3. BAB III. 1

20
BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 DEFINISI Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak terkontrol yang disebabkan oleh suatu stimulus di saraf otak. Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan I n t e r n a t i o n a l Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya. Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang. 2.2 EPIDEMIOLOGI Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000. 11

description

31

Transcript of 3. BAB III. 1

Page 1: 3. BAB III. 1

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 DEFINISI

Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak

terkontrol yang disebabkan oleh suatu stimulus di saraf otak. Menurut

International League Against Epilepsy (ILAE) dan I n t e r n a t i o n a l Bureau

for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan

otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan

kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya

konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya

satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya. Status epileptikus merupakan kejang

yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran

kesadaran diantara dua serangan kejang.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,

sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka

epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju

ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai

100/100,000.

Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan

pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak

dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di

bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000

kasus). Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi,

yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.

2.3. ETIOLOGI

Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

11

Page 2: 3. BAB III. 1

• Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari penderita

epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya

pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan

ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil.

• Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat.

Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan

metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang,

gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan

neurodegeneratif.

• Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,

termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi

mioklonik

2.4. KLASIFIKASI

Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League

Against Epilepsy (ILAE) 1981:

I . Kejang Parsial (fokal)

A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

1. Dengan gejala motorik

2. Dengan gejala sensorik

3. Dengan gejala otonomik

4. Dengan gejala psikik

B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)

1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran

a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

b. Dengan automatisme

2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang

a. Dengan gangguan kesadaran saja

b. Dengan automatisme

C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-

klonik, tonik atau klonik)

1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum

2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum

12

Page 3: 3. BAB III. 1

3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks,

dan berkembang menjadi kejang umum

II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)

A. lena/ absens

B. mioklonik

C. tonik

D. atonik

E. klonik

F. tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :

I. Berkaitan dengan letak fokus

A. Idiopatik

Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes

Childhood epilepsy with occipital paroxysm

B. Simptomatik

Lobus temporalis

Lobus frontalis

Lobus parietalis

Lobus oksipitalis

II. Epilepsi Umum

A. I d i o p a t i k

Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal

convulsions

Benign myoclonic epilepsy in infancy

Childhood absence epilepsy

Juvenile absence epilepsy

Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)

Epilepsy with grand mal seizures upon awakening

Other generalized idiopathic epilepsies

B. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik

West’s syndrome (infantile spasms) 13

Page 4: 3. BAB III. 1

Lennox gastaut syndrome

Epilepsy with myoclonic astatic seizures

Epilepsy with myoclonic absences

C. S i m t o m a t i k

Etiologi non spesifik

Early myoclonic encephalopathy

Specific disease states presenting with seizures

2.5 PATOFISIOLOGI

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang saling berhubungan. Hubungan

anatara sel neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik bahan perantara kimiawi

yang dikenal sebagai neurotransmitter. Dalam keadaan normal, impuls ini

berlangsung baik dan lancar. Namun apabila terjadi gangguan breaking system

pada otak maka akan mempengaruhi impuls pada sel neuron yang akhirnya

menyebabkan abnormalitas. Neurotransmitter yang berperan dalam pengaturan

tersebut adalah,

Glutamat, yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter

GABA (Gama aminobutyric acid), yang bersifat sebagai brain’s inhibitory

neurotransmitter

Golongan neurotransmitter lain yang bersifat eksitatori adalah aspartat dan

asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitori lainnya adalah noradrenalin,

dopamine, serotonin (5-HT) dan peptide. Neurotransmiter ini hubungannya

dengan epilepsi belum jelas dan masih perlu penelitian lebuh lanjut. Epileptic

seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak yang

tidak mengikuti pola normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi

dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai sekelompok kecil neuron atau

sekelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di oak

secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena

dalam proses sikronisasi inilah yang secara klinik yang menimbulkan manifestasi

yang berbeda dari jenis-jenis serangan epilepsy. Secara teoritis factor yang

menyebabkan hal ini yaitu:

Keadaan dimana fungsi neuron inhibitori (GABA) kerjanya kurang optimal

sehingga terjadi pelepasan impuls epileptic secara berlebihan.14

Page 5: 3. BAB III. 1

Keadaan dimana fungsi neuron eksitatori (Glutamat) berlebihan sehingga

terjadi pelepasan impuls epileptic yang berlebih.

Pada dasarnya otak normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk

mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptic.

Pada otak orang yang mengalami epilepsi, dikenal focus epileptogenesis (focus

pembangkit serangan kejang) dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang

abnormal, bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron. Fokus epileptogenesis

dari sekelompok sel neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama

dan serentak menimbulkan serangan kejang.

Berbagai macam kelainan atau penyakit otak (lesi serebral, trauma otak, stroke,

kelainan herediter dan lain-lain) sebagai focus epileptogenesis dapat terganggu

fungsi sel neuronnya (eksitasi yang berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan

menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermi, hipoksia,

hipoglikemi, hiponatremi, stimulus sensorik dan lain-lain. Serangan epilepsy

dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari focus epileptogenesis, mula-

mula ke neuron sekitarnya lalu kehemisfer sebelahnya, subkorteks, thalamus,

batang otak dan seterusnya. Kemudian bersama-sama dalam waktu sesaat

menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai, dimulailah

proses inhibisi di korteks serebri, thalamus, dan ganglia basalis yang secara

intermitten menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat

terlihat sebagai perubahan polyspike menjadi spike and wave yang makin lama

lambat dan akhirnya berhenti. Keadaan tertentu (hipoglikemi otak, hipoksia otak,

dan asidosis metabolic) depolarisasi dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan

aktivitas serangan yang berkepanjangan, yang disebut status epileptikus.

2.6 GEJALA

• Kejang parsial simplek

Seranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala

berupa:

- “deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya

Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak

dapat dijelaskan

15

Page 6: 3. BAB III. 1

- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian

tubuh tertentu.

- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu

- Halusinasi

• Kejang parsial (psikomotor) kompleks

Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan

lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak

akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:

- Gerakan seperti mencucur atau mengunyah

- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya

- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam

keadaan seperti sedang bingung

- Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang

- Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

• Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal)

Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap

tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini

pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini

biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum

serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga

berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan

keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan

yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik:

terjaadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau

buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien

mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam

ini.

16

Page 7: 3. BAB III. 1

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan

hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.

1. Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis

menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,

meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan

penggunaan obat-obatan tertentu. Anamnesis (auto dan aloanamnesis),

meliputi:

- Pola / bentuk serangan

- Lama serangan

- Gejala sebelum, selama dan paska serangan

- Frekuensi serangan

- Faktor pencetus

- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

- Usia saat serangan terjadinya pertama

- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

17

Page 8: 3. BAB III. 1

- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,

seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital,

gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-

sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit

sebagai pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya

keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota

tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Elektro ensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan

merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk

rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard

untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis.

Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi

struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG

menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.

Rekaman EEG dikatakan abnormal.

1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua

hemisfer otak.

2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding

seharusnya misal gelombang delta.

3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,

misalnya gelombang tajam, paku (spike), dan gelombang lambat yang

timbul secara paroksimal.

b. Rekaman video EEG

Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang

sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan

lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan

antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk

18

Page 9: 3. BAB III. 1

mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini

sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui

secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan

lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada

persiapan operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk

melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan

CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih

rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri

serta untuk membantu terapi pembedahan.

2.8 TERAPI

Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan

pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen

maupun kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30

19

Page 10: 3. BAB III. 1

menit, akan tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10

menit

Algoritme manajemen status epileptikus

20

Page 11: 3. BAB III. 1

Gambar alur penatalaksaan kejang

Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.

Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:

• OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal

dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan

pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.

• Terapi dimulai dengan monoterapi

• Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis

efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan

bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.

Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol

bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar

terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.

21

Page 12: 3. BAB III. 1

• Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat

diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila

kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas

pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala

disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus.

Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :

• Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)

• Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi pronduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl

atau aktivitas neurotransmiter.

Penghentian pemberian OAE

Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:

• Pada dewasa, penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau

keluarganya setelah minimal 3-5 tahun bebas bangkitan (pada beberapa

literatur 2 tahun)

• Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap

bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan

• Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE

yang bukan utama

Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan

OAEBangkitan

Fokal

Bangkitan

Umum

Sekunder

Bangkitan

Tonik

Klonik

Bangkitan

Lena

Bangkitan

mioklonik

Phenitoin

Carbamazepine

Valproic acid

Phenobarbital

Gabapentin

Lamotigrine

+ (A)

+ (A)

+ (B)

+ (C)

+ (C)

+ (C)

+ (A)

+ (A)

+ (B)

+ (C)

+ (C)

+ (C)

+ (C)

+ (C)

+ (C)

+ (C)

? + (D)

-

-

+ (A)

0

0

+ (A)

-

-

+ (D)

? +

? –

+ -

22

Page 13: 3. BAB III. 1

Topiramate

Zonisamide

Levetiracetam

Oxcarbazepine

Clonazepam

+ (C)

+ (A)

+ (A)

+ (C)

+ (D)

+ (C)

+ (A)

+ (A)

+ (C)

-

+ (C)

+ (C)

?

? + (D)

+ (C)

-

?

? +

? +

-

-

? + (D)

? +

? +

-

-

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh

terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)

dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang

bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak,

23

Page 14: 3. BAB III. 1

bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi

didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.

Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.

Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna

narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi

selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari

narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam

process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi

mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi

penyebab pastinya tetap belum diketahui.

3.2 Saran

Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi

karena epilepsi dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.

24