.._2

91
PENAPISAN AWAL KOMPONEN BIOAKTIF DARI KERANG DARAH (Anadara granosa) SEBAGAI SENYAWA ANTIBAKTERI Oleh: Ika Pranata Wahyu Daluningrum C34104010 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

description

jnzn

Transcript of .._2

Page 1: .._2

PENAPISAN AWAL KOMPONEN BIOAKTIF DARI KERANG DARAH (Anadara granosa)

SEBAGAI SENYAWA ANTIBAKTERI

Oleh:

Ika Pranata Wahyu Daluningrum C34104010

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 2: .._2

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penapisan Awal Komponen Bioaktif dari Kerang Darah (Anadara granosa) sebagai Senyawa Antibakteri adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

Ika Pranata W.D. NRP C34104010

Page 3: .._2

RINGKASAN

IKA PRANATA WAHYU DALUNINGRUM. C34104010. Penapisan Awal Komponen Bioaktif dari Kerang Darah (Anadara granosa) sebagai Senyawa Antibakteri. Dibawah bimbingan: ELLA SALAMAH dan KOMARIAH TAMPUBOLON.

Produksi kerang darah Indonesia tahun 2003 sebesar 47.505 ton dan tahun 2004 mencapai 64.498 ton. Masyarakat pesisir Malaysia dan Thailand telah memanfaatkan kerang darah sebagai obat tradisional untuk mengatasi penyakit kolera, hepatitis A dan disenteri. Pemanfaatan kerang darah sebagai obat tradisional menunjukkan adanya dugaan kerang darah memiliki komponen aktif.

Tujuan penelitian ini adalah mengekstrak komponen aktif pada kerang darah dengan tiga jenis pelarut yaitu heksana, etil asetat dan metanol, menguji ekstrak sebagai senyawa antibakteri, mengamati zona hambat yang dihasilkan pada penyimpanan suhu 10oC dan 30oC selama tujuh hari serta analisis fitokimia terhadap ekstrak yang menunjukkan aktivitas antibakteri paling baik.

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu analisis proksimat kerang darah, ekstraksi senyawa aktif dari kerang darah, uji aktivitas antibakteri dari ekstrak yang dihasilkan terhadap bakteri E. coli dan S. aureus dengan konsentrasi ekstrak 2%, 3,5%, 5% dan 6,5% serta analisis fitokimia terhadap ekstrak yang memiliki aktivitas antibakteri paling baik.

Penelitian ini menunjukkan hasil analisis proksimat kerang darah mempunyai kadar air 81,82%, kadar abu 2%, kadar protein 11,84%, kadar lemak 0,6% dan kadar karbohidrat 3,75%. Ekstrak kerang darah dengan pelarut heksana adalah 3,00±1,40 mg, dengan pelarut etil asetat adalah 107,50±3,50 mg dan dengan pelarut metanol adalah 995,50±0,70 mg. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat mampu menghasilkan zona hambat pada S. aureus untuk konsentrasi 2%, 3,5%, 5% dan 6,5% masing-masing 3 mm, 4 mm, 6 mm dan 7 mm, serta menghambat E. coli dengan zona hambat masing-masing konsentrasi 1 mm, 2 mm, 3 mm dan 4 mm. Ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol tidak menunjukkan penghambatan pada konsentrasi 2% dan 3,5%, tetapi pada konsentrasi 5% dan 6,5% menghasilkan zona hambat sebesar 0,5 mm dan 1 mm pada E. coli dan S. aureus. Kemampuan penghambatan ekstrak kerang darah dari pelarut etil asetat yang lebih baik daripada pelarut metanol berarti senyawa antibakteri yang terdapat pada kerang darah bersifat semi polar karena larut dalam pelarut etil asetat.

Hasil pengamatan diameter zona hambat selama tujuh hari pada suhu 10oC dan suhu 30oC menunjukkan bahwa pada suhu 10oC E. coli mulai tumbuh pada hari keempat pengamatan dan S. aureus mulai tumbuh pada hari ketiga pengamatan. Pada suhu 30oC E. coli mulai tumbuh kembali pada hari ketiga pengamatan dan S. aureus mulai tumbuh pada hari kedua pengamatan. Kemampuan E. coli dan S. aureus untuk tumbuh kembali selama pengamatan berarti ekstrak kerang dari pelarut etil asetat mengalami penurunan aktivitas penghambatan dengan semakin lamanya kontak ekstrak dengan bakteri uji. Analisis fitokimia terhadap ekstrak etil asetat kerang darah menunjukkan hasil bahwa ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat mengandung senyawa alkaloid dan steroid tetapi tidak mengandung senyawa flavonoid.

Page 4: .._2

PENAPISAN AWAL KOMPONEN BIOAKTIF DARI KERANG DARAH (Anadara granosa)

SEBAGAI SENYAWA ANTIBAKTERI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Ika Pranata Wahyu Daluningrum C34104010

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 5: .._2

Judul Skripsi : PENAPISAN AWAL KOMPONEN BIOAKTIF DARI KERANG DARAH (Anadara granosa) SEBAGAI SENYAWA ANTIBAKTERI

Nama : Ika Pranata Wahyu Daluningrum NRP : C34104010

Menyetujui,

Pembimbing I

Dra. Ella Salamah, M.Si NIP. 131 788 597

Pembimbing II

Ir. Komariah Tampubolon, MS NIP. 130 355 555

Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

Tanggal lulus :

Page 6: .._2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segenap

limpahan karunia dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah

kepada Rasulullah SAW.

Penyusunan skripsi yang berjudul “Penapisan Awal Komponen Bioaktif

dari Kerang Darah (Anadara granosa) sebagai Senyawa Antibakteri”

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah

membantu baik moral maupun material dalam penyelesaian skripsi ini,

diantaranya kepada:

1. Ibu Dra. Ella Salamah, MSi dan Ibu Ir. Komariah Tampubolon, MS

selaku komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan dan motivasi.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MS dan Ibu Ir. Iriani Setyaningsih, MS

selaku dosen penguji atas segala saran dan arahan.

3. Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, MS selaku pembimbing akademik atas segala

bimbingan dan motivasi yang telah diberikan.

4. Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Teknologi Hasil Perairan

atas segala arahan dan bimbingan.

5. Bu Ema, Mbak Ica, Mas Zacky dan Mas Ipul atas bantuan dan

bimbingannya selama ini.

6. Kedua orang tua, Bapak Soekadi dan Ibu Sri Nastiti atas segala cinta,

kasih sayang, pengorbanan, doa dan jerih payah yang tidak terbalas.

7. Adikku, Dhimas Harianto, atas segala cinta, doa dan perhatiannya.

Kesempurnaan skripsi ini tidak terlepas dari segala kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2009

Ika Pranata W.D.

Page 7: .._2

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu baik moral maupun material dalam penyelesaian skripsi ini,

diantaranya kepada:

1. Pak Man, Bulek Lolo, Umar, Ibrahim, Ismail, Ahmad, Atika, Afifah,

Aqrom, Aiman dan Sarah di Kalimalang atas cinta, kasih sayang dan

perhatiannya.

2. Mas Andik dan istri di Sukabumi atas perhatiannya.

3. Mas Nur dan Mbak Aulia di Jakarta atas kasih sayangnya.

4. Oom Wiwid, Mbak Yuni dan Kiki atas kasih sayang dan perhatiannya.

5. Rekan-rekan THP angkatan 39, 40, 41, 42 dan 43 atas kerjasama dan

persahabatan yang indah.

6. Kerabat-kerabat Blitarian_Soekarnoensis di Kawah Kelud, Bek La, Ali,

Farikha, Bek Fah, Mas Alfa, Mas Aris, Mas Tyo, Dedi, Fa’i, To’o, Iin,

Nelly, Mbak Niken, Dody, Dicky, Jo, Azzam, Sapek, Dan, Ulie, Tyas

dan Ikka atas kasih sayang, nasehat dan dukungannya.

7. Eka, Nia, Dilla dan Sereli atas kasih sayang, perhatian serta persahabatan

yang indah dan tak terlupakan .

8. Andi Patria atas kasih sayang, semangat dan kenangan yang telah terukir.

9. Saukya Singgih atas perhatian, cinta dan kasih sayang yang diberikan.

10. Anang, An’im, Windhyka, Nuzul, Laler, Alim, Nicolas, Sait, Glory,

Estrid, Amel, Yudha dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per

satu, terima kasih atas persahabatan yang sangat indah selama ini.

11. Yerry Rozaq dan Teguh Dwi Cahyanto atas semangatnya.

12. Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Page 8: .._2

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar, Jawa Timur pada tanggal

29 April 1986 dari ayah Soekadi dan ibu Sri Nastiti. Penulis

merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2004

penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menegah Atas

Negeri I Srengat, Jawa Timur dan pada tahun yang sama lulus

seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) dengan memilih Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi FORCES

(Forum For Scientific Students) tahun 2004/2005 dan Badan Eksekutif Mahasiswa

divisi Kewirausahaan tahun 2005/2006. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah

Penanganan Hasil Perairan tahun ajaran 2006/2007, mata kuliah Transportasi

Biota Perairan tahun ajaran 2007/2008, mata kuliah Diversifikasi Produk Hasil

Perairan tahun ajaran 2007/2008, mata kuliah Hasil Samping Perairan tahun

ajaran 2007/2008 dan mata kuliah Biotoksikologi Hasil Perairan tahun ajaran

2008/2009. Pada tahun 2008 penulis menjuarai Kompetisi Pemikiran Kritis

Mahasiswa (KPKM) tingkat nasional bidang perekomomian sebagai juara II,

dengan judul karya tulis Tantangan dalam Meningkatkan Standar Kualitas Udang

Ekspor Indonesia melalui Traceability System.

Penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor dengan menyusun

skripsi yang berjudul Penapisan Awal Komponen Bioaktif dari Kerang Darah

(Anadara granosa) sebagai Senyawa Antibakteri.

Page 9: .._2

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii

1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Tujuan .................................................................................................. 2

2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

2.1 Kerang Darah (Anadara granosa)........................................................ 3

2.2 Senyawa Bioaktif ................................................................................ 5

2.3 Ekstraksi ............................................................................................... 6

2.4 Bakteri .................................................................................................. 10 2.4.1 Escherichia coli .......................................................................... 10 2.4.2 Staphylococcus aureus ............................................................... 11

2.5 Uji Aktivitas Antibakteri ...................................................................... 12

2.6 Kloramfenikol ...................................................................................... 14

3. METODOLOGI ........................................................................................... 16

3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 16

3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 16

3.3 Metode Kerja ......................................................................................... 16 3.3.1 Analisis proksimat ....................................................................... 17 3.3.2 Ekstraksi senyawa bioaktif (Darusman et al. 1994).................... 19 3.3.3 Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar kerang darah (Anadara granosa) (Noer & Nurhayati 2006) ............................ 20 3.3.4 Analisis fitokimia ........................................................................ 26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 27

4.1 Analisis Proksimat ................................................................................ 27

4.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif ................................................................ 28

4.3 Uji Aktivitas Antibakteri ........................................................................ 32 4.3.1 Uji pendahuluan aktivitas antibakteri ......................................... 32 4.3.2 Uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi ................ 33 4.3.3 Pengamatan zona hambat pada penyimpanan suhu 10oC

dan 30oC ...................................................................................... 37

4.4 Analisis Fitokimia .................................................................................. 46

Page 10: .._2

5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 50

5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 50

5.2 Saran ........................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 51

LAMPIRAN ....................................................................................................... 55

Page 11: .._2

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Produksi kerang darah tahun 2001-2005 ..................................................... 4

2 Kandungan gizi kerang per 100 gram bahan ............................................... 4

3 Sifat fisik dari beberapa pelarut ................................................................... 7

4 Data proksimat kerang darah (A. granosa) .................................................. 27

5 Kadar proksimat kerang ............................................................................... 27

6 Berat ekstrak kasar kerang darah (A. granosa) ............................................ 29

7 Aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah pada konsentrasi 2% ................ 32

8 Aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah pada berbagai konsentrasi ........ 34

9 Pengamatan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada penyimpanan suhu 10oC ...................................................................... 38

10 Pengamatan zona hambat kloramfenikol pada penyimpanan suhu 10oC ..... 41

11 Pengamatan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada penyimpanan suhu 30oC ...................................................................... 43

12 Pengamatan zona hambat kloramfenikol pada penyimpanan suhu 30oC ..... 45

13 Analisis fitokimia ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat .............. 47

Page 12: .._2

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Anatomi kerang ............................................................................................ 3

2 Rumus umum heksana ................................................................................. 8

3 Sintesis etil asetat ......................................................................................... 9

4 Reaksi pembentukan metanol ...................................................................... 10

5 Bakteri Escherichia coli ............................................................................... 11

6 Bakteri Staphylococcus aureus .................................................................... 12

7 Tahapan uji aktivitas antibakteri (Noer dan Nurhayati 2006) ...................... 13

8 Struktur kloramfenikol ................................................................................. 14

9 Tahapan proses ekstraksi (Darusman et al. 1994) ...................................... 21

10 Tahapan uji pendahuluan aktivitas antibakteri ( modifikasi

Noer & Nurhayati 2006) ............................................................................. 24

11 Tahapan uji aktivitas antibakteri pada berbagai konsentrasi ekstrak (modifikasi Darusman et al 1994) ................................................................ 25

12 Ekstrak kerang darah .................................................................................... 30

13 Rendemen ekstrak kerang darah dengan tiga jenis pelarut ......................... 31

14 Hasil analisis fitokimia ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat ..... 48

Page 13: .._2

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Perhitungan rendemen daging kerang darah (A. granosa) ........................... 56

2 Kerang darah (A. granosa) yang digunakan untuk penelitian...................... 56

3 Ekstraksi kerang darah (A. granosa) ............................................................ 57

4 Perhitungan rendemen ekstrak kerang darah (A. granosa) .......................... 58

5 Uji pendahuluan aktivitas antibakteri pada bakteri E. coli ......................... 59

6 Uji pendahuluan aktivitas antibakteri pada bakteri S. aureus ...................... 60

7 Contoh perhitungan konsentrasi ekstrak ...................................................... 60

8 Uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dan metanol kerang darah pada bakteri E. coli ............................................................................................... 61

9 Uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dan metanol kerang darah pada bakteri S. aureus ............................................................................................ .62

10 Uji aktivitas antibakteri kontrol (kloramfenikol) pada bakteri E. coli ......... 63

11 Uji aktivitas antibakteri kontrol (kloramfenikol) pada bakteri S. aureus ..... 64

12 Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-1 ................................................. 65

13 Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-2 ................................................. 66

14 Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-3 ................................................. 67

15 Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-4 ................................................. 68

16 Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-5 ................................................. 69

17 Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-6 ................................................. 70

18 Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-7 ................................................. 71

19 Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-1 ................................................. 72

20 Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-2 ................................................. 73

21 Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-3 ................................................. 74

22 Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-4 ................................................. 75

23 Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-5 ................................................. 76

24 Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-6 ................................................. 77

25 Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-7 ................................................. 78

Page 14: .._2

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah nusantara sebagian besar merupakan perairan yang terdiri atas

perairan tawar dan perairan laut dengan kandungan kekayaan alam yang berupa

sumber bahan pangan dan non pangan. Perairan Indonesia kaya akan moluska,

salah satunya adalah kerang darah (Anadara granosa), yang merupakan hasil laut

dengan nilai ekonomis penting dan menjadi salah satu sumber bahan pangan.

Produksi kerang darah Indonesia tahun 2003 adalah 47.505 ton dan meningkat

pada tahun 2004 menjadi 64.498 ton (DKP 2006).

Bivalvia (kerang) merupakan salah satu kelas dari tujuh kelas pada filum

Moluska. Di daerah tropis terdapat bermacam-macam Bivalvia seperti tiram,

remis dan kerang, terutama di daerah pantai yang berhutan bakau. Ciri utama dari

kelas ini adalah tubuhnya yang tertutup oleh dua cangkang dengan satu atau dua

pasang otot adduktor. Berbentuk pipih ke arah lateral dan bagian kepala

mengalami reduksi.

Kerang darah banyak ditemukan di sepanjang pantai di daerah tropis

dengan substrat lumpur halus atau kadang-kadang pasir berlumpur dan dilindungi

atau berasosiasi dengan pohon-pohon bakau. Pathansali (1966) diacu dalam

Erianto (2005) menyebutkan bahwa habitat ideal untuk kerang darah adalah

lumpur halus berukuran kurang dari 0,124 mm, terlindung dari ombak dan dengan

salinitas antara 18-30‰.

Inswiasri et al. (1995) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kerang

darah memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (±20%) sehingga banyak

dibudidayakan untuk mencukupi kebutuhan protein yang berasal dari hewan,

selain itu kerang darah memiliki kemampuan menyerap Cd dari perairan lebih

tinggi daripada jenis kerang yang lain, sehingga biasa digunakan sebagai

bioindikator pencemaran logam berat pada perairan dibandingkan jenis kerang

lainnya. Trilaksani dan Nurjanah (2004) diacu dalam Erianto (2005)

menyebutkan bahwa bagian yang dapat dimakan dari kerang terdiri dari mantel

3-5%, kaki 5-7%, otot adduktor 2,5-3%, sedangkan siphon, insang dan organ

pencernaan merupakan bagian yang tidak dapat dimakan sebesar 4-7%.

Page 15: .._2

Ninda (2008) dalam artikelnya menyatakan bahwa kerang mampu

membantu melawan bakteri dan beberapa jenis penyakit. Tan dan Ng (2008) juga

menyebutkan bahwa beberapa daerah berpantai di Malaysia dan Thailand telah

membudidayakan kerang darah, namun belum terlalu populer. Pada daerah

tersebut, kerang darah telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penyakit

kolera, hepatitis A dan disenteri. Pemanfaatan kerang darah sebagai obat

tradisional tersebut memberikan dugaan bahwa kerang darah memiliki suatu

senyawa aktif yang bersifat antibakteri. Senyawa antibakteri adalah senyawa

biologis atau kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan dan

aktivitas bakteri (Irianto 2006). Senyawa-senyawa aktif dari kerang darah yang

diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam bidang

farmasi, pangan, industri, dan lain-lain

1.2. Tujuan

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya senyawa

antibakteri pada kerang darah (Anadara granosa) melalui metode ekstraksi

bertingkat, sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai antara lain:

1) Mengekstrak komponen aktif dari kerang darah (Anadara granosa) melalui

metode ekstraksi bertingkat dengan pelarut non polar, semi polar dan polar.

2) Menguji aktivitas ekstrak yang dihasilkan sebagai senyawa antibakteri pada

bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

3) Mengamati zona hambat ekstrak yang memiliki aktivitas terbaik pada

penyimpanan suhu 10oC dan 30oC.

4) Mengetahui komponen penyusun senyawa aktif pada kerang darah

(Anadara granosa) dari ekstrak terbaik melalui analisis fitokimia.

Page 16: .._2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerang Darah (Anadara granosa)

Broom (1985) dalam Erianto (2005) menyusun sistematika kerang darah

(Anadara granosa) sebagai berikut:

filum : Mollusca

kelas : Bivalvia

famili : Arcidae

sub famili : Anadarinae

genus : Anadara

spesies : Anadara granosa

Kelas Pelecypoda dicirikan oleh bentuk kakinya seperti kampak. Storer

dan Usinger (1957) diacu dalam Mubarak (1987) menjelaskan bahwa ciri lain dari

kerang darah adalah mempunyai cangkang terdiri dari dua keping yang biasanya

simetris (oleh karena itu disebut juga kelas Bivalvia) dengan hinge dan ligamen

pada bagian dorsal serta memiliki satu atau dua pasang otot adduktor.

Gambar 1 Anatomi kerang. Sumber: Bunje (2001)

Page 17: .._2

Broom (1985); Pathansali (1966) diacu dalam Erianto (2005) menjelaskan

bahwa kerang darah hidup di daerah pasang surut, umumnya ditemukan pada

lahan pantai yang berada di antara daerah rataan pasang dan rataan surut

berlumpur lunak berbatasan dengan hutan bakau dengan habitat ideal berupa

substrat lumpur halus berukuran kurang dari 0,124 mm sebanyak 90% pada

hamparan pasang (tidal flat) yang terlindung dari ombak, di luar muara sungai

dengan salinitas 18-30‰.

Kerang darah termasuk sebagai salah satu komoditas perikanan yang

produktivitasnya cukup baik. Tabel 1 menunjukkan total produksi dan nilai

produksi kerang darah pada tahun 2001-2005.

Tabel 1 Produksi kerang darah tahun 2001-2005

Tahun Total Produksi (ton) Nilai Produksi (rupiah) 2001 2002 2003 2004 2005

64.308 71.428 47.505 64.498 57.164

83.631.950 153.648.184 103.977.352 118.950.299 128.932.897

Sumber: DKP (2006).

Kandungan gizi kerang darah yang cukup baik menyebabkan kerang darah

banyak dibudidayakan sebagai alternatif sumber protein. Kadar lemak kerang

darah yang cukup rendah apabila dibandingkan dengan lemak pada produk

perikanan lainnya, seperti ikan bandeng sebesar 4,8 g/100 g (Poedjiadi 1994),

menjadi salah satu alasan kerang darah digemari masyarakat untuk dikonsumsi.

Kandungan gizi yang terdapat pada kerang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan gizi kerang per 100 gram bahan

Komposisi Kadar (g) Air Abu Lemak Protein Karbohidrat

85 2,3

1,1 8,0 3,6

Sumber: Poedjiadi (1994)

Page 18: .._2

2.2. Senyawa Bioaktif

Senyawa bioaktif merupakan suatu senyawa aktif yang termasuk metabolit

sekunder. Metabolit sekunder merupakan suatu komponen hasil metabolisme

yang unik dan terbatas, yang terkadang hanya dijumpai pada kelompok tertentu,

biasanya tidak dibutuhkan oleh sel (organisme) untuk hidup, tetapi berperan

dalam interaksi sel (organisme) dengan lingkungan, menjamin ketahanan hidup

organisme tersebut pada ekosistem hidupnya (Verpoorte dan Alfermann 2000).

Alkaloid merupakan golongan terbesar dari senyawa metabolit sekunder

pada tumbuhan dan hingga saat ini sebanyak 5500 jenis alkaloid telah diketahui.

Pada umumnya alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang

mengandung satu atau lebih atom nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik.

Alkaloid seringkali bersifat racun bagi manusia, tetapi beberapa alkaloid memiliki

aktivitas farmakologis dan digunakan secara luas dalam bidang kesehatan

(Harborne 1987). Senyawa ini pada tumbuhan berfungsi untuk melindungi diri

dari prodator karena bersifat racun pada satwa misalnya serangga, sebagai zat

perangsang dan pengatur tumbuh dan membantu aktivitas metabolisme dan

reproduksi tumbuhan (Verpoorte dan Alfermann 2000).

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa

alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Triterpenoid dapat digolongkan menjadi

empat golongan, yaitu triterpena, steroid, saponin dan glikosida jantung.

Triterpena yang dijumpai pada tumbuhan berfungsi sebagai pelindung untuk

menolak serangga dan serangan mikroba (Harborne 1987). Steroid terdapat pada

hampir semua tipe sistem kehidupan. Steroid yang dijumpai pada binatang

bertindak sebagai hormon, selain itu steroid juga digunakan secara luas sebagai

obat (Verpoorte dan Alfermann 2000). Saponin adalah glikosida triterpena dan

sterol yang terdeteksi pada lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan

senyawa yang bersifat seperti sabun yang dapat dideteksi berdasarkan

kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Golongan

triterpena terakhir adalah glikosida jantung atau kardenolida. Beberapa glikosida

Page 19: .._2

jantung adalah racun, tetapi terdapat juga yang berkhasiat farmakologi, terutama

terhadap jantung, seperti tercermin pada namanya (Harborne 1987).

Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstrak

dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok

dengan eter. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan. Flavonoid yang

banyak terdapat di alam adalah jenis flavon dan flavonol, sedangkan isoflavon dan

biflavonol hanya terdapat pada beberapa suku tumbuhan saja (Harborne 1987).

Sabir (2005) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa senyawa flavonoid

memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri dengan beberapa

mekanisme yang berbeda, antara lain flavonoid menyebabkan terjadinya

kerusakan permeabilitas dinding bakteri, mikrosom dan lisosom sebagai hasil

interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri (Bryan 1982; Wilson dan Gisvold

1982 diacu dalam Sabir 2005), sementara Mirzoeva et al. (1997) diacu dalam

Sabir (2005) dalam penelitiannya berpendapat bahwa flavonoid mampu

melepaskan energi transduksi terhadap membran sitoplasma bakteri, selain itu

juga menghambat motilitas bakteri. Mekanisme yang berbeda dikemukakan oleh

Di Carlo et al. (1999) dan Estrela et al. (1995) diacu dalam Sabir (2005) yang

menyatakan bahwa gugus hidroksil yang terdapat pada struktur senyawa flavonoid

menyebabkan perubahan komponen organik dan transpor nutrisi yang akhirnya

akan mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap bakteri.

2.3. Ekstraksi

Departemen Kesehatan (2000) diacu dalam Adolf (2006) menjelaskan

ekstraksi adalah peristiwa penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan

dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari sumbernya. Struktur kimia

yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan dan stabilitas senyawa-senyawa

tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat keasaman.,

dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam bahan akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat.

Metode ekstraksi yang dilakukan tergantung pada beberapa faktor, antara

lain tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat komponen yang akan diekstraksi

dan sifat-sifat pelarut yang akan digunakan. Prinsip metode ekstraksi

menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung

Page 20: .._2

dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti dengan melakukan

pemisahan dari bahan yang telah diekstrak (Houghton & Raman 1998).

Pemilihan pelarut organik yang akan digunakan dalam ekstraksi komponen

aktif merupakan faktor penting dan menentukan untuk mencapai tujuan dan

sasaran ekstraksi komponen. Tabel 3 menunjukkan sifat fisik beberapa jenis

pelarut organik yang dapat digunakan untuk ekstraksi. Semakin tinggi nilai

konstanta dielektrik, titik didih dan kelarutan dalam air, maka pelarut akan makin

polar (Sudarmadji et al. 2007).

Tabel 3 Sifat fisik dari beberapa pelarut

Pelarut Titik didih (oC) Titik beku (oC) Konstanta dielektrik (Debye)

Heksana Dietil eter Karbon disulfida Aseton Kloroform Metanol Tetrahidrofuran di-isopropil eter Karbon tetraklorida Etil asetat Etanol Benzena Sikloheksana Isopropanol Air Dioksan Toluena Asam asetat glasial N,N-dimetil formamida Dietilenaglikol

69* 35 46 56 61 65 66 68 76 77 78 80 81 82 100 102 111 118 154 245

-94* -116 -111 -95 -64 -98 -65 -60 -23 -84 -117

5,5 5,5

-89 0 12 -95 17 -61 -10

1,89* 4,3 2,6 20,7 4,8 32,6 7,6 3,9 2,2 6,0 24,3 2,3 2,0 18,3 78,5 2,2 2,4 6,2 34,8 37,7

Sumber: Nur dan Adijuwana (1989) *Sudarmadji et al. (2007)

Sifat penting yang harus diperhatikan dalam ekstraksi adalah kepolaran

senyawa dilihat dari gugus polarnya. Senyawa polar lebih mudah larut dalam

pelarut polar dan senyawa non polar lebih mudah larut dalam pelarut non polar.

Derajat polaritas tergantung pada tetapan dielektrik, makin besar tetapan

dielektrik semakin polar pelarut tersebut (Sudarmadji et al. 2007). Ekstraksi

bertingkat dilakukan secara berturut-turut dimulai dengan pelarut nonpolar

dilanjutkan dengan pelarut yang menengah kepolarannya (semi polar), kemudian

Page 21: .._2

dengan pelarut polar, sehingga akan diperoleh ekstrak kasar (crude extract) yang

berturut-turut senyawa nonpolar, semi polar dan polar.

Heksana memiliki konstanta dielektrik sebesar 1,89 Db, indeks polaritas 0,

titik didih 69oC dan titik beku -94oC (Sudarmadji et al. 2007). Nilai konstanta

dielektrik pelarut heksana merupakan konstanta paling rendah apabila

dibandingkan dengan konstanta dielektrik pelarut yang lain, sehingga pelarut

heksana termasuk dalam pelarut non polar. Isomer heksana sangat tidak reaktif

dan sering digunakan sebagai pelarut organik yang inert.

Heksana merupakan salah satu jenis dari senyawa hidrokarbon, yaitu

persenyawaan organik yang hanya mengandung aton karbon dan hidrogen.

Heksana termasuk dalam hidrokarbon jenuh, artinya hidrokarbon dengan karbon-

karbon yang mempunyai satu ikatan. Senyawa dengan rantai lurus mempunyai

gaya tarik menarik antar molekul lebih besar daripada rantai cabang, sehingga

akan lebih sukar bereaksi dengan molekul lain. Sebagai contoh, heksana

merupakan pelarut non polar, molekul heksana tidak tertarik oleh molekul air,

sehingga heksana tidak larut dalam air. Heksana memiliki berat jenis yang lebih

rendah (0,66 g/ml) daripada air (1,0 g/ml), sehingga akan terapung dalam air. Api

yang disebabkan oleh minyak atau lemak tidak dapat dimatikan oleh air karena

minyak atau lemaknya akan mengapung di atas air. Air justru akan menyebarkan

apinya (Fessenden dan Fessenden 1997). Rumus umum dari heksana ditunjukkan

pada Gambar 2.

CH3 CH2 CH2 CH2 CH2 CH3

Gambar 2 Rumus umum heksana.

Sumber: Fessenden dan Fessenden (1997)

Heksana merupakan pelarut yang memiliki kemampuan melarutkan lilin,

lemak dan minyak dari bahan (Harborne 1987), sehingga pelarut heksana dipilih

sebagai pelarut pertama yang digunakan pada proses ekstraksi dengan tujuan agar

lemak bahan terpisahkan terlebih dahulu, sehingga tidak mengganggu atau

menghalangi keluarnya bahan aktif pada proses ekstraksi dengan pelarut-pelarut

selanjutnya. Asih dan Setawan (2008) menggunakan pelarut heksana pada awal

maserasi dan dilanjutkan dengan maserasi menggunakan metanol.

Page 22: .._2

Etil asetat merupakan pelarut polar menengah (semi polar) yang volatil,

tidak beracun dan tidak higroskopis. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%

dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya akan

meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Tetapi senyawa ini tidak stabil dalam air

yang mengandung asam atau basa. Etil asetat adalah senyawa organik yang

merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan tidak

berwarna, memiliki aroma yang khas dan sering disingkat dengan EtOAc, dimana

Et mewakili gugus etil dan OAc mewakiliki asetat. Etil asetat diproduksi dalam

skala besar dan digunakan sebagai pelarut (Fessenden dan Fessenden 1997).

Sintesis etil asetat ditunjukkan pada Gambar 3.

CH3CH2OH + CH3COOH → CH3COOCH2CH3 + H2O

Gambar 3 Sintesis etil asetat.

Sumber: Fessenden dan Fessenden (1997)

Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mampu mengekstrak fenol,

terpenoid, alkaloid, aglikon dan aglisida dari suatu bahan (Harborne 1987).

Pambayun et al. (2007) menggunakan etil asetat sebagai salah satu pelarut dalam

mengekstraksi gambir untuk mengetahui sifat antibakteri. Hasil dari penelitian

tersebut menunjukkan bahwa ekstrak gambir dengan pelarut etil asetat memiliki

aktivitas antibakteri paling baik apabila dibandingkan dengan ekstrak kloroform

dan etanol karena ekstrak etil asetat diduga mengandung senyawa fenol yang

paling tinggi, dimana senyawa fenol merupakan komponen terpenting terkait

dengan sifat antibakteri.

Metanol merupakan salah satu pelarut alkohol yang penting dan paling

sederhana. Metanol diperoleh dari proses reduksi karbon monoksida. Secara

singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas

hidrogen dan karbon monoksida, kemudian gas hidrogen dan karbon monoksida

bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis Cu untuk menghasilkan

metanol. Proses pembentukan metanol ditunjukkan pada Gambar 4. Metanol

(metil alkohol) merupakan cairan ringan tidak berwarna yang larut dalam air.

Pada kondisi ruang, metanol mudah menguap dan mudah terbakar. Metanol

bersifat racun, jika terminum dalam jumlah yang sangat kecil maupun melalui

Page 23: .._2

pernafasan, maka metanol akan menimbulkan kebutaan. Terdapat laporan yang

menjelaskan bahwa terjadi kematian yang disebabkan mimum metanol kurang

dari 30 ml (Fessenden dan Fessenden 1997).

CO + 2H2 atm 150-100 C,260

Cur Katalisato0 CH3OH

Gambar 4 Reaksi pembentukan metanol. Sumber: Fessenden dan Fessenden (1997)

Metanol juga dikenal sebagai alkohol kayu atau spiritus dan merupakan

bentuk alkohol paling sederhana. Metanol digunakan sebagai bahan pendingin

anti beku karena titik bekunya yang rendah yaitu -98oC, pelarut, bahan bakar dan

sebagai bahan aditif pada industri etanol. Salah satu kelemahan metanol sebagai

bahan bakar adalah sifat korosi terhadap beberapa logam, termasuk aluminium.

Penggunaan metanol terbanyak saat ini adalah sebagai bahan pembuat bahan

kimia lainnya. Sekitar 40% metanol diubah menjadi formaldehid yang kemudian

diaplikasikan dalam berbagai macam produk seperti plastik, kayu lapis, cat,

peledak dan tekstil (Fessenden dan Fessenden 1997). Yuharmen et al. (2002)

menggunakan metanol sebagai pelarut dalam uji antimikroba dari lengkuas. Dari

penelitian tersebut diperoleh informasi bahwa ekstrak metanol mengandung

flavonoid, fenol dan terpenoid.

2.4. Bakteri

Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler dan rata-rata berukuran

lebar 0,5-1,0 μm serta panjang hingga 10 μm. Bakteri memiliki peranan yang

cukup penting dalam memelihara lingkungan, yaitu menghancurkan bahan-bahan

yang tertumpuk di daratan maupun di perairan. Akan tetapi beberapa bakteri juga

mampu menimbulkan efek negatif, seperti menyebabkan penyakit pada manusia,

hewan dan tumbuhan (Irianto 2006).

2.4.1. Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli termasuk dalam famili enterobacteriaceae. Bakteri

ini termasuk patogen gram negatif dan bersifat anaerob fakultatif, bersifat

kemoorganik dengan tipe metabolisme fermentatif dan respiratif, ada yang

bersifat motil dengan flagela peritrik dan ada juga yang nonmotil. Memiliki

Page 24: .._2

batang tunggal dan berpasangan dengan ukuran 1,1-1,5 μm x 2,0-6,0 μm, diameter

koloni 2-3 μm, memiliki kapsul dan mikrokapsul. E. coli tumbuh pada temperatur

15-45oC dengan suhu optimum 37oC (Fardiaz 1992).

E. coli merupakan penghuni normal saluran pencernaan (coliform fecal)

manusia dan hewan, maka digunakan secara luas sebagai bioindikator pencemaran

lingkungan. Bakteri ini juga mengakibatkan banyak infeksi pada saluran

pencernaan makanan (enterik) manusia dan hewan (Pelczar dan Chan 1986).

Gambar 5 Bakteri Escherichia coli. Sumber: Wikipedia (2008b)

Bahan makanan yang sering terkontaminasi oleh E. coli antara lain daging

ayam, daging sapi, daging babi, ikan dan makanan hasil laut lainnya, telur dan

produk olahannya, sayuran, buah-buahan, sari buah serta minuman seperti susu

(Fardiaz 1992). E. coli merupakan penyebab utama meningitis pada bayi yang

baru lahir dan juga penyebab infeksi tractus urinarius pada manusia yang dirawat

di rumah sakit (nosocomial infection) (Greeenwood et al. 1995).

2.4.2. Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus termasuk bakteri gram positif dan bersifat

anaerob fakultatif, berbentuk bulat tunggal, berpasangan atau bergerombol dengan

diameter 0,5-1,5 μm, tidak berkapsul dan berspora dan nonmotil. Bakteri ini

bersifat kemoorganotropik dengan tipe metabolisme fermentatif dan respiratif.

Bakteri ini dapat tumbuh pada konsentrasi NaCl 10% dengan suhu optimum

33-37oC dan pH 6-7, akan tetapi pada suhu 6,7-45,5oC serta pH 4,0-9,8 bakteri ini

dapat tumbuh dan berkembang biak (Pelczar dan Chan 1988).

Page 25: .._2

Gambar 6 Bakteri Staphylococcus aureus. Sumber: Dyer (2008)

S. aureus dapat dijumpai pada kulit, selaput lendir, bisul-bisul dan luka-

luka. Bakteri ini sering ditemukan pada produk pangan dengan bahaya sedang

dan penyebarannya terbatas. Ciri-ciri khusus S. aureus penyebab adalah

memproduksi enterotoksin yang stabil terhadap pemanasan hingga 100oC selama

beberapa menit, memproduksi toksin epidermolitik yang menyebabkan kulit

melepuh dan menghasilkan Toxic Shock Syndrome Toxin (TSST 1) yang

menyebabkan kerusakan pada jaringan (Greenwood et al. 1995).

S. aureus menghasilkan koagulase, dijumpai pada selaput hidung, kulit,

kantung rambut, dapat menyebabkan keracunan makanan serta komplikasi pada

influenza. Keracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin

yang dihasilkan oleh galur-galur toksigenik S. aureus yang tumbuh pada makanan

tercemar. Jumlah enterotoksin yang termakan menentukan waktu timbulnya

gejala serta parah tidaknya infeksi tersebut. Pada umumnya gejala-gejala mual,

pusing, muntah dan diare muncul 2-6 jam setelah mengkonsumsi makanan

tercemar tersebut (Greenwood et al. 1995).

2.5. Uji Aktivitas Antibakteri

Senyawa antibakteri didefinisikan sebagai senyawa biologis atau kimia

yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri.

Berdasarkan aktivitasnya, zat antibakteri dapat bersifat bakterisidal (membunuh

bakteri) dan bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Mekanisme kerja

zat antibakteri dalam menghambat pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain pH lingkungan, komponen medium, stabilitas obat, takaran inokulum,

lama inkubasi dan aktivitas metabolisme mikroorganisme (Irianto 2006).

Page 26: .._2

Zat-zat yang digunakan sebagai antibakteri harus mempunyai beberapa

kriteria ideal, antara lain ekonomis, efektif, stabil, tidak bersifat racun bagi

manusia atau hewan lain, tidak bergabung dengan komponen organik lain,

memiliki aktivitas pada suhu kamar atau suhu tubuh, tidak menimbulkan karat

atau warna dan tidak mempengaruhi bau (Irianto 2006). Salah satu metode uji

aktivitas antibakteri yang banyak digunakan adalah metode uji aktivitas

antibakteri Noer dan Nurhayati (2006) yang disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Tahapan uji aktivitas antibakteri (Noer dan Nurhayati 2006).

Kerusakan bakteri merupakan hasil interaksi antibakteri dengan bagian

tertentu pada sel bakteri. Interaksi antibakteri tersebut dapat menyebabkan

sejumlah perubahan pada sel bakteri yang berakhir pada kematian sel bakteri.

Penuangan agar ke dalam cawan petri

Penghomegenan

Pendinginan selama 15 menit atau sampai agar membeku

Pemberian 20 μl ekstrak pada paper disc dengan konsentrasi 2%

Peletakkan paper disc ke dalam cawan yang telah berisi bakteri uji

Inkubasi pada suhu 37oC selama 18-20 jam dalam posisi terbalik

Penginokulasian bakteri 20 μl dalam cawan petri steril

Pengamatan dan pengukuran zona bening

Page 27: .._2

P

p

m

e

p

k

2

b

s

i

k

m

m

a

d

m

y

o

b

Perubahan

permeabilita

matinya sel,

enzim yang

penghambat

kerusakan to

2.6. Kloram

Kloram

bakteriostati

spektrum ya

ini masih di

karena harg

maju telah m

menyebabka

aplastik (Sya

Cara k

dengan men

mengganggu

yang efektif

otak (Syah e

Kloram

bakteriostati

yang terjad

as sel yang

, perubahan

akan menga

tan sintesis

otal (Pelczar

mfenikol

mfenikol ya

ik yang efe

ang luas, bai

igunakan se

anya yang m

melarang pe

an efek neg

ah et al. 200

kerja kloram

nghambat a

u pembentuk

f menembus

et al. 2005).

mfenikol m

ik yang tid

di antara la

akan meny

molekul pr

akibatkan ter

asam nuk

dan Chan 1

ang disebut

fektif mengh

ik bakteri gr

ecara luas ol

murah dan

enggunaan k

gatif pada k

05).

mfenikol dal

aktivitas pep

kan ikatan p

seluruh jari

Gambar 8 m

Gambar 8 S

Sumber:

merupakan

dak membu

ain kerusaka

yebabkan ter

rotein atau a

rganggunya m

kleat dan

988).

juga chlor

hambat per

ram positif m

leh negara-n

aktivitasnya

kloramfeniko

kesehatan, y

lam mengha

ptidil transf

peptida. K

ingan dalam

menunjukkan

Struktur klor

Wikipedia (

antibiotik

unuh bakteri

an pada di

rhambatnya

asam nuklea

metabolisme

protein se

romycetin m

rtumbuhan

maupun bak

negara deng

a yang stabil

ol sebagai a

yaitu timbu

ambat pertum

ferase dari

Kloramfeniko

m tubuh, term

n struktur kl

ramfenikol.

(2008a).

aminoglikos

i melainkan

inding sel,

pertumbuha

at, penghamb

e atau matiny

ehingga me

merupakan a

mikroorgani

kteri gram ne

gan pendapa

l, tetapi neg

antibiotik ka

lnya penyak

mbuhan bak

ribosom b

ol merupaka

masuk mata,

loramfenikol

sida, yaitu

n hanya m

perubahan

an sel atau

batan kerja

ya sel serta

enyebabkan

antimikroba

isme pada

egatif. Zat

atan rendah

gara-negara

arena dapat

kit anemia

kteri adalah

bakteri dan

an senyawa

syaraf dan

l.

antibiotik

menghambat

Page 28: .._2

sintesa protein yang sangat diperlukan dalam perbanyakan dan pembelahan sel

bakteri. Kloramfenikol merupakan antibiotik yang paling stabil. Zat ini juga cepat

dan hampir sempurna diabsorpsi oleh saluran pencernaan (Fardiaz 1992).

Darmowandowo dan Kaspan (2009) dalam artikelnya menyebutkan bahwa

dosis kloramfenikol yang biasa digunakan adalah 50 mg/kg/hari yang dibagi

menjadi empat kali pemberian. Dosis yang biasa diberikan pada laki-laki dewasa

±750 mg yang terbagi menjadi tiga hingga empat kali dalam sehari, dosis tersebut

akan menjadi dua kali lipat pada kondisi yang parah. Dosis yang diberikan pada

anak-anak, bayi prematur atau bayi yang baru lahir adalah setengah dari dosis

yang diberikan pada manusia dewasa, hal ini dikarenakan anak-anak, bayi

prematur atau bayi yang baru lahir belum mampu mencerna obat-obatan dengan

efektif.

Page 29: .._2

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga bulan November 2008

di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratourium Mikrobiologi Hasil

Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Program Studi Teknologi Hasil

Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Pusat Antar Universitas Pangan

dan Gizi serta Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada persiapan sampel antara lain pisau, talenan,

timbangan digital dan kertas label. Alat-alat untuk ekstraksi sampel antara lain

timbangan digital, gelas ukur, labu erlenmeyer, sudip kaca, kertas label, corong

kaca, nyilon mesh, pipet tetes, kertas saring whatman, aluminium foil dan kapas

steril. Alat-alat untuk evaporasi ekstrak antara lain vacuum rotary evaporator dan

botol steril. Alat-alat untuk uji aktivitas antibakteri antara lain tabung reaksi, rak

tabung reaksi, pipet tetes, pipet mikro, bulp, autoklaf, jarum ose, bunsen,

inkubator, vorteks, cawan petri, paper disc dan plastik wrapping.

Bahan yang digunakan sebagai sampel adalah kerang darah (A. granosa)

yang diambil dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara. Bahan untuk ekstraksi

adalah pelarut teknis (heksana, etil asetat dan metanol). Bahan untuk uji aktivitas

antibakteri adalah kloramfenikol sebagai antibakteri standar, NB (Nutrient Broth),

TSA (Trypticase Soy Agar), media MHA (Mueller Hinton Agar), bakteri uji

(Escherichia coli dan Staphylococcus aureus), akuades, korek api, spiritus dan

alkohol 70%. Sedangkan bahan untuk analisis fitokimia antara lain H2SO4 2N,

pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, kloroform, H2SO4 pekat,

anhidrida asetat, serbuk magnesium dan amil alkohol.

3.3. Metode Kerja

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu analisis proksimat kerang

darah, ekstraksi senyawa aktif dari kerang darah, uji aktivitas antibakteri dari

ekstrak yang dihasilkan, mengamati zona hambat yang dihasilkan pada

penyimpanan suhu 10oC dan 30oC selama tujuh hari dan analisis fitokimia.

Page 30: .._2

Analisis proksimat kerang darah meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar lemak,

kadar protein dan kadar karbohidrat. Ekstraksi senyawa bioaktif dari kerang

darah dilakukan secara bertingkat dengan tiga pelarut yang berbeda tingkat

kepolarannya, yaitu heksana (non polar), etil asetat (semi polar) dan metanol

(polar). Ekstrak yang telah diperoleh kemudian diuji aktivitasnya sebagai

senyawa antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus. Ekstrak dengan

kemampuan penghambatan paling baik kemudian diamati zona hambatnya selama

tujuh hari pada suhu 10oC dan 30oC dan dianalisis fitokimia untuk mengetahui

komponen-komponen yang terdapat dalam ekstrak.

3.3.1. Analisis proksimat

a. Analisis kadar air (AOAC 1995)

Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit

atau sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator

selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 5 gram ditimbang

dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 24 jam

pada suhu 105oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator kemudian

ditimbang kembali. Persentase kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

%100B

B2-B1airKadar % ×=

Keterangan : B = Berat sampel (gram)

B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan

B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

b. Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin

dipanaskan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel

dimasukkan dalam cawan porselin kemudian dibakar sampai tidak berasap

lagi, lalu diabukan dalam tanur suhu 600oC sampai berwarna putih (semua

sampel menjadi abu) dan berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam

Page 31: .._2

desikator dan ditimbang. Rumus perhitungan kadar abu adalah sebagai

berikut:

%100(g) sampelBerat

(g)abu Berat abuKadar % ×=

c. Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram lalu dimasukkan ke dalam labu

kjeldahl. Setelah itu ditambahkan 10 ml H2SO4 dan pelet kjeldahl kemudian

sampel didihkan dalam ruang asam sampai larutan berwarna hijau kebiruan

jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml. Labu

kjeldahl dibilas dengan aquades (1-2 ml) kemudian air bilasan dimasukkan ke

dalam labu ukur, selanjutnya diencerkan dengan aquades hingga 100 ml.

Sampel yang telah diencerkan dengan aquades dipipet sebanyak 10 ml

dan dimasukkan dalam alat destilasi, kemudian ditambahkan sedikit demi

sedikit NaOH 40% sebanyak 10 ml. Ujung tabung kondensor alat destilasi

harus terendam dalam erlenmeyer yang berisi larutan asam borat (H3BO3) 4%.

Dilakukan pemanasan alat destilasi hingga larutan asam borat yang semula

berwarna merah muda menjadi berwarna hijau kebiruan. Selang kondensor

kemudian dibilas dengan sejumlah aquades untuk menghindari kemungkinan

adanya nitrogen yang menempel pada selang. Setelah itu erlenmeyer yang

telah menangkap nitrogen dari sampel dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga

terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Titrasi juga dilakukan terhadap

larutan blanko.

%100sampelBerat

14,007 HCl Nblanko) HCl ml - sampel (mlN % ×××

=

6,25N %Protein % ×=

d. Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi

soxhlet. Sampel sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring, setelah itu

kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan dalam labu soxhlet. Alat

Page 32: .._2

kondensor diletakkan di bagian atas dan labu lemak diletakkan di bagian

bawah. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya.

Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang

turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih.

Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung

kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dipanaskan

di dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat tetap dan setelah itu

didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak didalamnya

ditimbang dan berat lemak dapat diketahui.

%100(g) sampelBerat (g)lemak Berat lemakKadar % ×=

e. Perhitungan kadar karbohidrat (AOAC 1995)

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan secara by different, yaitu dengan

menggunakan rumus:

K.abu-K.air-K.protein-K.lemak-100%tkarbohidraKadar =

3.3.2. Ekstraksi senyawa bioaktif (Darusman et al. 1994)

Metode yang digunakan dalam ekstraksi senyawa aktif dari kerang darah

adalah metode ekstraksi bertingkat menurut Darusman et al. (1994) dengan tiga

pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya, yaitu heksana (non polar), etil asetat

(semi polar) dan metanol (polar). Tahapan proses ekstraksi kerang darah meliputi

penghancuran sampel, maserasi, penyaringan dan evaporasi. Tahap pertama

kerang dipisahkan dari cangkangnya, dicuci dan dicacah. Sampel yang telah

dihancurkan kemudian ditimbang sebanyak 200 gram dan dimasukkan dalam

erlenmeyer kemudian dimaserasi dalam 400 ml pelarut (perbandingan 1:2).

Heksana dipilih sebagai pelarut pertama dikarenakan sifat heksana yang

melarutkan lilin, lemak dan minyak dari suatu bahan (Harborne 1987), sehingga

diharapkan dengan mengekstrak bahan dalam pelarut heksana terlebih dahulu

akan menghilangkan lemak yang akan mempermudah pengeluaran senyawa aktif

dari bahan dengan pelarut-pelarut selanjutnya, yaitu etil asetat dan metanol.

Page 33: .._2

Sampel dimaserasi dengan heksana selama 24 jam pada suhu ruang.

Setelah 24 jam, sampel disaring menggunakan nyilon mesh sebagai saringan

kasar, selanjutnya penyaringan dengan corong kaca dan kertas saring whatman

untuk memisahkan filtrat dengan ampas I. Ampas I kemudian dimaserasi dengan

pelarut etil asetat selama 24 jam, disaring sehingga diperoleh filtrat etil asetat dan

ampas II. Ampas II selanjutnya dimaserasi dengan pelarut metanol selama 24

jam, disaring sehingga diperoleh filtrat metanol dan residu III.

Filtrat heksana, filtrat etil asetat dan filtrat metanol yang diperoleh

selanjutnya dievaporasi dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada

suhu 40oC, sehingga diperoleh ekstrak kasar dari pelarut heksana, etil asetat dan

metanol. Ekstrak yang diperoleh dimasukkan dalam botol steril untuk mencegah

kontaminasi kemudian disimpan dalam freezer. Tahapan proses ekstraksi dapat

dilihat pada Gambar 9.

3.3.3. Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar kerang darah (Anadara granosa)

(Noer dan Nurhayati 2006)

Uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap ekstrak kerang darah

(A. granosa). Uji ini meliputi persiapan media padat TSA, persiapann media cair

NB, persiapan suspensi bakteri, persiapan media padat MHA, prosedur uji

pendahuluan aktivitas antibakteri, prosedur uji aktivitas antibakteri dengan

berbagai konsentrasi dan pengukuran zona hambat. Bakteri uji yang digunakan

adalah E. coli dan S. aureus. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan

metode difusi agar menggunakan paper disc.

a) Persiapan media padat TSA

Penyegaran bakteri uji, yaitu E. Coli dan S. aureus dilakukan pada

media TSA (Trypticase Soy Agar). Media TSA dibuat dengan melarutkan

sebanyak 8 gram media TSA bubuk dalam aquades hingga volume 200 ml,

lalu dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih. TSA dipipet sebanyak 9 ml

dalam tabung reaksi dan masing-masing tabung ditutup dengan kapas dan

aluminium foil. Media lalu disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC

selama 15 menit. Setelah itu media dimiringkan sekitar 45 derajat dan

dibiarkan hingga membeku. Setelah membeku media selanjutnya disimpan

dalam refrigerator.

Page 34: .._2

Gambar 9 Tahapan proses ekstraksi (Darusman et al. 1994). Keterangan: Produk

Proses

Pemisahan daging dari cangkang

Penimbangan

Pencacahan

Pencucian

Maserasi dengan heksana (24 jam)

Penyaringan

Evaporasi

Evaporasi

Penyaringan

Evaporasi

Maserasi dengan etil asetat (24 jam)

Maserasi dengan metanol (24 jam)

Kerang darah (Anadara granosa)

Ekstrak kasar heksana

Ekstrak kasar etil asetat

Ekstrak kasar metanol

Residu III

Ampas II

Ampas I

Penyaringan

Filtrat heksana

Filtrat etil asetat

Filtrat metanol

Page 35: .._2

b) Persiapan media cair NB

Media NB (Nutrient Broth) dibuat dari 2,6 gram media NB bubuk yang

dilarutkan dalam aquades hingga volume 200 ml, selanjutnya dipanaskan

sambil diaduk hingga mendidih. NB dipipet sebanyak 9 ml kedalam tabung

reaksi dan masing-masing tabung ditutup menggunakan kapas dan alumunium

foil. Sebelum digunakan, media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC

selama 15 menit. Setelah itu media didinginkan di tempat yang steril pada

suhu ruang.

c) Persiapan suspensi bakteri

Sebanyak 1 ose bakteri uji digoreskan pada media TSA dengan pola zig

zag secara aseptik, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam.

Setelah itu 1-2 ose bakteri uji dari media TSA dimasukkan ke dalam media

NB yang telah dingin secara aseptik. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC

selama 18-24 jam.

d) Persiapan media padat MHA

Media padat yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri

adalah media Mueller Hinton Agar (MHA). MHA dibuat dengan melarutkan

7,6 gram media MHA bubuk dalam aquades hingga volume 200 ml, kemudian

dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih. Larutan dipipet 15 ml, kemudian

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan masing-masing tabung ditutup dengan

kapas dan alumunium foil. Sebelum digunakan, media disterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Media didinginkan pada suhu

ruang sampai agar membeku. Setelah membeku, media disimpan dalam

refrigerator.

e) Uji pendahuluan aktivitas antibakteri (modifikasi Noer dan Nurhayati 2006)

Media MHA cair sebanyak 15 ml ditambah dengan 20 μl bakteri uji

yang telah diukur OD-nya (Optical Density) antara 0,6-0,8 (Lalitha 2004)

pada panjang gelombang 600 nm, masing-masing 0,788 (E. coli) dan 0,723

(S. aureus). Media yang telah ditambah dengan bakteri uji dihomogenkan

dengan vorteks, kemudian segera dituangkan ke dalam cawan petri steril dan

digoyangkan membentuk angka delapan agar lebih menyebar secara merata.

Page 36: .._2

Media agar tersebut didiamkan pada suhu ruang selama 15 menit atau sampai

agar membeku.

Ekstrak kerang darah yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri

adalah ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang

darah dengan pelarut metanol karena ekstrak kerang darah dengan pelarut

heksana yang diperoleh sangat sedikit. Dalam uji aktivitas antibakteri, setiap

paper disc diberi ekstrak sebanyak 20 μl dengan konsentrasi 2% (20 mg

ekstrak yang dilarutkan dalam 1 ml metanol). Konsentrasi kloramfenikol yang

digunakan sebagai antibakteri kontrol juga sama dengan konsentrasi ekstrak

yang digunakan, yaitu 2%. Setelah seluruh pelarut ekstrak pada paper disc

menguap, masing-masing paper disc diletakkan dalam cawan petri yang telah

berisi agar dan bakteri, kemudian cawan petri dilapisi dengan plastik wrapping

untuk menghindari kontaminasi dan disimpan dalam inkubator dengan posisi

terbalik pada suhu 37oC selama 18-20 jam. Aktivitas antibakteri dapat dilihat

dengan mengamati zona hambat yang terbentuk disekitar paper disc. Diagram

alir uji pendahuluan aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Gambar 10.

f) Prosedur uji aktivitas antibakteri pada berbagai konsentrasi ekstrak

(modifikasi Darusman et al. 1994)

Media MHA sebanyak 15 ml dalam keadaan cair ditambahkan dengan

20 μl bakteri uji yang telah diukur OD-nya (Optical Density) antara 0,6-0,8

(Lalitha 2004) pada panjang gelombang 600 nm, masing-masing 0,797

(E. coli) dan 0,750 (S. aureus), kemudian divorteks agar homogen dan segera

dituangkan ke dalam cawan petri steril dan digoyangkan membentuk angka

delapan agar menyebar secara merata. Media tersebut didiamkan pada suhu

ruang selama beberapa saat agar membeku.

Ekstrak kerang darah yang digunakan adalah ekstrak kerang darah

dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol,

dengan konsentrasi masing-masing paper disc adalah 2%, 3,5%, 5% dan 6,5%

(modifikasi Darusman et al. 1994) sebanyak 20 μl. Konsentrasi kloramfenikol

yang digunakan sebagai antibakteri kontrol juga sama dengan konsentrasi

ekstrak yang digunakan, yaitu 2%, 3,5%, 5% dan 6,5%. Paper disc dibiarkan

sampai pelarutnya menguap, kemudian masing-masing paper disc diletakkan

Page 37: .._2

dalam cawan petri berisi MHA dan bakteri yang telah membeku, kemudian

cawan petri dilapisi dengan plastik wrapping untuk mencegah kontaminasi

dan selanjutnya diinkubasi dengan posisi terbalik selama 18-20 jam pada suhu

37oC. Diagram alir uji aktivitas antibakteri pada berbagai konsentrasi ekstrak

dapat dilihat pada Gambar 11. Setelah diinkubasi selama 18-20 jam,

selanjutnya dilakukan pengamatan zona bening selama tujuh hari pada ekstrak

dengan kemampuan penghambatan paling baik dengan penyimpanan pada

suhu 10oC dan pada suhu 30oC untuk mengetahui kemampuan ekstrak dalam

menghambat pertumbuhan bakteri (modifikasi Darusman et al. 1994).

Gambar 10 Tahapan uji pendahuluan aktivitas antibakteri

(modifikasi Noer dan Nurhayati 2006). Keterangan: Produk

Proses

Penghomogenan dengan vorteks

Penuangan agar ke dalam cawan petri steril

Pendinginan selama 15 menit atau sampai agar membeku

Pemberian 20 μl ekstrak pada paper disc dengan konsentrasi 2%

Peletakkan paper disc ke dalam cawan yang telah berisi bakteri uji

Inkubasi pada suhu 37oC selama 18-20 jam dalam posisi terbalik

Penginokulasian bakteri 20 μl dalam 15 ml media MHA

Pengamatan dan pengukuran zona bening

Page 38: .._2

g) Pengukuran zona hambat

Aktivitas antibakteri dinyatakan positif apabila terbentuk zona hambat

berupa zona bening disekeliling paper disc dan aktivitas antibakteri

dinyatakan negatif apabila tidak terbentuk zona bening. Diameter zona

hambat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

B-Ahambat Zona =

Keterangan :

A = Diameter zona hambat yang terbentuk (mm)

B = Diameter kertas cakram (mm)

Gambar 11 Tahapan uji aktivitas antibakteri pada berbagai konsentrasi ekstrak (modifikasi Darusman et al. 1994).

Keterangan: Produk Proses

Penghomogenan dengan vorteks

Penuangan agar ke dalam cawan petri steril

Pendinginan selama 15 menit atau sampai agar membeku

Pemberian paper disc ekstrak 20 μl dengan konsentrasi 2%, 3,5%, 5% dan 6,5%

Peletakkan paper disc ke dalam cawan yang telah berisi bakteri uji

Inkubasi pada suhu 37oC selama 18-20 jam dalam posisi terbalik

Penginokulasian bakteri (20 μl) dalam 15 ml media MHA

Pengamatan dan pengukuran zona bening

Page 39: .._2

3.3.4. Analisis fitokimia

Identifikasi komponen aktif yang berperan sebagai antibakteri dalam

kerang darah (A. granosa) dilakukan terhadap senyawa alkaloid, flavonoid dan

steroid (Darusman et al. 1994) dengan metode sebagai berikut (Harborne 1987):

a) Alkaloid (Harborne 1987)

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N

kemudian diuji dengan tiga pereaksi Alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff,

Meyer dan Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila pereaksi Meyer terbentuk

endapan putih kekuningan, endapan cokelat dengan pereaksi Wagner dan

endapan merah sampai jingga dengan pereaksi Dragendorff.

b) Steroid (Harborne 1987)

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi

yang kering. Ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidrida asetat dan 3 tetes

H2SO4 pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali

kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.

c) Flavonoid (Harborne 1987)

Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil

alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume sama)

dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah,

kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

Page 40: .._2

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Proksimat

Kerang darah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kerang

darah yang diambil dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara pada bulan

September 2008. Analisis proksimat yang dilakukan pada kerang darah meliputi

uji kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat. Data

analisis proksimat kerang darah ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Data proksimat kerang darah Tabel 5 Kadar proksimat kerang

Komponen Kadar (%)* Komponen Kadar (%)** Air Abu Protein Lemak Karbohidrat

81,82 2,00 11,84 0,60 3,75

Air Abu Protein Lemak Karbohidrat

85 2,3 8,0 1,1 3,6

*Hasil penelitian **Poedjiadi (1994)

Kerang darah contoh memiliki rendemen sebesar 17,17%. Nilai rendemen

diperoleh melalui perbandingan berat daging kerang darah setelah dipreparasi

dengan berat kerang darah sebelum dipreparasi dan dinyatakan dalam persen.

Berat kerang darah contoh sebelum dipreparasi adalah 6 kg dan berat daging

kerang darah contoh setelah dipreparasi adalah 1,03 kg. Perhitungan rendemen

daging kerang darah dapat dilihat pada Lampiran 1.

Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5, diketahui bahwa kadar air kerang darah

contoh adalah 81,82%, nilai tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan

kadar air kerang secara umum menurut Poedjiadi (1994) yaitu sebesar 85%.

Analisis kadar abu kerang darah contoh menunjukkan hasil sebesar 2% dimana

nilai tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan kadar abu kerang secara

umum menurut Poedjiadi (1994) yaitu sebesar 2,3%.

Kerang darah contoh memiliki kadar protein sebesar 11,84%, dimana nilai

tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan kadar kerang secara umum

menurut Poedjiadi (1994) yang menyebutkan bahwa kadar protein kerang adalah

8%. Kadar lemak kerang pada umumnya, yaitu 1,1% (Poedjiadi 1994), sedangkan

kadar lemak kerang darah contoh yang diperoleh adalah lebih rendah, yaitu

Page 41: .._2

sebesar 0,60%. Kadar karbohidrat kerang darah contoh sebesar 3,75%. Nilai

tersebut telah sesuai dengan kadar kerang secara umum menurut Poedjiadi (1994)

yang menyebutkan bahwa kadar karbohidrat kerang adalah 3,6%.

Perbedaan kadar proksimat kerang darah contoh dengan kerang pada

umumnya diduga karena terjadinya perbedaan waktu dan lokasi pengambilan

contoh. Dugaan tersebut diperkuat oleh pernyataan Trilaksani dan Nurjanah

(2004) diacu dalam Erianto (2005) yang menjelaskan bahwa perbedaan komposisi

kimia kerang darah terjadi karena adanya perbedaan waktu dan lokasi

pengambilan contoh. Komposisi kimia kerang sangat bervariasi, tergantung pada

spesies, jenis kelamin, umur, musim dan habitat.

4.2. Ekstraksi Komponen Bioaktif

Tahap ekstraksi merupakan tahap awal ekstraksi senyawa bioaktif dari

kerang darah. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah

metode ekstraksi bertingkat menurut Darusman et al. (1994). Pelarut yang

digunakan dalam ekstaksi ini berturut-turut adalah heksana (non polar), etil asetat

(semi polar) dan metanol (polar). Kesempurnaan esktraksi bertingkat tergantung

pada jenis ekstraksi yang dilakukan, terutama apabila ekstraksi dilakukan secara

berulang dengan jumlah pelarut sedikit demi sedikit. Ekstraksi dengan pelarut

heksana dilakukan pada awal proses dengan tujuan memisahkan lipid dari bahan

sehingga tidak menghalangi keluarnya senyawa bioaktif pada ekstraksi dengan

pelarut-pelarut berikutnya. Proses ekstraksi selanjutnya digunakan pelarut etil

asetat untuk mengekstrak senyawa semi polar dan terakhir pelarut metanol untuk

mengekstrak senyawa polar.

Proses maserasi dilakukan selama 24 jam dengan cara merendam sampel

dalam pelarut dengan perbandingan 1:2. Pengadukan dilakukan sebanyak

beberapa kali untuk meningkatkan tumbukan antara partikel bahan yang

diekstraksi dengan pelarut sehingga komponen bioaktif yang keluar dari jaringan

dan larut dalam pelarut juga semakin meningkat.

Tahap selanjutnya adalah tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan

dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan ampas kerang darah

dengan filtrat yang mengandung senyawa aktif. Tahap evaporasi dilakukan dalam

Page 42: .._2

penguap putar yang hampa (rotary vacuum evaporator) pada suhu tidak terlalu

tinggi (30-40oC) untuk mencegah terjadi kerusakan pada komponen aktif.

Ekstraksi kerang darah dengan tiga jenis pelarut menghasilkan ekstrak dari

pelarut heksana, ekstrak dari pelarut etil asetat dan ekstrak dari pelarut metanol

dengan berat masing-masing ekstrak ditunjukkan pada Tabel 6. Ekstrak yang

diperoleh dari ekstraksi kerang darah merupakan ekstrak kasar karena belum

mengalami pemurnian. Pemurnian ekstrak kasar dapat dilakukan dengan

fraksinasi untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari golongan

utama yang lainnya(Harborne 1987).

Tabel 6 Berat ekstrak kasar kerang darah (A. granosa)

Jenis pelarut Berat ekstrak (mg) Heksana Etil asetat Metanol

3,00±1,40 107,50±3,50 995,50±0,70

Ekstrak kerang darah dengan pelarut heksana yang dihasilkan berupa pasta

kental yang berwarna kuning, ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat yang

dihasilkan berupa pasta kental yang berwarna cokelat muda dan ekstrak kerang

darah dengan pelarut metanol yang dihasilkan berupa pasta kental yang berwarna

cokelat tua. Gambar ekstrak kerang darah ditunjukkan pada Gambar 12. Ekstrak

kerang darah tertinggi dihasilkan dari pelarut polar yaitu metanol sebesar

995,50±0,70 mg dan ekstrak terkecil diperoleh dari pelarut non polar yaitu

heksana sebesar 3,00±1,40 mg. Pelarut metanol dapat menghasilkan rendemen

paling besar diduga karena kemampuan metanol dalam mengikat komponen-

komponen dari kerang darah lebih baik daripada pelarut etil asetat dan heksana.

Hasil tersebut didukung dengan pernyataan yang menjelaskan bahwa metanol

merupakan pelarut alkohol paling sederhana yang dapat membentuk ikatan

hidrogen dan dapat bercampur dengan air hingga kelarutan tak terhingga,

sehingga metanol sering digunakan sebagai pelarut dalam proses isolasi senyawa-

senyawa organik (Fessenden dan Fessenden 1997). Disamping itu, metanol juga

dapat melarutkan alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula,

asam amino, glikosida serta beberapa senyawa non polar seperti lilin, minyak dan

lemak. Pelarut semi polar seperti etil asetat dapat mengekstrak senyawa fenol,

Page 43: .._2

terpenoid, alkaloid, aglikon dan aglisida (Harborne 1987). Ekstrak yang

dihasilkan dari ekstraksi dengan pelarut heksana memiliki nilai yang rendah

dikarenakan heksana merupakan pelarut non polar yang biasa digunakan untuk

memisahkan lipid dari bahan.

Gambar 12 Ekstrak kerang darah.

Keterangan: A = Ekstrak kerang darah dengan pelarut heksana B = Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat C = Ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol

Jumlah ekstrak kerang darah yang diperoleh dari hasil penelitian ini sangat

sedikit, karena daging kerang yang diekstrak dicacah secara kasar, diduga dengan

pencacahan lebih halus akan menghasilkan ekstrak yang lebih banyak karena

partikel pelarut akan lebih banyak yang bertumbukan dengan partikel bahan.

Waktu ekstraksi juga diduga berpengaruh terhadap jumlah ekstrak kerang darah

yang dihasilkan. Pada penelitian ini ekstraksi kerang darah dilakukan selama 24

jam, apabila waktu ekstraksi ditambah, diduga jumlah senyawa aktif yang

terekstrak juga akan meningkat. Perbandingan pelarut dengan bahan pada

penelitian ini adalah 1:2, apabila jumlah pelarut ditambah, diduga juga akan

meningkatkan jumlah ekstrak. Dugaan tersebut diperkuat oleh pustaka yang

menyatakan bahwa hasil ekstraksi yang diperoleh tergantung pada beberapa

faktor, yaitu kondisi alamiah senyawa, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran

BA C

Page 44: .._2

partikel sampel, kondisi ekstraksi, lama ekstraksi dan perbandingan jumlah pelarut

dengan jumlah sampel (Houghton & Raman 1998).

Bobot ekstrak dengan pelarut heksana, ekstrak dengan pelarut etil asetat

dan ekstrak dengan pelarut metanol kerang darah yang dihasilkan dapat digunakan

untuk mengetahui nilai rendemen ekstrak. Rendemen merupakan perbandingan

antara bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot awal dan dinyatakan dalam

persen. Rendemen ekstrak kerang darah mengalami peningkatan seiring dengan

peningkatan kepolaran pelarut yang digunakan (Gambar 13).

Gambar 13 Rendemen ekstrak kerang darah dengan tiga jenis pelarut.

Gambar 13 menunjukkan bahwa rendemen terbesar ekstrak kerang darah

adalah ekstrak dengan pelarut metanol, yaitu sebesar 0,4978% dan ekstrak terkecil

adalah ekstrak dengan pelarut heksana sebesar 0,0015%, sedangkan ekstrak

dengan pelarut etil asetat yang dihasilkan sebesar 0,0538%. Rendemen ekstrak

dengan pelarut metanol dan pelarut etil asetat pada kerang darah yang cukup besar

menunjukkan bahwa komponen organik pada kerang darah diduga bersifat polar

polar dan semi polar karena dapat larut pada pelarut metanol dan etil asetat.

0,0538

0,4978

0,00150.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

Heksana Etil asetat Metanol

Jenis Pelarut

Ren

dem

en (%

)

RendemenEkstrak KerangDarah

Page 45: .._2

4.3. Uji Aktivitas Antibakteri

4.3.1. Uji pendahuluan aktivitas antibakteri

Ekstrak kerang darah yang telah diperoleh dari proses ekstraksi

selanjutnya diuji aktivitasnya sebagai senyawa antibakteri terhadap dua jenis

bakteri patogen yang mewakili bakteri gram positif dan bakteri gram negatif, yaitu

S. aureus (OD = 0,723) dan E. coli (OD = 0,788). Lalitha (2004) menjelaskan

bahwa interval OD (Optical Density) bakteri yang digunakan pada uji antibakteri

adalah 0,6-0,8. Davis dan Strout (1971) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

antibiotik dengan diameter zona hambat 20 mm atau lebih berarti sangat kuat,

diameter zona hambat 10-20 mm berarti kuat, diameter zona hambat 5-10 mm

berarti sedang dan diameter zona hambat 5 mm atau kurang berarti lemah. Hasil

pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah dengan konsentrasi ekstrak

2% disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah pada konsentrasi 2%

Jenis bakteri

Diameter zona hambat (mm) Ekstrak kerang darah dengan

pelarut etil asetat

Ekstrak kerang darah dengan

pelarut metanol

Kontrol (kloramfenikol)

E. coli S. aureus

6 7

- -

23 28

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa ekstrak kerang darah dengan

pelarut etil asetat memiliki daya hambat sedang dalam menghambat pertumbuhan

bakteri E. coli dengan diameter zona hambat sebesar 6 mm dan bakteri S. aureus

dengan diameter zona hambat sebesar 7 mm. Ekstrak kerang darah dengan

pelarut metanol tidak menunjukkan aktivitas penghambatan baik pada

pertumbuhan E. coli maupun S. aureus, hal ini diduga karena komponen aktif

kerang darah yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri pada ekstrak kerang

darah dengan pelarut metanol lebih rendah apabila dibandingkan dengan ekstrak

kerang darah dengan pelarut etil asetat, selain itu diduga karena konsentrasi

ekstrak yang digunakan terlalu rendah sehingga tidak menunjukkan aktivitas

antibakteri. Pelarut etil asetat merupakan pelarut organik yang banyak digunakan

sebagai pelarut dalam ekstraksi senyawa antimikroba, misalnya ekstraksi senyawa

antimikroba dari daun ketimun dan babadotan (Gunawan et al. 1999) dan

Page 46: .._2

ekstraksi senyawa antibakteri dari produk gambir (Pambayun et al. 2007).

Aktivitas antimikroba in vitro dipengaruhi beberapa hal, seperti pH lingkungan,

komponen-komponen media, stabilitas obat, takaran inokulum, lama inkubasi

serta aktivitas metabolisme mikroorganisme (Irianto 2006). Uji aktivitas

antibakteri tidak dilakukan pada ekstrak kerang darah dengan pelarut heksana

karena rendemen ekstrak yang sedikit.

Hasil positif uji antibakteri oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut etil

asetat dan hasil negatif uji antibakteri oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut

metanol pada konsentrasi 2% menunjukkan dugaan bahwa komponen aktif pada

kerang darah yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri bersifat semi polar

karena terlarut pada pelarut etil asetat yang bersifat semi polar. Dugaan ini

didukung oleh pustaka yang menyatakan bahwa senyawa polar lebih mudah larut

dalam pelarut polar, senyawa semi polar mudah larut pada pelarut semi polar dan

senyawa non polar lebih larut dalam pelarut non polar (Sudarmadji et al. 2007).

Kloramfenikol sebagai antibakteri kontrol mampu menghasilkan zona

hambat dengan diameter sebesar 23 mm pada E. coli dan 28 mm pada S. aureus

pada konsentrasi kloramfenikol sebesar 2%. Berdasarkan diameter zona hambat

yang dihasilkan, kloramfenikol termasuk antibakteri dengan kemampuan

penghambatan kuat. Hasil tersebut didukung oleh penjelasan pada penelitian

Davis dan Strout (1971) yang menyatakan bahwa antibiotik dengan diameter zona

hambat 10-20 mm termasuk antibiotik kuat.

Zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol jauh lebih besar apabila

dibandingkan dengan zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan

pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol. Hal tersebut

dikarenakan kloramfenikol merupakan antibiotik yang memiliki spektrum luas

dalam menghambat pertumbuhan bakteri baik gram positif maupun gram negatif

(Pelczar dan Chan 1988).

4.3.2. Uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi

Uji aktivitas antibakteri pada media MHA (Mueller Hinton Agar) dari

ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan

pelarut metanol pada beberapa konsentrasi dilakukan berdasarkan uji pendahuluan

aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah. Konsentrasi ekstrak kerang darah yang

Page 47: .._2

digunakan adalah 2%, 3,5%, 5% dan 6,5% (modifikasi Darusman et al. 1994)

dengan ukuran masing-masing diameter zona hambat yang dihasilkan tertera pada

Tabel 8.

Uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi ekstrak dilakukan

untuk mengetahui konsentrasi minimum dari tiap ekstrak yang dapat menghambat

aktivitas pertumbuhan bakteri uji. Uji aktivitas dilakukan pada 15 ml media MHA

menggunakan paper disk yang telah ditetesi 20 μl ekstrak dengan konsentrasi

masing-masing adalah 2%, 3,5%, 5% dan 6,5% terhadap dua bakteri uji, yaitu

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Contoh perhitungan konsentrasi

ekstrak per paper disk dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 8 Aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah pada berbagai konsentrasi

Konsentrasi ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat (%)

Zona hambat (mm)

E. coli S. aureus

2 3,5 5 6,5

1 2 3 4

3 4 6 7

Konsentrasi ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol (%)

Zona hambat (mm)

E. coli S. aureus

2 3,5 5 6,5

- -

0,5 1

- -

0,5 1

Konsentrasi kloramfenikol (%)

Zona hambat (mm) E. coli S. aureus

2 3,5 5 6,5

25 27 31 36

31 38 41 43

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa ekstrak kerang darah dengan

pelarut etil asetat mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (OD = 0,797)

dan bakteri S. aureus (OD = 0,750) pada semua konsentrasi ekstrak. Ekstrak

kerang darah dengan pelarut etil asetat memiliki aktivitas lemah dalam

menghambat pertumbuhan E. coli pada semua konsentrasi ekstrak karena

diameter zona hambat yang dihasilkan oleh keempat konsentrasi ekstrak kurang

dari 5 mm. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat memiliki aktivitas

Page 48: .._2

lemah dalam menghambat pertumbuhan S. aureus pada konsentrasi 2% dan 3,5%

dengan diameter zona hambat masing-masing 3 mm dan 4 mm tetapi memiliki

aktivitas sedang pada konsentrasi 5% dan 6,5% dengan diameter zona hambat

masing-masing 6 mm dan 7 mm. Hasil pengukuran diameter zona hambat

tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

dengan konsentrasi 6,5% pada bakteri E. coli memiliki kekuatan sama dengan

ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat 3,5% dalam menghambat aktivitas

pertumbuhan bakteri S. aureus yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 4 mm.

Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 5% dalam

menghambat pertumbuhan bakteri E. coli memiliki diameter zona hambat yang

sama dengan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat 2% dalam

menghambat bakteri S. aureus yaitu sebesar 3 mm.

Ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol tidak menunjukkan aktivitas

penghambatan pada pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus pada konsentrasi

2% dan 3,5%, tetapi menunjukkan aktivitas lemah pada konsentrasi 5% dan 6,5%

dengan diameter zona hambat masing-masing 0,5 mm dan 1 mm. Hal tersebut

diduga karena komponen aktif yang berpotensi sebagai antibakteri yang terlarut

dalam ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol lebih rendah apabila

dibandingkan dengan komponen antibakteri yang terlarut pada etil asetat sehingga

kemampuan penghambatan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol lebih

rendah.

Diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan

pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol pada bakteri

E. coli selalu lebih kecil apabila dibandingkan dengan diameter zona hambat

bakteri S. aureus. Kondisi tersebut diduga karena E. coli lebih tahan terhadap

senyawa antibakteri apabila dibandingkan dengan S. aureus. Dugaan tersebut

didukung oleh pernyataan yang menyebutkan bahwa bakteri gram positif lebih

sensitif terhadap penambahan desinfektan daripada bakteri gram negatif

(Greenwood et al. 1995). Alakomi et al. (2000) diacu dalam Adolf (2006) juga

menjelaskan bahwa S. aureus merupakan bakteri gram positif yang memiliki 40

lapisan peptidoglikan dan merupakan 50% dari bahan dinding sel. Bakteri E. coli

adalah bakteri gram negatif yang memiliki 1-2 lapisan peptidoglikan dan

Page 49: .._2

merupakan 5-10% dari bahan dinding sel tetapi bakteri gram negatif memiliki

lapisan tambahan pada dinding sel yang disebut membran luar terdiri dari lapisan

lipopolisakarida yang berfungsi sebagai penghalang masuknya senyawa-senyawa

yang tidak diperlukan sel, sehingga bakteri gram negatif lebih resisten terhadap

adanya senyawa asing, seperti senyawa antibakteri, karena terlebih dulu ditahan

oleh membran luar yang berupa lipopolisakarida.

Daya hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil

asetat lebih besar daripada daya hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah

dengan pelarut metanol dikarenakan etil asetat merupakan pelarut semi polar yang

mampu mengekstrak senyawa fenol, terpenoid dan alkaloid sedangkan pelarut

metanol mampu mengekstrak alkaloid kuartener dan komponen fenolik lainnya

(Harborne 1987). Darusman et al. (1994) menjelaskan bahwa beberapa

komponen yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri antara lain senyawa

alkaloid, terpenoid dan flavonoid.

Zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol, baik bakteri E. coli

maupun S. aureus, jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan zona hambat

yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol dan ekstrak

kerang darah dengan pelarut etil asetat. Hal ini dikarenakan kloramfenikol

mampu menghambat pertumbuhan bakteri dalam spektrum yang luas dalam

konsentrasi rendah. Aktivitas antibakteri kloramfenikol tidak bisa dibandingkan

dengan aktivitas antibakteri ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

maupun ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol dari segi diameter zona

hambat yang dihasilkan, tetapi apabila dilihat dari segi keamanan maka ekstrak

kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut

metanol akan memiliki keunggulan karena sumber bahan bakunya yang berasal

dari alam, sedangkan kloramfenikol merupakan senyawa antimikroba sintesis

yang berbahaya bagi kesehatan. Darmowandowo dan Kaspan (2009) menyatakan

bahwa akumulasi kloramfenikol yang berlebihan dalam tubuh akan menyebabkan

gangguan kesehatan seperti gangguan pada sumsum tulang belakang, leukimia

dan gray baby syndrome.

Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah dengan

pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol pada uji

Page 50: .._2

pendahuluan aktivitas antibakteri berbeda dengan diameter zona hambat ekstrak

kerang darah dengan pelarut etil asetat dan ekstrak kerang darah dengan pelarut

metanol pada uji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi ekstrak, hal ini

diduga karena terjadi perbedaan waktu pengambilan sampel kerang darah.

Kerang darah yang digunakan pada uji pendahuluan aktivitas antibakteri diambil

dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara pada bulan September 2008

sedangkan kerang darah yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri pada

berbagai konsentrasi ekstrak diambil dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta Utara

pada bulan November 2008. Perbedaan waktu pengambilan sampel tersebut

diduga berkaitan dengan perbedaan musim, karena perbedaan musim

menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme pada tubuh organisme akibat

perubahan kondisi lingkungan, sehingga menyebabkan komponen aktif yang

terdapat dalam tubuh juga mengalami perubahan. Dugaan tersebut didukung oleh

Hans (2004) yang menyebutkan bahwa senyawa bioaktif hasil ekstraksi dari

organisme yang hidup pada lingkungan dengan tingkat gangguan rendah berbeda

dengan senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh organisme yang hidup pada

lingkungan dengan tingkat gangguan tinggi. Hal ini dikarenakan organisme yang

hidup di lingkungan dengan tingkat gangguan rendah menggunakan energinya

untuk pertumbuhan dan reproduksi, sehingga produksi metabolit sekunder yang

dihasilkan lebih rendah. Organisme yang hidup pada lingkungan dengan tingkat

gangguan tinggi menggunakan energinya untuk pertumbuhan, reproduksi dan

memproduksi metabolit sekunder sebagai fasilitas untuk pertahanan diri, sehingga

ketika dilakukan ekstraksi maka senyawa bioaktif yang dihasilkan dari organisme

yang hidup di daerah dengan gangguan tinggi akan lebih besar daripada

organisme yang hidup di daerah dengan gangguan lingkungan yang lebih rendah.

4.3.3. Pengamatan zona hambat pada penyimpanan suhu 10oC dan 30oC

Aktivitas desinfektan bergantung dari beberapa faktor, antara lain

konsentrasi desinfektan, jumlah dan tipe mikroorganisme, serta perlakuan suhu

dan pH (Greenwood et al. 1995). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan

diameter zona hambat selama tujuh hari pada suhu 10oC dan suhu 30oC dengan

tujuan mengetahui kemampuan ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri.

Page 51: .._2

Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

karena berdasarkan uji pendahuluan aktivitas antibakteri, ekstrak kerang darah

dengan pelarut etil asetat menunjukkan kemampuan penghambatan lebih baik

apabila dibandingkan dengan ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol.

a. Suhu 10oC

Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri dan efektivitas

kerja senyawa antibakteri. Suhu dibawah suhu optimum untuk pertumbuhan

dapat menekan laju metabolisme dan apabila suhu cukup rendah maka

metabolisme dan pertumbuhan bakteri akan terhenti. Tetapi bakteri mempunyai

kemampuan yang unik untuk dapat bertahan hidup pada keadaan yang sangat

dingin (Pelczar dan Chan 1988). Suhu rendah pada umumnya akan meningkatkan

efektivitas kerja senyawa antibakteri (Irianto 2006).

Tabel 9 Pengamatan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

pada penyimpanan suhu 10oC

Konsentrasi ekstrak

Kekeruhan zona hambat E. coli S. aureus

H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H72% + + + ++ ++ ++ ++ - - + + + + + 3,5% + + + ++ ++ ++ ++ - - + + + + +5% - - - - + + + - - - - - + + 6,5% - - - - + + + - - - - - - -

Keterangan : (-) = jernih (+) = sedikit keruh (++) = keruh (+++) = lebih keruh

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa kemampuan ekstrak kerang

darah dengan pelarut etil asetat mengalami penurunan aktivitas dalam

menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan bakteri S. aureus pada penyimpanan

suhu 10oC yang ditandai dengan peningkatan kekeruhan zona hambat seiring

dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Pada hari pertama pengamatan

terhadap bakteri E. coli, ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat 2% dan

3,5% menunjukkan zona hambat yang sedikit keruh, sedangkan ekstrak kerang

darah dengan pelarut etil asetat 5% dan 6,5% menunjukkan zona hambat yang

jernih.

Page 52: .._2

Zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat konsentrasi

2% dan 3,5% mulai mengalami peningkatan kekeruhan pada hari keempat

pengamatan. Peningkatan kekeruhan zona hambat dari agak keruh menjadi keruh

tersebut menunjukkan bahwa terdapat bakteri yang tumbuh, diduga akibat telah

berkurangnya aktivitas senyawa antibakteri dari ekstrak kerang darah dengan

pelarut etil asetat. Bakteri E. coli tidak dapat tumbuh pada suhu 10oC karena suhu

tersebut berada di bawah kisaran suhu pertumbuhan E. coli. Hal ini telah sesuai

dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa bakteri E. coli tumbuh pada suhu

15-45oC (Fardiaz 1992). Bakteri yang tumbuh pada zona hambat tersebut diduga

merupakan bakteri kontaminasi yang mampu tumbuh pada suhu lingkungan 10oC.

Hal ini dikarenakan pada metode uji terdapat proses penghomogenan dengan

menggunakan vorteks, sehingga diduga kontaminasi berasal dari proses tersebut.

Aktivitas penghambatan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

dengan konsentrasi 5% dan 6,5% mulai menunjukkan penurunan pada hari kelima

pengamatan yang ditandai dengan peningkatan kekeruhan zona hambat yang

dihasilkan. Pada hari keempat hingga hari ketujuh pengamatan, zona hambat

yang terbentuk menjadi lebih keruh yang menunjukkan terjadinya pertumbuhan

bakteri. Zona hambat yang semula jernih berubah menjadi agak keruh

menunjukkan adanya aktivitas pertumbuhan bakteri pada zona hambat tersebut.

Peningkatan kekeruhan pada media agar diduga karena terjadi penurunan

efektivitas ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dalam menghambat

pertumbuhan bakteri E. coli.

Zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil

asetat dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus pada konsentrasi 2%,

3,5%, 5% dan 6,5% menunjukkan zona yang jernih pada hari pertama

pengamatan. Peningkatan kekeruhan zona hambat selama penyimpanan terjadi

pada ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 2%, 3,5%

dan 5%, tetapi tidak terjadi pada ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

6,5%. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 2% dan

3,5% mengalami peningkatan kekeruhan zona hambat mulai pada hari ketiga

pengamatan yang ditandai dengan perubahan zona dari jernih menjadi sedikit

keruh. Ekstak kerang darah dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 5%

Page 53: .._2

mengalami peningkatan kekeruhan zona hambat pada hari keenam pengamatan

yang ditandai dengan perubahan zona hambat yang semula jernih menjadi sedikit

keruh. Terjadinya peningkatan kekeruhan pada zona hambat yang dihasilkan

ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dalam menghambat pertumbuhan

bakteri S. aureus tersebut diduga karena terjadinya penurunan aktivitas kerja dari

senyawa antibakteri yang diberikan serta kemampuan bakteri uji dalam

berkembang biak pada suhu lingkungan sebesar 10oC. Dugaan tersebut diperkuat

dengan pernyataan bahwa bakteri S. aureus mampu tumbuh pada interval suhu

6,7-45,5oC (Pelczar dan Chan 1988).

Havsteen (2002) diacu dalam Sabir (2005) juga menyatakan bahwa

penurunan metabolisme senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri

akan berakibat pada penurunan aktivitas antibakteri, sehingga terjadi

kemungkinan bakteri tumbuh kembali. Penurunan aktivitas antibakteri ini

tergantung dari waktu kontak senyawa antibakteri dengan bakteri uji, semakin

lama kontak senyawa antibakteri dengan bakteri uji, maka akan semakin menurun

aktivitas senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji.

Ukuran diameter zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil

asetat pada bakteri S. aureus yang lebih besar apabila dibandingkan dengan

diameter zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada bakteri

E. coli. Hal ini diduga karena bakteri S. aureus lebih rentan terhadap senyawa

asing yang bertindak sebagai senyawa antibakteri apabila dibandingkan dengan

bakteri E. coli. Dugaan tersebut diperkuat oleh pernyataan yang menjelaskan

bahwa S. aureus merupakan bakteri yang sensitif terhadap beberapa bahan

antimikroba, seperti benzylpenisilin, ampisilin, amoksilin, karbenisilin, azlosilin

dan piperasilin yang merupakan golongan penisilin (Greenwood et al. 1995).

Zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol dalam menghambat

pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus menunjukkan zona yang jernih pada

konsentrasi kloramfenikol 2%, 3,5%, 5% dan 6,5% (Tabel 10). Peningkatan

kekeruhan zona hambat kloramfenikol dengan konsentrasi 2% dalam menghambat

pertumbuhan bakteri E. coli terjadi pada hari keenam pengamatan yang ditandai

dengan berubahnya zona hambat yang semula jernih menjadi agak keruh.

Page 54: .._2

Tabel 10 Pengamatan zona hambat kloramfenikol pada penyimpanan suhu 10oC

Konsentrasi kloramfenikol

Kekeruhan zona hambat E. coli S. aureus

H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H72% - - - - - + + - - - - - - + 3,5% - - - - - - + - - - - - - + 5% - - - - - - - - - - - - - - 6,5% - - - - - - - - - - - - - -

Keterangan : (-) = jernih (+) = sedikit keruh (++) = keruh (+++) = lebih keruh

Kloramfenikol dengan konsentrasi 3,5% juga mengalami perubahan

kekeruhan dari jernih menjadi agak keruh pada hari ketujuh pengamatan, tetapi

zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol dengan konsentrasi 5% dan 6,5%

tetap jernih hingga hari ketujuh pengamatan. Peningkatan kekeruhan zona hambat

dari agak keruh menjadi keruh tersebut menunjukkan bahwa terdapat bakteri yang

tumbuh, diduga akibat telah berkurangnya aktivitas senyawa antibakteri dari

ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat. Bakteri yang tumbuh pada zona

hambat tersebut diduga merupakan bakteri kontaminasi yang mampu tumbuh pada

suhu lingkungan 10oC. Hal ini dikarenakan pada metode uji terdapat proses

penghomogenan dengan menggunakan vorteks, sehingga diduga kontaminasi

berasal dari proses tersebut. Bakteri E. coli tidak dapat tumbuh pada suhu 10oC

karena suhu tersebut berada di bawah kisaran suhu pertumbuhan E. coli. Hal ini

telah sesuai dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa bakteri E. coli tumbuh

pada suhu 15-45oC (Fardiaz 1992).

Peningkatan kekeruhan zona hambat kloramfenikol dalam menghambat

pertumbuhan bakteri S. aureus terjadi pada hari ketujuh pengamatan yaitu pada

kloramfenikol dengan konsentrasi 2% dan 3,5%, tetapi kloramfenikol pada

konsentrasi 5% dan 6,5% tetap jernih hingga hari ketujuh pengamatan. Zona

hambat yang dihasilkan kloramfenikol terhadap bakteri E. coli dan S. aureus yang

masih jernih dan stabil hingga akhir pengamatan tersebut menunjukkan bahwa

kloramfenikol mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun

bakteri gram negatif. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan bahwa

kloramfenikol merupakan senyawa antibiotik yang paling stabil dan masih banyak

Page 55: .._2

digunakan oleh masyarakat di negara-negara berkembang karena harganya yang

murah dan aktivitas yang baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri pada

spektrum luas, baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, apabila

dibandingkan dengan antibiotik-antibiotik lainnya (Syah et al. 2005).

Ukuran diameter zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol pada

bakteri S. aureus lebih besar apabila dibandingkan dengan diameter zona hambat

yang dihasilkan kloramfenikol pada bakteri E. coli. Hal ini diduga karena bakteri

S. aureus lebih sensitif terhadap senyawa asing yang bertindak sebagai senyawa

antibakteri apabila dibandingkan dengan bakteri E. coli. Dugaan tersebut

diperkuat oleh pernyataan yang menjelaskan bahwa bakteri S. aureus merupakan

bakteri yang sensitif terhadap beberapa bahan antimikroba, antara lain

benzylpenisilin, ampisilin, amoksilin, karbenisilin, azlosilin dan piperasilin yang

merupakan golongan penisilin (Greenwood et al. 1995).

b. Suhu 30oC

Zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat terhadap

bakteri E. coli dan S. aureus pada penyimpanan suhu 30oC terus mengalami

peningkatan kekeruhan (Tabel 11). Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil

asetat pada konsentrasi 2% dan 3,5% menunjukkan zona hambat sedikit keruh

dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, tetapi ekstrak kerang darah

dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi 5% dan 6,5% menunjukkan zona

hambat jernih. Zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada

konsentrasi 2% dan 3,5% mengalami perubahan keadaan menjadi keruh pada hari

ketiga pengamatan dan lebih keruh pada hari kelima pengamatan. Ekstrak kerang

darah dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 5% yang semula jernih berubah

sedikit keruh pada hari ketiga pengamatan, menjadi keruh pada hari kelima

pengamatan dan lebih keruh pada hari ketujuh pengamatan. Zona hambat ekstrak

kerang darah dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 6,5% yang jernih berubah

sedikit keruh pada hari ketiga pengamatan dan menjadi keruh pada hari keenam

pengamatan.

Page 56: .._2

Tabel 11 Pengamatan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada penyimpanan suhu 30oC

Konsentrasi ekstrak

Kekeruhan zona hambat E. coli S. aureus

H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7

2% + + ++ ++ +++

+++

+++ - + ++ ++ ++

+ +++

+++

3,5% + + ++ ++ +++

+++

+++ - + ++ ++ ++ ++

+ +++

5% - - + + ++ ++ +++ - - + + ++ ++ ++

6,5% - - + + + ++ ++ - - + + + ++ ++

Keterangan : (-) = jernih (+) = sedikit keruh (++) = keruh (+++) = lebih keruh

Zona hambat yang ditunjukkan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil

asetat dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus pada hari pertama

adalah jernih pada konsentrasi ekstrak 2%, 3,3%, 5% dan 6,5% (Tabel 11).

Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 2% mengalami

peningkatan kekeruhan zona hambat menjadi sedikit keruh pada hari kedua

pengamatan, keruh pada hari ketiga pengamatan dan lebih keruh pada hari kelima

pengamatan. Zona hambat yang dihasilkan ekstrak kerang darah dengan pelarut

etil asetat pada konsentrasi 3,5% berubah menjadi sedikit keruh pada hari kedua

pengamatan, keruh pada hari ketiga pengamatan dan lebih keruh pada hari

keenam hingga ketujuh pengamatan. Ekstrak kerang darah dengan pelarut etil

asetat 5% menunjukkan peningkatan kekeruhan zona hambat mulai pada hari

ketiga pengamatan, yaitu menjadi sedikit keruh dan menjadi keruh pada hari

kelima pengamatan. Zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak kerang darah

dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 6,5% mengalami peningkatan

kekeruhan pada hari ketiga pengamatan, yaitu menjadi sedikit keruh dan menjadi

keruh pada hari keenam hingga ketujuh pengamatan.

Peningkatan kekeruhan zona hambat diduga karena kemampuan

penghambatan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat telah mengalami

penurunan, sehingga bakteri kembali mengalami pertumbuhan. Dugaan tersebut

diperkuat oleh pernyataan Havsteen (2002) diacu dalam Sabir (2005) yang

Page 57: .._2

menjelaskan bahwa semakin lama waktu kontak senyawa antibakteri dengan

bakteri uji, maka akan terjadi penurunan aktivitas antibakteri, hal ini diduga akibat

terjadinya penurunan metabolisme senyawa-senyawa dalam ekstrak yang

berpotensi sebagai antibakteri.

Dugaan lain mengenai penyebab peningkataan kekeruhan zona hambat

adalah bakteri uji mampu tumbuh dan berkembang biak pada suhu 30oC. Dugaan

tersebut didukung oleh pustaka yang menyatakan bahwa bakteri E. coli mampu

tumbuh pada suhu 15-45oC (Fardiaz 1992) dan bakteri S. aureus mampu tumbuh

pada suhu 6,7-45,5oC (Pelczar dan Chan 1988). Sumber lain menyebutkan bahwa

aktivitas mematikan bakteri berbanding terbalik antara suhu dengan waktu. Pada

umumnya semakin rendah suhu yang digunakan maka waktu yang dibutuhkan

untuk membunuh mikroorganisme tersebut akan semakin lama. Tetapi dalam hal

uji aktivitas antibakteri, peningkatan suhu akan mengurangi tegangan permukaan

sehingga mengurangi viskositas dan akhirnya mengurangi absorpsi. Akibat

berkurangnya absorpsi ini, efektivitas desinfektan akan berkurang (Irianto 2006).

Kekeruhan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

dalam menghambat pertumbuhan S. aureus lebih baik apabila dibandingkan

dengan kekeruhan zona hambat ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Hal ini diduga karena S. aureus

yang merupakan bakteri gram positif dikenal sebagai bakteri yang lebih rentan

terhadap antibiotik sehingga kemampuan ekstrak kerang darah dengan pelarut etil

asetat dalam menghambat pertumbuhan bakteri tersebut lebih tahan lama. Dugaan

tersebut diperkuat oleh pernyataan yang menjelaskan bahwa bakteri S. aureus

merupakan bakteri yang sensitif terhadap beberapa bahan antimikroba, antara lain

benzylpenisilin, ampisilin, amoksilin, karbenisilin, azlosilin dan piperasilin yang

merupakan golongan penisilin (Greenwood et al. 1995).

Uji aktivitas antibakteri dengan kloramfenikol sebagai antibakteri kontrol

menunjukkan peningkatan kekeruhan zona hambat pada bakteri E. coli dan bakteri

S. aureus (Tabel 12). Zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol dalam

menghambat pertumbuhan bakteri E. coli adalah jernih pada konsentrasi 2%,

3,5%, 5% dan 6,5%. Zona hambat kloramfenikol 2% dan 3,5% berubah menjadi

sedikit keruh pada hari kelima hingga ketujuh pengamatan, zona hambat

Page 58: .._2

kloramfenikol 5% berubah menjadi sedikit keruh pada hari keenam hingga hari

ketujuh pengamatan dan zona hambat kloramfenikol 6,5% berubah menjadi

sedikit keruh pada hari ketujuh pengamatan.

Tabel 12 Pengamatan zona hambat kloramfenikol pada penyimpanan suhu 30oC

Konsentrasi kloramfenikol

Kekeruhan zona hambat E. coli S. aureus

H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H72% - - - - + + + - - - - - + +3,5% - - - - + + + - - - - - - + 5% - - - - - + + - - - - - - + 6,5% - - - - - - + - - - - - - +

Keterangan : (-) = jernih (+) = sedikit keruh (++) = keruh (+++) = lebih keruh

Zona hambat kloramfenikol dalam menghambat pertumbuhan bakteri

S. aureus menunjukkan zona yang jernih pada konsentrasi kloramfenikol 2%,

3,5%, 5% dan 6,5%. Zona hambat kloramfenikol 2% mulai berubah menjadi

sedikit keruh pada hari keenam pengamatan, sedangkan zona hambat

kloramfenikol 3,5%, 5% dan 6,5% berubah menjadi sedikit keruh pada hari

ketujuh pengamatan.

Zona hambat yang dihasilkan oleh kloramfenikol dalam menghambat

pertumbuhan bakteri E. coli dan bakteri S. aureus cenderung stabil dari awal

hingga akhir pengamatan, diduga karena kloramfenikol merupakan antibiotik

yang efektif dalam menghambat pertumbuhan kedua jenis bakteri uji. Dugaan ini

diperkuat dengan pustaka yang menyatakan bahwa kloramfenikol merupakan

antibiotik berspektrum luas yang aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri

gram positif dan bakteri gram negatif (Pelczar dan Chan 1988).

Kloramfenikol merupakan antibiotik yang telah disintesis dan diproduksi

secara massal. Antibiotik ini mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme

pada spektrum yang luas dan hingga saat ini masih banyak digunakan oleh

masyarakat, terutama masyarakat di negara-negara dengan pendapatan rendah,

karena harganya yang relatif murah dan efektivitasnya yang stabil. Tetapi di

negara-negara maju, penggunaan kloramfenikol sebagai antibiotik telah jarang

Page 59: .._2

dijumpai karena efek yang ditimbulkan oleh kloramfenikol cukup serius, yaitu

dapat menyebabkan anemia aplastik (Syah et al. 2005).

Diameter zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol terhadap bakteri

S. aureus lebih besar daripada zona hambat yang dihasilkan kloramfenikol

terhadap bakteri E. coli. Hal ini dikarenakan bakteri S. aureus lebih sensitif

terhadap penambahan antibiotik, seperti β-lactam, tetrasiklin dan kloramfenikol

(Pelczar dan Chan 1988). Alakomi et al. (2000) diacu dalam Adolf (2006)

menyebutkan bahwa bakteri E. coli yang merupakan bakteri gram negatif yang

memiliki lapisan tambahan pada dinding sel dan dikenal dengan membran luar.

Membran luar ini tersusun atas lipopolisakarida yang berfungsi sebagai

penghalang masuknya senyawa-senyawa yang tidak diperlukan sel, sehingga

bakteri E. coli lebih tahan terhadap penambahan antibiotik.

4.4. Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia merupakan analisis yang diterapkan untuk mengetahui

golongan senyawa yang terkandung dalam suatu bahan yang tidak dibutuhkan

untuk fungsi normal tubuh, tetapi memiliki efek menguntungkan bagi manusia.

Komponen fitokimia bukan merupakan zat gizi karena tanpa komponen tersebut

tubuh manusia tetap melakukan metabolisme secara normal, tetapi konsumsi

senyawa fitokimia akan membantu meningkatkan kesehatan dan ketahanan tubuh

manusia (Astawan dan Kasih 2008). Alasan lain melakukan analisis fitokimia

adalah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek

bermanfaat dari suatu ekstrak. Senyawa-senyawa yang biasanya diuji dengan

menggunakan metode fitokimia antara lain senyawa fenol, terpenoid, asam

organik, lipid, senyawa nitrogen, gula dan turunannya serta beberapa

makromolekul (Harborne 1987). Berkaitan dengan fungsinya sebagai antibakteri,

analisis fitokimia terhadap ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat meliputi

analisis senyawa alkaloid, steroid dan flavonoid (Darusman et al. 1994). Tabel 13

menunjukkan hasil analisis fitokimia terhadap ekstrak kerang darah dengan

pelarut etil asetat.

Page 60: .._2

Tabel 13 Analisis fitokimia ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

Jenis senyawa Hasil Tanda Alkaloid :

Wagner Meyer Dragendorff

(+) (+) (+)

Terbentuk endapan coklat Terdapat endapan putih Terdapat endapan jingga

Steroid (+) Larutan berwarna hijau

Flavonoid (-) Tidak terbentuk warna kekuningan pada lapisan amil alkohol

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa ekstrak kerang darah dengan

pelarut etil asetat mengandung senyawa metabolit sekunder yang berupa alkaloid

dan steroid, sedangkan senyawa flavonoid menunjukkan hasil negatif dalam

ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat. Uji alkaloid terhadap ekstrak

kerang darah dengan pelarut etil asetat dinyatakan positif karena ketika

direaksikan dengan pereaksi Wagner membentuk endapan berwarna cokelat,

ketika direaksikan dengan pereaksi Meyer membentuk endapan berwarna putih

dan ketika direaksikan dengan pereaksi Dragendorff akan membentuk endapan

berwarna jingga. Gambar hasil analisis fitokimia disajikan pada Gambar 14.

Alkaloid merupakan grup terbesar senyawa metabolit sekunder yang

terdapat pada produk alami dan sering kali memiliki sifat beracun sehingga

digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne 1987). Sifat beracun

dari alkaloid memperkuat alasan bahwa ekstrak kerang darah dengan pelarut etil

asetat memiliki aktivitas antibakteri. Verpoorte dan Alfermann (2000)

menyebutkan bahwa alkaloid pada tumbuhan berfungsi sebagai pelindung dari

prodator karena bersifat racun pada satwa misalnya serangga, sebagai zat

perangsang dan pengatur tumbuh dan membantu aktivitas metabolisme dan

reproduksi tumbuhan. Yunus (1998) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

alkaloid memiliki sifat farmakologis, salah satunya adalah memperlebar saluran

pernafasan pada penderita sesak nafas.

Page 61: .._2

(a) (b)

(c)

(d) (e)

Gambar 14 Hasil analisis fitokimia ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat.

Keterangan: (a) Uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff (b) Uji alkaloid dengan pereaksi Meyer (c) Uji alkaloid dengan pereaksi Wagner (d) Uji Steroid (e) Uji flavonoid

Uji steroid terhadap ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

menunjukkan hasil positif yang ditunjukkan dengan terbentuknya larutan

berwarna hijau. Steroid merupakan senyawa yang dapat dijumpai hampir pada

semua makhluk hidup kecuali pada bakteri (Fessenden dan Fessenden 1997).

Steroid telah banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, seperti sebagai bahan

terapeutik yaitu bahan untuk pengobatan suatu penyakit (Pelczar dan Chan 1988).

Yunus (1998) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa steroid dapat digunakan

sebagai obat antiintlamasi pada penderita asma, sebagai senyawa mampu

memerangi kolesterol jahat dalam tubuh dan bermanfaat sebagai afrodisiaka.

Pemanfaatan steroid sebagai bahan obat-obatan tersebut dapat memperkuat

dugaan adannya senyawa antibakteri pada ekstrak kerang darah dengan pelarut

etil asetat.

Uji flavonoid terhadap ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat tidak

menunjukkan hasil positif karena lapisan amil alkohol tidak menunjukkan adanya

perubahan warna kuning atau jingga. Flavonoid merupakan senyawa metabolit

Page 62: .._2

sekunder yang berperan sebagai faktor pertahanan alam, seperti mencegah

serangan bakteri, yang ditemukan pada sebagian besar tumbuhan. Flavonoid

terdapat pada semua tumbuhan berpembuluh (Harborne 1987). Sabir (2005)

menjelaskan bahwa flavonoid memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan

bakteri secara in vitro. Bryan (1982); Wilson dan Gisvold (1982) diacu dalam

Sabir (2005) menjelaskan bahwa senyawa flavonoid memiliki kemampuan

menghambat pertumbuhan bakteri dengan beberapa mekanisme yang berbeda,

antara lain flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding

bakteri, mikrosom dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan

DNA bakteri, sementara Mirzoeva et al. (1997) diacu dalam Sabir (2005) dalam

penelitiannya berpendapat bahwa flavonoid mampu melepaskan energi transduksi

terhadap membran sitoplasma bakteri, selain itu juga menghambat motilitas

bakteri. Mekanisme yang berbeda dikemukakan oleh Di Carlo et al. (1999) dan

Estrela et al. (1995) diacu dalam Sabir (2005) yang menyatakan bahwa gugus

hidroksil yang terdapat pada struktur senyawa flavonoid menyebabkan perubahan

komponen organik dan transpor nutrisi yang akhirnya akan mengakibatkan

timbulnya efek toksik terhadap bakteri.

Page 63: .._2

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berat ekstrak kerang darah dengan pelarut heksana adalah 3,00±1,40 mg,

ekstrak dengan pelarut etil asetat sebesar 107,50±3,50 mg dan ekstrak dengan

pelarut metanol sebesar 995,50±0,70 mg. Uji pendahuluan aktivitas antibakteri

dengan konsentrasi ekstrak 2% menunjukkan hasil bahwa ekstrak kerang darah

dengan pelarut etil asetat mampu menghambat pertumbuhan E. coli dengan

diameter zona hambat sebesar 6 mm dan menghambat pertumbuhan S. aureus

dengan diameter zona hambat sebesar 7 mm, sedangkan ekstrak kerang darah

dengan pelarut metanol tidak menunjukkan penghambatan pada kedua bakteri uji.

Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada ekstrak dengan konsentrasi 2%,

3,5%, 5% dan 6,5%. Daya hambat rendah ditunjukkan oleh ekstrak kerang darah

dengan pelarut etil asetat dalam menghambat pertumbuhan E. coli pada setiap

konsentrasi ekstrak (< 5 mm) dan daya hambat sedang dalam menghambat S.

aureus (5-10 mm). Ekstrak kerang darah dengan pelarut metanol tidak

menunjukkan aktivitas penghambatan pada konsentrasi 2% dan 3,5%, tetapi

menunjukkan penghambatan lemah pada konsentrasi ekstrak 5% dan 6,5% (< 5

mm). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa senyawa antibakteri yang terdapat

pada kerang darah diduga bersifat semi polar karena larut dalam pelarut etil asetat.

Pengamatan zona hambat selama tujuh hari pada suhu 10oC dan 30oC

menunjukkan penurunan efektivitas antibakteri dari ekstrak kerang darah dengan

pelarut etil asetat yang ditandai dengan terjadinya pertumbuhan kembali bakteri

S. aureus dan bakteri E. coli.

Analisis fitokimia terhadap ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat

menunjukkan hasil positif terhadap senyawa alkaloid dan steroid, tetapi

menunjukkan hasil negatif terhadap senyawa flavonoid.

5.2. Saran

Perlu dilakukan pemisahan dan pemurnian masing-masing komponen dari

ekstrak kerang darah dengan pelarut etil asetat dan pengkajian lain dari ekstrak

kerang darah, misalnya sebagai senyawa antioksidan.

Page 64: .._2

DAFTAR PUSTAKA

Adolf JN. 2006. Kajian mekanisme antibakteri ekstrak andaliman (Zanthozylum acanthopodium DC) terhadap bakteri patogen pangan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

[AOAC] Official Method of Analysis of The Assosiation of Official Analytical of

Chemist. 1995. Arlington, USA: Published by The Assosiation of Official Analytical of Chemist Inc.

Asih IARA, Setawan IMA. 2008. Senyawa Golongan Flavonoid pada Ekstrak n-

butanol Kulit Batang Bungur (lagerstroemia speciosa pers.). Jurnal Kimia 2: 111-116.

Astawan M, Kasih AL. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama. Broom MJ. 1985. The Biology and Culture of Marine Bivalvia Mollusca of The

Genus Anadara. Manila: International Centre for Living Aquatic Resources Management.

Bryan LE. 1982. Bacterial Resistance and Susceptibility to Chemotherapheutic

agents. Cambridge: Cambridge University Press. Bunje P. 2001. Bankia setacea and Chlamys sp.

www.ucmp.berkeley.edu/.../biv_anatomy.gif [16 Januari 2006]. Darmowandowo W, Kaspan MF. 2009. Demam tifoid.

http://www.pediatrik.com/isi03.php [21 JAnuari 2009]. Darusman LK, Sajuthi D, Sutriah K, Pamungkas D. 1994. Ekstraksi komponen

bioaktif sebagai bahan obat dari karang-karangan, bunga karang, dan ganggang di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu (Tahap II: Fraksinasi dan Bioassay). Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian; Jakarta, Januari 1994. Jakarta: DIKTI-Depdikbud. hlm 18-29.

Davis WW, Strout TR. 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic

Assay. Applied Microbiology 22:666-670. Di Carlo G, Mascolo N, Izzo AA, Capasso F. 1999. Falvonoids: old and new

aspects of a class of natural therapeutic drugs. Life Sci 65:337–53. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Perikanan Tangkap.

www.dkp.go.id [9 Desember 2008]. Dyer SD. 2008. Infection desease Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus

(MRSA). www.netwellness.org/.../mrsa.cfm [29 November 2008].

Page 65: .._2

Erianto D. 2005. Analisis pengolahan dan pengembangan budidaya kerang darah (Anadara granosa) di Kecamatan Kuala Indragiri Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Estrela C, Sydney GB, Bammann LL, Felippe Jr O. 1995. Mechanism of action

calcium and hydroxyl ions of calcium hydroxide on tissue and bacteria. Brazil Dent J 6:85–90.

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan

dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Fessenden RJ, Fessenden JS. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Maun S, Anas

K, Sally TS, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari Fundamental of Organic Chemistry.

Greenwood D, Slack RCB, Peutherer JF, editor. 1995. Medical Microbiology.

Ed ke-14. Hongkong: ELBS. Gunawan PW, Yulinah E, Soediro I. 1999. Uji Antiinfeksi pada Punggung Kelinci

dan Telaah Fitokimia Ekstrak Etil Asetat dan Etanol Daun Ketimun dan Babadotan [tesis]. Bandung: Sekolah Farmasi ITB.

Hans A. 2004. Transplantasi spons Laut Aaptos aaptos (Porifera: Demospongiae)

pertumbuhan, sintasan, perkembangan gamet dan bioaktivitas antibakteri ekstrak kasar dan fraksinya [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah;

Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Havsteen BH. 2002. The biochemistry and medical significance of flavonoids.

Pharmacol Ther 96:67–202. Houghton PJ dan Raman A. 1988. Laboratory Handbook for Fractination of

Natural Extract: Methods of Extraction and Sample Clean-up. London: Chapman dan Hall Ltd.

Inswiasri, Agustina L, Tri T. 1995. Kandungan logam kadmium dalam biota laut

jenis kerang-kerangan dari Teluk Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran 103:19-21.

Irianto K. 2006. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1. Bandung:

Yrama Widya.

Lalitha. 2004. Manual an Antimicrobial Suspectibility Testing. India: Indian Association of Medical Microbiologist.

Page 66: .._2

Mirzoeva OK, Grishanin RN, Calder PC. 1997. Antimicrobial action of propolis and some of its components: the effects on growth, membrane potential, and motility of bacteria. Microbiol Res 152:239-46.

Mubarak H. 1987. Distribusi Anadara spp. (Pelecypoda; Archidae) dalam

hubungannya dengan karakteristik lingkungan perairan dan asosiasinya dengan jenis-jenis moluska bentik lain di Teluk Blanakan Kabupaten Subang Jawa Barat [tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ninda. 17-30 April 2008. Be Fit: Brain-Workout. Olga 56:88. Noer IS, Nurhayati L. 2006. Bioaktivitas Ulva reticulata forsskal asal Gili Kondo

Lombok Timur terhadap bakteri. Biotika 5:45-60. Nur MA, H Adijuwana. 1989. Teknik Pemisahan dan Analisis Biologis. Bogor:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, PAU Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.

Pambayun R, Gardjito M, Sudarmadji M, Kuswanto KR. 2007. Kandungan Fenol

dan Sifat Antibakteri Ekstrak Produk Gambir (Uncaria gambir Roxb). Majalah Farmasi Indonesia 3: 141-145.

Pathansali D. 1966. Notes on Biology of Coockle Culture Anadara granosa L.

Proc IPFC Fish II: 11. Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Hadioetomo RS,

Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari Elements of Microbiology.

Pelczar MJJr, Chan ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Hadioetomo RS,

Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari Elements of Microbiology.

Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Sabir A. 2005. Aktivitas antibakteri flavonoid propolis Trigona sp terhadap

bakteri Streptococcus mutans (in vitro). Majalah Kedokteran Gigi (Dent J) 38:135-141.

Storer TI, Usinger RL. 1957. General Zoology. New York: McGraw Hill Book

Coy. Inc. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Page 67: .._2

Syah D, Utama S, Mahrus Z, Fauzan F, Siahaan R, Oktavia O, Supriyadi S, Kartawijaya W. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor.

Tan LWH dan Ng PKL. 2008. Blood Cockle Anadara granosa.

www.mangrove.nus.edu.sg [7 Maret 2008]. Trilaksani W, Nurjanah. 2004. Teknologi Pengolahan Kerang-kerangan. Makalah

disampaikan pada Program Retooling TPSDP kerjasama DIKTI-PKSPL. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Verpoorte R, Alfermann AW. 2000. Metabolic Engineering of Plant Secondary

Metabolism. Belanda: Kluwer Academic Publishers. Wikipedia. 2008a. Chloramphenicol. http://en.wikipedia.org/wiki/

Chloramphenicol [25 November 2008]. Wikipedia. 2008b. Escherichia coli. http://en.wikipedia.org/wiki/Escherichia_coli

[25 November 2008]. Wilson, Gisvold. 1982. Kimia farmasi dan medisinal organik. Ed ke-8. Jakarta:

Dirjen Dikti dan Kebudayaan. Yuharmen, Erianti Y, Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri

dan Ekstrak Metanol lengkuas (Alpinia galanga). Artikel Kimia: 1-8. Yunus F. 1998. Manfaat Kortikosteroid pada Asma Bronkial. Cermin Dunia

Kedokteran 121:10-15.

Page 68: .._2

LAMPIRAN

Page 69: .._2

Lampiran 1. Perhitungan rendemen daging kerang darah (A. granosa)

Berat kerang awal (sebelum preparasi) = 6 kg

Berat kerang setelah preparasi = 1,03 kg

%100preparasisetelah kerangBerat

awal kerangBerat darah kerangRendemen ×=

%17,17%100kg 1,03

kg 6=×=

Lampiran 2. Kerang darah (A. granosa) yang digunakan untuk penelitian

Page 70: .._2

Lampiran 3. Ekstraksi kerang darah (Anadara granosa)

Maserasi heksana

Maserasi etil asetat

Maserasi metanol

Page 71: .._2

Lampiran 4. Perhitungan rendemen ekstrak kerang darah (A. granosa)

Berat awal daging kerang darah = 200 g = 200.000 mg

Berat ekstrak heksana setelah evaporasi = 3 mg

Berat ekstrak etil asetat setelah evaporasi = 107,5 mg

Berat ekstrak heksana setelah evaporasi = 995,5 mg

%100evaporasisetelah ekstrak Berat

awal dagingBerat hdara kerang heksanaekstrak Rendemen ×=

%0015,0%100mg 200000

mg 3=×=

%100evaporasisetelah ekstrak Berat

awal dagingBerat hdara kerangasetat etilekstrak Rendemen ×=

%0538,0%100mg 200000

mg 107,5=×=

%100evaporasisetelah ekstrak Berat

awal dagingBerat hdara kerang metanolekstrak Rendemen ×=

%4978,0%100mg 200000

mg 995,5=×=

Page 72: .._2

Lampiran 5. Uji pendahuluan aktivitas antibakteri pada bakteri E. coli

Keterangan:

E20 : Ekstrak etil asetat 2% E50 : Ekstrak etil asetat 5% M20 : Ekstrak metanol 2% M50 : Ekstrak metanol 5% M100 : Ekstrak metanol 10% Bagian tengah merupakan kontrol (Kloramfenikol 2%)

Page 73: .._2

Lampiran 6. Uji pendahuluan aktivitas antibakteri pada bakteri S. aureus

Keterangan:

E20 : Ekstrak etil asetat 2% E50 : Ekstrak etil asetat 5% M20 : Ekstrak metanol 2% M50 : Ekstrak metanol 5% M100 : Ekstrak metanol 10% Bagian tengah merupakan kontrol (Kloramfenikol 2%)

Lampiran 7. Contoh perhitungan konsentrasi ekstrak

Konsentrasi ekstrak 2% (b/v)

Berat ekstrak = 20 mg

Volume pelarut = 1 ml

Volume ekstrak per disk = 20 μl

Jadi untuk membuat larutan dengan konsentrasi 2% membutuhkan 20 mg ekstrak

dan diencerkan dengan 1 ml pelarut.

Page 74: .._2

Lampiran 8. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dan metanol kerang darah pada bakteri E. coli

Keterangan:

E1 : Ekstrak etil asetat 2% E2 : Ekstrak etil asetat 3,5% E3 : Ekstrak etil asetat 5% E4 : Ekstrak etil asetat 6,5% M1 : Ekstrak metanol 2% M2 : Ekstrak metanol 3,5% M3 : Ekstrak metanol 5% M4 : Ekstrak metanol 6,5%

Page 75: .._2

Lampiran 9. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dan metanol kerang darah pada bakteri S. aureus

Keterangan:

E1 : Ekstrak etil asetat 2% E2 : Ekstrak etil asetat 3,5% E3 : Ekstrak etil asetat 5% E4 : Ekstrak etil asetat 6,5% M1 : Ekstrak metanol 2% M2 : Ekstrak metanol 3,5% M3 : Ekstrak metanol 5% M4 : Ekstrak metanol 6,5%

Page 76: .._2

Lampiran 10. Uji aktivitas antibakteri kontrol (kloramfenikol) pada bakteri E. coli

Keterangan:

1 : Kloramfenikol 2% 2 : Kloramfenikol 3,5% 3 : Kloramfenikol 5% 4 : Kloramfenikol 6,5%

Page 77: .._2

Lampiran 11. Uji aktivitas antibakteri kontrol (kloramfenikol) pada bakteri S. aureus

Keterangan:

1 : Kloramfenikol 2% 2 : Kloramfenikol 3,5% 3 : Kloramfenikol 5% 4 : Kloramfenikol 6,5%

Page 78: .._2

Lampiran 12. Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-1

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 79: .._2

Lampiran 13. Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-2

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 80: .._2

Lampiran 14. Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-3

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 81: .._2

Lampiran 15. Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-4

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 82: .._2

Lampiran 16. Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-5

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 83: .._2

Lampiran 17. Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-6

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 84: .._2

Lampiran 18. Pengamatan zona hambat suhu 10oC hari-7

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 85: .._2

Lampiran 19. Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-1

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 86: .._2

Lampiran 20. Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-2

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 87: .._2

Lampiran 21. Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-3

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 88: .._2

Lampiran 22. Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-4

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 89: .._2

Lampiran 23. Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-5

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 90: .._2

Lampiran 24. Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-6

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Page 91: .._2

Lampiran 25. Pengamatan zona hambat suhu 30oC hari-7

Penghambatan ekstrak etil asetat

terhadap bakteri E. coli

Penghambatan ekstrak etil terhadap

bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli

Penghambatan kloramfenikol (2% dan

6,5%) terhadap bakteri S. aureus

Penghambatan kloramfenikol (3,5%

dan 5%) terhadap bakteri E. coli