Makalah Manusia Manusia Korupsi

27
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati.

Transcript of Makalah Manusia Manusia Korupsi

Page 1: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama

dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya

tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi

walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak sendi-sendi kebersamaan

bangsa.

Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan,

dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada

umumnya.

Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas,

oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat

sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi

merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat

itu sendiri.

Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang

sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor

yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan

elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang

tinggi dimata masyarakat.

Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai

abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di

negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang sudah begitu maju masih

ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan

sosial masih sangat kuat dan control sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi

dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha

Page 2: Makalah Manusia Manusia Korupsi

pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat

dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari untuk melakukan praktek korupsi dan

usaha-usaha penggelapan.

Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang

diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan

menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalanimbalan dengan cara

memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang

tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang

termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material).

B. Permasalahan

1.Bagaimana sejarah Korupsi di Indonesia?

2.Mengapa korupsi begitu sulit diberantas?

3.Bagaimana tindakan untuk memberantas korupsi?

Page 3: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Bab II

Pembahasan

A. Sejarah Korupsi di Indonesia.

Sejarawan di Indonesia umumnya kurang tertarik memfokuskan kajiannya pada sejarah

ekonomi, khususnya seputar korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan yang dilakukan oleh para

bangsawan kerajaan, kesultanan, pegawai Belanda (Amtenaren dan Binenland Bestuur) maupun

pemerintah Hindia Belanda sendiri. Sejarawan lebih tertarik pada pengkajian sejarah politik dan

sosial, padahal dampak yang ditimbulkan dari aspek sejarah ekonomi itu, khususnya dalam

"budaya korupsi" yang sudah mendarah daging mampu mempengaruhi bahkan merubah peta

perpolitikan, baik dalam skala lokal yaitu lingkup kerajaan yang bersangkutan maupun skala

besar yaitu sistem dan pola pemerintahan di Nusantara ini. Sistem dan pola itu dengan kuat

mengajarkan "perilaku curang, culas, uncivilian, amoral, oportunis dan lain-lain" dan banyak

menimbulkan tragedi yang teramat dahsyat.

Era Sebelum Indonesia Merdeka

Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh "budaya-tradisi korupsi" yang

tiada henti karena didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Kita dapat menyirnak

bagaimana tradisi korupsi berjalin berkelin dan dengan perebutan kekusaan di Kerajaan

Singosari (sampai tujuh keturunan saling membalas dendam berebut kekusaan: Anusopati-

Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa Wongateleng dan seterusnya), Majapahit (pemberontakan Kuti,

Narnbi, Suro dan lain-lain), Demak (Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang), Banten (Sultan

Haji merebut tahta dari ayahnya, Sultan Ageng Tirtoyoso), perlawanan rakyat terhadap Belanda

dan seterusnya sampai terjadfnya beberapa kali peralihan kekuasaan di Nusantara telah

mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan di Indonesia.

Umumnya para Sejarawan Indonesia belum mengkaji sebab ekonomi mengapa mereka

saling berebut kekuasaan. Secara politik memang telah lebih luas dibahas, namun motif ekonomi

- memperkaya pribadi dan keluarga diantara kaum bangsawan - belum nampak di permukaan

"Wajah Sejarah Indonesia".

Page 4: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Sebenarnya kehancuran kerajaan-kerajaan besar (Sriwijaya, Majapahit dan Mataram)

adalah karena perilaku korup dari sebagian besar para bangsawannya. Sriwijaya diketahui

berakhir karena tidak adanya pengganti atau penerus kerajaan sepeninggal Bala-putra Dewa.

Majapahit diketahui hancur karena adanya perang saudara (perang paregreg) sepeninggal Maha

Patih Gajah Mada. Sedangkan Mataram lemah dan semakin tidak punya gigi karena dipecah

belah dan dipreteli gigi taringnya oleh Belanda.

Pada tahun 1755 dengan Perjanjian Giyanti, VOC rnemecah Mataram menjadi dua

kekuasaan yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kemudian tahun 1757/1758

VOC memecah Kasunanan Surakarta menjadi dua daerah kekuasaan yaitu Kasunanan Surakarta

dan Mangkunegaran. Baru pada beberapa tahun kemudian Kasultanan Yogyakarta juga dibagi

dua menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman.

Benar bahwa penyebab pecah dan lemahnya Mataram lebih dikenal karena faktor

intervensi dari luar, yaitu campur tangan VOC di lingkungan Kerajaan Mataram. Namun apakah

sudah adayang meneliti bahwa penyebab utama mudahnya bangsa asing (Belanda) mampu

menjajah Indonesia sekitar 350 tahun (versi Sejarah Nasional?), lebih karena perilaku elit

bangsawan yang korup, lebih suka memperkaya pribadi dan keluarga, kurang mengutamakan

aspek pendidikan moral, kurang memperhatikan "character building", mengabaikan hukum

apalagi demokrasi Terlebih lagi sebagian besar penduduk di Nusantara tergolong miskin, mudah

dihasut provokasi atau mudah termakan isu dan yang lebih parah mudah diadu domba.

Belanda memahami betul akar "budaya korup" yang tumbuh subur pada bangsa

Indonesia, maka melalui politik "Devide et Impera" mereka dengan mudah menaklukkan

Nusantara! Namun, bagaimanapun juga Sejarah Nusantara dengan adanya intervensi dan

penetrasi Barat, rupanya tidak jauh lebih parah dan penuh tindak kecurangan, perebutan

kekuasaan yang tiada berakhir, serta "berintegrasi' seperti sekarang. Gelaja korupsi dan

penyimpangan kekusaan pada waktu itu masih didominasi oleh kalangan bangsawan, sultan dan

raja, sedangkan rakyat kecil nyaris "belum mengenal" atau belum memahaminya.

Perilaku "korup" bukan hanya didominasi oleh masyarakat Nusantara saja, rupanya

orang-orang Portugis, Spanyol dan Belanda pun gemar "mengkorup" harta-harta Korpsnya,

institusi atau pemerintahannya. Kita pun tahu kalau penyebab hancur dan runtuhnya VOC juga

karena korupsi. Lebih dari 200 orang pengumpul Liverantie dan Contingenten di Batavia

Page 5: Makalah Manusia Manusia Korupsi

kedapatan korup dan dipulangkan ke negeri Belanda. Lebih dari ratusan bahkan kalau

diperkirakan termasuk yang belum diketahui oleh pimpinan Belanda hampir mencapai ribuan

orang Belanda juga gemar korup.

Dalam buku History of Java karya Thomas Stanford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris

yang memerintah Pulau Jawa tahun 1811-1816), terbit pertama tahun 1816 mendapat sambutan

yang "luar biasa" baik di kalangan bangsawan lokal atau pribumi Jawa maupun bangsa Barat.

Buku tersebut sangat luas memaparkan aspek budaya meliputi situasi geografi, nama-nama

daerah, pelabuhan, gunung, sungai, danau, iklim, kandungan mineral, flora dan fauna, karakter

dan komposisi penduduk, pengaruh budaya asing dan lain-lain.

Hal menarik dalam buku itu adalah pembahasan seputar karakter penduduk Jawa.

Penduduk Jawa digambarkan sangat "nrimo" atau pasrah terhadap keadaan. Namun, di pihak

lain, mempunyai keinginan untuk lebih dihargai oleh orang lain. Tidak terus terang, suka

menyembunyikan persoalan, dan termasuk mengambil sesuatu keuntungan atau kesempatan di

kala orang lain tidak mengetahui.

Hal rnenarik lainnya adalah adanya bangsawan yang gemar menumpuk harta,

memelihara sanak (abdi dalem) yang pada umumnya abdi dalem lebih suka mendapat atau

mencari perhatian majikannya. Akibatnya, abdi dalem lebih suka mencari muka atau berperilaku

oportunis. Dalam kalangan elit kerajaan, raja lebih suka disanjung, dihorrnati, dihargai dan tidak

suka menerima kritik dan saran. Kritik dan saran yang disarnpaikan di muka umum lebih

dipandang sebagai tantangan atau perlawanan terhadap kekuasaannya. Oleh karena itu budaya

kekuasaan di Nusantara (khususnya Jawa) cenderung otoriter. Daiam aspek ekonomi, raja dan

lingkaran kaum bangsawan mendominasi sumber-sumber ekonomi di masyarakat. Rakyat

umumnya "dibiarkan" miskin, tertindas, tunduk dan harus menuruti apa kata, kemauan atau

kehendak "penguasa".

Budaya yang sangat tertutup dan penuh "keculasan" itu turut menyuburkan "budaya

korupsi" di Nusantara. Tidak jarang abdi dalem juga melakukan "korup" dalam mengambil

"upeti" (pajak) dari rakyat yang akan diserahkan kepada Demang (Lurah) selanjutnya oleh

Demang akan diserahkan kepada Turnenggung. Abdidalem di Katemenggungan setingkat

kabupaten atau propinsi juga mengkorup (walaupun sedikit) harta yang akan diserahkan kepada

Raja atau Sultan.

Page 6: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Alasan mereka dapat mengkorup, karena satuan hitung belum ada yang standar, di

samping rincian barang-barang yang pantas dikenai pajak juga masih kabur. Sebagai contoh,

upeti dikenakan untuk hasil-hasil pertanian seperti Kelapa, Padi, dn Kopi. Namun ukuran dan

standar upeti di beberapa daerah juga berbeda-beda baik satuan barang, volume dan beratnya,

apalagi harganya. Beberapa alasan itulah yang mendorong atau menye-babkan para pengumpul

pajak cenderung berperilaku "memaksa" rakyat kecil, di pihak lain menambah "beban"

kewajiban rakyat terhadap jenis atau volume komoditi yang harus diserahkan.

Kebiasaan mengambil "upeti" dari rakyat kecil yang dilakukan oleh Raja Jawa ditiru oleh

Belanda ketika menguasai Nusantara (1800 - 1942) minus Zaman Inggris (1811 - 1816), Akibat

kebijakan itulah banyak terjadi perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda. Sebut saja

misalnya perlawanan Diponegoro (1825 -1830), Imam Bonjol (1821 - 1837), Aceh (1873 -

1904) dan lain-lain. Namun, yang lebih menyedihkan lagi yaitu penindasan atas penduduk

pribumi (rakyat Indonesia yang terjajah) juga dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Sebut

saja misalnya kasus penyelewengan pada pelaksanaan Sistem "Cuituur Stelsel (CS)" yang secara

harfiah berarti Sistem Pembudayaan. Walaupun tujuan utama sistem itu adalah membudayakan

tanaman produktif di masyarakat agar hasilnya mampu untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat dan memberi kontribusi ke kas Belanda, namun kenyataannya justru sangat

memprihatinkan.

Isi peraturan (teori atau bunyi hukumnya) dalam CS sebenarnya sangat "manusiawi" dan

sangat "beradab", namun pelaksanaan atau praktiknyalah yang sangat tidak manusiawi, mirip

Dwang Stelsel (DS), yang artinya "Sistem Pemaksaan". Itu sebabnya mengapa sebagian besar

pengajar, guru atau dosen sejarah di Indonesia mengganti sebutan CS menjadi DS. mengganti

ungkapan "Sistem Pembudayaan" menjadi "Tanam Paksa".

Seperti apakah bentuk-bentuk pelanggaran CS tersebut? Beberapa di antaranya

adalah sebagai berikut:

1. Penduduk diwajibkan menanam 1/5 dari tanah miliknya dengan tanaman yang laku

dijual di pasar internasional (Kopi, Tembakau, Cengkeh, Kina, Tebu dan boleh juga

Padi, bukan seperti sebelumnya yang lebih suka ditanam penduduk yaitu pete, jengkol,

sayur-sayuran, padi dan lain-lain). Namun praktiknya ada yang dipaksa oleh "Belanda

Page 7: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Item" (orang Indonesia yang bekerja untuk Belanda) menjdi 2/5, 4/5 dan ada yang

seluruh lahan ditanami dengan tanaman kesukaan Belanda.

2. Tanah yang ditanami tersebut (1/5) tidak dipungut pajak, namun dalam praktiknya

penduduk tetap diwajibkan membayar (meskipun yang sering meng-korup belum tentu

Belanda)

3. Penduduk yang tidak rnempunyai tanah diwajibkan bekerja di perkebunan atau

perusahaan Belanda selama umur padi (3,5 bulan). Namun, praktiknya ada yang sampai

1 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan bahkan ada yang sampai mati. Jika ada yang tertangkap

karena berani melarikan diri maka akan mendapat hukuman cambuk (poenali sanksi).

4. Jika panen gagal akibat bencana alam (banjir, tanah longsor, gempa bumi) maka

segala kerugian akan ditanggung pemerintah. Namun praktik di lapangan, penduduk

tetap menanggung beban itu yang diperhitungkan pada tahun berikutnya.

5. Jika terjadi kelebihan hasil produksi (over product) dan melebihi kuota, maka

kelebihannya akan dikembalikan kepada penduduk. Namun praktiknya dimakan oleh

"Belanda Item" atau para pengumpul.

6. Pelaksanaan CS akan diawasi langsung oleh Belanda. Namun pelaksanaannya justru

lebih banyak dilakukan oleh "Belanda Item" yang karakternya kadang-kadang jauh lebih

kejam, bengis dan tidak

mengenal kornpromi.

Era Pasca Kemerdekaan

Bagaimana sejarah "budaya korupsi" khususnya bisa dijelaskan? Sebenarnya "Budaya

korupsi" yang sudah mendarah daging sejak awal sejarah Indonesia dimulai seperti telah

diuraikan di muka, rupanya kambuh lagi di Era Pasca Kemerdekaan Indonesia, baik di Era Orde

Lama maupun di Era Orde Baru.

Titik tekan dalam persoalan korupsi sebenarnya adalah masyarakat masih belum melihat

kesungguhan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Ibarat penyakit, sebenarnya sudah

ditemukan penyebabnya, namun obat mujarab untuk penyembuhan belum bisa ditemukan.

Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk Badan

Pemberantasan Korupsi - Paran dan Operasi Budhi - namun ternyata pemerintah pada waktu itu

setengah hati menjalankannya. Paran, singkatan dari Panitia Retooling Aparatur Negara

Page 8: Makalah Manusia Manusia Korupsi

dibentuk berdasarkan Undang-undang Keadaan Bahaya, dipimpin oleh Abdul Haris Nasution

dan dibantu oleh dua orang anggota yakni Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani.

Salah satu tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan mengisi

formulir yang disediakan - istilah sekarang : daftar kekayaan pejabat negara. Dalam

perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut mendapat reaksi

keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu tidak diserahkan kepada Paran tetapi

langsung kepada Presiden.

Usaha Paran akhirnya mengalami deadlock karena kebanyakan pejabat berlindung di

balik Presiden. Di sisi lain, karena pergolakan di daerah-daerah sedang memanas sehingga tugas

Paran akhirnya diserahkan kembali kepada pemerintah (Kabinet Juanda).

Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, upaya pemberantasan

korupsi kembali digalakkan. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menkohankam/Kasab

ditunjuk kembali sebagai ketua dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo. Tugas mereka lebih

berat, yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan.

Lembaga ini di kemudian hah dikenal dengan istilah "Operasi Budhi". Sasarannya adalah

perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan

praktik korupsi dan kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan. Misalnya, untuk

menghindari pemeriksaan, Dirut Pertamina mengajukan permohonan kepada Presiden untuk

menjalankan tugas ke luar negeri, sementara direksi yang lain menolak diperiksa dengan dalih

belum mendapat izin dari atasan.

Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat

diselamatkan sebesar kurang lebih Rp 11 miliar, jumlah yang cukup signifikan untuk kurun

waktu itu. Karena dianggap mengganggu prestise Presiden, akhirnya Operasi Budhi dihentikan.

Menurut Soebandrio dalam suatu pertemuan di Bogor, "prestise Presiden harus ditegakkan di

atas semua kepentingan yang lain".

Selang beberapa hari kemudian, Soebandrio mengumurnkan pembubaran Paran/Operasi

Budhi yang kemudian diganti namanya menjadi Kotrar (Komando Tertinggi Retooling Aparat

Revolusi) di mana Presiden Sukarno menjadi ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen

Page 9: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Ahmad Yani. Sejarah kemudian mencatat pemberantasan korupsi pada masa itu akhirnya

mengalami stagnasi.

Era Orde Baru

Pada pidato kenegaraan di depan anggota DPR/MPR tanggal 16 Agustus 1967, Pj

Presiden Soeharto menyalahkan rezim Orde Lama yang tidak mampu memberantas korupsi

sehingga segala kebijakan ekonomi dan politik berpusat di Istana. Pidato itu memberi isyarat

bahwa Soeharto bertekad untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebagai wujud dari

tekad itu tak lama kemudian dibentuklah Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai

Jaksa Agung.

Tahun 1970, terdorong oleh ketidak-seriusan TPK dalam memberantas korupsi seperti

komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan TPK.

Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog, Pertamina, Departemen Kehutanan banyak disorot

masyarakat karena dianggap sebagai sarang korupsi. Maraknya gelombang protes dan unjuk rasa

yang dilakukan mahasiswa, akhirnya ditanggapi Soeharto dengan membentuk Komite Empat

beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa seperti Prof Johannes, IJ

Kasimo, Mr Wilopo dan A Tjokroaminoto. Tugas mereka yang utama adalah membersihkan

antara lain Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, dan Pertamina.

Namun kornite ini hanya "macan ompong" karena hasil temuannya tentang dugaan korupsi di

Pertamina tak direspon pemerintah.

Ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Opstib

(Operasi Tertib) derigan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Kebijakan ini hanya

melahirkan sinisme di masyarakat. Tak lama setelah Opstib terbentuk, suatu ketika timbul

perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Sudomo dengan Nasution. Hal itu menyangkut

pemilihan metode atau cara pemberantasan korupsi, Nasution berpendapat apabila ingin berhasil

dalam memberantas korupsi, harus dimulai dari atas. Nasution juga menyarankan kepada

Laksamana Sudomo agar memulai dari dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu, Opstib pun

hilang ditiup angin tanpa bekas sama sekali.

Era Reformasi

Page 10: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya "korupsi" lebih banyak dilakukan oleh

kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara

negara sudah terjangkit "Virus Korupsi" yang sangat ganas. Di era pemerintahan Orde Baru,

korupsi sudah membudaya sekali, kebenarannya tidak terbantahkan. Orde Baru yang bertujuan

meluruskan dan melakukan koreksi total terhadap ORLA serta melaksanakan Pancasila dan

DUD 1945 secara murni dan konsekwen, namun yang terjadi justru Orde Baru lama-lama

rnenjadi Orde Lama juga dan Pancasila maupun UUD 1945 belum pernah diamalkan secara

murni, kecuali secara "konkesuen" alias "kelamaan".

Kemudian, Presiden BJ Habibie pernah mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999

tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan

berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman, Presiden

berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi (TGPTPK).

Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan

dipimpin Hakim Agung Andi Andojo, Namun di tengah semangat menggebu-gebu untuk

rnemberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung,

TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam upaya.

pemberantasan KKN.

Di samping membubarkan TGPTPK, Gus Dur juga dianggap sebagian masyarakat tidak

bisa menunjukkan kepemimpinan yang dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Kegemaran beliau melakukan pertemuan-pertemuan di luar agenda kepresidenan bahkan di

tempat-tempat yang tidak pantas dalam kapasitasnya sebagai presiden, melahirkan kecurigaan

masyarakat bahwa Gus Dur sedang melakukan proses tawar-menawar tingkat tinggi.

Proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan konglomerat Sofyan

Wanandi dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Jaksa Agung

Marzuki Darusman. Akhirnya, Gus Dur didera kasus Buloggate. Gus Dur lengser, Mega pun

menggantikannya melalui apa yang disebut sebagai kompromi politik. Laksamana Sukardi

sebagai Menneg BUMN tak luput dari pembicaraan di masyarakat karena kebijaksanaannya

menjual aset-aset negara.

Page 11: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Di masa pemerintahan Megawati pula kita rnelihat dengan kasat mata wibawa hukum

semakin merosot, di mana yang menonjol adalah otoritas kekuasaan. Lihat saja betapa

mudahnya konglomerat bermasalah bisa mengecoh aparat hukum dengan alasan berobat ke luar

negeri. Pemberian SP3 untuk Prajogo Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul Nursalim, The

Nien King, lolosnya Samadikun Hartono dari jeratan eksekusi putusan MA, pemberian fasilitas

MSAA kepada konglomerat yang utangnya macet, menjadi bukti kuat bahwa elit pemerintahan

tidak serius dalam upaya memberantas korupsi, Masyarakat menilai bahwa pemerintah masih

memberi perlindungan kepada para pengusaha besar yang nota bene memberi andil bagi

kebangkrutan perekonomian nasional. Pemerintah semakin lama semakin kehilangan wibawa.

Belakangan kasus-kasus korupsi merebak pula di sejumlah DPRD era Reformasi.

Di masa pemerintahan SBY, Setahun kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono jilid II,

pemerintah dinilai hanya mempertontonkan anomali pemberantasan korupsi. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya kesenjangan antara pernyataan politik dan realisasi. "Selama setahun memerintah

di periode kedua, Presiden SBY semakin tidak mampu memperlihatkan keseriusan dan

komitmen pemberantasan korupsi," kata Koodinator Bidang Hukum dan Pemantau Peradilan

Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah dalam evaluasi setahun pemerintahan SBY,

di kantor ICW, Minggu (24/10).

Dia mengatakan, dalam setahun terakhir, pihaknya menilai pemerintah tidak memiliki

strategi nasional dalam pemberantasan korupsi. Presiden SBY hanya melakukan upaya secara

parsial, reaksioner, dan minus prioritas. Presiden menggaungkan pemberantasan korupsi, tetapi

mengobral remisi terhadap terpidana kasus korupsi. "Kami tidak menemukan adanya strategi

komperhensif dalam pemberantasan korupsi," katanya.

ICW menilai, Program Ganyang Mafia masih jauh panggang dari api. Menurutnya,

program tersebut tidak lain hanya merupakan bagian dari Politik Kosmetik atau pencitraan. Dia

mencontohkan, dalam kasus mafia pajak yang menjerat Gayus Halomoan Tambunan hanya

bersifat reaksioner. Hingga saat ini belum menjerat pelaku besar, baik di kejaksaan, kepolisian,

maupun atasan Gayus. Wacana pembuktian terbalik kekayaan pejabat pajak pun tidak

terealisasi.

Terkait kriminalisasi dua pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah,

kata Febri, presiden SBY pun seolah tidak dapat berbuat apa-apa. Berkaca dari KPK Hongkong

Page 12: Makalah Manusia Manusia Korupsi

proteksi politik sangat diperlukan. Padahal dalam rekaman Anggodo Widjojo yang

diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi (MK) ditemukan sembilan “bukti” yang diklasifikan

menjadi empat Rekayasa hukum untuk menjerat Bibit Chandra. Yakni rekayasa penggunaan

Pasal Pemerasan, Rekayasa dokumen kronologis 15 Juli, Rekayasa Rekaman 64 kali antara

Deputi Penindakan KPK Ade rahardka dengan Ary Muladi, dan Rekayasa Penyerahan Uang.

Bukti-bukti rekayasa tersebut seharusnya semakin meyakinkan Presiden SBY untuk

memerintahkan pengusutan pelaku rekayasa dan memberikan instruksi tegas agar kasus Bibit-

Chandra di deponering. "Sikap diam Presiden pasca putusan MA menunjukkan ketidakpedulian

SBY terhadap corruptors fight back ke KPK," katanya.

B. Korupsi sulit diberantas

Korupsi seperti pernah ditulis oleh beberapa kalangan, termasuk Mochtar Lubis (Alm)

sudah membudaya. Banyak faktor yang menjadi sumber penyebabnya. Antara lain :

1. Minimnya pemahaman dan pengamalan nilai2 agama di dalam keluarga .

khususnya yang berhubungan dengan budi pekerti.Termasuk ajaran yang mengatakan : Mencuri

barang orang itu perbuatan tercela, -kecuali mencuri hati seorang gadis , dan mencuri perhatian

sang kekasih.

2. Tidak ada contoh atau tauladan dari Para pemimpin, mulai dari tingkat aparat di

Pemerintahan tingkat kelurahan s/d lembaga Kepresidenan. DPR/DPRD, dan Lembaga

Penegakan Hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman yang membuktikan bahwa

korupsi itu musuh bangsa yang harus dilawan.

3. Orang berpendidikan, dan kaya lebih banyak yang mengutamakan kepentingan

diri mereka ketimbang berbagi ilmu pengetahuan, keterampilan dan rejeki dengan saudara

sebangsa se tanah air yang benar benar membutuhkan uluran tangan

Page 13: Makalah Manusia Manusia Korupsi

4. Tempat-tmpat peribadatan masih menonjolkan aspek ritualitasnya, Bukan

substansial-yaitu azasmanfaat dan daya guna thd khidupan duniawi bagi orang banyak.

5. Kampanye hedonis terus membludak bak air bah, melalui tayangan2 TV, dan

media masa lain...sementara realitas kehidupan sangat pahit.

6. Budaya permisif masih kental, dan kondisi ini menjadikan setiap orang

cenderungn mentolerir suatu penyimpangan meski itu sudah banyak merugikan hak-hak

mereka . Contoh, pelanggaran LL-soal Helm, lampu merah, dan lain2 .

7. Pemerintah dan DPR masih sangat dominan, dibanding Lembaga Penegakan

Hukum seperti MA.

C. Tindakan untuk memberantas korupsi / strategi memberantas korupsi.

Strategi pemberantasan korupsi harus bersifat menyeluruh dan seimbang. Ini berarti

bahwa strategi pemberantasan yang parsial dan tidak komprehensif tidak dapat menyelesaikan

masalah secara tuntas. Strategi pemberantasan korupsi harus dilakukan secara adil, dan tidak ada

istilah “tebang pilih” dalam memberantas korupsi. Selain itu, upaya pencegahan (ex ante) harus

lebih digalakkan, antara lain melalui:

(1) Menumbuhkan kesadaran masyarakat (public awareness) mengenai dampak destruktif dari

korupsi, khususnya bagi PNS;

(2) Pendidikan anti korupsi;

(3) Sosialisasi tindak pidana korupsi melalui media cetak & elektronik;

(4) Perbaikan remunerasi PNS. Adapun upaya penindakan (ex post facto) harus memberikan

efek jera, baik secara hukum, maupu sosial. Selama ini pelaku korupsi, walaupun dapat

dijerat dengan hukum dan dipidana penjara ataupun denda, namun tidak pernah mendapatkan

sanksi sosial. Efek jera seperti: (1) Hukuman yang berat ditambah dengan denda yang jumlahnya

signifikan; (2) Pengembalian hasil korupsi kepada negara; dan (3) Tidak menutup kemungkinan,

penyidikan dilakukan kepada keluarga atau kerabat pelaku korupsi.

Strategi pemberantasan korupsi harus sesuai kebutuhan, target, dan berkesinambungan.

Strategi yang berlebihan akan menghadirkan inefisiensi sistem dan pemborosan sumber daya.

Dengan penetapan target, maka strategi pemberantasan korupsi akan lebih terarah, dan dapat

dijaga kesinambungannya. Dalam hal ini perlu adanya komisi anti korupsi di daerah (misalnya

KPK berdasarkan wilayah) yang independen dan permanen (bukan ad hoc). Selain itu strategi

pemberansasan korupsi haruslah berdasarkan sumber daya dan kapasitas. Dengan mengabaikan

Page 14: Makalah Manusia Manusia Korupsi

sumber daya dan kapasitas yang tersedia, maka strategi ini akan sulit untuk diimplementasikan,

karena daya dukung yang tidak seimbang. Dalam hal ini kualitas SDM dan kapasitasnya harus

dapat ditingkatkan, terutama di bidang penegakan hukum dalam hal penanganan korupsi.

Peningkatan kapasitas ini juga dilakukan melalui jalan membuka kerjasama internasional.

Keterukuran strategi merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan. Salah satu caranya

yaitu membuat mekanisme pengawasan dan evaluasi atas setiap tahapan pemberantasan korupsi

dalam periode waktu tertentu secara berkala. Selain itu juga, dalam rangka penyusunan strategi

yang terukur, perlu untuk melakukan survei mengenai kepuasan masyarakat atas usaha

pemberantasan korupsi yang telah dilakukan pemerintahan. Sebuah strategi pemberantasan

memerlukan prinsip transparan dan bebas konflik kepentingan. Transparansi membuka akses

publik terhadap system yang berlaku, sehingga terjadi mekanisme penyeimbang. Warga

masyarakat mempunyai hak dasar untuk turut serta menjadi bagian dari strategi pemberantasan

korupsi. Saat ini optimalisasi penggunaan teknologi informasi di sektor pemerintah dapat

membantu untuk memfasilitasinya. Strategi pemberantasan juga harus bebas kepentingan

golongan maupun individu, sehingga pada prosesnya tidak ada keberpihakan yang tidak

seimbang. Semua strategi berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan objektif. Instrumen

strategi pemberantasan lain yang menjadi bagian dari elemen masyarakat adalah pers.

Transparansi dapat difasilitasi dengan baik dengan adanya dukungan media massa yang

memainkan peranannya secara kuat. Dengan adanya kebebasan pers, maka kontrol masyarakat

dapat semakin ditingkatkan lagi.

Page 15: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Bab III

Penutup

A. Kesimpulan

Korupsi di Indonesia sudah 'membudaya' sejak dulu, sebelum dan sesudah kemerdekaan,

di era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai upaya telah dilakukan

untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh panggang dari api. Ternyata upaya

untuk memberantas korupsi tidak semudah memba-likkan tangan. Korupsi bukan hanya

menghambat proses pembangunan negara ke arah yang lebih baik, yaitu peningkatan

kesejahteraan serta pengentasan kemiskinan rakyat. Ketidakberdayaan hukum di hadapan orang

kuat, ditambah minimnya komitmen dari elit pemerintahan rnenjadi faktor penyebab mengapa

KKN masih tumbuh subur di Indonesia. Semua itu karena hokum tidak sama dengan keadilan,

hukum datang dari otak manusia penguasa, sedangkan keadilan datang dari hati sanubari rakyat.

B. Saran

Negeri China banyak memberi inspirasi dalam berbagai segi. Kemajuan fantastik yang

dicapai saat ini membuktikan bahwa jumlah penduduk yang amat besar, dan terbesar di seantero

dunia, bukan halangan untuk membangun bangsa.

Apalagi bila dikaitkan dengan ideologi resmi yang dianut, yakni komunisme, ternyata

para pemimpin China mampu menyiasatinya dengan liberalisme ekonomi. China mampu

membedakan ideologi sebagai pengikat dan perekat bangsa dan pasar bebas sebagai tantangan

untuk menembus pasar global.

China saat ini, yang lebih maju dan sejahtera, tidak terlepas dari keseriusan dan

ketegasan dalam memberantas korupsi. Selama puluhan tahun, korupsi telah menyebabkan

China terhambat memperbaiki ketertinggalan.

Korupsi menjadi target untuk diberantas. Maka, ketegasan pun ditempuh, termasuk

menghukum mati para koruptor. Langkah drastis itu merupakan terapi kejut untuk membuat efek

Page 16: Makalah Manusia Manusia Korupsi

jera bagi para calon koruptor.

Sikap tegas China terhadap para koruptor berbuah keberhasilan dalam berbagai aspek.

Bahkan, saat ini, China telah menjadi model dalam pemberantasan korupsi di Asia.

Beberapa negara merasa perlu belajar dari China. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Indonesia pun menjalin kerja sama dengan China untuk pemberantasan korupsi. Korupsi adalah

kejahatan luar biasa.

Pemberantasannya pun harus dilakukan dengan cara-cara luar biasa, bukan dengan cara biasa-

biasa saja. Apalagi dalam perkembangan dunia modern, korupsi mestinya tidak punya tempat

untuk hidup dan berkembang.

Sayangnya, di Indonesia, korupsi masih terus berlangsung, dan kita dihadapkan pada

dilema pemberantasannya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak jemu-jemu

mengingatkan segenap pejabat dan penyelenggara negara tentang dampak korupsi.

Pada pidato dalam rangka peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Desember tahun lalu,

Presiden mengatakan korupsi adalah perbuatan tercela secara moral, etika, dan agama.

Korupsi adalah sebuah kejahatan yang menimbulkan kerugian luar biasa bagi generasi

sekarang dan mendatang. Kepala Negara juga menegaskan bahwa korupsi adalah tindakan

asosial.

Korupsi adalah perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. Korupsi

adalah sebuah keonaran yang menghancurkan nilai-nilai dan solidaritas kemanusiaan.

Dan akhirnya korupsi adalah musuh kita bersama. Karena dampaknya yang luar biasa

terhadap rakyat, Presiden pun menyatakan bahwa perang terhadap korupsi harus dilakukan

secara bersama-sama.

Langkah itu sangat penting karena perang melawan korupsi adalah tugas mulia demi

menciptakan kesejahteraan rakyat yang lebih adil dan merata. Pemberantasan korupsi di China

bukannya tanpa halangan karena sempat turun-naik soal ketegasan.

Page 17: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Kita pun harus mafhum jika ada kalangan aparat yang tegas dan kemudian lemah lagi.

Negeri Tirai Bambu telah menempuh sikap dan langkah-langkah tegas terhadap koruptor mulai

pemerintahan PM Zhu Rongji (1997-2002).

L alu, melempem lagi saat Jiang Zemin berkuasa. Tapi, PM berikutnya, Hu Jintao, mulai

membereskan, bahkan membersihkan, mantan pejabat dan petinggi partai di lingkaran Jiang

Zemin.

Dalam konteks pemberantsan korupsi di Indonesia, komitmen Presiden Yudhoyono

sudah tegas, yakni korupsi adalah musuh bersama dan harus diberantas bersama-sama, utamanya

oleh lembaga terkait, baik kepolisian, kejaksaan, maupun KPK.

Korupsi di masa lalu, seperti dalam skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI),

sudah terasa saat ini, yaitu beban bunga rekapitulasi yang sangat tinggi yang mengakibatkan

defisit keuangan negara.

Akibatnya, alokasi untuk membantu pemberdayaan masyarakat berkurang, bahkan rakyat

yang harus menanggung beban ulah para koruptor. Sudah saatnya kita belajar dari negeri China

soal ketegasan memberantas para koruptor.

Jika perlu, diberlakukan hukuman mati agar mereka jera. Apabila hukuman mati

terkendala aturan hukum, hukuman seberat-beratnya yang harus dikenakan. Kita mengingatkan

agar kasus-kasus korupsi besar dan sudah terbukti segera diproses.

Penegakan hukum terhadap koruptor, yang disinergikan dengan langkah-langkah

strategis pembenahan birokrasi, serta transparansi dan keterbukaan, akan mengantarkan kita

memasuki zaman baru menyongsong kemajuan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik,

maupun hukum .

Page 18: Makalah Manusia Manusia Korupsi

Daftar Pustaka

Maulanusantara . 2009.“Sejarah Korupsi di Indonesia”.(on line). http://maulanusantara.wordpress.com/2009/12/09/sejarah-korupsi-di-indonesia/,diakses 18 November 2010.

Rahayu, Amin SS. 24 Oktober 2010.“Analisis informasi llmiah Sejarah, Sosiologi dan Tata

Negara”.Suara Merdeka.

Suwarno, Yogi SIP, MA. 2009.“Strategi Pemberantasan Korupsi”.Artikel Yogi.Jakarta.