3. Makalah Kedelai Slamet_lely

16
PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan akan diikuti meningkatnya kebutuhan pangan terutama makanan yang bernilai gizi tinggi. Salah satu bahan makanan yang bernilai gizi tinggi adalah kedelai sebagai sumber protein. Kebutuhan kedelai sejak beberapa tahun lalu terus meningkat sementara ketersediaannya belum bisa terpenuhi. Pada saat ini kemungkinan perluasan area produksi kedelai adalah pada lahan kering masam diluar Pulau Jawa. Lahan-lahan di luar Pulau Jawa merupakan lahan suboptimal dengan permasalahan kesuburan tanah yang tinggi masih mencapai 102.817.113 Ha(Kuswantoro, 2013). Namun demikian, menurut Ma et.al dalam Hanum, et. Al( 2007) usaha perluasan area pertanian pada areal bukaan baru sering menghadapi faktor pembatas ekologi antara lain, tingginya kemasaman dan kandungan Al tanah. Kandungan Al tanah yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan kedelai dan merusak perakaran tanaman sehingga mengakibatkan tidak efisiensinya akar menyerap unsur hara dan air. Kompleknya permasalahan dilahan kering masam menyebabkan rendahnya produktivitas kedalai. Hal ini terjadi karena keracunan unsur mikro yang mengakibatkan tanaman kedelai dapat mengalami kerusakan organ dan perubahan proses fisiologis tanaman. Kerusakan organ terutama akar bukan hanya menyebabkan terganggunya proses pengambilan nutrisi tetapi juga dapat menyebabkan kematian tanaman. Begitu pula dengan defisiensi unsur makro yang menyebabkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena nutrisi yang diperlukan

description

j

Transcript of 3. Makalah Kedelai Slamet_lely

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan akan diikuti meningkatnya

kebutuhan pangan terutama makanan yang bernilai gizi tinggi. Salah satu bahan makanan

yang bernilai gizi tinggi adalah kedelai sebagai sumber protein. Kebutuhan kedelai sejak

beberapa tahun lalu terus meningkat sementara ketersediaannya belum bisa terpenuhi. Pada

saat ini kemungkinan perluasan area produksi kedelai adalah pada lahan kering masam diluar

Pulau Jawa. Lahan-lahan di luar Pulau Jawa merupakan lahan suboptimal dengan

permasalahan kesuburan tanah yang tinggi masih mencapai 102.817.113 Ha(Kuswantoro,

2013). Namun demikian, menurut Ma et.al dalam Hanum, et. Al( 2007) usaha perluasan area

pertanian pada areal bukaan baru sering menghadapi faktor pembatas ekologi antara lain,

tingginya kemasaman dan kandungan Al tanah. Kandungan Al tanah yang tinggi dapat

mengganggu pertumbuhan kedelai dan merusak perakaran tanaman sehingga mengakibatkan

tidak efisiensinya akar menyerap unsur hara dan air.

Kompleknya permasalahan dilahan kering masam menyebabkan rendahnya produktivitas

kedalai. Hal ini terjadi karena keracunan unsur mikro yang mengakibatkan tanaman kedelai

dapat mengalami kerusakan organ dan perubahan proses fisiologis tanaman. Kerusakan

organ terutama akar bukan hanya menyebabkan terganggunya proses pengambilan nutrisi

tetapi juga dapat menyebabkan kematian tanaman. Begitu pula dengan defisiensi unsur

makro yang menyebabkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena

nutrisi yang diperlukan berkurang(Kuswantoro, 2013). Untuk mengatasi permasalahan

tersebut dapat dilakukan dengan perbaikan kondisi lahan dan atau penyediaan varietas

toleran.

Perbaikan toleransi varietas kedelai terhadap lahan kering masam diutamakan pada

perbaikan hasil biji dan ukuran biji. Hasil biji merupakan karakter utama dalam

pengembangan kedelai lahan kering masam. Hal ini berkaitan dengan preferansi petani dan

industri berbahan baku kedelai, dimana kedelai berbiji besar lebih disenangi dari pada kedelai

berbiji kecil(Krisdiana dalam Kuswantoro(2013)).

2. Perumusan masalah

Lahan kering masam yang banyak ditemukan di luar Pulau Jawa memiliki komplek

permasalahan. Permasalahan yang dihadapai adalah rendahnya produktivitas tanaman

kedelai. Hal ini terjadi karena keracunan unsur mikro yang mengakibatkan tanaman kedelai

dapat mengalami kerusakan organ dan perubahan proses fisiologis tanaman. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan perbaikan kondisi lahan dan atau

penyediaan varietas toleran.

3. Tujuan

Mengetahui mekanisme toleransi kedelai varietas Slamet terhadap lahan kering masam

dan kandungan Al tinggi

KEDELAI VARIETAS SLAMET TOLERAN LAHAN KERING

MASAM DAN TINGGI KANDUNGAN AL

1. Deskripsi Kedelai Varietas Slamet

Deskripsi Kedelai Varietas SlametNama Varietas : SlametKategori : Varietas lokal (landrace)Tahun : 1995Tetua : Hasil persilangan Dempo x WilisPotensi Hasil : 2,26 ton/haPemulia : Sunarto, Noor Farid, SuwartoNomor asal : T33 (UNSOED 1)Warna Hipokotil : UnguWarna epikotil : UnguWarna daun : HijauWarna biji : KuningWarna kulit polong masak : CoklatWarna bulu : CoklatTipe tumbuh : DeterminateTinggi tanaman : 65 cmUmur mulai berbunga : 37 hari setelah tanamUmur polong masak : 87 hari setelah tanamKerebahan : TahanBobot 100 biji : 12,5 gramKandungan protein : 34%Kandungan lemak : 15%Ketahanan terhadap penyakit : Agak tahan terhadap penyakit karatKeterangan : Sesuai untuk tanah masam

2. Sejarah Penemuan Kedelai Varietas Slamet

Indonesia memiliki tanah asam podsolik merah kuning yang jumlahnya jutaan hektar,

khususnya di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya membuat Sunarto berpikir

bagaimana membuat varietas kedelai yang tahan hidup di kawasan itu. Selain miskin unsur

hara N, P, K dan Ca, tanah podsolik merah kuning juga rawan menimbulkan keracunan Al

bagi tanaman. Keracunan itu dapat menyebabkan akar tanaman rusak sehingga penyerapan

tanaman pada unsur hara dan air tidak efisien. Fiksasi fosfat juga terjadi di tanah asam

sehingga unsur itu tak cukup didapat tanaman.

Ia kemudian menyilangkan kedelai varietas dempo yang toleran pada tanah asam dengan

varietas wilis yang mampu beradaptasi secara luas. Pada galur T33 dempo dan wilis

ditemukan varietas yang sangat toleran pada tanah asam.

Galur itu kemudian didaftarkan ke Badan Benih Nasional Departemen Pertanian untuk

dilepas menjadi varietas unggul baru pada tahun 1995 dengan SK Menteri Pertanian RI

Nomor 26/Kpts/TP/240/I/95 dengan nama Slamet, nama gunung tempat Universitas Jenderal

Soedirman berada di kakinya. Penemu kedelai varietas Slamet ini adalah Prof.Dr.Ir.Sunarto,

MS. Beliau adalah Direktur Soybean Research and Deveopment Center Universitas Jenderal

Soedirman Purwokerto.

3. Lahan Kering Masam

Hampir sebagian besar dari luas total tanah yang tersedia di Indonesia (190.946.500

hektar) untuk areal pertanian diklasifikasikan sebagai tanah Ultisols (47.526.000 hektar atau

24,89%), Histosols (24.158.000 hektar atau 12,65%), Oxisols (18.382.000 hektar atau

9,63%), dan kompleks (sebagian besar Ultisols 56.426.000 hektar atau 29,55%). Tanah-tanah

ini umumnya bereaksi masam dengan status Al tinggi, kapasitas tukar kation dan kandungan

unsur haranya rendah (Santoso, 1991;Mulyadi dan Soepraptohardjo, 1975). Ciri-ciri umum

tanah masam adalah: nilai pH tanah rata-rata kurang dari 4; kandungan hara bahan organik

tanah (BOT) yang rendah; ketersediaan P dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah rendah;

tingginya kandungan unsur Mn2+dan aluminium reaktif (Al3+) yang dapat meracuni akar

tanaman dan menghambat pembentukan bintil akar tanaman legum. Distribusi perakaran

tanaman relatif dangkal, sehingga tanaman kurang tahan terhadap kekeringan dan banyak

terjadi pencucian hara ke lapisan bawah (Hairiah, et al.,2005). Menurut Hilman (2005), pada

lahan kering masam, masalah ketersediaan fosfat (P) menjadi kendala utama dalam

meningkatkan hasil. Tanaman kedelai memerlukan P lebih besar dibandingkan dengan

komoditas lainnya seperti gandum dan jagung. Cekaman kahat P biasanya terjadi pada fase

awal pertumbuhan tanaman yaitu akar-akar tanaman kurang berkembang sehingga tidak

mampu menyediakan seluruh kebutuhan P. Fosfor dapat diikat kuat oleh Al dan Fe pada

tanah-tanah masam sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Daun-daun tua pada

kedelai yang kahat P sering menampakkan warna ungu karena terjadinya akumulasi

antosianin (pigmen ungu). Masalah lain yang sering muncul di lapangan adalah toksisitas Al

dan mangan (Mn) serta kahat Ca. Kelarutan Al meningkat pada tanah bereaksi masam.

Kelarutan Al yang tinggi dapat meracuni tanaman kedelai. Toksisitas pada tanaman kedelai

ditandai dengan rusaknya (terganggunya) sistem perakaran. Berbeda dengan Al, toksisitas Mn

terjadi pada bagian atas tanaman. Pengecilan, pengeringan, dan karat daun merupakan gejala

toksisitas Mn pada kedelai. Selanjutnya Sumarno (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan

tanaman kedelai pada tanah masam menderita akibat cekaman abiotik dan biotik, seperti: (a)

pertumbuhan vegetatif terhambat sebagai akibat kekurangan hara makro dan mikro; (b)

keracunan Al atau Mn; (c) pembentukan nodul terhambat; (d) tanaman mudah mendapat cekaman

kekeringan; dan (e) pertumbuhan akarnya terhambat. Gejala yang sangat jelas adalah

pertumbuhan yang sangat kerdil, daun berwarna kuning kecoklatan, pertumbuhan perakaran

sangat terbatas, bunga yang terbentuk minimal dan jumlah polong juga minimal, produktivitas

sangat rendah atau bahkan gagal menghasilkan biji. Gejala tersebut sering terlihat pada

pertanaman kedelai di daerah transmigrasi di Sumatera Barat (Kabupaten Dharmasraya) dan

Jambi yang tanahnya tidak dikapur dan kandungan organik tanahnya rendah.

4. Karakteristik Kedelai toleran lahan kering masam

4.1. Pertumbuhan Kedelai di lahan kering masam

Kedelai dilahan kering masam akan keracunan ion H+. Keracunan ion H+

mempunyai pengaruh nyata pada membrane sel. Membran plasma pada ujung akar

merupakan target kemasaman tanah(Ermolayer dalam Kuswantoro(2013)). Interaksi

Al3+(bentuk utama toksik)dengan senyawa pendonor oksigen(seperti protein, asam

nukleat, dan polisakarida) mengakibatkan hambatan pembelahan dan pemanjangan

sel(Mossor-Pietraszewsk dalam Kuswantoro, 2013). Kedelai transgenik yang memiliki

gen tahan Al dapat menghilangkan penetrasi Al pada zona pembelahan dan pemanjangan

akar.

Hanum et.al(2007) yang meneliti pertumbuhan akar kedelai menggunakan 75%

kejenuhan Al melaporkan terjadinya penurunan berat kering akar sampai 84%.

Penurunan ini diduga disebabkan oleh penghambatan pertumbuhan perakaran akibat

terbentuknya ikatan antara Al dengan membran pasma akar(Matsumoto dalam

Kuswantoro, 2013). Ikatan yang terbentuk ini bukan hanya terjadi di membran plasma

tetapi juga didinding sel akar, dimana terjadi ikatan antara karboksi di dinding akar dan

fosfat di membran plasma(Gunse et.al dalam Kuswantoro,2013).

Schenkel dalam Kuswantoro, 2013, melaporkan bahwa pengurangan pH larutan

nutrisi dari 6 ke 4,3 mengurangi produksi bahan kering total per pot sampai 63% di atas

rata-rata kultivar kedelai. Peningkatan konsentrasi Al menyebabkan produksi bahan

kering turun sampai 40% pada perlakuan 4,3µM Al. Pada perlakuan 200µM Al

meningkatkan pertumbuhan akar tanaman, sedangkan bahan kering bagian atas tanaman

secara konstan turun dengan adanya penambahan konsentrasi Al. Reaksi kultivar

terhadap cekaman Al berbeda-beda satu dengan yang lain.

Hasil kedelai di lahan kering masam umumnya lebih rendah daripada hasil kedelai di

lahan relative optimal. Perlakuan pengapuran berdampak pada peningkatan pH tanah

yang akhirnya juga akan meningkatkan ketersediaan unsur hara makro dan menurunkan

ketersediaan unsur hara mikro. Dengan meningkatnya ketersediaan unsur hara makro

maka kebutuhan tanaman akan hara dapat terpenuhi. Begitu pula dengan menurunnya

ketersediaan unsur hara mikro, maka keracunan akibat kelebihan unsur tersebut menjadi

berkurang. Keberadaan Al3+ menurun sejalan dengan pemberian kapur(Caires dalam

Kuswantoro, 2013) sehingga menurunkan keracunan Al.

Ukuran biji kedelai di lahan kering masam lebih kecil daripada di lahan non

masam(sawah). Respon genotip terhadap kemasaman tanah pada keragaan ukuran biji

kedelai berbeda antar genotip. Pada umumnya ukuran biji kedelai lebih besar pada

penanaman dilahan sawah non masam dari pada di lahan kering masam. Semakin

meningkatnya kemasaman tanah mengakibatkan terjadinya penurunan pada ukuran biji

kedelai. Dilahan sawah yang merupakan lahan optimal, ukuran biji kedelai lebih tinggi

dari pada di lahan kering masam. Yang membantu akar mengakuisisi hara, sehingga

tanaman tidak mengalami cekaman hara.

Pertumbuhan perakaran kedelai yang tidak terganggu pada cekaman Al berat diduga

disebabkan kemampuan genotip ini menghasilkan eksudat akar yang membantu akar

mengakuisisi hara, sehingga tanaman tidak mengalami cekaman hara.Felix dan Donald

dalam Hanum, 2007 melaporkan bahwa kemampuan pertumbuhan tanaman pada tanah

dengan kandungan Al tinggi, adalah dengan menghasilkan eksudat akar(dalam bentuk

anion-anion asam organic, gula,vitamin, asam amino, purin, nukleutida, ion-ion

anorganik), senyawa-senyawa ini membantu perakaran tanaman terhindar dari akibat

buruk ion Al, sehingga akar sebagai fungsi penyerap hara dan air dapat menjalankan

fungsinya.

4.2. Genetika Sifat Toleransi Kedelai terhadap Lahan Masam

Toleransi kedelai terhadap Al diukur berdasarkan panjang akar yang diwariskan

secara adaptif dan tidak ada dominansi(Sunarto dalam Kuswantoro, 2013). Kajian

heritabilitas toleransi Al berdasarkan pertumbuhan panjang akar dari populasi F4 dengan

satu ulangan(0,57) dan pada lima ulangan tingginya(0,87). Diduga sekitar tiga sampai

lima gen mungkin mengendalikan toleransi Al.

4.3. Parameter Genetik Hasil Biji dan Ukuran Biji Kedelai di lahan kering masam

Keragaman genetik memegang peranan penting dalam suatu program pemuliaan,

karena kemajuan genetik berbanding lurus dengan keragaman genetik.(Falconer dalam

Kuswantoro, 2013)Semakin luas keragaman genetik, maka program pemuliaan akan

lebih mudah dilaksanakan. Hasil dan ukuran biji dengan heritabilitas yang tergolong

sedang, menjelaskan lingkungan berpengaruh besar pada perubahan hasil dan ukuran

biji. Gen adaptif berperan dalam menentukan derajat kemiripan antara individu dan

tetuanya. Pendugaan heritabilitas memberikan petunjuk apakah suatu karakter

dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungannya, karena fungsi utama dari

heritabilitas adalah peran prediktifnya dengan mengekspresikan nilai genotipik sebagai

nilai pemuliaan.

4.4. Ideotipe Kedelai toleran lahan kering masam

Berdasarkan mekanisme toleransi kedelai terhadap lahan kering masam, dapat

disusun ideotipe kedelai toleran lahan kering masam. Hal utama yang harus dimiliki

kedelai untuk toleransi terhadap lahan kering masam adalah kedelai tersebut harus

memiliki sistem perakaran yang mampu bertahan pada kondisi cekaman kemasaman

tanah, yaitu ujung akar kedelai harus memiliki membrane plasma yang dapat

menghilangkan penetrasi Al pada zona pembelahan dan pemanjangan akar sehingga akar

masih dapat membelah dan memanjang meskipun tercekam kemasaman tanah. Akar

juga harus terbebas dari ikatan dengan Al, baik di membran sel maupun di dinding sel.

Dengan kondisi demikian, akar akan tetap tumbuh dan berkembang dengan baik. Namun

demikian, untuk menghadapi keracunan Al, tanaman harus us memiliki kemampuan

untuk mengeluarkan(eksudasi) aau membatasi masuknya Al ke dalam sel-sel ujung akar

dan rambut-rambut akar atau kemampuan untuk mentoleransi konsentrasi toksik Al di

dalam selnya. Kemampuan membatasi masuknya Al dapat dilakukan dengan eksudasi

asam organic, peningkatan pH daerah perakaran, dan lignifikasi, serta mentoleransi

keracunanan Al melalui transport Al di dalam vakuola atau kompartemen ekstraseluler

dengan transporter khusus atau pengkelatan interna di dalam sel(Ermolayev dalam

Kuswantoro, 2013). Kedelai toleran lahan kering masam memiliki eksudasi asam

organic akan dapat melakukan immobilisasi Al pada dinding sel, kompleksasi Al

sitoplasmik oleh asam organik, pengasingan vacuolar enzim toleran Al, dan pengasingan

Al dalam vakuola(Sopandie et.al dalam Kuswantoro, 2013), dimana eksudasi asam

organic akan diwujudkan dalam pelepasan sejumlah asam malat dan asam citrate dari

ujung akar(Schenkel dalam Kuswantoro, 2013).

Ideotipe kedelai toleran lahan kering masam juga harus dapat mengembangkan

adaptasi untuk mendapatkan unsur hara tertentu dari dalam tanah yang dapat berupa

modifikasi arsitektur perakaran(Nuruzzaman dalam Kuswantoro, 2013), mampu

meningkatkan pH larutan nutrisi dimana tanaman tersebut tumbuh, sehingga menurunkan

kelarutan dan keracunan Al dengan pengendapan(Foy; Foy dan Fleming dalam

Kuswantoro, 2013), efisiensi P yang lebih tinggi, pengambilan dan transport Ca dan Mg

yang lebih tinggi, KTK akar yang lebih rendah, konsentrasi Si internal yang lebih tinggi,

efisiensi fe yang lebih tinggi, dan lebih tahan terhadap kekeringan(Foy dalam

Kuswantoro,2013). Disamping itu kedelai toleran lahan kering masam juga harus

mampu mentranslokasi karbon dari tajuk ke akar tanaman yang diwujudkan dalam

bentuk transformasi morfologi akar dan eksudasi senyawa organic dan aktivitas enzim

fosfatase yang lebih tinggi.

KESIMPULAN

Kedelai varietas Slamet merupakan kedelai hasil persilangan varietas Dempo yang

toleran pada tanah masam dengan varietas wilis yang mampu beradaptasi secara luas. Hal ini

ditunjukkan dalam pertumbuhannya pada lahan kering masam, genetika sifat toleransinya

terhadap lahan masam, hasil biji dan ukuran biji dilahan kering masam serta ideotipenya

terhadap lahan kering masam

DAFTAR PUSTAKA

Hanum, et.al.,2007. Pertumbuhan Akar Kedelai pada Cekaman aluminium, kekeringan dan Cekaman Ganda Aluminium dan Kekeringan.Agritrop 26(1) Hal 13-18. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar Bali

Kuswantoro, H.et al., 2013. Karakteristik Kedelai Toleran Lahan Kering Masam. Buletin Palawija No.25, Tahun 20013

Warastri, A.W. 2006. Sunarto dan Swasembada Kedelai. Kompas, 10 November 2006 dalam bukan.tokohindonesia.blogspot

MAKALAH KAPITA SELEKTA TUMBUHAN

KEDELAI VARIETAS SLAMET TOLERAN LAHAN KERING MASAM DAN TINGGI KANDUNGAN Al

Oleh :LAILI KHIKMATUN 0402514061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI BIOLOGI

PASCA SARJANAUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015