3 Presentasi Kasus Mioma Uteri Ayu
-
Upload
rheza-tuszakka -
Category
Documents
-
view
97 -
download
10
description
Transcript of 3 Presentasi Kasus Mioma Uteri Ayu
i
PRESENTASI KASUS
MIOMA UTERI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh :
Ayu Kusumawati
20100310216
Dokter Penguji :
dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG
SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN
MIOMA UTERI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi
Di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh:
Ayu Kusumawati
20100310216
Telah dipresentasikan dan disetujui pada:
26 Juni 2015
Mengetahui
Dosen Pembimbing
dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, atas rahmat dan karunia Allah SWT, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus mengenai Mioma Uteri. Tujuan
pembuatan Presentasi Kasus ini untuk memenuhi salah satu dari syarat program
pendidikan profesi sub bidang Obstetri dan Ginekologidi RSUD Panembahan
Senopati Kabupaten Bantul dan menambah pengetahuan penulis Mioma Uteri
sebagai salah satu kasus di bagian Obstetri dan Ginekologi.
Terimakasih yang sebanyak – banyaknyapenulisucapkankepada :
1. dr. Bambang Basuki, Sp.OG (K) selaku Kepala Bagian SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD Panembahan Senopati Bantul
2. dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp.OG selaku Dosen Pembimbing di
bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Panembahan Senopati Bantul.
3. dr. Erick Yuane, Sp.OG selaku dokter spesialis yang juga ikut
membimbing koas di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Panembahan
Senopati Bantul.
4. Semua dokter, bidan dan perawat di RSUD Panembahan Senopati Bantul
yang banyak membantu penulis dalam menjalankan tuga ssebagai
DokterMuda di bagian Obstetri dan Ginekologi.
5. Rekan-rekan Dokter Muda yang telah memberikan semangat, dorongan
dan bantuannya.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi yang membacanya.
Penulis,
Ayu Kusumawati
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2
A. DEFINISI ........................................................................................... 2
B. EPIDEMIOLOGI ............................................................................... 2
C. ANATOMI ......................................................................................... 3
D. FAKTOR RESIKO ............................................................................. 5
E. ETIOLOGI ......................................................................................... 7
F. PATOFISIOLOGI .............................................................................. 7
G. KLASIFIKASI ................................................................................. 10
H. MANIFESTASI KLINIS .................................................................. 12
I. DIAGNOSIS .................................................................................... 15
J. PENATALAKSANAAN .................................................................. 16
K. KOMPLIKASI ................................................................................. 23
L. PROGNOSIS.................................................................................... 23
BAB III. LAPORAN KASUS ............................................................................ 24
BAB IV. PEMBAHASAN ................................................................................. 33
BAB IV. KESIMPULAN ................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun
leiomioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot rahim dan jaringan
ikat di rahim. Tumor ini pertama kali ditemukan oleh Virchow pada tahun 1854.
Mioma uteri merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh spesialis
kandungan/ginekolog.
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%),
dengan prevalensi yang meningkat lebih dari 70% pada pemeriksaan patologi
anatomi uterus. Di Amerika Serikat, mioma uteri merupakan indikasi tersering
untuk dilakukan histerektomi. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39%-11,7%
pada semua penderita ginekologi yang dirawat dan paling sering ditemukan pada
wanita umur 35- 45 tahun (kurang lebih 25%) serta jarang terjadi pada wanita 20
tahun dan pasca menopause.
Sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala, sehingga kebanyakan
penderita tidak menyadari adanya kelainan pada rahimnya. Diperkirakan hanya
20%- 50% dari tumor ini yang menimbulkan gejala klinik, terutama perdarahan
menstruasi yang berlebihan, infertilitas, abortus berulang, dan nyeri akibat
penekanan massa tumor.
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi
yang paling efektif masih belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi
mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan
mortalitas, namun morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi
karena mioma uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta
diperkirakan dapat menyebabkan infertilitas. Adanya hubungan antara mioma dan
infertilitas ini telah dilaporkan oleh dua survei observasional. Dilaporkan sebesar 27
– 40 % wanita 2 dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Dilihat dari
pemeriksaan laboratorium, anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal
ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma,
fibriomioma atau fibroid
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang
terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan fibroid dan kolagen dan dikelilingi
oleh kapsul yang tipis. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal
dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat
jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang
dominan.
Mioma uteri belum pernah tumbuh pada wanita yang belum mengalami
menstruasi. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh.
Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum terjadinya mentruasi. Sebagian
besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi oleh karena adanya
rangsangan estrogen. Pada masa menopause mioma uteri akan mengalami
pengecilan. Mioma uteri atau juga dikenal dengan leiomioma uteri atau fibroid
adalah tumor jinak rahim yang paling sering didapatkan pada wanita. Leiomioma
berasal dari sel otot polos rahim dan pada beberapa kasus berasal dari otot polos
pembuluh darah rahim.
B. EPIDEMIOLOGI
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%),
dengan prevalensi yang meningkat lebih dari 70% pada pemeriksaan patologi
anatomi uterus. Di Amerika Serikat, mioma uteri merupakan indikasi tersering
untuk dilakukan histerektomi. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39%-11,7%
pada semua penderita ginekologi yang dirawat dan paling sering ditemukan pada
wanita umur 35- 45 tahun (kurang lebih 25%) serta jarang terjadi pada wanita 20
tahun dan pasca menopause.
3
C. ANATOMI
Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah peer yang sedikit gepeng
ke arah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.
Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm,
lebar di atas 5, 25 cm, tebal 2,5 cm dan tebel dinding uterus adalah 1,25 cm.
Bentuk dan ukuran uterus sangat berbeda-beda, tergantung pada usia dan pernah
melahirkan anak atau belumnya. Terletak di rongga pelvis antara kandung kemih
dan rektum. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (
serviks ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri ).
Bagian-bagian uterus terdiri atas :
1. Fundus uteri, adalah bagian uterus proksimal di atas muara tuba uterina
yang mirip dengan kubah , di bagian ini tuba Falloppii masuk ke uterus.
Fundus uteri ini biasanya diperlukan untuk mengetahui usia/ lamanya
kehamilan
2. Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus
uteri menyempit di bagian inferior dekat ostium internum dan berlanjut
sebagai serviks. Pada kehamilan, bagian ini mempunyai fungsi utama
sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri
disebut kavum uteri ( rongga rahim ).
4
3. Serviks uteri, serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding
anteriornya,dan bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum. Serviks
uteri terdiri dari :
Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio
Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di
atas vagina
Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikal berbentuk
sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. saluran ini dilapisi oleh kelenjar-
kelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai
reseptakulum reminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri
internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum. Secara histologis,
dinding uterus terdiri atas :
1. Endometrium ( selaput lendir ) di korpus uteri
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan
dengan banyak pembuluh darah. Endometrium terdiri atas epitel selapis
silindris, banyak kelenjar tubuler bersekresi lendir. Dua pertiga bagian
atas kanal servikal dilapisi selaput lendir dan sepertiga bawah dilapisi
epitel berlapis gepeng, menyatu dengan epitel vagina. Endometrium
melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus
haid. Endometrium merupakan bagian dalam dari korpus uteri yang
membatasi cavum uteri. Pada endometrium terdapat lubang-lubang kecil
yang merupakan muara-muara dari saluran-saluran kelenjar uterus yang
dapat menghasilkan secret alkalis yang membasahi cavum uteri. Epitel
endometrium berbentuk seperti silindris.
2. Myometrium / Otot-otot polos
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler dan di
sebelah luar berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat
lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling kuat dan
menjepit pembuluh-pembuluh darah yang berada di sana. Myometrium
merupakan bagian yang paling tebal. Terdiri dari otot polos yang disusun
sedemikian rupa hingga dapat mendorong isinya keluar saat persalinan.
5
Di antara serabut-serabut otot terdapat pembuluh-pembuluh darah,
pembuluh lympa dan urat saraf. Otot uterus terdiri dari 3 bagian :
Lapisan luar, yaitu lapisan seperti kap melengkung melalui fundus
menuju ke arah ligamen
Lapisan dalam, merupakan serabut-serabut otot yang berfungsi
sebagai sfingter dan terletak pada ostium internum tubae dan
orificium uteri internum
Lapisan tengah, terletak antara ke dua lapisan di atas, merupakan
anyaman serabut otot yang tebal ditembus oleh pembuluh-pembuluh
darah. Jadi, dinding uterus terutama dibentuk oleh lapisan tengah ini.
3. Perimetrium , yakni lapisan serosa / terdiri atas peritoneum viserale yang
meliputi dinding uterus bagian luar. Ke anterior peritoneum menutupi
fundus dan korpus, kemudian membalik ke atas permukaan kandung
kemih. Lipatan peritoneum ini membentuk kantung vesikouterina. Ke
posterior, peritoneum menutupi fundus, korpus dan serviks, kemudian
melipat pada rektum dan membentuk kantung rekto-uterina. Ke lateral,
hanya fundus yang ditutupi karena peritoneum membentuk lipatan ganda
dengan tuba uterina pada batas atas yang bebas. Lipatan ganda ini adalah
ligamentum latum yang melekatkan uterus pada sisi pelvis.
D. FAKTOR RESIKO
Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya mioma uteri,
meliputi :
1. Usia
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun.
Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia
sebelum menarche kadar estrogen rendah dan meningkat pada usia reproduksi,
serta akan turun pada usia menopause.
2. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
6
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma
yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2 kali lipat
kekuatan ekpresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor)
3. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormone androgen menjadi estrogen oleh
enzim aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah
estrogen tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan
peningkatan prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.
4. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinan untuk terjadinya
perkembangan mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah
hamil atau satu kali hamil. Hal ini ditunjukkan dengan presentase kejadian
sekitar 60%
5. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat
mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan
dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini ada
kemungkinan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri. Kehamilan dapat
juga mengurangi resiko mioma karena pada kehamilan hormon progesteron
lebih dominan.
6. Menarke dini
Menarke dini (<10 tahun) meningkatkan resiko terjadinya mioma uteri
dibandingkan dengan yang mengalami terlambat menarke pada usia (>16
tahun). Statistik menunukkan bahwa usia menarche dipengaruhi oleh faktor
keturunan, keadaan gizi, kesehatan umum yang membaik dan berkurangnya
penyakit menahun. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa peningkatan
pertumbuhan mioma uteri merupakan respon dari stimulus estrogen. Paparan
estrogen yang semakin lama akan menjadi resiko relative terjadinya mioma
uteri.
7. Ras
7
Suatu penelitian menemukan bahwa wanita Afrika-Amerika mempunyai
resiko 2,9 kali lebih besar dibandingkan wanita kaukasia, dan resiko ini tidak
berhubungan dengan faktor resiko lain.
8. Gizi
Beberapa penelitian telah mengungkapkan hubungan antara gizi dengan
petumbuhan mioma uteri. Satu penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumi
daging akan meningkatkan kejadian mioma, sedangkan mengkonumsi sayuran
hijau akan menurunkan tingkat kejadian mioma. Namun hal ini masih belum
bisa diinterpretasikan karena peneliti tidak mengukur kadar asupan kalori dan
lemak yang dikonsumsi.
E. ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2 teori
yang berpendapat:
1. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi, mengingat bahwa :
a) Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b) Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche
c) Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d) Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma
uteri
2. Teori Cellnest atau genitoblas
Terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat
pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
F. PATOFISIOLOGI
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uterus hingga kini belum diketahui.
Namun, bila melihat mioma uterus banyak ditemukan pada usia reproduksi dan
kejadiannya rendah pada usia menopause, maka estrogen paling banyak diduga
sebagai penyebab timbulnya mioma uterus. Di dalam jaringan mioma itu sendiri
dijumpai penurunan yang signifikan konversi estradiol menjadi estron dan terlihat
adanya peningkatan aktivitas enzim aromatase, yang mengubah androgen menjadi
8
estron. Selanjutnya, oleh enzim 17 b- hidroksisteroid dehidrogenase tipe 1, estron
diubah menjadi estradiol. Dengan enzim 17 b- hidroksisteroid dehidrogenase tipe
2, estradiol diubah kembali menjadi estron. Estradiol merupakan estrogen dengan
aktivitas biologis yang kuat dan estron merupakan estrogen dengan aktivitas
biologis yang lemah. Peningkatan aktivitas enzim aromatase dan enzim 17 b-
hidroksisteroid tipe 1 menyebabkan mioma uterus bertambah besar dan defisiensi
enzim 17 b- hidroksisteroid tipe 2 juga menyebabkan terjadinya pertumbuhan
mioma uterus.
Pada mioma uterus ditemukan kadar reseptor estrogen yang lebih tinggi
dibandingkan di dalam miometrium normal. Apakah estrogen secara langsung
memicu pertumbuhan mioma uterus, atau memakai mediator masih menimbulkan
silang pendapat. Akan tetapi, telah ditemukan banyak sekali mediator di dalam
mioma uterus, seperti estrogen growth factor,insulin growth factor-1 (IGF-
1), connexin-43-gap-junction protein, dan marker proliferasi. Pada mioma
uterus, estrogen growth factor receptor banyak ditemukan. Estrogen growth
factor ini memicu pertumbuhan mioma uterus. Pemberian terapi GnRH agonis
menurunkan konsentrasi estrogen growth factor pada mioma uterus. Pada mioma
uterus juga terdapat peningkatan ekspresi dari insulin growth factor II (IGF-II)
dan penurunan ekspresi dari insulin growth factor binding protein-3 (IGFBP-3).
Selain itu, pada mioma uterus terjadi pertumbuhan vaskularisasi abnormal yang
ditandai dengan adanya dilatasi pleksus venosus akibat peningkatan eskpresi
dari basic fibroblast growth factor dan vascular endothelial growth factor.
Selain terdapat peningkatan hormon dan reseptor estrogen, pada mioma
uterus juga didapatkan peningkatan reseptor progesteron. Pada sel miometrium
normal dan mioma uterus, puncak aktivitas mitosis terjadi selama fase luteal dan
aktivitas mitosis meningkat dengan pemberian agen progesteron dosis tinggi.
Proto-onkogen bcl-2 memproduksi protein yang berfungsi mencegah proses
apoptosis dan memicu replikasi sel. Proto-onkogen bcl-2 ini produksinya dipicu
oleh hormon progesteron. Pemberian preparat antiprogestin, mifepristone (RU
486) akan menimbulkan atrofi pada mioma uterus.
Etiologi lain yang ikut berperan pada kejadian mioma uteri adalah adanya
growth factor. Growth factors, protein atau polipeptida diproduksi secara lokal
9
oleh sel otot polos dan fibroblas mengontrol proliferasi sel dan muncul untuk
menstimulasi pertumbuhan mioma, terutama dengan meningkatkan matriks
ekstraselular. Beberapa growth factor yang telah diidentifikasi terkait dengan
mioma adalah Transforming Growth Factor-b (TGF-b), basic Fibroblast Growth
Factor (bFGF), Epidermal Growth Factor (EGF), Platelet Derived Growth
Factor (PDGF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Insulin-Like
Growth Factor (IGF), dan prolaktin. Growth factors mempengaruhi sel dengan
cara yang kompleks, dan respon terhadap kombinasi growth factors mungkin
berbeda dari respon growth factor yang tunggal.
Sebagian besar growth factor diekspresikan pada mioma sekaligus
meningkatkan proliferasi otot polos (TGFb, bFGF), meningkatkan sintesis DNA
(EGF, PDGF), menstimulasi sintesis matriks ekstraselular (TGF-b), menginisiasi
mitogenesis (TGF-b, EGF, IGF, prolaktin), atau menginisiasi angiogenesis
(BFGF, VEGF). Sangat mungkin jika growth factor lain yang terkait dengan
mioma akan ditemukan, dan itu masih harus dilihat faktor mana yang akan
menjadi penting.
Awal mula pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-
sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan pada kromosom, baik
secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-
50% dari mioma uterus yang diperiksa dan yang terbanyak (35,6%) ditemukan
pada kromosom 7 (del (7) (q 21)/ q21 q23). Keberhasilan pengobatan
medikamentosa mioma uterus sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan
pada kromosom atau tidak. Mioma submukosa mempunyai abnormalitas sitogenik
yang lebih rendah dibandingkan dengan mioma intramural dan mioma subserosa.
Analisis sitogenetik dari hasil pembelahan mioma uteri telah menghasilkan
penemuan yang baru. Diperkirakan 40% mioma uteri memiliki abnormalitas
kromosom non random. Abnormalitas ini dapat dibagi menjadi 6 subgrup
sitogenik yang utama termasuk translokasi antara kromosom 12 dan 14, trisomi
12, penyusunan kembali lengan pendek kromosom 6 dan lengan panjang
kromosom 10 dan delesi kromosom 3 dan 7. Penting untuk diketahui mayoritas
mioma uteri memiliki kromosom yang normal
10
G. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasinya, kejadian mioma uteri dapat diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu
Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina dan menyebabkan
infeksi
Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius
Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim dan seringkali tanpa gejala
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan
selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut
arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
a) Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil
sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa
11
umumnya dapat diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan
waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan
histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering
mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma
submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai
tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas.
b) Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan
konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus,
dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke
atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
c) Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di
antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d) Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus
sehingga disebut wondering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu
macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke
dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan
sabit. Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari
berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle
like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini
12
H. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50%
saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh
apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari
mioma uteri. Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita
ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma
submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut
bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan
mioma, maka kandung kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti
melaporkan keluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai
penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai
akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma
uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang
abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul
a) Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian
bawah.
b) Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan
bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas
permukaan endometrium atau karena meningkatnya insidens disfungsi
ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri
menyatakan perdarahan diakibatkan oleh hambatan pasokan darah
endometrium, tekanan, dan bendungan pembuluh darah di area tumor
(terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Growth factor yang
merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang
memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus
abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya
angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada
mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
13
Dismenorea dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia
lokal miometrium.
Beberapa faktor-faktor lain yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain
adalah:
Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasanya
Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
diantara serabut miometrium sehingga tidak dapat menjepit pembuluh
darah yang melaluinya dengan baik
c) Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan
nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang
akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis
dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena
torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan
rasa nek dan muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat
disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis,
menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.
d) Pressure Effects ( Efek Tekanan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-
organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit
untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung
kencing, polakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan
retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis.
Tekanan pada rektum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan
konstipasi atau nyeri saat defekasi
e) Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang
mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma
14
submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga
uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat
menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implasntasi embrio dapat
terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium
dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. Apabila penyebab lain
infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas
tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.
Selain itu terdapat beberapa perubahan sekunder yang terjadi mioma uteri,
diantaranya :
1) Atrofi
Tanda-tanda dan gejala berkurang dan menghilang karena ukuran mioma uteri
berkurang saat menopause atau setelah kehamilan.
2) Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terutama pada penderita usia lanjut disebabkan karena
kurangnya suplai darah. Jaringan fibrous berubah menjadi hialin dan serabut
otot menhilang. Mioma kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat
meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya seolah-olah
memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
3) Degenerasi Kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe
sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak tumor ini
sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
4) Degenerasi Membatu ( Calsireus Degeneration )
Terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam
sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka
mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
5) Degenerasi Merah
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis: Diperkirakan
karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskulerisasi. Pada
pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna
15
merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah
tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus,
sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium
atau mioma bertangkai.
6) Degenerasi Lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Pada mioma yang
sudah lama dapat terbentuk degenerasi lemak. Di permukaan irisannya
berwarna kuning homogen dan serabut ototnya berisi titik lemak dan dapat
ditunjukkan dengan pengecatan khusus untuk lemak.
I. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba
massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang
serta adanya riwayat pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang
juga dikeluhkan perdarahan kontak
2. Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.
Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus
oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan
bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus
3. Pemeriksaan penunjang
a) Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-
kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus
menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan
penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang
menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi
pembentukan eritropoietin ginjal.
16
b) Imaging
Pemeriksaan dengan USG ( Ultrasonografi ) transabdominal dan
transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri.
Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang
kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui
ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan
gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur
maupun pembesaran uterus.
Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa,
jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat
diangkat.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam
menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas
tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat
mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas,
termasuk mioma.
J. PENATALAKSANAAN
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran
tumor dan terbagi atas:
a. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan,
tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari
kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada
tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
b. Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan
mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi
medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti
sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk terapi
medikamentosa adalah analog GnRHa (Gonadotropin Realising Hormon
17
Agonis), progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin,
antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan amantadine.
1) Analog GnRH .
Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien dengan
mioma uteri yang diberikan analog GnRH leuprorelin asetat selama 6
bulan, ditemukan pengurangan volume uterus rata-rata 67 %, pada 90
wanita didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20 %, dan pada 35
wanita ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80 %.
Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3 bulan
dimana cara kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat,
sehingga kadarnya dalam darah menyerupai kadar estrogen wanita usia
menopause. Setiap mioma uteri memberikan hasil yang berbeda-beda
terhadap pemberian analog GnRH.
Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri
yang paling responsif terhadap pemberian analog GnRH. Sedangkan
mioma subserosa tidak responsif dengan pemberian analog GnRH ini.
Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan analog
GnRH adalah.
1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri
2. Mengurangi anemia akibat pendarahan
3. Mengurangi pendarahan pada saat operasi
4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan
mioma
5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal
6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi
2) Progesteron
Peneliti Lipschutz tahun 1939, melaporkan perkembangan mioma
uteri dapat dihambat atau dihilangkan dengan pemberian progesteron.
Dimana progesteron yang diproduksi oleh tubuh dapat berinteraksi secara
sinergis dengan estrogen, tetapi mempunyai aksi antagonis.
Tahun 1946 Goodman melaporkan terapi injeksi progesteron 10
mg dalam 3 kali seminggu atau 10 mg sehari selama 2 – 6 minggu, terjadi
18
regresi dari mioma uteri, setelah pemberian terapi. Segaloff tahun 1949,
mengevaluasi 6 pasien dengan perawatan 30 sampai 189 hari, dimana 3
pasien diberi 20 mg progesteron intramuskuler tiap hari, dan 3 pasian lagi
diberi 200 mg tablet. Pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran mioma
uteri.
Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri
pada pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone
25 mg per hari selama 21 hari. Pada pemberian 2 mg norethindrone tiap
hari selama 30 hari tidak mempengaruhi perubahan ukuran volume mioma
uteri. Perkiraan ukuran mioma uteri sebelum dan sesudah terapi tidak
dilakukan dan efektifitasnya dimulai berdasarkan temuan histologis.
Terapi progesteron mungkin ada berhasil dalam pengobatan mioma uteri,
hal ini belum terbukti saat ini.
3) Danazol
Danazol merupakan progestogen sintetik yang berasal dari
testoteron, dan pertama kali digunakan untuk pengobatan endometrosis.
Prof. Maheux tahun 1983 pada pertemuan tahunan perkumpulan fertilitas
Amerika, mempresentasikan hasil studinya di Universitas Yale, 8 pasien
mioma uteri diterapi 800 mg danazol setiap hari, selama 6 bulan. Dosis
substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus
sebesar 20 – 25 %, dimana diperoleh fakta bahwa damazol memiliki
substansi androgenic.
Tamaya, dan rekan-rekan tahun 1979, melaporkan reseptor
androgen pada mioma terjadi peningkatan aktivitas 5 - reduktase
dibandingkan dengan miometrium dan endometrium normal. Yamamoto
tahun 1984, dimana mioma uteri, memiliki suatu aktifitas aromatase yang
tinggi dan dapat membentuk estrogen dari androgen.
4) Gestrinon.
Gestrinon adalah suatu trienic 19- nonsteroid sintetik, juga dikenal
sebagai R 2323 yang terbukti efektif dalam pengobatan endometrosis.
Coutinho tahun 1986 melaporkan, 97 wanita, kelompok A (n = 34)
menerima 5 mg gestrinon peroral 2 kali seminggu, kelompok B (n = 36)
19
2,5 mg gestrinon peroral 2 kali seminggu, dan kelompok C (n = 27)
menerima 2,5 mg gestrinon pervaginan 3 kali seminggu.
Data masing-masing pasien di evakuasi setelah 4 bulan pengobatan
dengan gesterinon, didapatkan volume uterus berkurang 18 % pada
kelompok A, 27% pada kelompok B, tetapi pada kelompok C meningkat 5
%. Setelah masa pengobatan selama 4 bulan berakhir, 95 % pasien
mengalami amenorce. Coutinho, menyarankan penggunaan gesterinon
sebagai terapi preoperatif untuk mengontrol perdarahan menstruasi yang
banyak berhubungan dengan mioma uteri.
5) Tamoksifen
Tamoksifen merupakan turunan trifeniletilen mempunyai khasiat
estrogenik maupun antiestrogenik. Dan dikenal sebagai “selective estrogen
receptor modulator” (SERM) dan banyak digunakan untuk pengobatan
kanker payudara stadium lanjut. Karena khasiat sebagai estrogenik
maupun antiestrogenik. Beberapa peneliti melaporkan, pemberian
tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita premenopause dengan
mioma uteri selama 3 bulan dimana, volumae mioma tidak berubah.
Kerja tamoksifen pada mioma uteri, dimana konsentrasi reseptor
estradiol total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena
peningkatan kadar progesteron bila diberikan secara berkelanjutan.
6) Goserelin
Goserelin merupakan GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya
terhadap jaringan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada
cukup lama. Dan pada pemberian goserelin dapat mengurangi setengah
ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan gejala menorargia dan
nyeri pelvis. Pada wanita premenopause dengan mioma uteri, pengobatan
jangka panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama
pada saat menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3
kali sehari semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500
mikrogram sehari sekali dengan cara injeksi subkutan.
Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang
signifikan disupresi selama pemberian goserelin dan pasien sedikit
20
mengeluh efek samping berupa keringat dingin. Pembereian dosis yang
sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa tumbuh mioma kembali
atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Peneliti mengevaluasi
efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan goserelin dikombinasi
dengan HRT (estrogen konjugasi 0.3 mg ) dan medroksiprogesteron asetat
5 mg pada pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah volume
mioma uteri, keluhan pasien, corak perdarahan, kandungan mineral tulang
dan fraksi kolesterol.
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian, dimana pemberian
goserelin dikombinasi dengan HRT dilaporkan mioma uteri berkurang,
dengan keluhan berupa keringat dingin dan pola perdarahan spotting, bila
pengobatan dihentikan. Dimana kandungan mineral tulang berkurang bila
pemberian pengobatan selama 6 bulan pertama. Tiga bulan setelah
pengobatan perlu dilakukan observasi, dan konsentrasi HDL kolesterol
meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserida konsentrasi
menetap selama pemberian terapi. 2,3
7) Antiprostaglandin
Penghambat pembentukan prostaglandin dapat mengurangi
perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini
beralasan untuk diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang
diinduksi oleh mioma uteri.
Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian naproxen 500
– 1000 mg setiap hari untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada
menoragia yang diinduksi mioma, meskipun hal ini mengurangi
perdarahan menstruasi 35,7 % wanita dengan menoragia idiopatik. Studi
ini didasarkan hanya penilaian secara simptomatik, sedangkan ukuran
mioma tidak diukur.3
8) Agen-agen lain ( Gossypol dan Amantadin )
Gossypol
Meiling pada tahun 1980, melaporkan penggunaan gossypol pada 30
wanita dengan perdarahan menopause fungsional, mioma uteri dan
21
endometrosis. Kadar ekstrogen menurun pada 70 kasus endometrium,
menunjukkan tingginya kejadian atrofi endometrium.
Pada 65.5 % didapatkan pengurangan volume mioma yang terbatas.
Perhatian utama dengan agen ini ada kemungkinan efek-efek samping.
Pada uji klinik, dilaporkan kelelahan dan hipokalemi irreversibel dan efek
permanen secara langsung pada gonad atau kontrasepsi pria.
Amantadin
Amantadin telah dibuktikan oleh FDA untuk pengobatan parkinson, dan
reaksi ekstra piramidal yang diinduksi obat. Dan menyebabkan pelepasan
dopamin endogen dan mengaktivasi neuron dopaminergik dan
noradrenergik.
Luisi dan luisi, melaporkan selama 10 tahun pengalamannya mengobati
mioma simptomatik dengan amantadin. Keseluruhan dengan 160 pasien
menerima amantadin ( 200 mg perhari ) untuk 20 hari dalam sebulan
selama 6 bulan. Setelah 6 bulan pengobatan, pertumbuhan mioma
dihambat, dimana konsistensinya berkurang secara bertahap dan gejalanya
berkurang. Mekanisme kerjanya tidak jelas, diduga bahwa pengurangan
ukuran tumor berhubungan dengan penurunan aliran darah. Amantadin
mungkin berguna untuk pengobatan mioma uteri, kemanjuran tidak
ditunjukkan secara tepat dengan efek samping gagal jantung kongestif,
gagal ginjal dan hipotensi ortostatik.
c. Operatif
Intervensi operatif atau pembedahan pada mioma uteri adalah
Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia
Nyeri pelvis yang hebat
Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena
mioma berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa)
Gangguan buang air kecil (retensi urine)
Pertumbuhan mioma setelah menopause
Infertilitas
Meningkatnya pertumbuhan mioma
22
Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri
uterus.
1) Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma mioma
submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Suatu
studi mendukung miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih
ingin bereproduksi tetapi belum ada analisa yang pasti tentang teori ini
tetapi penatalaksanaan ini paling sering disarankan kepada wanita yang
belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan.
2) Histerektomi, adalah tindakan operatif yang bertujuan untuk pengangkatan
uterus, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya
(total) berikut serviks uteri. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan
alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi
dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada
penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala.
Kriteria menurut Amreican College of Obstetricians Gynecologist
(ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai berikut:
Terdapatnya 1 sampai 3 mioma simptomatik atau yang dapat teraba
dari luar dan dikeluhkan oleh pasien
Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan
bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan
anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis
Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat
dan akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang
kronis dan penekanan pada vescia urinaria mengakibatkan frekuensi
miksi yang sering
3) Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah
injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang
nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan
nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan
23
mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya
yang cepat (Swine, 2009).
d. Radiasi dengan radioterapi
Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada
beberapa kasus.
Penatalaksanaan mioma uteri selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah
tirah baring, analgesia dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan
konservatif selalu lebih disukai apabila janin imatur. Namun, pada torsi akut atau
perdarahan intra abdomen memerlukan interfensi pembedahan. Seksio sesarea
merupakan indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan
letak janin, inersia uteri atau obstrukksi mekanik.
K. KOMPLIKASI
a) Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan ditemukan hanya 0,32-
0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi
uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause.
b) Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom
abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
L. PROGNOSIS
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif.
Myomectomi yang extensif dan secara significant melibatkan miometrium atau
menembus endometrium, maka diharuskan SC (Sectio caesaria) pada persalinan
berikutnya. Myoma yang kambuh kembali (rekurens) setelah miomektomi terjadi
pada 15-40% pasien dan 2/3nya memerlukan tindakan lebih lanjut.
24
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
No. CM : 345033
Nama : Ny.MJ
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Iroyudan RT 2 Guwosari Pajangan Bantul
Tanggal datang : 18 Mei 2015 dari Poli Obsgyn
B. ANAMNESIS
a) Keluhan Utama
Terdapat benjolan di perut bagian bawah
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dari poli pada tanggal 18 Mei 2015 dengan keluhan terdapat
benjolan di perut bagian bawah sejak ± 7 tahun yang lalu, dirasakan
semakin hari semakin membesar dan terasa “mbesesek”. Bila benjolan
ditekan akan terasa sakit. Pasien merasa sering cepat lelah. Pasien juga
mengaku kalau malam suka tidak bisa menahan pipis (ngompol). Siklus
menstruasi normal, nyeri saat menstruasi (+) terjadi setiap hari pertama
dan kedua menstruasi, dan volume darah menstruasi cukup. Keputihan (-
).BAB dan BAK normal. Nafsu makan baik. Pasien sudah 10 tahun
menikah dan belum dikaruniani seorang anak.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit serupa : disangkal
Tekanan darah tinggi : disangkal
Kencing manis : disangkal
Asma : disangkal
Jantung : disangkal
25
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit serupa : nenek dan bulik pasien pernah menderita
penyakit serupa
Tekanan darah tinggi : disangkal
Kencing manis : disangkal
Asma : disangkal
Jantung : disangkal
e) Riwayat Obstetri Ginekologi
a. Riwayat Haid
Menarche : 11 tahun
Lama haid : 7 hari
Siklus haid : 28 hari
Nyeri haid : +
Leukorhea : -
HPMT : 7 Mei 2015
b. Riwayat perkawinan
Menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama 10 tahun
c. Riwayat KB
Pasien tidak menggunakana alat kontrasepsi
d. Riwayat kehamilan
Pasien belum pernah hamil
e. Riwayat ANC
Pasien belum melakukan ANC
f. Riwayat Psikososial
Hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungan sekitar baik
g. Riwayat Gaya Hidup
Merokok : disangkal
Obat : disangkal
Minuman keras : disangkal
Jamu : pernah mengkonsumsi
C. PEMERIKSAAN FISIK
26
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit,
RR = 20 x/menit
T= 36,5° C
a) Status Generalisata
Kepala : Mesochepal, Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
Telinga : secret (-), perdarahan (-)
Hidung : secret (-), perdarahan (-)
Mulut : sianosis(-), lidah kotor (-), lidah tremor (-)
Leher : JVP meningkat (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran getah bening (-)
Thorax : Simetris, tidak ada ketinggalan gerak
Jantung : S1 dan S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Suara dasar vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : perut bagian bawah terlihat cembung, linea (-), striae (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstermitas :
Superior : edema (-/-), akral hangat
Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)
b) Status Obstetri dan Ginekologi
Inspeksi : perut bagian bawah terlihat cembung
Palpasi : teraba benjolan ±3 jari dibawah umbilicus, keras,
nyeri tekan (+), batas tak jelas, 10x10 cm
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : tidak dilakukan
Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
27
a) Pemeriksaan Laboratorium (18 / 5 / 2015)
Hb : 14,1
AL : 6,52
AT : 243
HMT : 45,3
Gol. darah : O
PPT : 14,5
APTT : 32,6
Control PTT : 13,9
Control APTT : 30,7
Protein total : 7,46
Albumin : 4,71
Globulin : 2,75
GDS : 102
Ureum : 19
Kreatinin : 0,71
SGOT : 17
SGPT : 11
Natrium : 139,3
Kalium : 4,34
Chloride : 106,3
b) USG (18 / 5 / 2015)
Kesan: Tampak mioma uteri dengan diameter 11 x 15 cm
c) USG Transvaginal (9 / 4 / 2015)
Uterus dengan endometrial line tervisualisasi. Massa mioma uteri di
fundus sampai corpus posterior, dominan subserosa sampai intramural
Kesimpulan : Mioma uteri subserosa
28
E. DIAGNOSIS
Mioma Uteri pada P0A0
F. PENATALAKSANAAN
Pro miomektomi s/d TAH
G. EVALUASI
FOLLOW UP BANGSAL
18/5/2015
S :
Pasien baru dari poli obsgyn Pasien datang dari poli pada
tanggal 18 Mei 2015 dengan keluhan terdapat benjolan di
perut bagian bawah sejak ± 7 tahun yang lalu, dirasakan
semakin hari semakin membesar dan terasa “mbesesek”. Bila
benjolan ditekan akan terasa sakit. Pasien merasa sering cepat
lelah. Siklus menstruasi normal, nyeri saat menstruasi (+)
29
terjadi setiap hari pertama dan kedua menstruasi, volume
darah menstruasi cukup. Keputihan (-). Saat BAB dan BAK
normal. Nafsu makan baik.
O :
TD 120/80 mmHg
N 80 x/menit
RR 20 x/menit
T 36,5o C
Inspeksi : perut bagian bawah terlihat cembung
Palpasi : teraba benjolan ±3 jari dibawah umbilicus,
keras, nyeri tekan (+), batas tak jelas, 10x10 cm
A :
Mioma Uteri pada P0A0
P :
Pro miomektomi s/d TAH
19/5/2015
10.15
Telah dilakukan miomektomi a/i mioma uteri multiple
A :
Post miomektomi a/i mioma uteri multiple P0A0 H0
P :
Awasi KU dan VS
Makan minum bertahap
Mobilisasi bertahap
Cek Hb 6 jam post operasi
Inj. Cefotaxim 1 gr / 12 jam / IV
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV
20/5/2015
06.00
Hb post op = 11
S :
Nyeri pada luka bekas operasi (+), minum (+), mobilisasi (+)
O :
TD 110/70 mmHg
N 82 x/menit
RR 20 x/menit
T 36,5o C
30
Mata : CA -/-
Abdomen : luka bekas operasi baik
A :
Post miomektomi a/i mioma uteri multiple P0A0 H1
P :
Inj. Cefotaxim 1 gr / 12 jam / IV
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV
Mobilisasi bertahap
Diet TKTP
21/5/2015
06.00
S :
Nyeri pada luka bekas operasi (+), makan (+), minum (+),
mobilisasi (+)
O :
TD 110/70 mmHg
N 82 x/menit
RR 20 x/menit
T 36,5o C
Mata : CA -/-
Abdomen : luka bekas operasi baik
A :
Post miomektomi a/i mioma uteri multiple P0A0 H2
P :
Inj. Cefotaxim 1 gr / 12 jam / IV
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV
Mobilisasi bertahap
Diet TKTP
22/5/2015
06.00
S :
Nyeri pada luka bekas operasi (+) , makan (+), minum (+),
mobilisasi (+)
O :
TD 120/70 mmHg
N 80 x/menit
31
RR 22 x/menit
T 36,5o C
Mata : CA -/-
Abdomen : luka bekas operasi baik
A :
Post miomektomi a/i mioma uteri multiple P0A0 H3
P :
Cefadroxil 500 mg / 12 jam / oral
Asam Mefenamat 500 mg / 8 jam / oral
BLPL
H. LAPORAN TINDAKAN OPERASI
Tanggal : 19 Mei 2015
Operator : dr I Nyoman Tritia W, Sp. OG
Pukul : 09.00 – 10.15
Diagnosis pra bedah : mioma uteri
Diagnosis pasca bedah : mioma uteri multiple
Tindakan : miomektomi
Laporan tindakan operasi :
Prosedur operasi rutin. Desinfeksi medan operasi. Pasang duk steril. Insisi
linea mediana sepanjang ± 10 cm. Identifikasi organ, tampak uterus
membesar seukuran kepala bayi. Teraba mioma pada beberapa tempat
yaitu pada anterior dan posterior corpus. Berbagai ukuran dari <5 mm
hingga 12x10x8 cm intramural. Diputuskan dilakukan miomektomi atas
indikasi mioma multiple ± 8 buah. Ligasi perdarahan dan uterus dijahit 2
lapis satu per satu. Identifkasi perdarahan, luka operasi dijahit kulit
subkutan. Operasi selesai. Perdarahan ±700cc.
Instruksi pasca operasi :
Awasi KU dan VS
Makan minum bertahap
Mobilisasi bertahap
Cek Hb 6 jam post operasi
32
Inj. Cefotaxim 1 gr / 12 jam / IV
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV
Jaringan Mioma Uteri
I. HASIL HISPATOLOGI
Bahan : jaringan uterus
Diagnosa klinis : mioma uteri
Maskroskopis :
5 buah jaringan, terbesar diameter 12 cm, terkecil diameter 1 cm berkapsul
putih kecoklatan pada pembelahan penampang putih bergaris melingkar-
lingkar satu kupe
Mikroskopis :
sediaan menunjukkan jaringan tumor tersusun berkas-berkas saling
memotong, sel-sel fusiform dengan kedua ujung tumpul relatif monomorf.
Tidak didapatkan tanda ganas
Kesimpulan : massa uterus leiomioma
33
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah diuraikan di atas kasus seorang wanita 37 tahun datang ke poli dengan
keluhan benjolan di perut bagian bawah sejak 7 tahun yang lalu, benjolan dirasakan
semakin hari semakin membesar dan terasa “mbesesek”. Bila benjolan ditekan akan
terasa sakit. Pasien merasa sering cepat lelah. Tidak didapatkan kelainan pada siklus
menstruasi seperti siklus menstruasi normal (28 hari), nyeri saat menstruasi (+) terjadi
setiap hari pertama dan kedua menstruasi, dan volume darah menstruasi cukup.
Keputihan (-).
Informasi tambahan yang didapatkan adalah pasien mengaku sudah 10 tahun
menikah dan belum dikaruniani keturunan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan ± 3 jari di bawah umbilicus,
teraba keras, batas tak jelas dengan diameter ± 10 x 10 cm dan nyeri tekan (+). Tidak
ditemukan perdarahan pada jalan lahir. Pada kasus ini, pemeriksaan dalam tidak
dilakukan.
Kemudian dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang, yang pertama adalah
pemeriksaan laboratorium. Hasilnya didapatkan dalam batas normal.
Dilanjutkan dengan pemeriksaan USG transabdominal dan transvaginal
didapat kesan massa mioma uteri di bagiann fundus dan corpus yang bersifat
subserosa.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang
dilakukan maka dapat ditegakkan diagnosis mioma uteri pada P0A0 dengan riwayat
infertile 10 tahun pada kasus ini.
Untuk penatalaksanaan, dilakukan miomektomi. Selama operasi berlangsung,
ternyata ditemukan mioma dengan jumlah lebih satu (diameter terkecil <5 mm hingga
ukuran terbesar 12x10x8 cm intramural).
Penulis setuju dengan penatalaksaan yang dilakukan pada kasus ini, yaitu
hanya mengangkat sarang mioma saja tanpa mengangkat uterus. Hal ini mengingat
riwayat infertile 10 tahun yang diderita pasien dan pasien sendiri masih berharap
untuk bisa memiliki keturunan.
34
Hasil histopatologis juga menunjukkan massa uterus leiomioma dan tidak
ditemukan tanda-tanda keganasan. Sehingga diagnosis akhir yang dapat ditegakkan
adalah Mioma Uteri Multiple pada P0A0 dengan riwayat infertile 10 tahun pada kasus
ini.
Untuk instruksi post operasi, pemberian antibiotik dan anti nyeri untuk pasien
ini, dimana setelah pasien stabil obat injeksi dapat dihentikan dan diganti dengan obat
oral.
35
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan sebuah kasus dengan Mioma Uteri Multiple pada P0A0
dengan riwayat infertile 10 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang dilakukan
diseusaikan dengan ukuran mioma, jenis mioma dan keadaan ibu.
Secara umum, penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien
ini sudah tepat dan sesuai dengan teori.
36
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat CM. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC, pp:
94-97.
Bailliere. 2006. The epidemiology of uterin leiomyomas. 12: 169-176.
Bath RA, Kumar P. 2006. Experience with uterine leiomyoma at a teaching
referral hospital in India. Journal of Gynecologic Surgery 22: 143-150.
Baziad A. 2003. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta: Media Aesculapius, pp: 151-
157.
Cunningham, FG. 1995. Mioma uteri Obstetri William Edisi 18. Jakarta : EGC,
pp: 447-451.
Derek LJ. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates,
pp: 263-266.
Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH agonis sebelum histerektomi. Mioma:
Farmacia 3:38-41.
Fradhan P, Acharya N, Kharel B. 2006. Uterine myoma: a profile of nepalese
women. NJ Obstet Gynaecol 1(2) : 47-50.
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 2. Jakarta: EGC.
Goodwin SC, Spies TB. 2009. Uterin fibroid embolization. 361: 690-697.
Guyton AC. 2002. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.
Gross K, Morton C. 2001. Genetic and development of fibroid. 44: 355-349.
Hafiz R, Ali M, Ahmad M. 2003. Fibroids as a causative factor in menorrhagia
and its management. http://www. pmrc.org.pk/fibroid.htm. [Di akses : 20
Nopember 2007].
Hart MD, McKay D. 2000. Fibroids in Gynecology Ilustrated. London : Churchill
Livingstone.
Joedosapoetro MS. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka, pp: 38-41.
Jung JK, Ko MS, Jung BW. 1998. A clinical analysis of uterine myoma.
Koren J Obstet Gynecol. Leone FP, Lanzani C, Ferrazzi E. 2003. Use of strict
sonohysterographic methods for preoperative assessment of submucous
myomas. Fertility and Sterility 79(4) : 998-1002.
Manuaba B.G. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi
Edisi Kedua. Jakarta: EGC, pp: 309-312.
37
Marshall LM, Spiegelman D, Goldman MB. 1998. Sebuah studi prospektif faktor
reproduksi dan penggunaan kontrasepsi oral dalam kaitannya dengan risiko
leiomyoma rahim. 70: 432 – 439,
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta. Parker WH. 2007. Etiology, syptomatology and diagnosis of uterin
myomas. 87: 725-733.
Pradhan P, Acharya N, Kharel T, Manjin M. 2006. Myoma rahim sebuah profil
para wanita. 2: 47-50.
Ran Ok L, Gyung Il P, Jong Chul K. 2007. Clinic statistical observation of
uterine. Korean Medical Database.
Scott JR, Disala PJ, Hammond CB. 2002. Danforth Buku Saku Obstetric dan
ginekologi. Jakarta: Widya Medika, pp: 484-487.
Stewart AA, Faur AV, Wise LA. 2002. Predictors of subsequent surgery for uterin
leiomiomata after abdominal myomectomi. 99: 426-432
Stewart E. 2001. Fibroid rahim. 357: 293-298.
Swine, Smith. 2009. Uterine fibroids. http://www.emedicinehealth.com/uterine_
fibroids/article_em.htmFibroids%20overview. [Diakses tanggal 1 Mei
2009].
Thomason, Philip. 2008. Leiomyoma uterus (fibroid).http://emedicine.medscape
com/article/405676-overview. [Diakses tanggal 15 Maret 2009].
Verala J, Luo X, Xu J, William RS. 2003. Gen expression profile of leiomyoma.
10: 161-171.
Wiknjosastro H et al.,. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka, pp: 338-384.