25001586-Sterilisasi-Dan-Disinfeksi-Di-Kedokteran-gigi.rtf
Transcript of 25001586-Sterilisasi-Dan-Disinfeksi-Di-Kedokteran-gigi.rtf
Kontrol Infeksi
Pada Dunia Kedokteran Gigi
Nama : Asih Puspa Hati NIM : 04/181085/KG/07862Pembimbing : drg. E.Riyati T.A., M.Kes
BAGIAN BEDAH MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kedokteran gigi merupakan salah satu bidang yang rawan untuk terjadinya kontaminasi silang antara pasien-dokter gigi, pasien-pasien dan pasien-perawat. Menurut Anonima (2008), adanya medical history pada rekam medis dapat mempermudah dokter gigi untuk mencurigai adanya penyakit infeksi yang diderita pasien. Namun, tidak semua pasien dengan penyakit infeksi dapat langsung diidentifikasi oleh medical history, pemeriksaan fisik, atau test laboratorium. Keterbatasan ini lah yang mengantar para pelaku medis untuk menerapkan konsep pencegahan universal. Pencegahan universal mengacu pada metode kontrol infeksi pada semua darah manusia dan cairan tubuh (pada bidang kedokteran gigi: saliva) yang diperlakukan dengan sama jika diketahui telah terinfeksi HIV, HIB, dan patogen lain yang dibawa darah. Pencegahan universal adalah prosedur kontrol infeksi yang diterapkan pada semua pasien.
Pada klinik dental, saliva pasien, dental plak, darah, pus, dan cairan krevikular dapat teraerosol dan meninggalkan noda. Mikroorganisme dapat menyatu dengan material-material tersebut dan menyebabkan infeksi hingga dapat menularkan penyakit. Beberapa penyakit yang paling umum adalah influenza, penumonia, TB, herpes, hepatitis dan AIDS (Anonima,2008). Salah satu cara pencegahan terjadinya cross-infection adalah dengan penerapan kontrol infeksi yang baik dan benar.
2
BAB II
ISI
Dasar Pemikiran Kontrol Infeksi Dental dan Kesalamatan Kerja
Dasar pemikiran untuk kontrol infeksi adalah untuk mengkontrol infeksi iatrogenik, nosokomial diantara pasien dan paparan potensial pada petugas kesehatan terhadap penyakit selama perawatan. Istilah kontrol penyakit atau kontrol infeksi tidak berarti pencegahan total terhadap infeks iatrogenik, nosokomial diantara pasien dan paparan selama perawatan terhadap darah dan material yang berpotensi menginfeksi lainnya, namun istilah tersebut memiliki pengertian mengurangi resiko transmisi penyakit (Kohli dan Puttaiah, 2007).
Pada dunia kedokteran gigi, penyakit dapat ditularkan dari pasien ke pasien, dokter gigi ke pasien, dan pasien ke dokter gigi, jika tindakan pencegahan yang memadai tidak dilaksanakan. Menurut Kohli dan Puttaiah (2007), beberapa cara penularan penyakit berdasarkan keparahannya antara lain:
1. Perkutaneus (resiko tinggi)
Inokulasi mikroba dari darah dan saliva yang ditularkan melalui jarum atau benda tajam.2. Kontak langsung (resiko tinggi)
Tersentuh atau terpaparnya kulit yang tidak utuh terhadap lesi oral yang menginfeksi, permukaan jaringan yang terinfeksi, atau cairan yang terinfeksi, percikan cairan yang terinfeksi.Inhalasi aerosol atau droplet yang mengandung patogen (resiko sedang) Menghirup bioaerosol yang mengandung material infektif saat menggunakan handpiece dan scaler atau droplet nucleii yang berasal dari batuk.
Kontak tidak langsung melalui
Menyentuh permukaan benda mati yang terkontaminasi pada ruangan perawatan atau ruang operasi.
3
Resiko transmisi penyakit bervariasi tergantung dari daya tahan tubuh host, virulensi, infektivitas organisme, dosis atau jumlah mikroorganisme, waktu pemaparan, dan cara transmisi. Kontrol terhadapa virulensi organisme patogen atau mengurangi kerentanan pasien adalah hampir tidak mungkin. Petugas klinis harus mengerti tentang proses penyakit, route transmisi, metode mengkontrol transmisi, dan mengimplementasikan kontrol infeksi selama praktek untuk memutus rantai infeksi. Imunisasi terhadap penyakit, penggunaan peralatan pelindung, kontrol pada teknik dan tempat kerja, disinfeksi permukaan/peralatan, sterilisasi instrumen yang kritis dan semi-kritis, dan penggunaan protokol aspetik selama perawatan (Kohli dan Puttaiah, 2007).
Penyakit infeksi yang biasa dijumpai pada bidang kedokteran gigi dan cara transmisinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Penyakit Infeksi yang Dijumpai Pada Bidang Kedokteran gigi (Kohli dan Puttaiah, 2007)
4
5
Klasifikasi SpauldingsPuttaiah, 2007)2. Adaptasi(KohlidanTabel
Imunisasi Pekerja Yang Terlibat Dalam Perawatan Dental
6
Pekerja pada bidang kedokteran gigi memiliki resiko pemaparan, dan terinfeksi oleh organisme penginfeksi. Imunisasi bertujuan untuk mengurangi jumlah pekerja yang memiliki penyakit tersebut dan mengurangi terjadinya transmisi penyakit terhadap pekerja lain dan pasien. Imunisasi merupakan bagian yang penting dari progrem pencegahan dan kontrol infeksi, dan peraturan imunisasi menyeluruh harus diberlakukan pada semua fasilitas yang menyediakan perawatan dental (Kohn dkk, 2003).
Menurut Kohli dan Puttaiah (2007), pada negara berkembang imunisasi sudah menjadi bagian hidup. Imunisasi merupakan garis pertahanan terdepan terhadap penyakit infeksi. Beberapa imunisasi yang umum diterima pada saat seseorang masih kanak-kanak tercantum pada tabel dibawah ini.
Vaksin
Penyakit
Hepatitis A
Infeksi virus hepatitis A
Hepatitis B
Infeksi virus hepatitis B
Varicella
Chicken pox (cacar)
MMR
Measles, Mumps dan Rubella
DPT
Diphtheria, Pertussis dan Tetanus
Rubeola
German Measles
Meningitis
Meningitis
Polio
Poliomyelitis
Tabel 3. Vaksin Pada Anak-Anak Yang Umum
(Kohli dan Puttaiah, 2007)
Menurut Anonimb (2009), imunisasi anak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia yang diwajibkan adalah imunisasi BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, dan campak. Sedangkan imunisasi Hib, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan Varisela merupakan imunisasi yang dianjurkan.
Menurut Kohn dkk (2003), imunisasi yang sanagt dianjurkan untuk para pekerja di bidang kesehatan tercantum pada tabel dibawah ini.
7
Hand Hygiene
8
Tabel 4. Imunisasi yang Sangat Dianjurkan Untuk Para Pekerja Kesehatan Kohn dkk (2003)
Higienitas tangan (misalnya: cuci tangan, antiseptik tangan, atau surgical hand antisepsis ) mengurangi patogen potensial pada tangan dan ini mengurangi resiko transmisi organisme ke pasien atau pekerja kesehatan lainnya. Mikroba flora kulit, pertama kali dikemukakan pada tahun 1938, terdiri dari mikroorganisme transient dan resident. Transient flora, yang berkoloni pada lapisan superfisial kulit mudah untuk dihilangkan dengan rutin mencuci tangan. Mikroorganisme tersebut sering didapatkan pekerja kesehatan selama kontak langsung dengan pasien atau permukaan lingkungan yang terkontaminasi; organisme ini sering berkaitan dengan health-careassociated infections. Resident flora melekat pada lapisan lebih dalam pada kulit dan sulit dihilangkan dan tidak terlalu berhubungan dengan infeksi (Kohn dkk, 2003). Menurut Kohli dan Puttaiah (2007), urutan prosedur dalam routine handwash adalah:
Lepaskan perhiasan dan jam tangan serta periksa tangan
Basahi tangan dengan air hangat
Tuangkan sabun secukupnya
Gosokkan permukaan tangan dengan keras, termasuk disekitar jempol dan jari-jemari sekitar 30-60 detik Cuci tangan dengan air hangat untuk menghilangkan sabun
Keringkan tangan dengan handuk kertas
Periksa tangan dari luka seperti goresan, luka, dan memar dan obati seperlunya. Gunakan single-use-disposable gloves
Metode yang dipilih untuk kebersihan tangan tergantung pada jenis prosedur, tingkat kontaminasi, dan persistensi aksi antimikroba yang diinginkan pada tangan. Pemilihan metode ini dapat dilihat pada tabel 5.
9
Gambar 1. Handwashing and Handcare(Kohli dan Puttaiah, 2007)
Metode
Agen
Tujuan
Durasi (min)
Indikasi
RoutineAir dan sabun non-antimikrobaMenghilang-kan15 detik
Sebelumdansetelah
handwash
tanah dan mikro-
merawatsetiap pasien
organisme
(misal
sebelum
transient
memakaidansetelah
melepas glove). Setelah
AntisepticAirdansabunantimikrobaMenghilang-kan15 detik
menyentuh benda yang
handwash(misalchlorhexidine,iodinedanmembunuh
berkontaminasi dengan
daniodophors,chloroxylenolmikro-organisme
darah
atausaliva
[PCMX], triclosan)
transientdan
dengan
tangan
mengurangi
telanjang.Sebelum
resident flora
meninggalkanruangan
AntisepticAlcohol-based hand rub
Menghilang-kanGosok-kan
dental.Ketikaterlihat
hand rub
danmembunuhtanganhinggatanah.
Sebelum
mikro-organismeagen keringmemakai glove kembali
transientdan
setelahmelepas glove
mengurangi
yangrobek,tertusuk
resident flora
atau terkoyak
AirdansabunantimikrobaMenghilang-kan2-6 menitSebelummemakai
Surgical(misalchlorhexidine,iodinedanmembunuh
gloves
bedahsterile
antisepsisdaniodophors,chloroxylenolmikro-organismeIkutipetunjukuntuk prosedur operasi
[PCMX], triclosan)
transientdanpabrikuntuk
Air dan sabun non-antimikrobamengurangi
produksurgical
diikuti dengan produk alcohol-
based
handrubdengan
aktivitas persisten
Tabel 5. Metode dan Indikasi Hand-Hygiene (Kohn dkk, 2003)
10
Produk pencuci tangan, termasuk sabun non-antimiroba dan produk antiseptik, dapat terkontaminasi atau mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Produk cair harus disimpan dalam wadah tertutup dan disalurkan dari tempat penyimpanan sekali pakai atau kontainer yang dicuci dan dikeringkan sebelum pengisian ulang. Sabun tidak boleh ditambahkan pada dispenser kosong sebagian, karena ini dapat mengakibatkan kontaminasi bakteri. Cara penyimpanan dan pengeluaran produk-produk sesuai dengan petunjuk pabrik (Kohn dkk, 2003). Mencuci tangan beberapa kali per hari dengan sabun cenderung membuat kulit kering. Pada akhir setiap sesi (selama istirahat makan siang, atau pada akhir hari klinik) pakailah emolient / krim kulit yang berkualitas baik untuk perawatan tangan (Kohli dan Puttaiah, 2007).
Menurut Kohn dkk (2003), walaupun hubungan antara panjang kuku dan infeksi luka tidak diketahui, menjaga kuku tetap pendek adalah lebih baik karena mayoritas flora pada tangan ditemukan dibawah kuku tangan. Kuku tangan harus cukup pendek hingga dapat dibersihkan dan mencegah robeknya gloves.
Peralatan Pelindung Personal ( Personal Protective Equipment/ PPE)
Personal Protective Equipment (PPE) yang biasa digunakan dalam perawatan gigi adalah sarung tangan sekali pakai (steril atau non-steril), pelindung mata, perisai wajah, masker, gaun dan yang digunakan untuk melindungi tubuh pribadi dari darah dan cairan tubuh dan bahaya kimia. Fungsi utamanya adalah mengontrol kontaminasi silang dan tidak mencegah penyebaran mikroba. Sebagai contoh, beberapa virus adalah lebih kecil daripada pori-pori mikroskopis dalam uji sarung tangan lateks dan karenanya memiliki probabilitas yang melewati bahan sarung tangan. Kesimpulannya adalah sarung tangan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah paparan partikel virus dari cairan tubuh dan bukan untuk benar-benar mencegah kontak dengan virus (Kohli dan Puttaiah, 2007).
Masker
Masker pada kedokteran gigi digunakan untuk mengendalikan paparan terhadap rongga mulut dokter dan mukosa hidung terhadap material infeksius
11
dan darah serta cairan rongga mulut pasien (Kohli dan Puttaiah, 2007). Sebuah masker bedah melindungi terhadap mikroorganisme yang dihasilkan oleh para pemakainya, dengan > 95% efisiensi filtrasi bakteri, dan juga melindungi penggunanya dari partikel besar yang mungkin mengandung patogen dari darah atau mikroorganisme infeksius lainnya. Pada saat diperlukan isolasi pencegahan infeksi udara (misalnya, untuk pasien TB), Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) mengeluarkan sertifikat untuk penggunaan particulate-filter respirator (misal: N95, N99, atau N100). N95 memiliki kemampuan untuk menyaring partikel 1-m dengan filter efisiensi >95% (penyaring kebocoran