24

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TANAMAN KAKAO Kakao diyakini berasal dari lembah Amazon diAmerika Selatan. Pada masa itu, kakao dianggap sebagai makanan para dewa. Kakao juga dibuat menjadi minuman oleh suku Maya, yang mencampurnya dengan jagung dan air. Permintaan akan biji kakao pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Budidaya kakao lalu tersebar ke Karibia, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Di Asia Tenggara, kakao diperkenalkan oleh bangsa Spanyol di Filipina, yang kemudian menyebar ke Indonesia melalui Sulawesi pada tahun 1600-an (Agfor, 2013). Gambar 2.1 Tanaman Kakao Gambar 2.1 menunjukkan bentuk dari tanaman kakao. Beberapa daerah di Indonesia dikenal sebagai pusat

description

pembuatan lemak biji coklat dari biji kakao hasil fermentasi

Transcript of 24

Page 1: 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TANAMAN KAKAO

Kakao diyakini berasal dari lembah Amazon diAmerika Selatan. Pada masa itu,

kakao dianggap sebagai makanan para dewa. Kakao juga dibuat menjadi minuman

oleh suku Maya, yang mencampurnya dengan jagung dan air. Permintaan akan biji

kakao pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Budidaya kakao lalu tersebar ke

Karibia, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Di Asia Tenggara,

kakao diperkenalkan oleh bangsa Spanyol di Filipina, yang kemudian menyebar ke

Indonesia melalui Sulawesi pada tahun 1600-an (Agfor, 2013).

Gambar 2.1 Tanaman Kakao

Gambar 2.1 menunjukkan bentuk dari tanaman kakao. Beberapa daerah di

Indonesia dikenal sebagai pusat produksi utama kakao jenis lindak. Selain itu, kakao

juga telah dibudidayakan di sebagian besar provinsi di Indonesia, terutama di

Sumatera, Kalimantan, dan Papua pada periode 1980–2000an. Pada tahun 2011,

meski luas lahan yang ditanami kakao di Indonesia hanya 1.677.300 hektar

dibandingkan Pantai Gading dengan 2.495.110 hektar dan Ghana dengan 1.650.000

hektar, Indonesia memiliki produksi rata-rata tertinggi untuk periode 2000–2011

Page 2: 24

yaitu sebanyak 643 kg/hektar. Sementara Pantai Gading tercatat dengan 619

kg/hektar, dan Ghana dengan 367 kg/hektar (Agfor, 2013).

Kakao merupakan salah satu di antara 22 spesies termasuk dalam genus

Theobroma, dan masuk dalam keluarga Sterculiaceae. Theobroma cacao merupakan

spesies yang bernilai ekonomi. Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan

berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini

dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat (Kuswartini, 2011).

Kakao sebagai komoditas perdagangan biasanya dibedakan menjadi dua

kelompok besar, yaitu:

a) Kakao mulia (fine cocoa). Secara umum, kakao mulia diproduksi dari varietas

criollo. Di Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh beberapa perkebunan tua di

jawa, seperti di Kabupaten Jember yang dikelola oleh PTPN (Perusahaan

Perkebunan Negara).

b) Kakao curah (bulk ordinary cocoa). Kakao curah diproduksi dari varietas

forastero dan dihasilkan oleh sebagian besar produsen kakao di Indonesia.

Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih tinggi

(Hartanto, 2012).

2.2 BUAH KAKAO

Buah kakao memiliki kulit yang tebal dan mengandung 30-50 biji dalam satu

buah. Buah kakao ini berwarna hijau atau kemerahan saat menjelang matang, dan

ketika matang akan berubah warna menjadi kuning. Jenis tanaman kakao yang

terkenal ada tiga, (Azizah, 2005) yaitu :

1. Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan.

Jenis ini menghasilkan biji kakao yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai

coklat mulia, fine dan flavour cocoa, choiced cocoa, edel cocoa. Buahnya

berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis dan berbintil-bintil kasar dan

lunak. Biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon

berwarna putih pada waktu basah.

2. Forastero, menghasilkan biji coklat yang mutunya sedang (bulk cacao) atau juga

sebagai ordinary cocoa (lindak cacao). Buahnya berwarna hijau dan kulitnya

Page 3: 24

tebal. Biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu

basah.

3. Trinitario, merupakan campuran atau hybrida dari jenis Criollo dengan jenis

Forastero secara alami, sehingga jenis ini menghasilkan biji yang termasuk fine

flavour cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa.

Gambar 2.2 Buah Kakao

Gambar 2.2 menunjukkan buah buah kakao yang masih utuh dan bentuk bagian

dalam dari buah kakao. Kakao terdiri atas dua bagian utama yaitu kulit biji sebanyak

10–14 persen dan keping biji (cotyledon) sebanyak 86–90 % dari berat kering biji.

Buah kakao terdiri atas 3 komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta dan biji. Kulit

buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70 persen

berat buah masak (Azizah, 2005).

2.3 BIJI KAKAO

Biji kakao mengandung senyawa flavonoid seperti catachin, prosianidin, dan

antosianidin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Biji kakao memiliki

kandungan fenolik yang tinggi yaitu antara 12-18% (berat kering) pada biji yang

tidak difermentasi. Sedangkan, kandungan polifenol dalam chocolate sebagai produk

kakao yang paling banyak dikonsumsi, secara signifikan jumlahnya lebih rendah

yaitu 1,7-8,4 mg/g pada dark chocolate dan lebih rendah lagi pada susu coklat sekitar

0,7-5 mg/g. Komponen senyawa ini dilaporkan menjadi kandidat yang berpotensi

sebagai perlawanan terhadap radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh

(Purwaningsih, 2012).

Page 4: 24

Gambar 2.3 Biji Kakao Kering

(Vaksman, 2013)

Gambar 2.3 menunjukkan biji kakao yang telah kering. Menurut Azizah (2005)

komposisi lengkap biji kakao (cotyledon) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Komposisi biji kakao hasil fermentasi

Persenyawaan Persentase

Air 2-3

Komposisi Lemak 52-54

Terdiri dari : Palmitic acid

Stearic acid

Oleic acid

Linoliec acid

25

35

38

2

Fasa Padat 44-46

Terdiri dari : Karbohidrat

Protein

Theobromine

Nitrogen

P2O5

NaCl

Strach

22

19

4

32

3,5

3

14

(Andhostora, 2008)

Page 5: 24

Beberapa karakteristik fisik biji kakao yang termasuk dalam standar mutu

meliputi:

1. Kadar Air

Kadar Air merupakan sifat fisik yang sangat penting dan sangat diperhatikan

oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh terhadap rendemen hasil (yield), kadar

air berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat

penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao yang mempunyai kadar air tinggi,

sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya sangat tidak

disukai oleh konsumen karena cenderung menimbulkan kerusakan citarasa dan

aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Standar kadar

air biji kakao mutu ekspor adalah 6–7 %.

2. Ukuran biji

Seperti halnya kadar air, ukuran biji kakao sangat menentukan randemen hasil

lemak. Makin besar ukuran biji kakao, makin tinggi rendemen lemak dari dalam

biji. Ukuran biji kakao dinyatakan dalam jumlah biji (beans account) per 100 g

contoh uji yang diambil secara acak pada kadar air 6–7 %. Ukuran biji rata-rata

yang masuk kualitas eskpor adalah antara 1,0-1,2 g atau setara dengan 85-100

biji per 100 g contoh uji.

3. Kadar kulit

Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell). Kadar

kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao (kulit

dan keping) pada kadar air 6-7 %. Standar kadar kulit biji kakao yang umum

adalah antara 11-13 %. Biji kakao dengan kadar kulit yang tinggi cenderung

lebih kuat atau tidak rapuh saat ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut

dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Kadar kulit biji kakao dipengaruhi

oleh jenis bahan tanaman dan cara pengolahan (fermentasi dan pencucian).

Makin singkat waktu fermentasi, kadar kulit biji kakao makin tinggi karena

sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel pada biji. Namun demikian,

kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses pencucian.

Page 6: 24

4. Kadar Lemak

Kadar lemak pada umumnya dinyatakan dalam persen dari berat kering keping

biji. Lemak merupakan komponen termahal dari biji kakao sehingga nilai ini

dipakai oleh konsumen sebagai salah satu tolok ukur penentuan harga. Selain

oleh bahan tanam dan musim, kandungan lemak dipengaruhi oleh perlakuan

pengolahan, jenis bahan tanaman dan faktor musim. Biji kakao yang berasal dari

pembuahan musim hujan umumya mempunyai kadar lemak lebih tinggi. Sedang,

karakter fisik biji kakao pasca pengolahan, seperti kadar air, tingkat fermentasi

dan kadar kulit, berpengaruh pada rendemen lemak biji kakao. Kisaran kadar

lemak biji kakao Indonesia adalah antara 49-52 % (Azizah, 2005).

2.3.1 Standar Mutu Biji Kakao

Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Setiap partai

biji kakao yang akan diekspor harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh

lembaga yang ditunjuk. Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar

Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 - 2323 - 2002).

Berikut mutu biji kakao menurut Standar Nasional Indonesia atas dasar ukuran

biji dan syarat umu biji kakao :

Tabel 2.2 Mutu Biji Kakao Atas Dasar Biji

2.4 PENGOLAHAN BIJI KAKAO

Diagram alir proses pengolahan biji kakao menjadi beberapa macam produk

antara (intermediet) di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dapat dilihat pada

gambar dibawah ini :

Page 7: 24

Gambar 2.4 Diagram Alir Proses Pengolahan Biji Kakao (Hartanto, 2012)

Proses pengolahan biji kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

yang berpusat di Jember diawali dengan sortasi untuk memisahkan biji kakao dari

kotoran-kotoran yang mungkin terikut. Biji kakao yang diolah adalah biji yang telah

difermentasi selama lima hari. Selanjutnya, dilakukan tahap penyangraian untuk

membentuk aroma dan citarasa khas coklat dari biji kakao dengan perlakuan panas.

Biji Kakao

Sortasi

Penyangraian

Pemisahan Kulit

Daging biji (nib)

Pengempaan

Pemastaan

Lemak Kakao Bungkil Cokelat

Penghalusan bungkil

Pengayakan

Page 8: 24

Penyangraian dilakukan pada suhu 105-120 oC selama 20-35 menit. Setelah

disangrai, biji kakao dihilangkan kulitnya secara mekanis hingga diperoleh daging

biji (nib) (Hartanto, 2012).

Gambar 2.5 Struktur Bangun A (+)-Katekin, B (-)-Katekin, C (-)-Epikatekin dan D

(+)-Epikatekin (Hurst,dkk.,2011)

Nib kemudian dihancurkan hingga mencapai ukuran <20 mµ. Penggilingan nib

menggunakan panas menyebabkan lemak kakao meleleh dan membentuk pasta yang

selanjutnya disebut dengan kakao liquor. Pasta ini dapat langsung dimurnikan dan

dijual sebagai coklat tanpa pemanis (unsweetened baking chocolate). Pasta kakao

kemudian dikempa untuk mengeluarkan lemak kakao. Sisa hasil tempaan adalah

bungkil padat dengan kandungan lemak berkisar antara 10-22 % bergantung pada

permintaan konsumen. Bungkil merupakan bahan baku utama dalam pembuatan

bubuk coklat setelah melalui proses penghalusan pada suhu antara 34-40 oC dan

pengayakan dengan mesin pengayak 120 mesh (Hartanto, 2012).

Page 9: 24

Gambar 2.6 Pengeringan Biji Kakao Setelah Fermentasi

(Owen, 2013)

Gambar 2.6 menunjukkann pengeringan bijin kakao dengan cara penjemuran.

Pengeringan bertujuan untuk menguapkan air yang masih tertinggal di dalam biji

pasca fermentasi yang semula 50 – 55 % menjadi 7 % agar biji kakao aman disimpan

sebelum dipasarkan atau diangkut lanjut ke konsumen. Pengeringan biji kakao

umumnya dilakukan dengan 3 cara, yaitu cara penjemuran, cara mekanis, dan

kombinasi keduanya. Selama proses pengeringan berlangsung, laju pengeringan

ditentukan oleh adanya perpindahan panas dari udara sekeliling ke dalam biji. Jika

udara sekelilingnya lembab, akan terjadi pengembunan sehingga komoditi yang

dikeringkan akan menjadi basah. Oleh karena itu, dalam proses pengeringan

dibutuhkan energi panas untuk menguapkan air (Azizah 2005).

2.4.1 Fermentasi Biji Kakao

Popularitas kakao dari produk kakao yang diturunkan, dalam coklat khususnya,

dapat dianggap berasal dari rasa yang unik dan lezat. Rasa dan khususnya, aroma

kakao dikembangkan selama pemrosesan utama biji kakao, yaitu fermentasi dan

pengeringan. Tentu saja melibatkan tindakan berbagai mikro-organisme dalam pulp

kakao dan aksi enzim karbohidrat, protein dan polifenol dalam biji kakao. Tidak ada

rasa dalam biji kakao tanpa fermentasi (Camu, dkk., 2008). Selama proses fermentasi

biji kakao akan menumbuhkan cita rasa, aroma, dan warna, karena selama fermentasi

terjadi perubahan fisik, aroma, dan cita rasa di dalam biji kakao (Ningrum, 2011).

Page 10: 24

Produk kakao pada umumnya yang beredar seperti dark chocolate, milk chocolate

berasal dari biji kakao yang telah difermentasi (Purwaningsih, 2012).

Tahapan fermentasi yaitu :

1. Selama fermentasi biji kakao, fungsi mikroorganisme untuk penghilangan pulp

yang mengelilingi biji segar dan metabolisme produksi.

2. Dilanjutkan penghilangan pektin depolymerisation oleh ragi.

3. Proses anaerobik fermentasi ragi gulauntuk etanol, fermentasi mikroaerofilik

gula danasam sitrat menjadi asam laktat, asam asetat, dan manitol oleh bakteri

asam laktat (LAB) dan aerobik eksotermis biokonversi etanol menjadi asam

asetat dengan asam asetat bakteri (AAB) yang dapat menyebabkan kematian

kacang karena penetrasi terutama etanol dan asam asetat melalui kulit ke dalam

kotiledon, dan penciptaan lingkungan, yaitu penurunan pH internal yang 6,5-4,8,

peningkatan suhu kacang hingga 50 oC sehingga struktur biji kakao rusak.

4. Untuk pengembangan rasa prekursor dan degradasi pigmen oleh endogen

enzim, seperti invertase, glycosidases, protease dan polifenol oxidase,

metabolisme mikroba lain, seperti ester dan pirazin, dapat masuk kacang

kotiledon dan bertindak sebagai prekursor rasa atau langsung sebagai

senyawa rasa. Sebagai hasil dari reaksi biokimiadalam biji kakao yaitu terbentuk

rasa, khususnya mengurangi gula, peptida, dan asam amino.

5. Selanjutnya dimodifikasi melalui reaksi Maillard selama pemanggangan dengan

fermentasi yang baik (Camu, et al., 2008)

Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara gugus amina primer pada lantai

protein dengan gula reduksi sehingga terbentuk senyawa mellanoidin (pigmen

coklat). Sedangkan senyawa gula non-reduksi (sukrosa) akan terhidrolisa oleh air

membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan melanjutkan reaksi Maillard.

Selain keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan cita rasa, kesempurnaan

reaksi sangrai dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu panas, waktu, dan kadar air

(Azizah, 2005).

Page 11: 24

Gambar 2.7 Kotak Fermentasi di Kulon progo (SNI Biji Kakao 01-2323-2008)

Gambar 2.8 Kotak Fermentasi di Gunung Kidul (SNI Biji Kakao 01-2323-2008)

Gambar 2.7 dan 2.8 menunjukkan bentuk kotak fermentasi yang digunakan

dalam proses fermentasi biji kakao.

2.4.2 Leaching

Ekstraksi padat-cair dikenal atau leaching yaitu peristiwa pelarutan terarah dari

satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan

dengan pelarut cair dimana pelarut akan melarutkan sebagian bahan padatan

sehingga bahan terlarut yang diinginkan dapat diperoleh. Ekstraksi padat cair

(leaching) biasanya diterapkan pada industri pembuatan teh (Nisa, 2013). Secara

garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu:

1. Penambahan sejumlah massa solven untuk dikontakkan dengan sampel, biasanya

melalui proses difusi.

2. Solute akan terpisah dari sampel dan larut oleh solven membentuk fase ekstrak.

3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel (Wilson, et al., 2000 dalam N Tharic,

2010)

Page 12: 24

Minyak coklat dapat diperoleh melalui metode ekstraksi maupun metode

pengepresan. Adapun metode pengambilan minyak coklat salah satunya ialah metode

ekstraksi menggunakan solvent (sokhelet). Keunggulan dari metode ini adalah

minyak yang dihasilkan mempunyai bau yang mirip dengan bau alamiah dan

komponen kimia yang terkandung tidak mengalami dekomposisi persenyawaannya

karena pengaruh pemanasan yang tinggi (Aziz, 2009).

Pada proses pengambilan minyak dari fase padat melalui tiga tahap, yaitu :

1. Difusi solute dari padatan ke permukaan padatan,

2. Kesetimbangan fase,

3. Perpindahan massa dari permukaan padatan ke pelarut.

Skema difusi padat cair diberikan pada gambar 2.9 di bawah ini (Bangkit,

dkk.,2012)

Gambar 2.9 Skema Difusi Padat Cair

(Bangkit, dkk., 2012)

Ada beberapa jenis metode operasi leaching, yaitu :

1. Operasi kontinu dengan sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan

(countercurrent). Dalam sistem ini aliran bawah dan atas mengalir secara

berlawanan. Operasi ini dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan

larutan pekat, yang merupakan aliran atas tahap kedua, dan padatan baru, operasi

berakhir pada tahapke n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran antara

pelarut barudan padatan yangberasal dari tahap ke-n (n-1). Sistem ini

memungkinkan didapatnya perolehan solute yang tinggi, sehingga banyak

digunakan didalam industri.

Page 13: 24

2. Operasi dengan sistem bertahap tunggal. Metode ini merupakan proses

pengontakan antara padatan dan pelarut dilakukan sekaligus dankemudian

disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara ini jarang ditemui

dalam operasi industri, karena perolehan solute yang rendah.

3. Operasi secara kontinu dengan aliran berlawanan. Dalam sistem ini, aliran

bawah dan atas mengalir secara berlawanan. Operasi dimulai pada tahap pertama

dengan mengontakkan larutan pekat yang merupakan aliran atas tahap kedua,

dan padatan baru. Operasi berakhir pada tahap ke-n (tahap terakhir), dimana

terjadi pencampuran antara pelarut baru dan padatan yang berasal dari tahap ke-

n (n-1).

4. Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan.

Di dalam sistem ini, padatan dibiarkan stationer dalam setiap tangki dan

dikontakkan dengan beberapa larutan yang konsentrasinya makin menurun.

Padatan yang hamper tidak mengandung solut meninggalkan rangkaian setelah

dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan pekat sebelum ke luar dari

rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru di dalam tangki

yang lain (Nisa, 2013).

Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses leaching adalah: jumlah konstituen

(solute) dan distribusinya dalam padatan, sifat padatan, dan ukuran partikel.

Mekanisme proses leaching dimulai dari perpindahan solven dari larutan ke

permukaan solid (adsorpsi), diikuti dengan difusi solven ke dalam solid dan

pelarutan solut oleh solven, kemudian difusi ikatan solut-solven ke permukaan solid,

dan desorpsi campuran solut-solven dari permukaan solid kedalam badan pelarut

(Treyball, 1980 dalam Pramudono, dkk., 2008).

2.4.2.1 Pelarut Leaching

Solvent atau pelarut berfungsi melarutkan zat terlarut dari suatu senyawa.

Solven harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Perry,1997 dalam N Tharic, 2010) :

1. Daya larut terhadap solute cukup besar

Page 14: 24

2. Dapat diregenerasi

3. Memiliki koefisien distribusi solute yang tinggi

4. Dapat memuat solute dalam jumlah yang besar

5. Sama sekali tidak melarutkan diluen atau hanya sedikit melarutkan diluen

6. Memiliki kecocokan dengan solute yang akan diekstraksi

7. Viskositas rendah

8. Antara solven dengan diluenharus mempunyai perbedaan densitas yang cukup

besar

9. Memiliki tegangan antarmuka yang cukup

10. Dapat mengurangi potensi terbentuknya fase ketiga

11. Tidak korosi.

12. Tidak mudah terbakar

13. Tidak beracun

14. Tidak berbahaya bagi lingkungan

15. Murah dan mudah didapat

Pada umumnya perpindahan solven ke permukaan terjadi sangat cepat di mana

berlangsung pada saat terjadi kontak antara solid dan solvent, sehingga kecepatan

difusi campuran solut-solven ke permukaan solid merupakan tahapan yang

mengontrol keseluruhan proses leaching. Kecepatan difusi ini tergantung pada

beberapa faktor yaitu : temperatur, luas permukaan partikel, pelarut, perbandingan

solut dan solven, kecepatan dan lama pengadukan. Untuk memisahkan minyak dari

pelarutnya, dilakukan dengan cara distilasi (Treyball, 1980 dalam Pramodono, dkk.,

2008).

2.4.2.2 Heksana

Untuk mendapatkan lemak coklat di sarankan melakukan leaching dengan

menggunakan suatu pelarut organik yang memiliki berat molekul yang relatif rendah

yaitu tidak lebih dari 75 gr/mol. Sebagai contoh, propana, butana dan Heksana atau

campuran-campuran daripadanya, dalam hal ini pelarut yang digunakan adalah n-

Heksana. Bahan pelarut organik dapat melarutkan lemak coklat ± 20 % (dalam %

berat). Penggunaan pelarut yang memiliki berat molekul lebih rendah dari 75 gr/mol

disebabkan karena pelarut nonpolar alkana dapat mengekstrak lemak tanpa

Page 15: 24

mengekstrak aroma dari tepung sebagai refinat. Disamping mudah untuk dipisahkan

dari lemak coklat. Pelarut yang digunakan mudah dipisahkan dari lemak coklat dan

padatan coklat sehingga dihasilkan tepung coklat (cocoa powder) yang berkualitas

(US Patent 6361814, 2002).

Seperti pembuatan minyak tumbuhan pada umumnya, ekstraksi minyak biji

coklat menggunakan pelarut organik seperti heksana. Pelarut ini bersifat inert,

memiliki titik didih yang rendah serta dapat melarutkan dengan cepat dan sempurna.

Namun, penggunaan pelarut organic beracun dalam proses pengolahan makanan

harus dibatasi. Oleh karena itu,subtitusi pelarut heksana ke etanol sangat dianjurkan.

Etanol memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan metanol dan

lebih rendah dibandingkan dengan alkohol-alkohol lainnya. Hal ini dapat diterangkan

dengan adanya ikatan hidrogen di dalam molekul alkohol, sehingga alkohol dengan

bobot molekul rendah sangat larut dalam air. Tetapi dengan adanya gaya Van Der

Waals antara molekul-molekul hidrogen dalam alkohol menjadi lebih efektif menarik

molekul satu sama lain sehingga mengalahkan efek pembentukan ikatan hidrogen

(Keenan, 1986).

Etanol bersifat miscible terhadap air dan dengan kebanyakan larutan organik,

termasuk larutan non-polar seperti aliphatic hydrocarbons. Lebih jauh lagi

penggunaan etanol digunakan sebagai solvent untuk melarutkan obat-obatan, penguat

rasa, dan zat warna yang tidak mudah larut dalam air. Bila bahan non-polar

dilarutkan dalam etanol, dapat ditambahkan air untuk membuat larutan yang

kebanyakan air. Gugus -OH dalam etanol membantu melarutkan molekul polar dan

ionion dan gugus alkilnya CH3CH2- dapat mengikat bahan non-polar. Dengan

demikian etanol dapat melarutkan baik polar maupun non-polar.

N-heksana adalah hidrokarbon alkana rantai lurus yang memiliki 6 atom karbon

dengan rumus molekul C6H14. Isomer heksana bersifat reaktif dan digunakan sebagai

secara luas sebagai pelarut inert dalam reaksi organik karena heksana bersifat sangat

tidak polar. N-heksana dibuat dari hasil penyulingan minyak mentah dimana untuk

produk industrinya ialah fraksi yang mendidih pada suhu 65-70°C (Aziz 2009).

Page 16: 24

2.5 LEMAK COKELAT

Minyak yang terdapat di alam ini ada tiga golongan yaitu minyak mineral

(mineral oil) minyak nabati dan hewani yang bisa dimakan (edible fat) serta minyak

atsiri (essential oil). Salah satu sumber minyak nabati adalah minyak coklat yang

berasal dari biji coklat, dengan kandungan minyaknya 54 – 58 % yang tersusun dari

senyawa gliserida jenuh, oleopalmitin, oleopalmit ostearin, oleodistearin,

palmitodiolein, triolein, dan stearodiolein. Minyak coklat pada umumnya dinyatakan

dalam persen dari berat kering keping biji. Minyak merupakan komponen termahal

dari biji coklat sehingga nilai ini dipakai oleh konsumensebagai salah satu tolak ukur

penentuan harga (Aziz, 2009).

Produk-produk turunan cokelat, satu diantaranya lemak cokelat (cocoa butter),

digunakan secara luas tidak hanya dalam industri pangan, lemak cokelat dipilih

sebagai bahan baku industri, dikarenakan lemak cokelat memiliki sifat fungsional

yang superior, terutama dalam membentuk tekstur, viskositas, plastisitas, difusi

aroma, karakteristik lelehan (melting profile), kristalisasi, dan efek glossy pada

produk pangan. Proses produksi lemak cokelat diawali dengan pengambilan biji dan

daging buah cokelat untuk kemudian difermentasi. Proses fermentasi yang baik akan

menghasilkan cokelat yang bermutu, terutama dinilai dari aspek pembentukan cita

rasa dan perubahan komposisi kimiawi dari biji cokelat (Rahmadi, 2010).

Salah satu manfaat minyak coklat adalah untuk aromatisasi coklat dengan

menyeprotkannya pada coklat bubuk terutama pada coklat instant atau campurannya

dengan minuman bubuk lainnya. Selain itu, minyak coklat juga dapat digunakan

sebagai bahan dasar kembang gula coklat, bahan kosmetik seperti make up, lipstick,

krim pembersih, krim penghalus kulit, minyak rambut dan juga sebagai obat penyakit

reumatik (Aziz, 2009).

Lemak kakao didominasi oleh trgiliserida yang terdiri atas asam stearat (34%),

palmitat (27%), dan oleat (34%) yang bersifat padat pada suhu ruang dan meleleh

pada suhu tubuh 37 oC dan memberikan tekstur yang smooth saat dimulut. Salah satu

cara untuk memperbaiki mutu cokelat adalah dengan cara tempering yaitu proses

yang melibatkan serangkaian tahapan pemanasan, pendinginan, dan pengadukan

dengan kecepatan rendah. Proses tempering dapat meningkatkan titik leleh, beberapa

studi tentang proses pembuatan cokelat telah diteliti tentang efek pergeseran kristal

Page 17: 24

pada lemak kakao dan olahan cokelat tempering pada sejumlah aliran geometri yang

berbeda, aliran geometri pada cokelat susu (Indarti, 2013).

Gambar 2.11 Struktur Lemak Trigliserida Minyak Cokelat dari Biji Kakao

(Owen, 2013)

Keberadaan asam lemak bebas di dalam minyak coklat harus dihindari karena

hal itu merupakan salah satu indikator kerusakan mutu. Asam lemak bebas umumnya

muncul jika biji coklat kering disimpan di gudang yang kurang bersih dan lembab.

Kadar asam lemak bebas seharusnya kurang dari 1%. Biji coklat dianggap sudah

mulai mengalami kerusakan pada kadar asam lemak bebas di atas 1,3 %. Codex

Allimentarius menetapkan toleransi kandungan asam lemak bebas di dalam biji

coklat dengan batas maksimum 1,75 %.

2.6 SIFAT BAHAN BAKU DAN PRODUK

2.6.1 Biji kakao

a. Kadar air : 6-7 %

b. Ukuran biji 1,0 – 1,2 gram

c. Kadar kulit biji kakao yang umum adalah antara 11 - 13 %.

2.6.2 n-Heksana

Sifat – sifat fisika

a. Warna jernih

b. Kestabilan : stabil

c. Titik beku : -130 °C

d. Titik didih : 73 °C

e. Tekanan uap : 8,28 psi pada 20 °C

f. Kelarutan di air : tidak larut

Page 18: 24

g. Densitas : 0,626 gr/ml

Sifat – sifat kimia

a. Cairan dan uap yang sangat mudah terbakar.

b. Dapat berakibat fatal bila tertelan atau memasuki saluran pernapasan.

c. Dapat menyebabkan rasa mengantuk dan pusing.

d. Beracun terhadap kehidupan akuatik dengan efek tahan lama.

e. Diulang paparan dapat menyebabkan kulit kering atau pecah-pecah

(Perry, 1997)

2.6.3 Lemak Coklat

Sifat – sifat fisika

Spesifik gravity 0,8957 pada 40 °C

Indeks bias 1,4560-1,4580 pada 40 °C

Titik cair 32-35 °C

Bilangan iod 33-44

Hidroksil 2-7

Bilangan penyabunan 190-198

Mempunyai bau khas coklat -

Berwarna putih kekuningan -

Sifat – sifat kimia

a. Lemak ini mempunyai sifat rapuh (brittle) pada suhu 25 °C

b. Tidak larut dalam air,

c. Sedikit larut dalam alkohol dingin,

d. Angka penyabunan 188-198, angka iod 35-40.

e. Lemak kakao larut sempurna dalam alkohol murni panas

f. Sangat mudah larut dalam kloroform, benzene, dan petroleum eter

(Mulato, 2002 dalam Nur, 2012 dan S. ketaren, 1986)

2.7 PENENTUAN KAPASITAS

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tahun 2011-2013 menyebutkan

Indonesia memproduksi biji coklat berturut-turut yaitu 677,4 ; 687,2 dan 723,0

(dalam ribu ton). Produksi perkebunan coklat Sumatera Utara dan NAD sendiri pada

Page 19: 24

tahun 2011-2013 berturut-turut yaitu 54,50 dan 24,60 ; 37,16 dan 21,66 serta 36,19

dan 20,61 (dalam ribu ton).

Diperkirakan pada waktu yang akan datang produksi biji cokelat terus

mengalami peningkatan, disebabkan program regenerasi perkebunan coklat oleh

pemerintahan. Untuk memproduksi lemak cokelat berkapasitas 12.000 ton/tahun

dibutuhkan 24.491,75 ton/tahun biji cokelat. Diperkirakan pada waktu yang akan

datang produksi biji cokelat terus mengalami peningkatan, disebabkan program

regenerasi perkebunan cokelat oleh pemerintahan.

2.8 DESKRIPSI PROSES

Pembuatan lemak cokelat mentah dari biji cokelat kering hasil fermentasi

dilakukan dengan beberapa tahap, adapun tahap – tahap tersebut adalah :

1. Tahap penghalusan biji cokelat

Biji cokelat kering hasil fermentasi terdiri dari 6 % kulit biji dan 94 % biji,

ditempatkan dalam penyimpanan tertutup berupa gudang (G-101). Melalui alur

1 menggunakan bucket elevator (BE-101), biji cokelat kering diangkut dari

gudang ke pengilingan hammer mill (HM-101) untuk dihancurkan.

Menggunakan kipas (F -101) kulit biji dipisahkan beserta kotoran yang tidak

dinginkan terpisah dari produk dan ditampung di bak penampung (BP-101). Biji

diangkut bucket elevator (BE-102) ke hammer mill (HM-102), tahap

pennghancuran biji cokelat. Hammer mill memiliki sebuah rotor yang

dilengkapi dengan palu ayun, rotor berputar dengan kecepatan tinggi dalam

sebuah rumah (chasing) berbentuk silinder. Biji cokelat masuk pada bagian

puncak chasing, lalu dihancurkan dan keluar melalui bukaan pada dasar

chasing. Ukuran partikel dari pasta cokelat adalah 150 mikron.

2. Tahap Leaching

Pasta cokelat mengandung 54 % lemak, 44 % padatan dan 2 %. Pasta cokelat

masuk ke mixing tank (T-101) melalui alur 3 dengan bantuan gravitasi, T-101

dilengkapi jeket pemanas steam. Pasta cokelat dipanaskan hingga temperatur 90 oC dengan suhu steam 180 oC, hal ini agar seluruh lemak yang terdapat di dalam

padatan cokelat meleleh. Cokelat pasta keluar dari T-101 melalui alur 4 dengan

bantuan pompa P-101 mengalir ke kondensor CD-101 untuk menurunkan suhu

Page 20: 24

cokelat pasta menjadi 60 oC, cokelat pasta mengalir melalui alur 5 dengan

bantuan gravitasi, mengalir ke mixing tank (MT-101). Pada saat yang

bersamaan di alur 6, pelarut (n-Heksana) dari tangki (T-102) masuk melalui

pompa (P-105) pada temperatur 28oC. Campuran pasta cokelat dan pelarut

dikeluarkan dari mixing tank (MT-101) menuju filter press (FP-101) dialur 8

menggunakan pompa (P-102), sehingga fasa cair dan fasa padat terpisah. Fasa

cair berupa lemak dan pelarut keluar dari dialur 7, masuk ke dalam separator

(S-101). S-101, air dikeluarkan dialur 19. Padatan keluar pada bagian bawah

filter press, masuk ke screw conveyor kemudian diangkut mengunakan bucket

elevator (BE-103) dialur 15. Pada MT-101 lama pengadukkan 8-10 menit.

Metode leaching dengan cara penambahan pelarut organic menghasilkan 99 %

lemak dapat dipisahkan dari keping biji cokelat (Ketaren, 1986).

3. Tahap pemisahan pelarut dari lemak cokelat

Lemak cokelat dan n-heksana dari separator mengalir melalui pompa P-103 ke

HE untuk dipanaskan dari suhu 35 oC menjadi 70 oC berfungsi agar menguapkan

n-heksana. Campuran pelarut dan lemak dialirkan ke menara evaporator

(EV-101) dialur 10. Pelarut diuapkan dari lemak pada tekanan 1 atm dan

temperatur 105 oC lemak cokelat di pekatkan dalam fasa emulsi. Lemak keluar

melalui pompa (P-104) menuju tanki lemak cokelat (T-103) di alur 11, dimana

kandungan pelarut yang tertinggal pada lemak tidak lebih dari 5 ppm. Pada

menara evaporator, uap pelarut keluar pada alur 12. Temperatur n-Heksana

turun tetapi masih dalam fasa uap, n-Heksana menjadi cair pada temperatur 28 oC, dialur 13 Cairan pelarut mengalir ke T-102 secara gravitasi.

4. Tahap pemisahan pelarut dari tepung cokelat

Padatan dari filter press dibawa melalui bucket elevator (BE-103) pada alur 15

ke unit spray dryer (SD-101). Udara panas masuk pada temperatur 150 oC.

Padatan kemudian masukkan ke unit cyclone (C-101), Uap keluar dari C-101

pada alur 17, lalu dialirkan melalui condensor (CD-103) untuk merubah n-

heksana ke fasa cair. Mengalirkan cairan n-heksana dialur 18 menuju tanki

pelarut (T-102) secara gravitasi. Padatan berupa bubuk cokelat (cocoa powder)

keluar pada alur 16 menuju bak penampung (BP-102) Bubuk.