Prinsip Sterilisasi Dan Disinfeksi
-
Upload
otoy-hidayat -
Category
Documents
-
view
3.034 -
download
11
Transcript of Prinsip Sterilisasi Dan Disinfeksi
A. PRINSIP STERILISASI DAN DISINFEKSI
Sebelum diadakan penelitian yang terorganisir dan sistematik tentang cara
menghindarkan pencemaran mikroorganisme, telah disadari misalnya memasak air sebelum
diminum, dan mengubur kotoran manusia. Masyarakat sejak dulu mengawetkan makanan
dengan cara penggaraman, pemanasan dan pengeringan.
Pada saat ini penelitian mikrobiologis umumnya ditujukan untuk mendapat kan
tambahan metode untuk pengawetan makanan dan pencegahan infeksi oleh mikroba yang
merugikan.
Problema utama yang dihadapi semua tenaga kesehatan yaitu terjadinya infeksi
silang. Selama melakukan perawatan gigi dan mulut, sering timbul percikan mikroflora
rongga mulut terutama bila bekerja dengan alat yang berkecepatan tinggi. Tangan operator
dan alat yang digunakan selama perawatan akan berkontak dengan mikroba patogen yang
potensial, bahkan daerah permukaan operasi dapat mengandung bakteri yang membahayakan
baik untuk pasien maupun operatornya.
Pada dasarnya penyakit infeksi dapat ditularkan melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan juga melalui kulit yang terluka. Penggunaan jarum suntik atau alat yang
menembus mukosa mulut dapat memindahkan mikroorganisme secara hematogen dari
seorang pasien ke pasien lainnya.
Survey yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 45% dokter gigi
ketularan penyakit dari prakteknya. Yang terbanyak adalah infeksi saluran pernafasan, 14%
menderita infeksi di tangan dan jari, dan 9% mendapat infeksi mata.
Penyakit oleh bakteri seperti tuberkulosa dan sifilis merupakan penderita yang dapat
ditemukan dalam praktek kedokteran gigi. Sputum penderita tuberkulosa mengandung bakteri
yang hidup dengan gejala batuk kronis. Sebaliknya Treponema pallidum yang masih hidup
dapat ditemukan pada luka atau mukosa dalam mulut pasien dengan sifilis primer maupun
sekunder. Bahaya penularan sifilis di antara dokter gigi lebih besar dibandingkan dengan
profesi lainnya.
Bahaya lain yang dihadapi dokter gigi dan pasiennya adalah infeksi terhadap virus
hepatitis B. Dalam penelitian yang dilakukan selama 2 kali epidemi dengan lebih dari 60
penderita hepatitis ditemukan 2 dokter gigi yang terserang penyakit ini : yang seorang tidak
memperlihatkan gejala, sedangkan yang lainnya memperlihatkan gejala penyembuhan dari
serangan virus tersebut.
Berdasarkan hal ini, mutlak diperlukan prosedur sterilisasi dan disinfeksi untuk
perawatan gigi dan mulut yang baik. Walaupun sterilisasi yang lengkap sulit dilaksanakan,
namun harus dipertimbangkan hadirnya sejumlah mikroorganisme patogen pada alat tersebut
setelah perawatan. Dengan demikian untuk mengurangi terjadinya infeksi silang, dilakukan
disinfeksi permukaan, sedangkan untuk alat yang dapat melukai kulit atau mukosa diperlukan
sterilisasi.
A. Istilah-istilah
1. Sterilisasi, dilakukan secara fisik dan kimia untuk menghilangkan mikroba yang hidup
termasuk bakteri, virus dan spora.
2. Disinfektan, adalah bahan kimia yang dapat membunuh bentuk vegetatif dan mikroba
patogen, tetapi tidak dapat menghancurkan spora. Umumnya disinfektan digunakan
untuk benda mati, karena terlalu berbahaya bagi jaringan hidup.
3. Germisid, yaitu bahan kimia yang dapat menghancurkan bakteri dalam bentuk
vegetatif terutama yang patogen, namun tidak termasuk bakteri pembentuk spora,
sehubungan dengan istilah ini dikenal virusid, sporisid, fungisid yaitu bahan yang
masing-masing dapat membunuh virus, spora dan fungi.
4. Antiseptik, yaitu suatu substansi yang bila digunakan pada jaringan manusia dapat
bersifat bakteriostatik atau bakterisid untuk beberapa bentuk vegetatif yang patogen.
5. Asepsis, berarti menghindarkan terjadinya infeksi atau kontaminasi mikroba.
Beberapa teknik asepsis, misalnya pemijaran oese sebelum memindahkan biakan
bakteri.
6. Sanitasi, adalah cara mengurangi jumlah populasi mikroba sebagai pengaman untuk
mencapai kesehatan masyarakat. Umumnya sanitasi digunakan pada proses
pembuatan makanan, industri makanan.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMATIAN SEL BAKTERI
Beberapa zat kimia dinamakan bakteriostatik, karena dapat menghambat reproduksi
organisme secara efektif, namun penghilangan atau netralisasi zat tersebut akan
menghentikan penghambatan itu. Kematian mikroba didefinisikan sebagai penghentian
proses reproduksi organisme yang irreversibel. Banyak faktor yang mempengaruhi kematian
suatu populasi bakteri yang berkontak dengan bahan yang dapat mematikannya:
1. Jumlah organisme yang ada dalam populasi tersebut. Bila mikroorganisme yang
mengkontaminasi alat-alat telah banyak berkurang selama pembersihan secara
mekanik ataupun oleh ultrasonik, maka sterilisasinya hanya memerlukan waktu
kontak yang lebih singkat.
2. Lama waktu kontak berbanding terbalik dengan temperatur atau konsentrasi zat kimia
yang mematikannya. Pada beberapa kedaan temperatur atau konsentrasi yang lebih
tinggi memerlukan waktu kontak yang relatif lebih singkat.
3. Keadaan alamiah populasi mikroorganisme. Spesies bakteri yang berbeda mempunyai
kepekaan terhadap panas atau zat kimia yang berlainan pula. Sebagai contoh:
perbedaan kepekaan yang paling jelas yaitu di antara sel vegetatif dengan endospora
bakteri, kebanyakan bentuk vegetatif bakteri mesofil, seperti E. Coli, mati dengan
penggodogan selama 10 menit pada 600 C. Sebaliknya untuk mematikan endospora
Bacillus stearothermophilus umumnya diperlukan 1210 C selama 15 menit. Dari
semua bentuk kehidupan, endospora bakteri adalah yang paling resisten terhadap
keadaan buruk, sehingga biasanya digunakan sebagai tolok ukur dalam menguji
berbagai teknik sterilisasi.
4. Keadaan fisiologis populasi mikroba dan komposisi medium pembiakan juga
mempengaruhi kematian bakteri. Bahan kimia yang mematikan bakteri pada
umumnya bersifat lebih menghancurkan dibandingkan dengan sel dalam fase
stasioner.
5. Lingkungan organisme dapat meningkatkan atau menurunkan daya kerja zat kimia
tersebut. Adanya bahan organik seperti protein, karbohidrat, lemak atau minyak,
seringkali menghambat efektivitas kerja zat kimia itu. Sel bakteri dalam lingkungan
pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi lebih mudah dihancurkan dari pada dalam
lingkungan netral.
6. waktu kontak. Bila populasi mikroba berkontak dengan suatu bahan kimia yang dapat
mematikannya, maka penurunan jumlah yang dapat bertahan sebanding dengan
waktu.
C. UJI STERILITAS
Sterilisasi diperlukan dalam beberapa hal, di antaranya :
1. pembuatan medium pembiakan.
2. Sterilisasi alat-alat kedokteran gigi, baik dengan pemanasan oleh uap, udara kering
maupun dengan gas.
3. Beberapa proses pembuatan makanan.
Untuk menjamin sterilisasi yang dapat dicapai seringkali digunakan organisme uji yang
mempunyai resistensi paling tinggi terhadap proses yang digunakan. Dalam perdagangan
dikenal indikator biologis yang disebut spore test strips, yaitu kertas yang mengandung spora
Bacillus subtilis atau Bacillus stearothermophilus untuk memantau hasil sterilisasi. Setelah
prosedur sterilisasi, indikator biologis yang diperlukan sama dengan alat-alat yang
disterilkan, ditanam pada medium pembiakan, lalu diinkubasikan dan diperiksa
pertumbuhannya. Adanya pertumbuhan menandakan bahwa sterilisasi belum sempurna.
Alat-alat untuk sterilisasi dalam klinik atau praktek sehari-hari harus diuji setiap minggu,
untuk meyakinkan bahwa alat tersebut dapat bekerja dengan baik.
D. METODE FISIK UNTUK MENGHANCURKAN DAN MENGHILANGKAN
MIKROORGANISME
Metode untuk menghancurkan atau menghilangkan mikroorganisme dapat
berdasarkan secara fisik dan kimia. Yang termasuk metode fisik yaitu dengan pemanasan,
filtrasi, penyinaran, dan ultrasonik.
Pemanasan
Pemanasan merupakan cara tertua yang paling umum digunakan untuk mengurangi
jumlah mikroba sampai keadaan steril. Sterilisasi yang sempurna dapat dicapai dengan cara
pemanasan kering atau dengan uap. Sterilisasi dengan uap mengalir memerlukan waktu yang
lebih singkat dibandingkan dengan pemanasan kering. Faktor utama dalam sterilisasi dengan
uap panas adalah denaturasi protein yang cepat. Protein yang stabil dalam ikatan hidrogen di
antara rantai peptida diubah dengan penambahan molekul air akibat pemanasan, sehingga
terjadi denaturasi protein tersebut.
Pasteurisasi
Pada tahun 1868, Pasteur menggunakan panas dalam pembuatan minuman anggur
untuk memperkecil keasaman dan kerusakan yang terjadi setelah fermentasi. Sekarang
Pasteurisasi dilakukan terhadap minuman anggur, bir, atau sari jeruk dan minuman lainnya.
Untuk mengindarkan bakteri patogen seperti Mycobacterium tuberculosa, Brucella abortus,
Streptococcus pyogenes, Coxciella burnetti pada susu, dilakukan pemanasan dengan
temperatur 1430 F (= 620 C) selama 30 menit atau 1600 F (= 710 C) selama 15 menit. Dengan
pasteurisasi mikroba patogen yang sering ditemukan pada susu akan hancur, sehingga susu
dapat disimpan lebih lama, tetapi cara ini tidak dapat dikatakan sebagai prosedur sterilisasi.
Tyndalisasi
Meskipun metode tyndalisasi sudah ditinggalkan, cara ini sebenarnya dapat
diterapkan untuk sterilisasi medium pembiakan bakteri yang mudah rusak dengan pemanasan
di atas 1000 C. Pada tyndalisasi digunakan uap 1000 C yang mengalir selama 30 menit dalam
waktu tiga hari berturut-turut. Keberhasilan tyndalisasi tergantung pada proses germinasi
endospora bakteri terhadap pemanasan yang pertama.
Pemanasan dengan uap bertekanan (otoklaf)
Otoklaf adalah alat untuk sterilisasi yang paling banyak digunakan. Alat ini dirancang
sedemikian rupa sehingga uap yang bertekanan 15lbs/cm2 akan mencapai suhu 1210 C atau
2500 F dan dapat membunuh mikroorganisme. Benda yang masih dingin akan segera
dipanaskan ketika uap berkondensasi pada permukaannya dengan menghasilkan 540 kal/g.
Otoklaf yang modern mampu mengeluarkan udara dari ruangan dalamnya sehingga otoklaf
tersebut hanya berisi uap murni, hal ini dapat meninggikan temperatur yang dibutuhkan untuk
sterilisasi.
Dalam bidang kedokteran gigi, otoklafisasi merupakan cara sterilisasi yang paling
cepat dan terpercaya, walaupun mempunyai beberapa kerugian, misalnya menyebabkan karat
pada alat yang terbuat dari logam karbon dan mendenaturasikan beberapa zat kimia seperti
epinefrin yang digunakan pada anestesi lokal. Selain itu otoklafisasi juga dapat mencairkan
beberapa bahan yang mengandung minyak atau oli dan juga tidak dapat menembus benda
padat yang permukaannya tertutup atau terbungkus rapat sehingga dalam penggunaan
otoklaf, hal tersebut harus diperhatikan.
Pemanasan kering
Sterilisasi dengan pemanasan kering memerlukan temperatur yang lebih tinggi dan
waktu yang lebih panjang dari sterilisasi dengan uap. Pemanasan kering berdaya merusak
berdasarkan reaksi oksidasi dan denaturasi protein. Biasanya digunakan oven bertemperatur
tinggi yang dilengkapi dengan kipas angin. Dengan cara ini diperlukan temperatur 1600 C
(=3200 F) atau lebih selama 1 sampai 2 jam untuk menjamin penetrasi panas yang lengkap.
Metode ini tidak merusak kaca mulut atau alat lain, karena solder yang biasa digunakan pada
alat tersebut tidak akan mencair di bawah suhu 1710C (=3400 F). Sebelum dilakukan
sterilisasi, alat-alat tersebut harus dibersihkan dan dikeringkan serta dibungkus dengan kertas
aluminium. Sterilisasi dengan pemanasan kering dapat merusak karet dan beberapa bahan
dari plastik serta merapuhkan kain-kain, sehingga lebih baik digunakan untuk sterilisasi alat
dari gelas, karbon, baja, dan instrumen lain dari logam yang mempunyai permukaan untuk
memotong yang tipis.
Insinerasi
Penggunaan insinerasi sangat terbatas, karena bersifat sangat merusak, cara ini banyak
diterapkan untuk sterilisasi oese dan jarum di laboratorium bakteriologi.
Filtrasi
Di laboratorium metode filtrasi merupakan cara prinsip untuk mendapatkan cairan
yang bebas bakteri. Cairan tersebut tidak dapat dikatakan steril karena beberapa virus masih
dapat melalui filternya. Untuk industri umumnya digunakan filter milipor, sedangkan dalam
laboratorium mikrobiologi dipakai filter bentuk membran. Tipe ini terdiri dari campuran ester
selulosa dengan besar pori-pori filter tersedia dalam berbagai ukuran, namun yang lebih
sering digunakan berukuran 0,45 - 0,22 karena dapat menyaring semua organisme non-
virus. Kemajuan teknik memungkinkan pembuatan membran dengan pori-pori yang kecil,
sehingga virus berdiameter lebih besar dari 0,025 dapat tersaring. Kebanyakan virus pada
binatang dan bakteri berdiameter lebih besar dari 25 nm namun beberapa virus masih dapat
lolos dari filter yang tersedia dengan pori-pori terkecil.
Masker seringkali digunakan dalam klinik sebagai filter untuk mengurangi terisapnya
bakteri dalam udara, sehingga dapat menghindarkan kontaminasi pasien dengan infeksi
saluran pernafasan.
Filter HEPA (High Efficiency Particulate Air) dirancang untuk mengurangi
kontaminasi udara dalam ruangan yang bersih. Umumnya filter ini digunakan sebagai
ventilasi pada sistem laminar flow di ruang bedah atau dalam industri.
Sinar Ultraviolet (UV)
Spektrum sinar ultra violet mempunyai panjang gelombang elektromagneti sekitar
150 – 3000 Angstrom. Absorbsi sinar dengan panjang gelombang 2500 – 2650 Angstrom,
umumnya bersifat bakterisid karena daya serap nukleoprotein sel bersifat maksimal. Daya
mematikan sinar UV disebabkan oleh terbebasnya foton, yaitu sejumlah energi yang kuat.
Lampu germisida modern ialah tipe uap merkuri dengan panjang gelombang 2537 Angstrom.
Kekurangan dari penggunaan sinar UV dalam sterilisasi yaitu karena daya
penetrasinya lemah, sinar ini dapat diserap oleh gelas, cairan, beberapa bahan organik dan
efektif untuk udara, lapisan cairan yang tipis, permukaan yang mudah dicapai, tetapi tidak
efektif untuk disinfektan atau sterilisasi alat kedokteran dan kedokteran gigi.
Radiasi Ion
Radiasi dengan ion biasa digunakan untuk panjang gelombang energi elektromagnetik
10-4 – 40 Angstrom, yang meliputi sinar gamma dan sinar X. Berbeda dengan sinar UV yang
diserap melalui DNA, efek letal sinar X dan sinar gamma tergantung dari ionisasi primer
akibat induksi foton pada molekul yang vital seperti enzim atau DNA. Foton dapat
berpengaruh secara tidak langsung melalui air yang terionisasi. Gugus hidroksil yang
terbentuk akibat ionisasi akan segera bereaksi dengan berbagai molekul organik termasuk
gugus sulfhifril, sehingga berbagai enzim menjadi tidak aktif. Foton ini mempunyai energi
yang lebih besar dari foton pada sinar UV, namun karena tidak adanya keseragaman sifat,
maka untuk mencapai keadaan steril diperlukan dosis yang tinggi (2,5mrads). Sterilisasi
dengan radiasi banyak digunakan pada proses pembuatan alat yang bukan logam seperti
benang untuk operasi, semprit hipodermis, dan barang-barang plastik. Radiasi sinar gamma
yang berasal dari Cobalt 60 atau Cesium 137 terbukti paling efisien dan ekonomis.
Radiasi sinar betha, neutron dan proton merupakan sterilisasi yang efektif, namun
harganya mahal, sehingga jarang digunakan.
Gelombang mikro (microwaves)
Suatu gelombang mikro ialah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang
tinggi dan panjang gelombang 1 mm – 1 meter. Oven microwave dapat menyebabkan cairan
atau makanan yang mengandung banyak air atau bahan cair lainnyg, bila berkontak dengan
gelombang mikro, molekulnya akan bergerak, sehingga terbentuk panas. Makanan yang
lembab menyebabkan panas dan cepat menjadi masak. Gelombang ini dapat menembus
kertas yang kering dan kaca tanpa menimbulkan perubahan, namun logam dapat membiaskan
gelombang ini, sehingga tetap dingin. Bahan yang terbuat dari logam dapat merusak oven
gelombang mikro, akibatnya oven ini tidak digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran
gigi. Oven microwave berhasil digunakan untuk bahan cair, seperti biakan bakteri.
Ultrasonik
Beberapa alat yang tersedia memungkinkan suspensi mikroorganisme berkontak
dengan gelombang suara dari daerah sonik dan ultrasonik. Gelombang sonik dan ultrasonik
dapat dihasilkan dari fenomena elektris atau bermacam-macam tekanan, gerak dan panas.
Tekanan yang bermacam-macam adalah yang paling merusak aktifitas bakteri. Fenomena
kavitasi mengakibatkan pembentukan suatu rongga kecil dalam cairan tersebut yang akhirnya
menjadi kolaps, akan menimbulkan daya sobek (kira-kira pada 200 atm), pada dinding sel
bakteri, sehingga cairan intraselnya keluar. Utrasonik jarang digunakan untuk sterilisasi
karena tidak dapat membunuh bakteri dengan sempurna. Alat ini digunakan untuk
mendapatkan ekstrak dinding sel bakteri untuk mempelajari aktivitas biokimianya.
Dalam kedokteran gigi, alat ultrasonik sangat berguna untuk membersihkan alat-alat
dan geligi tiruan. Banyak macam kotoran dapat dibersihkan dengan efektif. Lilin serta
polimernya yang melekat erat pada alat-alat harus dibersihkan dahulu dengan tangan dan
tangannya dilindungi dengan sarung tangan yang tebal.
Disinfektan terminal
Alat ultrasonik berguna untuk membersihkan alat-alat bekas pakai yang telah dicuci
dan direndam dalam cairan disinfektan, sebelum dibungkus untuk sterilisasi dengan
pemanasan. Proses ini disebut disinfeksi terminal, misalnya di rumah sakit, untuk
membersihkan alat bedah yang kotor sebelum disterilkan. Dalam kedokteran gigi disinfeksi
terminal banyak dilakukan untuk mencegah penularan Hepatitis B melalui luka pada tangan
petugas yang membersihkan alat-alat tersebut.
E. BAHAN-BAHAN KIMIA UNTUK DISINFEKSI, ANTISEPSIS, DAN
STERILISASI
Zat-zat yang bekerja sebagai sterilan (untuk sterilisasi), disinfektan dan antiseptik
merupakan racun terhadap sel mikrob berdasarkan berbagai reaksi kimia. Fungsi membran
sel dapat diubah oleh bahan kimia yang terlarut atau menumpuk pada permukaan selnya.
Bahan kimia lainnya dapat menyebabkan fungsi protein menjadi tidak aktif berdasarkan
reaksi alkilasi atau mengikat gugus sulfhidril, atau secara oksidasi. Adaptasi atau resistensi
akibat mutasi mengakibatkan berkurangnya efek toksik dari suatu bahan kimia. Zat-zat yang
bekerja sebagai sterilan dan disinfektan tidak umum digunakan untuk permukaan tubuh, tidak
seperti antiseptika dalam kedokteran gigi beberapa germisid hanya digunakan untuk
keperluan tertentu, yang tidak digunakan untuk kepentingan lainnya.
1. Fenol
Fenol dengan banyak bentuk majemuknya digunakan secara luas sebagai antiseptik
dan disinfektan. Sebagai induk senyawa majemuk, fenol dikenal sebagai asam karbol, mula-
mula digunakan sebagai aerosol oleh Lister pada tahun 1867 untuk mengurangi terjadinya
infeksi pasca bedah.
Banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari susunan dan efektifitas relatif dari
berbagai derivat fenol sebagai germisid. Walaupun fenol sebagai germisid sederhana, namun
digunakan sebagai standar evaluasi disinfektan lainnya. Yang paling sering digunakan
sebagai antiseptik atau disinfektan yaitu fenol yang disubstitusi
2. Parachlorphenol
paraklorfenol digunakan dalam kedokteran gigi sebagai antiseptika saluran akar
meskipun sudah mulai digantikan dengan senyawa yang lebih
efektif. Banyak dipakai sebagai gabungan dalam obat batuk dan obat kumur dengan
konsentrasi fenol 1,5 yang digunakan sebelum pembedahan rongga mulut yang dapat
menurunkan insidensi bakteremia.
3. Hexachlorophene
Heksaklorofen termasuk grup bisfenol yang kurang toksik untuk antiseptik jaringan
hidup bila dibandingkan dengan fenol. Bahan ini digunakan secara luas antiseptik kulit,
terutama bila dicampurkan dengan detergen. Nama dagang heksaklorofen adalah Phisohek.
Sabun heksaklorofen kosentrasi 3% dapat mengurangi jumlah infeksi akibat staphyloccocus
pada bayi yang baru lahir. Pada konsentrasi 0,25% digunakan dalam sabun cair, misalnya
septisol.
4. Sabun
Sabun merupakan garam Natrium dan Kalium anion dengan rantai yang panjang dari
asam karbolik alifatik yang berasal dari hewan ataupun tumbuhan. Sabun bersifat germisidal
yang relatif lunak terhadap pneumococcus, beberapa Streptococcus, tetapi kurang berefek
terhadap staphylococcus, batang gram negatif dan mikroorganisme tahan asam. Sabun
menurunkan tegangan permukaan kulit, sehingga meningkatkan daya membasahkan air,
dengan akibat debu atau minyak teremulsikan. Dengan demikian mikroorganisme yang ada
akan terbawa pada waktu pembilasan dengan air. Berbagai bahan kimia seperti heksaklorofen
telah digabungkan dengan sabun untuk meningkatkan aktifitas germisidnya.
5. Detergen sintetik
Detergen sintetik dapat dikatagorikan menjadi yang non-ion, anion dan kation.
Detergen non-ion seperti Tween 80, mengurangi tegangan permukaan, namun mempunyai
aktifitas germisidal yang rendah dan digunakan dalam medium pembiakan untuk beberapa
bakteri. Kebanyakan detergen anion yang sintetik seperti sulfonat atau alkil atau aril-sulfat
dan juga seperti sabun mempunyai sifat hidrofob dan hidrofil.
6. Bahan kation, pH
Bahan kation yang terkenal aktif pada permukaan adalah kompon amounium
kuarterner, yang pertama kali diperkenalkan sebagai disinfektan oleh Domagk pada tahun
1935. mula-mula banyak dipakai dalam kedokteran gigi, namun karena mudah sekali
diinaktifkan selama pemakaiannya, maka tidak digunakan lagi.
7. Alkohol
Sebagai bahan yang dapat menyebabkan denaturasi protein, alkohol dapat
mengganggu struktur lipida membran sel. Alkohol dengan rantai pendek seperti etanol dan
isopropil alkohol dalam konsentrasi 50 – 70 % akan lebih mudah terhindrasi, karena
denaturasi protein. Alkohol tidak melemahkan spora tetapi dapat mengurangi flora mikroba
pada permukaan kulit. Alkohol digunakan untuk disinfeksi kulit sebelum penyuntikan, sebab
kerjanya yang efektif dan cepat, namun pra-pembedahan tidak digunakan secara tunggal.
8. Halogen
Iodine merupakan antiseptik yang paling lama dan sampai sekarang masih tetap
digunakan secara luas untuk kulit, membran mukosa dan kulit yang luka. Iodin bebas hanya
digunakan sebagai desinfektan permukaan alat-alat karena bersifat korosif.
Iodofor merupakan senyawa organik yang melepaskan iodin dalam jangka waktu
tertentu. Banyak nama dagang yang tersedia, misalnya Betadine sebagai obat kumur yang
baik bila digunakan sebelum tindakan pembedahan.
Kloramin. Chloromine T dan Halozone merupakan kompon korin yang terdiri dari
rantai nitrogen. Klorin dibebaskan secara lambat untuk membentuk asam hipoklorat, yang
digunakan untuk memurnikan air minum dalam jumlah kecil dan digunakan sebagai
disinfektan dan antiseptika.
Potasium permanganat merupakan senyawa oksidatif yang sangat lemah, sehingga
dapat diganti dengan senyawa lain yang lebih aktif.
Hidrogen peroksida dengan konsentrasi 6% yang distabilkan dengan 0,85% asam
fosfor (Sporox) merupakan sporisid dalam waktu 6 jam yang dapat membunuh bakterti
vegetatif secara luas, bakteri tbc dan virus dengan merendam selama 30 menit. Bahan
organik tidak mudah menyebabkan hidrogen peroksida inaktif. H2O2 merupakan sidinfektan
permukaan terutama untuk bahan yang terbuat dari plastik, karena bersifat toksik. Harganya
yang tidak terlalu mahal dan stabil dipakai dalam waktu 2 minggu, tetapi sisanya harus
dibersihkan.
9. Logam berat dan derivat organiknya
Merkuri (Hg2+) dan perak (Ag+) merupakan logam berat yang paling toksik. Dahulu
HgCl2 merupakan disinfektan yang terkenal, namun bahan ini tidak banyak digunakan lagi.
Banyak senyawa organik merkuri, misalnya metaphen, mertiolate, dan mercurochrome
merupakan antiseptik yang relatif tidak mengiritasi dan lebih efektif dibandingkan garam
merkuri anorganik, karena bergabung dengan gugus –SH protein, sehingga menyebabkan
inaktif.
Garam perak, seperti larutan 1-2% perak nitrat, digunakan untuk menghindarkan
infeksi Gonococcus pada mata bayi yang baru lahir, namun sekarang sebagai penggantinya
dipakai penisilin.
10. Etilin oksida (ETO)
etilin oksida merupakan gas yang tidak berwarna pada temperatur ruangan.
ETO merupakan bahan utama yang dipakai dalam industri untuk sterilisasi bahan-
bahan Rumah Sakit yang sekali pakai. Dalam kedokteran gigi ETO juga digunakan untuk
sterilisasi alat-alat dan bahan yang terbuat dari plastik.
11. Beta-propiolactone
Betapropiolakton (BPL, Betaprone) adalah bahan kimia yang kuat, namun hidrolisa
yang cepat dari cincin lakton hanya terbatas dalam larutan. Bahan ini digunakan dalam
kedokteran gigi dengan bentuk gas untuk membersihkan ruangan atau bangunan, tetapi
mempunyai daya penetrasi yang lebih rendah dari etilen oksida.
12. Formaldehyde
Formaldehid merupakan suatu gas yang disediakan dalam larutan dengan nama
formalin. Ke dalam formalin ini dapat ditambahkan metanol untuk menghambat
kecenderungan pembentukan polimer. Formaldehid bereaksi dengan grup asam amino bebas
dalam protein menyebabkan denaturasi dengan sedikit perubahan antigenik, sehingga umum
digunakan untuk pengawetan vaksin yang steril.
DISINFEKSI DAN DISINFEKTAN
DISINFEKSI
Disinfeksi adalah suatu proses untuk membunuh mikroorganisme patogen sebagai
penyebab timbulnya penyakit walaupun tidak semua mikroorganisme yang hadir mati. Pada
umumnya disinfeksi ditujukan untuk benda mati , swedangkan terhadap jaringan atau benda
hidup digunakan istilah antiseptis.
Tujuan dilakukan disinfeksi adalah untuk mencegah infeksi, mencegah menjadi rusak,
dan mencegah kontaminasi.
Cara mematikan/ menghambat mikroorganisme :
destruksi
penyingkiran
penghambatan
Destruksi ( penghancuran )
panas ( kalor ) → secara fisika : alat pendidih, tanur
Zat kimia : disinfektan
Radiasi : sinar-X, ultraviolet
Mekanis : vibrasi, ultrasonik
Penyingkiran (dilakukan jika tidak bisa di destruksi )
penyaringan
sentifugasi dengan kecepatan tinggi
Penghambatan
suhu rendah : pendinginan
pengeringan : cairan dikeluarkan sebanyak mungkin
kombinasi : liofilisasi → suhu rendah, bakteri dikeringkan dengan cepat
tekanan osmotik tinggi : sirop, asinan ( penambahan gula )
bahan kimia dan obat kemoterapi
Faktor yang Mempengaruhi Kematian Bakteri
Jumlah organisme
Lama waktu kontak berbanding terbalik suhu atau konsentrasi zat kimia
Keadaan alamiah mikroorganisme
spesies berbeda→ kepekaan berbeda
Keadaan fisiologi mikroba dan komposisi medium pembiakan :
sel berproliferasi lebih mudah hancur daripada sel stasioner
Lingkungan organisme bahan organik ( protein,karbohidrat,lemak , mimyak)
menhambat efek zat kimia
Waktu kontak
Faktor yang Mempengaruhi Disinfeksi
Hidrasi suhu pemanasan kering > suhu pemanasan lembab
Suhu aktivitas mematikan bakteri berbanding terbalik dengan waktu
Suhu lebih tinggi : - mengurangi tegangan permukaan
- meningkatkan kemasaman
- mengurangi viskositas
- mengurangi adsorpsi
Konsentrasi efektif eksponensial dengan konsentrasi 2x fenol (0,5%)
→daya mematikan 500-900 %
Oligodinamika, aktivitas logam berat dalam jumlah sedikit
Metode Fisik Menghancurkan dan Menghilangkan Mikroorganisme
1. Pemanasan :
kering → - pemijaran (insenerasi)
- jilatan api (flamming)
- tanur uap panas
basah (temperatur relatif rendah) :
- penggodogan
- uap mengalir
- uap bertekanan
2. Filtrasi :
Seitz filter (dari serat asbes)
Berkefeld filter (tanah diatome)
Chamberland-Pasteur filter (porselen)
Sintered Glass filter (serbuk kaca)
filter serba guna (selulosa asetat)
filter Hepa ( high efficiency particulate air )
masker
3. Irradiasi
sinar ultraviolet
radiasi ionisasi : sinar Gamma dan sinar X
4. Sterilisasi dingin : gelombang mikron ( 1mm-1m )
DISINFEKTAN
Disinfektan adalah bahan kimia yang ditujukan untuk membunuh mikroorganisme
pada benda mati, seperti peralatan, instrumen,meja atau lemari. Disinfektan yang ideal :
efektif terhadap mikroorganisme
tidak merusak/mewarnai bahan
spesifik untuk mikroorganisme
penetrasi yang baik
bersifat membasahkan
stabil untuk disimpan
mudah dibuat
relatif murah
mudah digunakan
sifat mikrobisidal
Bahan Kimia untuk Sterilisasi, Disinfeksi, dan Antiseptis
Prinsip :
mengganggu fungsi membran sel
mengganggu fungsi protein
- reaksi alkilasi
- mengikat gugus sulfhidril
- oksidasi
mutasi, adaptasi, resistensi, dan efek toksik
Disinfektan
Alkohol : senyawa R-CH2OH
Fenol : fenol, senyawa majemuk fenol
Logam berat : garam Hg,Cu,Ag
Bahan oksidasi : H2O, iodin, klorin, hipoklorit
Bahan oksidasi : substitusi atom hidrogen yang bebas dengan alkil
Contoh : formaldehid
Oksida etilen
Detergen : surface active agent → - detergen anion
- detergen kation
- detergen non ion
Fenol ( asam karbol )
→ dapat merusak membran sel
merupakan germisid sederhana.
derivat fenol : hexachlorofen dikombinasikan dengan sabun dapat digunakan sebagai
disinfektan kulit.
Koefisien fenol : mengevaluasi dan menilai efektivitas disinfektan, antiseptik terhadap fenol
sebagai standar.
Klorin
Hipoklorit : mendesinfeksi ruangan, alat bedah
Darivat klorin : halazon dan parasulfone dichloromidobenzoic acid 4-8 mg/l dapat
mendesinfeksi air yang tercemar S.typhi.
Logam Berat
merkuri (Hg) dan perak (Ag)
garam perak : perak nitrat
zat warna : kristal violet, fukhsin dasar, akridin (proflavin,akriflavan)
ETO (etilen oksida) : alkilasi protein→u/plastik dan karet yang rusak oleh panas
BPL (Beta Propiolakton) : formaldehid
Formalin (bentuk larutan) :
metanol →menghambat pembentukan polimer
asam amino bebas→denaturasi aldehid
MDT.Chemiclave
Glutaraldehida
- denaturasi dan alkilasi protein
- alkaline glutaraldehyde
Cara-cara dengan gas :
etilen oksida untuk mensterilkan alat-alat seperti alat optik, bantal, kasur.
uap formaldehid untuk desinfektan alat-alat yang tercemar oleh spora, kuman M.tbc
kreolin, lisol, wipol digunakan sebagai disinfektan untuk lantai.
Metode disinfeksi dapat berdasarkan pada metode fisik dengan cara pemanasan dan metode
kimia dengan menggunakan disinfektan.
Metode fisik untuk disinfeksi dapat dilakukan dengan pemanasan secara bertingkat yaitu
pasteurisasi yang ditujukan untuk menghindarkan rusaknya bahan.
Pemilihan bahan kimia sebagai disinfektan harus dilakukan secara berhati-hati karena suatu
disinfektan yang digunakan untuk suatu tujuan, belum tentu efektif untuk yang lainnya.
Mekanisme Kerja Disinfektan :
disinfektan yang merusak membran sel bakteri, misalnya klorheksidin, senyawa
amonium kuartener, alkohol dan fenol
fiksasi membran sel yang mangakibatkan koagulasi, akibat mekanisme kerja
formaldehid dan glutaraldehid.
bahan oksidasi, misalnya golongan halogen, seperti hipoklorit yang lebih aktif
daripada bromida.
Disinfektan yang umum digunakan dalam kedokteran gigi :
alkohol : etil alkohol yang atau propil alkohol 70% dalam air sangat berguna untuk
antiseptik kulit sebelum penyuntik dan pada pencucian tangan sebelum operasi.
Kombinasi alkohol dan aldehid digunakan untuk disinfeksi permukaan, namun
penggunaan alkohol dengan tujuan ini tidak dianjurkan karena alkohol cepat
menguap, sehingga efeknya mudah menghilang. Kerugian lainnya ialah mudah
diinaktivasi oleh bahan organik. Alkohol masih tetap populer karena harganya relatif
murah, mudah didapat, dan mudah larut dalam air.
aldehid : glutaraldehid merupakan disinfektan yamg populer digunakan dalam
kedokteran gigi, tetapi mengiritasi kulit.
Bisguanid : salah satu disinfektan golongan bisguanid ialah klorheksidin yang
digunakan secara luas dalam kedokteran gigi sebagai antiseptik dan pencegahan
terhadap pembentukan plak gigi.
Senyawa halogen :hipoklorit dan povidon iodon merupakan bahan oksidator yang
membebaskan ion halogen. Walaupun bahan ini relatif murah dan efektif, namun
mampu menyebabkan logam berkarat dan cepat sekali diinaktivasi oleh bhan organik.
Fenol : disinfektan yang termasuk fenol dapat berupa cairan bening, terlarut atau
cairan berwarna hitam atau putih, tetapi cairan terakhir ini tidak digunakan dalam
kedokteran gigi.
Pemilihan Cara Dekontaminasi dengan Disnifektan didasarkan Proses Penggunaannya:
1) Alat-alat yang digunakan membuat kulit, atau mukosa dan atau berkontak
langsung dengan tulang atau jaringan yang terbuka, disebut kritis, misalnya
tang ekstraksi, scalpel, scaler, diterapkan sterilisasi dengan proses pemanasan.
2) Alat-alat yang berkontak dengan membran mukosa, tetapi tidak menembus
mukosa dan tidak berkontak dengan tulang/jaringan terbuka dinamakan semi-
kritis. Contohnya : kaca mulut, sonde, atau pinset. Untuk alat-alat tahan panas
dapat distrerilkan dengan otoklat, namun bila tidak tahan panas dapat
dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.
3) Perlengkapan dan permukaan alat serta lingkungannya yang akan berkontak
dengan kulit utuh termasuk alat rontgen digolongkan alat tidak kritais, dan
cukup membutuhkan disinfeksi tingkat rendah atau sedang.
Seringkali dekontaminasi alat sangat sulit dilakukan, misalnya bentuk atau
permukaannya tidak rata. pegangan lampu, atau tombol pengatur kursi gigi dapat dibungkus
untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Beberapa perlengkapan lainnya seperti penghisap
ludah tersedia dalam bentuk sekali pakai. Cara dekontaminasi alat yang tidak sekali pakai dan
tidak dapat dibungkus, secara khusus dapat dilihat pada petunjuk pabrik. Handpiece haru
disterilkan dengan cara pemanasan, karena akan berkontak dengan membran mukosa dan
permukaan rongga mulut bagian dalam/luar. Handpiece mempunyai struktur yang membatasi
dekontaminasi dan disinfeksi ataupun sterilisasi. Setelah selesai perawatan seorang pasien,
handpiece harus dibersihkan dan disterilkan, misalnya dengan otokalikasi, pemanasan kering
atau pemanasan dengan uap bahan kimia.
PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL
Infeksi nosokomial adalah Infeksi yang muncul selama pasien dirawat di rumah sakit
dan mulai menunjukkan suatu gejala selama pasien itu dirawat atau setelah selesai dirawat
disebut infeksi nosokomial (Hidayat, 2008). Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit
dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 3x24 jam, menunjukkan bahwa masa
inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru
menunjukkan gejala setelah 3x24 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi
nosokomial (Darmadi, 2008).
Penyakit infeksi nosokomial dapat timbul karena beberapa penyebab, menurut
Darmaji (2008) salah satu penyebabnya adalah mikroba pathogen seperti bakteri, virus,
jamur, dan lain-lain. Mikroba sebagai makhluk hidup (biotis) harus berkembang biak,
bergerak, dan berpindah tempat untuk bertahan hidup. Jenis infeksi nosokomial yang sering
terjadi menurut Tietjen dkk (2004) berdasarkan survey yang dilakukan yaitu:
a. Infeksi tempat pembedahan atau infeksi luka operasi
Menurut Vannesa (2010) infeksi luka operasi adalah sebuah luka bedah atau infeksi
yang harus terjadi dalam waktu 30 hari dari operasi bedah
b. Infeksi Saluran kemih (ISK)
Infeksi saluran kemih kemungkinan terjadi terutama setelah tindakan kateterisasi.
Tindakan infasive lainnya seperti tindakan operatif vagina, oleh karena itu pencegahan
infeksi saluran kemih (nosokomial) merupakan suatu keharusan. Sebagai penyebab adalah
bakteri gram negative terutama Psudomonas sp. dan kelompok Enterobacter dengan
manifestasi klinisnya adalah nyeri suprasimfisis, nyeri pinggang, disuria, serta urin yang
keruh atau piuria (Darmaji, 2008).
c. Febris Puerperalis
Febris puerperalis atau demam nifas merupakan infeksi yang muncul pascapersalinan
pervaginam. Tidak semua persalinan berjalan spontan. Diperkirakan 7-8% akan mengalami
kesulitan atau distoria (patologis). Untuk menyelesaikan persalinan distosia ini diperlukan
adanya tindakan infasife yang sering kali membutuhkan instrument medis. Resiko adanya
terjadinya trauma jalan lahir serta trauma pada janin. Trauma jalan lahir yang terjadi berupa
robekan, laserasi, serta pendarahan yang dapat menimbulkan infeksi. Trauma juga terjadi
karena pengunaan instrument medis untuk mengatasi persalinan. Terjadinya infeksi karena
mikrobia pathogen terutama berasal dari flora normal vagina dan kulit di sekitar perineum,
serta instrument medis dan operator. Beberapa penelitian menyebutkan bakteri penyebab
infeksi yaitu Stapylococcus Haemolyticus, Streptococcus Aureus, Escherichia Coli.
d. Infeksi Saluran Cerna
Seorang pasien yang sedang dirawat dapat digolongakn terjangkit infeksi saluran
cerna apabila ditemukan gejala-gejala: adanya nyeri perut secara mendadak kadang-kadang
diserati nyeri kepala, nausea dan muntah-muntah yang diikuti diare, dapat disertai/tanpa
demam. Dikeadaan dengan sindrom gastroenteritis manifestasi klinis ini dapat muncul setelah
beberapa saat penderita mengkonsumsi makanan/minuman yang disajikan.
e. Infeksi Saluran Napas Bawah
Saluran napas bawah adalah organ vital untuk ventilasi, namun demikian tidak jarang
jaringan lunak pada saluran napas ini harus bersentuhan dengan peralatan medis untuk
berbagai indikasi, baik sebagai upaya menegakkan diagnosis, atau bagian dari terapi, maupun
sebagai upaya penunjang untuk kasus-kasus di luar kepentingan saluran napas itu sendiri.
Sebagai contoh: tindakan anestesi umum yang harus menggunakan pipa endotrakeal, pipa
orofaringeal, atau pipa nasofaringeal, tindakan laringoskopi atau bronkoskopi, tindakan
invasif yang lebih jauh seperti trakeostomi, pemasangan ventilator. Semua tindakan medis
infasif pada contoh kasus-kasus tersebut tentunya bukan tanpa resiko bagi penderitanya.
Resiko paling besarnya adalah menyebarnya mikrobia pathogen ke organ yang terdekat, yaitu
paru yang dapat menimbulkan peradangan parenkim paru (Darmaji, 2008)
f. Bakteremia dan septicemia
Bakteremia dan septicemia adalah infeksi siskemik yang terjadi akibat penyebaran
bakteri atau produknya dari suatu focus infeksi kedalam peredaran darah. Menurut Tietjen,
dkk (2006) Septicemia merupakan keadaan yang gawat, oleh karena itu harus ditangani
secara cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya akibat yang fatal. Bila terlambat, ada
kecenderungan mengarah ke keadaan syok dengan angka kematian yang tinggi (50-90%).
Sebagai pemicu timbulnya bakteremia dan septicemia karena adanya tindakan medis infasif
misalnya pemasangan kateter intravaskuler untuk berbagai keperluan seperti pemberian obat,
nutrisi parental, hemodialisis, dan sebagainya. Manifestasi klinisnya berupa reaksi inflamasi
siskemik, yaitu demam yang tinggi, serta nadi dan frekuensi pernapasan meningkat. Demam
yang ada akan bertahan selama minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretik.
Pada anak, secara umum tampak letargi, tidak mau makan/minum, muntah, atau diare. Pada
daerah kateter vena yang terpasang, kulit tampak merah, edema disertai nyeri, dan kadang-
kadang ditemukan eksudat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses infeksi menurut Darmadi (2008) adalah:
1. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan khususnya perawat dapat menjadi sumber utama tertapar infeksi
yang dapat menularkan berbagai kuman ke pasien maupun tempat lain karena perawat rata-
rata setiap harinya 7-8 jam melakukan kontak langsung dengan pasien. Salah satu upaya
dalam pencegahan infeksi nosokomial yang paling penting adalah perilaku cuci tangan
karena tangan merupakan sumber penularan utama yang paling efisien untuk penularan
infeksi nosokomial. Perilaku mencuci tangan perawat yang kurang adekuat akan
memindahkan organisme – organisme bakteri pathogen secara langsung kepada hopes yang
menyebabkan infeksi nosokomial di semua jenis lingkungan pasien.
2. Lingkungan
Lingkungan rumah sakit yang tidak bersih juga bias menyebabkan infeksi nosokomial
sebab mikroorganisme penyebab infeksi bias tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang
tidak bersih.
3. Peralatan medis
Peralatan medis yang dimaksud adalah alat yang digunakan melakukan tindakan
keperawatan, misalnya jarum, kateter, kassa, instrument, dan sebagainya. Bila peralatan
medis tidak dikelola kebersihan dan kesterilannya maka akan menyebabkan infeksi
nosokomial.
4. Makanan atau minuman
Hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita apakah sudah sesuai dengan
standart kebersihan bahan yang layak untuk dikonsumsi bila tidak bersih itu juga akan
menyebabkan infeksi terutama pada saluran pencernaan yang sedang mengalami iritasi.
5. Penderita lain
Keberadaan penderita lain dalam satu kamar atau ruangan atau bangsal perawatan
dapat merupakan sumber penularan.
6. Pengunjung
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan
rumah sakit, atau sebaliknya, yang dapat ditularkan dari dalam rumah sakit ke luar rumah
sakit.
Infeksi nosokomial berasal dari proses penyebaran dari pelayanan kesehatan salah satunya
rumah sakit. Rumah sakit merupakan tempat berbagai macam penyakit yang berasal dari
pasien maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan
berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti: udara, air, lantai, makanan dan benda-benda
medis maupun non medis (Darmadi, 2008). Salah satu sumber penularan infeksi nosokomial
di rumah sakit adalah perawat, yang dapat menyebarkan melalui kontak langsung kepada
pasien. Cara penularan terutama melalui tangan dan dari petugas kesehatan maupun tenaga
kesehatan yang lain, jarum infeksi, kateter urine, kateter intravena, perban, dan cara keliru
menangani luka ataupun peralatan operasi yang terkontaminasi (Hidayat, 2008).
Fokus utama penanganan masalah infeksi dalam pelayanan kesehatan adalah mencegah
infeksi. Salah satu upaya pencegahan infeksi nosokomial adalah menerapkan Universal
Precaution pada petugas kesehatan atau petugas pelayanan kesehatan. Universal Precaution
adalah kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan
terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung pada diagnosis penyakitnya (Irianto, 2010).
Kewaspadaan universal dimaksudkan untuk melindungi petugas layanan kesehatan dan
pasien lain terhadap penularan berbagai infeksi dalam darah dan cairan tubuh lain.
Menurut WHO (2005) kewaspadaan universal diterapkan dengan cara :
a) Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan
b) Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh
c) Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh
d) Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh
e) Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang sekali pakai
tidak boleh dipakai ulang
f) Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok
g) Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis
h) Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur
i) Buang limbah sesuai prosedur.
Mencuci Tangan
Mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit
kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen dkk, 2004). Perilaku mencuci
tangan perawat yang kurang adekuat akan memindahkan organisme-organisme bakteri
pathogen secara langsung kepada hospes yang menyebabkan infeksi nosokomial di semua
jenis lingkungan pasien. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum perawat memeriksa
(kontak langsung) dengan pasien dan sebelum memakai sarung tangan bedah steril sebelum
pembedahan atau sarung tangan pemeriksaan untuk tindakan rutin, seperti pemeriksaan
panggul. Mencuci tangan juga sebaiknya dilakukan setelah perawat melakukan kontak yang
lama dan intensif dengan pasien, setelah memegang instrument atau alat yang kotor, dan
setelah menyentuh selaput lender, darah serta setelah melepaskan sarung tangan. Jadi paling
tidak perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan ke
pasien (WHO, 2005).
Mencuci kedua tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan perawat dalam
memberikan tindakan keperawatan yang bertujuan membersihkan tangan dari segala kotoran,
mencegah terjadinya infeksi silang melalui tangan dan mempersiapkan bedah atau tindakan
pembedahan. Menurut WHO (2005) kebersihan tangan adalah ukuran utama untuk
mengurangi infeksi. Meskipun mencuci tangan terlihat suatu tindakan yang sederhana, tetapi
hal itu kurang adanya dukungan dengan tidak dilaksanakannya perilaku mencuci tangan di
kalangan penyedia layanan kesehatan di seluruh dunia yang mempunyai masalah infeksi
nosokomial. Setelah baru-baru ini pemahaman epidemiologi dari kebersihan tangan
kepatuhan, pendekatan baru telah terbukti efektif.
Ada 10 langkah yang menjadi pedoman dalam WHO untuk mensosialisasikan cuci
tangan dengan sabun dan air. Langkah mencuci tangan yang benar menurut WHO (2005)
adalah
1. Basahi tangan dengan air.
2. Tuangkan sabun ketelapak tangan.
3. Ratakan sabun dengan kedua tangan sampai kedua telapak tangan terkena sabun.
4. Gosok punggung tangan kanan dengan tangan kiri sampai sela-sela jari-jari kemudian
bergantian tangan kiri.
5. Telapak tangan saling bersentuhan dengan jari yang disilangkan pada sela-sela jari.
6. Letakkan punggung jari pada telapak satunya dengan jari saling mengunci.
7. Mengosok ibu jari dengan menggengam ibu jari kiri dengan tangan kanan lalu diputar
begitu pula sebaliknya
8. Menggosok jari-jari tangan kanan pada telapak tangan kiri untuk membersihkan
kotoran kuku tangan kanan, begitu pula sebaliknya.
9. Bilas dengan air yang mengalir.
10. Pakai handuk kering dan bersih atau tissue sekali pakai untuk mengeringkan tangan.
Gambar prosedur mencuci tangan yang benar menurut WHO (2005)
Sumber : http://www.who.int/patientsafety/events/05/HH_en.pdf
PENANGANAN INFEKSI SILANG DI KLINIK KEDOKTERAN GIGI
Dokter gigi, stafnya dan juga pasien memiliki resiko tinggi berkontak dengan
mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi. Tindakan
secara asepsis harus selalu dilakukan, termasuk tindakan pencegahan seperti sterilisasi dan
desinfeksi.
Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh udara, air,
debu, aerosol, percikan atau droplets, sekresi saluran pernafasan, plak, kalkulus, bahan
tumpatan gigi dan debris. Flora mulut yang patogen dari pasien dapat ditransmisikan pada
jaringan atau organ (autogenous infection) seperti katup jantung, sendi artificial, dan jaringan
lunak sekitarnya, dan tulang.
Prosedur pencegahan penularan penyakit infeksi antar lain aalah evaluasi pasien,
perlindungan diri, sterilisasi dan desinfeksi, pembuangan sampah yang aman dan tindakan
asepsis termasuk juga dalam laboratorium tehnik gigi. Metode sterilisasi dan asepsis masa
kini pada praktek dokter gigi dan laboratorium gigi secara nyata telah menurunkan resiko
terjadinya penyakit pada pasien, dokter gigi, dan stafnya.
Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui :
Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi.
Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi.
Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang terluka
maupun yang utuh atau mukosa.
Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.
Dokter gigi tidak mungkin yakin bahwa pasien yang datang untuk perawatan giginya
adalah carrier mikroorganisme infektif atau bukan, oleh karena itu semua pasien yang datang
harus dianggap merupakan carrier dari mikroorganisme patogen. Semua prosedur klinis yang
dilakukan pada semua pasien harus dilakukan dengan menggunakan kontrol infeksi yang
umum.
Prosedur pencegahan infeksi
Prosedur pencegahan infeksi ada beberapa tahap
Evaluasi pasien
Perlindungan diri
Sterilisasi instrumen
Disinfeksi permukaan
Laboratorium yang asepsis
Pembuangan sampah
1. Evaluasi pasien
Harus diketahui riwayat kesehatan yang lengkap dari tiap-tiap pasien dan perbaharui
pada tiap tahap kunjungan berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui adanya
infeksi silang yang kemungkinan terjadi pada praktek dokter gigi. Harus diperhatikan
mengenai adanya penyakit infeksi yang berbahaya.
Dalam hal ini harus disadari bahwa tidak semua pasien dengan penyakit infeksi dapat
terjaring dengan rekam medik sehingga system penjaringan pasien tidak menjamin
sepenuhnya pencegahan penularan penyakit. Konsep Universal precaution pertama kali
dianjurkan oleh Centers For disease Control (CDC) pada tahun 1987 yaitu memperlakukan
semua pasien seolah-olah mereka terinfeksi HIV.
2. Perlindungan diri
Dalam hal ini termasuk
Kebersihan diri
Pemakaian baju praktek
Proteksi misalnya sarung tangan, kacamata, masker, dan rubber dam
Imunisasi.
Kebersihan diri yang baik dapat mengurangi terjadinya infeksi silang pada praktek
dokter gigi
Secara umum pada waktu merawat pasien seorang dokter gigi harus :
Menghindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat pasien,
hindari kontak tangan dengan mata, hidung, mulut, dan rambut serta hindari
memegang luka atau abrasi.
Menutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester sebab luka tersebut dapat
merupakan tempat masuknya mikroorganisme patogen (harus memakai sarung
tangan).
Mencuci tangan dengan baik sebelum dan setelah merawat pasien dengna memakai
sabun antimikrobial (mis. klorheksidin glukonat) sebelum memakai sarung tangan.
Dokter gigi dan stafnya harus memakai baju yang bersih dan baru dicuci.. Baju
tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi kontaminasi.. Baju praktek
harus dicuci dengan air panas dan deterjen serta pemutih klorin, untuk baju yang
terkontaminasi perlu penanganan tersendiri. Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama
virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
Dokter gigi dan stafnya memproteksi diri dengan menggunakan
Sarung tangan
Kacamata
Masker
Rubber dam
Sarung tangan
Tangan merupakan alat transmisi dari mikroorganisme pada saluran pernafasan dan
mulut yang utama. Kuku harus digunting pendek dan tidak boleh memakai perhiasan seperti
cincin, gelang, dan jam tangan pada saat merawat pasien. Tangan harus dicuci dengan sikat
dan sabun yang mengandung zat antimikrobial seperti iodofor (1% iodine), klorheksidin
glukonat (2-4%), para-klormeta-silenol (PMCX) 0,5-3% atau alkohol (70% isopropil aklohol)
dan lain-lain. Tangan digosok paling sedikit selama 10 detik dan dikeringkan dengan
memakai pengering otomatis atau tissue.
Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks atau vinil sekali
pakai. Hal ini untuk melindungi baik dokter gigi atau stafnya maupun pasien. Sarung tangan
vinil dapat dipakai untuk mereka yang alergi terhadap lateks, walaupun hal ini jarang terjadi.
Ada tiga macam sarung tangan yang dipakai dalam kedokteran gigi yaitu :
Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter gigi memeriksa
mulut pasien atau merawat pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan.
Sarung tangan steril yang harus digunakan saat melakukan tindakan bedah atau
mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan pada perawatan
.Sarung tangan heavy duty harus dipakai manakala harus membersihkan alat,
permukaan kerja atau bila menggunakan bahan kimia.
Semua luka dan lecet-lecet pada kulit harus ditutup dengna plester yang kedap air
sebelum memakai sarung tangan. Jangan merawat pasien bila sedang mengalami luka yang
bernanah atau dermatitis yang terbuka hingga luka tersebut benar-benar sembuh. Dokter gigi
dan stafnya harus memakai satu sarung tangan untuk tiap pasien, jangan memakai ulang
sarung tangan karena akan mengurangi nilai protektifnya
Kacamata pelindung
Kacamata pelindung harus dipakai oleh dokter gigi dan stafnya untuk melindungi
mata dari splatter dan debris yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan
karang gigi baik secara manual maupun ultrasonik.
Rambut hendaknya jangan menutupi pandangan dan diikat bagi dokter gigi yang
memiliki rambut panjang serta dilindungi dari percikan dan aerosol dengan memakai penutup
kepala, sebaiknya dokter gigi mencuci muka sebelum makan dan juga mencuci muka serta
rambut sebelum tidur. Bakteri patogen dan beberapa virus terutama virus hepatitis B dapat
hidup pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
Masker
Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan pada saat
menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah terhirupnya aerosol yang dapat
menginfeksi saluran pernafasan atas maupun bawah.
Efektivitas penyaringan dari masker tergantung dari :
Bahan yang dipakai, masker polipropilen lebih baik daripada masker kertas.
Lama pemakaian, lama pemakaian yang efektif adalah 30-60 menit, terutama bila
masker itu basah. Jadi sebaiknya memakai 1 masker untuk tiap pasien.
Rubber dam
Rubber dam harus digunakan pada operasi untuk menghindari terjadinya aerosol.
Pemakaian rubber dam memungkinkan
Mendapat gambaran yang jelas setelah jaringan diangkat
Mengurangi kontak instrumen dengan mukosa, sehingga mengurangi terjadinya luka
pada jaringan dan mengurangi perdarahan.
Mengurangi terjadinya aerosol karena tidak terjadi pengumpulan saliva diatas rubber
dam.
Imunisasi
Dokter gigi dan mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi harus memiliki
data imunisasi yang baru. Di Inggris vaksin hepatitis B, tuberkulosis dan rubella (bagi dokter
gigi wanita) dianjurkan untuk mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi sebagai
tambahan dari imunisasi rutin seperti tetanus, poliomyelitis dan difteri. Di USA dianjurkan
imunisasi terhadap semua penyakit ini kecuali TBC dan influenza.
3. Sterilisasi dan desinfeksi
Sterilisasi adalah proses yang dapat membunuh semua jenis mikroorganisme sedang
desinfeksi adalah proses yang membunuh atau menghilangkan mikroorganisme kecuali spora.
Idealnya semua bentuk vegetatif mikroorganisme mati, namun dengan terjadinya
pengurangan jumlah mikroorganisme patogen sampai pada tingkat yang tidak membahayakan
masih dapat diterima.
Sterilisasi dilakukan dalam 4 tahap :
Pembersihan sebelum sterilisasi.
Pembungkusan
Proses sterilisasi.
Penyimpanan yang aseptik.
Dalam bidang kedokteran gigi pembersihan dapat dilakukan dengan :
Pembersihan manual
Pembersihan dengan ultrasonik
Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris organik,
darah, dan saliva. Asisten dokter gigi yang membersihkan alat tersebut harus memakai sarung
tangan heavy duty.
Pembersihan dengan memakai alat ultrasonik dengan larutan detergen lebih aman,
efisien, dan efektif dibandingkan dengan penyikatan. Gunakan alat ultrasonik yang tertutup
selama paling tidak 10 menit. Setelah dibersihkan, instrumen tersebut dicuci dibawah aliran
air dan dikeringkan dengan baik sebelum disterilkan. Hal ini penting untuk mendapatkan
hasil sterilisasi yang sempurna dan untuk mencegah terjadinya karat.
Pembersihan dengan ultrasonik lebih baik sebab
a.Meningkatkan efisiensi pembersihan
b.Mengurangi bahaya aerolization dari partikel yang infeksius
c.Mengurangi insiden terluka akibat benda tajam
d. Mengurangi waktu kerja
Proses sterilisasi
Pada kedokteran gigi, sterilisasi dapat dicapai melalui metode :
Pemanasan basah dengan tekanan tinggi (autoclave)
Pemanasan kering (oven)
Uap bahan kimia (chemivlave)
4.. Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. Disinfektan
dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok mikroorganisme,
disinfektan "tingkat tinggi" dapat membunuh virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi
tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M. tuberculosis.
Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan seperti
iodophor, derifat fenol atau sodium hipokrit
Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik. Zat ini harus dilarutkan baru setiap hari
dengan akuades. Dalam bentuk larutan, desinfektan ini tetap efektif namun kurang
efektif bagi kain atau bahan plastik.
Derifat fenol (O-fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%) dilarutkan dengan
perbandingan 1 : 32 dan larutan tersebut tetap stabil untuk waktu 60 hari.
Keuntungannya adalah "efek tinggal" dan kurang menyebabkan perubahan warna
pada instrumen atau permukaan keras
Sodium hipoklorit (bahan pemutih pakaian) yang dilarutkan dengan perbandingan 1 :
10 hingga 1 : 100, harganya murah dan sangat efektif. Harus hati-hati untuk beberapa
jenis logam karena bersifat korosif, terutama untuk aluminium. Kekurangannya yaitu
menyebabkan pemutihan pada pakaian dan menyebabkan baru ruangan seperti kolam
renang.
Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan
diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas "tingkat menengah" bila permukaan
tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit.
5. Laboratorium yang asepsis
Tekniker laboratorium gigi dan pasien lain sering kontak dengan mikroorganisme
patogen dari cetakan gigi, hasil cetakan (stone casts) dan lain-lain. ADA menganjurkan agar
semua cetakan harus dicuci untuk menghilangkan saliva, darah, dan debris, kemudian
didesinfeksi sebelum dicor dengan dental stone atau sebelum dikirim ke laboratorium.
Untuk bahan cetak dari alginate sebaiknya tidak direndam, tetapi di spray dengan
desinfektan, lalu dimasukkan dalam kantung plastik dan dibiarkan selama beberapa waktu
sesuai dengan petunjuk pabrik.
6. Pembuangan sampah bekas praktek.
Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, tissue bekas
dan penutup permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh harus ditangani secara
hati-hati dan dimasukkan dalam kantung plastik yang kuat dan tertutup rapat untuk
mengurangi kemungkinan orang kontak dengan benda-benda tersebut. Benda-benda tajam
seperti jarum atau pisau scalpel harus dimasukkan dalam tempat yang tahan terhadap tusukan
sebelum dimasukkan dalam kantung plastik. Jaringan tubuh juga harus mendapat perlakuan
yang sama dengan benda tajam.