3. Makalah Kedelai Slamet_lely
-
Upload
elinabeth-swann -
Category
Documents
-
view
229 -
download
11
description
Transcript of 3. Makalah Kedelai Slamet_lely
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan akan diikuti meningkatnya
kebutuhan pangan terutama makanan yang bernilai gizi tinggi. Salah satu bahan makanan
yang bernilai gizi tinggi adalah kedelai sebagai sumber protein. Kebutuhan kedelai sejak
beberapa tahun lalu terus meningkat sementara ketersediaannya belum bisa terpenuhi. Pada
saat ini kemungkinan perluasan area produksi kedelai adalah pada lahan kering masam diluar
Pulau Jawa. Lahan-lahan di luar Pulau Jawa merupakan lahan suboptimal dengan
permasalahan kesuburan tanah yang tinggi masih mencapai 102.817.113 Ha(Kuswantoro,
2013). Namun demikian, menurut Ma et.al dalam Hanum, et. Al( 2007) usaha perluasan area
pertanian pada areal bukaan baru sering menghadapi faktor pembatas ekologi antara lain,
tingginya kemasaman dan kandungan Al tanah. Kandungan Al tanah yang tinggi dapat
mengganggu pertumbuhan kedelai dan merusak perakaran tanaman sehingga mengakibatkan
tidak efisiensinya akar menyerap unsur hara dan air.
Kompleknya permasalahan dilahan kering masam menyebabkan rendahnya produktivitas
kedalai. Hal ini terjadi karena keracunan unsur mikro yang mengakibatkan tanaman kedelai
dapat mengalami kerusakan organ dan perubahan proses fisiologis tanaman. Kerusakan
organ terutama akar bukan hanya menyebabkan terganggunya proses pengambilan nutrisi
tetapi juga dapat menyebabkan kematian tanaman. Begitu pula dengan defisiensi unsur
makro yang menyebabkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena
nutrisi yang diperlukan berkurang(Kuswantoro, 2013). Untuk mengatasi permasalahan
tersebut dapat dilakukan dengan perbaikan kondisi lahan dan atau penyediaan varietas
toleran.
Perbaikan toleransi varietas kedelai terhadap lahan kering masam diutamakan pada
perbaikan hasil biji dan ukuran biji. Hasil biji merupakan karakter utama dalam
pengembangan kedelai lahan kering masam. Hal ini berkaitan dengan preferansi petani dan
industri berbahan baku kedelai, dimana kedelai berbiji besar lebih disenangi dari pada kedelai
berbiji kecil(Krisdiana dalam Kuswantoro(2013)).
2. Perumusan masalah
Lahan kering masam yang banyak ditemukan di luar Pulau Jawa memiliki komplek
permasalahan. Permasalahan yang dihadapai adalah rendahnya produktivitas tanaman
kedelai. Hal ini terjadi karena keracunan unsur mikro yang mengakibatkan tanaman kedelai
dapat mengalami kerusakan organ dan perubahan proses fisiologis tanaman. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan perbaikan kondisi lahan dan atau
penyediaan varietas toleran.
3. Tujuan
Mengetahui mekanisme toleransi kedelai varietas Slamet terhadap lahan kering masam
dan kandungan Al tinggi
KEDELAI VARIETAS SLAMET TOLERAN LAHAN KERING
MASAM DAN TINGGI KANDUNGAN AL
1. Deskripsi Kedelai Varietas Slamet
Deskripsi Kedelai Varietas SlametNama Varietas : SlametKategori : Varietas lokal (landrace)Tahun : 1995Tetua : Hasil persilangan Dempo x WilisPotensi Hasil : 2,26 ton/haPemulia : Sunarto, Noor Farid, SuwartoNomor asal : T33 (UNSOED 1)Warna Hipokotil : UnguWarna epikotil : UnguWarna daun : HijauWarna biji : KuningWarna kulit polong masak : CoklatWarna bulu : CoklatTipe tumbuh : DeterminateTinggi tanaman : 65 cmUmur mulai berbunga : 37 hari setelah tanamUmur polong masak : 87 hari setelah tanamKerebahan : TahanBobot 100 biji : 12,5 gramKandungan protein : 34%Kandungan lemak : 15%Ketahanan terhadap penyakit : Agak tahan terhadap penyakit karatKeterangan : Sesuai untuk tanah masam
2. Sejarah Penemuan Kedelai Varietas Slamet
Indonesia memiliki tanah asam podsolik merah kuning yang jumlahnya jutaan hektar,
khususnya di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya membuat Sunarto berpikir
bagaimana membuat varietas kedelai yang tahan hidup di kawasan itu. Selain miskin unsur
hara N, P, K dan Ca, tanah podsolik merah kuning juga rawan menimbulkan keracunan Al
bagi tanaman. Keracunan itu dapat menyebabkan akar tanaman rusak sehingga penyerapan
tanaman pada unsur hara dan air tidak efisien. Fiksasi fosfat juga terjadi di tanah asam
sehingga unsur itu tak cukup didapat tanaman.
Ia kemudian menyilangkan kedelai varietas dempo yang toleran pada tanah asam dengan
varietas wilis yang mampu beradaptasi secara luas. Pada galur T33 dempo dan wilis
ditemukan varietas yang sangat toleran pada tanah asam.
Galur itu kemudian didaftarkan ke Badan Benih Nasional Departemen Pertanian untuk
dilepas menjadi varietas unggul baru pada tahun 1995 dengan SK Menteri Pertanian RI
Nomor 26/Kpts/TP/240/I/95 dengan nama Slamet, nama gunung tempat Universitas Jenderal
Soedirman berada di kakinya. Penemu kedelai varietas Slamet ini adalah Prof.Dr.Ir.Sunarto,
MS. Beliau adalah Direktur Soybean Research and Deveopment Center Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.
3. Lahan Kering Masam
Hampir sebagian besar dari luas total tanah yang tersedia di Indonesia (190.946.500
hektar) untuk areal pertanian diklasifikasikan sebagai tanah Ultisols (47.526.000 hektar atau
24,89%), Histosols (24.158.000 hektar atau 12,65%), Oxisols (18.382.000 hektar atau
9,63%), dan kompleks (sebagian besar Ultisols 56.426.000 hektar atau 29,55%). Tanah-tanah
ini umumnya bereaksi masam dengan status Al tinggi, kapasitas tukar kation dan kandungan
unsur haranya rendah (Santoso, 1991;Mulyadi dan Soepraptohardjo, 1975). Ciri-ciri umum
tanah masam adalah: nilai pH tanah rata-rata kurang dari 4; kandungan hara bahan organik
tanah (BOT) yang rendah; ketersediaan P dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah rendah;
tingginya kandungan unsur Mn2+dan aluminium reaktif (Al3+) yang dapat meracuni akar
tanaman dan menghambat pembentukan bintil akar tanaman legum. Distribusi perakaran
tanaman relatif dangkal, sehingga tanaman kurang tahan terhadap kekeringan dan banyak
terjadi pencucian hara ke lapisan bawah (Hairiah, et al.,2005). Menurut Hilman (2005), pada
lahan kering masam, masalah ketersediaan fosfat (P) menjadi kendala utama dalam
meningkatkan hasil. Tanaman kedelai memerlukan P lebih besar dibandingkan dengan
komoditas lainnya seperti gandum dan jagung. Cekaman kahat P biasanya terjadi pada fase
awal pertumbuhan tanaman yaitu akar-akar tanaman kurang berkembang sehingga tidak
mampu menyediakan seluruh kebutuhan P. Fosfor dapat diikat kuat oleh Al dan Fe pada
tanah-tanah masam sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Daun-daun tua pada
kedelai yang kahat P sering menampakkan warna ungu karena terjadinya akumulasi
antosianin (pigmen ungu). Masalah lain yang sering muncul di lapangan adalah toksisitas Al
dan mangan (Mn) serta kahat Ca. Kelarutan Al meningkat pada tanah bereaksi masam.
Kelarutan Al yang tinggi dapat meracuni tanaman kedelai. Toksisitas pada tanaman kedelai
ditandai dengan rusaknya (terganggunya) sistem perakaran. Berbeda dengan Al, toksisitas Mn
terjadi pada bagian atas tanaman. Pengecilan, pengeringan, dan karat daun merupakan gejala
toksisitas Mn pada kedelai. Selanjutnya Sumarno (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan
tanaman kedelai pada tanah masam menderita akibat cekaman abiotik dan biotik, seperti: (a)
pertumbuhan vegetatif terhambat sebagai akibat kekurangan hara makro dan mikro; (b)
keracunan Al atau Mn; (c) pembentukan nodul terhambat; (d) tanaman mudah mendapat cekaman
kekeringan; dan (e) pertumbuhan akarnya terhambat. Gejala yang sangat jelas adalah
pertumbuhan yang sangat kerdil, daun berwarna kuning kecoklatan, pertumbuhan perakaran
sangat terbatas, bunga yang terbentuk minimal dan jumlah polong juga minimal, produktivitas
sangat rendah atau bahkan gagal menghasilkan biji. Gejala tersebut sering terlihat pada
pertanaman kedelai di daerah transmigrasi di Sumatera Barat (Kabupaten Dharmasraya) dan
Jambi yang tanahnya tidak dikapur dan kandungan organik tanahnya rendah.
4. Karakteristik Kedelai toleran lahan kering masam
4.1. Pertumbuhan Kedelai di lahan kering masam
Kedelai dilahan kering masam akan keracunan ion H+. Keracunan ion H+
mempunyai pengaruh nyata pada membrane sel. Membran plasma pada ujung akar
merupakan target kemasaman tanah(Ermolayer dalam Kuswantoro(2013)). Interaksi
Al3+(bentuk utama toksik)dengan senyawa pendonor oksigen(seperti protein, asam
nukleat, dan polisakarida) mengakibatkan hambatan pembelahan dan pemanjangan
sel(Mossor-Pietraszewsk dalam Kuswantoro, 2013). Kedelai transgenik yang memiliki
gen tahan Al dapat menghilangkan penetrasi Al pada zona pembelahan dan pemanjangan
akar.
Hanum et.al(2007) yang meneliti pertumbuhan akar kedelai menggunakan 75%
kejenuhan Al melaporkan terjadinya penurunan berat kering akar sampai 84%.
Penurunan ini diduga disebabkan oleh penghambatan pertumbuhan perakaran akibat
terbentuknya ikatan antara Al dengan membran pasma akar(Matsumoto dalam
Kuswantoro, 2013). Ikatan yang terbentuk ini bukan hanya terjadi di membran plasma
tetapi juga didinding sel akar, dimana terjadi ikatan antara karboksi di dinding akar dan
fosfat di membran plasma(Gunse et.al dalam Kuswantoro,2013).
Schenkel dalam Kuswantoro, 2013, melaporkan bahwa pengurangan pH larutan
nutrisi dari 6 ke 4,3 mengurangi produksi bahan kering total per pot sampai 63% di atas
rata-rata kultivar kedelai. Peningkatan konsentrasi Al menyebabkan produksi bahan
kering turun sampai 40% pada perlakuan 4,3µM Al. Pada perlakuan 200µM Al
meningkatkan pertumbuhan akar tanaman, sedangkan bahan kering bagian atas tanaman
secara konstan turun dengan adanya penambahan konsentrasi Al. Reaksi kultivar
terhadap cekaman Al berbeda-beda satu dengan yang lain.
Hasil kedelai di lahan kering masam umumnya lebih rendah daripada hasil kedelai di
lahan relative optimal. Perlakuan pengapuran berdampak pada peningkatan pH tanah
yang akhirnya juga akan meningkatkan ketersediaan unsur hara makro dan menurunkan
ketersediaan unsur hara mikro. Dengan meningkatnya ketersediaan unsur hara makro
maka kebutuhan tanaman akan hara dapat terpenuhi. Begitu pula dengan menurunnya
ketersediaan unsur hara mikro, maka keracunan akibat kelebihan unsur tersebut menjadi
berkurang. Keberadaan Al3+ menurun sejalan dengan pemberian kapur(Caires dalam
Kuswantoro, 2013) sehingga menurunkan keracunan Al.
Ukuran biji kedelai di lahan kering masam lebih kecil daripada di lahan non
masam(sawah). Respon genotip terhadap kemasaman tanah pada keragaan ukuran biji
kedelai berbeda antar genotip. Pada umumnya ukuran biji kedelai lebih besar pada
penanaman dilahan sawah non masam dari pada di lahan kering masam. Semakin
meningkatnya kemasaman tanah mengakibatkan terjadinya penurunan pada ukuran biji
kedelai. Dilahan sawah yang merupakan lahan optimal, ukuran biji kedelai lebih tinggi
dari pada di lahan kering masam. Yang membantu akar mengakuisisi hara, sehingga
tanaman tidak mengalami cekaman hara.
Pertumbuhan perakaran kedelai yang tidak terganggu pada cekaman Al berat diduga
disebabkan kemampuan genotip ini menghasilkan eksudat akar yang membantu akar
mengakuisisi hara, sehingga tanaman tidak mengalami cekaman hara.Felix dan Donald
dalam Hanum, 2007 melaporkan bahwa kemampuan pertumbuhan tanaman pada tanah
dengan kandungan Al tinggi, adalah dengan menghasilkan eksudat akar(dalam bentuk
anion-anion asam organic, gula,vitamin, asam amino, purin, nukleutida, ion-ion
anorganik), senyawa-senyawa ini membantu perakaran tanaman terhindar dari akibat
buruk ion Al, sehingga akar sebagai fungsi penyerap hara dan air dapat menjalankan
fungsinya.
4.2. Genetika Sifat Toleransi Kedelai terhadap Lahan Masam
Toleransi kedelai terhadap Al diukur berdasarkan panjang akar yang diwariskan
secara adaptif dan tidak ada dominansi(Sunarto dalam Kuswantoro, 2013). Kajian
heritabilitas toleransi Al berdasarkan pertumbuhan panjang akar dari populasi F4 dengan
satu ulangan(0,57) dan pada lima ulangan tingginya(0,87). Diduga sekitar tiga sampai
lima gen mungkin mengendalikan toleransi Al.
4.3. Parameter Genetik Hasil Biji dan Ukuran Biji Kedelai di lahan kering masam
Keragaman genetik memegang peranan penting dalam suatu program pemuliaan,
karena kemajuan genetik berbanding lurus dengan keragaman genetik.(Falconer dalam
Kuswantoro, 2013)Semakin luas keragaman genetik, maka program pemuliaan akan
lebih mudah dilaksanakan. Hasil dan ukuran biji dengan heritabilitas yang tergolong
sedang, menjelaskan lingkungan berpengaruh besar pada perubahan hasil dan ukuran
biji. Gen adaptif berperan dalam menentukan derajat kemiripan antara individu dan
tetuanya. Pendugaan heritabilitas memberikan petunjuk apakah suatu karakter
dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungannya, karena fungsi utama dari
heritabilitas adalah peran prediktifnya dengan mengekspresikan nilai genotipik sebagai
nilai pemuliaan.
4.4. Ideotipe Kedelai toleran lahan kering masam
Berdasarkan mekanisme toleransi kedelai terhadap lahan kering masam, dapat
disusun ideotipe kedelai toleran lahan kering masam. Hal utama yang harus dimiliki
kedelai untuk toleransi terhadap lahan kering masam adalah kedelai tersebut harus
memiliki sistem perakaran yang mampu bertahan pada kondisi cekaman kemasaman
tanah, yaitu ujung akar kedelai harus memiliki membrane plasma yang dapat
menghilangkan penetrasi Al pada zona pembelahan dan pemanjangan akar sehingga akar
masih dapat membelah dan memanjang meskipun tercekam kemasaman tanah. Akar
juga harus terbebas dari ikatan dengan Al, baik di membran sel maupun di dinding sel.
Dengan kondisi demikian, akar akan tetap tumbuh dan berkembang dengan baik. Namun
demikian, untuk menghadapi keracunan Al, tanaman harus us memiliki kemampuan
untuk mengeluarkan(eksudasi) aau membatasi masuknya Al ke dalam sel-sel ujung akar
dan rambut-rambut akar atau kemampuan untuk mentoleransi konsentrasi toksik Al di
dalam selnya. Kemampuan membatasi masuknya Al dapat dilakukan dengan eksudasi
asam organic, peningkatan pH daerah perakaran, dan lignifikasi, serta mentoleransi
keracunanan Al melalui transport Al di dalam vakuola atau kompartemen ekstraseluler
dengan transporter khusus atau pengkelatan interna di dalam sel(Ermolayev dalam
Kuswantoro, 2013). Kedelai toleran lahan kering masam memiliki eksudasi asam
organic akan dapat melakukan immobilisasi Al pada dinding sel, kompleksasi Al
sitoplasmik oleh asam organik, pengasingan vacuolar enzim toleran Al, dan pengasingan
Al dalam vakuola(Sopandie et.al dalam Kuswantoro, 2013), dimana eksudasi asam
organic akan diwujudkan dalam pelepasan sejumlah asam malat dan asam citrate dari
ujung akar(Schenkel dalam Kuswantoro, 2013).
Ideotipe kedelai toleran lahan kering masam juga harus dapat mengembangkan
adaptasi untuk mendapatkan unsur hara tertentu dari dalam tanah yang dapat berupa
modifikasi arsitektur perakaran(Nuruzzaman dalam Kuswantoro, 2013), mampu
meningkatkan pH larutan nutrisi dimana tanaman tersebut tumbuh, sehingga menurunkan
kelarutan dan keracunan Al dengan pengendapan(Foy; Foy dan Fleming dalam
Kuswantoro, 2013), efisiensi P yang lebih tinggi, pengambilan dan transport Ca dan Mg
yang lebih tinggi, KTK akar yang lebih rendah, konsentrasi Si internal yang lebih tinggi,
efisiensi fe yang lebih tinggi, dan lebih tahan terhadap kekeringan(Foy dalam
Kuswantoro,2013). Disamping itu kedelai toleran lahan kering masam juga harus
mampu mentranslokasi karbon dari tajuk ke akar tanaman yang diwujudkan dalam
bentuk transformasi morfologi akar dan eksudasi senyawa organic dan aktivitas enzim
fosfatase yang lebih tinggi.
KESIMPULAN
Kedelai varietas Slamet merupakan kedelai hasil persilangan varietas Dempo yang
toleran pada tanah masam dengan varietas wilis yang mampu beradaptasi secara luas. Hal ini
ditunjukkan dalam pertumbuhannya pada lahan kering masam, genetika sifat toleransinya
terhadap lahan masam, hasil biji dan ukuran biji dilahan kering masam serta ideotipenya
terhadap lahan kering masam
DAFTAR PUSTAKA
Hanum, et.al.,2007. Pertumbuhan Akar Kedelai pada Cekaman aluminium, kekeringan dan Cekaman Ganda Aluminium dan Kekeringan.Agritrop 26(1) Hal 13-18. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar Bali
Kuswantoro, H.et al., 2013. Karakteristik Kedelai Toleran Lahan Kering Masam. Buletin Palawija No.25, Tahun 20013
Warastri, A.W. 2006. Sunarto dan Swasembada Kedelai. Kompas, 10 November 2006 dalam bukan.tokohindonesia.blogspot