284226812 Makalah Manusia...
-
Upload
wahyu-sucau -
Category
Documents
-
view
227 -
download
7
description
Transcript of 284226812 Makalah Manusia...
TUGAS AGAMA HINDU
Manusia Hindu
Oleh:
Kadek Wahyu Sucau Balawad Putra (1404405025)
Nyoman Wawan Sandi Prayoga (1404405027)
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DAN KOMPUTER
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam konsep Hindu, manusia pertama adalah Svambhu, yang artinya
makhluk berpikir pertama yang menjadikan dirinya sendiri. Secara etimologi, kata
manusia berasal dari kata manu yang artinya pikiran atau berpikir, dalam bentuk
genetif menjadi kata “manusya”, artinya ia yang berpikir atau menggunakan
pikirannya. Menurut konsep Hindu, manusia adalah kesatuan antara badan
jasmani dan jiwa (atman) menjadikan ia secara psikopisik terus berkembang.
Secara kosmologis, manusia ( yang berupa kesatuan jiwa badan jasmaninya ) yang
sering disebut mikrokosmos (bhuana alit) yang merupakan perwujudan dari
makrokosmos (bhuana agung). Manusia juga dikatakan sebagai makhluk Tri
Pramana karena memiliki tiga kemampuan utama yaitu berpikir, berkata dan
berbuat, yang menyebabkan ia berbeda dengan makhluk lainnya. Dengan
kemampuan berpikir, berkata dan berbuat, manusia melakukan perbuatan baik dan
perbuatan buruk yang disebut subha asubha karma. Dengan mengutamakan
perbuatan baik yang disebut subha karma inilah manusia mampu menolong
dirinya sendiri, mengangkat dirinya dari kesengsaraan. Inilah keistimewaan lahir
menjadi manusia. Dimana tidak dimiliki oleh makhluk lain selain manusia.
Secara umum manusia senang pada keindahan, baik itu keindahan alam
maupun seni, dan yang merupakan musuh besar manusia menurut agama Hindu
yang disebut Sad Ripu. Sad Ripu ini berada di dalam diri setiap manusia dimana
sifat – sifat tersebut akan mempengaruhi watak dan perilaku manusia. Itulah
sebabnya watak dan perilaku manusia berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Sad Ripu tidak bisa kita hilangkan karena begitu melekat dalam diri manusia.
Satu–satunya cara adalah dengan mengendalikannya. Untuk itu, kita harus bisa
mengendalikan sifat tersebut agar nantinya kita mendapat ketenangan di dalam
diri. Jika hati kita tenang, maka pikiran pun akan tenang untuk menghasilkan
pemikiran – pemikiran yang jernih. Dari pemikiran yang jernih kita senantiasa
2
akan berkata dan berbuat yang baik. Maka dari itu, dalam makalah ini akan
dijelaskan lebih lanjut mengenai manusia Hindu.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat dirumuskan dalam makalah ini sebagai
berikut :
1. Jelaskanlah tentang konsep manusia Hindu!
2. Jelaskanlah hakikat dari manusia Hindu!
3. Jelaskanlah tentang martabat manusia Hindu!
4. Apa saja yang termasuk tanggung jawab manusia Hindu?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang konsep manusia Hindu.
2. Untuk mengetahui hakikat dari manusia Hindu.
3. Untuk mengetahui martabat manusia Hindu.
4. Untuk mengetahui tanggung jawab manusia Hindu.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini sebagai berikut ;
1. Agar masyarakat Hindu mengetahui konsep dan hakikat dari manusia
Hindu.
2. Agar masyarakat Hindu mengetahui martabat manusia Hindu.
3. Agar masyarakat Hindu mengetahui tanggung jawab manusia Hindu.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Manusia Hindu
Dalam pandangan Hindu (terutama berdasarkan Veda), istilah manusia
(manusya), secara etimologis berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kata manu
(berarti “pikiran”) + sya bentuk genetif yang menyatakan arti : “milik atau sifat
yang dimiliki benda yang dilekatinya. Dengan demikian secara harfiah kata
manusia berarti (ia) yang memiliki pikiran atau (ia) yang senantiasa berpikir dan
menggunakan akal pikirannya.
Dalam pandangan Hindu (berdasarkan Veda), manusia (manusya) secara
etimologis berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata manu (berarti ‘pikiran’) +
sya (berarti ‘milik atau sifat yang dimilikijata benda yang dilekatinya). Dengan
demikian manusia berarti ia yang memiliki pikiran atau yang senantiasa berpikir
dan menggunakan akal pikirannya. Dalam kitab Veda disebutkan dan dijelaskan
dalam kitab Upadesa, bahwa manusia pertama dalam konsep Hindu adalah manu
atau Swayambu-Manu yang artinya makhluk berpikir yang menjadikan dirinya
sendiri.
Dari konsep-konsep ini dapat dipahami bahwa secara dasariah manusia
makhluk rasional karena berpikir dengan akal (budi) dan pikirannya. Akal budi-
pikirannya yang dimilikinya itu merupakan dasar yang penting dalam
pengembangan wiweka, yaitu kemampuan akal-pikiran rasional untuk
mempertimbangkan sesuatu secara arif. Maka dari itu, secara konseptual manusia
Hindu adalah manusia yang mampu mengembangkan dan mengedepankan daya
pikir dan pikiran rasional (manah) untuk menjadikan dirinya sendiri sebagai
manusia (Swayambu-manu) dalam tatanan hidup dan kehidupan ini.
2.2 Hakikat Manusia Hindu
Manusia hindu merupakan kesatuan utuh dan kompleks dari badan dan jiwa.
Kesatuan utuh dan kompleks tersebut menjadikan manusia sebagai pribadi yang
secara psiko-fisik terus berkembang secara dinamis, baik didalam dirinya maupun
4
didalam alam lingkungannya. Dilihat dari sudut pandang filsafat manusia maka
tubuh sebagai res extens yakni aktualisasi keluasan substansi semesta, sedangkan
jiwa adalah res cogitans (perwujudan substansi berpikir).
Secara kosmologis, manusia (yang berupa kesatuan jiwa-badan jasmaninya)
yang sering disebut mikrokosmos (bhuana alit) adalah perwujudan dari (res
extensa dan res cogitans) substansi semesta atau makrokosmos. Dengan
demikian, eksistensi dan hidup manusia di dunia ini adalah satu–kesatuan kosmos,
maksudnya bahwa pemahaman tentang hakikat manusia (nilai manusia dan
kemanusiaannya) tidak saja terkait dengan diri pribadi manusia di dalam umat
manusia umumnya, akan tetapi berkaitan pula dengan makhluk – makhluk hidup
lainnya, bahkan tidak terpisahkan dengan realitas seisi semesta raya ini.
Menurut pandangan samkhya, makhluk hidup dalam hal ini manusia pada
dasarnya terbentuk dan tersusun atas 25 tatwa (unsur). Adapun yang dimaksud ke
25 unsur tersebut yaitu :
a. Purusa : Unsur rohani, spiritual, jiwa-atma
b. Prakrti : Unsur badani, materi, material, jasmaniah
c. Buddhi : Kesadaran, kecerdasan, intelek
d. Ahamkara : Ego, rasa aku (akuan)
e. Manah : Pikiran, rasio
Panca Buddhi Indriya (lima indria untuk mengetahui)
f. Cakswindriya : Indria pada mata
g. Srotendriya : Indria pada telinga
h. Ghranendriya : Indria pada hidung
i. Jihvendriya : Indria pada lidah
j. Twakendriya : Indria pada kulit
Panca Karmendriya (lima indria pelaku/penggerak)
k. Panindriya : Indria pada tangan
l. Padendriya : Indria pada kaki
m. Vakindriya : Indria pada mulut
n. Upastendriya/Bhagendriya : Indria pada kelamin pria/indria pada
kelamin wanita
5
o. Paywuindriya : Indria pada anus
Panca Tan Matra ( Lima macam sari, benih, tak terukur)
p. Sabda tan matra : benih suara
q. Sparsa tan matra : benih raba
r. Rupa tan matra : benih warna
s. Rasa tan matra : benih rasa
t. Gandha tan matra : benih bau/penciuman
Panca Maha Bhuta (Lima unsur besar)
u. Akasa : Eter, ruang
v. Bayu : Udara, hawa, atmosfir
w. Teja : Api
x. Apah : Air
y. Prtiwi : Tanah
Badan jasmani atau tubuh mempunyai makna penting bagi jiwa-atma yang
menjadi akar hidup dan dilahirkan dalam badan jasmani sebagai manusia dalam
pandangan Hindu merupakan suatu keutamaan dan kemuliaan. Melihat demikian
pentingnya makna badan jasmani manusia hindu, maka dalam weda dan seluruh
pengetahuan yang menjadi cabang–cabangnya senantiasa mempertegas dalam
uraiannya, bahwa perawatan badan jasmani ini, baik berkenaan dengan kebersihan
ini, kesehatan dan kesuciannya serta segala hal yang terkait sepatutnya terjaga
dengan teratur, harmonis dan tetap kondusif. Perawatan badan jasmani secara
teratur menurut prinsip–prinsip dharma, sistacra atau tradisi suci dianggap
sebagai suatu ibadah religius, jiwa-atma yang merupakan percikan dari Brahman
sehingga dapat bersemayam dengan tentram di dalamnya.
Disamping itu, untuk tetap mengkondisikan kualitas badan jasmaniah yang
sehat-bersih-suci, maka manusia selaku pribadi juga patut memilih dengan cermat
makanan yang akan dimakan. Dalam kitab Taittriya upanisad II.2.1.7.1 disebutkan
bahwa jiwa-atma di dalam badan jasmani pada dasarnya dibungkus 5 lapisan
(Panca Mayakosa), yaitu :
a. Annamayakosa : Pembungkus berupa badan jasmani yang terbentuk
dari makanan yang dimakan
6
b. Pranamayakosa : Lapisan pembungkus berupa energi prana
c. Manomayakosa : Lapisan pembungkus berupa kecerdasan
d. Vjanamayakosa : Lapisan pembungkus berupa kecerdasan
e. Anandamayakosa : Lapisan pembungkus berupa kebahagiaan
Harus disadari bahwa badan jasmani hanyalah bersifat sementara. Oleh
karena itu, orientasi pemahaman terhadap hakikat manusia hindupun akhirnya
terarah kepada jiwa-atma, dan selanjutnya pikiran manusia adalah dipusatkan
pada jiwa-atma sebagai upaya untuk mengendalikan badan jasmani.
Pada hakekatnya badan jasmani merupakan badan yang paling rendah,
kemudian indria–indria yang merupakan kendaraan pikiran, selanjutnya pikiran
yang merupakan rajanya indria dan yang paling penting adalah jiwa-atma. Badan
jasmani sama artinya dengan badan mati apabila jiwa-atma telah
meninggalkannya. Oleh karena itu, pikiran selaku raja indria haruslah mampu
mengendalikan indria–indria yang dipusatkan kepada jiwa–jiwa dan atman. Badan
jasmani dan indria–indria yang dikendalikan oleh pikiran yang terpusat kepada
jiwa–jiwa dan atma akan menjadikan hidup dan kehidupan manusia bernilai,
yakni tercapainya kebahagiaan duniawi (jagadhita) dan kebebasan abadi (moksa).
2.3 Martabat Manusia Hindu
Manusia adalah makhluk yang memiliki harkat martabat paling tinggi
diantara segala jenis makhluk hidup di jagad raya ini. Berdasarkan pandangan
Veda, aspek-aspek yang langsung ataupun tidak langsung dianggap
mengindikasikan dan merepresentasikan tentang rumusan harkat-martabat
manusia Hindu :
a) Jati (kelahiran)
b) Dharma (kewajiban hidup), kebenaran, serta kedudukan dan peran
sosial-kemasyarakatan-keagamaan
c) Warna Kasta (profesi/bidang pekerjaan)
d) Karma (secara luas melingkupi Manacika, Wacika, Kayika)
e) Guna (yang dapat berupa guna Satwa, Rajas, Tamas)
7
f) Tingkat Kebrahmacaryam dan Wawasan Pengetahuan (Vedajna,
Wedaparaga Sastrajna, Gunawan)
g) Tingkat Keimanan dan Kerohaniawanan (Sradham, Satyam)
Jati (kelahiran) dapat digambarkan orang yang merupakan kelahiran dari
Sorga salah satunya dapat dilihat bahwa di dunia ini ia akan menikmati hidup
baik, keluarga terhormat, dan kekayaan berlimpah namun tidak memiliki
pengetahuan suci. Dari hal tersebut, ia yang memiliki pengetahuan suci, terpelajar
dan bijaksana jauh lebih bernilai daripada sekadar kelahiran dari keluarga
terhormat. Begitu pula, mereka yang berkelahiran dari warna kasta rendah
sekalipun. Dalam kaitannya, jati secara langsung berkenaan dengan dharma dan
warna seseorang. Jika melalui kelahirannya itu, seseorang dapat melaksanakan
dharma-nya sebaik-baiknya menjadi sangat bermakna.
Dari gambaran diatas, maka dapat ditarik rumusan umum bahwa
pemahaman harkat-martabat manusia Hindu pada dasarnya (secara konseptual dan
teologis) telah dilandasi kesadaran human-equity (kesederajatan/kesetaraan
kemanusiaan universal), yaitu man is kind one (kemanusiaan adalah satu adanya).
Pembagian manusia ke dalam warna/kasat merupakan cara pemahaman tatanan
hidup (kosmos) yang bersifat relatif dan sementara, sehingga hal mendasar untuk
menentukan harkat-martabat manusia Hindu adalah jiwa-atma, pikiran, kualitas
perilakunya.
2.4 Tanggung Jawab Manusia Hindu
Tanggung jawab manusia Hindu dapat dilihat secara vertikal (hubungannya
dengan Brahman Sang Pencipta Semesta) dan horizontal (hubungannya dengan
hidup sesama insan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pelaksanaan kedua
bentuk tanggung jawab manusia Hindu ini terjabarkan ke dalam konsep Tri Hita
Karana, yang terdiri dari Parhyangan, Pawongan dan Palemahan.
Tanggung jawab dalam kaitannya dengan Brahman Sang Pencipta Semesta
adalah menyangkut Parhyangan, yang meliputi aktivitas pendirian dan
pemeliharaan tempat suci dan melakukan upacara yadnya kepada para dewa atau
Hyang Maha Kuasa. Ini dilakukan disamping untuk memuja dewa-dewa (dan
8
Hyang Widhi), juga untuk penyucian semesta dan penyucian kemanusiaan diri
pribadi manusia Hindu itu sendiri.
Dalam hal ini, secara vertikal manusia bertanggung jawab untuk
mempertinggi derajat dan kesucian kemanusiaannya hingga mencapai tingkatan
tertinggi untuk mejadi manusia-dewa (seperti Wrehaspati) bahkan jika perlu
monistis (moksa) dengan Brahman. Dimaksudkan disini mampu membebaskan
dirinya sendiri untuk mencapai Param Manu (Brahman sebagai pikiran
absolut/cemerlang.
Secara horizontal tanggung jawab manusia Hindu telah terjabar dalam
bentuk pawongan dan palemahan. Dalam pandangan Veda, manusia tidak saja
memiliki tanggung jawab untuk memanusiakan (memberadakan) manusia, tetapi
yang lebih penting adalah mengentaskan (melakukan somya) sarwa bhuta yang
ada di sekelilingnya ke kehidupan yang lebih tinggi, seperti dilakukan dalam
upacara Tawur Agung berkenaan dengan Hari Suci Nyepi.
Maka dari itu, pemahaman diatas dapat menunjukkan bahwa tanggung
jawab terbesar manusia adalah :
a) Mengkondisikan kemakmuran umat manusia melalui yadnya yang
dilakukan.
b) Menjaga Satyam dan Dharma sebagai cosmic order untuk tetap
berjalan pada relnya.
c) Mengentaskan kemiskinan bendani dan spiritual, serta mengangkat
(mengentaskan) derajat makhluk yang lebih rendah agar menjadi
lebih tinggi (seperti disebutkan dalam lontar “Purwa Bumi Kamulan”
pada kelahirannya mendatang.
d) Menjaga kedamaian dan keharmonisan jagad raya ini secara
berkelanjutan (ad infinitum).
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam pandangan Hindu (terutama berdasarkan Veda), istilah manusia
(manusya), secara etimologis berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kata manu
(berarti “pikiran”) + sya bentuk genetif yang menyatakan arti : “milik atau sifat
yang dimiliki benda yang dilekatinya. Dengan demikian secara harfiah kata
manusia berarti (ia) yang memiliki pikiran atau (ia) yang senantiasa berpikir dan
menggunakan akal pikirannya. Manusia hindu merupakan kesatuan utuh dan
kompleks dari badan dan jiwa. Kesatuan utuh dan kompleks tersebut menjadikan
manusia sebagai pribadi yang secara psiko-fisik terus berkembang secara dinamis,
baik didalam dirinya maupun didalam alam lingkungannya.
Manusia adalah makhluk yang memiliki harkat martabat paling tinggi
diantara segala jenis makhluk hidup di jagad raya ini. Harkat-martabat manusia
Hindu pada dasarnya (secara konseptual dan teologis) telah dilandasi kesadaran
human-equity (kesederajatan/kesetaraan kemanusiaan universal), yaitu man is
kind one (kemanusiaan adalah satu adanya). Untuk itu sebagai manusia Hindu
memiliki tanggung jawab dapat dilihat secara vertikal (hubungannya dengan
Brahman Sang Pencipta Semesta) dan horizontal (hubungannya dengan hidup
sesama insan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pelaksanaan kedua bentuk
tanggung jawab manusia Hindu ini terjabarkan ke dalam konsep Tri Hita Karana,
yang terdiri dari Parhyangan, Pawongan dan Palemahan.
3.2 Saran
1. Dengan makalah ini, diharapkan masyarakat Hindu menjadi tahu konsep
dari manusia Hindu itu sendiri dan hakikatnya sebagai manusia Hindu.
2. Diharapkan pula, masyarakat Hindu mengenal martabat manusia Hindu
dan melaksanakan tanggung jawab sebagai manusia Hindu dalam
kehidupan sehari-hari.
10
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Agama Hindu Unud. 2015. Pendidikan Agama Hindu di Perguruan
Tinggi. Denpasar : Udayana University Press
11