3. Tinjauan Pustaka EDEMA

33
BAB I PENDAHULUAN Edema atau sembab adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Edema terjadi karena meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan intestinum) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan). Edema dapat bersifat lokal dan umum (general). Cairan edema bersifat transudat, memiliki berat jenis dan kadar protein rendah, jernih tidak berwarna atau kekuningan dan merupakan cairan yang encer atau mirip gelatin bila mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma. Pretest kali ini akan membahas tentang definisi edema, penyebab yang dapat menimbulkan edema, mekanisme terjadinya serta cara mendiagnosis edema. 1

description

EDEMA

Transcript of 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

Page 1: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

BAB I

PENDAHULUAN

Edema atau sembab adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara

sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Edema terjadi karena

meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan intestinum)

yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan

rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan). Edema dapat bersifat

lokal dan umum (general).

Cairan edema bersifat transudat, memiliki berat jenis dan kadar protein

rendah, jernih tidak berwarna atau kekuningan dan merupakan cairan yang encer atau

mirip gelatin bila mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma.

Pretest kali ini akan membahas tentang definisi edema, penyebab yang dapat

menimbulkan edema, mekanisme terjadinya serta cara mendiagnosis edema.

1

Page 2: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Edema adalah peningkatan volume cairan interstitial yang tampak secara klinis.

Peningkatan volume ini dapat mencapai beberapa liter sebelum kelainan tampak.

Karena itu, penambahan berat badan beberapa kilogram biasanya mendahului

manifestasi edema, dan diuresis dapat menginduksi kehilangan berat badan dalam

jumlah yang sama pada pasien edema ringan sebelum mencapai “berat badan kering”.

Asites dan hidrotoraks diartikan sebagai akumulasi cairan berlebihan dalam rongga

peritoneum dan rongga pleura. Kedua keadaan ini dianggap sebagai bentuk khusus

dari edema. Anasarka adalah edema seluruh tubuh yang tampak mencolok.

Menurut penyebab dan mekanisme terjadinya, edema dapat terlokalisir atau

generalisata. Edema tampak sebagai bengkak di wajah, biasanya tampak paling jelas

di daerah periorbital, dan adanya indentasi kulit setelah penekanan, hal ini dikenal

sebagai “pitting” edema. Edema yang tersamar (sangat minimal), dapat dideteksi

dengan stetoskop seperti pada pemeriksaan auskultasi di dada. Setelah stetoskop

diangkat dari dinding dada, bell stetoskop akan membekas dan tampak sebagai

indentasi di kulit dada berbentuk lingkaran bell stetoskop. Edema dapat juga dideteksi

dari keluhan pasien, misalnya cincin yang menjadi sempit, atau kesulitan memakai

sepatu.

II.2 Patofisiologi

Sekitar sepertiga dari volume cairan tubuh total berada dalam ruang

ekstraseluler. Kira-kira 25% dari jumlah tersebut adalah plasma, dan sisanya berupa

cairan interstitial.

Hukum Starling

Hukum Starling sering dianggap sebagai kekuatan yang mengatur perpindahan

kedua komponen cairan di ruang ekstraseluler. Tekanan hidrostatik dalam sistem

vaskuler dan tekanan onkotik koloid dalam cairan interstitial cenderung mendorong

perpindahan cairan dari vaskuler ke ruang ekstravaskuler. Sebaliknya, tekanan

onkotik koloid dari protein plasma dan tekanan hidrostatik dalam cairan interstitial,

2

Page 3: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

seperti pada tekanan jaringan, mendorong perpindahan cairan ke dalam ruang

vaskuler. Akibatnya, terjadi perpindahan air dan diffusible solutes dari ruang vaskuler

pada akhiran arteriolar kapiler.

Cairan akan masuk kembali ke sistem vaskuler pada akhir vena kapiler dan

sistem llimfatik. Aliran limfatik cenderung untuk meningkat dengan adanya

peningkatan jumlah perpindahan cairan dari ruang vaskuler ke interstitium, kecuali

jika terdapat obstruksi. Aliran ini biasanya setimbang, sehinga terdapat keadaan yang

stabil dalam ruang intravaskuler dan interstitial, dan timbul pertukaran cairan antara

kedua ruang tersebut. Meskipun demikian, bila terjadi perubahan yang signifikan pada

gradien tekanan hidrostatik atau onkotik, akan terjadi lebih banyak perpindahan cairan

ekstraseluler (komponen plasma dan cairan interstitial). Terjadinya edema tergantung

pada perubahan satu atau lebih hukum starling yang menyebabkan peningkatan aliran

cairan dari sistem vaskuler ke dalam interstitium atau rongga tubuh.

Edema yang berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler mungkin

disebabkan oleh peningkatan tekanan vena akibat adanya obstruksi drainase vena.

Peningkatan tekana kapiler ini dapat terjadi di seluruh tubuh, seperti pada gagal

jantung kongestif. Kekuatan Starling dapat menjadi tidak seimbang apabila tekanan

onkotik koloid plasma menurun. Penurunan ini disebabkan oleh faktor-faktor yang

menginduksi terjadinya hipoalbuminemia, seperti kelebihan NaCl, malnutrisi,

penyakit hepar, terbuangnya protein melalui urine atau traktus gastrointestinal, atau

keadaan katabolik berat.

Kerusakan Kapiler

Edema dapat terjadi akibat kerusakan endotel kapiler, yang menyebabkan

peningkatan permeabilitas sehinga memungkinkan perpindahan protein ke ruang

interstitial. Kerusakan dinding kapiler dapat disebabkan oleh obat-obatan, agen-agen

virus atau bakteri, dan trauma termal maupun mekanis. Peningkatan permeabilitas

dapat juga disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas yang merupakan karakteristik dari

kerusakan sistem imun. Kerusakan endotel kapiler diduga merupakan penyebab

terjadinya edema inflamatorial. Edema ini biasanya nonpitting, terlokalisir, dan

disertai gejala-gejala inflamasi lainnya seperti kulit kemerahan, panas, dan nyeri.

Untuk menyusun hipotesis mengenai patofisiologi keadaan edematuos, hal

penting yang harus diperhatikan adalah membedakan antara kejadian primer dan

konsekuensi sekunder yang sudah diprediksi sebelumnya. Kejadian primer antara lain

3

Page 4: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

adalah: obstruksi vena atau limfatik yang terlokalisir maupun generalisata, penurunan

curah jantung, hipoalbuminemia, cairan yang terjebak di rongga tertentu seperti

rongga pleura atau peritoneum, atau adanya peningkatan permeabilitas kapiler.

Sedangkan konsekuensi sekunder misalnya retensi garam dan air di ginjal dalam

rangka mempertahankan volume plasma yang menurun seperti pada obstruksi vena.

Baik kejadian primer maupun konsekunsi sekunder, keduanya memiliki kontribusi

dalam pembentukan edema. Pada beberapa kasus, kejadian primer berupa retensi

garam dan air di ginjal, misalnya pada gagal ginjal, sindroma nefrotik,

glomerulonefritis, dan kegagalan fungsi hati tahap awal.

Penurunan Volume Arteri Efektif

Pada banyak jenis edema, volume arteri efektif berkurang, dan sebagai

konsekuensinya terjadi respon fisiologis yang dirancang untuk mengembalikan

volume tersebut kembali normal. Kunci dari respon ini adalah retensi garam dan air,

yang pada prinsipnya dikerjakan oleh tubulus renalis proksimal. Dalam banyak

keadaan, respon ini berhasil memperbaiki volume arteri efektif, seringkali bahkan

tanpa diikuti pembentukan edema. Apabila retensi garam dan air tidak memadai

untuk mengembalikan dan mempertahankan volume darah arteri efektif, retensi tetap

berlanjut, dan akhirnya terbentuk edema. Keadaan tersebut juga berlaku pada

dehidrasi dan perdarahan. Walaupun pada kedua kondisi tersebut terjadi penurunan

volume darah efektif arteri, termasuk penurunan ekskresi garam dan air, namun

karena keseimbangan garam dan air negatif, maka tidak terjadi edema. Pada hampir

semua keadaan yang menyebabkan terjadinya edema, mekanisme yang bertanggung

jawab mempertahankan osmolalitas efektif yang normal dalam cairan tubuh bekerja

secara efisien, sehingga retensi garam akan mendorong timbulnya rasa haus dan

sekresi hormon antidiuretik. Pada status edematous, ekspansi isotonis dari cairan

ekstraseluler dapat terjadi dengan masif, sedangkan volume cairan intraseluler tidak

berubah.

Penurunan Curah Jantung

Penurunan curah jantung, apapun penyebabnya, disertai dengan berkurangnya

volume darah arteri efektif dan juga aliran darah renal, konstriksi arteri-arteri renalis,

dan peningkatan fraksi filtrasi. Pada gagal jantung yang berat, terjadi reduksi tingkat

filtrasi glomerulus. Vasokonstriksi tersebut disebabkan oleh aktivasi sistem saraf

4

Page 5: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

simpatis dan sistem renin angiotensin. Agen penghambat -adrenergik dan/atau

penghambat ACE yang meningkatkan aliran darah renal dan menginduksi diuresis

membantu kedua sistem ini dalam meningkatkan resistensi vaskuler dan retensi garam

dan air.

Faktor Renal

Penurunan curah jantung mengurangi volume darah arteri efektif. Terjadi

peningkatan reabsorpsi tubuler dari filtrasi glomerulus di tubulus proksimal dan distal.

Perubahan hemodinamik intrarenal tampaknya memegang peranan yang signifikan.

Gagal jantung dan beberapa keadaan lain seperti sindroma nefrotik dan sirosis hepatis

yang mengurangi volume darah efektif arteri, menyebabkan konstriksi arteriol renalis

eferen. Hal ini, selanjutnya akan menurunkan tekanan hidrostatik, sedangkan

fpeningkatan fraksi filtrasi akan meningkatkan tekanan osmotik koloid di kapiler

peritubulus, akibatnya akan menambah reabsorpis garam dan air di tubulus proksimal

dan pada lengkung henle asenden.

Selain itu, penurunan aliran darah renal merangsang sel-sel jukstaglomerulus

mengirim sinyal untuk meningkatkan pelepasan renin. Mekanisme yang mengatur

pelepasan tersebut meliputi respon baroreseptor, penurunan perfusi renal, dan

berukurangnya regangan dari sel-sel jukstaglomerulus, suatu sinyal yang

menyebabkan peningkatan atau pelepasan renin, atau keduanya. Mekanisme kedua

yang mengatur pelepasan renin melibatkan makula densa; sebagai akibat dari

menurunnya filtrasi glomerulus, natrium klorida yang dapat mencapai tubulus distal

menjadi berkurang. Keadaan ini tercium oleh makula densa, yang akan mengirim

sinyal ke sel-sel jukstaglomerulus yang berdekatan untuk mensekresi renin.

Mekanisme ketiga melibatkan sistem saraf simpatis dan katekolamin dalam sirkulasi.

Aktivasi reseptor -adrenergik pada sel jukstaglomerulus akan merangasang

pelepasan renin. Ketiga mekanisme ini secara umum bekerja simultan.

SIstem Renin Angiostensisn Aldosteron (RAA)

Renin, bekerja pada substratnya, yaitu angiotensinogen, untuk melepaskan

angiontensin I, yang akan dipecah menjadi angiotensin II (AII). Sistem ini

menyebabkan vasokonstriksi; khususnya bekerja pada arteriol eferen dan secara

independen meningkatkjan reabsorpsi natrium di tubulus proksimal. Sistem RAA

telah lama diketahui sebagai sistem hormonal. Meskipun begitu, sistem ini juga

5

Page 6: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

bekerja secara lokal. AII yang diproduksi baik di sirkulasi maupun intrarenal

mempunyai andil dalam vasokostriksi renal dan retensi garam dan air. Efek AII

terhadap renal ini diperantarai oleh akivasi reseptor AII tipe I, yang dapat dihambat

oleh antagonis spesifik seperti losartan. AII juga memasuki sirkulasi dan merangsang

produksi aldosteron oleh zona glomerulosa di korteks adrenal. Pada pasien dengan

gagal jantung, tidak hanya terjadi peningkatan sekresi aldosteron, tapi juga terjadi

perpanjangan waktu paruh biologis aldosteron, yang akan meningkatakan kadar

hormon ini dalam plasma. Depresi aliran darah hepatik sekunder terhadap penurunan

curah jantung, khususnya selama olah raga, bertanggung jawab terhadap penurunan

katabolisme aldosteron di hepar. Aldosteron, selanjutnya, meningkatkan reabsopsi

natrium (dan ekskresi kalium) oleh colecting tubule. Aktivasi sistem RAA terjadi

paling mencolok pada fase awal gagal jantung akut yang berat, dan intensitasnya

berkurang pada pasien dengan gagal jantung kronis yang stabil dan terkompensasi.

Walaupun peningkatan kuantitas aldosteron terjadi pada gagal jantung dan

keadaan status edematous lain, dan walaupun pengambatan kerja aldosteron oleh

spironolakton seringkali menyebabkan diuresis sedang, peningkatan kadar aldosteron

(atau mineralokortikoid lain) yang persisten saja tidak selalu menyebabkan akumulasi

edema. Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi pada sebagian besar pasien

aldosteronisme, di mana tidak terjadi retensi cairan secara mencolok. Selain itu,

walaupun individu normal yang mengkonsumsi mineralokortikoid poten seperti

deoksikortikosteron asetat atau fludokortison meretensi sejumlah garam dan air,

akumulasi ini akan berhenti dengan sendirinya, kecuali jika konsumsi steroid

dilakukan terus menerus (dikenal sebagai fenomena “mineralokortikoid escape”).

Edema yang terjadi pada individu yang mengkonsumsi mineralokortikoid dalam dosis

besar kemungkinan disebabkan oleh peningkatan filtrasi glomerulus (menghambat

natriuresis) dan aksi substansi natriuretik. Sekresi aldosteron terus menerus mungkin

berperan penting dalam akumulasi cairan pada status edematous, karena pasien

dengan edema sekunder terhadap gagal jantung, sindroma nefrotik, dan sirosis

biasanya tidak mampu memperbaiki defisit volume darah arteri efektif. Sebagai

konsekuensinya, keadaan tersebut tidak menyebabkan terhambatnya natriuresis.

Penghambatan sistem RAA, dengan menghambat reseptor AII atau ACE, akan

menurunkan resistensi arteriol efferen dan meningkatkan aliran darah renal. Aksi ini

(bekerja secara kombinasi pada pasien gagal jantung dengan peningkatan curah

jantung sekunder terhadap reduksi afterload), seperti halnya pada penurunan sekresi

6

Page 7: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

aldosteron, akan menyebabkan diuresis. Namun, pada pasien dengan kerusakan fungsi

ginjal sedang atau berat, atau dengan stenosis arteri renalis, pengaruh sistem RAA

dapat menyebabkan retensi garam yang paradoks akibat memburuknya kerusakan

fungsi ginjal.

Arigin Vasopresin (ACP) dan Endotelin

Sekresi AVP terjadi sebagai respon terhadap peningkatan konsentrasi

osmolalitas seluler. Sekresi AVP juga terjadi akibat stimulasi reseptor-reseptor V2

yang akan meningkatkan reabsorpsi air di tubulus renalis distal dan collecting tubule,

sehingga meningkatkan volume air tubuh total. Pada sejumlah pasien dengan gagal

jantung terjadi peningkatan AVP sekunder terhadap stimulus nonosmotik yang

disertai dengan pnurunan volume darah efektif arteri. Pasien seperti ini mengalami

penurunan AVP yang abnormal sehingga terjadi penurunan osmolalitas yang

menyebabkan hiponatremia dan timbulnya edema.

Endotelin: Endotelin merupakan peptida vasokonstriktor yang poten,

dilepaskan oleh sel-sel endotel. Konsentrasi endotelin meningkat pada gagal

jantung yang kemudian berperan dalam vasokonstriksi renal, rentensi natrium,

dan pembentukan edema.

Peptida Natriuretik: Distensi atrium dan/atau pengisian natrium menyebabkan

pelepasan atrial natriuretic peptide (ANP) ke dalam sirkulasi. Prekursor ANP

tersimpan dalam granula sekretorik di dalam miosit atrium. Pelepasan ANP

menyebabkan: (1)ekskresi natrium dan air dengan cara meningkatkan filtrasi

glomerulus, menghambat reabsorpsi natrium di tubulus proksimalis, dan

mengambat pelepasan renin dan aldosteron; dan (2)dilatasi arteriol dan vena

dengan aksi antagonis dari AII, AVP, dan stimuasi simpatis. Selain itu, pada

keadaan hipervolemik, ANP memiliki kemampuan melawan retensi natrium

dan peningkatan tekanan arteri. Terdapat peptida natriuretik otak (BNP) yang

berhubungan erat dengan ANP dan memiliki aksi yang sama. BNP tersimpan

di miokardium ventrikel jantung dan dilepaskan ketika terjadi peningkatan

tekanan diastolik ventrikel. Kadar ANP dan BNP dalam sirkulasi meningkat

pada gagal jantung kongestif tapi tidak secara jelas memadai dalam mencegah

pembentukan edema. Bahkan, pada status edematous (khususnya gagal

jantung), terdapat resistensi yang abnormal tehadap aksi peptida natriuretik.

7

Page 8: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

Tabel 1: Mekanisme, Fisiologi, dan Penyebab Edema

KLINIS FAKTOR YANG

BERPENGARUH

MEKANISME

Edema Lokal

Inflamasi

Thrombosis vena

dalam

Peningkatan Kf

Peningkatan perbedaan tek.

Hidrostatik

intra&ekstravaskular

Diperantarai sitokin

Obstruksi vena

Obstruksi limfe

Edema Generalisata

Sindrom nefrotik

GGA oliguria

Gagal Jantung

Kongestif

Sirosis Hepatitis

Kwashiorkor

Peningkatan Kf

Peningkatan perbedaan tek.

Hidrostatik

intra&ekstravaskular

Penurunan tek. Osmotic

Peningkatan perbedaan tek.

Hidrostatik

intra&ekstravaskular

Peningkatan perbedaan tek.

Hidrostatik

intra&ekstravaskular

Peningkatan perbedaan tek.

Hidrostatik

intra&ekstravaskular

Penurunan tek. osmotik

Peningkatan Kf

Penurunan tek. osmotik

Peningkatan perbedaan tek.

Hidrostatik

Diperantarai sitokin

Pelepasan aldosterone

Penurunan kadar albumin

Peningkatan volume darah

Penurunan curah jantung

diperantarai oleh: renin,

angiotensin, dan

aldosterone

Hipertensi portal

diperantarai oleh

aldosterone

Penurunan kadar albumnin

diperantarai oleh

prostaglandin, NO

Penurunan kadar albumin

Diperantarai renin,

8

Page 9: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

Edema Idiopatik intra&ekstravaskular angiotensin, dan aldosteron

II.3 Etiologi

Obstruksi Drainase Vena (dan Limfatik) pada Ekstremitas

Pada keadaan obstruksi, tekanan hidrostatik dalam anyaman kapiler bagian hulu

dari obstruksi meningkat, sehingga cairan dalam jumlah abnormal berpindah dari

vaskuler ke ruang interstitial. Karena rute alternatif (yaitu limfatik) dapat juga

mengalami obstruksi, maka terjadi peningkatan volume cairan interstital di

ekstremitas (terdapat cairan terjebak dalam ekstremitas) yang menyebabkan edema

lokal. Keadaan tersebut akan mengurangi volume darah efektif arteri.

Apabila obstruksi vena dan limfatik terjadi pada sebelah ekstremitas, cairan

akan terakumulasi dalam interstitial, sehingga mengurangi volume plasma. Volume

plasma yang berkurang akan merangsang retensi garam dan air sampai defisist

volume plasma terkoreksi. Pada ekstremitas yang terkena akan terjadi regangan

jaringan sampai keseimbangan hukum Starling dapat dicapai, di mana tidak terjadi

lagi akumulasi cairan. Efek yang terjadi adalah peningkatan volume cairan interstitial

lokal. Keadaan yang sama terjadi pada asites dan hidrotoraks, di mana cairan terjebak

atau terakumulasi di dalam kavitas, mengurangi volume intravaskuler, dan

menyebabkan retensi garam dan air sekunder.

Gagal Jantung Kongestif

Pada kelainan ini, gangguan pengosongan pada saat sistolik dan/atau gangguan

relaksasi ventrikel menyebabkan akumulasi darah dalam jantung dan sirkulasi vena,

sehingga menurunkan volume arteri, dan mencetuskan berbagai keadaan yang telah

disebutkan di atas. Pada gagal jantung ringan, sedikit peningkatan volume darah total

dapat memperbaiki defisit volume arteri dan membentuk keadaan yang stabil. Melalui

kerja hukum Starling di jantung, peningkatan volume darah dalam ruang jantung

menyebabkan kontraksi jantung yang lebih kuat dengan demikian dapat

meningkatkan curah jantung. Namun, apabila gangguan jantung yang terjadi lebih

berat, retensi cairan tidak dapat memperbaiki defisit volume darah arteri. Volume

darah akan terakumulasi di sirkulasi vena, dan peningkatan tekanan hidrostatik di

kapiler dan limfatik menyebabkan pembentukan edema. Pada gagal jantung, reduksi

9

Page 10: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

terjadi akibat penghambatan pusat vasomotor yang diperantarai oleh barorefleks. Hal

ini akan menyebabkan aktivasi saraf vasokonstriktor ginjal dan sistem RAA sehingga

terjadi retensi natrium dan air.

Pengosongan ventrikel yang tidak komplit (gagal jantung sistolik) dan/atau

relaksasi ventrikel yang tidak adekuat (gagal jantung diastolik), keduanya akan

menyebabkan peningkatan tekanan diastolik ventrikel. Jika gangguan jantung

melibatkan ventrikel kanan, tekanan dalam vena sistemik dan kapiler dapat

meningkat, akibatnya akan mendorong transudasi cairan ke dalam ruang interstitial

dan memperburuk edema perifer. Peningkatan tekanan vena sistemik diteruskan ke

duktus torasikus dengan konsekuensi terjadinya penurunan drainase limfatik dan

akhirnya meningkatkan akumulasi edema.

Apabila gangguan fungsi jantung melibatkan ventrikel kiri, maka tekanan vena

pulmonalis dan kapiler meningkat, begitu juga dengan tekanan arteri pulmonalis.

Keadan ini selanjutnya akan mempengaruhi diastolik ventrikel kanan dan tekanan

vena sentral serta sistemik, sehingga menyebabkan pembentukan edema perifer.

Edema paru-paru mengganggu pertukaran gas sehingga dapat menginduksi hipoksia

yang akan memperburuk fungsi jantung lebih jauh lagi.

Sindroma Nefrotik dan Keadaan Hipoalbuminemia lainnya

Perubahan primer pada kelainan ini adalah menurunya tekanan onkotik koloid

yang disebabkan oleh hilangnya protein secara masif melalui urin. Hal ini mendorong

perpindahan cairan ke dalam interstitial, menyebabkan hipovolemia, dan mencetuskan

pembentukan edema sebagai konsekuensi dari berbagai peristiwa di atas, termasuk

aktivasi sistem RAA. Dengan adanya hipoalbuminemia berat dan penurunan tekanan

onkotik koloid, maka retensi garam dan air dalam kompartemen vaskuler tidak dapat

dipertahankan, akibatnya terjadi penurunan colume darah arteri total dan efektif,

sehingga stimulus untuk terjadinya retensi garam dan air tidak dapat dikurangi.

Peristiwa serupa terjadi pada keadaan lain yang menyebabkan hipoalbuminemia berat,

termasuk defisiensi nutrisi berat, enteropati yang disertai kehilangan protein,

hipoalbuminemia kongenital, dan penyakit hati kronis yang berat. Namun, pada

sindroma nefrotik, yang berperan dalam pembentukan edema adalah gangguan

ekskresi natrium di ginjal, walaupun tidak terjadi hipoalbuminemia berat.

Sirosis Hepatik

10

Page 11: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

Kelaianan ini ditandai dengan adanya hambatan aliran vena hepatik, yang

selanjutnya menyebabkan ekspansi volume darah splanknik dan meningkatkan

pembentukan limf hepatik. Hipertensi intrahepatik yang terjadi bekerja sebagai

stimulus poten terhadap retensi natrium dalam ginjal dan mungkin terhadap

vasodilatasi sistemik serta penurunan volume darah arteri efektif. Perubahan-

perubahan ini seringkali disertai komplikasi berupa hipoalbuminemia sekunder untuk

mengurangi sintesis di hepar, yang akan menurunakan volumedarah arteri efektif

lebih jauh lagi. Akibatnya terjadiaktivasi sistem RAA oleh saraf simpatis renal dan

mekanisme retensi garam dan air lainnya. Konsentrasi aldosteron dalam sirkulasi

meningkat akibat kegagalan fungsi hati dalam metabolisme hormon ini. Pada

mulanya, kelebihan cairan interstitial terlokalisir di bagian hulu dari kongesti sistem

vena porta dan sumbatan limfatik hati, yaitu di rongga peritoneum. Pada tingkat

lanjut, khususnya jika telah terjadi hipoalbuminemia berat, dapat terbentuk edema

perifer. Produksi prostaglandin yang berlebihan pada sirosis akan mengurangi retensi

natrium. Apabila sintesis prostaglandin tersebut dihambat oleh agen antiinflamasi

nonsteroid, akan terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga retensi natrium akan

meningkat.

Edema akibat Induksi Obat

Sejumlah besar obat-obatan yang selama ini telah dikonsumsi secara luas dapat

menyebabkan edema. Mekanisme terbentuknya edema meliputi vasokonstriksi renal

(agen antiinflamasi nonsteroid dan siklosporin), dilatasi arteriol (vasodilator),

peningkatan reabsorpsi natrium ginjal (hormon steroid) dan kerusakan kapiler

(interleukin-2).

Tabel 2. Obat-obatan yang Menyebabkan Edema

Obat antiinflamasi nonsteroid

Obat antihipertensi

Vasodilator arteri/arteriol direk

Minoksidil

Hidralazin

Kklonidin

11

Page 12: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

Metildopa

Guanetidin

Antagonis Kalsium

Antagonis adrenergik

Hormon steroid

Glukokortikoid

Steroid anabolik

Estrogen

Progestin

Siklosporin

Growth hormone

Imunoterapi

Interleukin-2

OKT3 atibodi monoklonal

Edema Idiopatik

Sindroma ini sebagian besar timbul pada wanita, ditandai dengan episode edema

periodik (tidak berhubungan dengan siklus haid), seringkali disertai dengan distensi

abdomen. Perubahan berat badan diurnal terjadi akibat retensi ortostatik garam dan

air, sehingga berat badan penderita bertambah beberapa gram setelah berada dalam

posisi tegak selama beberapa jam. Adanya perubahan berat diurnal yang besar pada

berat badan diduga akibat peningakatan permeabilitas kapiler yang tampaknya

berfluktuasi dalam derajat dan diperberat dengan cuaca panas. Terdapat beberapa

bukti yang menunjukkan bahwa terjadi reduksi volume plasma pada kondisi ini

disertai dengan aktivasi sekunder sistem RAA dan gagalnya supresi pelepasan AVP.

Edema idiopatik harus dibedakan dari edema siklikal atau premenstrual, di mana

retensi garam dan air yang terjadi mungkin sekunder akibat stimulasi estrogen

berlebihan. Terdapat juga beberapa kasus di mana edema yang terjadi tampaknya

diinduksi oleh diuretik. Konsumsi diuretik secara kronis akan sedikit menurunkan

volume darah sehingga menyebabkan hiperreninemia dan hiperplasia

jukstaglomerulus. Sedangkan efek langsung dari diuretik adalah kompensasi

12

Page 13: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

berlebihan dari mekanisme retensi garam, sehingga bila konsumsi diuretik dihentikan

tiba-tiba, kekuatan untuk melawan retensi garam akah hilang, terjadi retensi cairan,

akhirnya terbentuk edema. Telah dilaporkan terjadinya penurunan aktivitas dopamin

dan kalikrein urin, serta eksresi kinin dalam kondisi tersebut, dan mungkin berperan

penting dalam patogenesis.

II.4 Diagnosis Banding

Edema terlokalisir biasanya dapat segera dibedakan dari edema generalisata. Sebagian

besar edema generalisata diderita oleh pasien dengan gangguan jantung, ginjal, hati,

atau nutrisional tingkat lanjut. Karena itu, diagnosis banding edema generalisata

seharusnya ditujukan langsung terhadap identifikasi atau eksklusi beberapa keadaan

berikut ini.

Edema Terlokalisir: Edema akibat inflamasi atau hipersensitivitas biasanya

dapat segera diidentifikasi. Edema terlokalisir yang berhubungan dengan

obstruksi vena atau limfatik dapat disebabkan oleh tromboflebitis, limfangitis

kronis, reseksi nodus limfatikus regional, filariasis, dll. Limfedema secara

khusus dapat dikenali, karena restriksi aliran limfatik akan menyebabkan

peningkatan konsentrasi protein dalam cairan interstitial, suatu keadaan yang

memperberat retensi cairan.

Tabel 3. Diagnosis Banding Edema Generalisata

JANTUNG HATI GINJAL

ANAMNESIS

Dispnea akibat

aktivitas fisik

(utama) -sering

disertai dengan

ortopnea atau

PND

Dispnea jarang

terjadi, kecuali bila

disertai dengan

asites yang

signifikan; tersering

ada riwaya

penyalahgunaan

etanol

Biasanya kronis : dapat

disertai dengan tanda

dan gejala uremia.

Dispnea dapat terjadi

tapi biasanya kurang

menonjol dibandingkan

pada gagal jantung.

13

Page 14: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

PEMERIKSAAN

FISIK

Peningkatan JVP,

S3 gallop:

kadangkala

dengan denyut

apikal diskinetik

atau displaced;

sianosis perifer,

ekstremitas

dingin, tekanan

nadi lemah bila

berat

Sering disertai

dengan asites; JVP

normal atau rendah;

tekanan darah lebih

rendah daripada

penyakit jantung

atau ginjal; mungkin

terdapat satu atau

lebih tanda

tambahan penyakit

hati kronis

Tekanan darah mungkin

naik, retinopati

hipertensif atau diabetik

pada kasus tertentu;

fetor nitrogen; edema

periorbital dapat

menonjol; pericardial

frkction rub pada kasus

tingkat lanjut dengan

uremia.

LABORATORIUM

Sering terjadi

peningkatan urea

nitrogen terhadap

rasio kreatinin;

peningkatan asam

urat; natrium

serum sering

menurun; enzim-

enzim hati

biasanya

meningkat dengan

kongesti hati.

Apabila berat, terjadi

reduksi serum

albumin, kolesterol,

dan protein hepatik

lainnya; enzim hati

meningkat

tergantung pada

penyebab dan

akutnya kerusakan

hati; tendensi

terhadap

hipokalemia,

alkalosis respiratoir,

makrositosis akibat

defisiensi folat.

Albuminuria,

hipoalbuminemia;

kadangkala serum

kreatinini dan urea

nitrogen meningkat;

hiperkalemia, asidosis

metabolik,

hiperfosfatemia,

hipokalsemia, anemia

(biasanya normositik).

Edema pada Gagal Jantung: Adanya penyakit jantung, yang dimanifestasikan

dengan pembesaran jantung dan iirama gallop, bersama dengan adanya bukti-

bukti gagal jantung seperti dipnea, rale basiler, distensi vena, dan

hepatomegali, biasanya merupakan indikasi bahwa edema berasal dari gagal

jantung.

14

Page 15: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

Edema pada Sindroma Nefrotik: Sindroma nefrotik ditandai dengan

proteinuria yang menonjol (>3,5 g/dL), hipoalbuminemia (<35 g/L), dan pada

beberapa keadaan terdapat hiperkolesterolemia. Sindroma ini dapat timbul

dalam berbagai penyakit ginjal, termasuk glomerulonefritis,

glomerulosklerosis diabetik, dan reaksi hipersensitivitas.

Edema pada Glomerulonefritis Akut dan Jenis Gagal Ginjal Lainnya:

Edema yang timbul pada fase akut glomerulonefritis secara khas ditandai

dengan hematuria, proteinuria, dan hipertensi. Walaupun beberapa bukti

memperkuat pendapat bahwa retensi cairan disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas kapiler, namun pada sebagian besar kasus edema berasal dari

retensi primer garam dan air oleh ginjal sebagai konsekuensi dari insufisiensi

ginjal. Keadaan ini berbeda dengan gagal jantung kongestif yang ditandai

dengan curah jantung normal (bahkan kadangkala meningkat) dan perbedaan

oksigen arterial-mixed venous yang normal. Hasil rontgen dada pasien dengan

edema akibat gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya kongesti paru-paru

sebelum pembesaran jantung terjadi secara signifikan. Namun biasanya tidak

terdapat ortopnea. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronis juga dapat

mengalami edema akibat retensi primer garam dan air.

Edema pada Sirosis: Terdapatnya asites dan bukti-bukti klinis maupun

biokimiawi atas penyakit hati merupakan karakteristik edema yang berasal

dari penyakit hati. Asites seringkali refrakter terhadap terapi karena

disebabkan oleh kombinasi antara obstruksi drainase limfatik hati, hipertensi

portal, dan hipoalbuminemia. Edema dapat juga timbul di bagian tubuh yang

lain sebagai akibat dari hipoalbuminemia. Akumulasi cairan asites dalam

jumlah tertentu dapat meningkatkan tekanan intraabdomen dan mengganggu

aliran balik vena dari ekstremitas bawah, akibatnya terjadi edema di daerah

ini.

Edema Nutrisional: Defisiensi protein dalam diet dalam jangka waktu yang

lama dapat menyebabkan hipoproteinemia dan edema. Edema dapat diperberat

dengan timbulnya penyakit jantung beriberi, yang juga nutrisional, di mana

fistula arteriovenous perifer yang terjadi menyebabkan penurunan perfusi

15

Page 16: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

sistemik efektif dan volume darah arteri efektif. Edema sebenarnya dapat

memburuk apabila pasien langsung diberi diet yang adekuat. Konsumsi

makanan yan glebih dari biasanya dapat meningkatkan kadar garam dalam

tubuh, yang nantinya akan diretensi bersama air. Suatu keadaan yang disebut

“refeeding edema” dihubungkan dengan peningkatan pelepasan insulin, yang

secara langsung meningkatan reabsorpsi natirum di tubulus. Selain

hipoalbuminemia, hipokalemia dan defisiensi kalori dapat menyebabkan

edema nutrisional.

Penyebab-penyebab Lain Edema: Penyebab lain edema termasuk

hipotiroidisme, di mana edema (myxedema) secara khas berlokasi di daerah

pretibia dan dapat disertai dengan sembab di periorbital. Hiperadrenokortisme

eksogen, kehamilan, dan konsumsi estrogen serta vasodilator, khususnya

antagonis kalsium (nifedipin), juga dapat menyebabkan edema.

Distribusi Edema: Distribusi edema merupakan penuntun yang penting dalam

menentukan penyebab edema. Edema yang terbatas pada satu tungkai atau sebelah

atau kedua lengan biasanya akibat obstruksi vena dan/atau limfatik. Edema yang

disebabkan oleh hipoproteinemia mempunyai karakteristik generalisata, tapi biasanya

tampak lebih menonjol di kelopak mata dan wajah, terutama pada pagi hari akibat

posisi berbaring selama malam hari sebelumnya. Penyebab edema fasial yang lebih

jarang adalah trichinosis, reaksi alergi, dan myxedema. Di lain pihak, edema yang

berhubungan dengan gagal jantung cenderung lebih menonjol di tungkai dan tampak

semakin besar di malam hari. Apabila pasien gagal jantung menjalani tirah baring,

edema tampak paling menonjol di daerah presacral. Edema unilateral biasanya berasal

dari lesi di sistem saraf pusat yang berdampak pada serat vasomotor pada salah satu

sisi tubuh. Paralisis juga menurunkan drainase limfatik dan vena pada sisi tubuh yang

terkena.

II.5. Faktor-faktor untuk Penegakan Diagnosis

Warna, ketebalan, dan sensitivitas kulit merupakan hal yang signifikan. Rasa

nyeri lokal dan peningkatan temperatur kemungkinan akibat inflamasi. Sianosis lokal

dapat memperkuat dugaan obstruksi vena. Pada individu yang mengalami episode

berulang edema dalam jangka waktu lama, kulit di atas area yang terkena dapat

16

Page 17: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

menebal, terjadi indurasi dan seringkali kemerahan.

Pengukuran atau perkiraan tekanan vena juga penting dalam mengevaluasi

edema. Peningkatan pada bagian tubuh tertentu menunjukkan obstruksi vena.

Peningkatan tekanan vena di seluruh tubuh biasanya mengindikasikan gagal jantung

kongestif. Biasanya, peningkatan ini dapat ditunjukkan level terjadinya kolaps vena

servikal. Pada pasien dengan obstruksi vena cava superior, edema ditemukan di

wajah, leher, dan ekstremitas atas, di mana tekana vena lebih tinggi daripada di

ekstremitas bawah. Pengukuran tekanan vena di ektremitas atas juga bermanfaat pada

pasien dengan edema masif di ekstremitas bawah dan asites. Tekanan vena akan

meningkat di ekstremitas atas jika edema berasal dari jantung, tapi akan normal jika

edema terjadi sekunder akibat sirosis. Gagal jantung berat dapat menyebabkan asites

yang dapat dibedakan dengan asites akibat sirosis hepatis dengan melihat JVP.

Penentuan kadar albumin serum sangat penting dalam mengidentifikasi pasien

dengan edema yang berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik koloid

intravaskuler. Terdapatnya proteinuria juga merupakan petunjuk penting. Tidak

adanya proteinuria dapat menyingkirkan sindroma nefrotik tapi tidak dapat

menyingkirkan gagal jantung nonproteinuria. Proteinuria ringan sampai sedang

merupakan tanda pada pasien dengan gagal jantung.

II.6 Pendekatan kepada Pasien

Pertanyaan penting yang harus ditanyakan pertama kali adalah apakah edema

terlokalisir atau generalisata. Hidrotoraks dan asites merupakan bentuk edema

terlokalisir. Keduanya dapat merupakan konsekuensi dari obstruksi vena atau limfatik

lokal, seperti pada penyakit inflamasi atau neoplasma.

Apabila edema terjadi generalisata, yang harus ditentukan pertama kali adalah :

apakah terdapat hipoalbuminemia yang serius, misanya serum albumin < 25 gr/L. Jika

ada, maka anamnesis, pemeriksaan fisik, urinalisis, dan data laboratorium lainnya

akan membantu dalam evaluasi penyakit yang mendasari seperti sirosis, malnutrisi

berat, gastroenteropati dengan kehilangan protein, atau sindroma nefrotik. Apabila

tidak terdapat hipoalbuminemia, harus ditentukan apakah ada bukti gagal jantung

kongestif sebagai pencetus edema generalisata. Akhirnya, harus ditentukan apakah

pasien mengeluarkan urine dalam jumlah adekuat, atau apakah terdapat oliguria yang

signifikan, atau bahkan anuria.

17

Page 18: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

TABEL 4. Mekanisme dan Pola Edema

Secara kasar penyebab edema dapat dibagi dalam dua kelompok : (1)

penyebab sistemik, termasuk gagal jantung kongestif, hipoalbunemia, dan retensi

garam dan air berlebihan dari ginjal; dan (2) penyebab lokal/setempat, seperti stasis

vena, stasis limfatik, dan ketergantungan yang lama (maksudnya tirah baring kali).

Peningkatan permeabilitas kapiler dapat terdistribusi secara lokal atau general.

MEKANISME

EDEMADISTRIBUSI EDEMA

TANDA –TANDA

LAIN YANG

MUNGKIN

TERMASUK

Gagal jantung

kongestif kanan

Turunnya kemampuan

jantung untuk memompa

darah vena

Edema pertama kali

timbul pada bagian tubuh

yang menggantung, di

mana terdapat tekanan

hidrostatik tertinggi

(misalnya kaki &

tungkai). Saat berbaring,

punggung yang rendah

menggantung & menjadi

edematous

Peningkatan tekanan

vena jugularis, hati

membesar dan seringkali

lunak, pembesaran

jantung, terdengar S3.

Hipo-

albuminemia

Penurunan tekanan

koloid osmotik dalam

plasma menyebabkan

keluarnya cairan secara

berlebihan ke ruang

interstitial dan menetap

di sana. Penyebabnya

termasuk sirosis,

Edema dapat muncul

pertama kali di jaringan

subkutan yang longgar

pada kelopak mata,

terutama setelah

berbaring di malam hari,

namun dapat juga terlihat

Serum albumin rendah.

Tanda-tanda penyakit

hati kronis seperti asites,

spider angiomas, dan

ikterus. Tanda-tanda dari

sindroma nefrotik

bervariasi menurut

penyebabnya.

18

Page 19: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

sindroma nefrotik, dan

malnutrisi berat.

pertama kali di kaki dan

tungkai. Bila sirosis telah

berkembang lebih jauh,

edema dapat generalisata.

Retensi

berlebihan

garam dan air di

ginjal

Ginjal dapat

menyebabkan edema

dengan menahan garam

dan air secara berlebihan,

di mana sebagian masuk

ke ruang interstitial.

Obat-obatan seperti

kortikosteroid, estrogen,

dan sebagian

antihipertensi dapat

menyebabkan retensi

tersebut.

Edema biasanya dimulai

di bagian tubuh yang

menggantung dan dapat

menjadi generalisata.

Biasanya tidak ada.

Stasis vena

sekunder

terhadap

obstruksi atau

insufisiensi

Tromboflebitis dapat

menyumbat aliran vena.

Katup-katup vena dapat

dirusak oleh

tromboplebitis atau

menjadi inkompeten

karena varises vena.

Lebih jarang terjadi, vena

tertekan dari luar, seperti

oleh tumor atau fibrosis.

Pada semua kasus,

tekanan hidrostatik akan

Edema terbatas pada

daerah sumbatan,

seringkali satu tungkai,

atau yang lebih jarang,

pada kedua tungkai atau

sebelah lengan.Sumbatan

pada vena cava superior

dapat menyebabkan

edema di seluruh tubuh

bagian atas.

Pembengkakan lokal dan

peningkatan turgor

jaringan. Jika vena-vena

besar seperti vena cava

superior atau vena-vena

ileofemoral terlibat,

dapat terlihat

peningkatan alur vena

dan dilatasi vena. Rasa

nyeri kadangkala

menyertai flebitis.

19

Page 20: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

meningkat di dalam

vena dan kapiler,

menyebabkan kehilangan

cairan yang berlebihan ke

dalam jaringan-jaringan.

DAFTAR PUSTAKA

Braunwald, E. EDEMA, Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th

Edition. McGraw-Hill International. 2005 ; page 212-216

Eknoyan G. A history of edema and its management. Kidney Int Suppl. 1997; 59: S1

20

Page 21: 3. Tinjauan Pustaka EDEMA

18-26.

Hamm LL, Batuman V. Edema in nephrotic syndrome: new aspect of an old enigma.

J AmSoc Nephrol. 2003; 14: 3288-3289.

Harrison’s Manual of Medicine 16th Edition. McGraw-Hill International. 2005; page

194-197.

Soedoyo. Edema. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo WH, Setiyohadi

B, Alwi I, et al. Interna Publishing. Edisi ke-5. 2010: hal. 946-951.

Wilson LM. Gangguan pada volume cairan, osmolalitas dan elektrolit. In: Price SA,

Wilson LM, editors. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 4th

edition. Volume 1. Jakarta: Penerbit buku kedokteran; 1995. P.302-326.

21