Mioma Uteri Infertil

46
A. MIOMA UTERI 1. Definisi Mioma Uteri Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan yaitu lapisan terluar perimetrium, lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam adalah endometrium (Tortora dan Derrickson, 2006). Miometrium adalah lapisan yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga, sebelah luar longitudinal, sebelah dalam sirkuler, antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dapat berkontraksi dan berelaksasi (Prawirohardjo, 2007). Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos miometrium disebut leiomioma. Tetapi karena tumor ini berbatas tegas, maka sering juga disebut sebagai fibroid (Kumar et al., 2007). Mioma uteri berbentuk bulat, berbatas tegas, warna putih hingga merah jambu pucat, bersifat jinak dan terdiri dari otot polos dengan jaringan penghubung fibrosa. Sebanyak 95% mioma uteri berasal dari corpus uteri dan 5% berasal dari serviks. Mioma uteri adalah tumor pelvis yang sering terjadi dan diperkirakan sebanyak 10% dari kasus ginekologi umumnya (Martin

description

feduj,

Transcript of Mioma Uteri Infertil

Page 1: Mioma Uteri Infertil

A. MIOMA UTERI

1. Definisi Mioma Uteri

Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan yaitu lapisan terluar

perimetrium, lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam adalah

endometrium (Tortora dan Derrickson, 2006). Miometrium adalah lapisan

yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga, sebelah luar

longitudinal, sebelah dalam sirkuler, antara kedua lapisan ini beranyaman.

Miometrium dapat berkontraksi dan berelaksasi (Prawirohardjo, 2007).

Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos miometrium disebut leiomioma.

Tetapi karena tumor ini berbatas tegas, maka sering juga disebut sebagai

fibroid (Kumar et al., 2007). Mioma uteri berbentuk bulat, berbatas tegas,

warna putih hingga merah jambu pucat, bersifat jinak dan terdiri dari otot

polos dengan jaringan penghubung fibrosa. Sebanyak 95% mioma uteri

berasal dari corpus uteri dan 5% berasal dari serviks. Mioma uteri adalah

tumor pelvis yang sering terjadi dan diperkirakan sebanyak 10% dari kasus

ginekologi umumnya (Martin L, 2001). Neoplasma jinak ini mempunyai

banyak nama sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma,

leiomioma, fibroid ataupun mioma uteri (Prawirohardjo, 2007).

2. Klasifikasi

Pembagian mioma uteri menurut letaknya adalah sebagai berikut:

a. Mioma Submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke

dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai

menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks dan disebut

myomgeburt (Prawirohardjo, 2007).

Page 2: Mioma Uteri Infertil

b. Mioma Intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut

miometrium (Prawirohardjo, 2007).

c. Mioma Subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga

menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma

subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke

ligamentum atau omentum dan kemudian lepas dari uterus, sehingga

disebut wandering/parasitic fibroid (Prawirohardjo, 2007).

d. Mioma Serviks : mioma yang terdapat di serviks atau segmen bawah

uterus. Mioma serviks dapat menghambat persalinan dan dapat disangka

sebagai kepala janin (Cunningham et al., 2006).

Gambar 1. Jenis Mioma Uteri dan lokasinya (Martin L. Pernoll, 2001)

3. Epidemiologi

Berdasarkan hasil penelitian Coronado et al. (2000), 1,4% dari 6700

kehamilan mengalami penyulit miomia. Martin L (2001) melaporkan bahwa 1

dari 500 wanita hamil dirawat inap akibat penyulit yang berkaitan dengan

mioma. Wanita dengan mioma berukuran lebih dari 3 cm meningkatkan

Page 3: Mioma Uteri Infertil

angka persalinan preterm, solusio plasenta, nyeri panggul, dan seksio sesarea

yang bermakna. Sedangkan tumor berukuran kurang dari 3 cm tidak

bermakna secara klinis. Seiring meningkatnya ukuran dan jumlah mioma,

terjadi peningkatan frekuensi retensi plasenta, malpresentasi janin dan

kontraksi preterm yang signifikan. Ukuran mioma lebih dari 6 cm dapat

meningkatkan kemungkinan obstruksi persalinan. Kemungkinan solusio

plasenta meningkat apabila plasenta kontak atau menutupi suatu mioma.

Abortus dan perdarahan pasca partum tidak meningkat kecuali apabila

plasenta terletak di samping atau menutupi suatu mioma. Namun apabila

terjadi perdarahan dapat bersifat masif, sulit diatasi, dan hanya dapat

ditangani dengan histerektomi. Peningkatan insidensi retensi plasenta sering

terjadi pada kasus mioma segmen bawah uterus.

Mioma uteri adalah jenis penyakit yang melanda wanita. Dari 100 wanita

yang menjalani histerektomi, ditemukan 77% mempunyai mioma uteri

termasuk yang berukuran sekecil 2mm (Parker, 2007). Mioma uteri juga

ditemukan pada wanita yang menjalani histerektomi untuk indikasi yang lain

walaupun tidak banyak kasusnya. Sebagian besar teknik pemeriksaan imaging

tidak mempunyai resolusi di bawah 1 cm, maka insidensi kejadian mioma

uteri yang sebenarnya tidak dapat dipastikan karena mioma uteri yang

berukuran kecil seringkali tidak memberikan gejala klinis (Parker, 2007).

Spesimen histerektomi dari wanita premenopaus dengan mioma uteri

rata-rata adalah 7,6 sedangkan wanita postmenopaus adalah 4,2 (Parker,

2007). Random sampling pada wanita berusia 35 - 49 tahun yang menjalani

pemeriksaan rutin, hasil rekam medis dan pemeriksaan sonografi didapatkan

Page 4: Mioma Uteri Infertil

pada usia 35 tahun insidensi terjadinya mioma uteri adalah sebanyak 60%

untuk wanita Afrika-Amerika; insidensi ini meningkat sehingga 80% pada

usia 50 tahun. Wanita caucasia pula mempunyai insidensi setinggi 40% pada

usia 35 tahun dan meningkat sehingga 70% pada usia 50 tahun (Parker,

2007). Keluhan utama terbanyak pada penderita mioma uteri adalah

perdarahan pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri tipe intramural

adalah yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%).

4. Etiologi dan Patogenesis

Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat

ini, tetapi telah dilakukan beberapa penelitian untuk memahami keterlibatan

faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk

tumor jinak ini (Parker, 2007). Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi

pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada

miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada

miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik

ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini

akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor (growth factors)

(Parker, 2007)

Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori

genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci

percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan

maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah

dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka et al. juga

Page 5: Mioma Uteri Infertil

menyatakan bahwa reseptor estrogen lebih banyak ditemukan pada mioma

daripada miometrium normal. (Prawirohardjo, 2007).

Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase

diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi

neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari

miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan

growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam

proses pertumbuhan tumor (Hadibroto, 2005).

Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai

penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan

mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih

tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya, namun konsentrasinya lebih

rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas

mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor

pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron

memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis

dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan

meningkatkan produksi matriks ekstraseluler (Hadibroto, 2005).

5. Faktor Risiko

a. Usia penderita

Wanita didiagnosa mioma uteri dalam usia 40-an pada sebagian besar

kasus. Tetapi masih belum diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi

disebabkan oleh peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara

sekunder terhadap perubahan hormon pada rentang usia ini (Parker, 2007).

Page 6: Mioma Uteri Infertil

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun

mempunyai sarang mioma. Mioma belum pernah dilaporkan terjadi

sebelum menarke, dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih

tumbuh (Prawirohardjo, 2007).

b. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)

Telah dijelaskan di atas bahwa hormon estrogen berpengaruh dalam

pertumbuhan mioma. Mioma uteri sangat jarang ditemukan pada spesimen

yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause,

hormon estrogen endogen pada wanita-wanita menopause mempunyai

kadar yang rendah atau. Awal menarke (usia di bawah 10 tahun) dijumpai

peningkatan resiko ( RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun)

menurunkan resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri sedikit

(Parker, 2007).

c. Riwayat Keluarga

Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama seorang penderita

mioma uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk

menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan

penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat

keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi

dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan

penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita

mioma uteri (Parker, 2007).

d. Etnik

Page 7: Mioma Uteri Infertil

Dari beberapa penelitian mengenai mioma uteri meliputi rekam medis,

dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika

mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali

berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan

dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-

Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan

mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala

klinis. Namun masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah

karena masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen,

metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Penelitian

terbaru menunjukkan bahwa Val/Val genotype untuk enzim essensial pada

metabolisme estrogen, catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemukan

sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada

wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk

menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi

untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih

tinggi (Parker, 2007).

e. Berat Badan

Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan

peningkatan insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan

oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa wanita yang mempunyai

Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal, mempunyai kemungkinan

30,23% lebih sering menderita mioma uteri (Muzakir, 2008). Salah satu

hasil penelitian prospektif menunjukkan kemungkinan risiko menderita

Page 8: Mioma Uteri Infertil

mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan

dan dengan peningkatan indeks massa tubuh.

Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30%

kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi karena obesitas menyebabkan

pemingkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan

hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan

estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi

peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya (Parker, 2007).

f. Diet

Beberapa penelitian mengaitkan antara peningkatan terjadinya mioma

uteri dengan konsumsi makanan seperti daging sapi atau daging merah

dapat meningkatkan insidensi mioma uteri, sedangkan sayuran hijau dapat

menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan karena studi

ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar

informasi saja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat

atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).

g. Kehamilan dan paritas

Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri.

Mioma uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium

yang normal ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi

extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan

hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal, aliran

darah dan ukuran asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses

remodeling ini mempunyai kemungkinan bertanggungjawab dalam

Page 9: Mioma Uteri Infertil

penurunan ukuran mioma uteri. Teori yang lain pula mengatakan

pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau ukuran asal pada

postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah

dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga ketika

kehamilan usia midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan

terhadap pembesaran mioma (Parker, 2007).

h. Kebiasaan merokok

Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor

yang bisa menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan

seperti: penurunan konversi androgen kepada estrone dengan

penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).

6. Gambaran Klinis dan Keluhan

Kebanyakan kasus ditemui secara kebetulan karena tumor ini tidak

mengganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang

mioma ini berada, ukuran tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.

Gejala yang terjadi dapat digolongkan seperti berikut:

a. Perdarahan abnormal

Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,

menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Penyebab perdarahan ini

antara lain adalah:

1) pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasia endometrium sampai

adenokarsinoma endometrium

2) permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa

3) atrofi endometrium di atas mioma submukosum

Page 10: Mioma Uteri Infertil

4) miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang

mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit

pembuluh darah yang melaluinya dengan baik (Prawirohardjo, 2007).

Disebabkan permukaan endometrium yang menjadi lebih luas akibat

pertumbuhan mioma, maka lebih banyak dinding endometrium yang

terkikis ketika menstruasi dan ini menyebabkan perdarahan abnormal.

Walaupun menstruasi berat sering terjadi tetapi siklusnya masih tetap

(Hart, 2001).

Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan

perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi

(Hadibroto, 2005).

b. Nyeri

Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena

gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis

setempat dan peradangan (Prawirohardjo, 2007). Nyeri panggul yang

disebabkan mioma uteri bisa juga disebabkan degenerasi akibat oklusi

vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat

kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang

besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang

dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke

bagian punggung dan ekstremitas posterior (Hadibroto, 2005).

c. Munculnya gejala dan tanda penekanan

Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri.

Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra

Page 11: Mioma Uteri Infertil

dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan

hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi

dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat

menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul (Prawirohardjo, 2007).

7. Infertilitas

Sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars

interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan

terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus (Prawirohardjo, 2007).

Mioma di serviks atau segmen bawah uterus dapat menghambat pertemuan

sperma dan sel telur sehingga bakal janin akan susah tumbuh, menghambat

persalinan dan dapat pula disangka sebagai kepala janin. Mioma uteri dapat

menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan

untuk motilitas sperma di dalam uterus. Gangguan implantasi embrio dapat

terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium

dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. Tindakan miomektomi

dapat menimbulkan komplikasi berupa perdarahan yang masif dan sulit

diatasi sehingga terpaksa harus dilakukan histerektomi. Hal ini juga

menimbulkan wanita mengalami infertilitas (Cunningham et al., 2006).

8. Mioma Uteri dan Kehamilan

Selain dari potensi mioma untuk menyebabkan infertilitas dan abortus,

kehamilan itu sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri

seperti:

Page 12: Mioma Uteri Infertil

a. Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh

estrogen yang kadarnya meningkat.

b. Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas.

c. Meskipun jarang, mioma uteri bertangkai tetapi dapat juga mengalami

torsi dengan gejala dan tanda sindrom abdomen akut (Prawirohardjo,

2007).

9. Diagnosa Mioma Uteri

Dapat ditegakkan dengan:

a. Anamnesis

Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita

seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian

bawah, kadang mempunyai gangguan haid dan ada nyeri.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang

umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,seringkali

teraba terbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai

yang berhubung dengan uterus (Prawirohardjo, 2007).

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Ultra Sonografi (USG): mioma uteri yang besar paling bagus

didiagnosis dengan kombinasi transabdominal dan transvaginal

sonografi. Gambaran sonografi mioma kebiasaanya adalah simetrikal,

berbatas tegas, hypoechoic dan degenerasi kistik menunjukkan

anechoic.

Page 13: Mioma Uteri Infertil

2) Magnetic Resonance Imagine (MRI): lebih baik daripada USG tetapi

mahal. MRI mampu menentukan ukuran, lokasi dan bilangan mioma

uteri serta bisa mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di

dalam dinding miometrium (Parker, 2007).

10. Diagnosa Banding

Diagnosa banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen di bagian

bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma

submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma

intramural harus dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma,

karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri (Prawirohardjo, 2007).

11. Komplikasi Mioma Uteri

a. Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-

0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma

uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi

uterus yang telah dilakukan. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila

mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang

mioma pada masa menopause (Prawirohardjo, 2007).

b. Torsi (Putaran Tangkai)

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul

gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian

terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan,

gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu

keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum

Page 14: Mioma Uteri Infertil

(Prawirohardjo, 2007). Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan

infeksi oleh karena gangguan sirkulasi darah (Prawirohardjo, 2007).

Gambar 2.2: Lokasi mioma uteri yang menimbulkan komplikasi (Hart D.M,

Norman J, 2000)

Gambar 2.3: Ringkasan komplikasi Mioma Uteri (Hart D.M, Norman J, 2000)

12. Penatalaksanaan Mioma Uteri

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari

semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa

pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan

Page 15: Mioma Uteri Infertil

gangguan. Walaupun demikian, mioma uteri memerlukan pengamatan setiap

3-6 bulan.

Penanganan mioma uteri menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor

terbagi kepada:

a. Terapi medisinal (hormonal)

Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis

memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri.

Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan

mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis

sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi

pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi

hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron

akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran

mioma uteri (Hadibroto, 2005).

b. Terapi pembedahan

Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of

obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of

Reproductive Medicine (ASRM) adalah

1) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif

2) Curiga adanya keganasan

3) Pertumbuhan mioma pada masa menopause

4) Infertilitas karena ganggaun pada cavum uteri maupun karena oklusi

tuba

5) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu

Page 16: Mioma Uteri Infertil

6) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius

7) Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005).

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau

histerektomi.

1) Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa

pengangkatan uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang

ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin

dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada

mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina

(Prawirohardjo, 2007).

Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi,

histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan

insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus.

Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang

operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan

yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani

dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi risiko

terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor

fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi

lebih lama, sekitar 4-6 minggu.

Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma

submukosum yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini

adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi

Page 17: Mioma Uteri Infertil

yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding

uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan. Miomektomi

juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang

bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara

laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan

uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi

adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang

terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap

organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai

saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar

bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan

fungsi reproduksinya (Hadibroto, 2005).

2) Histerektomi

Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah

tindakan terpilih (Prawirohardjo, 2007).Tindakan histerektomi pada

mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan

apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi

pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14

minggu (Hadibroto, 2005).

Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal

(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.

Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total

abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy

(STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan

Page 18: Mioma Uteri Infertil

kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang

lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada

ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH

kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya

karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang

timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret

vagina dan perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi

pada pasien yang menjalani STAH.

Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan

operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi

vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi

ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal

sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat

diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut

bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain

itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal

dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal.

Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi

yang dijelaskan hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan

laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal histerectomy / LAVH)

dan classic intrafascial serrated edged macromorcellated

hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Pada LAVH dilakukan dengan

cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan memotong

mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan

Page 19: Mioma Uteri Infertil

pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina. CISH pula merupakan

modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks dan uterus

direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan

dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan

aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus.

Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan

kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi yang

lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan

yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah melakukan

histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi

laparoskopi memiliki kelebihan karena masa penyembuhan yang

singkat dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur

histerektomi abdominal (Hadibroto, 2005).

B. INFERTILITAS

YG INFERTILITAS DIKURANGI YA BRO, SEMUANYA G

USAH DIJELASIN TERLALU BANYAK. TAPI MINTA

TOLONG DITAMBAHKAN HUBUNGANNYA DENGAN

MIOMA GMN

1. Defenisi Infertilitas

Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-

kurangnya satu tahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu

tanpa kontrasepsi (Strigh B, 2005). Infertilitas adalah bila pasangan suami

istri, setelah bersanggama secara teratur 2-3 kali seminggu, tanpa memakai

Page 20: Mioma Uteri Infertil

metode pencegahan belum mengalami kehamilan selama satu tahun

(Mansjoer, 2004).

2. Jenis infertilitas

Jenis infertilitas ada dua yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.

Infertilitas primer adalah kalau istri belum pernah hamil walaupun

bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan dihadapkan kepada kemungkinan

kehamilan selama dua belas bulan. Infertilitas sekunder adalah kalau istri

pernah hamil, namun kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun

bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan dihadapkan kepada kemungkinan

kehamilan selama dua belas bulan (Strigh B, 2005).

3. Penyebab Infertilitas Primer

Penyebab infertilitas primer dapat dibagi menjadi tiga kelompok :

pertama yaitu masalah terkait pada wanita, kedua pada pria dan ketiga

disebabkan oleh faktor kombinasi.

a. Infertilitas pada wanita

1) Masalah vagina

Infeksi vagina seperti vaginitis, trikomonas vaginalis yang hebat

akan menyebabkan infeksi lanjut pada portio, serviks, endometrium

bahkan sampai ke tuba yang dapat menyebabkan gangguan

pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai organ reproduksi vital

untuk terjadinya konsepsi. Disfungsi seksual yang mencegah penetrasi

penis, atau lingkungan vagina yang sangat asam, yang secara nyata

dapat mengurangi daya hidup sperma (Stright B, 2005).

2) Masalah serviks

Page 21: Mioma Uteri Infertil

Gangguan pada setiap perubahan fisiologis yang secara normal

terjadi selama periode praovulatori dan ovulatori yang membuat

lingkungan serviks kondusif bagi daya hidup sperma misalnya

peningkatan alkalinitas dan peningkatan sekresi (Stright B, 2005).

3) Masalah uterus

Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi di endometrium. Kejadian

ini tidak dapat berlangsung apabila ada patologi di uterus. Patologi

tersebut antara lain polip endometrium, adenomiosis, mioma uterus

atau leiomioma,bekas kuretase dan abortus septik. Kelainan-kelainan

tersebut dapat mengganggu implantasi, pertumbuhan,nutrisi serta

oksigenisasi janin (Wiknjosastro, 2002).

4) Masalah tuba

Saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses

kehamilan. Apabila terjadi masalah dalam saluran reproduksi wanita

tersebut, maka dapat menghambat pergerakan ovum ke uterus,

mencegah masuknya sperma atau menghambat implantasi ovum yang

telah dibuahi. Sumbatan di tuba fallopi merupakan salah satu dari

banyak penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat

infeksi, pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh

endometriosis atau inflamasi. Infertilitas yang berhubungan dengan

masalah tuba ini yang paling menonjol adalah adanya peningkatan

insiden penyakit radang panggul ( pelvic inflammatory disease –PID).

PID ini menyebabkan jaringan parut yang memblok kedua tuba

fallopi.

Page 22: Mioma Uteri Infertil

5) Masalah ovarium

Wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur untuk menjadi

hamil, ovumnya harus normal dan tidak boleh ada hambatan dalam

jalur lintasan sperma atau implantasi ovum yang telah dibuahi. Dalam

hal ini masalah ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas yaitu

kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis,

atau riwayat pembedahan yang mengganggu siklus ovarium. Dari

perspektif psikologis, terdapat juga suatu korelasi antara

hyperprolaktinemia dan tingginya tingkat stress diantara pasangan

yang mempengaruhi fungsi hormone (Handersen C & Jones K, 2006).

b. Infertilitas pada pria

1) Faktor koitus pria

Faktor-faktor ini meliputi spermatogenesis abnormal, motilitas

abnormal, kelainan anatomi, gangguan endokrin dan disfungsi

seksual. Kelainan anatomi yang mungkin menyebabkan infertilitas

adalah tidak adanya vasdeferens kongenital, obstruksi vasdeferens dan

kelainan kongenital system ejakulasi. Spermatogenesis abnormal

dapat terjadi akibat orkitis karena mumps, kelainan kromosom,

terpajan bahan kimia, radiasi atau varikokel (Benson R & Pernoll M,

2009).

2) Masalah ejakulasi

Ejakulasian retrograde yang berhubungan dengan diabetes,

kerusakan saraf, obat-obatan atau trauma bedah.

3) Faktor lain

Page 23: Mioma Uteri Infertil

Adapun yang berpengaruh terhadap produksi sperma atau semen

adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, stress,

nutrisi yang tidak adekuat, asupan alkohol berlebihan dan nikotin.

4) Faktor pekerjaan

Produksi sperma yang optimal membutuhkan suhu di bawah

temperature tubuh, Spermagenesis diperkirakan kurang efisien pada

pria dengan jenis pekerjaan tertentu, yaitu pada petugas pemadam

kebakaran dan pengemudi truk jarak jauh ( Henderson C & Jones K,

2006 : 89).

c. Masalah interaktif

Berupa masalah yang berasal dari penyebab spesifik untuk setiap

pasangan meliputi : frekuensi sanggama yang tidak memadai, waktu

sanggama yang buruk, perkembangan antibody terhadap sperma

pasangan dan ketidakmampuan sperma untuk melakukan penetrasi ke sel

telur (Stritgh B, 2005).

4. Penyebab Infertilitas Sekunder

Masalah pada infertilitas sekunder sangat berhubungan dengan masalah

pada pasangan dengan infertilitas primer. Sebagian besar pasangan dengan

infertilitas sekunder menemukan penyebab masalah kemandulan sekunder

tersebut, dari kombinasi berbagai faktor meliputi :

a. Usia

Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan seorang wanita.

Selama wanita tersebut masih dalam masa reproduksi yang berarti

mengalami haid yang teratur, kemungkinan masih bisa hamil. Akan

Page 24: Mioma Uteri Infertil

tetapi seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan indung telur

untuk menghasilkan sel telur akan mengalami penurunan. Penelitian

menunjukkan bahwa potensi wanita untuk hamil akan menurun setelah

usia 25 tahun dan menurun drastis setelah usia diatas 38 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Center for Health

Statistics menunjukkan bahwa wanita subur berusia dibawah 25 tahun

memiliki kemungkinan hamil 96% dalam setahun, usia 25 – 34 tahun

menurun menjadi 86% dan 78% pada usia 35 – 44 tahun.

Pada pria, dengan bertambahnya usia juga menyebabkan penurunan

kesuburan. Meskipun pria terus menerus memproduksi sperma sepanjang

hidupnya, akan tetapi morfologi sperma mereka mulai menurun.

Penelitian mengungkapkan hanya sepertiga pria yang berusia diatas 40

tahun mampu menghamili isterinya dalam waktu 6 bulan dibanding pria

yang berusia dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang semakin tua juga

mempengaruhi kualitas sperma (Kasdu, 2001).

b. Masalah reproduksi

Masalah pada sistem reproduksi dapat berkembang setelah

kehamilan awal bahkan, kehamilan sebelumnya kadang-kadang

menyebabkan masalah reproduksi yang benar-benar mengarah pada

infertilitas sekunder, misalnya perempuan yang melahirkan dengan

operasi caesar, dapat menyebabkan jaringan parut yang mengarah pada

penyumbatan tuba. Masalah lain yang juga berperan dalam reproduksi

yaitu ovulasi tidak teratur, gangguan pada kelenjar pituitary dan

penyumbatan saluran sperma.

Page 25: Mioma Uteri Infertil

c. Faktor gaya hidup

Perubahan pada faktor gaya hidup juga dapat berdampak pada

kemampuan setiap pasangan untuk dapat menghamili atau hamil lagi.

Wanita dengan berat badan yang berlebihan sering mengalami gangguan

ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat mempengaruhi estrogen

dalam tubuh dan mengurangi kemampuan untuk hamil. Pria yang berolah

raga secara berlebihan juga dapat meningkatkan suhu tubuh mereka,yang

mempengaruhi perkembangan sperma dan penggunaan celana dalam

yang ketat juga mempengaruhi motilitas sperma (Kasdu, 2001).

5. Pemeriksaan Infertilitas

Syarat-Syarat pemeriksaan pasangan infertil merupakan satu kesatuan

biologis sehingga keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Adapun

syarat-syarat sebelum dilakukan pemeriksaan adalah:

a. Istri dengan usia 20-30 tahun baru diperiksa setelah berusaha

mendapatkan anak selama 12 bulan.

b. Istri dengan usia 31-35 tahun dapat langsung diperiksa ketika pertama

kali datang.

c. Istri pasangan infertil dengan usia 36-40 tahun dilakukan pemeriksaan

bila belum mendapat anak dari perkawinan ini.

d. Pemeriksaan infertil tidak dilakukan pada pasangan yang mengidap

penyakit.

Langkah Pemeriksaan

Page 26: Mioma Uteri Infertil

Pertama kali yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah dengan mencari

penyebabnya. Adapun langkah pemeriksaan infertilitas adalah sebagai

berikut :

a. Pemeriksaan Umum

Anamnesa, terdiri dari pengumpulan data dari pasangan suami istri

secara umum dan khusus.

1) Anamnesa umum

Berapa lama menikah, umur suami istri, frekuensi hubungan

seksual, tingkat kepuasan seks, penyakit yang pernah diderita, teknik

hubungan seks, riwayat perkawinan yang dulu, apakah dari

perkawinan dulu mempunyai anak, umur anak terkecil dari

perkawinan tersebut.

2) Anamnesa khusus

Istri : Usia saat menarche, apakah haid teratur, berapa lama

terjadi perdarahan/ haid, apakah pada saat haid terjadi gumpalan

darah dan rasa nyeri, adakah keputihan abnormal, apakah pernah

terjadi kontak bleeding, riwayat alat reproduksi (riwayat operasi,

kontrasepsi, abortus, infeksi genitalia).

Suami : Bagaimanakah tingkat ereksi, apakah pernah mengalami

penyakit hubungan seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis

epidemika) sewaktu kecil.

Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik umum meliputi tanda vital

(tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).

Page 27: Mioma Uteri Infertil

Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan laboratorium dasar secara

rutin meliputi darah lengkap, urin lengkap, fungsi hepar dan ginjal serta

gula darah.

Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan penunjang disini bias pemeriksaan

roentgen ataupun USG.

b. Pemeriksaan Khusus

1) Pemeriksaan Ovulasi

Pemeriksaan ovulasi dapat diketahui dengan berbagai

pemeriksaan diantaranya : a) Penatalaksanaan suhu basal; Kenaikan

suhu basal setelah selesai ovulasi dipengaruhi oleh hormon

progesteron. b) Pemeriksaan vaginal smear; Pengaruh progesteron

menimbulkan sitologi pada sel-sel superfisial. c) Pemeriksaan lendir

serviks; Hormon progesteron menyebabkan perubahan lendir serviks

menjadi kental. d) Pemeriksaan endometrium. e) Pemeriksaan

endometrium; Hormon estrogen, ICSH dan pregnandiol.

Gangguan ovulasi disebabkan : a) Faktor susunan saraf pusat ;

misal tumor, disfungsi, hypothalamus, psikogen. b) Faktor

intermediate ; misal gizi, penyakit kronis, penyakit metabolis. c)

Faktor ovarial ; misal tumor, disfungsi, turner syndrome.

Terapi : Sesuai dengan etiologi, bila terdapat disfungsi kelenjar

hipofise ddengan memberikan pil oral yang mengandung estrogen dan

progesteron, substitusi terapi (pemberian FSH dan LH) serta

pemberian clomiphen untuk merangsang hipofise membuat FSH dan

LH. Selain clomiphen dapat diberikan bromokriptin yang diberikan

Page 28: Mioma Uteri Infertil

pada wanita anovulatoir dengan hiperprolaktinemia. Atau dengan

pemberian Human Menopausal Gonadotropin/ Human Chorionic

Gonadotropin untuk wanita yang tidak mampu menghasilkan hormon

gonadotropin endogen yang adekuat.

2) Pemeriksaan Sperma

Pemeriksaan sperma dinilai atas jumlah spermatozoa, bentuk dan

pergerakannya. Sperma yang ditampung/ diperiksa adalah sperma

yang keluar dari pasangan suami istri yang tidak melakukan coitus

selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilakukan 1 jam setelah sperma

keluar.

Ejakulat normal : volume 2-5 cc, jumlah spermatozoa 100-120

juta per cc, pergerakan 60 % masih bergerak selama 4 jam setelah

dikeluarkan, bentuk abnormal 25 %. Spermatozoa pria fertil : 60 juta

per cc atau lebih, subfertil : 20-60 juta per cc, steril : 20 juta per cc

atau kurang. Sebab-sebab kemandulan pada pria adalah masalah gizi,

kelainan metabolis, keracunan, disfungsi hipofise, kelainan traktus

genetalis (vas deferens).

3) Pemeriksaan Lendir Serviks

Keadaan dan sifat lendir yang mempengaruhi keadaan

spermatozoa adalah : a) Kentalnya lendir serviks; Lendir serviks yang

mudah dilalui spermatozoa adalah lendir yang cair. b) pH lendir

serviks; pH lendir serviks ± 9 dan bersifat alkalis. c) Enzim

proteolitik. d) Kuman-kuman dalam lendir serviks dapat membunuh

spermatozoa. Baik tidaknya lendir serviks dapat diperiksa dengan : a)

Page 29: Mioma Uteri Infertil

Sims Huhner Test (post coital tes), dilakukan sekitar ovulasi.

Pemeriksaan ini menandakan bahwa teknik coitus baik, lendir cerviks

normal, estrogen ovarial cukup ataupun sperma cukup baik. b)

Kurzrork Miller Test, dilakukan bila hasil dari pemeriksaan Sims

Huhner Test kurang baik dan dilakukan pada pertengahan siklus.

Terapi yang diberikan adalah pemberian hormone estrogen ataupun

antibiotika bila terdapat infeksi.

4) Pemeriksaan Tuba

Untuk mengetahui keadaan tuba dapat dilakukan : a) Pertubasi

(insuflasi = rubin test); pemeriksaan ini dilakukan dengan

memasukkan CO2 ke dalam cavum uteri. b) Hysterosalpingografi;

pemeriksaan ini dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang

tuba bila terdapat sumbatan. c) Koldoskopi; cara ini dapat digunakan

untuk melihat keadaan tuba dan ovarium. e) Laparoskopi; cara ini

dapat melihat keadaan genetalia interna dan sekitarnya.

5) Pemeriksaan Endometrium

Pada saat haid hari pertama atau saat terjadi stadium sekresi

dilakukan mikrokuretase. Jika pada stadium sekresi tidak ditemukan,

maka endometrium tidak bereaksi terhadap progesteron, produksi

progesterone kurang. Terapi yang diberikan adalah pemberian hormon

progesteron dan antibiotika bila terjadi infeksi.

6. Edukasi Pasangan Infertil :

Page 30: Mioma Uteri Infertil

a. Meminta pasangan infertil mengubah teknik hubungan seksual dengan

memperhatikan masa subur.

b. Mengkonsumsi makanan yang meningkatkan kesuburan.

c. Menghitung minggu masa subur.

d. Membiasakan pola hidup sehat.

C. Penyebab Infertilitas Karena Mioma Uteri

1. Letak mioma mendekati introitus tuba internum yang mengakibatkan

tuba buntu dan menghalangi pertemuan ovum dan spermatozoa

2. Letak mioma di servikal yang mengakibatkan migrasi spermatozoa

sangat terhalang sehingga jumlah dan kualitasnya tidak cukup untuk

mampu melaksanakan tugas konsepsi

3. Letak mioma di submokosa yang dapat mengganggu terjadinya nidasi

atau terjadi abortus sehingga kehamilan gagal.