(3) Isi Presus Prima Ama93

download (3) Isi Presus Prima Ama93

of 38

Transcript of (3) Isi Presus Prima Ama93

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    1/38

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Mola hidatidosa merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

    adanya proliferasi jaringan trofoblas abnormal, dan diklasifikasikan menjadi

    mola hidatidosa komplit, parsial, dan invasif (Gangopadhyay, Arghya, Sailes,

    et al., 2011). Mola hidatidosa adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblas

    Gestasional (PTG) secara historis berhubungan dengan mortalitas dan

    morbiditas yang cukup signifikan. Mola hidatidosa sering diikuti dengan

    perdarahan serius serta komplikasi lain yang timbul sehingga tidak hanya

    mempengaruhi kehamilan saja, tetapi juga keadaan ibu secara sistemik

    (Lurain, 2010).

    Mola hidatidosa biasanya diikuti dengan beberapa penyulit yang dapat

    mengancam kondisi ibu, seperti preeklampsia dalam onset yang sangat dini,

    tirotoksikosis, hingga emboli paru (Kanter, Marshall, Eileen, et al., 2010).

    Insidensi dan faktor etiologi yang berkontribusi pada perkembangan mola

    hidatidosa cukup sulit untuk diidentifikasi. Studi epidemiologi telah

    melaporkan adanya variasi regional dalam insidensi mola hidatidosa. Estimasi

    berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika bagian Utara, Australia,

    New Zealand, dan Eropa menunjukkan insidensi mola hidatidosa dalam

    rentang 0.57-1.1 per 1000 kehamilan. Sedangkan penelitian yang dilakukan di

    Asia Tenggara dan Jepang menunjukkan insidensi yang lebih tinggi, yaitu 2.0

    per 1000 kehamilan (Lurein, 2010).

    Di negara-negara yang sudah maju pengelolaan mola hidatidosa bukanmerupakan masalah karena sebagian besar telah terdiagnosis pada stadium-

    stadium dini, sebaliknya di negara-negara yang sedang berkembang karena

    pada umumnya diagnosis terlambat maka penyulit-penyulit seperti perdarahan

    dan tirotoksikosis masih menjadi salah satu penyebab kematian ibu (Matsui,

    2000).

    1

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    2/38

    B. Tujuan

    Tujuan dari pembuatan makalah presentasi kasus ini adalah untuk

    mengetahui faktor risiko, pathogenesis, tanda, gejala, komplikasi, hingga

    penatalaksanaan pada kasus mola hidatidosa.

    2

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    3/38

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi Mola Hidatidosa

    Mola hidatidosa (MH) adalah suatu kehamilan abnormal yang

    sebagian atau seluruh stroma vili korialisnya langka akan vaskularisasi,

    edematous, dan mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung yang

    menyerupai anggur (Martaadisoebrata, 2005; Prawirohardjo, 2005).

    Kehamilan mola merupakan komplikasi kehamilan yang tidak biasa,

    yang ditandai dengan proliferasi trofoblas abnormal dan diklasifikasikan

    menjadi mola hidatidosa parsial dan mola hidatidosa komplit (Berkowitz

    dan Goldstein, 2009).

    B. Etiologi Mola Hidatidosa

    Hingga saat ini, belum diketahui penyebab kejadian mola hidatidosa.

    Beberapa faktor risiko telah teridentifikasi berpengaruh terhadap

    patogenesis mola hidatidosa. Faktor-faktor tersebut menghasilkan

    proliferasi tak terkontrol pada trofoblas (Vorvick, 2010; Martaadisoebrata,

    2005).

    C. Faktor Risiko Mola Hidatidosa

    1. Usia reproduksi

    Mola hidatidosa (MH) dapat terjadi pada semua wanita dalam masa

    reproduksi. Kehamilan pada usia di bawah 20 tahun dan di atas 35

    tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami MH (Martaadisoebrata,2005).

    2. Status gizi

    Status gizi dianggap berpengaruh terhadap kejadian MH. MH sebagai

    suatu kehamilan abnormal yang berasal dari ovum patologis. Keadaan

    tersebut disebabkan oleh adanya defisiensi protein berkualitas tinggi

    (highclass protein). Beberapa peneliti mengaitkan hal ini dengan

    kenyataan bahwa di Asia banyak kejadian MH pada penduduk yang

    3

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    4/38

    termasuk golongan sosioekonomi rendah dengan tingkat konsumsi

    protein yang minim. Secara empiris, teori tersebut didukung dengan

    tingginya angka kejadian MH pada beberapa daerah dengan pola

    konsumsi rendah protein, seperti di Indonesia dan Filipina. Meski

    demikian, teori tersebut belum menjawab kenyataan bahwa terdapat

    daerah-daerah dengan angka kejadian MH tinggi pada penduduk yang

    mengonsumsi protein tinggi, seperti seperti di Alaska dan Hawai.

    Defisiensi asam folat dan histidine pada wanita hamil juga dianggap

    sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian MH. Pada

    wanita dengan defisiensi asam folat dan histidine, terutama pada hari

    ke-13 dan 21 kehamilan, akan mengalami gangguan pembentukan

    thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat

    kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematian embrio dan gangguan

    angiogenesis, yang pada gilirannya akan menimbulkan perubahan

    hidropik. Teori gizi sebagai faktor risiko yang banyak dianut saat ini

    adalah teori yang diajukan oleh Parazzini & Berkowitz, yaitu bahwa

    berdasarkan studi kasus kontrol, MH banyak terjadi pada wanita

    dengan defisiensi -Carotene/vitamin A. Hal ini pula yang dapat

    menerangkan mengapa terjadi variasi dalam insidensi secara regional

    (Martaadisoebrata, 2005).

    3. Riwayat Obstetri

    Menurut WHO, riwayat obstetrik juga mempengaruhi kejadian MH.

    Hal ini disebabkan pada wanita dengan riwayat MH sebelumnya

    berisiko mengalami MH pada kehamilan selanjutnya. Begitu pula pada

    wanita dengan riwayat melahirkan gemelli. Namun, multiparitas bukan

    merupakan faktor risiko MH.

    4. Suku bangsa dan Ras

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insidensi pada wanita kulit

    hitam lebih rendah dibandingkan yang lain. Insidensi MH pada wanita

    Euroasian dua kali lebih tinggi dari wanita Cina, Melayu, dan India.

    4

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    5/38

    5. Genetik

    Hasil penelitian sitogenetik menunjukkan bahwa pada kasus MH lebih

    banyak ditemukan kelainan balance translocation dibandingkan

    dengan populasi normal. Pada wanita dengan kelainan sitogenik

    tersebut lebih banyak mengalami gangguan meiosis berupa

    nondisjunction sehingga lebih banyak ovum kosong atau ovum dengan

    inti inaktif (Martaadisoebrata, 2005).

    D. Mola Hodatidosa Komplit (MHK)

    1. Patogenesis Mola Hidatidosa Komplit

    Di antara teori yang digunakan untuk menjelaskan patogenesis

    MHK adalah teori yang dikemukakan oleh Hertig, et al., Park, et al.,

    dan teori sitogenik.

    a) Teori Hertig, et al.

    Hertig, et al, menganggap bahwa pada MHK terjadi

    insufisiensi peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu

    ke 3-5 (missed abortion), sehingga terjadi penimbunan cairan

    dalam jaringan mesenkim vili dan terbentuk kista-kista kecil yang

    makin lama makin besar, hingga kemudian terbentuk gelembung

    mola. Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari

    tekanan vili yang edematous tersebut.

    b) Teori Park, et al.

    Berbeda dengan teori Hertig, et al, Park menyatakan bahwa

    faktor primer pada kejadian MHK adalah adanya jaringan trofoblasyang abnormal, baik berupa hiperplasi, dysplasia, maupun

    neoplasia. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi

    abnormal, dimana terjadi absorpsi cairan berlebihan ke dalam vili.

    Keadaan ini menekan pembuluh darah yang pada akhirnya

    menyebabkan kematian embrio.

    c) Teori Sitogenik

    5

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    6/38

    Teori ini merupakan teori yang banyak digunakan saat ini.

    Teori ini menerangkan bahwa kehamilan MH terjadi karena sebuah

    ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak aktif,

    dibuahi oleh sperma haploid (23x). Hasil konsepsi tersebut

    kemudian mengadakan penggandaan sendiri (endoreduplikasi)

    menjadi 46xx. Sehingga dua unsur x pada kromosom MHK berasal

    dari sperma (unsur ayah), tidak ada unsur ovum di dalamnya.

    Dengan kata lain, teori ini disebut juga Diploid Androgenetic

    (Berkowitz dan Goldstein, 2009; Zhou, Chen, Li, et al., 2012).

    Pada kehamilan yang sempurna, harus terdapat kromosom

    baik dari sperma maupun ovum. Unsur ovum akan membentuk

    bagian embrional (janin) dan unsur sperma diperlukan untuk

    pembentukan bagian ekstraembrional, seperti plasenta, amnion,

    dan lain-lain, secara seimbang. Ketiadaan unsur ovum pada MHK

    menjadikan tidak adanya bagian embrional, hanya akan terbentuk

    bagian ektraembrional yang patologis berupa vili korialis yang

    mengalami degenerasi hidropik. Abnormalitas ovum dapat terjadi

    karena gangguan pada proses meiosis berupa kejadian

    nondisjunction. Gangguan proses meiosis ini antara lain terjadi

    pada kelainan strukstural kromosom yaitu balanced translocation

    (Berkowitz dan Goldstein, 2009; Zhou, Chen, Li, et al., 2012).

    MHK dapat pula terjadi akibat pembuahan ovum kosong oleh

    2 sperma sekaligus (dispermi). Pembuahan tersebut dapat terjadi

    dengan dua sperma haploid 23x atau satu sperma haploid x dan

    haploid y. Akibatnya dapat terbentuk hasil konsepsi 46xx atau46xy. Pada pembuahan dengan dispermi tidak terjadi

    endoreduplikasi. Kromosom 46xx hasil endoreduplikasi dan 46xx

    hasil pembuahan dengan dispermi, walaupun tampaknya sama,

    namun berbeda genotip. Sebagian menganggap bahwa 46xx

    heterozigot, yang berasal dari pembuahan dengan dispermi

    meniliki potensi keganasan yang lebih besar. Pembuahan dispermi

    dengan dua haploid 23y (46yy) dianggap tidak pernah bisa

    6

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    7/38

    terjadi/nonviable (Berkowitz dan Goldstein, 2009; Zhou, Chen, Li,

    et al., 2012).

    2. Gambaran Klinis Mola Hidatidosa Komplit

    MHK adalah suatu kehamilan patologis, sehingga pada bulan-

    bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan kehamilan biasa,

    seperti diawali dengan amenore, mual, dan muntah. Terdapat beberapa

    laporan yang menyatakan bahwa pada MHK lebih sering terjadi

    hyperemesis, dan keluhan kehamilan lebih berat daripada kehamilan

    normal. Pada kehamilan normal, pembesaran uterus terjadi melalui dua

    fase, yaitu fase aktif sebagai pengaruh hormonal, dan fase pasif

    sebagai akibat hasil perbesaran hasil kehamilan, seperti janin, plasenta,

    dan air ketuban. Pada MHK, vili korialis yang mengalami degenerasi

    hidropik berkembang dengan cepat mengisi seluruh cavum uteri,

    sehingga uterus membesar lebih cepat dengan ukuran yang lebih besar

    dari usia kehamilan atau lamanya amenore (Martaadisoebrata, 2005).

    Pada kehamilan normal, segmen bawah rahim (SBR) baru

    terbentuk pada trimester tiga kehamilan. Sedangkan pada MHK,

    dengan pengisian cavum uteri yang terlalu cepat, maka pembentukan

    SBR dapat terjadi pada usia kehamilan yang lebih muda, sekitar usia

    24 minggu. SBR ini terbentuk bentukan berupa penonjolan yang

    disebut dengan ballooning, dan merupakan ciri khas dari MHK.

    Ballooningdapat diraba pada pemeriksaan dalam sebagai penonjolan

    SBR ke arah depan, dengan konsistensi yang lunak (Martaadisoebrata,

    2005.

    7

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    8/38

    Gambar 2.1. Balloning pada SBR (Martaadisoebrata, 2005)

    Perdarahan pervaginam terjadi oleh karena tubuh berusaha

    mengeluarkan hasil konsepsi pada kehamilan abnormal ini. Perbedaan

    dengan abortus adalah pada besarnya uterus. Perbesaran uterus sesuai

    dengan usia kehamilan atau lamanya amenore pada abortus.

    Perdarahan yang timbul pada MHK dapat berupa bercak sedikit-

    sedikit, intermiten, atau perdarahan massif sehingga dapat terjadi syok

    hipovolemik. Perdarahan dapat disertai dengan keluarnya gelembung

    mola, sehingga mempermudah diagnosis (Martaadisoebrata, 2005).

    Selain perbesaran uterus yang lebih menonjol, pada MHK

    ditemukan pula dua hal lain yang berbeda dengan kehamilan normal,

    yaitu kadar hCG dan kista lutein. Kadar hCG pada kehamilan normalkadarnya akan meningkat hingga usia kehamilan 60-80 hari, kemudian

    akan turun pada usia kehamilan lebih dari 85 hari, dengan kadar

    puncak hCG berkisar 600.000 mIU/ml. Sedangkan pada MHK tidak

    ada penurunan kadar hCG. Selama ada pertumbuhan sel trofoblas dan

    selama gelembung mola belum dikeluarkan dari uterus maka kadar

    hCG akan terus meningkat hingga dapat mencapai kadar di atas

    5.000.000 mIU/ml. Hormon hCG terdiri dari dua subunit dan .

    8

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    9/38

    Subunit mengadakan reaksi silang dengan gonadotropin yang berasal

    dari hipofisis, yaitu LH, FSH, dan TSH. Oleh karena itu dalam

    pengukuran selanjutnya yang digunakan adalah -hCG (Lurein, 2010).

    Kelainan lain yang menyertai MHK adalah adanya kista lutein,

    sebagai akibat dari rangsangan berlebihan terhadap ovaruim oleh hCG

    yang sangat tinggi. Kista yang timbul dapat unilateral maupun bilateral

    dengan besar yang bervariasi. Umumnya kista ini akan mengecil

    kembali setelah jaringan mola dievakuasi. Dengan demikian, kista

    tidak perlu diangkat kecuali jika ditemukan komplikasi berupa torsio

    atau ruptur, bila memberikan keluhan mekanis dapat dilakukan

    dekompresi atau aspirasi (Martaadisoebrata, 2005).

    Seperti pada kehamilan normal, pada MHK juga dapat terjadi

    komplikasi kehamilan. Bentuk komplikasi kehamilan yang dapat

    terjadi pada MHK antara lain, preeklampsia, tirotoksikosis

    (hipertiroidism) dan emboli paru. Preeklampsia pada MHK tidak

    berbeda dengan kehamilan biasa, dengan derajat yang bervariasi,

    ringan, berat, bahkan eklampsia. Hanya saja pada MHK kejadiannya

    dapat lebih dini. Jika preeklampsia ditemukan pada usia kehamilan 24

    minggu dapat dicurigai adanya MHK. Preeklampsia pada kehamilan

    mola timbul akibat sirkulasi faktor anti angiogenik yang berlebihan.

    Penanganan preeklampsia pada MHK tidak berbeda dengan

    preeklampsia pada kehamilan normal, selain evakuasi jaringan mola

    (Kanter, Marshall, Eileen, et al., 2010).

    Perubahan pada kelenjar tiroid ditemukan sebagai komplikasi

    pada MHK. Perubahan tersebut dapat berupa anatomis maupunfungsional. Kelainan dapat berupa hipertiroidisme biokimia saja,

    dengan kadar hormon tiroksin (T3) dan triiodotironin (T4), sedangkan

    TSH menurun, atau disertai dengan gejala klinis tirotoksikosis. Pada

    MHK, perkembangan perubahan tiroid dapat berlangsung sangat cepat,

    dari status eutiroid sampai krisis tiroid, dapat berlangsung beberapa

    jam saja dan dapat menyebabkan kematian (Vorvick, 2010).

    9

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    10/38

    Pada kehamilan normal, dapat terjadi migrasi sel-sel trofoblas ke

    dalam peredaran darah menuju ke paru ibu. Hal ini dimulai pada usia

    kehamilan 18 minggu, pada akhirnya akan direabsorpsi oleh tubuh,

    dan merupakan gejala normal pada kehamilan. Namun, pada MHK

    fenomena ini terjadi dengan jumlah sel trofoblas yang sangat banyak

    sehingga menyebabkan tanda emboli paru akut dan menyebabkan

    kematian. Kasus ini jarang terjadi. Diagnosis MHK dapat ditegakkan

    pada kehamilan sedini mungkin sehingga penyulit kehamilan dapat

    dipantau sejak awal (Martaadisoebrata, 2005).

    3. Penegakan Diagnosis Mola Hidatidosa Komplit.

    a) Anamnesis

    Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan berupa keterlambatan

    haid (amenore), perdarahan pervaginam, perut terasa lebih besar

    dari lamanya amenore, tidak merasa gerakan janin seiring

    terjadinya perbesaran rahim.

    b) Pemeriksaan Klinis Ginekologi

    Pada pemeriksaan ditemukan uterus yang lebih besar dari usia

    kehamilan dan tidak ditemukan tanda pasti kehamilan seperti

    denyut jantung janin, ballotemen, atau gerakan janin.

    c) Laboratorium

    Pada hasil laboratorium dapat ditemukan kadar -hCG yang lebih

    tinggi dari normal

    d) USG

    Pada pemeriksaan tampak gambaran vesikuler di kavum uteri.

    Diagnosis pasti ditentukan oleh hasil permeriksaan patologianatomi (PA). Secara mikroskopis akan tampak gambaran stroma

    vili yang edematous, tidak mengandung pembuluh darah

    (avaskuler), disertai hyperplasia sel sito dan sel sinsitiotrofoblas.

    Berdasarkan hasil PA dapat pula diprediksi prognosis MHK, akan

    mengalami transformasi keganasan atau tidak, dengan melihat pada

    proliferasi sel-sel trofoblas. Proliferasi yang berlebihan

    10

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    11/38

    memungkinkan transformasi ke arah keganasan lebih besar

    (Martaadisoebrata, 2005).

    4. Terapi Mola Hidatidosa Komplit

    a) Perbaikan Keadaan Umum

    Sebelum melakukan evakuasi jaringan mola, keadaan umum ibu

    diperbaiki sesuai dengan penyulit yang menyertai. Transfusi darah

    untuk mengatasi anemia berat dan syok hipovolemik, penanganan

    preeklampsia, serta pemberian obat antitiroid. Tindakan yang

    dilakukan sebelum penderita stabil dapat merangsang terjadinya

    syok ireversibel, eklampsia, atau krisis tiroid, yang dapat berakibat

    pada kematian. Penanganan emboli paru hanya berupa penanganan

    suportif berupa pemberian antikoagulan dan oksigenasi hingga

    gejala akutnya berkurang (Martaadisoebrata, 2005; Lurein, 2010;

    Vorvick, 2010).

    b) Evakuasi jaringan

    MHK merupakan kehamilan patologis yang sering disertai dengan

    penyulit sehingga pada prinsipnya jaringan mola harus dievakuasi

    secapat mungkin. Terdapat dua cara evakuasi, meliputi kuret

    vakum (suction curretage) dan histerektomi total. Kuret vakum

    merupakan metode pilihan bagi wanita yang masih harus

    mempertahankan fertilitasnya, sedangkan histerektomi total

    dilakukan pada wanita dengan usia > 35 tahun dengan jumlah anak

    cukup, sebagai tindakan profilaksis terhadap terjadinya keganasan

    di uterus (Martaadisoebrata, 2005; Lurein, 2010; Vorvick, 2010).c) Profilaksis

    Tindakan profilaksis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

    histerektomi total dan kemoterapi. Kemoterapi dapat diberikan

    pada golongan risiko tinggi yang menolak atau tidak dapat

    dilakukan histerektomi total, atau pada wanita dengan hasil PA

    yang mencurigakan. Pemberian kemoterapi dapat dilakukan

    dengan cara sebagai berikut:

    11

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    12/38

    1) Metrotreksat 20 mg/hari, intramuskular, Asam Folat 10 mg

    (3x1), sebagai antidote dan Cursil 35 mg (2x1) sebagai

    hepatoprotektor, selama 5 hari berturut-turut.

    2) Actinomycin D 1 flakon sehari, selama 5 hari berturut-turut,

    tidak memerlukan antidote maupun hepatoprotektor

    (Martaadisoebrata, 2005).

    d) Follow up

    Sebanyak 15%-20% dari penderita pasca-MHK dapat mengalami

    transformasi keganasan menjadi Tumor Trofoblas Gestasional

    (TTG). Masa laten terjadinya keganasan sangat bervariasi.

    Keganasan dapat terjadi dalam kurun waktu satu minggu hingga

    tiga tahun pascaevakuasi. Tujuan dari follow up adalah untuk

    melihat proses involusi berjalan normal baik anatomis, laboratoris

    maupun fungsional, seperti involusi uterus, turunnya kadar -hCG,

    dan kembalinya fungsi haid. Selain itu, untuk menentukan adanya

    transformasi keganasan, terutama pada tingkat yang sangat dini.

    Pada umumnya, para pakar sepakat bahwa lama follow up

    berlangsung selama satu tahun. Dalam tiga bulan pertama

    pascaevakuasi, penderita datang untuk kontrol setiap dua minggu.

    Kemudian dalam tiga bulan berikutnya, penderita datang setiap

    satu bulan. Selanjutnya dalam enam bulan terakhir, penderita

    datang tiap dua bulan.

    Selamafollow up, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

    1) Keluhan, berupa perdarahan, batuk, atau sesak nafas

    2) Pemeriksaan ginekologis, terutama adanya tanda-tandasubinvolusi

    3) Kadar -hCG, terutama bila ditemukan terdapat tanda-tanda

    distorsi dari kurva regresi normal.

    Bila dalam tiga kali pemeriksaan berturut-turut, ditemukan slah

    satu dari tiga tanda tersebut, penderita harus dirawat untuk

    pemeriksaan yang lebih intensif meliputi USG, foto thorak, dan

    lain-lain (Martaadisoebrata, 2005; Lurein, 2010; Vorvick, 2010).

    12

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    13/38

    Follow up dihentikan apabila sebelum satu tahun wanita sudah

    mengalami kehamilan normal, atau bila setelah satu tahun tidak

    ada keluhan, uterus, fungsi haid, dan kadar -hCG dalam batas

    normal. Selama masa follow up, wanita dianjurkan untuk tidak

    hamil terlebih dahulu, karena dapat menimbulkan salah

    interpretasi. Jadwal follow up harus ditepati karena kemungkinan

    terjadinya transformasi keganasan lebih besar pada MHK pertama

    (Martaadisoebrata, 2005; Lurein, 2010; Vorvick, 2010).

    5. Prognosis Mola Hidatidosa Komplit

    Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian

    besar penderita MHK akan sehat kembali. Keganasan menjadi TTG

    dapat dialami sekitar 15%-20% wanita dengan riwayat MHK

    sebelumnya. Umumnya yang berkembang menjadi ganas adalah

    mereka yang termasuk golongan risiko tinggi dengan kriteria meliputi

    usia > 35 tahun, kadar -hCG di atas 10 5 mIU/ml, serta gambaran PA

    yang mencurigakan. Saat ini dapat dikatakan hampir tidak ada

    kematian akibat MHK (Garrett, 2008).

    6. Kehamilan pasca- Mola Hidatidosa Komplit

    Pada umumnya derajat fertilitas pasca-MHK tidak berubah, proses

    kehamilan dan masa nifas akan sama seperti kehamilan normal lainnya

    (Garrett, 2008; Lurain, 2010).

    7. Mola Hidatidosa Berulang

    Risiko rekurensi mola dapat dialami oleh wanita dengan riwayat

    MHK. Rekurensi dapat terjadi berturut-turut atau diselangi oleh

    kehamilan non-MHK. Mereka yang mengalami kehamilan pasca-MHK harus segera memeriksakan diri untuk memastikan bahwa

    kehamilan yang terjadi adalah kehamilan normal. Pada umumnya

    rekurensi yang terjadi hanya satu atau dua kali (Martaadisoebrata,

    2005).

    E. Mola Hidatidosa Parsial (MHP)

    13

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    14/38

    Pembahasan Mola Hidatidosa Parsial (MHP) terpisah dengan MHK karena

    antara keduanya terdapat perbedaan mendasar, baik dilihat dari segi

    patogenesisnya (sitogenetik), klinis, prognosis, maupun gambaran PA-nya.

    Tidak seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik pada MHP.

    1. Patogenesis Mola Hidatidosa Parsial

    Secara sitogenetik MHP terjadi karena ovum normal, 23x, dibuahi

    dengan dispermi. Dapat dibuahi oleh dua haploid 23x, satu haploid 23x

    dan satu haploid 23y, atau dua haploid 23yy. Hasil konsepsi dapat

    berupa 69xxx, 69 xxy, atau 69 xyy. Kromosom 69yyy tidak pernah

    ditemukan (Bashabsheh, 2011 dan Murphy, 2011). Sehingga pada

    MHP disebut sebagai Diandro Triploid. Unsur embrional dapat

    terbentuk karena pada MHP terdapat unsur ovum. Namun, komposisi

    unsur ovum dengan sperma tidak seimbang. Unsur sperma yang tidak

    normal tersebut yang menyebabkan terbentuknya plasenta abnormal,

    yang merupakan gabungan dari vili korialis yang normal dan yang

    mengalami degeneras hidropik. Oleh karena itu, fungsi plasenta dalam

    hal ini pun tidak dapat mempertahankan janin hingga viable. Biasanya

    terjadi kematian janin/ Intrauterin Fetal Death (IUFD) yang sangat dini

    (Berkowitz dan Goldstein, 2009; Zhou, Chen, Li, et al., 2012).

    2. Gejala klinis Mola Hidatidosa Parsial

    Berbeda dengan MHK, pada MHP sama sekali tidak ditemukan gejala

    maupun tanda-tanda yang khas. Keluhan yang muncul sama dengan

    kehamilan normal. Jarang sekali ditemukan MHP dengan besar uterus

    melebihi ukuran usia kehamilan atau lamanya amenore. Biasanya sama

    atau bahkan lebih kecil, disebut dengan dying mole.Gambaran USG tidak selalu khas. Namun diagnosis dapat ditegakkan

    apabila tampak gambaran yang menyerupai kista-kista kecil pada

    plasenta disertai peningkatan diameter transversa dari kantong janin.

    Pada kasus-kasus dengan janin yang besar, gambaran USG tampak

    lebih jelas (Martaadisoebrata, 2005).

    14

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    15/38

    Gambar 2.2. Gambaran USG Penderita Mola Hidatidosa Parsial (Zhou,

    Chen, Li, et al., 2011)

    Kadar -hCG juga mengalami peningkatan, tetapi tidak setinggi pada

    MHK. Hal ini kemungkinan karena pada MHP masih ditemukan vili

    korialis yang normal. Kadar yang tidak terlalu tinggi ini tidak

    menyebabkan rangsangan pada ovarium, sehingga pada MHP jarang

    ditemukan kista lutein. Selain itu, MHP jarang sekali disertai dengan

    komplikasi seperti preeklampsia, tirotoksikosis, atau emboli paru

    (Berkowitz dan Goldstein, 2009; Zhou, Chen, Li, et al., 2012).3. Penegakan Diagnosa Mola Hidatidosa Parsial

    Dengan tidak ditemukannya tanda-tanda yang khas, maka lebih sulit

    untuk membuat diagnosa MHP. Biasanya diagnosis dibuat secara tidak

    sengaja setelah dilakukan tindakan dan diperkuat dengan hasil PA, di

    mana ditemukan gambaran khas sebagai berikut:

    a) Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik,

    kavitasi, dan hiperplasia trofoblas.

    15

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    16/38

    b) Scallopingyang berlebihan pada vili korialis

    c) Inklusi stroma trofoblas yang menonjol

    d) Ditemukan jaringan embrionik

    4. Terapi Mola Hidatidosa Parsial

    Pada umumnya diagnosis MHP ditemukan setelah kuret, sehingga

    biasanya evakuasi dilakukan dengan kuret biasa. Selanjutnya tidak

    dilakukan tindakan apapun. Histerektomi dan upaya profilaksis tidak

    dianjurkan (Martaadisoebrata, 2005).

    5. Prognosis Mola Hidatidosa Parsial

    Prognosis MHP lebih baik daripada MHK. Hal ini disebabkan oleh

    tidak adanya penyulit dan derajat keganasannya rendah (4%). Meski

    demikian, terdapat laporan kasus MHP yang disertai metastasis ke

    tempat lain. Sehingga penderita pasca-MHP juga harus melakukan

    follow up seperti pada MHK.

    Seperti juga pada MHK, fertilitas dan proses persalinan pasca MHP

    tidak berbeda dengan kehamilan biasa (Garrett, 2008).

    Tabel 2.1. Perbedaan Mola Hidatidosa Komplit dengan Mola Hidatidosa

    Parsial (Martaadisoebrata, 2005)

    Jenis Gambaran Klinik Proses

    Sitogenik

    Gambaran

    PA

    Transformasi

    Keganasan

    Prognosis

    Janin Uterus Penyulit

    MHK Tidak

    ada

    Lebih

    besar

    dari

    usia

    kehami

    lan

    Sering

    terjadi

    Andro-

    genetik

    diploid

    Vili

    normal (-)

    Hiperlasi

    trofoblas

    (+++)

    Tinggi

    (15%-20 %)

    Dubia et

    bonam

    MHP Ada Sama

    dengan

    usia

    kehami

    lan/leb

    Jarang

    terjadi

    Diandro-

    genetik

    triploid

    Vili

    normal (+)

    Rendah Bonam

    16

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    17/38

    ih

    kecil

    BAB III

    PRESENTASI KASUS

    A. IDENTITAS

    Nama : Ny. S

    No. CM : 78-20-32

    Umur : 29 tahunAgama : Islam

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    Pendidikan : SD

    Alamat : Bogowanti Lor Rt.02/Rw.04, Borobudur, Magelang.

    Masuk VK IGD : 31 Oktober 2012 / pukul 12.15 WIB

    Masuk Teratai : 31 Oktober 2012 / pukul 12.45 WIB

    B. ANAMNESA

    Autoanamnesa Tanggal 31 Oktober 2012

    1. Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir sejak pukul

    09.00 WIB

    2. Keluhan Tambahan : Dada berdebar, sering pusing, keringat

    berlebihan.

    3. Riwayat Penyakit Sekarang :

    Pasien baru datang ke VK IGD RSMS dengan membawa surat

    rujukan RS Panti Nugroho yang menyatakan bahwa pasien didiagnosis

    Mola Hidatidosa. Berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien adalah

    pasien mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 09.00 WIB

    (31-10-2012), perdarahan banyak, darah berwarna merah kecoklatan, tidak

    disertai nyeri perut. Pasien juga mengeluhkan Dada berdebar, sering

    pusing, keringat berlebihan. Pasien belum merasa kenceng-kenceng,

    belum ada pengeluaran air, gerakan janin masih aktif. Riwayat Obstetri :

    17

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    18/38

    G2P1A0. Riwayat Persalinan pasien tersebut adalah An I : Perempuan/ 25

    tahun/ Rumah Sakit/ Vakum Ekstraksi/ 3700gram. An II : Hamil ini.

    HPHT: 09-07-2012 HPL :16-04-2012. Usia kehamilan: 16 minggu 3 hari.

    Keadaan umum pasien baik dan tidak ada tanda-tanda gangguan

    hemodinamik. Tidak terdapat mual dan muntah, serta gangguan pada BAK

    dan BAB. Di VK IGD RSMS dilakukan pemeriksaan fisik secara general

    maupun lokal untuk mengetahui keadaan pasien.

    a. Riwayat Menstruasi

    Pasien mengalami menstruasi pertama saat berusia 13 tahun.

    Menstruasi terjadi 1 bulan sekali, selama 7 hari, ganti pembalut 2-3

    kali per hari.

    b. Riwayat Menikah

    Pasien menikah 1x selama 4 tahun.

    c. Riwayat Obstetri

    Gravida 2 Para 1 Abortus 0..

    d. Riwayat Persalinan

    Anak I : Perempuan/ 25 tahun/ Rumah Sakit/ Vakum Ekstraksi/

    3700gram. Anak II : Hamil ini.

    e. Riwayat ANC (Antenatal Care)

    Pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan.

    f. Riwayat KB

    Pasien pernah menggunakan KB suntik selama 3 bulan.

    g. Riwayat Penyakit Dahulu

    1. Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal

    2. Riwayat penyakit kencing manis disangkal3. Riwayat penyakit asma tidak disangkal

    4. Riwayat alergi disangkal

    Pasien memiliki riwayat penyakit asma.

    h. Riwayat Penyakit Keluarga

    1. Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal

    2. Riwayat penyakit kencing manis disangkal

    3. Riwayat penyakit asma disangkal

    18

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    19/38

    4. Riwayat alergi disangkal

    C. PEMERIKSAAN FISIK

    1. Pemeriksaan Fisik Umum tanggal 31 Oktober 2012

    Keadaan Umum : Baik

    Kesadaran : Compos mentis

    Vital Sign :

    TD : 120/80 mmHg R : 20 x/menit

    N : 88 x/menit S : 36,7 C

    Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

    Thorax:

    Paru : Inspeksi : dinding dada simetris, tidak ada

    ketinggalan gerak, sela iga tidak melebar

    Palpasi : vocal fremitus apex : dextra = sinistra

    vocal fremitus basal : dextra = sinistra

    Perkusi : sonor pada semua lapang paru

    Auskultasi : apex : dextra : SD vesikuler +

    sinistra : SD vesikuler +

    basal : dextra : SD vesikuler +,

    RBH -

    sinistra : SD vesikuler +,

    RBH -

    RBK parahiler -, Whz parahiler -.

    Jantung : Inspeksi : tidak ada retraksi dadaPalpasi : ictus cordis teraba di SIC 2 jari medial

    LMCS

    Perkusi : kanan atas : SIC II MSD

    kiri atas : SIC II MSS

    kanan bawah : SIC IV LPSD

    kiri bawah : SIC V 2 jari medial LMCS

    Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-), gallop (-)

    19

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    20/38

    Extremitas :

    Superior : Edema (-/-), akral hangat (+/+)

    Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+/+)

    2. Pemeriksaan Lokalis

    Regio Abdomen

    Inspeksi : Cembung gravid

    Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

    Perkusi : Timpani

    Palpasi : TFU : 1 jari dibawah pusat, Nyeri tekan (-) balotement (+)

    Regio Genitalia

    Inspeksi : Rambut pubis tersebar merata

    Edema vulva tidak ada

    Benjolan tidak ada

    Varises tidak ada

    Fluor tidak ada

    Fluxus ada

    D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 31 Oktober 2012

    Darah Lengkap

    Hb : 11,2 gr/dl (L) Normal: 12-16 gr/dl

    Leukosit : 12.480/l (H) Normal: 4.800-10.800/l

    Hematokrit : 33 % (L) Normal: 37%-47%

    Eritrosit : 4,1 juta/l (L) Normal: 4,2-5,4 juta/l

    Trombosit : 364.000/l Normal: 150.000-450.000/l

    MCV : 80,8 fL Normal: 79-99 fL

    MCH : 27,2 pg Normal: 27-31 pg

    MCHC : 33,6 gr/dl Normal: 33-37gr/dl

    Hitung Jenis

    Eosinofil : 0,1 % (L) Normal: 2-4 %

    20

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    21/38

    Basofil : 0,1 % Normal: 0-1 %

    Batang : 0.0 % (L) Normal: 2-5 %

    Segmen : 79,3 % (H) Normal: 40-70%

    Limfosit : 18,4 % (L) Normal: 25-40%

    Monosit : 9,1 % (H) Normal: 2-8 %

    PT : 11,6 detik Normal : 11,5-15,5 detik

    APTT : 26,7 detik Normal : 25-35 detik

    Kimia Klinik

    SGOT : 25 U/L Normal : 15-37 U/L

    SGPT : 39 U/L Normal : 30-65 U/L

    Ureum Darah : 30,7 mg/dL Normal : 14,98-38,52 mg/dL

    Kreatinin Darah : 1,16 mg/dL (H) Normal : 0,60-1,00 mg/Dl

    Elektrolit

    Natrium : 133 mmol/L (L) Normal : 136-145 mmol/L

    Kalium : 3,9 mmol/L Normal : 3,5-5,1 mmol/L

    Klorida : 99 mmol/L Normal : 98-107 mmol/L

    Kalsium : 8,8 mg/dL Normal : 8,4-10,2 mg/Dl

    Sero Imunologi

    T3 : 2,52 ug/mL (H) Normal : 0,8-2,0 ug/mL

    T4 : > 24,66 ug/dL (H) Normal : 5,1-14,1 ug/Dl

    TSH : 0,006 uIU/mL (L) Normal : 0,270-4,20 uIU/Ml

    E. DIAGNOSIS

    Gravida 2, Para 1, Abortus 0, Usia 29 Tahun, Hamil 16 Minggu 3 Hari,

    dengan Mola Hidatidosa dan Tiroktosikosis.

    F. PENATALAKSANAAN IGD

    Sikap: Konservatif dan Observatif

    21

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    22/38

    1. Tirah baring

    2. Cek DL, PT, APTT, Elektrolit, Kimia klinik, T3, T4, TSH

    Sikap: Pasien dirawat di Bangsal Teratai dan direncanakan curetase.

    1. Konsul dokter Sp.OG

    2. Apabila hasil T3, T4, TSH tidak normal konsul dokter Sp.PD

    G. PROGNOSIS

    Ad vitam : ad bonam

    Ad sanam : ad bonam

    Ad functionam : ad bonam

    Tabel 3.2 Catatan Perkembangan Pasien di Teratai

    Tanggal S O A P

    01-11-

    2012

    Perawatan

    H+1

    Nyeri

    kepala,

    dada sering

    berdebar

    KU: Baik/CM

    TD: 110/80mmHg

    N: 88x/menit

    RR: 22x/menit

    S: 36,5oC

    Mata: CA-/-, SI -/-

    Thorak: Cor dan

    Pulmo dbn

    Abdomen:

    I: cembung

    gravid

    A: BU (+)

    normal

    Per: timpani

    Pal: TFU 1 jari

    dibawah pusat,

    balotemen (+)

    Genitalia externa:

    PPV (+), FA (-)

    Vegetatif : BAB

    Gravida 2 Para

    1 Abortus 0 29

    Tahun Hamil

    16 Minggu 3

    Hari dengan

    Mola

    Hidatidosa dan

    Tirotoksikosis

    Pro curetase

    Konsul Sp.PD

    Konsul Sp.An

    22

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    23/38

    (+),BAK (+), Flt

    (+)

    02-11-

    2012

    Perawatan

    H+2

    Nyeri

    kepala,

    dada sering

    gemetar

    KU: Baik/CM

    TD: 110/80mmHg

    N: 112x/menit

    RR: 24x/menit

    S: 36,8oC

    Mata: CA-/-, SI -/-

    Thorak: Cor dan

    Pulmo dbn

    Abdomen:I: cembung

    gravid

    A: BU (+)

    normal

    Per: timpani

    Pal: TFU 1 jari

    dibawah pusat,

    balotemen (+)

    Genitalia externa:

    PPV (+), FA (-)

    Vegetatif : BAB

    (-),BAK (+), Flt

    (+)

    Gravida 2 Para

    1 Abortus 0 29

    Tahun Hamil

    16 minggu 3

    Hari dengan

    Mola

    Hidatidosa dan

    Tirotoksikosis

    Menunda

    Curetase

    sampai T3, T4,

    dan TSH

    normal.

    Propiltiourasil

    (PTU) 3 x

    100mg

    03-11-

    2012

    Perawatan

    H+3

    Nyeri

    kepala,

    dada sering

    gemetar

    KU: Baik/CM

    TD: 120/80mmHg

    N: 86x/menit

    RR: 20x/menit

    S: 36,7oC

    Mata: CA-/-, SI -/-

    Thorak: Cor dan

    Pulmo dbn

    Abdomen:

    Gravida 2 Para

    1 Abortus 0 29

    Tahun Hamil

    16 Minggu 3

    Hari dengan

    Mola

    Hidatidosa dan

    Tirotoksikosis

    Cek ulang T3,

    T4, dan TSH

    Propiltiourasil

    (PTU) 3 x 100

    mg

    23

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    24/38

    I: cembung

    gravid

    A: BU (+)

    normal

    Per: timpani

    Pal: TFU 1 jari

    dibawah pusat,

    balotemen (+)

    Genitalia externa:

    PPV (+), FA (-)

    Vegetatif : BAB

    (+),BAK (+), Flt

    (+)

    04-11-

    2012

    Perawatan

    H+4

    Nyeri

    kepala,

    dada sering

    gemetar

    KU: Baik/CM

    TD: 120/80mmHg

    N: 82x/menit

    RR: 22x/menit

    S: 36,9oC

    Mata: CA-/-, SI -/-

    Thorak: Cor dan

    Pulmo dbn

    Abdomen:

    I: cembung

    gravid

    A: BU (+)

    normal

    Per: timpani

    Pal: TFU 1 jari

    dibawah pusat,

    balotemen (+)

    Genitalia externa:

    PPV (+), FA (-)

    Vegetatif : BAB

    Gravida 2 Para

    1 Abortus 0 29

    Tahun Hamil

    16 Minggu 3

    Hari dengan

    Mola

    Hidatidosa dan

    Tirotoksikosis

    Cek ulang T3,

    T4, dan TSH

    Propiltiourasil

    (PTU) 3 x 100

    mg

    24

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    25/38

    (+),BAK (+), Flt

    (+)

    05-11-

    2012

    Perawatan

    H+5

    Nyeri

    kepala,

    dada sering

    gemetar,

    leher

    kenceng

    KU: Baik/CM

    TD: 120/80mmHg

    N: 80x/menit

    RR: 20x/menit

    S: 36,7oC

    Mata: CA-/-, SI -/-

    Thorak: Cor dan

    Pulmo dbn

    Abdomen:I: cembung

    gravid

    A: BU (+)

    normal

    Per: timpani

    Pal: TFU 1 jari

    dibawah pusat,

    balotemen (+)

    Genitalia externa:

    PPV (+), FA (-)

    Vegetatif : BAB

    (+),BAK (+), Flt

    (+)

    Px. Penunjang :

    T3 : 0,74 ug/mL

    (L)

    T4 : 15,93 ug/dL

    (H)

    TSH : < 0,005

    uIU/mL

    Gravida 2 Para

    1 Abortus 0 29

    Tahun Hamil

    16 Minggu 3

    Hari dengan

    Mola

    Hidatidosa dan

    Tirotoksikosis

    Pro Curetase

    Menunda

    Curetase

    sampai T3, T4,

    dan TSH

    normal.

    Konsul Sp.PD

    Propiltiourasil

    (PTU) 3 x 100

    mg

    06-11- Nyeri KU: Baik/CM Gravida 2 Para Propiltiourasil

    25

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    26/38

    2012

    Perawatan

    H+6

    kepala,

    keringat

    berlebihan

    TD: 100/60mmHg

    N: 82x/menit

    RR: 20x/menit

    S: 36,5oC

    Mata: CA-/-, SI -/-

    Thorak: Cor dan

    Pulmo dbn

    Abdomen:

    I: cembung

    gravid

    A: BU (+)

    normal

    Per: timpani

    Pal: TFU 1 jari

    dibawah pusat,

    balotemen (+)

    Genitalia externa:

    PPV (+), FA (-)

    Vegetatif : BAB

    (-),BAK (+), Flt

    (+)

    1 Abortus 0 29

    Tahun Hamil

    16 minggu 3

    Hari dengan

    Mola

    Hidatidosa dan

    Tirotoksikosis

    (PTU) 3 x 100

    mg

    07-11-

    2012

    Perawatan

    H+7

    Nyeri

    kepala,

    keringat

    berlebihan

    KU: Baik/CM

    TD: 110/80mmHg

    N: 84x/menit

    RR: 22x/menit

    S: 36,7oC

    Mata: CA-/-, SI -/-

    Thorak: Cor dan

    Pulmo dbn

    Abdomen:

    I: cembung

    gravid

    A: BU (+)

    Gravida 2 Para

    1 Abortus 0 29

    Tahun Hamil

    16 Minggu 3

    Hari dengan

    Mola

    Hidatidosa dan

    Tirotoksikosis

    Pro Curetase

    Konsul Sp.An

    Propiltiourasil

    (PTU) 3 x 100

    mg

    26

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    27/38

    normal

    Per: timpani

    Pal: TFU 1 jari

    dibawah pusat,

    balotemen (+)

    Genitalia externa:

    PPV (+), FA (-)

    Vegetatif : BAB

    (+),BAK (+), Flt

    (+)

    08-11-2012

    Perawatan

    H+8

    Nyerikepala,

    keringat

    berlebihan

    KU: Baik/CMTD: 110/70mmHg

    N: 64x/menit

    RR: 22x/menit

    S: 36,7oC

    Mata: CA-/-, SI -/-

    Thorak: Cor dan

    Pulmo dbn

    Abdomen:

    I: cembung

    gravid

    A: BU (+)

    normal

    Per: timpani

    Pal: TFU 1 jari

    dibawah pusat,

    balotemen (+)

    Genitalia externa:

    PPV (+), FA (-)

    Vegetatif : BAB

    (-),BAK (+), Flt

    (+)

    Gravida 2 Para1 Abortus 0 29

    Tahun Hamil

    16 Minggu 3

    Hari dengan

    Mola

    Hidatidosa dan

    Tirotoksikosis

    Pro Curetase

    Curetase diIBS

    09-11- Tidak ada KU: Baik/CM Para 1 Abortus Amoxicilin tab

    27

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    28/38

    2012

    Perawatan

    H+9

    keluhan TD: 110/80mmHg

    N: 88x/menit

    RR: 22x/menit

    S: 36,5oC

    Mata: CA-/-, SI -/-

    Thorak: Cor dan

    Pulmo dbn

    Abdomen:

    I: cembung

    gravid

    A: BU (+)

    normal

    Per: timpani

    Pal: TFU 1 jari

    dibawah pusat,

    balotemen (+)

    Genitalia externa:

    PPV (+), FA (-)

    Vegetatif : BAB

    (+),BAK (+), Flt

    (+)

    1 29 tahun post

    curetase

    pertama Atas

    Indikasi Mola

    Hidatidosa

    dengan

    Tiroktosikosis

    500 mg 3 x 1

    Asam

    Mefenamat tab

    500 mg 3 x 1

    Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 5 November 2012

    Hb : 8,5 gr/dl (L) Normal: 12-16 gr/dl

    Leukosit : 9.600/l Normal: 4.800-10.800/l

    Hematokrit : 25 % (L) Normal: 37%-47%

    Eritrosit : 3,1 juta/l (L) Normal: 4,2-5,4 juta/l

    Trombosit : 217.000/l Normal: 150.000- 450.000/l

    MCV : 81,6 fL Normal: 79-99 fL

    MCH : 27,4 pg Normal: 27-31 pg

    MCHC : 33, 6 gr/dl Normal: 33-37gr/dl

    RDW : 13,2 gr/dl Normal : 11,5 -14,5gr/dl

    28

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    29/38

    MPV : 10,6 fL Normal : 7,2 11,1 fL

    Hitung Jenis

    Eosinofil : 0,5 % (L) Normal: 2-4 %

    Basofil : 0,1 % Normal: 0-1 %

    Batang : 0 % (L) Normal: 2-5 %

    Segmen : 73,8 % (H) Normal: 40-70%

    Limfosit : 13,2 % (L) Normal: 25-40%

    Monosit : 12,4 % (H) Normal: 2-8 %

    PT : 12,4 detik Normal : 11,5-15,5 detik

    APTT : 28,6 detik Normal : 25-35 detik

    Sero Imunologi

    T3 : 0,74 ug/mL (L) Normal : 0,8-2,0 ug/mL

    T4 : 15,93 ug/dL (H) Normal : 5,1-14,1 ug/dL

    TSH : < 0,005 uIU/mL Normal : 0,270-4,20 uIU/mL

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    29

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    30/38

    A. Diagnosis

    Diagnosis awal pasien adalah Gravida 2, Para 1, Abortus 0, Usia 29

    Tahun, Hamil 16Minggu 3 Hari, dengan Mola Hidatidosa. Diagnosis tersebut

    didapatkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan.

    Diagnosis tersebut menjadi Gravida 2, Para 1, Abortus 0, Usia 29 Tahun,

    Hamil 16Minggu 3 Hari, dengan Mola Hidatidosa dan Tirotoksikosis setelah

    diketahui kadar hormon T3, T4 yang tinggi didalam darah. Diagnosis mola

    hidatidosa ditegakkan pada pasien karena terdapat perdarahan melalui vagina,

    gejala tanda kehamilan (amenorea, gravindex +), USG gambaran badai salju

    dengan diagnosis mola hidatidosa, dan uterus lebih besar dari usia kehamilan.

    Pada mola hidatidosa terdapat perdarahan pervaginam dari bercak sampai

    perdarahan berat. Merupakan gejala utama dari mola hidatidosa, sifat

    perdarahan bisa intermiten selama berapa minggu sampai beberapa bulan

    sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi (Pereira, 2008 dan Sebire

    2008).

    Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan abdomen untuk mengetahui

    perkiraan usia kehamilan berdasarkan tinggi fundus uteri (TFU). TFU pada

    pasien adalah 1 jari dibawah pusat, yang artinya menurut Rumus Bartholinen

    bahwa usia kehamilan pasien adalah 20 minggu sedangkan pada kenyataanya

    usia kehamilan pasien baru 16 minggu. Hal tersebut menegaskan bahwa uterus

    lebih besar dari usia kehamilan. Pada pasien tersebut juga terdapat gejala dan

    tanda tirotoksikosis i pemeriksaan penunjang kadar hormon T3-T4 juga tinggi,

    hal tersebut juga semakin mendukung diagnosis mola hidatidosa yang

    biasanya disertai hipertiroid. Diagnosis mola hidatidosa didukung melalui

    pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan USG ditemukan gambaran badai salju(snow flake pattern). Gambaran tersebut sesuai dengan gambaran diagnosis

    mola hidatidosa.

    Pada pasien dilakukan tindakan curetase untuk mengambil jaringan

    mola yang ada di dalam uterus, tetapi sempat tertunda karena dalam beberapa

    hari kadar hormon T3 dan T4 pasien tinggi yang dikawatirkan akan terjadi

    krisis tiroid apabila tetap dilakukan tindakan curetase. Pasien dikonsulkan

    kepada dokter spesialis penyakit dalam dan spesialis anestesi untuk

    30

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    31/38

    tatalaksana lebih lanjut. Pada hari ke-8 pasien perawatan, pasien dilakukan

    tindakan curetase di ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS). Diagnosis akhir pada

    pasien terebut adalah Para 1 Abortus 1 29 Tahun Post Curetase Pertama Atas

    Indikasi Mola Hidatidosa dengan Tiroktosikosis.

    31

    Ny. S/29 tahun

    VK IGD RSMS

    31 Oktober 2012

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    32/38

    Gambar 4.1 Alur Penegakkan Diagnosis

    32

    Anamnesis:

    Perdarahan pada usia kehamilan 16

    minggu.Perdarahan berwarna merah kecoklatan.

    Tidak ada nyeri perut.

    Pemeriksaan Fisik

    Abdomen:

    I : Cembung gravid

    A : BU + Normal

    Pe : TimpaniPa : TFU 1 jari dibawah

    pusat cm, balotemen +

    Genitalia: Fluksus/PPV (+)

    Pemeriksaan USG

    Gambaran badai

    salju (snow flake

    pattern) dengan

    diagnosis molahidatidosa

    Diagnosis pro curetase :

    Gravida 2 Para 1 Abortus 0, 29 Tahun, Hamil 16 Minggu 3 Hari,

    dengan Mola Hidatidosa dan Tirotoksikosis Pro Curetase

    Diagnosis post curetase :

    Para 1 Abortus 1, 29 Tahun, Post Curetase Pertama, Atas Indikasi

    Mola Hidatidosa dengan Tiroktosikosis.

    Diagnosis Akhir

    Para 1 Abortus 1, 29 Tahun, Post Curetase Pertama, Atas

    Indikasi Mola Hidatidosa dengan Tiroktosikosis.

    Pemeriksaan Sero

    Imunologi terdapat

    peningkatan kadar

    Hormon T3 dan T4

    Diagnosis Awal

    Gravida 2 Para 1 Abortus 0, 29 Tahun, Hamil 16 Minggu 3 Hari,

    dengan Mola Hidatidosa dan Tirotoksikosis

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    33/38

    B. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan pada kemilan mola terdiri dari dua fase yaitu evakuasi

    mola segera dan tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten

    atau perubahan keganasan. Pada pasien ini mola harus dikeluarkan

    seluruhnya/ dievakuasi dari dalam rahim yang biasanya dilakukan melalui

    tindakan dilatasi dan kuretase atau lebih dikenal sebagai kuret (Syafii et al.,

    2006). Sebagai alternatif dapat digunakan oksitosin atau prostaglandin untuk

    membuat rahim berkontraksi dan mengeluarkan isinyaC (Ehlen et al., 2002).

    Setelah itu tindakan kuretase tetap harus dilakukan untuk memastikan rahim

    sudah bersih, namun sebelumnya harus diperbaiki terlebih keadaan umum

    pasien yakni kondisi anemia sedang dengan sedang Hb 8,5 gr/dl. Tindakan

    pengambilan jaringan mola tetap harus dilakukan untuk pemeriksaan

    histopatologi untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan

    kea rah keganasan (Cunningham et al., 2006).

    Pada pasien ini diberikan Propiltiourasil (PTU), karena pada pasien ini

    disertai dengan tirotoksikosis. Obat tersebut memiliki efek menghambat reaksi

    autoimun pada proses pembentukan hormon tiroid dan mencegah sintesis

    hormon tiroid sehingga dapat menurunkan kadar hormon T3 dan T4.

    Pemberian obat Propiltiourasil (PTU) pada wanita hamil dalam dosis 3 x 50-

    100 mg per hari. Penelitian yang dilakukan oleh Adam (2011) menyatakan

    bahwa pada 13 wanita hamil dengan hipertiroid selama kehamilan tidak

    menemukan kelainan pada bayi yang dilahirkan setelah pemberian

    Propiltiourasil (PTU) dalam dosis 3 x 50-100 mg per hari

    (Djokomuljanto, 2006). Apabila Propiltiourasil (PTU) diberikan pada dosis

    yang melebihi 3 x 50-100 mg per hari akan memiliki efek samping yaitu

    kerusakan pada organ ginjal, organ hati (Olson, 2003 dan Gunawan GS,

    2007).

    Pada pasien ini diberikan antibiotik yaitu amoxicilin, pemberian

    amoxicillin pasca kuretase adalah sebagai profilaksis terjadinya infeksi pasca

    kuretase. Penggunaan antibiotika untuk profilaksis diperlukan apabila sebelum

    dan selama kuretase sudah terjadi gejala-gejala infeksi. Gejala-gejala tersebut

    33

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    34/38

    meliputi kenaikan suhu, biasanya disertai leukositosis, takikardia, dan denyut

    jantung janin yang tinggi. Pada pasien terdapat leukositosis, sehingga

    profilaksis diperlukan untuk pasien ini (Norwitz, 2007). Pemberian sulfas

    ferosus pasca kuretase adalah untuk mengatasi anemia yang terjadi pada

    pasien. Pada pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan penurunan Hb yang

    menyebabkan anemia sedang. Pasien belum membutuhkan transfusi darah,

    oleh karena itu diberikan sulfas ferosus untuk mengatasi anemia sedang

    tersebut (Setiawan dan Baraba, 2008).

    C. Prognosis

    Mortalitas akibat mola saat ini dapat berkurang dengan diagnosis dini

    dan terapi yang tepat. Pada kehamilan mola tahap lanjut, wanita yang

    bersangkutan biasanya anemis dan mengalami perdarahan akut. Apabila

    kehamilan mola disertai dengan infeksi dan sepsis maka dapat menyebabkan

    morbiditas yang serius. Pada kehamilan mola sebesar 20% dari mola

    sempurna akan berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional

    (Cunningham et al., 2006 dan Aguilera et al., 2012).

    34

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    35/38

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Pada kasus ini diagnosis akhir pasien adalah Para 1 Abortus 1, 29 tahun Post

    Curetase Pertama, Atas Indikasi Mola Hidatidosa dengan Tiroktosikosis.

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

    pemeriksaan penunjang. Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan dan

    mencegah komplikasi maka segera dilakukan evakuasi jaringan mola dengan

    kuretase dan pengambilan jaringan untuk pemeriksaan Histopatologis setelah

    kadar hormon T3, T4 dan TSH normal. Pasien menjalani perawatan di RSMS

    selama 9 hari dan pulang dengan keadaan yang membaik.

    B. Saran

    Pengenalan secara cepat sumber perdarahan dan terapi yang tepat dapat

    menyelamatkan ibu pada kehamilan dengan Mola Hidatidosa. Evakuasi

    jaringan mola dan pemeriksaan histopatologis dapat dilakukan untuk

    mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan menjadi keganasan.

    35

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    36/38

    DAFTAR PUSTAKA

    Adam MJ. 2011. Penatalaksanaan P enderita H ipertiroid D engan K ehamilan

    dan L aktasi. Artikel Ilmiah Ilmu Penyakit Dalam. Divisi Endokrin-

    Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

    Hasanuddin Makasar.

    Aguilera M, Rauk P, Ghebre R, Ramin K. 2012. Complete

    HydatidiformMole Presenting as a Placenta Accreta in a Twin

    Pregnancy with a Coexisting Normal Fetus: Case Report.

    Case Reports in Obstetrics and Gynecology. (2012) : 1 4.Bashabsheh AM. 2012. Clinico Pathological Study of Hydatidiform Moles in a

    Sample from Department of Obstetrics & Gynecology at Damascus

    University. European Journal of Scientific Research. Pathological Study of

    Hydatidiform Moles in a Sample from Department of Obstetrics &

    Gynecology at Damascus University. (55) 4 : 517 520.

    Berkowitz, R. S., Goldstein, D. P. 2009. Molar Pregnancy. N Engl J Med 2009;

    360:1639-164.Cunningham GF, Gant FN, Leveno JK, Gilstrap CL, Hauth JC, Wenestrom DK.

    2006. Mola Hidatidosa (Kehamilan Mola). Obstetri Williams Volume 2.

    Edisi 21. Jakarta : EGC, 931-938 hal.

    Djokomuljanto. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroid. Buku

    Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen

    Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : FK

    UI, 1933-1944 hal.

    Ehlen GT, Vancouver BCP, Bessette , Sherbrooke QC, Gerulath AH, Toronto

    ONL, Jolicoeur, RN, Ottawa ONR, Savoin, Moncton NB. 2002. Gestational.

    Errol Norwitz, John Schorge. 2007. Infeksi Dalam Kehamilan. Obstetrics and

    Gynaecology at a Glance. Second Edition. Erlangga Medical Series. EMS :

    84-87 hal.

    36

    http://dokternetworkangk97.blogspot.com/2011/02/penatalaksanaan-penderita-hipertiroid.htmlhttp://dokternetworkangk97.blogspot.com/2011/02/penatalaksanaan-penderita-hipertiroid.htmlhttp://dokternetworkangk97.blogspot.com/2011/02/penatalaksanaan-penderita-hipertiroid.htmlhttp://dokternetworkangk97.blogspot.com/2011/02/penatalaksanaan-penderita-hipertiroid.html
  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    37/38

    Gunawan GS. 2007. Propiltiourasil (PTU). Farmakologi dan Terapi. Edisi V.

    Departemen Farmakologi dan Teurapetik Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 441-442 hal.

    Gangopadhyay, M, Arghya Bandyopadhyay, Sailes Ray, et al.. 2011. Ruptured

    Complete Hydatidiform Mole in the Fallopian Tube. Iranian Journal of

    Pathology 6 (4), 216 218.

    Garrett, Leslie, Elizabeth Garner, Colleen Feltmate, et al.. 2008. Subsequent

    pregnancy outcomes in patients with molar pregnancy and persistent

    gestational trophoblastic neoplasia. Obstetrical & Gynecological Survey:

    November 2008 - Volume 63 - Issue 11 - pp 704-705.

    Kanter, David, Marshall D. L, Eileen Wang, et al. 2010

    Kanter, Marshall, Eileen, et al., 2010. Angiogenic dysfunction in molar

    pregnancy.Am J Obstet Gynecol. 2010 February; 202(2): 184.E1184.E5.

    Lurain, J. R. 2010. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology,

    clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and

    management of hydatidiform mole.Am J Obstet Gynecol:531-539.

    Martaadisoebrata, D. 2005. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas

    Gestasional. Jakarta: EGC.

    Matsui H, Suzuka K, Itsuka Y, Seki K, Sekiya S. 2000. Combination

    chemotherapy with methotrexate, etoposide, and actinomycin-D for high

    risk gestational trophoblastic tumors. Gynecol Oncol 2000, 78; 28-31 .

    Murphy MK, Ronnett MB. 2011. Diagnosis of Hydatidiform Moles: Morphology

    and Ancillary Techniques. The Johns Hopkins University School of

    Medicine. 1 25.

    Olson J. 2003. Propiltiourasil (PTU). Farmakologi. Jakarta : Mc Graw HillEducation, 190-192 hal.

    Pereira CDG. 2008. Mola Hidatidosa. Penelitian. SMF Obstetri dan Ginekologi

    RSUD.Dr. Muhammad Saleh Probolinggo.

    Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

    Sarwono Prawirohardjo.

    37

  • 7/23/2019 (3) Isi Presus Prima Ama93

    38/38

    Sebire NJ, Seckl JM. 2008. Gestational Trophoblastic Disease : Current

    Management of Hydatidiform Mole. Clinical Review Biomedical Journal.

    (337) : 453-458.

    Setiawan D. dan Baraba H.A. 2008. Pola Penggunaan Antibiotika Profilaksis

    Pada Pasien Bedah Obstetri di Rumah Sakit Umum Daerah Purbalingga

    Tahun 2007.

    Syafii, Aprianti S, Hardjoeno. 2006. Kadar B-HCG Penderita Mola Hidatidosa

    Sebelum dan Sesudah Kuretase.Penelitian. (13) : 1-3.

    Trophoblastic Disease. SGOC Clinical Practice Guidelines. (114) : 1-6.

    Vorvick, L. J. 2010. Hydatidiform Mole. Available at

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001907/. Accessed on

    22nd November 2012.

    Zhou, Xi, Yongli Chen, Yongmei Li, et al.. 2012. Partial hydatidiform mole

    progression into invasive mole with lung metastasis following in vitro

    fertilization. Oncology Letters Vol. 3 Num. 3: 659-661.

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001907/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001907/