuhan masyarakat serta globalisasi maka pelayanan fisioterapi dikembangkan sesuai kebutuhan masyarakat baik
yang bersifat umum ataupun kekhususan seperti berikut ini :
3Lampiran Keputusan Menter! Kesehatan RI Nomor 7781MENKESISKlVIII12008
a. Fisioterapi Kesehatan Wanita
b. Fisioterapi Tumbuh Kembang
c. Fisioterapi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
d. Fisioterapi Usia Lanjut
e. Fisioterapi Olahraga
f. Fisioterapi Kesehatan Msyarakat
g. Fisioterapi Pelayanan Medik:
Pengembangan pelayanan fisioterapi pelayanan medik
didasari pada spesifikasi problem kesehatan pasien, seperti
Fisioterapi Muskuloskeletal, Fisioterapi
Kardiovaskulopulmonal, Fisioterapi Neuromuskular,
Fisioterapi Integumen dan lain-lain.
4. Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Fisioterapis dapat melaksanakan praktik fisioterapi pada sarana
kesehatan, praktik perseorangan dan/atau berkelompok.
6. Fisioterapis dalam melaksanakan praktik fisioterapi berwenang
untuk melakukan :
a. Asesmen fisioterapi;
b. Diagnosa fisioterapi;
c. Perencanaan fisioterapi;
d. Intervensi fisioterapi;
e. Evaluasi/re-evaluasi/re-asesmen.
7. Fisioterapis dalam melakukan praktik fisioterapi dapat menerima
pasien/klien dengan atau tanpa rujukan.
D. RUANG LlNGKUP PEDOMAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Pendekatan penyusunan pedoman ini berdasarkan hasil kajian
terhadap penyelenggaraan pelayanan dan pengembangan tenaga
fisioterapi saat ini dan kajian terhadap kebijakan pelayanan
4Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778IMENKESISKlVIII12008
kesehatan serta kecenderungan pengembangan pelayanan
kesehatan yang akan datang baik secara nasional maupun
internasional. Memperhatikan hal tersebut maka ruang lingkup
pedoman pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan meliputi :
1. Pendahuluan
2. Falsafah, etika profesi, kompetensi, peran dan fungsi serta
tanggung jawab fisioterapi
3. Penatalaksanaan pelayanan fisioterapi
4. Pelaporan
5. Penutup
E. lANDASAN HUKUM
Pedoman pelayanan fisioterapi di sarana kesehatan ini disusun berdasarkan:
1. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
3. UU No. 23 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
4. UU NO.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
5. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang TenagaKesehatan.
6. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang KewenanganPemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
7. Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1998 tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.
8. Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1994 tentang JabatanFungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara tahun 94No. 22 tambahan Lembaran Negara No. 3547).
9. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2001 tentang Pembinaan
dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
10. Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2001 tentang Penyeleng-
5Lampiran Keputusan Menter; Kesehatan RI Nomor 778IM£NK£SISKlVIII12008
garaan Dekonsentrasi.
11. Instruksi Presiden NO.7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas KinerjaInstansi Pemerintah.
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.1575/MENKESI SKIX1f2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1 04/MENKESI PERlII/1999
tentang Rehabilitasi Medik.
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159B/MENKESI
Per/ll/1988 tentang Rumah Sakit.
15. Kepmenkes RI No. 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
16. Kepmenkes RI No. 131/MENKES ISKlII/2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional.
17. Kepmenkes RI NO.1363/MENKES/SK/XII/2001 tentangRegistrasi dan Izin Praktik Fisioterapis.
18. Kepmenpan RI No. KEP/04/M.PAN/1/2004 tentang JabatanFungsional Fisioterapi danAngka Kreditnya.
19. Keputusan Bersama MENKES RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 209/MENKES/SKBflII/2004; No. 07 tahun 2004, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Fisioterapi dan Angka Kreditnya.
20. Permenkes RI No. 1205/MENKES/Per/x/2004 tentang Pedoman
Persyaratan Kesehatan Pelayanan Spa.
21. Kepmenkes RI No. 376/MENKES/SKlIII/2007 tentang StandarProfesi Fisioterapi.
22. Permenkes RI No. 269/MENKES/Perllll/2008 tentang Rekam
Medis.
6Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778IMENKESISKIVII/12008
BAB II
FALSAFAH, ETIKA PROFESI, KOMPETENSI, PERAN DAN FUNGSI SERTA TANGGUNG JAWAB
FISIOTERAPI
A. FALSAFAH FISIOTERAPI
1. Berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang menjujung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk individu dan sebagai titik sentral pembangunan menuju masyarakat adil makmur, profesi fisioterapi memandang kapasitas gerak dan fungsi tubuh adalah hak asasi manusia sebagai esensi dasar untuk hidup sehat dan sejahtera.
2. Kapasitas gerak adalah elemen esensial dari sehat dan sejahtera. Gerak tergantung dari integritas dan fungsi koordinasi dari berbagai jenjang pad a tubuh dan dipengaruhi oleh faktor- faktor internal maupun eksternal. Fisioterapi diarahkan langsung pada kebutuhan dan potensi gerak fungsional baik individu dan populasi.
3. Setiap individu mempunyai kapasitas untuk mengubah akibat
respon terhadap faktor-faktor fisik, psikologi, sosial, lingkungan.
Tubuh, jiwa dan semangatnya berperan dalam mengembangkan
kesadaran tentang kebutuhan dan tujuan geraknya.
4. Fisioterapi memberikan intervensi pada populasi tertentu.Populasi meliputi lingkup kebangsaan, regional dan daerah,
serta kelompok khusus, seperti anak sekolah, wanita hamil, usia
lanjut dan sebagainya.
5. Interaksi merupakan bagian integral pelayanan fisioterapi.Interaksi merupakan prasarat untuk perubahan positif tentang
kesadaran tubuh dan perilaku gerak, yang memungkinkan
peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Interaksi juga
dimaksudkan untuk meningkatkan saling pengertian antara
fisioterapis dengan pasienJklienJ keluargaJpengasuh dan tenaga
kesehatan lain. Interaksi melibatkan tim inter disiplin guna
7Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778IMENKES/SKlVIII12008
menentukan kebutuhan dan tujuan intervensi fisioterapi,
mengikutsertakan pasien/klien/keluargal pengasuh dalam
proses pencapaian tujuan intervensi fisioterapi. Interaksi dengan
lembaga pemerintahan dilakukan dalam rangka
menginformasikan, mengembangkan dan atau implementasi
kebijakan dan strategi kesehatan yang tepat.
6. Otonomi profesional fisioterapis diperoleh melalui pendidikan
profesi yang menyiapkan tenaga fisioterapis yang mampu
praktik secara otonom. Fisioterapis mampu melakukan
keputusan profesional untuk menetapkan diagnosis yang
diperlukan sebagai dasar intervensi, rehabilitasi dan pemulihan
dari pasien/klien dan populasi. Prinsip etika diperlukan untuk
mengenali otonomi praktik, guna melindungi pasien/klien dan
pelayanannya.
7. Diagnosis fisioterapi adalah hasil proses kajian klinis yang menghasilkan identifikasi adanya gangguan ataupun potensi timbulnya gangguan, keterbatasan fungsi dan ketidak mampuan atau kecacatan. Tujuan diagnosis mengarahkan fisioterapis untuk menetapkan prognosis dan strategi intervensi yang paling tepat bagi pasien/klien dan untuk memberikan informasi. Dalam proses diagnosis fisioterapis dimungkinkan memerlukan informasi tambahan dari profesi lain. Dalam proses diagnosis, bila ditemukan hal-hal di luar pengetahuan, pengalaman atau keahlian, fisioterapis akan merujuk pasien/klien kepada profesi lain yang tepat.
8. Sebagai suatu profesi, fisioterapi memiliki perangkat profesional yaitu standar kompetensi, sumpah profesi, etika profesi, standar asuhan (standar praktik), standar pendidikan dan legislasi fisioterapi.
B. ETIKA PROFESI FISIOTERAPI
Seperti prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berisikan
berkebajikan, tidak merugikan, menghormati otonomi pasien dan
8Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778IMENKES/SKNIlI12008
adil, etika fisioterapi sebagai Kode Etik Fisioterapi dirumuskan
dalam SK Menkes No. 376/Menkes/SKlIII/2007, berisikan garis-
garis besar :
1. Melayani siapapun yang membutuhkan tanpa diskriminasi.
2. Memberikan pelayanan professional secara jujur, berkompeten
dan bertanggungjawab.
3. Menghargai hubungan multidisipliner dengan profesi pelayanan kesehatan lain dalam merawat pasien/klien.
4. Mengakui batasan dan kewenangan profesi dan hanya
memberikan pelayanan dalam lingkup profesi fisioterapi.
5. Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya
kecuali untuk kepentingan hukumipengadilan.
6. Selalu memelihara standar kompetensi dan selalu meningkatkan pengetah uan/keterampilan.
7. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan
pelayanan untuk meningkatkan derajad kesehatan, martabat
individu dan masyarakat.
C. KOMPETENSI FISIOTERAPI
Kompetensi fisioterapis seperti dirumuskan dalam SK Menkes No.
376/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi, secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan menganalisis ilmu sebagai dasar praktik.
2. Kemampuan menganalisis kebutuhan pasien/klien.
3. Kemampuan merumuskan diagnosis fisioterapi.
4. Kemampuan merencanakan tindakan fisioterapi.
5. Kemampuan melakukan intervensi fisioterapi.
6. Kemampuan melakukan evaluasi dan re-evaluasi.
7. Kemampuan berkomunikasi dan berkoordinasi yang efisien dan efektif.
8. Kemampuan melakukan pendidikan (edukasi pasien/klien).
9Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778/MENKESISKlVIII1200B
9. Kemampuan menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam
praktik fisioterapi.
10. Kemampuan melaksanakan penelitian.
11. Kemampuan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat praktik fisioterapi.
D. PERAN DAN FUNGSI FISIOTERAPI
Peran dan fungsi umum fisioterapis :
Seorang fisioterapis dengan berbekal kemampuan dari berbagai jenjang tingkat kedalaman kompetensi dapat berperan sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti fisioterapi.
1. Peran Pelaksana.
Menjalankan fungsi :
a. Asesmen fisioterapi yang meliputi pemeriksaan dan
evaluasi
b. Diagnosa fisioterapi
c. Perencanaan fisioterapi
d. Intervensi fisioterapi
e. Evaluasi/re-evaluasi/re-asesmen
f. Rekam Fisioterapi
2. Peran Pengelola.
Menjalankan fungsi :
a. Menerapkan keterampilan manajemen dalam melakukan pelayanan fisioterapi.
b. Menunjukkan sikap professional sebagai seorang
pengelola fisioterapi.
c. Berperan serta dalam merumuskan dan menetapkan
kebijakan, perancanaan dan pelaksanaan upaya
kesehatan, sebagai tim terpadu sesuai dengan sistem
upaya kesehatan.
10Lampiran Keputusan Menter! Kesehatan RI Nomor 7781MENKESISKlVIII12008
3. Peran Pendidik.
Menjalankan fungsi :
a. Melakukan pendidikan kepada pasien/klien, keluarga dan
masyarakat agar berperilaku hidup sehat.
b. Memberikan informasi tentang fisioterapi kepada tenaga
kesehatan lain.
c. Melakukan pendidikan dalam rangka pengembangan diri
dan sejawat.
4. Peran Peneliti.
Menjalankan fungsi :
a. Merencanakan penelitian
b. Melakukan penelitian
c. Mepresentasikan dan sosialisasi hasil penelitian
d. Menerapkan hasil penelitian
E. TANGGUNG JAWAB FISIOTERAPIS.
Fisioterapis bertanggung jawab sebagai pelaksana, pengelola pendidik dan peneliti, seperti disebut dalam peran dan fungsi di atas. sesuai jenis dan jenjang upaya fisioterapi.
Seorang fisioterapis dalam melakukan interaksi profesi berdasarkan pada standar kompetensi, sumpah profesi, etika profesi, standar praktik (standar asuhan), standar pendidikan dan legislasi fisioterapi, sehingga aktifitas, kegiatan dan perilakunya dapat
dipertanggungjawabkan baik secara moral, etik maupun hukum.
11Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 77B/MENKES/SKlVIII1200B
BAB III
PENATALAKSANAAN PELAYANAN
Kebutuhan masyarakat akan pelayanan fisioterapi perlu disediakan
dengan jaminan kualitas yang optimal, perlindungan keamanan bagi
masyarakat pengguna, penyelenggara dan praktisi pelayanan, serta
penyelenggaraan yang efektif dan efisien. Pelayanan tisioterapi harus
tersedia secara berkesinambungan, dapat diterima secara wajar,
mudah dicapai, mudah dijangkau, dan mampu menghadapi tantangan
serta peluang globalisasi. Pelayanan tisioterapi dikembangkan dengan
pertimbangan sebagai berikut :
A. MASUKAN.
1. Perangkat Hukum Profesi Fisioterapi
a. Sesuai UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Keputusan Menteri PAN No. KEPI04/M.PAN/112004 tentang Jabatan Fungsional Fisoterapi dan Angka Kreditnya, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1363/MENKESI
SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Ijin Praktik Fisioterapi, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 376/Menkesl
Sk/lll/2007 tentang Standar Protesi Fisioterapi, maka penyelenggaraan pelayanan tisioterapi diatur sebagai berikut:
1) Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya pelayanan fisoterapi
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan.
2) Sebagai tenaga kesehatan, fisioterapis :
13Lampiran Keputusan Menter! Kesehatan R( Nomor 778IMENKESISK!V//(12008
a) Bertugas menyelenggarakan atau melakukan
kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian
dan atau kewenangannya.
b) Berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
c) Dalam melakukan tugasnya berkewaji ban untuk
mematuhi standar profesi dan menghormati hak
pasien.
3) Fisioterapis yang melakukan kesalahan dan atau
kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat
dikenakan tindakan disiplin. Ada tidaknya kesalahan atau
kelalaian ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan.
4) Perlindungan hukum diberikan kepada :
a) Fisioterapis yang melakukan upaya kesehatan setelah memiliki izin dari Menteri Kesehatan.
b) Fisioterapis yang dalam melakukan tugasnya melaksanakan kewajiban mematuhi standar profesi.
c) Fisioterapis yang dalam melakukan tugasnya melaksanakan kewajiban :
(1) Menghormati hak pasien;
(2) Menjaga kerahasiaan, identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
(3) Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang dilakukan;
(4) Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
(5) Membuatdan memelihara rekam medis;
(6) Melaksanakan tugas sesuai profesinya.
5) Fisioterapis yang dengan sengaja :
a) Melakukan upaya kesehatan tanpa izin.
14Lampiran Kepulusan Menterl Kesehatan RI Nomor 778IMENKESISK/V1/I12008
b) Melakukan upaya kesehatan tanpa adaptasi.
c) Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai standar
profesi.
d) Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur huruf 4) c) butir (1) sampai dengan (6).
Diancam pidana paling banyak Rp. 10.000.000,-
2. Standar Praktik Fisioterapi :
Standar Praktik Fisioterapi Indonesia mengacu kepada hasil konggres ke 16 World Confederation for Physical Theraphy (WCPT, 2007) memuat secara garis besar sebagai berikut :
a. Administrasi dan manajemen
b. Komunikasi
c. Tanggungjawab terhadap komunitas
d. Dokumentasi
e. Perilaku etis
f Informed Consent
g. Hukum
h. Manajemen pasien/klien
i. Pengembangan personal dan professional
j. Menjaga mutu
k. Tenaga penunjang
3. Ketenagaan
Ketenagaan pelayanan fisioterapi terdiri dari fisioterapis dan
tenaga penunjang pelayanan fisioterapi.
a. Fisioterapis
Fisioterapis terdiri dari fisioterapis lulusan pendidikan
fisioterapi jenjang Diploma III, Diploma IV, Strata-1IProfesi,
Strata-21 Spesialisasi, dan Strata-3.
b. Tenaga penunjang pelayanan fisioterapi adalah tenaga
administrasi dan tenaga multifungsi (care giver).
15Lamp/ran Keputusan Menten Kesehalan RI Nomor 7781MENKESISKlVIII12008
4. Pasien dan klien
Pasien/klien adalah individu dan atau populasi yang
membutuhkan untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan kemampuan gerak dan fungsi fisik sepanjang
rentang kehidupan.
Adanya fenomena transisi epidemologi, transisi demografi,
emerging dan re-emerging deseases, kecelakaan lalulintas dan
kerja, perilaku hidup menunjukkan peningkatan kebutuhan
pelayanan fisioterapi.
5. Sarana, Prasarana dan Alat Fisioterapi
Kebutuhan akan sarana, prasarana dan alat dikernbanqkan
menurut jenis dan kelas sarana kesehatan serta kekhususan
pelayanan fisioterapi dengan memperhatikan jenis, jumlah,
kualitas, keamanan dan keakuratan. Peralatan fisioterapi sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 363/Menkes/PER/IV/1998
harus dikalibrasi. Untuk menjamin kualitas, keamanan dan
keakuratan peralatan fisioterapi dilakukan pemeliharaan,
perbaikan dan kalibrasi secara berkala.
Sarana, prasarana dan alat fisioterapi sesuai jenis, kelas dan
kekhususan pelayanan diaturtersendiri.
B. PROSES FISIOTERAPI
Fisioterapis melakukan asuhan fisioterapi dengan pendekatan penyelesaian masalah dan atau pemenuhan kebutuhan, menggunakan metode ilmiah, berpegang teguh pada Sumpah dan Kode Etik Profesi Fisioterapi, mengacu pad a standar profesi serta standar pelayanan, sesuai dengan kewenangannya dalam siklus kegiatan proses fisioterapi.
1. Rujukan Fisioterapi :
Sesuai SK Menkes No. 1363/MENKES/SK/X11/2001 tentang
Registrasi dan Ijin Praktek Fisioteapis, pasien/klien bisa
mendapatkan pelayanan fisioterapi dengan rujukan dari tenaga
16Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan R/ Nomor 778IMENKES/SK/V/I/12008
medis dan atau tanpa rujukan. Pelayanan fisioterapi tidak
memerlukan rujukan hanya boleh dilaksanakan terhadap
pelayanan yang bersifat promotif dan preventif, pelayanan untuk
pemeliharaan kebugaran, memperbaiki postur, memelihara
sikap tubuh dan melatih irama pernapasan normal serta
pelayanan dengan keadaan aktualisasi rendah bertujuan untuk
pemeliharaan.
2. Asesmen Fisioterapi :
Asesmen fisioterapi yaitu pemeriksaan pada perorangan atau
kelompok untuk merumuskan keadaan nyata atau yang
berpotensi untuk terjadi kelemahan keterbatasan fungsi, ketidak
mampuan atau kondisi kesehatan lain dengan cara pengambilan
perjalanan penyakit, atau history taking, sceeening, tes khusus,
pengukuran dan evaluasi dari hasil pemeriksaan melalui analisis
dan sintesis dalam sebuah proses pertimbangan klinik dalam
standar asesmen dikembangkan teknis pengukuran yang
dilakukan untuk proses pengumpulan data.
3. Diagnosa dan Prognosa Fisioterapi
Diagnosa adalah suatu label yang mengambarkan keadaan multi dimensi pasien atau klien yang dihasilkan dari pemeriksaan dan pertimbangan klinis, yang dapat menunjukan adanya disfungsi gerak mencakup gangguan\kelemahan (impairmen) limitasi fungsi (functional limitation), ketidakmampuan (disabilities) sindroma (syndromes), mulai dari sistem sel dan biasanya pad a level sistem gerak dan fungsi.
Prognosa ialah prediksi perkembangan keadaan diagnostik pasien atau klien dimasa mendatang setelah mendapatkan intevensi fisioterapi.
4. Perencanaan dan Persetujuan Tindakan Fisioterapi
Perencanaan dimulai dengan pertimbangan kebutuhan intervensi dan biasanya menuntun kepada pengembangan intervensi, termasuk hasil sesuai dengan tujuan yang terukur
yang disetujui pasien atau klien, keluarga atau petugas
17Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778IMENKESISKIVIIl12008
kesehatan lainnya dan menjadi pemikiran perencanaan
alternatif untuk dirujuk kepada pihak lain bila dipandang
kasusnya tidak tepat untuk fisioterapi.
5. Intervensi Fisioterapi
Implementasi dan dimodifikasi perencanaan untuk mencapai
tujuan yang disepakati dan dapat termasuk penanganan secara
manual, peningkatan gerakan, peralatan fists, peralatan
elektroterapuetis dan peralatan mekanis, pelatihan fungsional,
penentuan bantuan dan peralatan bantu, intruksi dan konseling,
dokumentasi, koordinasi dan komunikasi .
6. Evaluasi Fisioterapi
Keharusan untuk evaluasi atau re-asesmen untuk menetapkan
keadaan diagnostik baru pasein atau klien setelah menjalani
periode intervensi dan untuk menetapkan kriteria penghentian
tindakan.
7. Rekam Fisioterapi
Bahwa setiap pemberian dan atau tindakan pelayanan fisioterapi harus disertai dengan alat bukti yang disebut rekam fisioterapi dengan sanksi pelanggaran yang menyertainya sesuai
Kepmenkes No. 1363/MENKESI SKlXII/2001 tentang Registrasi
dan Izin Praktik Fisioterapi dan Permenkes RI No.269/MENKES/Perlll1/2008 tentang Rekam Medis.
Rekam fisioterapi dimulai sejak pasien/klien diterima di sarana pelayanan fisioterapi, hingga berakhirnya masa pelayanan. Setiap pemberian pelayanan tersebut di atas wajib disertakan bukti pemberian pelayanan yang tertuang dalam berbagai jenis formulir. Pengisian rekam fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis yang melaksanakan pelayanan terhadap pasien/klien.
Sebagai acuan disusun formulir-formulir rekam fisioterapi, antara lain:
a. Rujukan masuk dan keluar.
b. Persetujuan/penolakan intervensi fisioterapi.
18Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778/MENKES/SK/V1I/12008
c. Catatan proses dan perkembangan.
d. Hasil pemeriksaan dan pengukuran khusus
8. Catatan hasil asesmen ulang serta asesmen akhir pada penyelesaian pelayanan.
f. Rekomendasi tindak lanjut pelayanan untuk pasien/klien.
g. Ringkasan riwayat keluar (discharge summary).
8. Terminasi Pelayanan Fisioterapi
Terminasi (penghentian pelayanan fisioterapi) dilakukan bila :
a. Berakhirnya proses pelayanan fisioterapi (discharge) yang
telah diberikan selama periode tunggal pelayanan fisioterapi
atau tujuan yang diharapkan telah tercapai.
b. Terjadi diskontinuasi, yaitu penghentian karena :
1) Fisioterapis menentukan bahwa tidak ada manfaat positip terhadap pasien/klien oleh tindakan pelayanan tersebut.
2) Pasien/klien tidak mau melanjutkan program pelayanan fisioterapi karena menyangkut permasalahan komplikasi medik atau psikososial.
3) Pasien/klien keberatan atas pelayanan fisioterapi yang disebabkan oleh permasalahan dana/pembiayaan.
9. Koordianasi, Komunikasi, Pendidikan dan InstruksiFisioterapi
a. Koordinasi adalah kerja sama semua bag ian yang terkait dengan pasien/klien.
b. Komunikasi termasuk administrasi merupakan pertukaran
informasi baik dengan pasien/klien maupun sesama pemberi
pelayanan untuk menjamin pemberian pelayanan yang
tepat, aman, komprehensif, efisien dan efektif mulai dari
kedatangan sampai selesai.
c. Pendidikan pasien/klien adalah proses pemberian informasi, pendidikan atau pelatihan kepada pasien/klien/keluarga.
d. Instruksi berkaitan dengan kondisi, rencana, hasil yang
19Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778IMENKESISKNIII12008
diharapkan dan faktor resiko. Fisioterapis bertanggung jawab atas instruksi-instruksi yang diberikan kepada pasien/klien dan atau keluarganya.
10. Administrasi Biaya Pelayanan Fisioterapi
Pemerintah bertugas menyelenggarakan dan menggerakkan peran serta masyarakat, dalam upaya kesehatan dengan merata dan terjangkau, serta memperhatikan fungsi sosial bagi masyarakat yang kurang mampu. Dengan semangat tersebut diatur pembiayaan pelayanan fisioterapi sebagai berikut :
a. Proses pembiayaan (Billing Process) :
1) Fee for service
2) Asuransi
3) Jaminan Kesehatan Masyarakat
b. Sumber biaya :
1) Biaya sendiri
2) Swasta
3) Pemerintah
4) Pemerintah Daerah
c. Pemanfaatan jasa pelayanan fisioterapi diatur sesuai ketentuan yang berlaku dengan memasukkan jasa pelayanan profesional fisioterapi sebagai komponen jasa pelayanan dengan bobot sesuai kepatutan.
C. KELUARAN PELAYANAN FISIOTERAPI
Keluaran pelayanan fisioterapi diindikasikan dengan :
1. Secara umum diukur dari hasil survey kepuasan pasien/klien sedikitnya setahun dua kali.
2. Secara khusus diukur dalam prosentase terhadap pasien/klien yang memperoleh manfaat sebagai berikut :
a. Mencapai tujuan yang diharapkan
b. Mengalami statusquo (flat)
20
Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778IMENKES/SK/V/II12008
c. Mengalami kemunduran kondisi
d. Tidak terindentifikasi
D. DAMPAKPelayanan fisioterapi memberikan konstribusi terhadap peningkatan
kinerja pelayanan kesehatan secara keseluruhan baik bagi
pasien/klien, institusi maupun tenaga fisioterapi.
1. Terhadap pasien/klien.
a. Lama (Length of stay) pasien rawat inap
b. Menurunkan biaya kesehatan
c. Meningkatkan kemandirian
d. Lama pasien/klien istirahat kerja
e. Meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan
f. Meningkatkan produktifitas kerja
g. Meningkatkan prestasi olah raga
h. Menurunkan angka kesakitan masayarakat
I. Meningkatkan usia harapan hidup
j. Meningkat Human Development Index
2. Terhadap institusi pelayanan :
a. Meningkatan jumlah pasien/klien (turn over)
b. Meningkatkan pendapatan
c. Mengembangkan organisasi dan meningkatkan citra institusi.
3. Terhadap fisioterapis:
a. Meningkatkan keterampilan, ilmu dan teknologi dan etika.
b. Meningkatkan kesejahteraan fisioterapis.
c. Meningkatkan nilai-nilai pengabdian profesional fisioterapi.
21Lampiran Kepulusan Menteri Kesehalan RI Nomor 7781MENKES/SKIVII/12008
BAB IV
PELAPORAN
Dalam rangka memenuhi kebutuhan institusi, pemerintah, pasien/klien can fisioterapis untuk kepentingan peningkatan mutu, keakurasian,
<earnanan. penelitian dan pengembangan, bimbingan dan pengawasan diperlukan laporan berkala pelayanan fisioterapi oleh sarana kesehatan meliputi unsur masukan, proses, keluaran dan oampak.
A. Masukan:
1. Kelengkapan perangkat hukum yaitu izin fisioterapis dan izin sarana pelayanan.
2. Jumlah dan jenis tenaga pelayanan
3. Jumlah, jenis dan kualitas sarana, prasarana dan peralatan
4. Jenistindakan dan tarifpelayanan
5. Jumlah dan pengelompokan jenis serta usia pasien/klien
B. Proses:
1. Pengorganisasian tenaga, sarana dan peralatan
2. Prosedur kerja dan SOP profesi
3. Jumlah pasien/klien rujukan dan non rujukan
4. Jumlah pasien/klien berdasarkan pengelompokan diagnosis dan intervensi.
5. Kelengkapan rekam medis
C. Keluaran:
1. Hasil analisis survei kepuasan pasien/klien
2. Prosentasi kemajuan kondisi pasien
23Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 7781MENKES/SK!V/Il12008
3. Pendapatan dan peruntukan keuangan
D. Dampak:
Parameter manfaatterhadap pasien/klien, institusi dan fisioterapis.
24Lampiran Kepulusan Menleri Kesehalan RI Nomor 7781MENKESISKlVIII12008
BABVPENUTUP
Terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat dicapai
melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
fisioterapi dengan standarisasi dan akreditasi pelayanan fisioterapi di
sarana kesehatan.
Pedoman pelayanan fisioterapi ini dapat menjadi acuan dalam
perencanaan, penyelenggaraan, pengembangan, pembinaan dan
pengawasan bagi semua pihak terkait termasuk organisasi profesi di
berbagai tingkatan administrasi untuk mencapai pelayanan fisioterapi
yang tepat, aman, akurat, komprehensif, terpadu, merata dan
terjangkau.
Pedoman pelayanan fisioterapi ini dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan msyarakat dan kemajuan IPTEK.
25Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 7781MENKESISKlVIII12008
DAFTAR RUJUKAN
.. Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara,
Jakarta, 1996.
2 Departemen Kesehatan RI, Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992,
tentang Kesehatan.
3 Departemen Kesehtan RI, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1996, tentang Tenaga Kesehtan
.! Departemen Kesehatan RI, Rencana Pembangunan Menuju
Indonesia Sehat 201 0, Jakarta, 1999.
5 Departemen Kesehatan RI, Kebijakan Pengembangan Tenaga
Kesehatan Tahun 2000- 201 0, Jakarta, 2000.
6 Departemen Kesehatan RI, Profil Kesehatan Indonesia 2001Menuju Indonesia Sehat 2010, Pusat Data & Informasi, Jakarta,
2002
7. Departemen Kesehatan RI, Statistik RS di Indonesia Seri 2Ketenagaan Edisi Tahun 2001, Ditjen Pelayanan Medik, Jakarta,
2001
8. Departemen Kesehatan RI, Investasi Kesehatan Untuk
Pembangunan Ekonomi, Jakarta, 2003
9. Departemen Kesehatan RI, Rencana Strategi PembangunanKesehatan 2001-2004, Jakarta, 2001.
10. Departemen Kesehatan RI, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta,2003.
11. Departemen Kesehatan RI, Studi Morbiditas dan Disabilitas,
Laporan SKRT 2001, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Jakarta, 2001
12. Departemen Kesehatan RI, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1277/Menkes/SKJ11/2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan, Jakarta, 2001.
27Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778IMENKESISKlVIII12008
13.Departemen Kesehatan RI, Kepmenkes RI No. 131/MenkeslSKlII/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 2004.
14. Departemen Kesehatan RI, Kepmenkes 1333/Menkes/SK/XII/1999,tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, Jakarta, 1999.
15. Departemen Kesehatan RI, Keputusan Menteri Kesehatan nomor1363/Menkes/SKlXII/2001, tentang Registrasi dan Izin Praktik fisioterapi.
16.Departemen Kesehatan RI, Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara NO 04 IKEPI M.PANI 11 2004 tentang Jabatan Fungsional Fisioterapi dan Angka Kreditnya, Jakarta, 2004.
17. Departemen Kesehatan RI, Kep. Bersama MENKES dan Ka.Badan
Kepeg. Negara No. 209/MENKES/SKB/III/2004 dan No. 07 tahun2004, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan FungsionalFisioterapis.
18.Ditjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Rencana
Strategis Ditjen Pelayanan Medik 2001 2004.
19. Donabedian, Hospital Quality Assurance, 1983.
20. Gasperz, Vincent, Manajemen Kualitas dalam Industri Jasa, Strategi
untuk Memenangkan Persaingan Global, Cetakan Pertama,
Jakarta, 1997.
21. Kementerian Pandayagunaan Aparatur Negara RI, Kepmenpan RI No. KEP/04/M.PAN/1/2004 tentang Jabatan Fungsional Tenaga Fisioterapis.
22. Lembaga Administrasi Negara, Rencana Strategik, Pusat DiklatSPIMNAS Bidang TMKP, Jakarta, 2001
23. Lembaga Administrasi NegaraRl, AKIP dan Pengukuran Kinerja, Bahan ajar Diklatpim III, 2001.
24. Lembaga Administrasi Negara, Operasionalisasi Pelayanan Prima, BahanAjar DIKLATPIM Tingkat IV, Jakarta, 2001
25. Ontoseno M. Oepojo, Kepemimpinan Yang Visioner, 1998
28Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 7781MENKESISKlVIII12008
~6. Sinar Grafika, PROPENAS 20002004 (UU No 25 Tahun 2000), Cetakan Pertama, Januari 2001.
27. Sondang P Siagian, Manajemen Strategik, November 1995
28 World Confederation for Physical Therapy, The 16th General
Meeting of World Confederation for Physical Therapy 2007.
29Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778IMENKES/SK/V/Il12008