24
Transcript of 24
1
PENGGUNAAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DALAM
PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DI LEMBAGA TERAPI ANAK ALTISMA KUDUS
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1
untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Nama Mahasiswa : Erianawati
NIM : 1124000048
Program Studi : S1 Kurikulum Teknologi Pendidikan
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Hardjono Drs. Suripto, M.si
NIP. 130781006 NIP. 131413233
Mengetahui :
Ketua Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan
Drs. Haryanto
NIP. 131404301
3
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 29 Juni 2005
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs. Siswanto, MM Dra. Nurussaadah, Msi
NIP. 130515769 NIP. 131469642
Pembimbing I Anggota Penguji
Penguji I
Drs. Hardjono Drs. Kustiono, M.Pd
NIP.130781006 NIP. 131998682
Pembimbing II Penguji II
Drs. Suripto, M.si Drs. Hardjono
NIP. 131413233 NIP.130781006
Penguji III
Drs. Suripto, M.si
NIP. 131413233
4
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi atau tugas akhir ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik
sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam
skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang,
Erianawati
NIM. 1124000048
5
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan.”
(Q.S. Alam Nasyrah : 6)
“Carilah ilmu walaupun (keberadaan ilmu) di negeri Cina, sesungguhnya mencari
ilmu itu wajib bagi orang-orang Islam.”
(HR. Baihaqi)
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila mengerjakan suatu
pekerjaan dilakukan secara itqon (professional)”
(HR. Baihaqi)
PERSEMBAHAN
� Ayahanda dan Ibunda kami tercinta
� Kakanda dan Adinda kami tercinta
� Teman-teman kami
� TP Angkatan 2000 dan Almamater
6
ABSTRAK
Erianawati. 2005. Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran
Anak Hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus. Jurusan
Kurikulum Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Drs. Hardjono,
Pembimbing II Drs. Suripto, M. Si.
Kata Kunci: Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak
Hiperaktif
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) berbunyi: “Tiap-tiap Warga Negara
berhak mendapat pengajaran.” Kata tiap-tiap menunjukkan bahwa semua warga
negara Indonesia termasuk anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus berhak
untuk memperoleh pendidikan, salah satunya adalah anak hiperaktif.
Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit Hiperactivity
Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) menggambarkan anak-
anak yang menderita ketidakmampuan untuk ‘stop, look, listen and think’
(Abikoff, 1987). Kelemahan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan dalam
menggunakan strategi kognitif yang terorganisir sehingga sulit memusatkan dan
mempertahankan perhatian. Perilaku mereka tidak diatur melalui aturan yang
jelas.
Agar perkembangan anak hiperaktif bisa kembali seperti anak normal atau
setidaknya bisa berkurang hiperaktifitasnya dan dapat berkomunikasi/menjalin
hubungan baik dengan orang-orang disekitarnya maka anak hiperaktif perlu
mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus sejak dini,
salah satunya adalah dengan terapi.
Untuk itu peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat
diperlukan dalam upaya penyembuhan anak hiperaktif. Walaupun dibutuhkan
kesabaran, energi, memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit,
namun dengan dilakukannya terapi secara intensif akan membantu
penyembuhannya dan secara bertahap hiperaktifitasnya akan berkurang.
Di dalam pembelajaran anak hiperaktif di tempat Terapi Anak Al Tisma
Kudus tidak lepas dari penggunaan media, terutama media visual,, karena media
visual (gambar) merupakan alat bantu komunikasi yang mewujudkan tujuan
komunikasi dari anak, dan disamping itu anak lebih mudah belajar memahami
lewat gambar-gambar (visual-learners).
Terkait dengan pembelajaran anak hiperaktif penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran anak
hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar) di tempat Terapi Anak Al
Tisma Kudus.
7
Adapun tujuan penelitian ini untuk: 1) mengetahui bagaimana merancang
pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar). 2)
mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar). 3) mengetahui bagaimana evaluasi
pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar).
Penelitian ini dilakukan di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus dengan
sasaran penelitian anak hiperaktif, yang termasuk kategori hiperaktif disini adalah
Speech Delayed dan Hiperaktif (SD & H), Autis dan Hiperaktif (A & H) dan
Normal Hiperaktif dan Kurang Konsentrasi (NH & KK). Speech Delayed dan
Hiperaktif yaitu anak dengan gangguan terlambat bicara dan kelainan perilaku,
Autis dan Hiperaktif yaitu anak dengan gangguan perkembangan yang kompleks
menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi (hanya tertarik
pada dunianya sendiri) dan kelainan perilaku, sedangkan Normal Hiperaktif dan
Kurang Konsentrasi yaitu anak yang mengalami gangguan perilaku tetapi ringan
(hiperaktif ringan) dan kurang kokonsentrasi. Dan dengan informan peneliti 6
(enam) orang yang terdiri dari Kepala Terapi, Guru Pembimbing/Terapis dan
Orang Tua Siswa. Pemilihan informan penelitian dilakukan dengan cara sampel
bertujuan (purposive sample), yaitu cara pengambilan informan penelitian yang
bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya
tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan informasi sesuai dengan permasalahan
penelitian. Metode pengumpulan data adalah metode observasi, wawancara dan
dokumentasi.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pemeriksaan
keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi, peneliti memperoleh
gambaran bahwa perencanaan pembelajaran (kurikulum) anak hiperaktif di tempat
Terapi Anak Al Tisma Kudus adalah menggunakan kurikulum dari Pelatihan
Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh
Yayasan Autisme Indonesia. Sedangkan dalam membelajarkan anak hiperaktif
digunakan sistem pembelajaran lovaas one on one (pembelajaran satu guru satu
murid). Dan metode yang digunakan dalam pengajaran anak hiperaktif adalah
metode yang memberikan gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga anak
dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang “sesuatu” tersebut.
Untuk itulah dalam membelajarkan anak hiperaktif tidak lepas dari penggunaan
media, terutama media visual (gambar), karena dengan gambar-gambar itu anak
lebih mudah belajar memahami.
Pembelajaran dengan menggunakan media visual mencakup Identifikasi
benda, mencocokkan (matching), identifikasi warna, identifikasi bentuk,
identifikasi huruf, identifikasi angka dan identifikasi kata kerja. Pembelajaran ini
bertujuan untuk membantu anak dalam generalisasi dan supaya anak menguasai
berbagai konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran dan lain-lain.
Disamping itu untuk meningkatkan kemampuan bahasa, kognitif, afektif dan
psikomotorik pada anak. Cara membelajarkannya dengan mengambil satu gambar
dan meletakkan di atas meja di depan anak, dan beri perintah/instruksi sesuai
dengan materi yang akan diajarkan. Dalam memberikan perintah/instruksi ini
harus disampaikan dengan singkat, jelas dan konsisten dan dengan suara netral
8
(cukup keras, tegas dan bukan membentak) agar anak mudah memahami. Apabila
dalam pembelajaran, anak masih tahap pengenalan atau mengalami kesusahan,
maka berikan prompt (bantuan/arahan) pada anak dan setiap kali anak berhasil
melakukan sesuatu dengan benar maka berikan reinforce (hadiah/pujian/tepukan).
Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak. Dan apabila anak sudah
mulai menguasai materi pelajaran/merespon dengan benar, maka mengajar tanpa
prompt dan memberikan reinforce respons yang benar saja. Apabila anak sulit
untuk diajarkan maka cukup diberi iming-iming, seperti hadiah untuk menarik
minat mereka belajar.
Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif adalah
evaluasi proses yaitu evaluasi yang dilakukan seketika pada saat proses kegiatan
berlangsung dan evaluasi bulanan yang bertujuan untuk memberikan laporan
perkembangan atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh
pembimbing di sekolah atau orang tua di rumah.. Berdasarkan evaluasi proses dari
hasil pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) pada 6 anak
hiperaktif dapat disimpulkan bahwa pelajaran yang masih sering mengalami
kendala/hambatan adalah identifikasi benda, identifikasi bentuk dan identifikasi
kata kerja dimana kasusnya sama yaitu kurangnya ketelitian anak dalam membaca
gambar dan gangguan dalam pemahaman bahasa, tetapi dengan adanya media
visual (gambar) dan prompt (bantuan/arahan) dari terapis dapat membantu
mengurangi/menghilangkan gangguan pemahaman bahasa pada anak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media visual (gambar)
memudahkan anak dalam memahami konsep dan membantu dalam generalisasi.
Disamping itu dapat meningkatkan kemampuan bahasa, kognitif, afektif dan
psikomotorik pada anak. Hal ini terbukti dengan 75 % anak hiperaktif berhasil
menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh guru pembimbing/terapis melalui
media visual (gambar) ini.
Saran dari penulis kepada pihak-pihak yang terkait diantaranya yaitu
kepala terapi, guru pembimbing/terapis, orang tua siswa, psikolog anak, psikiater
anak, dokter anak, dan Departemen Pendidikan Nasional hendaknya aktif dalam
meningkatkan kinerjanya serta mendukung program terapi ini sehingga dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
9
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa syukur
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Penggunaan Media
Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif di Lembaga Terapi Anak
Al Tisma Kudus” telah terselesaikan.
Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi strata satu untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas
Negeri Semarang.
Menyadari keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, maka dalam
penyusunan skripsi ini, tidak lepas dari peranan berbagai pihak, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung, oleh karenanya pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Drs. A T. Soegito, SH, MM. Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Siswanto, MM. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.
3. Drs. Haryanto, Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
4. Drs. Hardjono. Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan
bimbingan, pengarahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Suripto, Msi. Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan, pengarahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
10
6. Ibu Nur Halimah, Kepala Terapi Anak Bermasalah Al Tisma Kudus yang
telah memberikan ijin penelitian dan informasi yang berguna bagi penulis.
7. Para Guru Pembimbing Terapi Anak Bermasalah Al Tisma Kudus yang telah
meluangkan waktu guna memberi arahan dalam wawancara yang diperlukan
dalam penelitian ini.
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
yang telah memberikan pengalaman, ilmunya kepada penulis.
9. Bapak dan Ibu-ku, terima kasih ku ucapkan atas do’a dan kasih sayang serta
pengertian dan perhatiannya selama ini.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini hingga
selesai, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga semua bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT. Amin
Akhirnya peneliti mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi pembacanya.
Semarang,
Penulis
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii
HALAMAN PERNYATAN ................................................................. iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................v
ABSTRAK ............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... ix
DAFTAR ISI ...........................................................................................xi
DAFTAR TABEL ............................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................XVIII
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan............................................1
B. Permasalahan ....................................................................6
C. Penegasan Istilah ...............................................................6
D. Identifikasi Permasalahan .................................................7
E. Pembatasan Permasalahan ................................................9
F. Rumusan Permasalahan ....................................................9
G. Tujuan Penelitian ..............................................................9
12
H. Manfaat Penelitian ..........................................................10
I. Sistematika Skripsi ..........................................................10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Pembelajaran ........................................................12
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ...........................12
2. Ciri-ciri Pembelajaran ...................................................15
3. Tujuan Pembelajaran ....................................................15
4. Unsur-unsur Dinamis dalam Pembelajaran ..................16
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ......16
6. Asumsi Proses Pembelajaran ........................................17
B. Media Pembelajaran ...........................................................18
1. Pengertian Media Pembelajaran ....................................18
2. Manfaat Media Pembelajaran .......................................19
3. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran .......................24
4. Peranan Media Pembelajaran ........................................25
5. Prinsip Penggunaan Media Pembelajaran .....................26
C. Anak Hiperaktif ..................................................................27
1. Pengertian Hiperaktif ....................................................27
2. Ciri-ciri Hiperaktif ........................................................29
3. Masalah Anak Hiperaktif dan Penyelesaiannya ............31
4. Cara Menangani Anak Hiperaktif .................................39
13
D. Media Visual ......................................................................44
1. Pengertian Media Visual ...............................................44
2. Fungsi Media Visual .....................................................45
3. Penggunaan Media Visual ............................................45
4. Pengembangan Media Visual ........................................48
5. Bentuk Media Visual (Gambar) ....................................50
Penggunaan Media Visual dalam Pembelajaran Anak
Hiperaktif 80
E. Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran
Anak Hiperaktif .................................................................80
1. Pengembangan Kurikulum ............................................80
2. Pelaksanaan Pembelajaran ............................................81
3. Evaluasi .........................................................................87
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Prosedur Penelitian ...................................89
B. Latar dan Sasaran Penelitian ..............................................91
C. Teknik Pengumpulan Data .................................................92
D. Teknik Analisis Data ..........................................................96
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.................................99
14
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ...........................................101
1. DESKRIPSI SETTING PENELITIAN .................................101
2. DESKRIPSI INFORMASI PELAKSANAAN PROSES
PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DENGAN
MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DI
TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ...................107
B. ANALISIS DATA .................................................................123
1. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL GAMBAR
DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ..............124
2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL
(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA
KUDUS ........................................................................125
3. EVALUASI PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL
(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA
KUDUS ........................................................................134
C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .....................................147
1. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL GAMBAR
DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ..............147
15
2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL
(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA
KUDUS ........................................................................148
3. Evaluasi Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan
Menggunakan Media Visual (Gambar) di Tempat
Terapi Anak Al Tisma Kudus ....................................158
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN .........................................................................162
B. Saran ................................................................................163
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................164
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
D. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ...........................................101
3. DESKRIPSI SETTING PENELITIAN .................................101
16
4. DESKRIPSI INFORMASI PELAKSANAAN PROSES
PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF DENGAN
MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DI
TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS ...................107
E. ANALISIS DATA .................................................................123
4. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL
GAMBAR DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA
KUDUS ........................................................................124
5. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL
(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA
KUDUS ........................................................................125
6. EVALUASI PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL
(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA
KUDUS ........................................................................134
F. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .....................................147
4. PERENCANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL
GAMBAR DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA
KUDUS ........................................................................147
17
5. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL
(GAMBAR) DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA
KUDUS ........................................................................148
6. Evaluasi Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan
Menggunakan Media Visual (Gambar) di Tempat
Terapi Anak Al Tisma Kudus ....................................158
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN ........................................................................162
B. Saran ................................................................................163
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................164
LAMPIRAN-LAMPIRAN
18
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
4.1. Data Terapis Tahun 2004/2005 .....................................................103
4.2. Data Siswa Terapi Anak Al Tisma Kudus Tahun 2001-2004 ......104
4.3. Data Siswa Hiperaktif ...................................................................105
19
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
2.1. Grafik perbandingan jumlah aktivitas “tak terarah”
anak hiperaktif dan anak normal ...................................................29
20
DAFTAR BAGAN
Bagan Hal
3.1. Bagan analisis data kualitatif ..........................................................98
21
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
1. Permohonan Ijin Penelitian ..............................................................167
2. Surat Keterangan Penelitian .............................................................168
3. Pedoman Wawancara .......................................................................169
4. Hasil Wawancara .............................................................................175
5. Hasil Dokumentasi ...........................................................................207
6. Pedoman Kurikulum ........................................................................213
7. Denah Tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus .................................214
8. Lembar Penilaian .............................................................................215
22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak didik yang terarah menuju tercapainya pendidikan nasional.
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) berbunyi: “Tiap-tiap Warga Negara
berhak mendapat pengajaran.” Kata tiap-tiap menunjukkan bahwa semua warga
negara Indonesia termasuk anak luar biasa atau anak berkebutuhan
khusus/berkelainan berhak untuk memperoleh pendidikan.
Salah satu upaya Pemerintah dalam memantapkan pembangunan di
bidang pendidikan adalah disahkannya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003,
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat (1) berbunyi: “Warga negara
yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar
biasa, selanjutnya pasal 47 ayat (1) berbunyi: “Masyarakat sebagai mitra
pemerintah berkesempatan seluas-luasnya dalam penyelenggaraan pendidikan
nasional.” Selanjutnya ayat (2) berbunyi: “Ciri khas satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.”
Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang tersebut sudah diterbitkan pula
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1991, tentang Pendidikan Luar Biasa pasal 3
ayat (1) “Jenis kelainan peserta didik terdiri atas kelainan fisik dan/atau mental,
dan/atau kelainan perilaku.”
23
Peraturan Pemerintah tahun 2002 tentang Pendidikan Luar Biasa yang
merupakan penyempurnaan terhadap PP PLB, pada salah satu pasalnya berbunyi
bahwa anak yang memerlukan perhatian khusus, sehingga perlu pelayanan
pendidikan khusus, antara lain adalah hiperaktif.
Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit Hiperactivity
Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) menggambarkan anak-
anak yang menderita ketidakmampuan untuk ‘stop, look, listen and think’
(Abikoff, 1987). Kelemahan tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan dalam
menggunakan strategi kognitif yang terorganisir sehingga sulit memusatkan dan
mempertahankan perhatian. Perilaku mereka tidak diatur melalui aturan yang
jelas.
Penyebab pasti hiperaktifitas pada anak tidak dapat disebutkan dengan
jelas, dikatakan pada beberapa referensi bahwa penyebab terjadinya hiperaktifitas
bersifat multi faktorial dimulai dari faktor genetik, perkembangan otak saat
kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya
disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan
pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di
sekitarnya.
Pada tahun 1996 NIMH menyebutkan beberapa gejala utama
hiperaktifitas: Perasaan gelisah, selalu menggerakkan tangan dan kaki tanpa
maksud tertentu, terburu-buru, tidak bisa duduk dengan tenang, menjawab
pertanyaan yang belum selesai ditanyakan dan tidak sabaran menunggu giliran.
24
James M. Perrin dkk. menyatakan bahwa hiperaktifitas (sebagai bagian
dari ADHD) adalah kelainan perilaku yang bersifat neurologis tersering yang
terjadi pada masa kanak-kanak, dan merupakan suatu bentuk kelainan perilaku
dengan jumlah kejadian gangguan afektif yang bersifat kronis terbanyak pada
anak-anak usia sekolah. Pengelompokan ADHD merujuk gejala yang paling
menonjol yang terjadi meliputi kurang perhatian, hiperaktifitas (bagian terbesar)
dan impulsifitas. Anak-anak dengan ADHD biasanya juga disertai dengan
berbagai kendala fungsional lainnya, seperti rendahnya kemampuan akademis di
sekolah, problem hubungan interpersonal baik dengan keluarga atau dengan
lingkungan di sekitarnya (teman sepermainan) dan cenderung kurang percaya diri
(minder), hal ini dapat berlanjut hingga masa remaja bahkan saat dewasa.
National Institute of Mental Health (2003), Gangguan hiperaktif
merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada kasus-kasus psikiatri
anak, yang ditandai dengan: kurangnya perhatian pada satu bentuk kegiatan
tertentu, tidak dapat duduk dengan tenang, bergerak tanpa arah dan tujuan, dan
tidak pernah menyelesaikan suatu pekerjaan dengan tuntas. Jika tidak tertangani
dengan segera akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan dalam
bersosialisasi serta kemampuan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya. Dalam perkembangannya seorang anak dengan
kelainan ini akan terjadi depresi, rendah diri dan beberapa masalah emosi yang
tidak terkendali.
Data dari NIMH (2001), menyebutkan beberapa hal yang berhubungan
dengan ADHD:
25
1. Diperkirakan diderita 4,1 persen anak usia 9 hingga 17 tahun selama periode 6
bulan.
2. Laki-laki lebih sering 2 sampai 3 kali dari pada perempuan.
3. Anak dengan ADHD lebih sering mengalami trauma dibandingkan dengan
anak normal.
4. ADHD sering disertai dengan terjadinya gangguan depresi, gangguan
kecemasan, gangguan hubungan personal, ketergantungan obat dan perilaku
anti sosial.
5. Gejala-gejala ADHD biasanya ditemukan pada usia prasekolah atau sekolah
dasar dan menetap hingga remaja bahkan terkadang berlanjut hingga dewasa.
Agar perkembangan anak hiperaktif bisa kembali seperti anak normal atau
setidaknya bisa berkurang hiperaktifitasnya dan dapat berkomunikasi/menjalin
hubungan baik dengan orang-orang disekitarnya maka anak hiperaktif perlu
mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan penanganan secara khusus sejak dini,
salah satunya adalah dengan terapi.
Selama ini pelayanan pendidikan untuk anak hiperaktif atau anak yang ber
kebutuhan khusus lainnya di Indonesia lebih cenderung dimasukkan kependidikan
anak terbelakang mental/tunagrahita, padahal anak hiperaktif memerlukan
pendidikan spesifik, demikian juga dengan kebutuhan guru-gurunya. Akibatnya
anak hiperaktif yang IQ nya normal atau di atas normalpun tidak mendapat
pendidikan yang maksimal atau sesuai dengan kebutuhan, lebih-lebih terhadap
anak hiperaktif yang disertai IQ di bawah rata-rata.
26
Menurut penelitian di Virginia University, Amerika Serikat, kemampuan
menerima pengetahuan (Cognitive Ability) anak hiperaktif 20% masih
menunjukkan kemampuan berpikir yang normal atau di atas normal, sedangkan
80% menunjukkan IQ di bawah rata-rata (ringan, sedang, dan berat).
Untuk itu peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat
diperlukan dalam upaya penyembuhan anak hiperaktif. Walaupun dibutuhkan
kesabaran, energi, memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit,
namun dengan dilakukannya terapi secara intensif akan membantu
penyembuhannya dan secara bertahap hiperaktifitasnya akan berkurang.
Dalam pembelajaran anak hiperaktif di tempat-tempat terapi di Jawa
Tengah termasuk di Kudus, tidak lepas dari penggunaan media, terutama media
visual,, karena media visual (gambar) merupakan alat bantu komunikasi yang
mewujudkan tujuan komunikasi dari anak, dan disamping itu anak lebih mudah
belajar memahami lewat gambar-gambar (visual-learners).
Pendidikan melalui media visual adalah metode/cara untuk memperoleh
pengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat daripada sesuatu yang
didengar atau dibacanya.
Dengan menggunakan media visual dapat meningkatkan efektifitas dan
efesiensi proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran anak hiperaktif.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi
dengan judul: “Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak
Hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus”.
27
B. Permasalahan
Dari uraian diatas, timbul permasalahan “Bagaimana cara menggunakan
media visual (gambar) dalam pembelajaran anak hiperaktif ?” mengingat betapa
pentingnya media tersebut demi perkembangan mereka. Melalui media visual,
diharapkan proses pembelajaran akan mendorong tumbuhnya perhatian dan
pencapaian hasil belajar yang lebih baik bagi siswa.
C. Penegasan Istilah
Berkaitan dengan judul di atas ditegaskan pengertian masing-masing
istilah, yaitu sebagai berikut:
1. Penggunaan
Secara harfiah, penggunaan dapat diartikan proses, cara, memanfaatan sesuatu
untuk tujuan tertentu. (KBBI, 1999:569)
2. Media Visual
Media adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar yang
berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan
pengajaran dapat tercapai dengan lebih baik, lebih sempurna (Depdikbud,
1989:569).
Media visual adalah semua alat peraga yang digunakan dalam proses belajar
mengajar yang bisa dinikmati lewat panca-indera mata. Media ini dapat
berupa: media bentuk papan, media gambar dan media proyeksi (Daryanto,
1993:27). Tapi dalam hal ini hanya dikhususkan pada media gambar.
28
3. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai
suatu tujuan. Dalam pembelajaran ada pengakuan terhadap kemampuan siswa
untuk belajar dan kemampuan ini akan terwujud apabila dibantu dan
dibimbing oleh guru (Tim MKDK, 1996:10).
4. Hiperaktif
Hiperaktif merupakan gangguan pemusatan perhatian yang disertai gejala
hiperaktivitas motorik, atau yang dikenal sebagai ADD (Attention Deficit
Disorder) atau ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder) (Keluarga.
Org. Kids Health, 1999:8).
5. Terapi Anak Al Tisma Kudus
Adalah salah satu bentuk pelayanan pendidikan nonformal dalam rangka
penyembuhan gangguan perilaku dan pemusatan perhatian yang khusus
menangani anak berkebutuhan khusus di Kudus, salah satunya adalah anak
hiperaktif.
Mengacu pada pengertian istilah di atas maka pengertian judul di atas
adalah pemanfaatan media visual (gambar) untuk pembelajaran anak
hiperaktif.
D. Identifikasi Permasalahan
Untuk mengajarkan anak hiperaktif dalam rangka mencapai tujuan
instruksional diperlukan sistem lingkungan belajar. Komponen lingkungan belajar
menurut Sudjana (1997:1) mencakup (a) tujuan pengajaran, (b) bahan pengajaran,
29
(c) metodologi pengajaran, (d) penilaian pengajaran. Komponen-komponen ini
saling berinteraksi secara bervariasi dalam proses belajar.
Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni
metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar. Di dalam
pembelajaran, khususnya anak hiperaktif masih dalam tahap konkret-operasional
yaitu pola berpikir anak masih terbatas pada benda-benda konkret yang dapat
dilihat dan diraba. Untuk dapat mencapai tujuan instruksional peranan guru dalam
menggunakan metode serta media jelas akan menolong siswa dalam belajar
memahami suatu materi pelajaran tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, berbagai permasalahan yang memperkuat
alasan penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Pentingnya peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa) dalam upaya
pengembangan potensi anak terutama anak hiperaktif demi masa depan
mereka nantinya.
2. Pentingnya penggunaan media visual dalam meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pembelajaran anak hiperaktif mengingat betapa bandelnya dan
sulitnya anak hiperaktif untuk diatur sehingga diharapkan dengan penggunaan
media visual ini dapat menarik minat mereka untuk belajar.
3. Masih banyaknya bentuk media visual yang digunakan dalam pembelajaran
yang harus diketahui oleh seorang guru terutama dalam membimbing anak
hiperaktif, sehingga dapat memotivasi anak untuk belajar.
30
E. Pembatasan Permasalahan
Dalam penelitian ini untuk menghindari terjadinya pembiasan, maka
peneliti memberi batasan masalah antara lain:
1. Merancang materi pembelajaran, pelaksanakan pembelajaran dan evaluasi
pembelajaran yang hanya dibatasi dengan menggunakan media visual
(gambar) saja.
2. Penelitian dilakukan pada anak hiperaktif di tempat Terapi Anak Al Tisma
Kudus, sebagai populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah semua siswa hiperaktif yang berjumlah ± 6 orang siswa.
F. Rumusan Permasalahan
Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah:
Bagaimanakah merancang pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan
media visual (gambar).
Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan
media visual (gambar).
Bagaimanakah evaluasi pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan
media visual (gambar).
G. Tujuan Penelitian
Berdasarkan atas permasalahan yang diajukan, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah:
31
1. Untuk mengetahui bagaimana merancang pembelajaran anak hiperaktif
dengan menggunakan media visual (gambar).
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif
dengan menggunakan media visual (gambar).
3. Untuk mengetahui bagaimana mengevaluasi pembelajaran anak hiperaktif
dengan menggunakan media visual (gambar).
H. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat dalam penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat Teoritis: menambah wawasan tentang kependidikan dalam
penggunaan media visual (gambar) sebagai media pembelajaran.
2. Manfaat Praktis: diharapkan para Pendidik/Guru (terutama pembimbing anak
hiperaktif) dapat mengembangkan media pembelajaran melalui media visual:
merancang media, memilih model penggunaan media visual yang cocok bagi
kebutuhan siswa.
3. Manfaat bagi Peneliti: menambah pengetahuan tentang pembelajaran
khususnya dalam penggunaan media visual bagi anak hiperaktif.
4. Manfaat bagi orang tua: memberikan wawasan yang lebih luas tentang anak
hiperaktif dan cara mengatasinya.
I. Sistematika Skripsi
Skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Bagian Awal Skripsi, berisi:
32
Halaman Judul, Halaman Persetujuan Pembimbing, Halaman Pengesahan,
Halaman Pernyataan, Halaman Motto dan Persembahan, Abstrak, Kata
Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran.
Bagian Isi Skripsi, berisi:
BAB I. Pendahuluan
Dalam bab ini dijelaskan tentang Latar Belakang Permasalahan,
Permasalahan, Penegasan Istilah, Identifikasi Permasalahan,
Pembatasan Permasalahan, Rumusan Permasalahan, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Skripsi.
BAB II. Kajian Pustaka
Pokok-pokok yang tercakup dalam kajian pustaka ini adalah uraian
tentang Hakekat Pembelajaran, Media Pembelajaran, Anak
Hiperaktif, Media Visual dan Penggunaan Media Visual (Gambar)
dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif.
BAB III. Metode Penelitian
Dalam bab ini diuraikan tentang Pendekatan dan Prosedur Penelitian,
Latar dan Sasaran Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik
Analisis Data.
BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini menerangkan Hasil Penelitian dan Pembahasan.
BAB V. Simpulan dan Saran
Bagian Akhir Sripsi, berisi:
Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran.
169
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Pembelajaran
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Batasan tentang teori belajar yang dikemukakan para ahli tergantung sudut
pandang yang dipakai masing-masing dalam memberi arti belajar karena itu
banyak dijumpai pengertian-pengertian tentang belajar.
Menurut Badawi (1985:59) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru individu secara
keseluruhan sebagai hasil perjalanan individu dalam berinteraksi dengan
lingkungan. Perubahan tingkah laku itu terjadi secara sadar, bersifat kontinyu,
bersifat positif serta bertujuan dan berarah.
Seperti yang dikemukakan oleh Djamarah dan Zain (2002:11), bahwa:
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya,
tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, ketrampilan maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek
organisme atau pribadi.
Menurut Sujana (2000:28) pengertian belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari
proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk perubahan pengetahuan,
pemahaman, sikap dan tingkah laku ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta
perubahan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang sedang belajar.
170
Selain itu dalam bukunya Sardiman (2000:20). Usaha pemahaman
mengenai makna belajar ini akan diawali dengan mengemukakan beberapa
definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Cronbach memberikan difinisi: “Learning is shown by a change in behavior
as a result of experience”.
b. Harold Spears memberikan batasan: “Learning is to observe, to read, to
imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction”.
c. Geoch, mengatakan: “Learning is a change in performance as a result of
practice”.
Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu
senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan,
meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau subjek belajar
itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik.
Dengan adanya pengertian-pengertian belajar di atas belajar dapat
diartikan sebagai tindakan atau usaha individu yang merupakan suatu proses
dalam berinteraksi dengan lingkungan agar memperoleh pengetahuan dalam
rangka mendapatkan perubahan tingkah laku baik yang berupa kognitif, afektif
dan psikomotor. Perubahan-perubahan tersebut bersifat kontinyu, positif, berarah
dan bertujuan serta terdapat dua aspek yang sama yaitu adanya perubahan tingkah
laku dan pengalaman yang mempengaruhi beberapa faktor, baik yang disadari
maupun yang timbul sendiri akibat praktek, pengalaman, latihan dan bukan secara
kebetulan.
171
Belajar diharapkan terjadi perubahan-perubahan pada individu yang
belajar. Perubahan itu tidak hanya pada pengetahuan saja akan tetapi dalam
kecepatan, penguasaan diri, sikap, kebiasaan, dan ketrampilan yang didapat dari
hasil proses belajar yang diberikan.
Istilah “pembelajaran” merupakan pengganti istilah “mengajar”. Menurut
para pakar pendidikan, praktek mengajar di sekolah-sekolah pada umumnya lebih
banyak berpusat pada guru. Artinya bila guru mengajar ia lebih mempersiapkan
dirinya supaya berhasil dalam menyampaikan materi pelajaran. Ia harus
menguasai materi, menguasai metode mengajar, mampu melakukan evaluasi
belajar dll, tanpa memperhatikan bahwa siswa-siswanya dapat belajar atau tidak.
Oleh karena itu istilah mengajar yang dianggap berkonotasi “teacher centered”
diganti dengan istilah pembelajaran. Dengan ini guru diharapkan selalu ingat
bahwa tugasnya adalah membelajarkan siswa atau dengan kata lain membuat
siswa dapat belajar untuk mencapai hasil yang optimal.
Menurut Rohani (1997:24) pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk
membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan
memproses pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
Sesuai dengan pengertian pembelajaran, yaitu usaha sadar guru untuk
membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan
kebutuhan dan minatnya. Guru berfungsi sebagai fasilitator, yaitu orang yang
menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung agar siswa dapat
mewujudkan kemampuan belajarnya. (Tim MKDK, 1996:10).
172
2. Ciri-ciri Pembelajaran
Ciri-ciri pembelajaran (Tim MKDK, 2000:25) dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.
b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam
belajar.
c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang
bagi siswa.
d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik.
e. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan
menyenangkan bagi siswa.
f. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara fisik
maupun psikologis.
3. Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan
sengaja. Oleh karena itu pembelajaran pasti mempunyai tujuan. Tujuan
pembelajaran adalah membantu para siswa agar memperoleh berbagai
pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik
kuantitas maupun kualitas. Tingkah laku itu meliputi pengetahuan, ketrampilan,
dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa.
173
4. Unsur-unsur Dinamis dalam Pembelajaran
Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran kongruen dengan unsur-unsur
dalam belajar. Artinya unsur-unsur yang diperlukan dalam belajar yang
keadaannya dapat berubah-ubah, juga terdapat pada diri guru (motivasi dan
kesiapan membelajarkan siswa), dan pada upaya guru menyiapkan bahan
pembelajaran, alat bantu pembelajaran, suasana pembelajaran, dan kondisi atau
kesiapan siswa mengikuti pembelajaran baik fisik maupun psikologis. Unsur-
unsur ini kadang-kadang baik, dan pada suatu ketika dapat menurun atau hilang.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat
dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal.
Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri.
Faktor internal terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis.
1) Faktor biologis (jasmaniah)
Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan keadaan
fisik atau jasmani individu yang bersangkutan, yaitu kondisi fisik yang
normal dan kondisi kesehatan fisik.
2) Faktor psikologis (rohaniah)
Faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan kondisi
mental seseorang, yaitu kondisi mental yang mantap dan stabil dimana
kondisi ini tampak dalam bentuk sikap mental yang positif dalam
menghadapi segala hal, terutama hal-hal yang berkaitan dalam proses
174
belajar. Selain berkaitan erat dengan sikap mental yang positif, faktor
psikologis ini meliputi intelegensi/tingkat kecerdasan, kemauan/minat,
bakat, daya ingat dan daya konsentrasi.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar individu itu
sendiri. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga, faktor
lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat, dan faktor waktu.
6. Asumsi Proses Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, diasumsikan terjadi situasi atau kegiatan
tertentu yang menyebabkan guru dan siswa menjadi aktif dan kreatif. Adapun
asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bahwa proses pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu
sistem.
b. Bahwa dalam proses pembelajaran harus terjadi interaksi siswa dengan
lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
c. Bahwa proses pembelajaran lebih efektif apabila menggunakan metoda dan
teknik yang tepat.
d. Bahwa pembelajaran harus melihat pentingnya produk dan proses secara
seimbang.
e. Bahwa inti proses pembelajaran adalah kegiatan belajar siswa secara optimal.
175
B. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Media disebut juga alat-alat audio visual, artinya alat yang dapat dilihat
dan didengar yang dipakai dalam proses pembelajaran dengan maksud untuk
membuat cara berkomunikasi lebih efektif dan efisien. Dengan penggunaan alat-
alat ini guru dan siswa dapat berkomunikasi lebih mantap dan hidup serta
interaksinya bersifat banyak arah.
Media mengandung pesan sebagai perangsang belajar dan dapat
menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam meraih
tujuan-tujuan belajar. Apapun yang disampaikan oleh guru sebaiknya
menggunakan media, paling tidak yang digunakannnya adalah media verbal yang
berupa kata-kata yang diucapkan dihadapan siswa.
Menurut Daryanto (1993:1) bahwa media adalah alat yang dapat
membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna pesan
yang disampaikan sehingga tujuan pengajaran dapat disampaikan dengan lebih
baik dan lebih sempurna.
Media dalam kawasan teknologi pendidikan merupakan sumber belajar
yang berupa gabungan dari bahan dan peralatan. Bahan di sini merupakan barang-
barang yang biasanya disebut perangkat lunak atau software yang di dalamnya
terkandung pesan-pesan untuk disampaikan dengan mempergunakan peralatan
(Sadiman, 2002:19).
Kata media berasal dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara
atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 2002: 6).
176
AECT (Association of Education and Communication Technology)
memberikan batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang
digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi.
Briggs (1970) dalam Sadiman (2002:6) menyatakan bahwa media adalah
segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk
belajar.
Sedangkan NEA (National Education Association) menyatakan bahwa
media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual serta
peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca.
Dari beberapa batasan pengertian media tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa
sehingga terjadi proses belajar.
2. Manfaat Media Pembelajaran
Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran
dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang
baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media
pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses belajar mengajar dan
penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Media pembelajaran juga dapat
membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan dengan menarik dan
terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.
177
Menurut Kemp & Dayton (1985:3-4) dampak positif dari penggunaan
media pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku.
b. Pengajaran bisa lebih menarik.
c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan
prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan
balik dan penguatan.
d. Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat
e. Kualitas hasil pelajaran dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan gambar
sebagai media pengajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen
pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik dan
jelas.
f. Pengajaran dapat diberikan kapan dan di mana diinginkan atau diperlukan
terutama jika media pengajaran dirancang untuk penggunaan secara individu.
g. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses
belajar dapat ditingkatkan.
h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif; beban guru untuk
penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi
bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada aspek
penting lain dalam proses belajar mengajar.
178
Dale (1969:180) mengemukakan bahwa bahan-bahan audio-visual dapat
memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses
pembelajaran. Hubungan guru-siswa tetap merupakan elemen paling penting
dalam sistem pendidikan modern saat ini. Guru harus selalu hadir untuk
menyajikan materi pelajaran dengan bantuan media apa saja agar manfaat berikut
ini dapat terealisasi:
a. Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas.
b. Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa.
c. Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan pelajaran dan
minat siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa.
d. Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa.
e. Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa.
f. Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan
melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya
hasil belajar.
g. Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa
menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari.
h. Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep
yang bermakna dapat dikembangkan.
i. Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan
pembelajaran non verbalistik dan membuat generalisasi yang tepat.
j. Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan jika
mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna.
179
Sudjana & Rivai (1992:2) mengemukakan manfaat media pembelajaran
dalam proses belajar siswa, yaitu:
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar.
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami
oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru
tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam
pelajaran.
d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
Encyclopedia of Educational Research dalam Hamalik (1994:15) merinci
manfaat media pembelajaran sebagai berikut:
a. Meletakkan dasar-dasar yang kongkret untuk berpikir, oleh karena itu
mengurangi verbalisme.
b. Memperbesar perhatian siswa.
c. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh
karena itu membuat pelajaran lebih mantap.
d. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha
sendiri di kalangan siswa.
180
e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar
hidup.
f. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan
kemampuan berbahasa.
g. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan
membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar.
Dari beberapa batasan manfaat media pembelajaran di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di
dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi
sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses hasil belajar.
b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak
sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung
antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar
sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu;
� Obyek atau benda yang terlalu besar untuk ditampilkan di ruang kelas
dapat diganti dengan gambar, foto, slide, realita, film, radio, atau model;
� Obyek atau benda yang terlalu kecil yang tidak tampak oleh indera dapat
disajikan dengan bantuan mikroskop, film, slide, atau gambar;
� Kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam
puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, slide
disamping secara verbal.
181
� Obyek atau proses yang amat rumit seperti peredaran darah dapat
ditampilkan secara kongkret melalui film, gambar, slide, atau komputer;
� Kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan
dengan media seperti komputer, film, dan video.
� Peristiwa alam seperti meletusnya gunung berapi atu proses yang dalam
kenyataan memakan waktu lama seperti proses kepompong menjadi kupu-
kupu dapat disajikan dengan teknik-teknik rekaman seperti time-lapse
untuk film, video, slide, atau simulasi komputer.
d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa
tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan
terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya
misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun
binatang.
3. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran.
Penggunaan media dalam pembelajaran dapat menunjang pencapaian
tujuan pembelajaran, dan pemilihan media mempertimbangkan beberapa faktor
sebagai berikut: (Daryanto, 1993:3)
a. Tujuan
Media yang dipilih hendaknya menunjang pencapaian tujuan pengajaran.
b. Ketepatgunaan
Hendaknya dipilih ketepatan dan kegunaannya untuk menyampaikan pesan
yang hendak dikomunikasikan atau diinformasikan.
182
c. Tingkat kemampuan siswa
Media yang dipilih hendaknya sesuai dengan tingkat kemampuan siswa,
pendekatan terhadap pokok masalah, besar kecilnya kelompok atau jangkauan
penggunaan media tersebut.
d. Biaya
Biaya yang dikeluarkan hendaknya seimbang dengan hasil yang diharapkan
dan tergantung kemampuan dana yang tersedia.
e. Ketersediaan
Apakah media yang diperlukan tersedia atau tidak, apakah ada pengganti yang
relevan, direncanakan untuk perorangan atau kelompok.
f. Mutu teknis
Kualitas media harus dipertimbangkan, jika media sudah rusak atau kurang
jelas/terganggu sehingga mengganggu proses transfer informasi (tidak
menarik, detail kurang bisa dipahami).
4. Peranan Media Pembelajaran
Peranan media dalam proses pembelajaran dapat ditempatkan sebagai:
a. Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan
pelajaran.
b. Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut
dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya.
c. Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang
harus dipelajari para siswa baik individual maupun kelompok.
183
Sungguhpun demikian media sebagai alat dan sumber pembelajaran tidak
bisa menggantikan guru sepenuhnya, artinya media tanpa guru suatu hal yang
mustahil dapat meningkatkan kualitas pengajaran. Peranan guru masih tetap
diperlukan sekalipun media telah merangkum semua bahan pengajaran yang
diperlukan oleh siswa.
5. Prinsip Penggunaan Media Pembelajaran
Untuk menunjang terjadinya keaktifan siswa dalam belajar, persoalan
media dan sumber sangat penting. Siswa tidak mungkin aktif menemukan sendiri
suatu kesimpulan, tanpa adanya bantuan media dan sumber belajar (guru dan
buku-buku pelajaran). Dengan adanya media dan bimbingan dari orang-orang
yang ada disekitarnya (guru dan oranng tua siswa) dapat mempermudah siswa
dalam memahami suatu pelajaran, yang nantinya akan bermanfaat bagi mereka
terutama anak-anak yang mempunyai kelainan khusus seperti anak hiperaktif.
Disamping itu dapat membuat mereka terlatih memecahkan permasalahan-
permasalahan yang riil, yang mungkin mereka hadapi kelak.
Empat prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam menggunakan media
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Media yang digunakan hendaknya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
b. Hendaknya menguasai /mengenal dengan baik media yang akan digunakan
c. Alat bantu yang digunakan hendaknya dipilih secara obyektif, tidak
didasarkan atas selera atau kesenangan pribadi gurunya
d. Tidak ada alat bantu yang paling baik untuk semua tujuan, karena tergantung
situasi-kondisi dan ada keuntungan-kerugian dari masing-masing media.
184
Pada waktu berlangsungnya pengajaran hendaknya penggunaan media
digunakan guru pada situasi sebagai berikut:
a. Kurangnya perhatian siswa akibat kebosanan mendengarkan uraian guru.
b. Bahan pengajaran yang dijelaskan guru kurang dipahami siswa.
c. Terbatasnya sumber pengajaran. Tidak semua sekolah mempunyai buku
sumber, atau tidak semua bahan pengajaran ada dalam buku sumber.
d. Guru tidak bergairah untuk menjelaskan bahan pengajaran melalui penuturan
kata-kata (verbal) akibat terlalu lelah disebabkan telah mengajar cukup lama.
C. Anak Hiperaktif
1. Pengertian Hiperaktif
Hiperaktif atau yang dikenal dengan Attention Deficit Hiperactivity
Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD) menurut National
Medical Series (1996) adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada
tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya
pada dua tempat dan suasana yang berbeda.
Sedangkan Tailor (1989) mengatakan bahwa kata 'hiperaktif' merupakan
suatu terminologi yang mencakup beberapa kelainan perilaku meliputi: perasaan
gelisah, gangguan perhatian, perasaan yang meletup-letup, aktifitas yang
berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif yang menetap.
Hal ini sering kali dikeluhkan oleh orang tua dan guru, dan menjadi alasan
sehingga si anak dirujuk untuk mendapatkan pendidikan, pengasuhan dan
penanganan secara khusus.
185
Lissauer & Clayden (2001) menyatakan bahwa pada anak dengan
hiperaktif terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang
berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang
sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain.
Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak
tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang
membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu
miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya.
Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan
dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik. Pada
umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering
menunjukkan tindakan anti sosial sehingga orangtua, guru dan lingkungannya
memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.
Wenar (1994) menyebutkan bahwa anak dengan kelainan hiperaktif dalam
aktifitas sehari-hari (24 jam) lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal
bahkan saat tidur sekalipun, gejala hiperaktif yang muncul sangat dipengaruhi
(tergantung) oleh situasi dan kondisi yang berlaku yang dihadapi. Pada anak ini
menunjukkan perilaku yang berlebihan dalam menjalankan tugas/pekerjaannya,
tidak bisa duduk dengan tenang, sering menggerak-gerakkan tangan dan kaki di
saat duduk meski tanpa tujuan tertentu. Tetapi dikatakan bahwa perilaku ini
berangsur berkurang dengan bertambahnya umur, seperti yang terlihat pada
gambar diagram berikut:
186
Gambar 2.1. Grafik perbandingan jumlah aktivitas “tak terarah” anak hiperaktif
dan anak normal.
Anak-anak yang hiperaktif jumlah aktivitas “tak terarah” -nya lebih banyak
daripada jumlah aktivitas “tak terarah” anak-anak yang normal, akan tetapi tingkat
aktivitas semua anak semakin terkendali dengan meningkatnya usia.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang anak yang menderita
hiperaktif adalah mereka yang mempunyai gangguan perilaku yang berlebihan,
tidak bisa konsentrasi pada satu hal dan kadang bersikap impulsif - melakukan
sesuatu secara tiba-tiba tanpa dipikir lebih dahulu.
2. Ciri-ciri Hiperaktif
Ada 3 gejala utama atau primary symtoms pada penderita ADHD
(Barkley, 1990 menyebut hal ini sebagai ‘the holy trinity of ADHD’):
a. Inattention/ tidak adanya perhatian
Yaitu kesulitan untuk memusatkan perhatian pada hal yang sedang
dilakukannya. Seperti: sering tidak berhasil menyelesaikan tugas, anak tampak
tidak mendengarkan apa yang dikatakan lawan bicaranya, tidak dapat
Jum
lah
“ak
tiv
itas
tak
ter
arah
”
Usia anak (tahun)
Anak yang hiperaktif
Anak normal
3 5 7 9 11 13
187
konsentrasi, perhatian mudah dialihkan oleh stimulus dari luar, mempunyai
kesulitan untuk mempertahankan perhatian pada kegiatan bermain.
b. Impulsivity/impulsivitas
Yaitu ketidakmampuan individu untuk mengontrol perilakunya, dengan kata
lain penderita sering menuruti dorongan hatinya. Seperti: sering bertindak
sebelum berpikir, sering melakukan hal lain sebelum satu hal selesai, kesulitan
dalam mengorganisir pekerjaan (tetapi tidak berhubungan dengan kelemahan
kognitif), sering berteriak di kelas dan mudah menginterupsi pembicaraan
orang lain (misal menjawab pertanyaan sebelum selesai diajukan), gagal untuk
menunggu giliran dalam situasi bermain atau kelompok, perlu banyak
pengawasan.
c. Hyperactivity/ hiperaktivitas
Gejala ketiga ini meliputi semua kecenderungan penderita untuk melakukan
suatu aktivitas secara berlebihan, baik aktivitas secara motoris maupun verbal.
Seperti: tidak bisa duduk tenang, tidak bisa tetap duduk, selalu bergerak
(melompat berlebihan), gelisah (juga dalam tidur), selalu bergerak seperti
digerakkan oleh mesin atau selalu ‘on the go’, sering menggumamkan kata-
kata yang tidak jelas maksudnya.
Gejala-gejala tersebut akan semakin memburuk pada situasi-situasi yang
menuntut adanya perhatian. Sering, anak tersebut oleh orang lain akan dianggap
sebagai anak yang menyusahkan atau nakal. Di lain pihak, tanda-tanda gangguan
bisa sedikit atau tidak sama sekali, jika anak cukup banyak menerima penguatan
atau kontrol yang ketat, atau ketika anak di dalam situasi ‘face to face’.
188
3. Masalah Anak Hiperaktif dan Penyelesaiannya
Beberapa masalah yang dihadapi anak hiperaktif (Setiawani, 2000:138),
antara lain:
a. Masalah intelek
Anak hiperaktif jelas mengalami gangguan dalam otak. Ia sulit
menentukan mana yang penting dan mana yang harus diprioritaskan terlebih dulu
selain sulit menyelesaikann pelajaran, sering tidak dapat berkonsentrasi dan
pelupa. Adakalanya mereka sulit mengerti pembicaraan orang secara umum,
apalagi terhadap petunjuk yang mengandung langkah-lanngkah atau tahapan-
tahapan. Ia sulit menggabungkan satu hal dengan hal lainnya, kurang kendali diri,
tidak dapat berencana atau menduga apa akibat yang dilakukannya, susah bergaul,
kemampuan belajar lemah. Daya pikir penangkapannya lemah sehingga sulit
untuk menghadapi pelajaran matematika. Karena mengalami luka di otak mereka
sering tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan, khususnya ketika masuk
ke suasana kelas yang dinamis, emosinya menjadi mudah terangsang. Perilaku
yang sulit diduga itu kadang membuat orang tua, guru atau teman-temannya
merasa khawatir. Kadangkala mereka sadar harus mematuhi peraturan, tetapi
tidak mampu mengendalikan diri. Ia juga mengalami kesulitan dalam
mengutarakan pikiran dan perasaan melalui kata-kata, sering kacau dalam
menanggapi citra yang diterima, misalnya: “m” dengan “w”, “d” dianggap “b”
atau “p” dianggap “q”, dan sebagainya sehingga mengalami kesulitan dalam
membaca.
189
b. Masalah biologis
Mereka suka sekali berlari-lari dan sulit untuk menyuruh mereka diam,
sepertinya sedang begitu sibuk melakukan sesuatu sehingga tidak dapat
beristirahat, meraba dan menyentuh benda-benda untuk merasakan lingkungan di
sekitarnya., suka berteriak dan ribut, semangatnya kuat. Anak hiperaktif juga peka
terhadap bahan kimia, obat, bulu, debu dan bahan kosmetik. Mereka juga sensitif
terhadap makanan tertentu, seperti: coklat, jagung, telor ayam, susu, kedelai,
daging, babi, gula dan gandum. Mereka sulit tidur dengan nyenyak dan mudah
terbangun, dan kebiasaan tidur mereka bermacam-macam: ada yang bermimpi
sambil berjalan, mengigau atau mengompol. Mereka tidak dapat berolahraga
dengan banyak gerak dan banyak tenaga, seperti berolah raga atau lompat tali.
Sebaliknya gerakan tenang pun bermasalah, misalnya bila disuruh menulis,
mewarnai atau menggambar, mereka tidak dapat menggunakan alat tulis dengan
baik.
c. Masalah emosi
Anak hiperaktif umumnya bersifat egois, kurang sabar, dan emosional,
bila berbaris selalu berebutan, tidak sabar menunggu, bermain kasar, suka
merusak, tidak takut bahaya, dan sembrono sehingga besar kemungkinan bisa
mengalami kecelakaan. Pernyataan emosinya sangat ekstrim dan kurang kendali
diri. Juga emosi sering berubah-ubah sehingga tidak mudah diduga, kadang begitu
senang dan ceria, tetapi sebentar kemudian marah dan sedih. Seorang ahli
berpendapat bahwa yang sangat dibutuhkan mereka adalah melatih mereka untuk
dapat mengendalikan diri.
190
d. Masalah moral
Karena mengalami berbagai masalah seperti di atas, maka mereka pun
tidak memiliki kepekaan dalam hati nurani. Ia bisa mencuri uang orang tua atau
permen di toko, tidak mengembalikan barang yang dipinjam, masuk ke kamar
orang lain, mencela pembicaraan orang, mencuri dengar pembicaraan telepon
orang lain sehingga kesan orang banyak adalah anak ini bermasalah dan bermoral
rendah.
Ada beberapa cara dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi anak
hiperaktif (Setiawani, 2000:139), antara lain:
a. Penggunaan obat
Hiperaktivitas merupakan akibat keterlambatan perkembangan atau
penyimpangan, anak tidak memiliki daya kontrol secukupnya untuk mencegah
perilakunya atau membuat dia dapat duduk tenang atau berkonsentrasi lama.
Penggiat sistem saraf pusat, seperti Ritalin, Dekedrine, atau Cylert, kerap
kali digunakan untuk mengatasi hiperaktivitas. Pengobatan tertentu berdampak
berlawanan dari harapan. Misalnya, obat-obat di atas adalah obat penggiat.
Apabila orang yang normal menggunakannya, obat itu akan memacu dan
menyebabkan kita hiperaktif. Namun, obat ini nampaknya “memperlambat” anak
yang hiperaktif. Sebaliknya, kalau obat penenang diberikan kepada anak yang
hiperaktif atau obat yang akan memperlambat atau menidurkan kita, biasanya obat
itu justru menambah tingkat aktivitasnya dan tidak dapat tidur semalam suntuk.
Obat-obat yang dipakai pada anak yang di diagnosis sebagai hiperkinetik
adalah obat penggiat (stimulan) sistem saraf pusat, yang mengaktifkan bagian-
191
bagian badan tertentu. Maka, obat itu menggiatkannya yang memberi kendali
pada anak. Pada umumnya, anak lebih mudah diurus dan menampakkan sedikit
masalah dalam kaitannya dengan sekolah. Obat secara tidak langsung
menguntungkan anak karena memberi kontrol lebih banyak. Ia tidak dibuat tenang
atau “dibius”. Dengan kata lain, kontrolnya setara dengan “motor”nya.
Obat membantu mengendalikan gejala-gejala hiperaktif yang
mengganggu. Obat itu tidak hanya membantu anak duduk tenang dan mengurangi
kegaduhan, tetapi juga memperbaiki rentang perhatian dan mengurangi
kebingungannya.
Anak-anak hiperaktif biasanya mengalami kesulitan besar di ruang kelas.
hiperaktivitas kognitif (misalnya rentang perhatian sempit, tidak dapat
konsentrasi, mudah bingung) merupakan kendala terbesar dalam nilai sekolahnya.
Hal itu kerap kali terjadi pada anak hiperaktif di kelas. Penampilannya
buruk, sebab ia mudah terganggu atau tidak dapat memperhatikan guru cukup
lama dan oleh karena itu, ia tidak pernah menerima informasi. Akibatnya kalau ia
ditanya atau harus melakukan sesuatu, ia tidak berhasil. Pengobatan tidak
membuat anak lebih pandai atau dapat belajar lebih cepat melainkan
menghilangkan gejala hiperaktivitas yang mengganggu.
Akibat pengobatan hiperaktivitas:
1) Obat itu akan “membuat dia tenang”. Ia kurang aktif dan lebih mampu
berkonsentrasi dalam waktu yang lebih lama. Ia dapat mengontrol dirinya
lebih baik, sebagian besar gejala hiperaktifnya berkurang dan umumnya akan
192
menampakkan perbaikan positif. Kalau ini terjadi, berarti ia memang
hiperaktif dan dosisnya sesuai.
2) Tidak terjadi apa-apa. Anak tidak menampakkan perubahan apa pun. Kalau
terjadi, anak itu mungkin hiperaktif, tetapi tidak menerima cukup obat.
3) Mungkin anak nampak mengantuk atau kecapaian, dan mungkin jatuh tertidur
waktu melihat TV. Kalau ini terjadi, barangkali ia hiperaktif tetapi meminum
obat terlalu banyak.
4) Anak mungkin menjadi lebih aktif. Kalau ini terjadi, anak itu tidak hiperaktif
dan pengobatan harus dihentikan.
Hendaknya orang tua jangan menambah atau mengurangi dosis obat anak
tanpa konsultasi dengan dokter. Maka jika terjadi reaksi 2,3 dan 4, hubungilah
dokter. Biasanya kita dapat melihat satu diantara akibat-akibat di atas dalam 1
sampai 7 hari sesudah anak mulai minum obat. Banyak dokter mulai dengan dosis
obat terendah. Lalu diperiksa dampaknya dan jika tak ada akibat positif, dosis
obat itu ditambah. Selama mengobati anak, sangat penting untuk tetap
berhubungan dengan dokter. Karena banyak obat diberikan untuk mengatasi
kesulitan sekolah dan terutama diberikan selama jam-jam sekolah (yakni sebelum
makan pagi dan makan siang), maka perlu mendapatkan laporan dari gurunya.
b. Pengaturan makanan
Selama 50 tahun yang lalu beberapa laporan mengkaitkan hiperaktivitas
dengan alergi makanan. Akhir-akhir ini, banyak dilakukan studi tentang diet atau
gizi makanan atas perilaku hiperaktivitas. Kedua pakar teori dalam bidang ini
adalah Ben Feingold dan Lendon Smith.
193
Diet Feingold
Menurut Diet Feingold, ada dua kelompok makanan yang harus dihindari
anak hiperaktif. Makanan kelompok I mengandung salsilat dan meliputi buah-
buahan dan sayur-sayuran. Daftar buah-buahan dan sayur-sayuran yang harus
disingkirkan dari diet anak-anak dalam semua bentuknya-segar, dibekukan,
dikalengkan, dikeringkan, sari buah ataupun sebagai bahan makanan-seperti :
apel, aberikos, nektarin, jeruk manis, persik, murbei hitam, murbei, ceri,
mentimun, tomat, kismis, anggur.
Kelompok II terdiri dari segala jenis makanan yang mengandung warna
atau aroma sintetis (buatan). Diat ini tidak berkaitan dengan pengawet makanan,
kecuali butilat hidroksitoluena yang memperlihatkan reaksi bertentangan bagi
beberapa anak. Tetapi semua makanan yang mengandung warna atau aroma
buatan harus dijauhkan dari diet anak.
Kalau anak memperlihatkan reaksi yang menggembirakan atas Diet
Feingold sesudah 4 sampai 6 minggu, makanan dalam Kelompok I dapat
berangsur-angsur dimakan. Makanan baru dalam Kelompok II harus diperhatikan,
yakni harus dicoba selama 3 atau 4 hari, jika tidak ada reaksi yang tidak
menyenangkan, dapat ditambahkan jenis makanan lain. Buah-buahan dan sayur-
sayuran yang tidak menimbulkan reaksi kurang baik pada anak dapat dimasukkan
dalam diet. Jika anak tidak memperlihatkan aktivitas yang meningkat atau
kesulitan perhatian, makanan tersebut dapat dimasukkan dalam dietnya. Tetapi
kalau timbul reaksi yang kurang baik, makanan itu harus dihentikan.
194
Dr. Feingold memberi beberapa petunjuk bagi orang tua yang anaknya
menjalankan diet. Beberapa di antaranya seperti berikut:
1) Semua makanan harian yang dimakan anak harus dicatat.
2) Diet itu harus ditaati dengan ketat, 100%
3) Tidak ada batasan terhadap banyak makanan yang manis buatan sendiri.
4) Semua etiket makanan harus dibaca dengan cermat. Kalau meragukan, lebih
baik jangan disantap.
5) Kalau nampak ada perbaikan, perlu diamati rata-rata selama 1 sampai 3
minggu.
6) Dalam beberapa hal, obat yang digunakan untuk mengontrol perilaku
hiperaktif dapat dihentikan setelah anak menjalani diet selama 2 atau 3
minggu. Namun, dokter anak harus selalu dihubungi sebelum penngobatan
diganti atau dikurangi.
Pendekatan Gizi Dr. Smith
Dr. Lendon Smith berpendapat bahwa setiap orang harus mengikuti pola
makanan umum sebagai bagian program sepanjang hidup. Pola makanan ini
disebut diet pencegahan. Disamping diet umum ini, ia memberikan saran khusus
untuk mengendalikan gejala-gejala hiperaktivitas.
Diet Pencegahan itu terdiri atas 3 bagian:
1) Bahan-bahan anti gizi hendaknya dihindari. Hal ini umumnya mencakup
makanan yang telah dikemas, diproses, ditambahai, dibakukan, diemulsikan,
diberi warna atau diawetkan. Pada umumnya produksi dagang sedapat
mungkin harus dihindari. Gula dan makanan “asal-asalan” tidak
195
diperkenankan. Beberapa makanan yang harus dihilangkan yakni: gula putih
dan gula coklat, jagung, gula tebu, sirup, air tebu, madu, es krim yang
diperdagangkan, gandum yang dibungkus, tepung putih, susu pasterisasi.
2) Makanan alami harus disantap 4 atau 6 kali sehari, dalam jumlah kecil. Di
antaranya sebagai berikut: sayuran segar (mentah), telur, keju putih, kacang-
kacangan, ikan, daging ayam, sayur mayur (seperti kacang panjang, buncis,
dan miju-miju), buah-buahan mentah.
3) Mulailah setiap hari dengan vitamin dan mineral (diandaikan anak kekurangan
bahan-bahan tersebut).
c. Hindarkan pemanjaan.
Anak jangan dimanjakan kalau tahu bahwa penyebab hiperaktifnya karena
masalah biologis. Orang tua harus bertahan dengan peraturan yang telah diberikan
dan menuntut anak agar menaatinya. Tunjukkan dengan mantap dan wibawa
bahwa orang tua ingin ditaati oleh anak-anaknya. Sikap bertahan ini bukan berarti
kejam, keras, diktator atau berhati baja, tetapi sebaliknya untuk membina dan
mengajar anak tentang apa yang harus mereka lakukan.
d. Menciptakan lingkungan yang tenang
Usahakan untuk menciptakan suasana yang tenang di tempat anak itu biasa
bergerak, misalnya: di kamar atau di ruang bermain. Bila lingkungan tempat
tinggalnya sangat bising, sebaiknya pindah rumah agar anak itu dapat bertumbuh
dalam situasi yang baik.
196
e. Memilih acara teve dengan hati-hati
Acara teve yang menampilkan adegan kekerasan, lagu yang ribut dan sinar
yang bergerak menyilaukan, dapat merangsang anak dan mengakibatkan mereka
emosional. Cegahlah anak untuk meniru adegan-adegan yang tidak baik. Oleh
sebab itu, pilihlah acara teve yang beradegan lembut dan baik.
f. Gunakan tenaga ekstra dengan tepat
Anak ini kurang dapat mengendalikan diri dan apabila sikap agresifnya
dapat disalurkan dalam aktivitas yang tepat, maka itu akan mengurangi keonaran.
g. Membimbing dalam kebenaran
Meski anak hiperaktif sering tidak mampu menguasai diri dan perilakunya,
orang tua atau guru tidak seharusnya bersikap acuh dan menyerah. Setiap perilaku
yang tidak dapat diterima harus dicegah, kemudian tentukan suatu standar yang
sesuai dengan kebenaran. Perlu ada kesabaran untuk mengajarkan hal ini,
walaupun harus dilakukan berulang-ulang. Bila orang tua tidak putus asa, anak
akan mempunyai harapan untuk disembuhkan.
4. Cara Menangani Anak Hiperaktif
Anak hiperaktif perlu diterapi agar tidak menghambat perkembangan
kecerdasan dan sosialnya. Terapi perilaku, terapi konsentrasi, terapi wicara, obat-
obatan bahkan keluarganya pun perlu mendapat terapi untuk meneruskan terapi di
rumah dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak-anak
hiperaktif (Clerq, 1994:158). Memang dibutuhkan kesabaran, energi dan biaya
yang tidak sedikit, namun biasanya kalau terapi dilakukan secara intensif maka
perkembangannya akan maju secara bertahap.
197
a. Terapi Anak
Perawatan yang paling banyak dipakai untuk menangani anak-anak
hiperaktif sampai sekarang adalah medikasi psikostimulan. Bagaimanapun juga
beberapa kerugian akan tetap timbul dengan pendekatan medis ini. Dengan
adanya keterbatasan-keterbatasan ini, ada banyak kepentingan klinis yang terkait
dengan intervensi terapi alternatif yang berusaha untuk memberikan taktik dan
ketrampilan kepada anak-anak ADHD yang memungkinkan mereka untuk
mengatasi permasalahan dengan lebih efektif. Pendekatan kognitif-behavioral
nampaknya memberikan jawaban yang efektif, dengan self-instruction training
(training instruksi kepada diri sendiri) dan social problem-solving strategies
(strategi pemecahan masalah sosial). Selain itu juga perlu disadari bahwa terapi
yang efektif adalah terapi yang melibatkan semua pihak, orang tua, guru, dokter
dan psikologi.
Medikasi Psikostimulan
Kemanjuran klinis jangka-pendek dari obat-obat ini telah dicatat dengan
baik. Dengan pengobatan, sebagian besar anak-anak dan remaja ADHD (60-90%,
Whalen & Henker, 1980) menunjukkan perbaikan yang penting dalam hal gejala-
gejala utama gangguan. Menurut Abikoff (1987) pengobatan nampaknya hanya
mempunyai sedikit pengaruh terhadap kemampuan kognitif seperti penalaran,
pemecahan masalah, dan belajar. Selanjutnya, walaupun pengobatan
menghilangkan perilaku yang mengganggu dalam kelas, hal ini tidak berarti
meningkatkan ketrampilan sosial interpersonal. Hanya ada sedikit bukti bahwa
pengobatan stimulan selam jangka-panjang bisa mengubah hasil akhir anak-anak
198
ini: riset menunjukkan bahwa ketrampilan belajar dan sosial yang rendah serta
prestasi akademis yang buruk, tetap ada pada masa remaja dan awal masa dewasa.
Self-Instruction Training-Latihan Instruksi Diri.
Self-instruction training, dikembangkan oleh Meichenbaum dan Goodman
(1971), mengintegrasikan teknik-teknik kognitif (menyederhanakan proses
pemecahan masalah) dan prinsip-prinsip mempelajari tingkah laku (modeling dan
behavioral rehearsal).
Berdasarkan pendekatan ini pada teori Vygotsky dan Luria (1962) yang
menekankan pentingnya pengaruh bahasa dan pikiran pada tingkah laku. Luria
mengemukakan tiga tahap:
1) Tahap pertama: tingkah laku anak dokontrol oleh bahasa orang lain, terutama
orang tua.
2) Tahap kedua: anak mengatur perilakunya dengan bicara keras-keras pada
dirinya sendiri (self-instructing aloud).
3) Tahap ketiga: pada usia sekitar 5-6 tahun, anak memperoleh kontrol diri
dengan menggunakan instruksi diri secara sembunyi-sembunyi dan diam-diam
(covert self-instructions).
Selama terapi, dialog internal ini (instruksi diri atau self-instruction)
digunakan sebagai titik awal untuk mencapai perubahan perilaku. Tujuannya
adalah untuk memotivasi anak untuk menjembatani secara verbal, pemikiran dan
tindakannya sendiri. Teknik instruksi diri dan self-monitoring digunakan untuk
mengurangi respon impulsif, karena anak diminta untuk berhenti secara periodik
dan mengevaluasi penampilannya.
199
Lima tahap belajar melalui proses modeling bisa dibedakan dalam situasi
belajar ini:
1) Model orang dewasa melakukan suatu tugas dengan instruksi verbal yang
keras (cognitive modeling)
2) Anak melakukan tugas yang sama dengan instruksi yang keras dari model
orang dewasa (overt extern guidance)
3) Anak melakukan tugas dengan instruksi sendiri yang keras (external self-
instruction)
4) Anak melakukan tugas dengan membisikkan instruksi-diri (whispering
external self-instruction)
5) Anak melakukan tugas dengan instruksi-diri intern (covert self-instructions)
Instruksi-diri atau self-instruction mendukung dan mengatur tingkah laku
anak. Melalui 5 tahap modeling ini, anak belajar untuk menunda perilaku: ‘stop-
look-do’ (berhenti-lihat-lakukan). Verbalisasi sedikit demi sedikit akan hilang
dengan adanya latihan dan pengulangan (behavioral rehearsal) sampai semuanya
diinternalisasi : berpikir dan bertindak akan menjadi proses yang otomatis.
Social Problem-Solving Skills Training-Latihan Ketrampilan Pemecahan
Masalah Sosial.
Terapi ini menekankan pada perkembangan strategi kognitif untuk
meningkatkan kontrol diri dan respon sosial dalam menyelesaikan suatu masalah.
Untuk mengembangkan srategi kognitif ini diperlukan modeling secara verbal,
latihan dan penguatan sosial (social reinforcement), yang dilakukan dalam
kelompok kecil (3 sampai 8 orang) atau secara individual. Tujuan dari terapi ini
200
adalah untuk mengembangkan kompetensi dan interaksi interpersonal yang
memadai. Terapis memberikan suatu problem dan menunjukkan beberapa
perilaku yang efektif untuk menghadapi masalah tersebut. Setelah itu terapis
menanyakan pada anggota kelompok satu demi satu, bagaimana respon mereka
terhadap permasalahan tersebut.
b. Terapi Orang Tua
Terapi ini menekankan pada parents monitoring (memonitor/supervisi
oleh orang tua) dan parents management skills. Orang tua dilatih untuk
berinteraksi dengan anaknya yang menderita ADHD dengan menggunakan
penguat yang positif, memberikan disiplin yang konsisten, dan selalu memonitor
perilaku anaknya.
Misalnya: memuji perilaku anak yang sesuai, memberi peraturan yang
jelas pada anak, selalu mengawasi atau mengontrol perilaku anaknya.
Disamping itu terapis juga sebaiknya memberikan penjelasan tentang latar
belakang dan perkembangan aspek-aspek ADHD pada guru. Hal ini dengan tujuan
agar guru tidak bersikap menolak anak didiknya yang menderita ADHD.
Bantuan yang dapat diberikan untuk mereka yang hiperaktif (Keluarga.
Org. Kids Health, 1999:8) yakni:
a. Dengan mengadakan kontak agar pada waktu tertentu menguasai emosinya,
tidak boleh dikerasi karena akan bertambah melawan.
b. Dengan diajak bicara dengan pendekatan individual sebelum memberikan
pertanyaan/tugas.
201
c. Anak yang kesulitan berkonsentrasi untuk memulai tugas dilakukan dengan
menatap mata anak, memberikan instruksi secara individual, menyuruh
mengulangi perintah dan tugasnya. Sementara bagi anak yang tidak dapat
menyelesaikan tugas sehingga kehilangan konsentrasi maka berikan tugas
menjadi porsi-porsi kecil.
D. Media Visual
1. Pengertian Media Visual
Media Visual (Daryanto, 1993:27), artinya semua alat peraga yang
digunakan dalam proses belajar yang bisa dinikmati lewat panca-indera mata.
Media visual (image atau perumpamaan) memegang peran yang sangat
penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan
memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat
memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar
menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan
siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya
proses informasi.
Dengan demikian media visual dapat diartikan sebagai alat pembelajaran
yang hanya bisa dilihat untuk memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan
akan isi materi pelajaran.
Pendidikan melalui media visual adalah metoda/cara untuk memperoleh
pengertian yang lebih baik dari sesuatu yang dapat dilihat daripada sesuatu yang
didengar atau dibacanya.
202
2. Fungsi Media Visual
Levie & Lentz (1982) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran,
khususnya media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi efektif, fungsi kognitif, dan
fungsi kompensatoris.
Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan
mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang
berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau teks materi pelajaran.
Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa
ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual
dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut
masalah sosial atau ras.
Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang
mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian
untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam
gambar.
Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian
bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu
siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks
dan mengingatnya kembali.
3. Penggunaan Media Visual
Selama proses belajar mengajar kita cenderung menggunakan panca-
indera penglihatan, kita memakai mata kita untuk memperoleh informasi, isyarat,
tanda atau hal yang menarik perhatian kita, kenyataan ini mempunyai arti yang
203
penting untuk keperluan belajar dan mengajar. Kemampuan penglihatan harus
dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan proses belajar mengajar.
Penampilan visual tidak boleh mengganggu, gambar dan tulisan yang
diproyeksikan harus dapat dibaca, untuk itu harus jelas dan terang. Visual tidak
boleh meragukan, artinya obyek-obyek yang masih asing atau belum dikenal
hendaklah ditampilkan sedini mungkin. Untuk mendapatkan gambaran tentang
ukuran dan bentuknya, harus terlihat perbandingannya dengan obyek lain yang
sudah dikenal. Media visual tidak boleh terlalu ramai dan kacau supaya informasi
yang dimaksudkan dapat tertangkap jelas oleh siswa.
Media visual haruslah sesuai dengan kenyataan dan dapat diterima, kalau
mungkin gerakan gambar, grafis atau slide yang asli untuk membuat master copy
(duplikat asli yang pertama kali), gunakan yang asli (master) untuk membuat
setiap turunan/kopi/duplikat untuk menjaga kualitas gambar.
Prinsip umum untuk penggunaan efektif media visual, yaitu :
a. Usahakan visual itu sesederhana mungkin dengan menggunakan gambar garis,
karton, bagan, dan diagram. Gambar realistis harus digunakan secara hati-hati
karena gambar yang amat rinci seringkali mengganggu perhatian siswa untuk
mengamati apa yang seharusnya diperhatikan.
b. Visual digunakan untuk menekankan informasi sasaran (yang terdapat teks)
sehingga pembelajaran dapat terlaksana dengan baik..
c. Gunakan grafik untuk menggambar ikhtisar keseluruhan materi sebelum
menyajikan unit demi unit pelajaran untuk digunakan oleh siswa
mengorganisasikan informasi.
204
d. Ulangi sajian visual dan libatkan siswa untuk meningkatkan daya ingat.
e. Gunakan gambar untuk melukiskan perbedaan konsep-konsep
f. Hindari visual yang tak berimbang.
g. Tekankan kejelasan dan ketepatan dalam semua visual.
h. Visual yang diproyeksikan harus dapat terbaca dan mudah dibaca.
i. Visual, khususnya diagram, amat membantu untuk mempelajari materi yang
agak kompleks
j. Visual yang dimaksudkan untuk mengkomunikasikan gagasan khusus akan
efektif apabila jumlah obyek dalam visual yang akan ditafsirkan dengan benar
dijaga agar terbatas, dan semua obyek dan aksi yang dimaksudkan dilukiskan
secara realistik sehingga tidak terjadi penafsiran ganda.
k. Unsur-unsur pesan dalam visual itu harus ditonjolkan dan dengan mudah
dibedakan dari unsur-unsur latar belakang untuk mempermudah pengolahan
informasi.
l. Caption (keterangan gambar) harus disiapkan terutama untuk menambah
informasi yang sulit dilukiskan secara visual, seperti lumpur, kemiskinan,
memberi nama orang, tempat atau obyek, menghubungkan kejadian atau aksi
dalam lukisan dengan visual sebelum atau sesudahnya, dan menyatakan apa
yang orang dalam gambar itu sedang kerjakan, pikirkan atau katakan.
m. Warna harus digunakan secara realistik.
n. Warna dan pemberian bayangan digunakan untuk mengarahkan perhatian dan
membedakan komponen-komponen.
205
Pengembangan Media Visual
Visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang ingin disampaikan kepada
siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti foto, gambar/ilustrasi,
sketsa/gambar garis, grafik, bagan, chart, dan gabungan dari dua bentuk atau
lebih. Foto menghadirkan ilustrasi melalui gambar yang hampir menyamai
kenyataan dari sesuatu obyek atau sesuatu. Sementara itu, grafik merupakan
representasi simbolis dan artistik sesuatu obyek atau situasi.
Bahan-bahan grafis, gambar dan lain-lain yang ada disekitar kita, seperti
majalah, iklan-iklan, papan informasi, mempunyai banyak gagasan untuk
merancang bahan visual yang menyangkut penataan elemen-elemen visual yang
akan ditampilkan. Tataan dapat dimengerti, dibaca, dan dapat menarik perhatian
sehingga ia mampu menyampaikan pesan yang diinginkan oleh penggunaannya.
Dalam proses penataan itu harus diperhatikan prinsip-prinsip desain,
antara lain prinsip kesederhanaan, keterpaduan, penekanan, dan keseimbangan.
Bentuk, garis, ruang, tekstur, dan warna juga perlu dipertimbangkan
Kesederhanaan
Kesederhanaan mengacu kepada jumlah elemen yang terkandung dalam
suatu visual. Jumlah elemen yang lebih sedikit memudahkan siswa menangkap
dan memahami pesan yang disajikan visual itu. Pesan atau informasi yang
panjang atau rumit harus dibagi-bagi ke dalam beberapa bahan visual.
Keterpaduan
Keterpaduan mengacu kepada hubungan yang terdapat di antara elemen-
elemen visual yang ketika diamati akan berfungsi secara bersama-sama. Elemen-
206
elemen itu harus saling terkait dan menyatu sebagai suatu keseluruhan sehingga
visual itu merupakan suatu bentuk menyeluruh yang dapat dikenal yang dapat
membantu pemahaman pesan dan informasi yang dikandungnya.
Penekanan
Meskipun penyajian visual dirancang sesederhana mungkin, seringkali
konsep yang ingin disajikan memerlukan penekanan terhadap salah satu unsur
yang akan menjadi pusat perhatian siswa. Dengan menggunakan ukuran,
hubungan-hubungan, perspektif, warna, atau ruang penekanan dapat diberikan
kepada unsur terpenting.
Keseimbangan
Bentuk atau pola yang dipilih sebaiknya menempati ruang penayangan
yang memberikan persepsi keseimbangan meskipun tidak seluruhnya simetris
tetapi memberikan kesan dinamis dan dapat menarik perhatian disebut
keseimbangan formal. Keseimbangan seperti ini menampakkan dua bayangan
visual yang sama dan sebangun.
Bentuk
Bentuk yang aneh dan asing bagi siswa dapat membangkitkan minat dan
perhatian. Oleh karena itu, pemilihan bentuk sebagai unsur visual dalam penyajian
pesan, informasi atau isi pelajaran perlu diperhatikan.
Garis
Garis digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur sehingga dapat
menuntun perhatian siswa untuk mempelajari suatu urutan-urutan khusus.
207
Tekstur
Tekstur adalah unsur visual yang dapat menimbulkan kesan kasar atau
halus. Tekstur dapat digunakan untuk penekanan suatu unsur seperti halnya
warna.
Warna
Warna merupakan unsur visual yang penting, tetapi ia harus digunakan
dengan hati-hati untuk memperoleh dampak yang baik. Warna digunakan untuk
memberi kesan pemisahan atau penekanan, atau untuk membangun keterpaduan.
Disamping itu, warna dapat mempertinggi tingkat realisme obyek atau situasi
yang digambarkan, menunjukkan persamaan dan perbedaan, dan menciptakan
respons emosional tertentu. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan ketika
menggunakan warna, yaitu (1) pemilihan warna khusus (merah, biru, kuning, dan
sebagainya), (2) nilai warna (tingkat ketebalan dan ketipisan warna itu
dibandingkan dengan unsur lain dalam visual tersebut), dan (3) intensitas atau
kekuatan warna itu untuk memberikan dampak yang diinginkan.
5. Bentuk Media Visual (Gambar)
Ada berbagai bentuk media visual (gambar) yang dapat membantu proses
belajar mengajar terutama anak hiperaktif yaitu media gambar yang meliputi
gambar chart, gambar chart berseri (flipchart), foto, alat permainan visual edukatif
dan berbagai media visual gambar lainnya. Tujuan utama penampilan berbagai
jenis media visual (gambar) ini adalah untuk memvisualisasikan konsep yang
ingin disampaikan kepada siswa/anak.
208
a. Gambar Chart
Chart adalah sebuah lembaran kertas yang berisi informasi dalam bentuk
gambar dan tulisan, angka, tabel, diagram, grafik dan sebagainya yang berguna
untuk memperjelas materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di depan siswa.
Fungsi chart adalah untuk menyajikan ide-ide atau konsep-konsep yang
sulit bila hanya disampaikan secara tertulis atau lisan dengan cara yang lebih
visualisasi agar lebih mudah dimengerti dengan melalui penjelasan gambar.
Jenis chart ada 2 yakni:
1) Chart tunggal
adalah satu kesatuan informasi yang dituangkan dalam satu lembar.
2) Chart berseri/flip chart
adalah satu kesatuan informasi yang dituangkan dalam beberapa tahapan atau
dibuat berseri .
Untuk mengajar/menjelaskan kepada siswa kita jangan menunjuk gambar
chart dengan tangan langsung karena ini bisa menghalangi gambar yang
ditampilkan, tetapi gunakan alat penunjuk yang berupa: batang bambu kecil
panjang, atau pulpen yang tangkainya bisa diperpanjang seperti antene radio.
Keuntungan menggunakan gambar chart:
1) Menghemat waktu dalam proses belajar mengajar (tidak perlu
menggambar/menulis lagi di papan tulis, cukup menempelkan saja)
2) Dapat digunakan berulangkali.
3) Biaya tidak terlalu mahal dan relatif murah.
4) Semua guru bisa membuatnya.
209
5) Bisa mengatasi ruang, ukuran dan waktu (maksudnya adalah memperkecil
ukuran yang besar, memperbesar ukuran yang kecil, mempercepat proses yang
memakan waktu lama, memperlama proses yang cepat dan sebagainya).
6) Bisa memperjelas masalah.
Kerugian menggunakan gambar chart:
1) Untuk membuat chart yang baik dan tepat diperlukan waktu
persiapan/pembuatan yang cukup lama.
2) Perlu perawatan yang baik karena kertas mudah rusak (kena air, rengat,
lembab, luka dan sobek).
3) Perlu tempat yang cukup untuk penyimpanan.
4) Kurang bisa menggambarkan unsur gerak atau proses.
5) Perlu ketrampilan menggambar.
b. Gambar chart berseri (flipchart)
Gambar chart berseri (flipchart) sebenarnya sama dengan chart tunggal,
perbedaannya adalah pada chart berseri (flipchart) serangkaian beberapa lembar
gambar merupakan satu komponen/kesatuan informasi yang disajikan secara
berurutan dengan cara ditumpuk/dibendel dan dijepit menjadi satu, informasi
sebelumnya yang terdapat pada lembar-lembar chart dibawahnya tidak boleh
dilihat oleh siswa, sehingga sebelum lembar pertama telah jelas baru boleh dibuka
lembaran berikutnya sehingga ada hubungan kesatuan dari lembar pertama ke
lembar berikutnya.
Ciri khas dari flipchart adalah lembaran-lembaran gambar chart adalah
berurutan di mana satu bendel merupakan satu kesatuan yang utuh.
210
Flipchart disajikan lembar demi lembar sehingga minat dan konsentrasi
siswa terarah pada penjelasan gambar chart yang dijelaskan oleh guru tersebut.
c. Foto
Hasil pemotretan fotografi adalah merupakan media (alat bantu mengajar)
gambar juga, hanya perbedaannya gambar ini didapatkan dengan peralatan yang
dinamakan kamera foto sehingga obyek yang digambar sesuai dengan apa yang
ada. Foto merupakan media visual yang efektif karena lebih nyata, kongkret,
alamiah, realistis, akurat, dimensi/skala benar dan akurat. Foto dapat membatasi
ruang, waktu dan ukuran. Obyek yang tidak mungkin dibawa ke kelas, berukuran
besar/terlalu kecil yang tidak memungkinkan dibawa ke kelas, kejadian yang
sudah tidak mungkin diulangi bisa digantikan dengan media foto ini.
Gambar fotografi dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya dari
surat-surat kabar, majalah-majalah, brosur-brosur dan buku-buku. Gambar,
lukisan, kartun, ilustrasi, foto yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut dapat
digunakan oleh guru secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar, pada setiap
jenjang pendidikan dan berbagai disiplin ilmu.
Gambar fotografi itu pada dasarnya membantu mendorong para siswa dan
dapat membangkitkan minatnya pada pelajaran. Membantu mereka dalam
mengembangkan kemampuan berbahasa, kegiatan seni, dan pernyataan kreatif
dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, menulis dan menggambar, serta
membantu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi bacaan dari buku
teks.
211
Sebagai media pengajaran, foto haruslah dipilih dan digunakan sesuai
dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian foto bisa
memenuhi fungsinya untuk membangkitkan motivasi dan minat siswa,
mengembangkan kemampuan siswa berbahasa, dan membantu siswa menafsirkan
serta mengingat isi pelajaran yang berkenaan dengan foto-foto tersebut.
Disamping siswa dapat menggunakan foto secara perorangan, foto dapat
pula digunakan secara berkelompok terutama untuk melancarkan kegiatan diskusi
tentang isi pelajaran. Diskusi tentang jenis-jenis spesies tertentu dari binatang
akan berjalan efektif apabila disertai dengan foto-foto berbagai jenis binatang
yang termasuk spesies yang sedang dibicarakan. Untuk menunjukkan berbagai
jenis gaya bangunan (arsitek) Islam, atau perbedaan gaya arsitek dari berbagai
negara dan zaman, misalnya, foto dapat digunakan dengan efektif.
Sudjana & Rivai (1991) menguraikan beberapa kriteria pemilihan foto
untuk tujuan pengajaran, yaitu mendukung pencapaian tujuan pengajaran, kualitas
artistik, kejelasan dan ukuran yang memadai, validitas, dan menarik. Foto benar-
benar melukiskan konsep atau pesan isi pelajaran yang ingin disampaikan
sehingga dapat memperlancar pencapaian tujuan. Foto disesuaikan dengan tingkat
usia siswa, sederhana atau tidak rumit sehingga siswa tidak salah menafsirkan
pesan dalam foto itu.
Foto yang digunakan sebagai media pegajaran harus artistik dalam arti
foto tersebut mempertimbangkan faktor-faktor seperti komposisi, pewarnaan yang
efektif, dan teknik pengambilan dann pemrosesan yang baik. Selanjutnya, foto
harus cukup besar dan jelas untuk kelompok siswa yang dihadapi. Foto harus jelas
212
karena dengan ketajaman dan kontras yang baik yang dapat memberikan
ketepatan dan rincian yang memadai untuk menggambarkan kenyataan yang
ditampilkannya.
Kebenaran foto atau validitas foto menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya, bukanlah foto sesuatu obyek atau peristiwa yang dibuat-buat atau
didramatisasi: foto seorang petani di desa kita yang sedang menuai padi dengan
pisau alat panen merupakan kenyataan yang sesungguhnya, dibandingkan dengan
seorang petani dari desa kita yang memanen padi di sawah dengan “mesin traktor
penggiling padi.” Disamping itu, foto-foto untuk tujuan pengajaran harus dapat
memikat perhatian siswa, misalnya foto-foto mengenai benda-benda atau obyek
yang akrab dengan kehidupan siswa seperti binatang, boneka dan mainan, kereta
api, dan lain-lain. Namun demikian, tidak berarti foto mengenai obyek yang
kurang akrab dengan siswa tidak boleh disajikan. Mungkin foto tentang sesuatu
obyek yang asing bagi siswa dapat menarik perhatian siswa karena baru pertama
kalinya berkumpul dan siswa ingin mengetahui lebih jauh tentang obyek itu.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari gambar fotografi dalam
hubungannya dengan kegiatan pengajaran, antara lain:
1) Mudah dimanfaatkan di dalam kegiatan belajar mengajar, karena praktis tanpa
memerlukan perlengkapan apa-apa.
2) Harganya relatif lebih murah daripada jenis-jenis media pengajaran lainnya,
dan cara memperolehnya pun mudah sekali tanpa perlu mengeluarkan biaya.
Dengan memanfaatkan kalender bekas, majalah, surat kabar dan bahan-bahan
grafis lainnya.
213
3) Gambar fotografi bisa dipergunakan dalam banyak hal, untuk berbagai jenjang
pengajaran dan berbagai disiplin ilmu. Mulai dari TK sampai Perguruan
Tinggi, dari ilmu-ilmu sosial sampai ilmu-ilmu eksakta.
4) Gambar fotografi dapat menerjemahkan konsep atau gagasan yang abstrak
menjadi lebih realistik. Menurut Edgar Dale, gambar fotografi dapat
mengubah tahap-tahap pengajaran, dari lambang kata (verbal symbols) beralih
kepada tahapan yang lebih kongkret yaitu lambang visual (visual symbols).
Kelemahan gambar fotografi antara lain:
1) Beberapa gambarnya sudah cukup memadai akan tetapi tidak cukup besar
ukurannya bila dipergunakan untuk tujuan pengajaran kelompok besar,
kecuali bilamana diproyeksikan melalui proyektor opek.
2) Gambar fotografi adalah berdimensi dua, sehingga sukar untuk melukiskan
bentuk sebenarnya yang berdimensi tiga. Kecuali bilaman dilengkapi dengan
beberapa seri gambar untuk objek yang sama atau adegan yang diambil
dilakukan dari berbagai sudut pemotretan yang berlainan.
3) Gambar fotografi bagaimana pun indahnya tetap tidak memperlihatkan gerak
seperti halnya gambar hidup. Namun demikian, beberapa gambar fotografi
seri yang disusun secara berurutan dapat memberikan kesan gerak dapat saja
dicobakan, dengan maksud guna meningkatkan daya efektifitas proses belajar
mengajar.
Karakteristik dari gambar fotografi:
1) Gambar fotografi itu adalah dua dimensi, dari sudut pandang pembelajaran hal
itu menjadi amat penting terutama untuk mata pelajaran yang rumit.
214
2) Gambar datar adalah medium yang “diam” oleh sebab itu dalam hal ini
seringkali dipergunakan istilah gambar tetap atau gambar diam, untuk
menyatakan bahwa gambar itu tidak bergerak.
3) Gambar datar dapat memberi kesan gerak, misalnya gambar yang
memperlihatkan adegan di jalan raya sangat efektif.
4) Gambar datar menekankan gagasan pokok dan impresi, bahwa untuk menilai
dan memilih gambar datar yang baik harus menampilkan satu gagasan utama.
Dengan satu pusat perhatian maka seluruh adegan akan mendukung kepada
pesan apa yang ingin disampaikan.
5) Gambar datar memberi kesempatan untuk diamati rinciannya secara
individual, misalnya hasil pemotretan jagat raya dengan benda-benda
langitnya, memerlukan pengamatan rincian gambar yang tekun.
6) Gambar datar dapat melayani berbagai mata pelajaran, segala macam objek
dapat dipotret dari yang kongkret sampai kepada gagasan yang abstrak.
Ada beberapa kriteria dalam memilih gambar-gambar yang memenuhi
persyaratan bagi tujuan pengajaran. Dalam hal ini guru hendak menetapkan
kegunaan-kegunaan gambar yang secara relatif memadai, dan memilihnya yang
terbaik untuk tujuan khusus pengajaran. Dari sudut pandang ini ada dua macam
pertimbangan, pertama dari sudut pendidikan dan kedua dari sudut seni.
Dalam memilih gambar fotografi ada lima kriteria untuk tujuan
pengajaran, yaitu harus memadai untuk tujuan pengajaran, kualitas artistik,
kejelasan dan ukuran yang cukup, validitas serta menarik.
215
Pertama gambar fotografi itu harus cukup memadai, artinya untuk tujuan
pengajaran yaitu harus menampilkan gagasan, bagian informasi atau satu konsep
jelas yang mendukung tujuan serta kebutuhan pengajaran. Di samping itu gambar
fotografi hendaknya realistik dan hidup, pewarnaan yang bagus, dan harus cukup
besar sehingga rinciannya bisa diamati untuk dipelajari. Dalam pada itu, untuk
memilih gambar fotografi perlu memperhitungkan kesesuaiannya dengan tingkat
usia siswa. Sedikit unsur terdapat di dalam gambar adalah cocok bagi anak-anak
usia muda. Demikian pula pola gambarnya harus sederhana dan gagasannya tidak
kompleks.
Kedua, gambar-gambar itu harus memenuhi persyaratan artistik yang
bermutu. Gambar-gambar yang memenuhi persyaratan mutu seni juga harus
memenuhi faktor-faktor:
1) Komposisi yang baik, merupakan ciri fundamental efektivitas gambar yang
baik atau pengorganisasian ke seluruh unsur-unsur gambar yang baik. Artinya
gambar itu mempunyai pusat perhatian yang jelas sehingga memberikan
keseimbangan kepada gambar secara keseluruhan., kedudukan dan arah garis-
garis, pemakaian cahaya, bayangan serta pewarnaan. Jadi pusat perhatian dari
suatu gambar adalah gagasan, misi, pesan yang ingin dikomunikasikan bukan
bersifat fisik. Keefektifan suatu gambar ditentukan oleh sejauh mana baiknya
gagasan dikomunikasikan melalui gambar-gambar itu.
2) Pewarnaan yang efektif, berarti pemakaian warna-warna secara harmonis
merupakan ciri kedua dari kualitas artistik suatu gambar. Gambar berwarna
harus dipilih betul menurut kenyataan, dan alamiah misalnya merah, biru,
216
hijau dan violet. Warna-warna campuran hanya dipergunakan bila ingin
menonjolkan makna tertentu terhadap gagasan yang ditampilkan ke depan.
3) Teknik pemotretan yang unggul bernilai lebih dari komposisi dan pewarnaan.
Ketiga, gambar fotografi untuk tujuan pengajaran harus cukup besar dan
jelas. Gambar yang tajam dan kontras mempunyai kelebihan, karena ketepatan
dan rinciannya menggambarkan kenyataan secara lebih baik. Yang tidak kurang
pentingnya adalah besarnya gambar, sehingga tampak jelas ke seluruh siswa.
Bilamana ukuran gambar terlalu kecil maka akan sulit diamati, pemahaman dan
daya tarik terhadap gambar merosot dan perhatian siswa kepada gambar pun
hilang.
Keempat, validitas gambar. Gambar-gambar fotografi yang melukiskan
suasana dramatis atau mencekam, adegan yang ideal, lebih pantas dipajang
daripada untuk tujuan pengajaran. Gambar-gambar yang representatif dari bidang
studi tertentu yang menampilkan pesan yang benar menurut ilmu, merupakan
gambar-gambar yang tepat untuk maksud pengajaran yang sahih.
Kelima memikat perhatian kepada anak-anak. Memikat perhatian bagi
anak-anak cenderung kepada hal-hal yang diminatinya, yaitu terhadap benda-
benda yang akrab dengan kehidupan mereka, misalnya binatang-binatang, anak-
anak, kereta api, perahu, kapal terbang dan sebagainya.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam mempergunakan gambar-
gambar fotografi sebagai media visual pada setiap kegiatan pengajaran, antara
lain:
217
1) Pergunakanlah gambar untuk tujuan-tujuan pelajaran yang spesifik, yaitu
dengan cara memilih gambar tertentu yang akan mendukung penjelasan inti
pelajaran atau pokok-pokok pelajaran. Tujuan khusus itulah yang
mengarahkan minat siswa kepada pokok-pokok terpenting dalam pelajaran.
2) Padukan gambar-gambar kepada pelajaran, sebab keefektifan pemakaian
gambar-gambar fotografi di dalam proses belajar mengajar memerlukan
keterpaduan.
3) Pergunakanlah gambar-gambar itu sedikit saja, daripada mempergunakan
banyak gambar tetapi tidak efektif. Jumlah gambar yang sedikit tetapi selektif,
lebih baik daripada dua kali mempertunjukkan gambar-gambar yang serabutan
tanpa pilih-pilih. Banyaknya ilustrasi gambar secara berlebihan, akan
mengakibatkan para siswa merasa dirongrong oleh sekelompok gambar yang
memikat mereka, akan tetapi tidak menghasilkan kesan atau impresi visual
yang jelas.
4) Kurangilah penambahan kata-kata pada gambar, oleh karena gambar-gambar
itu justru sangat penting dalam mengembangkan kata-kata atau cerita, atau
dalam menyajikan gagasan baru. Misalnya gambar-gambar candi gaya Jawa
Tengah dan Jawa Timur, siswa akan menjelaskan mengapa bentuknya tidak
sama, apa yang membedakan ciri-ciri satu sama lain. Melalui gambar itulah
mereka memperoleh kejelasan tentang istilah verbal.
5) Mendorong pernyataan yang kreatif, melalui gambar-gambar para siswa akan
didorong untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dan tulisan,
seni grafis dan bentuk-bentuk kegiatan lainnya. Keterampilan jenis
218
keterbacaan visual dalam hal ini sangat diperlukan bagi siswa dalam
“membaca” gambar-gambar itu.
6) Mengevalusi kemajuan kelas, bisa juga dengan memanfaatkan gambar-gambar
baik secara umum maupun secara khusus. Jadi guru bisa mempergunakan
gambar datar, slides atau transparan untuk melakukan evaluasi hasil belajar
siswa. Pemakaian instrumen tes secara bervariasi akan sangat baik dilakukan,
dalam upaya memperoleh hasil tes yang komprehensif serta menyeluruh.
d. Alat Permainan Visual Edukatif
Alat permainan edukatif adalah alat permainan yang dirancang khusus
untuk kepentingan pendidikan dan mempunyai beberapa ciri yaitu:
1) Dapat digunakan dalam berbagai cara, maksudnya dapat dimainkan dengan
bermacam-macam tujuan, manfaat dan menjadi bermacam-macam bentuk.
2) Ditujukan terutama untuk anak-anak pra sekolah dan berfungsi
mengembangkan berbagai aspek perkembangan kecerdasan dan motorik anak.
3) Segi keamanan sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun penggunaan cat
4) Membuat anak terlibat secara aktif
5) Sifatnya konstruktif.
Macam-macam alat permainan visual edukatif:
1) Alat edukatif untuk membangun.
Terdiri dari semua alat permainan yang dibuat dengan berbagai macam
bahan seperti plastik, kayu, gabungan bermacam-macam bahan yang dapat
digunakan untuk mencipta bangunan. Alat ini dapat berbentuk balok-balok dalam
berbagai macam ukuran. Dalam kegiatan bermain ini anak membentuk sesuatu,
219
menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia. Misalnya:
membuat rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan lego, menggambar,
menyusun kepingan-kepingan kayu bergambar dan yang semacamnya. Kegiatan
ini sangat baik diberikan pada anak yang mempunyai gangguan/berkebutuhan
khusus seperti hiperaktif dan autisme. Karena kegiatan ini bermanfaat untuk
melatih ketekunan, konsentrasi (pemusatan perhatian), koordinasi mata dengan
tangan, mengembangkan kreativitas, mengisi waktu luang. Melalui kegiatan
bermain dengan A.P.E. ini maka kosa kata yang didapat juga tak ternilai. Tidak
jarang anak mampu menguasai bahasa yang canggih karena kemampuan ingatan
pendengarannya bagus sehingga kita tidak perlu terlalu takut untuk menggunakan
bahasa yang umumnya digunakan orang dewasa.
2) Alat permainan edukatif untuk melatih berbagai macam pengertian mengenai
warna, bentuk dan ukuran.
Peralatan ini terbuat dari berbagai macam bahan. Misalnya kertas, plastik,
kayu dan sebagainya. Pada usia prasekolah anak perlu menguasai berbagai konsep
seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran dan lain-lain. Dengan rentang
perhatian yang terbatas dan masih sulit diatur atau masih sulit belajar dengan
“serius”, anak usia prasekolah terutama anak hiperaktif akan lebih mudah belajar
pengenalan konsep-konsep ini apabila dilakukan sambil bermain (melalui
kegiatan bermain), karena anak akan merasa senang dan tanpa ia sadari ternyata ia
sudah banyak belajar. Misalnya dalam memperkenalkan warna dan ukuran bisa
digunakan kegiatan bermain memancing ikan yang terdiri dari bermacam-macam
warna dan ukuran. Alat permainan edukatif yang mengandung unsur konsep
220
bentuk tidak perlu mendapat penekanan berlebih. Dengan bermain dan secara
tidak khusus disebutkan nama bentuknya, juga melalui pengulangan bermain
dengan alat ini akan membuat anak makin memiliki konsep dan mengenal nama
bentuk tersebut dengan spontan. Misalnya, bila terlalu sulit bagi anak untuk
mengingat nama segi empat dapat diganti dengan istilah kotak atau tahu. Kata
“lingkaran” diganti menjadi bundar.
Beberapa contoh alat permainan edukatif yang dapat mengembangkan
ketrampilan gerakan halus dan koordinasi mata dan tangan:
1) Lotto-lotto berwarna
2) Alat permainan menara gelang ganda bentuk bulat, segi empat, segi tiga dan
segi enam. Dengan alat permainan ini anak-anak akan mengenal konsep
warna, bentuk dan ukuran.
3) Puzzle (mainan bongkar pasang). Yang paling sederhana adalah papan bentuk
(lingkaran, segi empat, segi tiga, bintang, oval dan sebagainya). Model puzzle
lain adalah suatu gambar tertentu yang kemudian dipotong-potong, setelah
gambar tersebut ditebarkan di meja, anak diminta menyatukan kembali.
4) Tangga bentuk silinder dan kubus. Dengan memainkan alat permainan ini
anak belajar tentang bentuk, warna, jumlah, posisi benda (di atas, di bawah,
dan di samping).
5) Papan-papan pasak, yaitu suatu sarana menyalurkan energi dan agresivitas
anak, sekaligus melatih motorik halus, belajar hukum sebab akibat.
6) Papan-papan hitung
7) Papan paku (dengan pengawasan cermat)
221
8) Biji untuk meronce
9) Kartu berpasangan, sejenis atau sama, dapat meningkatkan kosa kata serta
belajar mengelompokkan berdasarkan fungsinya.
10) Berbagai macam miniatur binatang, orang (tokoh) yang bermanfaat untuk
bermain peran sekaligus meningkatkan pengetahuan anak. Dalam bermain
pura-pura anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam
kehidupan sehari-hari. Dapat juga anak melakukan peran imajinatif atau
dongeng. Misalnya: main rumah-rumahan, polisi dan penjahat, jadi batman
atau kesatria baja hitam.
11) Alat permainan yang bersifat konstruksi, misalnya balok meja, alat permainan
LASY, yaitu untuk mengembangkan kreativitas. Dengan alat permainan
tersebut, anak dapat menyusun suatu bentuk tertentu, dapat dengan contoh
atau berdasarkan kreasinya sendiri. Manfaat yang bisa diperoleh melalui
kegiatan bermain ini, antara lain mengembangkan kemampuan anak untuk
berdaya cipta (kreatif), melatih ketrampilan motorik halus, melatih
konsentrasi, ketekunan, daya tahan. Kalau ia berhasil, akan menimbulkan rasa
puas, mendapat pujian dari orang lain yang akan meningkatkan keinginan
anak bekerja lebih baik lagi.
12) Materi yang berorientasi pada kegiatan yang bersifat akademik. Yaitu materi
yang membawa anak untuk kesiapan akademik bagi anak. Materi tersebut
meliputi: kertas dan pensil, pola bentuk untuk dijiplak (sebagai persiapan
membuat huruf), bentuk angka-angka (untuk memperkenalkan bentuk angka)
dan sebagainya.
222
Alat permainan visual edukatif ciptaan Montessori:
Aktivitas Bahasa
1) Album Foto Abjad
Terbuat dari foto berbagai obyek dan di bawah foto ditulis huruf awalnya.
Kegiatan: suruh anak untuk menunjuk beberapa benda dan menyebutkan huruf
awal serta bunyinya dengan demikian anak akan dapat mengenal abjad,
mengenal bunyi huruf dan membedakan bunyi.
2) Foto-foto berpasangan.
Cara membuatnya potret berbagai benda yang dikenal si kecil dan cetak dua
buah untuk masing-masing foto. Tempelkan foto-foto itu di karton/kertas
tebal, gunting dan tutup setiap guntingan foto dengan plastik bening sehingga
terbungkus rapi. Lalu ajaklah si kecil memainkan permainan “konsentrasi”
dengan cara mengocok tumpukan foto itu, atau meletakkannya dengan posisi
terbalik di atas meja dan membuka secara bergantian dua kartu sekaligus.
Tujuannya adalah mencari pasangan setiap foto itu. Permainan ini membantu
si kecil untuk membedakan secara visual dan mengingat-ngingat letak kartu
sehingga ia tidak hanya sekedar menebak saja selama permainan ini.
3) Huruf-huruf Amplas
Cara membuatnya siapkan beberapa lembar amplas, lalu potong. Susunlah tiap
huruf tersebut di atas karton tebal. Huruf-huruf ini akan terasa menonjol bila
diraba oleh si kecil. Suruhlah ia meraba huruf-huruf itu, pertama dengan
mencobanya bersama kita dan kemudian ia akan memperhatikan kita
menggunakan jari untuk menelusuri bentuk huruf secara benar. Kita bisa
223
membimbing jarinya untuk menelusuri setiap huruf saat kita menyebutkan
nama huruf tersebut. Kita juga bisa membuat huruf besar dan huruf kecil dari
lembaran amplas kemudian memainkan permainan “konsentrasi” untuk
memasangkan huruf besar dengan huruf kecil, atau langsung memasangkan
huruf besar dan huruf kecil bersama-sama. Kegiatan ini bisa membantu si
kecil mengenal abjad
4) Dinding Kata
Dinding kata ini dapat dibuat di berbagai tempat. Bagian depan kulkas
misalnya bisa dijadikan tempat untuk menempelkan huruf-huruf dengan
menggunakan magnet. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk anak-anak yang
baru mulai belajar membaca dengan mengenal tulisan.
5) Buku Teka-teki Abjad
Cara membuat buku teka-teki yaitu dimana satu halaman berisi petunjuk dan
halaman selanjutnya berisi jawaban. Untuk buku atau kartu permainan,
bantulah si kecil menentukan obyeknya, dan beri tiga atau empat petunjuk.
Misalnya: saya buah, saya berwarna kuning, saya rasanya asam. Kegiatan ini
dapat membuat anak berpikir kritis dan berpikir imajinatif.
6) Tabel Tugas
Memberikan tugas pada anak bisa mendorong keinginannya untuk mandiri
dan memberikan kepuasan saat tugasnya telah selesai dilaksanakan. Untuk
mengatur tugas anak dapat dibuat tabel penuh warna agar lebih menarik. Tabel
tugas bisa dibuat dengan menggunakan amplop bertuliskan nama anak dan
kartu bergambarkan tugas mereka. Untuk anak yang lebih kecil, gambar
224
merupakan suatu pesan. Jadi pastikan setiap tugas ditampilkan dengan gambar
yang sesuai. Hal ini bertujuan untuk mengenalkan anak pada tulisan dan
membedakan secara visual.
7) Menyortir Gambar-gambar
Ajaklah si kecil mengumpulkan gambar berbagai jenis makanan yang ia sukai
dan yang tidak ia sukai dari majalah dan menempelkannya untuk dijadikan
hiasan kolase. Meski hasil guntingannya tidak rapi, menyortir gambar-gambar
itu atau memilih foto atau gambar makanan bisa mengembangkan
ketrampilannya dalam mebedakan obyek secara visual. Sedangkan
menggunting dan menempel gambar adalah latihan yang tepat untuk
mengembangkan ketrampilan motorik halusnya.
8) Jam Gambar
Cara membuatnya yaitu gambarlah sebuah lingkaran di karton tebal, lubangi
pusat lingkaran itu, dan gunting kemudian tempelkan gambar-gambar benda
dan gambarlah sebuah anak panah di karton, setelah itu tempelkan sepotong
karton tebal di bawahnya. Setelah selesai, letakkan di atas lingkaran, sehingga
posisinya seperti jarum jam. Lubangi anak panah tadi sehingga terbentuk
lubang yang menembus pusat lingkaran ke belakang. Masukkan benang yang
sudah diikatkan ke sebatang lidi kecil ke lubang itu hingga ujung benangnya
menembus ke belakang. Lalu, di ujung benang tadi, ikatkan lagi lidi kecil
sehingga anak panah dan lingkaran saling menempel, dan anak panah bisa
diputar. Cara menggunakannya anak harus menemukan gambar di kartu itu
225
yang bunyi konsonan awalnya sama dengan gambar yang tertunjuk oleh anak
panah.
9) Garis dan lengkungan
Cara membuatnya adalah guntinglah garis lurus yang panjang dan pendek
serta setengah lingkaranyang besar dan kecil dari karton, dan berikan beberapa
guntingan kertas itu kepada si kecil sekaligus. Mulailah dengan satu garis
lurus yang panjang dan pendek serta satu buah bentuk setengah lingkaran
berukuran kecil. Tanyakan pada anak, huruf apa saja yang bisa dibuat dari
potongan tersebut. (jawabannya huruf besar “R” serta huruf besar dan kecil
dari “p”). Kegiatan ini bisa membantunya memahami bahwa semua huruf
terbentuk dari garis lurus dan lengkungan.
Aktivitas Matematika
1) Deretan angka
Cara membuat deretan angka dengan menggunting angka-angka pada kalender
bekas dan menaruhnya di sebuah kotak. Kemudian tempelkan angka tersebut
secara berurutan pada selembar kertas berwarna. Usahakan agar kertas tidak
terlalu panjang agar anak bisa menyelesaikannya dengan baik. Hal ini
membantu anak bisa belajar menghitung hingga angka 100.
2) Kwartet angka.
Buatlah kartu-kartu dengan angka di dalamnya. Kumpulkan bermacam-
macam benda, mintalah anak untuk menghitung jumlah benda yang sesuai
dengan angka yang tertera pada masing-masing kartu. Lalu pasangkan benda
tersebut dengan angkanya. Kartu tersebut bisa dibuat dalam ukuran yang
226
cukup besar sehingga seluruh benda itu bisa diletakkan semuanya di atas
kartu.
3) Tusuk Gigi
Anak-anak yang masih kecil biasanya berpikir bahwa angka selalu statis. Jadi
menurut mereka angka 5 atau 7 tidak dapat ditampilkan dengan cara lain dan
masih tetap merupakan 5 atau 7. Untuk belajar memahami bahwa sebuah
angka tetap sama meski diatur dengan cara berbeda, maka ajaklah anak untuk
melakukan kegiatan dengan tusuk gigi. Siapkan beberapa tusuk gigi. Lalu,
pada empat lembar kertas yang berbeda, mintalah anak untuk menyusun
empat angka dengan empat cara yang berbeda. Misalnya, empat tusuk gigi
bisa disusun menjadi sebuah rumah, atau menjadi persegi panjang, dibariskan
berjajar atau membentuk satu garis lurus. Jelaskanlah padanya bahwa jumlah
tusuk gigi pada setiap susunan tersebut tetaplah empat. Hitunglah jumlah
tusuk gigi itu bersama-sama saat ia menyusun (dan menempelkan) tusuk gigi
dengan cara yang berbeda.
4) Jam tiruan
Buatlah jam tiruan dari kertas kardus, kemudian tanyakan jam berapa kepada
anak sesuai dengan gambar atau anak diminta menunjukkan/mengarahkan
arah jarum jam sesuai yang kita perintahkan.
5) Menjiplak uang logam. Perkenalkanlah semua uang jenis logam. Setelah itu,
letakkan uang logam di bawah kertas putih dan bantulah ia menjiplak dengan
menggunakan krayon. Buatlah jiplakan dari kedua sisi uang logam. Aktivitas
ini dapat membantu si kecil yang baru mengenal uang logam
227
Alat-alat yang diperlukan untuk pendidikan persiapan permulaan
membaca dan menulis dan persiapan permulaan berhitung/matematika:
1) Balok bangunan
Fungsi/kegunaan:
a) Mengenal bentuk-bentuk benda serta hubungannya antara satu dengan
yang lainnya.
b) Sebagai alat untuk mendorong anak dalam membangun sesuatu dengan
daya fantasi dan kreatifitasnya.
2) Kotak merjan
Fungsi/kegunaan:
a) Mengenalkan 5 macam bentuk dan warna, serta kombinasinya.
b) Memberi variasi dalam cara memantapkan pengertian bilangan.
c) Melatih kesabaran anak.
3) Kotak baca
Fungsi/kegunaan:
a) Mengenalkan kalimat, kata, suku kata, dan huruf melalui pelajaran
persiapan membaca permulaan.
b) Belajar menyusun kalimat, kata, suku kata, yang dilakukan oleh anak
sendiri.
228
Spesifikasi alat:
a) Unsur terdiri dari:
� Kotak bertutup yang dapat dibuka
� Tutup kotak yang di dalamnya terdapat gambar yang bertuliskan “nina
beli buku”
� Isi kotak papan baca
1 Kepingan kalimat “nina beli buku”
2 Set kepingan kata “nina beli buku”
2 Set kepingan suku kata “nina beli buku”
2 Set kepingan huruf “nina beli buku”
4) Papan pengenalan warna
Fungsi/kegunaan:
Memperkenalkan 9 macam warna (yang terdiri dari warna merah, jingga,
kuning, hijau, biru, nila, ungu, putih dan hitam)
Spesifikasi alat:
a) Unsur terdiri dari papan penampang dan kepingan setengah lingkaran.
b) Bahan terbuari dari triplek
c) Warna yang digunakan adalah
� Papan penampang berwarna abu-abu
� Kepingan geometris sesui dengan yang tersebut diatas.
d) Jumlah
� 1 papan penampang dengan 9 lubang lingkaran
� 9 potong kepingan setengah lingkaran
229
5) Papan nuansa warna
Fungsi/kegunaan:
Mengenalkan nuansa 5 jenis warna, masing-masing dengan urutan warna yang
paling muda dan meningkat ke warna paling tua.
6) Boneka
Fungsi/kegunaan:
Alat peraga untuk kegiatan bermain sandiwara boneka.
7) Papan geometris
Fungsi/kegunaan:
a) Mengenalkan bentuk-bentuk geometris
b) Melatih otot-otot jari anak
c) Untuk latihan menulis
Spesifikasi alat:
a) Unsur terdiri dari papan penampang dan9 potongan-potongan bentuk
geometris
b) Bahan terbuat dari papan triplek
8) Pohon hitung
Fungsi/kegunaan:
a) Memperkenalkan konsep bilangan
b) Menanamkan pengertian tentang perbandingan (lebih banyak kurang)
Spesifikasi alat:
Unsur-unsur pada pohon hitung adalah pohon, alas pohon, dan isi pohon yang
terdiri dari bentuk bunga, buah nanas, buah kecil, daun dan sebagainya.
230
9) Papan pengenalan angka
Fungsi/kegunaan:
a) Mengenalkan angka 91-5) sebagai lambang bilangan
b) Melatih anak untuk mengenal angka dan menghitung sendiri banyaknya
paku jamur sebagai angka.
10) Kotak pos
Fungsi/kegunaan:
a) Mengenal bentuk-bentuk geometris (benda 3 dimensi) dengan beberapa
penampang
b) Melatih keseimbangan otot untuk memasukkan bentuk-bentuk geometris
pada penampang yang benar.
c) Membandingkan bentuk-bentuk geometris
11) Lotto gambar benda berpasangan
Fungsi/kegunaan:
Mengenalkan hubungan antara benda-benda yang berpasangan.
Spesifikasi alat:
a) Unsur terdiri dari
� Papan penampang yang bergambar
� Kepingan yang bergambar berpasangan:
Daun-bunga, rok-baju, tatakan-cangkir, sendok-garpu, meja-kursi,
kaos kaki-sepatu, pensil-buku, raket-kok, penggorengan-sodet,
papan/setrika-setrikaan
b) Bahan terbuat dari triplek dan harbort
231
12) Loto gambar benda yang sama
Fungsi/kegunaan:
Mengenalkan persamaan dan perbedaan bentu antara benda-benda
Spesifikasi alat:
a) Unsur alat terdiri dari papan tempat keping bergambar dan isi berupa 12
keping bergambar
b) Bahan dari triplek dilapis formika
13) Serbuk berwarna
Fungsi/kegunaan:
a) Bahan untuk menggambar
b) Finger painting
Spesifikasi alat:
a) Unsur dari serbuk berwarna ¼ (seperempat) kilogram setiap warna.
b) Bahan yang digunakan adalah sepuluh kue
c) Warna: merah, hijau, kuning dan coklat.
14) Kuas gambar
Fungsi/kegunaan:
Alat pencetus pengungkapan ekspresi menggambar anak
Spesifikasi alat:
a) Unsur terdiri dari tangkai dan bulu-bulu kuas
b) Bahan yang digunakan adalah kayu dan ijuk/rambut
c) Tiga macam warna, merah, kuning dan biru.
d) Jumlah terdiri 1 set dengan 3 ukuran (besar-sedang-kecil)
232
15) Plastisin
Fungsi/kegunaan:
Alat untuk membentuk dan melatih otot-otot jari anak
Spesifikasi alat:
a) Unsur dari barang yang lunak dan dapat dibentuk
b) Bahan terbuat dari Tanah liat atau plastisin
c) Warna: merah.kuning, biru, hijau, ungu, jingga
d) Jumlah menurut keperluan
16) Gambang
Fungsi/kegunaan:
a) Mengenalkan salah satu alat musik pukul pada anak
b) Sebagai alat untuk membangkitkan/memupuk rasa senang pada musik.
Spesifikasi alat:
a) Bahan terbuat dari kayu, logam dan karet (penahan logam)
b) Warna: merah, jingga, kuning, hijau, biru
Beberapa media pembelajaran visual lainnya yang dapat membantu proses
belajar mengajar terutama belajar membaca asosiasi antara arti dan kata, yaitu:
1) Peralatan yang terbuat dari sehelai karton, dimana pada bagian kiri memuat
gambar dari berbagai benda dan pada bagian kanan memuat nama dari benda
itu. Dan dua buah panah yang terbuat dari karton yang dapat digerakkan ke
atas dan ke bawah melalui pita/tali. Tugas anak adalah menggerakkan panah-
panah itu sehingga panah kanan menunjukkan nama (kata) dari benda yang
ditunjuk oleh panah kiri.
233
2) Gambar penghubung. Alat ini bersifat self corrective, karena adanya
sambungan tertentu antara kartu gambar dan kartu kata. Tugas anak adalah
menggabungkan kartu gambar dan kata sesuai dengan bentuknya
3) Satu set kwartet yang terdiri atas 5 atau 6 atau 7 helai kartu. Tiap kartu terdiri
dari dua bagian, dimana bagian kiri memuat kata dan bagian kanan memuat
gambar atau dua bagian memuat suku kata. Tugas anak adalah menyusun
kartu-kartu ini dalam sebuah lingkaran.
4) Alat ini terdiri dari 8 sampai 12 helai kartu yang masing-masing berbentuk
ikan, dimana bagian muka dari kartu memuat gambar dan bagian belakang
kartu memuat nama (kata) dari gambar itu. Cara menggunakannya: ikan
diletakkan dengan kata disebelah atas dan anak membacanya. Untuk
mengontrol benar atau tidak dalam membacanya, ikan dibalikkan (dengan
dikail) tiap kali anak menangkap seekor ikan, nama dibacanya jika salah ikan
dikembalikan dalam kolam, jika benar ikan boleh ditahan. Agar ikan dapat
dikail, jepitlah masing-masing dengan sebuah paperclip pada ujung tali
pengail, ikatkan sebuah magnet kecil.
Beberapa media pembelajaran visual lainnya yang dapat membantu proses
belajar mengajar terutama analisa sintese, yaitu:
1) Alat yang terbuat dari dua helai kartu (satu set mainan kwartet) dimana kartu
yang satu memuat nama (kata) dan kartu yang satunya lagi memuat gambar.
Tugas anak mencari kata yang sesuai dengan gambar atau sebaliknya.
234
Tujuannya:
� agar anak belajar cepat mengidentifikasi benda dan nama.
� agar anak menangkap struktur kata dengan cepat.
2) Satu set mainan kwartet, dimana tiap kartu dipotong menjadi dua bagian.
Tugas anak adalah menyusun kata. Bagi anak yang lambat, kata disusunnya
menurut gambar. Sedangkan anak yang telah maju, tidak menghiraukan
gambar. Ia menyusun kata atas strukturnya. Bagi anak demikian gambar hanya
berfungsi sebagai alat pengontrol. Set ini adalah merupakan self corrective
(dapat mengoreksi diri sendiri)
3) Peralatan yang membantu proses mengenal lambang dan bunyi, yaitu kartu
yang memuat huruf/lambang. Dimana titik yang agak besar pada bagian atas
dari kartu menunjukkan bagian atas dari huruf. Panah menunjukkan dimana
harus memulai jika ia menulis huruf.
Cara menggunakannya:
� Huruf ditunjukkan: Siswa mengucapkan bunyinya (bukan namanya)
� Guru menyebut bunyi siswa menunjukkan hurufnya.
� Guru menunjukkan huruf (lambang): siswa menyebut kata-kata yang
mulai/berakhir dengan huruf itu. Misal untuk huruf n: nasi-nangka-amin-
iman-taman, dsb
235
Dalam hal ini tidak perlu mengetahui bagaimana menulis kata yang
disebutnya mungkin anak menyebut kata baru yang belum diajarkan, maka
yang penting adalah mengenal bunyi huruf sebagai bunyi pertama/terakhir
dalam sebuah kata. Justru disinilah terletak kemajuan anak. Kalau anak
melihat huruf “n” lalu menyebut nama mobil maka ia berarti belum tahu
bahwa huruf n adalah lambang untuk bunyi n.
4) Sebuah dadu yang dibuat dari karton tebal, agar kuat dan awet, dibungkus
dengan kain dril. Cara menggunakannya dadu dijatuhkan ke lantai, kalau jatuh
dengan huruf “s” ke atas, anak menyebut bunyi huruf itu/kata yang
mulai/berakhir dengan “s”. Hendaknya instruksi pada anak itu jelas agar tidak
membingungkan anak.
5) Flash card yaitu kartu yang memuat kata dan yang ditunjukkan kepada anak
untuk dilihat selama sekejap mata saja. Dengan tujuan agar anak membaca
kata-kata dengan cepat.
6) Alat ini terdiri dari sehelai karton dibagi dua bagian, dipinggir kiri dan kanan
ada pita tempat menggerakkan huruf ke atas dan ke bawah.
Cara menggunakannya: dengan menggerakkan huruf “s” melalui pita, anak
membaca dari atas ke bawah.
7) “Lemari huruf” yaitu merupakan alat untuk menyusun kata, dibuat dari kotak
korek api dijadikan satu lemari (direkatkan) dan tiap kotak merupakan sebuah
laci. Lemari ini diberikan sebuah dasar, dibuat dari karton. Dipakai 30 buah
kotak agar ada tempat bagi huruf-huruf seperti j, e, ai, au dll. Agar mudah
menarik laci untuk mengambil huruf yang diperlukan, tiap laci diberi manyi.
236
Pada laci yang berisi huruf “a” ditempelkan huruf “a”. tugas anak menyusun
kata dengan huruf dalam laci itu. Dengan alat ini mereka dapat menguji
kekuatan sendiri yaitu dapat dipakai oleh 1-2 orang, jika dua orang dapat
dilakukan dengan bekerja sama, saling membantu dan mengoreksi. Setelah
pekerjaan selesai, anak harus mengembalikan huruf pada tempatnya masing-
masing.
Hal-hal yang terjadi pada anak tiap kali ia menyusun sebuah kata:
� Anak memikirkan kata mana yang akan disusun
� Anak menganalisa kata itu
� Anak mengidentifikasi tiap bunyi dalam kata itu dengan hurufnya.
Kalau anak telah dapat mengerjakan hal ini dengan lancar, ini berarti bahwa
kunci untuk kepandaian membaca telah ada padanya.
8) Papan Kantong
Diperlukan papan triplek/karton tebal dan kartu kata dengan panjang triplek
kira-kira 90 cm dan tinggi 60 cm, pada papan dilekatkan deretan kantong
karton tinggi 5 cm, pada deretan kantong dapat dipindah-pindahkan beberapa
karton-karton kecil yang bertuliskan kata-kata.
9) Teknik strip story, yaitu berupa kartu-kartu kata dibuat dengan karton yang
ditulis kata-kata. Dapat mempermahir siswa menyusun kata-kata menjadi satu
untaian kalimat
237
E. Penggunaan Media Visual (Gambar) dalam Pembelajaran Anak
Hiperaktif
1. Pengembangan Kurikulum
Anak hiperaktif memiliki kemampuan yang berdeferensiasi, serta proses
perkembangan dan tingkat pencapaian programpun juga tidak sama antara satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih, dimodifikasi dan
dikembangkan sendiri oleh guru pembimbing/terapis, dengan bertitik tolak pada
kebutuhan masing-masing anak berdasarkan hasil identifikasi.
Pelayanan pendidikan bagi anak hiperaktif akan lebih baik apabila dimulai
sejak dini (intervensi dini). Sehingga untuk mengembangkan kurikulum mengacu
pada:
a. Program Pengembangan kelompok bermain (usia 2-3 tahun)
b. Kurikulum Taman Kanak-kanak (usia 4-5 tahun)
c. Kurikulum Sekolah Dasar
d. Kurikulum SLB Tuna Rungu
e. Kurikulum SLB Tuna Rungu dan Tunagrahita
Penyusunan program layanan pendidikan dan pengajaran diambil dari
kurikulum tersebut dengan mempertimbangkan kemampuan dan ketidakmampuan
(kebutuhan) anak, dengan modifikasi. Kurikulum bagi anak hiperaktif dititik
beratkan pada pengembangan kemampuan dasar, yaitu:
a. Kemampuan dasar kognitif
b. Kemampuan dasar bahasa/komunikasi
c. Kemampuan dasar bina diri, dan
238
d. Sosialisasi
Apabila kemampuan dasar tersebut dapat dicapai oleh anak dengan
mengacu pada kemampuan anak yang sebaya dengan usia biologi/kalendernya,
maka kurikulum dapat ditingkatkan pada kemampuan pra akademik dan
kemampuan akademik, meliputi kemampuan: membaca, menulis, dan matematika
(berhitung).
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam membelajarkan anak hiperaktif digunakan sistem pembelajaran
lovaas one on one (pembelajaran satu guru satu murid) yang didasari oleh model
perilaku kondisioning operant (Operant Conditioning) dimana efektifitas
pengajaran berkaitan dengan kontrol terhadap antecedent/perilaku yang lalu dan
konsekwensi. Yaitu dengan memberikan reinforcement yang positif sebagai kunci
dalam merubah perilaku. Sehingga perilaku yang baik dapat terus dilakukan,
sedangkan perilaku buruk dihilangkan (melalui time out, hukuman, atau dengan
kata “tidak”). Dalam teknisnya program loovas (Discrete Trial Training/DTT dari
Lovaas) ini terdiri dari 4 bagian, yaitu:
a. Stimuli dari guru agar anak berespons
b. Respon anak
c. Konsekwensi
d. Berhenti sejenak dilanjutkan dengan perintah selanjutnya
Sedangkan metode yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif
adalah metode yang memberikan gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga
anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang “sesuatu”
239
tersebut. Untuk itu sangat penting dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
menggunakan media, terutama media visual (gambar), karena dengan gambar-
gambar itu anak lebih mudah belajar memahami.
Media visual (gambar) itu mencakup gambar benda, gambar warna,
gambar bentuk, gambar huruf, gambar angka dan gambar kata kerja.
Kegiatan pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual
gambar, meliputi:
1) Identifikasi Benda
a. Materi yang diajarkan adalah menunjuk dan menyebutkan gambar
b. Media yang digunakan adalah foto dari berbagai benda, dan kartu gambar
c. Proses/Prosedur pembelajaran:
� Identifikasi gambar: Gambar diletakkan di meja di depan anak.
Persiapkan perhatian dan beri perintah “Tunjuk … (nama benda
gambar tersebut)”. Prompt (bantuan/arahkan) anak untuk menunjuk
gambar tersebut dan beri reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya.
Kurangi sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt
sepanjang percobaan berikutnya dan berikan reinforce respons yang
benar saja.
� Melabel gambar: Duduk di kursi berhadapan dengan anak . persiapkan
perhatian dan beri sebuah gambar. Katakan “Ini apa?” Prompt
(bantuan/arahkan) anak untuk melabel (menyebutkan nama benda-
benda) gambar tersebut dan beri reinforce (beri hadiah/pujian)
responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya
240
tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya dan berikan reinforce
respons yang benar saja.
2) Mencocokkan (Matching)
a. Materi yang diajarkan adalah mencocokkan gambar
b. Media yang digunakan adalah benda-benda dan gambar yang identik,
kartu huruf, benda berwarna, kartu angka, dan berbagai bentuk.
c. Proses/Prosedur pembelajaran:
Letakkan benda (benda-benda) pada meja di hadapan anak. Beri sebuah
benda yang cocok/sesuai dengan salah satu benda di hadapan anak dan
berikan perintah “Samakan”. Prompt (bantu) anak untuk meletakkan
benda yang diberikan di atas atau di depan benda yang cocok/sesuai, dan
beri reinforcer (hadiah/pujian). Kurangi sedikit demi sedikit prompt
hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya dan berikan
reinforce respons yang benar saja.
3) Identifikasi warna
a. Materi yang diajarkan adalah mengidentifikasi gambar-gambar dan
melabel (menyebutkan nama) benda-benda dan gambar-gambar.
b. Media yang digunakan adalah kertas warna dan benda-benda berwarna
c. Proses/Prosedur pembelajaran:
� Identifikasi warna: Letakkan bahan-bahan berwarna di meja di
hadapan anak. Persiapkan perhatian dan katakan “Tunjuk … (nama
warna)”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk menunjuk warna yang
benar dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit
241
demi sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan
berikutnya dan berikan reinforce respons yang benar saja.
� Melabel warna: Duduk dikursi berhadapan dengan anak. Persiapkan
perhatian dan perlihatkan sebuah benda berwarna. Katakan “Warna
apa (ini)?”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk melabel warna yang
dimaksud dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi
sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang
percobaan berikutnya dan berikan reinforce respons yang benar saja.
4) Identifikasi Bentuk
a. Materi yang diajarkan adalah identifikasi bentuk dan melabel bentuk
b. Media yang digunakan adalah berbagai bentuk dan gambar
c. Proses/Prosedur pembelajaran:
� Identifikasi bentuk: letakkan sebuah bentuk (berbagai bentuk) pada
meja dihadapan anak. Persiapkan perhatian dan katakan “Tunjuk …
(nama bentuk)”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk menunjuk bentuk
yang benar dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi
sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang
percobaan berikutnya dan berikan reinforce respons yang benar saja.
� Melabel bentuk: Duduk dikursi berhadapan dengan anak. Persiapkan
perhatian dan perlihatkan sebuah bentuk. Katakan “Bentuk apa (ini)?”.
Prompt (bantu/arahkan) anak untuk melabel bentuk yang dimaksud
dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit demi
242
sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan
berikutnya dan berikan reinforce respons yang benar saja.
5) Identifikasi huruf
a. Materi yang diajarkan adalah identifikasi huruf dan melabel huruf
b. Media yang digunakan adalah kartu-kartu huruf
c. Proses/Prosedur pembelajaran:
� Identifikasi huruf: Letakkan huruf (-huruf) pada meja dihadapan anak.
Persiapkan perhatian dan katakan “Tunjuk … (nama huruf)”. Prompt
(bantu/arahkan) anak untuk menunjuk bentuk yang benar dan reinforce
(beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit prompt
hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya dan
berikan reinforce respons yang benar saja.
� Melabel bentuk: Duduk dikursi berhadapan dengan anak. Persiapkan
perhatian dan perlihatkan sebuah bentuk. Katakan “Huruf apa (ini)?”.
Prompt (bantu/arahkan) anak untuk melabel bentuk yang dimaksud
dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit demi
sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan
berikutnya dan berikan reinforce respons yang benar saja.
6) Identifikasi angka
a. Materi yang diajarkan adalah identifikasi angka dan melabel angka
b. Media yang akan digunakan adalah kartu-kartu angka
c. Proses/Prosedur pembelajaran:
243
� Identifikasi angka: Letakkan angka (-angka) pada meja dihadapan
anak. Persiapkan perhatian dan katakan “Tunjuk … (nama angka)”.
Prompt (bantu/arahkan) anak untuk menunjuk angka yang benar dan
reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit
prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya
dan berikan reinforce respons yang benar saja.
� Melabel angka: Duduk dikursi berhadapan dengan anak. Persiapkan
perhatian dan perlihatkan sebuah angka. Katakan “Angka (ber) apa
(ini)?”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk melabel angka yang
dimaksud dan reinforce responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit
prompt hingga akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya
dan berikan reinforce respons yang benar saja.
7) Identifikasi kata kerja
a. Materi yang diajarkan adalah identifikasi kata kerja, melabel kata kerja
dan menirukan gambar
b. Media yang digunakan adalah foto/Gambar aktivitas orang
c. Proses/Prosedur pembelajaran:
� Identifikasi kata kerja: Letakkan gambar aktivitas orang pada meja
dihadapan anak. Persiapkan perhatian dan katakan “Tunjuk …
(gambar aktivitas orang)”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk
menunjuk gambar yang benar dan reinforce (beri hadiah/pujian)
responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya
244
tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya dan berikan reinforce
respons yang benar saja.
� Melabel kata kerja: Duduk dikursi berhadapan dengan anak.
Persiapkan perhatian dan perlihatkan sebuah gambar. Katakan
“Gambar apa (ini)?”. Prompt (bantu/arahkan) anak untuk melabel
gambar yang dimaksud dan reinforce (beri hadiah/pujian) responsnya.
Kurangi sedikit demi sedikit prompt hingga akhirnya tanpa promt
sepanjang percobaan berikutnya dan berikan reinforce respons yang
benar saja.
� Persiapkan perhatian anak dan beri perintah “Berdiri … (perintahkan
anak menirukan aktivitas dalam gambar). Prompt (bantu/arahkan) anak
untuk menirukan aktivitas seperti dalam gambar, reinforce (beri
hadiah/pujian) responsnya. Kurangi sedikit demi sedikit prompt hingga
akhirnya tanpa promt sepanjang percobaan berikutnya dan berikan
reinforce respons yang benar saja.
3. Evaluasi
Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif meliputi:
a) Evaluasi proses
Evaluasi proses ini dilakukan seketika pada saat proses kegiatan
berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang
atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga. Hal ini dilakukan
pembimbing dengan cara memberi reward atau demonstrasi secara verbal dan
245
konkrit. Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana program yang dicapai
anak dapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/buku penghubung.
b) Evaluasi Bulanan
Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau
permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah.
Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dan
perkembangan anak antara guru dan orang tua anak hiperaktif guna mendapatkan
pemecahan masalah macam apa yang tepat dan cocok untuk anak hiperaktif yang
menjadi contoh kasus. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dengan
mengadakan diskusi bersama atau case conference.
c) Evaluasi Catur Wulan
Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksud sebagai
tolak ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuan program
pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak, maka
kelanjutan program dan kesinambungan program ditingkatkan dengan bertolak
dari kemampuan akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila program belum
dapat terkuasai oleh anak maka diadakan pengulangan program (remedial) atau
meninjau ulang apa yang menyebabkan ketidak berhasilan pencapaian program.
246
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Prosedur Penelitian
Fokus penelitian ini adalah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran pada anak hiperaktif yang dikhususkan pada penggunaan media
visual (gambar) saja. Fokus ini mengarahkan perhatian kepada aktivitas,
kreativitas, tingkah laku dan tindakan para pelaku dalam peristiwa belajar dan
mengajar di tempat Terapi Anak. Untuk mengkaji masalah tersebut dipilih
pendekatan kualitatif, karena data-data yang terkumpul berupa uraian kata-kata
dan gambar (Moleong, 2000:5). Adapun kegiatan yang dilakukan dalam
penelitian deskriptif ini: pengumpulan data, penyusunan data dan analisis data
yang diperoleh.
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2001:2) dalam penelitian kualitatif
dapat dikemukakan definisi mengenai metodelogi kualitatif yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Landasan ini digunakan untuk
menjaring data informan, yaitu para guru dan peneliti dianggap mengetahui
tentang pembelajaran pada anak hiperaktif khususnya dalam penggunaan media
visual (gambar).
Alasan digunakan pendekatan kualitatif karena lebih mudah apabila
berhadapan dengan kenyataan yang tidak terkonsep sebelumnya tentang keadaan
di lapangan yang sebenarnya, pendekatan kualitatif dapat menghasilkan data
247
secara utuh dari informan dan perilaku yang dapat diamati sebagian dari suatu
keutuhan, dan pendekatan kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan dengan
berbagai penajaman pengaruh bersama maupun terhadap pola-pola nilai yang
dihadapi selama penelitian berlangsung.
Sebagai langkah pertama yang dilaksanakan peneliti adalah mengadakan
studi pendahuluan di lokasi penelitian. Dari hasil studi pendahuluan dilakukan
identifikasi mengenai pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media
visual (gambar) di lokasi penelitian, yaitu di Lembaga Terapi Anak Al Tisma
Kudus.
Langkah kedua adalah pengurusan izin penelitian pada pihak-pihak terkait,
sebagai landasan struktural formal untuk dilaksanakannya penelitian.
Langkah ketiga adalah pelaksanaan penelitian untuk mengambil data yang
diperlukan dalam penelitian dengan menggunakan teknik: wawancara, observasi
partisipan dan pengumpulan dokumen.
Untuk memperoleh data perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran anak hiperaktif khususnya dengan menggunakan media visual
(gambar) digunakan dua sumber yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya
terhadap pihak yang memerlukan data meliputi para guru Terapi Anak Al Tisma
Kudus, untuk menyaring data tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar). Sedangkan data
sekunder yaitu data yang cara mendapatkannya tidak secara langsung melalui
sumbernya, diperoleh dari (1) Kepala Terapi Anak, berkenaan dengan informasi
248
tentang berbagai kegiatan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar dan (2)
dokumentasi tentang statistik jumlah siswa, serta sejarah berdirinya
LembagaTerapi Anak Al Tisma Kudus.
B. Latar dan Sasaran Penelitian
Sesuai dengan pendekatan metodelogis yang digunakan, latar penelitian
ditentukan secara purposif, yakni dengan memilih sebuah kasus pembelajaran
anak hiperaktif di Kota Kudus. Termasuk kategori hiperaktif disini adalah Speech
Delayed dan Hiperaktif (SD & H), Autis dan Hiperaktif (A & H) dan Normal
Hiperaktif dan Kurang Konsentrasi (NH & KK). Speech Delayed dan Hiperaktif
yaitu anak dengan gangguan terlambat bicara dan kelainan perilaku, Autis dan
Hiperaktif yaitu anak dengan gangguan perkembangan yang kompleks
menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi (hanya tertarik
pada dunianya sendiri) dan kelainan perilaku, sedangkan Normal Hiperaktif dan
Kurang Konsentrasi yaitu anak yang mengalami gangguan perilaku tetapi ringan
(hiperaktif ringan) dan kurang kokonsentrasi.
Pemilihan latar penelitian ini ditentukan dengan mendasarkan pada
kelayakan informasi-informasi yang diperoleh dalam proses penelitian di
lapangan. Dengan mempertimbangkan hal ini, terutama dengan melihat dari segi
kualitas tempat terapi dan aksesibilitas, telah dapat dipilih sebuah kasus di tempat
terapi sebagai latar penelitian ini yaitu Terapi Anak Al Tisma Kudus.
Sasaran kajian dalam penelitian ini adalah perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual
249
(gambar). Secara khusus, pertama sasaran kajian diarahkan pada kondisi
lingkungan fisik, karakteristik guru dan siswa dalam pembelajaran dengan
menggunakan media visual (gambar).
Kedua, sasaran kajian diarahkan pada perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pembelajaran, materi pendidikan, pola komunikasi siswa, aktivitas
belajar pada siswa dan penggunaan media visual (gambar).
Ketiga, kajian diarahkan pada faktor pendorong dan penghambat yang
muncul dalam proses pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar).
C. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan permasalahan dan pendekatan penelitian, maka teknik yang
dipilih untuk mengumpulkan data di lapangan adalah teknik : pengamatan fisik
terfokus, wawancara mendalam, observasi partisipan dan dokumentasi.
1. Pengamatan Fisik Terfokus
Pengamatan fisik terfokus adalah dengan bantuan alat kamera foto
digunakan sebagai teknik untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan hal-
hal fisik yang sesuai dengan masalah penelitian, yang meliputi bangunan fisik
sekolah, alat-alat pembelajaran yakni media visual (gambar) dan proses belajar
mengajar.
2. Teknik Wawancara Mendalam
Wawancara merupakan memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan
responden dengan menggunakan panduan wawancara (Dian, 1996:66).
250
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang
memberikan jawaban atas pertanyaan (Moleong, 2001:135).
Dalam pelaksanaan wawancara dilakukan dengan cara terpimpin yaitu
pewawancara membuat kerangka dan garis besar mengenai pokok-pokok yang
ditanyakan dalam proses wawancara antara lain: identitas informan (baik
informan kunci atau informan pelengkap), pengetahuan tentang proses belajar
mengajar, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dengan
menggunakan media visual (gambar), faktor pendukung dan penghambat dalam
pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar), upaya pemecahan
masalah dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media visual
(gambar). Dengan demikian proses wawancara akan terarah dan tidak akan
menyimpang jauh dari sasaran maupun tujuan yang telah direncanakan. Agar
dalam pelaksanaan wawancara berjalan dengan lancar dan sistematis, maka dibuat
suatu pedoman wawancara.
Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara mendalam, yaitu
wawancara dengan menggunakan bahasa campuran (bahasa daerah dan bahasa
Indonesia) dan melibatkan emosi pada kebebasan dalam sifat kekeluargaan. Hal
ini dilakukan untuk menjaring data-data secara lebih jelas dan mendalam untuk
kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai laporan hasil penelitian.
Di dalam pelaksanaan wawancara dilakukan lebih dari satu kali dengan
mewawancarai informan kunci kemudian ke informan pelengkap secara berurutan
sesuai dengan keadaan informan dalam konteks wawancara yang sebenarnya,
251
sehingga informan yang diperlukan terjaring semua. Karena tujuan wawancara
adalah untuk memperoleh data yang sangat dibutuhkan dalam proses penelitian,
selama berlangsungnya wawancara dilakukan pencatatan dengan mempergunakan
buku catatan di lapangan dan mempergunakan alat perekam (tape recorder)
merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif.
Hasil catatan dan rekaman dari wawancara tersebut nantinya akan menjadi
data yang diperlukan dalam penelitian yang berguna untuk pengecekan verifikasi
data yang diperoleh dari sumber data yang lain.
Teknik wawancara mendalam ini dilakukan dengan para informan kunci,
khususnya Kepala Terapi Anak yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan
wawasan yang cukup luas.
3. Teknik Observasi Partisipan
Observasi dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala
atau fenomena yang diselidiki dengan menggunakan mata sebagai alat tanpa ada
pertolongan alat standar lain (Dian, 1996:60).
Observasi partisipan yaitu pengamatan menjadi anggota penuh dari
kelompok yang diamati, sehingga mempunyai dua peranan yaitu sebagai
pengamatan dan menjadi anggota kelompok yang diamati (Moleong, 2001:126).
Teknik observasi partisipan dilakukan peneliti dengan melibatkan diri
dalam kegiatan pembelajaran, terutama pada saat proses pembelajaran dengan
menggunakan media visual (gambar) dengan tujuan untuk mengetahui ciri
mengenai kondisi dan informasi yang diperlukan.
252
Dalam mengumpulkan informasi, peneliti menggunakan proses
pengamatan peran serta atau partisipasi, sehingga peneliti relatif lebih bebas
dalam membuat catatan yang diperlukan berdasarkan pedoman observasi yang
telah direncanakan.
Di samping menggunakan alat tulis dalam pelaksanaan metode observasi
ini dibantu dengan kamera foto untuk memperkuat argumentasi dengan gambar
visual hasil rekaman kamera foto tersebut.
Berkaitan dengan penelitian ini, maka ada beberapa aspek yang akan
diamati meliputi tiga hal, yaitu setting latar, pelaku dan aktivitas dalam situasi
pembelajaran. Latar yang diamati meliputi situasi umum fisik yang relevan.
Pelaku yang dimaksud disini adalah guru dan murid. Sedangkan aktivitas yang
dimaksud adalah perilaku guru dan murid dalam situasi pembelajaran.
4. Teknik Studi Dokumentasi
Teknik studi dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan data-data
sekunder dari dokumen-dokumen yang mungkin ada dapat mendukung perolehan
data dalam penelitian ini. Studi dokumentasi dilakukan dengan menelusuri catatan
yang ada di daerah penelitian baik yang dimiliki sekolah maupun pihak-pihak
yang berkenaan dengan sekolah tersebut.
Teknik dokumentasi digunakan untuk menjaring data aspek kesejarahan,
berkaitan dengan berdirinya, berkaitan dengan aspek fisik dan dokumen
administrasi, dengan menelusuri data arsip atau dokumen yang berada di kantor
Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus (Moleong, 2001:161).
253
D. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Payton dalam Moleong (1991:103) adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan
satu uraian dasar.
Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu dimulai dari lapangan atau
fakta empiris dengan terjun kelapanagan, mempelajari, menganalisis, menafsir
dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan. Analisis data di
dalam penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data.
Menurut Miles dan Hoberman dalam Rachman (1999:120) peneliti
mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil
wawancara di lapangan. Berikut ini tahapan analisis data yaitu sebagai berikut:
a Pengumpulan data
Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai
dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.
b Reduksi data
Yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan focus penelitian. Data
yang diperoleh dalam lapangan ditulis dalam bentuk uraian terinci yang akan terus
bertambah sejalan bertambahnya waktu penelitian, oleh sebab itu laporan tersebut
perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal yang
penting, dan dicari tema atau polanya. Disamping itu laporan sebagai bahan
mentah juga perlu disingkatkan direduksi, dan disusun lebih sistematis sehingga
lebih mudah dikendalikan.
254
c Penyajian data (display data)
Yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam pelaksanaan
penelitian penyajian-penyajian data yang lebih baik merupakan suatu cara yang
utama bagi analisis kualitatif yang valid. Untuk menampilkan data-data tersebut
agar lebih menarik maka diperlukan penyajian yang menarik pula. Dalam
penyajian ini dapat dilakukan melalui berbagai macam visual, misalnya gambar,
grafik, chart network, diagram, matrik, dan sebagainya (Milles dan Hoberman,
2000:17)
d Pengambilan keputusan atau verifikasi
Yaitu data-data dari hasil penelitian setelah direduksi, disajikan langkah
terakhir adalah kesimpulan-kesimpulan. Hasil dari data-data yang telah
didapatkan dari laporan penelitian selanjutnya digabungkan dan disimpulkan serta
diuji kebenarannya. Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari satu kegiatan
konvigurasi yang utuh, sehingga kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Verifikasi data yaitu pemeriksaan tentang besar dan
tidaknya hasil laporan penelitian. Kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan
di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna-makna yang muncul
dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya, yaitu
yang merupakan validitasnya (Milles dan Hoberman, 2000:19).
Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh.
Untuk itu peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-
hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya.
255
Tahapan analisis data kualitatif tersebut dapat dilihat dalam bagan di
bawah ini.
Bagan 3.1. Analisis Data Kualitatif.
Sumber: Milles dan Hoberman dalam Rahman (1999:20)
Keempat komponen tersebut saling mempengaruhi dan terkait. Pertama-
tama peneliti di lapangan dengan mengadakan wawancara atau observasi yang
disebut di tahap pengumpulan data. Karena data yang dikumpulkan banyak maka
diadakan reduksi data. Setelah direduksi kemudian diadakan sajian data, selain itu
pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga tahapan
tersebut selesai dilakukan diambil suatu keputusan atau verifikasi.
PENGUMPULAN DATA
SAJIAN DATA
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
ATAU VERIFIKASI
REDUKSI DATA
256
E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Setelah tahapan analisis data dilakukan, perlu diperhatikan juga keabsahan
data yang terkumpul. Menurut Moleong (2001:173) untuk menetapkan keabsahan
data diperlukan teknik pemeriksaan. Dalam hal ini digunakan teknik 1)
keikutsertaan di lapangan dalam rentang waktu yang panjang (prolonged
engagement), 2) triangulasi (triangulation) dan 3) pengecekan anggota (member
checking).
1) Keikutsertaan di Lapangan dalam Rentang Waktu yang Panjang
Dalam penelitian ini untuk menguji kepercayaan terhadap data yang telah
dikumpulkan dari informan utama yaitu Kepala Terapi Anak Al Tisma Kudus,
maka perlu mengadakan keikutsertaan dalam rentang waktu yang panjang.
Adapun maksud utama adanya perpanjangan di lapangan ini untuk
mengecek kebenaran data yang diberikan baik dari informan utama maupun
informan penunjang.
Sebagai langkah untuk mendukung kebenaran data secara akurat maka
peneliti juga mengadakan pemotretan terhadap tempat terapi, bahan belajar,
kegiatan ketika proses belajar berlangsung. Selain itu peneliti juga mengadakan
pengamatan terhadap data-data mengenai sarana prasarana dan proses belajar
mengajar.
Foto-foto terhadap objek pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan
menggunakan media visual (gambar) dan observasi terhadap data-data ini
dimaksudkan untuk mendukung kebenarannya antara hasil wawancara dengan
kenyataan yang sebenarnya yang ada pada lapangan.
257
2) Triangulasi
Untuk pemeriksaan keabsahan data yang telah dikumpulkan agar
memperoleh kepercayaan dan kepastian data, maka peneliti melaksanakan
pemeriksaan dengan teknik mencari informasi dari sumber lain.. Menurut Patton
dalam Moleong (2001:178) triangulasi dengan sumber lain berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini
dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data informasi hasil observasi
dengan informasi dari hasil wawancara kemudian menyimpulkan hasilnya, (2)
membandingkan data hasil dari informan utama (primer) dengan informasi yang
diperoleh dari informan lainnya (sekunder), (3) membandingkan hasil wawancara
dari informan dengan didukung dokumentasi sewaktu penelitian berlangsung,
sehingga informasi yang diberikan oleh informan utama pada penelitian dapat
mewakili validitas dan mendapatkan derajat kepercayaan yang tinggi.
3) Pengecekan Anggota
Peneliti mengadakan pengecekan anggota dengan tujuan untuk menguji
terhadap derajat kepercaan tentang data-data yang diberikan oleh informan utama.
Pelaksanaan pengecekan anggota ini lebih banyak dilaksanakan peneliti secara
informan, karena anggota yang dimaksudkan adalah guru-guru pembimbing di
Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus, sebagai latar dalam penelitian ini.
Dari kegiatan ini, peneliti telah memperoleh kelengkapan data dan akurasi
data tentang pelaksanaan kegiatan pembelajaran anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus.
258
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Setting Penelitian
a. Tinjauan Historis Terapi Anak Al Tisma Kudus
Terapi Anak Al Tisma Kudus didirikan sejak Maret tahun 2001,
merupakan salah satu tempat terapi untuk anak berkebutuhan khusus, seperti
autisme, hiperaktif, speech delayed (terlambat bicara), disphasia (anak yang
mengalami gangguan pemahaman bahasa yang teramat dalam), IQ rendah,
microcepalus (anak yang lahir dengan ukuran lingkar kepala kurang dari standart
kelahiran), down sindrome, gangguan konsentrasi, retardasi mental (idiot), dan
kurang stimulasi.
b. Letak Geografis Terapi Anak Al Tisma Kudus
Secara geografis Terapi Anak Al Tisma Kudus terletak disudut kota di
Jalan Besito Gang II RT. 06 / RW. 07 No. 259 Gebog Kudus.
Walaupun lokasi terapi ini terletak disudut kota dan ditengah-tengah
perkampungan akan tetapi sangat mudah apabila ditempuh dengan menggunakan
kendaraan umum.
c. Bagan Organisasi Terapi Anak Al Tisma Kudus.
Bagan Organisasi Terapi Anak Al Tisma Kudus dipimpin oleh Kepala
Terapi, dibantu oleh beberapa guru pembimbing/terapis.
259
Adapun personal dari Terapi Anak Al Tisma Kudus. yaitu terdiri dari 7
terapis termasuk didalamnya Kepala Terapi yang juga merangkap sebagai terapis.
(Sumber: Profil Terapi Anak Al Tisma Kudus, 2004)
Mekanisme kerja yang dilakukan adalah semua terapis melaksanakan
tugas sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing, dimana setiap terapis
memegang satu-dua anak dengan sistem pembelajaran individual (lovaas one on
one – satu guru satu murid) di bawah kendali dan supervisi Kepala Terapi.
Adapun pihak-pihak terkait yang diajak kerjasama dalam Terapi Anak Al
Tisma Kudus ini, terutama dalam memberikan solusi untuk menangani anak-anak
yang berkebutuhan khusus, termasuk hiperaktif yaitu:
� Psikolog anak
� Psikiater anak
� Dokter, meliputi dokter spesialis yang menangani gangguan perkembangan
anak, dokter spesialis syaraf, dokter spesialis metabolitas
� Departemen Pendidikan Nasional
� Dan tenaga ahli yang lain seperti: ahli gizi, dlsb.
d. Keadaan Guru, Siswa, Sarana dan Prasarana Terapi Anak Al Tisma Kudus.
1) Keadaan Guru
Terapi Anak Al Tisma Kudus dipimpin oleh 1 Kepala Terapi yang juga
merangkap sebagai terapis dengan dibantu 6 guru pembimbing/terapis yang
berjenis kelamin perempuan semua. Guru pembimbing/terapis di tempat Terapi
Anak Al Tisma Kudus yang bergelar ahli madya hanya 1 orang dan lainnya
adalah tamatan SMA. (Profil Terapi Anak Al Tisma Kudus, 2004).
260
Tabel 4.1. Data Terapis Tahun 2004/2005
NO NAMA TERAPIS ANAK KETERANGAN
1. Nur Halimah Troy Kepala Terapis
2. Endang Sulastri Khusnul Ma’ali, Adinda
Ayuditya dan Fakhari
Husaini
Terapis
3. Purwati Dimas, Andi Kumala,
Alvin dan Galih
Terapis
4. Sari Naja, Mikail Hima, dan
Fahmi Qoulani
Terapis
5. Sumarni Sahrul dan Hilmi Terapis
6. Yuliana Wijayanti Anis dan Martika Terapis
7. Ida Lestariningrum Agusta Fahmi dan Bagas Terapis
(Profil Pendidikan Terapi Anak Al Tisma Kudus,2004)
2) Keadaan Siswa
Pada tahun 2001– 2004 jumlah siswa secara keseluruhan yang diterapi di
Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus berjumlah 24 siswa, sedangkan yang
masih diterapi sampai saat ini kurang lebih ada 15 siswa, dan siswa lainnya yang
dirasa sudah sembuh cukup diterapi di rumah dengan masih tetap berkonsultasi
dengan pihak terapi.
Terapi dilaksanakan setiap hari Senin sampai dengan hari Jumat dan dalam
satu hari dibagi dalam 4 session yaitu:
� Session I dilaksanakan pada pukul 08.00 – 10.00 WIB
� Session II dilaksanakan pada pukul 10.00 – 12.00 WIB
� Session III dilaksanakan pada pukul 13.00 – 15.00 WIB
� Session IV dilaksanakan pada pukul 15.00 – 17.00 WIB
261
Sejak berdiri hingga saat sekarang ini, Terapi Anak Al Tisma Kudus sudah
bisa terbilang sukses, terbukti dengan banyaknya siswa dengan berbagai jenis
berkebutuhan khusus yang disembuhkan melalui terapi ini dan semakin
banyaknya orang tua yang ingin anaknya diterapi disini, akan tetapi dengan
terbatasnya guru/terapis mengakibatkan banyak anak yang ditolak. Hal ini tentu
tidak terlepas dari pembinaan yang diberikan baik oleh kepala terapi maupun para
guru pembimbing/terapis di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus, yang selalu
berupaya keras dalam penyembuhan mereka.
Tabel 4.2. Data Siswa Terapi Anak Al Tisma Kudus Tahun 2001-2004
NO NAMA ALAMAT KEL. UMUR JENIS KELAINAN
1. Dimas Adi Nugraha Ds. Mejobo, Kds Lk 7 th Autis
2. Naja Langgar Dalam, Kds Lk 6 th Speech Delayed
3. Khusnul Ma’ali Bae, Kds Lk 7 th Hiperaktif
4. Mikail Hima Besito, Kds Lk 7 th Disphasia
5. Galih Gebog, Kds Lk 8 th Speech Delayed &
Hiperaktif
6. Andy Kumala Mayong, Jpr Lk 8 th IQ rendah & Autis
7. Ferdinan Troy Kudus Lk 10 th Autis & Hiperaktif
8. M. Haidar Hilmi Kota Pati Lk 5 th ADD
9. Agusta Fahmi Loram, Kds Lk 9 th Autis
10. Fahmi Qoulani Gebog, Kds Lk 9 th Microcepalus
11. Bagas Mejobo, Kds Lk 7 th IQ rendah
12. Alvin Mejobo, Kds Lk 8 th Autis & Hiperaktif
13. Anis Bae, Kds Lk 6 th Speech Delayed dan
Hiperaktif
14. Adinda Ayu Ditya Gebog, Kds Pr 5 th Down Sindrome
262
15. Hanif Al Falih Besito, Kds Lk 9 th Gejala Autis
16. Sadath Haidar Besito, Kds Lk 5 th Gejala Autis
17. Ahmad Fatih Langgar dalam, Kds Lk 6 th ADD
18. Nia Jepara Pr 7 th IQ rendah
19. Famison (Icon) Langgar dalam, Kds Lk 6 th Gangguan Konsentrasi
20. Tito Angguraji Bae, Kds Lk 7 th Gangguan Konsentrasi
21. Rizal Gebog, Kds Lk 7 th Retardasi Mental
22. A. Fachrul Gebog, Kds Lk 7 th Kurang Stimulasi
23. Meka Firanita Gebog, Kds Pr 9 th Retardasi Mental
24. Martika Prambatan, Kds Pr 10 th Normal Hiperaktif &
Kurang Konsentrasi
(Profil Terapi Anak Al Tisma Kudus, 2001-2004)
Dari data tersebut yang termasuk dalam kategori hiperaktif dan sebagai
sasaran penelitian ada 6 siswa, yakni sebagai berikut:
Tabel 4.3. Data Siswa Hiperaktif
NO NAMA KEL. UMUR JENIS KELAINAN
1. Khusnul Ma’ali Lk 7 th Hiperaktif
2. Galih Lk 8 th Speech Delayed & Hiperaktif
3. Ferdinan Troy Lk 10 th Autis & Hiperaktif
4. Alvin Lk 8 th Autis & Hiperaktif
5. Anis Lk 6 th Speech Delayed dan Hiperaktif
6. Martika Pr 10 th Normal Hiperaktif & Kurang
Konsentrasi
3) Keadaan Sarana dan Prasarana Terapi Anak Al Tisma Kudus
Terapi Anak Al Tisma Kudus dilaksanakan di rumah pribadi Kepala
Terapi dengan 5 ruang kelas.
263
Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus mempunyai perlengkapan
pembelajaran seperti di Taman Kanak-kanak (TK), baik itu alat-alat permainan
seperti puzzle, balok kayu dlsb, maupun media pembelajaran seperti papan tulis,
papan planel, buku-buku pelajaran, buku-buku cerita, model/benda-benda tiruan
dan berbagai media visual (gambar), seperti gambar angka, gambar huruf, gambar
warna, gambar binatang, gambar buah-buahan, gambar sayur-sayuran, gambar
alat transpotasi, gambar benda-benda disekitar kita, foto/gambar aktivitas orang
dlsb yang kebanyakan media itu dibuat sendiri dengan sangat sederhana, dimana
media ini sangat berguna sekali untuk menarik perhatian siswa dalam belajar dan
membantu siswa memahami materi pelajaran, disamping itu juga untuk membantu
kita dalam berkomunikasi dengan siswa. Akan tetapi karena terbatasnya tempat
menjadikan tempat terapi ini tidak mempunyai sarana bermain diluar.
Karena dilembaga terapi ini khusus menangani anak-anak yang
berkebutuhan khusus seperti autisme, hiperaktif, speech delayed, down sindrome
dan gangguan lainnya, maka dengan sistem pembelajaran yang digunakan yaitu
lovaas one on one (satu guru satu murid) mengharuskan setiap siswa belajar di
ruangan tersendiri dimana ruangan tersebut tidak diperbolehkan adanya gambar-
gambar/benda yang dipajang yang bisa menarik perhatian siswa. Disamping itu
meja yang digunakan untuk belajar dirancang khusus agar siswa tidak leluasa
bergerak dan tetap konsentrasi pada pelajaran. Begitu juga dengan kursi guru
dibuat sejajar dengan siswa dengan tujuan agar perhatian siswa tidak mudah
teralihkan saat belajar.
264
Ada satu alat yang sangat penting untuk menenangkan anak yang
hiperaktifnya tergolong berat yang bernama Bean Back. Alat ini terdiri dari dua
matras dimana penggunaanya anak di jepit antara dua matras tersebut dan ditindih
oleh seorang guru. Memang kelihatan kejam tapi itulah salah satu cara yang
efektif untuk menenangkan mereka dan mengenalkan pada mereka bahwa alat ini
tidak menakutkan dan membahayakan bagi dirinya.
2. Deskripsi Informasi Pelaksanaan Proses Pembelajaran Anak Hiperaktif
dengan Menggunakan Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak
Al Tisma Kudus.
Sesuai dengan rancangan awal yang menyebutkan bahwa metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,
wawancara dan dokumentasi, maka dalam sub bagian ini akan disajikan
informasi, data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Langkah ini
dilakukan supaya data mentah yang pengambilannya memanfaatkan tape
recorder, kamera, maupun catatan lapangan lebih lanjut dapat dipahami.
Penyajian data dilakukan secara berurutan dari hasil observasi, wawancara
dan dokumentasi, berikut ini disajikan deskripsi penemuan data mengenai tahap
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar). Adapun informan yang dimintai keterangan
sebanyak enam orang yang terdiri dari berbagai unsur yang terkait dalam
pelaksanaan pembelajaran di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus, yaitu kepala
terapi, 3 guru pembimbing/terapis dan 2 orang tua siswa.
265
Demi menjaga kenyamanan informan paska memberi informasi, sesuai
dengan etika penelitian menyebutkan nama hanya dengan menyebutkan inisial
saja yaitu Nh, Pr, Ed, Yl, Nr, Ut.
Informan Penelitian I
Nama : Ibu Nh sebagai Kepala Terapi dan merangkap sebagai guru
pembimbig/terapis anak yang bernama Ferdinan Troy.
Secara umum Kepala Terapi mempunyai tugas mengkoordinator dan
bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan terapi mulai dari pengelolaan
terapi, manajemen keuangan, penataan segala administrasi hingga peningkatan
sumber daya manusia bagi guru/terapis di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus.
(Ibu Nh. 6)
Walaupun dalam menangani anak hiperaktif tidak jauh berbeda dengan
menangani anak berkebutuhan khusus lainnya, akan tetapi pendekatan dan
metode yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif sama dengan
pendekatan dan metode yang digunakan dalam pembelajaran anak berkebutuhan
khusus lainnya. (Ibu Nh. 12)
Pendekatan yang digunakan dalam membelajarkan anak hiperaktif di
tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus yaitu dengan menggunakan pendekatan
individual (lovaas one on one - pembelajaran satu guru satu murid).
Sedangkan metode yang digunakan dalam pengajaran anak hiperaktif
adalah metode yang memberikan gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga
anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang “sesuatu”
tersebut. Untuk itu sangat penting dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
266
menggunakan media visual (gambar-gambar), karena dengan gambar-gambar itu
anak lebih mudah belajar memahami. (Ibu Nh. 13)
Menurut Kepala Terapi Anak Al Tisma Kudus dalam upaya
membelajarkan anak hiperaktif tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model
untuk anak hiperaktif harus memiliki kepekaan, ketelatenan, kreatif dan konsisten
di dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak hiperaktif
pada umumnya mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain.
Maka guru pembimbing diharuskan untuk mampu memahami dan mengerti anak
hiperaktif.
Beberapa pra syarat yang harus dilakukan dan dipersiapkan oleh seorang
guru pembimbing anak hiperaktif sebelum mengerjakan/melaksanakan kegiatan
belajar mengajar yakni:
1. Menciptakan situasi yang kondusif untuk pembelajaran meliputi:
a) Emosi yang stabil dari anak hiperaktif.
Hal yang terpenting sebelum guru melaksanakan kegiatan pembelajaran
adalah mengkondisikan anak dalam keadaan kestabilan emosi.
b) Ruangan yang tidak terlalu banyak rangsangan (poster, alat-alat belajar,
penempatan atau tata ruang belajar dan penataan struktur ruang, ventilasi
dan penerangan yang cukup).
2. Mengupayakan adanya kontak mata yang sejajar antara guru-siswa
3. Kemampuan untuk meningkatkan ketahanan konsentrasi anak.
4. Mengupayakan kepatuhan dari anak hiperaktif dan pemahaman bahasa
reseptif.
267
5. Pembimbing harus menyadari dan memahami tujuan apa yang akan dicapai
dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Seorang guru pembimbing
anak hiperaktif harus memiliki dedikasi, ketelatenan, keuletan, dan kreativitas
di dalam membelajarkan anak didiknya. Berbicara dengan singkat dan
artikulasi yang jelas, dapat menarik perhatian siswa, tidak menggunakan
aksesoris yang berlebihan, harus tegas dan sabar dalam menghadapi siswa.
Sehingga guru pembimbing harus memahami prinsip-prinsip pendidikan dan
pengajaran untuk anak hiperaktif. (Ibu Nh. 14)
Kurikulum pembelajaran anak hiperaktif yang digunakan di tempat Terapi
Anak Al Tisma Kudus sama dengan kurikulum yang digunakan di tempat-tempat
terapi lainnya yaitu Kurikulum dari Pelatihan Tatalaksana Perilaku (Metode
Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan Autisme Indonesia.
(lamp) (Ibu Nh, 16)
Pendidikan dan pengajaran anak hiperaktif pada umumnya dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Terstruktur
Artinya dalam pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan ajar/materi
yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah kemampuan tersebut
dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat diatasnya namun
merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi sebelumnya.
Sebagai contoh untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna
dari instruksi “Ambil bola merah”. Maka materi pertama yang harus dikenalkan
kepada anak adalah konsep pengertian kata “ambil”, “bola” dan “merah”. Setelah
268
anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya adalah
mengaktualisasikan instruksi “Ambil bola merah” kedalam perbuatan kongkrit.
b) Terpola
Terpola disini maksudnya dalam kegiatan anak hiperaktif harus
dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur, baik di sekolah maupun di
rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali.
Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang;
dapat dilatih dengan kondisi dilingkungannya, supaya anak dapat menerima
perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi lebih fleksibel).
c) Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang
ingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan evalusi.
d) Konsisten
Konsisten memiliki arti “Tetap”, bila diartikan secara bebas konsisten
mencakup tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru
pembimbing berarti; tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak
sesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing anak
hiperaktif. Apabila anak berperilaku positif/memberi respon positif terhadap
sesuatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat memberikan
respon positif (reward/penguatan), demikian pula apabila anak berperilaku negatif
(reinforcement). Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam
mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang
muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten
269
dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan
perlakuan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah disusun
bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi
pembelajaran di sekolah dan di rumah.
e) Kontinyu
Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran,
program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan
pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan
di rumah dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, terapi perilaku dan
pendidikan bagi anak hiperaktif harus dilaksanakan secara berkesinambungan,
simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu). (Ibu Nh. 17)
Sarana belajar sangat diperlukan, karena akan membantu kelancaran
proses pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian secara
konkrit bagi anak hiperaktif. Karena pola pikir anak hiperaktif pada umumnya
adalah pola pikir konkrit, sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus
konkrit. Dan kebetulan anak yang diterapi di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus
adalah kebanyakan anak usia prasekolah maka sarana belajarnyapun dsesuaikan
dengan usia pendidikan anak yaitu berupa:
� Alat peraga: pengenalan warna, bentuk, huruf dan angka, benda-benda sekitar,
buah, binatang, kendaraan.
� Alat bantu komunikasi: berupa gambar-gambar yang mewujudkan tujuan
komunikasi dari anak
270
� Alat bantu pengembangan motorik halus: cara memegang pensil,
menggunting, mewarna, dsb
� Alat bantu pengembangan motorik kasar: bola, tali, dlsb
� Mainan edukatif
(Ibu Nh. 15)
Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif adalah:
evaluasi proses yang dilakukan dengan cara seketika pada saat proses kegiatan
berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang
pada saat itu juga, dengan memberi reward (hadiah/pujian)untuk respons yang
benar. Dimana evaluasi ini dicatat dalam lembar penilaian yang setiap harinya
dibawa anak pulang untuk panduan belajar dirumah, dan untuk mengetahui
sampai sejauh mana program yang dicapai anak. Disamping itu juga mengadakan
evaluasi bulanan yang bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau
permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah atau
orang tua di rumah. (Ibu Nh. 19)
Setelah anak diterapi secara terpadu dan terstruktur, dan memperlihatkan
hasil yang menggembirakan (berperilaku seperti anak normal) kemudian anak
dipersiapkan dan diperkenalkan pada pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa,
tetapi melalui tata cara pengajaran untuk anak bermasalah (kelas kecil dengan
jumlah guru besar atau satu guru satu murid, dengan alat visual/gambar/kartu,
instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb) dengan tujuan untuk membantu
anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler dan belajar secara intensif
271
pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga dapat mengejar ketinggalan
dari teman-teman sekelasnya.
Walaupun anak sudah patuh dan dapat berkonsentrasi pada saat terapi,
tetapi di sekolah umum anak masih memerlukan waktu penyesuaian untuk dapat
mengikuti tatacara pengajaran yang berbeda dengan pada saat terapi. Anak biasa
ditangani dengan guru khusus sendirian, dan dikelas anak harus berbagi dengan
teman-temannya dengan bahasa guru yang berbeda dengan terapisnya dan bersifat
klasikal. Ia perlu belajar mengenal dan mengikuti peraturan disekolahnya,
berinteraksi/bersosialisasi dengan teman sebayanya dan harus mengerti instruksi
guru dengan cepat. Untuk itu dalam sekolah anak harus didampingi guru
pembimbing/terapis sampai ia benar-benar bisa mandiri dan mengikuti pelajaran
di sekolah dengan baik. (Ibu Nh. 20)
Tugas seorang shadow/guru pembimbing khusus (GPK) adalah:
1. Menjembatani instruksi guru dan anak
2. Mengendalikan perilaku anak dikelas
3. Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi
4. Membantu anak belajar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya
5. Menjadi media informasi antara guru dan orang tua dalam membantu anak
mengejar ketinggalan dari pelajaran dikelasnya.
Akan tetapi banyak persepsi yang salah mengenai guru pembimbing
khusus ini. Guru pembimbing/shadow bukanlah asisten anak disekolah yang
bertugas membantu anak dalam segala hal. Guru pembimbing khusus adalah
seseorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak yang
272
bermasalah pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat berjalan
lancar tanpa gangguan. Guru kelas tetap mempunyai wewenang penuh akan
kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananya peraturan yang berlaku.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pelaksanaan
program pendidikan dan pengajaran anak hiperaktif, yaitu:
1. Berat-ringannya kelainan/gejala
2. Usia pada saat diagnosis
3. Tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa
4. Tingkat kelebihan (streng) dan kekurangan (weakness) yang dimiliki anak
5. Kecerdasan/IQ
6. Kesehatan dan kestabilan emosi anak
7. Terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, sarana
pendidikan, lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat). (Ibu Nh. 22)
Sebagai contoh dalam penanganan anak hiperaktif dan pembelajarannya
dengan menggunakan media visual (gambar) dapat dilihat pada Ibu Nh yang juga
terjun langsung sebagai terapis/guru pembimbing Ferdinan Troy yang mempunyai
gangguan autis (hanya tertarik pada dunianya sendiri) dan hiperaktif, dalam
penanganannya Ibu Nh menempatkan anak ini diruangan khusus (ruangan
kosong) dan didudukkan di meja kursi khusus tujuannya agar anak ini agar tidak
terlalu banyak gerak (hiperaktif) dan tetap kontak mata dengan terapis, disamping
itu agar anak tidak terlalu asyik dengan dunianya sendiri dan agar dia tahu bahwa
dihadapannya itu ada orang yang sedang memperhatikannya. Setelah anak bisa
diam agak lama baru Ibu Nh mulai pelajaran dengan menunjukkan gambar satu
273
persatu dihadapan anak tanpa distraksi/gambar lain dimulai dari materi yang
mudah ke yang sulit (disesuaikan dengan kurikulum) dan disesuaikan dengan
kemampuan anak, karena anak ini cukup cerdas dan cepat tanggap maka semua
materi yang diberikan dengan menggunakan media visual (gambar) tidak
mengalami kendala/hambatan dalam membelajarkannya, tetapi dalam
memberikan materi harus cepat dan cekatan karena kalau lama sedikit konsentrasi
anak akan buyar dan dia mulai banyak gerak lagi. Untuk itulah Ibu Nh selalu
mempersiapkan media visual (gambar) dan mainan edukatif di samping sebelum
pelajaran dimulai. Sehingga hasil pembelajarannya cukup memuaskan dan anak
ini bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya walaupun tingkat kehiperaktifitasannya
sedikit berkurang akan tetapi masih bisa dikendalikan dan seringkali
mengucapkan kata-kata yang tidak jelas arah tujuannya, sehingga Ibu Nh
mendapinginya di sekolah (Ibu Nh. 21)
Informan Penelitian II
Nama : Ibu Pr, Ibu Ed dan Ibu Yl (Guru Pembimbing/Terapis)
Ibu Pr sebagai guru pembimbing/terapis Galih dan Alvin
Ibu Ed sebagai guru pembimbing/terapis Khusnul Ma’Ali
Ibu Yl sebagai guru pembimbing/terapis Anis dan Martika
Melihat tingkah laku anak berkebutuhan khusus sekilas kita tidak bisa
membedakan tergolong tipe apa yang diderita mereka, karena kebanyakan tingkah
mereka itu sama yaitu tergolong anak yang hiperaktif, yang membedakan
hanyalah apakah dia itu tergolong hiperaktif ringan atau hiperaktif berat.
Walaupun sistem dan metode pembelajaran yang digunakan untuk membelajarkan
274
anak berkebutuhan khusus sama tapi dalam penanganan mereka (untuk membuat
mereka tenang dan konsentrasi pada pelajaran) berbeda-beda tergantung dari tipe
apa yang diderita anak itu (Ibu Pr, Ibu Ed dan Ibu Yl)
Ibu Pr sebagai pembimbing anak yang tergolong hiperaktif yaitu Alvin dan
Galih dirasakan ada perbedaan dalam penanganannya. Karena Alvin mempunyai
gangguan autis dan hiperaktif Ibu Pr menekankan agar selalu kontak mata dengan
Alvin agar ia tidak mempunyai kesempatan untuk asyik dengan dunianya sendiri
(misalnya melamun atau sibuk dengan dirinya sendiri sehingga ia tidak
menganggap ada orang dihadapannya). Sedangkan untuk Galih karena dia
mempunyai gangguan speech delayed (terlambat bicara) dan hiperaktif Ibu Pr
menekankan dalam berkomunikasi, bagaimana caranya agar anak itu mau
berbicara dan mau menirukan apa yang Ibu Pr ucapkan, sehingga anak itu
mengerti/maksud dari perintah Ibu Pr, tentunya ini harus dengan prompt.
Sedangkan Ibu Ed dalam menangani Khusnul Ma’Ali yang mempunyai
gangguan autis dan hiperaktif dengan cara menatap mata si anak dan memegangi
kedua tangannya agar tidak bergerak kesana kemari sampai anak itu benar-benar
bisa tenang.
Dan Ibu Yl dalam menangani Anis yang mempunyai gangguan speech
delayed (terlambat bicara) dan hiperaktif dan Martika yang mempunyai gangguan
normal hiperaktif (hiperaktif ringan) dan kurang konsentrasi dirasakan tidak jauh
berbeda antara keduanya. Kalau Anis, dalam menyampaikan lebih dipertajam
bahasanya agar dia lebih memahami maksud dari ucapan/perintah kita. Sedangkan
Martika lebih mengkonsentrasikan anak itu pada tugas yang diberikan, karena
275
anak itu seringkali mengabaikan tugas yang diberikan dan tidak jarang dalam
menyampaikan perintah harus diulang-ulang, walaupun sebenarnya anak itu
cukup pintar.
Sebelum mengajarkan anak hiperaktif yang harus dipersiapkan terlebih
dahulu adalah program pembelajaran, alat peraga dan konsep/cara membelajarkan
anak hiperaktif (Ibu Pr). Selanjutnya yang paling penting dalam membelajarkan
anak hiperaktif adalah mempersiapkan konsentrasi anak (Ibu Ed) dan tidak
memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri (Ibu Yl).
Menurut (Ibu Ed dan Ibu Yl) cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas
yaitu:
� Pertama kita berusaha menenangkan mereka. Pegang kedua tangannya dengan
lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam. Hal ini penting sekali untuk
melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan.
� Setelah bisa duduk lebih lama, baru dimulai pembelajarannya sesuai dengan
kurikulum yang sudah ada, tetapi tidak semudah itu karena ditengah-tengah
pelajaran anak sudah mulai banyak gerak sehingga konsentrasi buyar.
� Berilah pujian setiap anak berhasil melakukan sesuatu dengan benar.
Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
� Apabila anak sulit untuk diajarkan berilah dia iming-iming, seperti hadiah
untuk menarik minat mereka untuk belajar.
� Disampaikan secara tegas dan lugas (Ibu Pr).
276
Agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar maka dalam
berkomunikasi dengan anak hiperaktif dapat dilakukan dengan cara:
• Menatap mata si anak dengan tanpa bicara berbelit-belit karena itu akan
menyulitkan anak untuk memahami perkataan kita (Ibu Yl)
• Berbicara harus singkat, tegas, jelas, dan bermakna dan apabila ada yang tidak
dimengerti oleh anak kita gunakan gambar (visual) yang kita ibaratkan apa
yang kita ucapkan untuk membantu kita dalam berkomunikasi (Ibu Pr dan Ibu
Ed)
Disamping menggunakan mainan edukatif seperti puzzle, balok kayu dlsb
dalam membelajarkan anak hiperaktif juga harus menggunakan alat bantu
pengajaran terutama media visual (gambar), karena media visual (gambar) ini
sangat penting untuk menarik perhatian/minat mereka dalam belajar. Gambar-
gambar itu mencakup bidang: gambar-gambar yang ada dilingkungan yaitu
didalam rumah, diluar rumah, mengenal berbagai gambar yang kita lihat dalam
kehidupan sehari-hari yaitu gambar sayur-sayuran, buah-buahan, binatang, alat
transportasi dan berbagai hal yang belum mereka ketahui. (Ibu Pr)
Hampir semua mata pelajaran dalam membelajarkan anak hiperaktif
dengan menggunakan media visual (gambar) terutama dalam mengenalkan suatu
benda atau hal lain dalam membimbing anak untuk melakukan sesuatu. (Ibu Yl)
Pembelajaran dengan menggunakan media visual mencakup berhitung (mengenal
angka), membaca (mengenal huruf), mengenal nama-nama benda disekitar kita
dan aktifitas orang. Cara membelajarkannya dikelas: dengan disampaikan satu
persatu di depan anak tanpa distraksi/gambar lain, lalu kita tingkatkan tahap demi
277
tahap jumlah-jumlah apa yang kita berikan ( dimulai dari gambar yang sederhana
sampai gambar yang rumit sesuai dengan kurikulum yang ada). (Ibu Ed)
Faktor yang mendukung penggunaan media visual (gambar) dalam
pembelajaran anak hiperaktif adalah
• Untuk membimbing anak dalam memahami suatu benda atau hal yang baru
(Ibu Yl)
• Karena anak hiperaktif juga mempunyai gangguan pemahaman dalam bahasa
memungkinan dengan menggunakan media visual akan
mempermudah/membantu kita dalam berkomunikasi/berinteraksi. (Ibu Ed)
• Dengan gangguan konsentrasi dalam belajar dan tingkat keaktifannya
memungkinkan penggunaan media visual itu akan menarik minat mereka
dalam belajar, apalagi jika gambar-gambar itu berwarna, anak akan lebih
tertarik untuk melihat dan memperhatikan apa yang kita sampaikan. (Ibu Pr)
Menurut (Ibu Pr) kesulitan pertama kali dalam memperkenalkan anak pada
suatu media visual (gambar) adalah apabila dalam penanganannya anak pertama
kali. Anak selalu dalam kondisi yang tidak tenang, sulit memperhatikan, untuk itu
pada saat akan mengeluarkan gambar tidak diperkenankan mengeluarkan banyak,
tetapi harus satu terlebih dahulu, kemudian ditambah lagi sesuai dengan kondisi
dan perkembangan anak itu tadi. Sedangkan menurut (Ibu Ed) kesulitannya adalah
apabila kita memperkenalkan pada gambar yang terlihat asing bagi mereka,
dengan tingkahnya yang tidak bisa diam dan konsentrasinya yang mudah pudar,
kita harus berusaha mengulangi sampai benar-benar anak itu tahu/memahami.
Dan menurut (Ibu Yl) kesulitannya yaitu pada awal-awalnya anak mulai
278
ditangani. Tidak hanya memperkenalkan pada suatu media tapi untuk mulai
pembelajarannya saja itu sulit, sehingga waktu dua jam itu hanya digunakan untuk
menenangkan anak.
Dan hasil dari pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar)
ini dirasakan sudah cukup berhasil. Terbukti sekarang Alvin sudah bisa
dikendalikan emosinya dan bisa mengikuti pelajaran dengan baik walaupun dia
masih bingung membedakan antara jantan dan betina tetapi dengan prompt
akhirnya dia mengerti juga, dan dia masih suka mengoceh sendiri yang tidak jelas
arah tujuannya. Dan Galih kosa kata bicaranya sudah mulai meningkat, walaupun
dalam mengartikan gambar dengan dua kata ia masih agak sulit (Ibu Pr)
Sedangkan Khusnul Ma’ali terbukti dengan hiperaktifitasnya mulai berkurang,
sudah bisa berkonsentrasi dan dapat diajak komunikasi. Dan dalam pelajaran tidak
ada kendala, dia bisa mengikuti dengan baik, walaupun awalnya ia agak kesulitan
membedakan bentuk lingkaran dan oval. (Ibu Ed). Dan Anis terbukti kalau sudah
bisa bicara walaupun cedal dan dalam membaca hurufnya ada yang dihilangkan
seperti biru menjadi bi u, putih menjadi uti, kotak menjadi otak tetapi dia cukup
pintar terbukti kalau nilai-nilainya itu baik. Dan untuk Martika walaupun dia
kurang konsentrasi dalam belajar dan penangkapannya itu kurang tetapi dengan
ketelatenan dan pembelajaran yang berulang-ulang hasilnyapun cukup
memuaskan. (Ibu Yl)
279
Informan Penelitian III
Ibu Nr dan Ibu Ut (orang tua siswa)
Seorang anak diketahui hiperaktif biasanya ketika anak itu mulai tumbuh
yaitu menginjak usia 2 tahun. Ciri-cirinya dapat dilihat dari gerakan-gerakannya,
perilakunya, kontak matanya, jam kurang tidur dan yang paling penting adalah
hasil dari diagnosa dokter.(Ibu Nr dan Ibu Ut)
Anak hiperaktif akan terlihat jelas saat ia mulai terlambat berbicara,
biasanya ia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi terutama dalam
mengucapkan kata-kata (berbicara). Ia suka mengoceh sendiri seperti orang latah
dan bicaranya tidak jelas arah tujuannya (Ibu Ut).
Saat diketahui itulah sebaiknya anak dibawa ke dokter anak, dari situlah
mungkin dokter akan menganjurkan untuk membawa ke tempat-tempat terapi
anak yang khusus menangani anak yang bermasalah (mempunyai gangguan
perkembangan) untuk membantu kesembuhan mereka (Ibu Nr).
Di rumah sebaiknya orang tua juga menyediakan perlengkapan
pembelajaran seperti yang ada di tempat terapi untuk mengajarkan/mengulang
kembali apa yang diajarkan di tempat terapi, walaupun anak cenderung lebih tidak
konsentrasi, manja karena diajari oleh orang tuanya sendiri, tetapi kita harus tetap
konsisten untuk mengajarinya pada jam yang sudah ditentukan (Ibu Nr) dan
apabila masih sulit untuk diatasi salah satunya jalan adalah dengan memberikan
obat penenang dari dokter yang tentunya penggunaannya sesuai dengan resep
dokter.(Ibu Ut). Dengan demikian kita akan tahu perkembangan anak tiap harinya,
baik itu di tempat terapi maupun dirumah.
280
Selain itu orang tua juga harus memperhatikan makanan yang dimakan
anaknya yang hiperaktif sesuai dengan anjuran dokter dan guru ditempat terapi.
Karena kebanyakan makanan yang dijual terbuat dari bahan yang dilarang untuk
dimakan anak hiperaktif, maka biasakanlah dulu anak makan dengan
masakan/makanan yang dibuat sendiri, jika anak menangis minta dibelikan
makanan maka selaku orang tua adalah memberi pengertian bahwa makanan itu
tidak boleh agar cepat sembuh (Ibu Nr). Dan untuk menunjang kelancaran
alangkah baiknya jika satu keluarga juga ikut diet (Ibu Ut).
B. ANALISIS DATA
Proses analisis data dimulai dari menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber wawancara, catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar,
foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel dan sebagainya (Moleong, 1998:
103). Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah maka langkah berikutnya adalah
mengadakan reduksi data, menyusunnya dalam satuan-satuan yang selanjutnya
akan dikategorikan. Berkaitan dengan proses analisis data tersebut maka pada
bagian ini akan disajikan urutan proses analisis data dari mulai penyusunan
satuan-satuan. Sedangkan proses analisis data telah dilakukan sejak penyusunan
deskripsi penemuan data pada sub bab IV A.
Berdasarkan data temuan hasil wawancara dengan keenam informan
penelitian yaitu (Nh, Pr, Ed, Yl, Nr dan Ut), hasil observasi dan hasil dokumentasi
dibawah ini disajikan data yang kemudian akan dilakukan kategorisasi.
281
Sedangkan analisis data mengenai tiap-tiap satuan dari sumber data akan disajikan
dalam laporan.
Setelah pemrosesan satuan (unityzing), langkah selanjutnya adalah analisis
data. Kategorisasi ini didasarkan pada tujuan dan kemiripan isi dengan
menggunakan kriteria tertentu. Kategori perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran anak hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar) di
Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus dapat disajikan sebagai berikut:
1. Perencanaan Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan
Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus
Berdasarkan hasil observasi, kurikulum yang digunakan untuk
pembelajaran anak hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus mengacu
pada kurikulum dari Pelatihan Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan
COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan Autisme Indonesia (Lamp).
Dimana hal tersebut juga dikuatkan oleh Kepala Terapi yang menjelaskan sebagai
berikut:
Dalam membelajarkan anak hiperaktif kami menggunakan kurikulum
yang sudah banyak digunakan di tempat-tempat terapi lainnya yaitu dari
Pelatihan Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC yang
diselenggarakan oleh Yayasan Autisme Indonesia yang tentunya
disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemampuan anak, dan tidak
mampuannya, usia anak, serta memperhatikan sumber daya/lingkungan
yang ada.
282
2. Pelaksanaan Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan
Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus
Berdasarkan hasil observasi di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus
pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dilakukan dikamar khusus bebas
distraksi. Dimana hal tersebut juga dikemukakan oleh Kepala Terapi yang
menjelaskan sebagai berikut:
Pembelajaran anak hiperaktif dilakukan diruangan yang tidak terlalu
banyak rangsangan (poster, alat-alat belajar, penempatan atau tata ruang
belajar dan penataan struktur ruang, ventilasi dan penerangan yang cukup).
Pembelajaran ini dilaksanakan dengan menggunakan sistem individual
(lovaas one on one) dimana pembelajarannya setiap satu guru memegang satu
murid atau dua guru memegang satu murid dan ini berlaku bagi anak yang masih
sangat sulit untuk dikendalikan (hiperaktif berat) dan bersifat sementara sampai
tingkat kehiperaktifitasan anak sedikit berkurang. Dimana guru yang satu (terapis)
duduk berhadapan dengan anak memberikan materi pelajaran dan guru yang
satunya lagi (asisten terapis) duduk dibelakang anak/memangku anak dan
memegangi anak sambil mengarahkan.
Sedangkan metode yang digunakan di Lembaga Terapi Anak Al Tisma
Kudus ini adalah perpaduan dari metode yang ada, dimana penerapannya
disesuaikan kondisi dan kemampuan anak serta materi dari pengajaran yang
diberikan kepada anak. Metode ini memberikan gambaran konkrit tentang
283
“sesuatu”, sehingga anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian
tentang “sesuatu” tersebut.
Dimana hal tersebut juga dikemukakan oleh Kepala Terapi yang
menjelaskan sebagai berikut:
Disini kami dalam membelajarkan anak hiperaktif mengggunakan
pendekatan individual (lovaas one on one - pembelajaran satu guru satu
murid). Sedangkan metode yang kami gunakan adalah metode yang
memberikan gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga anak dapat
menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang “sesuatu” tersebut.
Untuk itu sangat penting dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar-gambar), karena dengan gambar-
gambar itu anak lebih mudah belajar memahami.
Disamping mainan edukatif penggunaan media visual (gambar) sangat
mutlak diperlukan dalam pembelajaran anak hiperaktif, karena akan membantu
kelancaran proses pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian
secara konkrit bagi anak hiperaktif, seperti yang dikemukakan oleh para
terapis/guru pembimbing di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus, diantaranya
adalah Ibu Yl yang menjelaskan bahwa penggunaan media visual (gambar) sangat
diperlukan untuk membimbing anak dalam memahami suatu benda atau hal yang
baru. Sedangkan Ibu Pr menjelaskan bahwa media visual itu sangat diperlukan
karena disamping anak ini hiperaktif ia juga kehilangan konsentrasi, dan biasanya
juga diimbangi dengan gangguan pemahaman bahasa yang teramat dalam, apa
yang tidak diketahui oleh anak hiperaktif divisualkan lewat gambar-gambar, dan
dengan gambar-gambar yang berwarna, anak akan jadi lebih tertarik untuk
284
melihat dan memperhatikan apa yang disampaikan, disamping itu cara yang
termudah untuk menyampaikan kepada anak supaya mengerti adalah dengan
menggunakan media visual (gambar). Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu Ed
yang menjelaskan sebagai berikut:
Karena anak hiperaktif juga mempunyai gangguan pemahaman dalam
bahasa kemungkinan dengan menggunakan media visual akan
mempermudah/membantu kita dalam berkomunikasi/berinteraksi. Lalu
dengan gangguan konsentrasi dalam belajar dan tingkat keaktifannya itu
memungkinkan penggunaan media visual itu akan lebih menarik minat
anak dalam belajar.
Hampir semua mata pelajaran dalam membelajarkan anak hiperaktif
dengan menggunakan media visual (gambar), terutama dalam mengenalkan suatu
benda atau hal lain dalam membimbing anak untuk melakukan sesuatu, tak
terkecuali di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus ini.
Sesuai dengan kurikulum yang sudah ada, pembelajaran dengan
menggunakan media visual (gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus
itu mencakup:
1. Identifikasi benda dan melabel (menyebutkan) gambar
Media yang digunakan adalah foto dari berbagai benda, dan kartu gambar.
2. Mencocokkan (Matching)
Media yang digunakan adalah benda-benda dan gambar yang identik, kartu
huruf, benda berwarna, kartu angka, dan berbagai bentuk.
285
3. Identifikasi warna dan melabel warna
Media yang digunakan adalah kertas warna dan benda-benda berwarna
4. Identifikasi bentuk dan melabel bentuk
Media yang digunakan adalah berbagai bentuk dan gambar
5. Identifikasi huruf dan melabel huruf
Media yang digunakan adalah kartu-kartu huruf
6. Identifikasi angka dan melabel angka
Media yang digunakan adalah kartu-kartu angka
7. Identifikasi kata kerja, melabel kata kerja dan menirukan gambar
Media yang digunakan adalah foto/gambar aktivitas orang
Menurut Kepala Terapi Anak yang juga terjun langsung dalam mengajar
anak hiperaktif, cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas dengan
menggunakan media (visual) gambar adalah sebagai berikut:
Setelah anak bisa diam agak lama baru memulai pelajaran dengan
menunjukkan gambar satu persatu dihadapan anak tanpa distraksi/gambar
lain dimulai dari materi yang mudah ke yang sulit (disesuaikan dengan
kurikulum) dan disesuaikan dengan kemampuan anak dan dalam
memberikan materi harus cepat dan cekatan karena kalau lama sedikit
konsentrasi anak akan buyar dan dia mulai banyak gerak lagi.
Apabila disaat pelajaran berlangsung konsentrasi anak mulai hilang dan
anak sulit untuk dikendalikan maka guru biasanya akan memegangi kedua
tangan atau pipi (sekitar kepala) anak itu, bila perlu kaki anak dijepit di antara
paha guru atau tungkai guru/terapis menjepit/merangkum kursi di belakang anak
286
dan menatap anak itu dan mengatakan “… (nama anak) lihat” dan mengatakan
“Tidak…”. Tindakan dan kata-kata inilah yang selalu diucapkan guru untuk
mencegah/melarang anak yang berbuat sesuka hati bahwa perbuatannya itu
salah/tidak benar dan untuk melarang/menyuruh diam disaat anak mengoceh
sendiri, bukannya ditertawakan karena lucu, sebab dengan ditertawakan akan
membuat anak itu merasa bangga karena merasa diperhatikan dan merasa bahwa
apa yang dilakukannya/diucapkannya itu benar/baik. Sebaliknya apabila anak
sudah mulai mengerti dengan maksud kita dan berusaha memperbaiki
tindakannya yang salah baru kita katakan “ya”.
Cara membelajarkan anak hiperaktif dengan menggunakan media visual
(gambar) ini juga diperjelas oleh para terapis/guru pembimbing di Lembaga
Terapi Anak Al Tisma Kudus, antara lain adalah Ibu Pr yang menjelaskan sebagai
berikut:
Gambar-gambar yang sudah kita dapatkan kita potong-potong dalam
bentuk kecil-kecil kemudian kita sampaikan satu persatu di depan anak
tanpa distraksi/gambar lain, lalu kita tingkatkan tahap demi tahap jumlah-
jumlah apa yang kita berikan. Dan dalam mengajar kita sampaikan secara
tegas, lugas dan setiap kali respon yang diberikan oleh anak harus kita
kasih reinforcer, bisa berupa imbalan/hadiah, applaus, tepuk tangan dan
acungan jempol.
287
Sedangkan menurut Ibu Ed cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas
adalah:
� Pertama kita berusaha menenangkan mereka. Pegang kedua tangannya dengan
lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam. Hal ini penting sekali untuk
melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan.
� Setelah bisa duduk lebih lama, baru dimulai pembelajarannya sesuai dengan
kurikulum yang sudah ada, dari gambar yang sederhana sampai gambar yang
rumit.
� Berilah pujian setiap anak berhasil melakukan sesuatu dengan benar.
Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
� Apabila anak sulit untuk diajarkan berilah dia iming-iming, seperti hadiah
untuk menarik minat mereka untuk belajar.
Hal senada juga diperkuat oleh Ibu Yl yang menjelaskan bahwa cara
membelajarkan anak hiperaktif yang dilakukan adalah menyuruh anak untuk
duduk dan memusatkan perhatian mereka dengan menatap mata anak dan
memegang kedua tangannya, setelah anak diam beberapa lama baru kita mulai
pembelajarannya secara bertahap dimulai dari yang mudah/sederhana sampai ke
yang rumit sesuai dengan kurikulum yang sudah ada..
Sedangkan berdasarkan hasil observasi, guru dalam memberikan
perintah/instruksi pada anak adalah dengan disampaikan secara singkat, jelas dan
konsisten dan dengan suara netral (cukup keras, tegas dan bukan membentak)
tujuannya agar anak mudah memahami.
288
Singkat maksudnya dalam memberikan perintah guru hanya mengucapkan
satu kata (kata kuncinya saja) dan bukan kalimat yang panjang, karena anak
hiperaktif mempunyai gangguan perlambatan dalam menangkap pesan seperti
suara radio gelombang pendek (suara hilang timbul) sehingga anak hanya
menangkap sepotong-potong. Apabila materi pelajaran identifikasi gambar maka
guru memberikan perintah “Tunjuk … (nama gambar tersebut)” dan apabila
materi pelajaran melabel (menyebutkan) guru memberi perintah “Ini apa?” atau
“Apa ini?” dan apabila materi pelajaran mencocokkan (matching) guru memberi
perintah “Samakan” atau “Kasih ke Ibu”, selanjutnya untuk menyuruh anak
menirukan gambar guru memberikan perintah “Berdiri … (perintahkan anak
menirukan aktivitas dalam gambar)”.
Jelas maksudnya guru dalam memberikan perintah sesuai dengan apa yang
ingin diajarkan. Ingin mengajarkan imitasi beda dengan mengikuti perintah
sederhana (satu-tahap). Misalnya dalam pelajaran Imitasi: instruksi “Tiru” berarti
guru/terapis memberikan contoh (misal: tepuk tangan). Dan dalam perintah
sederhana : instruksi “Tepuk tangan” berarti tangan guru/terapis diam sama sekali.
Sedangkan konsisten maksudnya dalam memberikan perintah/instruksi
kata yang diucapkan harus persis sama untuk instruksi selanjutnya. Misalnya
instruksi “masukkan” jangan diganti “masukkin”, “masukken” atau “masuppin”
karena ini akan membingungkan anak. Untuk itu dalam membelajarkan anak
hiperaktif harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, hemat kata
dan hemat gerakan.
289
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang diperoleh dari para
terapis/guru pembimbing di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa cara membelajarkan anak hiperaktif dikelas adalah:
� Pertama guru mempersiapkan perhatian anak dan berusaha menenangkan
mereka. Dengan cara menatap mata anak dan memegangi kedua tangannya
dengan lembut, kemudian diajak untuk duduk diam. Hal ini penting sekali
untuk melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan.
� Setelah keadaan tenang dan bisa duduk lebih lama, guru mulai pelajaran
dengan mengambil satu gambar dan meletakkan di atas meja di depan anak,
kemudian guru memberi perintah/instruksi sesuai dengan materi yang akan
diajarkan.
� Dalam memberikan perintah/instruksi ini guru menyampaikan dengan singkat,
jelas dan konsisten dan dengan suara netral (cukup keras, tegas dan bukan
membentak) agar anak mudah memahami.
� Apabila dalam pembelajaran, anak masih tahap pengenalan atau mengalami
kesusahan, guru memberikan prompt (bantuan/arahan) pada anak dan setiap
kali anak berhasil melakukan sesuatu dengan benar guru memberikan
reinforce (hadiah/pujian/tepukan). Tujuannya untuk meningkatkan rasa
percaya diri anak. Dan apabila anak sudah mulai menguasai materi
pelajaran/merespon dengan benar, maka guru mengajar tanpa prompt dan
memberikan reinforce respons yang benar saja.
� Apabila anak sulit untuk diajarkan maka berilah dia iming-iming, seperti
hadiah untuk menarik minat mereka untuk belajar.
290
Berdasarkan hasil observasi di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus
dengan menggunakan catatan lapangan, ada berbagai macam cara yang digunakan
guru dalam mengajar mata pelajaran mencocokkan (matching), yaitu:
1. Guru meletakkan sebuah benda dihadapan anak dan berbagai macam gambar
yang berbeda (max 5 gambar) dan anak disuruh mencocokkan/memilih
gambar yang sesuai dengan benda.
2. Guru meletakkan dua kelompok gambar yang mempunyai gambar
berpasangan dan anak disuruh mencocokkan/memasangkan gambar-gambar
itu..
3. Guru memegang satu gambar dan meletakkan beberapa gambar dihadapan
anak lalu anak disuruh memilih gambar yang sesuai dengan gambar yang
dipegang guru.
Sedangkan dalam pelajaran identifikasi warna guru juga menggunakan
tehnik insidental (berkebetulan). Dengan cara mengatur benda-benda yang
berlainan warna, tetapi diluar jangkauan anak. Jika anak meminta benda tersebut,
maka guru akan menanyakan terlebih dahulu apa warna benda tersebut sebelum
memberikannya.
Dalam identifikasi kata kerja, menirukan gambar/melakukan aktivitas guru
biasanya memulai dengan memerintahkan anak untuk mengambil sesuatu yang
ada di sekitar/diruang kelas kemudian anak diajarkan pada hal-hal yang lebih
spesifik dan anak diperintahkan meniru guru (misalnya minum dari gelas, makan
dengan menggunakan sendok dan garpu, menggosok gigi, melepas sepatu, dlsb).
291
3. Evaluasi Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan Media
Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma Kudus
Dari hasil observasi dan wawancara dengan Kepala Terapi, evaluasi yang
digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif di Lembaga Terapi Anak Al Tisma
Kudus ini adalah evaluasi proses dan evaluasi bulanan.
Evaluasi proses dilakukan seketika pada saat proses kegiatan berlangsung,
dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang pada saat itu
juga, dengan memberi reward (hadiah/pujian) untuk respons yang benar. Evaluasi
ini dicatat dalam lembar penilaian, dimana lembar penilaian ini setiap harinya
dibawa anak pulang untuk panduan belajar dirumah, dan untuk mengetahui
sampai sejauh mana program yang dicapai anak, dengan ketentuan penilaian yaitu
jika anak menguasai materi pelajaran atau memberikan respons benar maka anak
mendapat nilai A, dan apabila anak mengalami kendala/hambatan dalam
menerima pelajaran maka anak mendapatkan nilai P yang berarti belum bisa atau
nilai P+ yang berarti sudah mulai/sesekali bisa, untuk itulah anak harus
dibantu/diarahkan (prompt setengah/sebagian/ringan) (nilai P++) hingga akhirnya
anak mendapatkan nilai A yang berarti anak benar-benar menguasai.
Sedangkan evaluasi bulanan bertujuan untuk memberikan laporan
perkembangan atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh
pembimbing di sekolah atau orang tua di rumah. Evaluasi bulanan ini dilakukan
dengan cara mendiskusikan masalah dan perkembangan anak antara guru dan
orang tua anak hiperaktif guna mendapatkan pemecahan masalah macam apa yang
tepat dan cocok untuk anak hiperaktif yang menjadi contoh kasus. Hal ini dapat
292
dilakukan oleh guru dan orang tua dengan mengadakan diskusi bersama (case
conference)
Berdasarkan lembar penilaian pada 6 anak hiperaktif dari evaluasi proses,
yang hanya dikhususkan pada mata pelajaran dengan menggunakan media visual
(gambar), maka diperoleh hasil evaluasi pembelajaran sebagai berikut:
Khusnul Ma’ali
1. Identifikasi Benda
Dalam pembelajaran identifikasi benda dari beberapa jenis gambar yang
diajarkan yaitu gambar binatang, gambar buah-buahan, gambar sayuran dan alat
transportasi, anak menunjukkan tingkat penguasaan yang baik terbukti selama 3
kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A.
2. Mencocokkan (Matching)
Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) baik itu matching warna,
matching huruf besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-
buahan dan matching sayuran, anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
baik bahkan ia melaksanakannya dengan waktu yang cepat ini terbukti karena
selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A dan A+.
3. Identifikasi warna
Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai
materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan
seterusnya mendapatkan nilai A
293
4. Identifikasi Bentuk
Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,
wajik, lingkaran dan trapesium) anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya
mendapatkan nilai A, akan tetapi ia agak sulit membedakan antara lingkaran dan
oval sehingga harus diulang beberapa kali baru ia memahami , ini terbukti bahwa
pertemuan pertama ia mendapatkan nilai P+ dimana anak sudah mulai/sesekali
bisa menjawab dan pertemuan selanjutnya anak mendapatkan nilai P++ dimana
anak sudah bisa tetapi dengan prompt setengah/sebagian/ringan.
5. Identifikasi huruf
Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama
huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti
karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A
6. Identifikasi angka
Dari pembelajaran identifikasi angka 1-10 anak tidak mengalami kendala
saat ditanya bahkan ia cepat hafal walaupun ditanya sampai beberapa kali
pertemuan dan angkanya diacak ini terbukti bahwa 3 kali pertemuan pertama dan
seterusnya mendapatkan nilai A sehingga anak dapat dinyatakan telah menguasai
materi dengan baik
7. Identifikasi kata kerja
Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja anak dinyatakan telah
menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan
pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A.
294
Galih
1. Identifikasi Benda
Dalam pembelajaran identifikasi benda ada beberapa jenis gambar yang
diajarkan yaitu gambar binatang, gambar buah-buahan, alat transportasi. Dalam
identifikasi gambar binatang anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik
ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan
nilai A akan tetapi ada beberapa gambar binatang yang sulit dipahaminya
diantaranya adalah ayam betina karena anak belum mengerti dan belum bisa
membedakan mana ayam jantan dan mana ayam betina yang ia tahu adalah hanya
ayam saja sehingga ia harus dibantu (prompt setengah/sebagian/ringan) dan
bahkan ia sudah mulai/sesekali bisa, ini terbukti dengan ia mendapatkan nilai P,
P+, P++ sampai akhirnya ia mendapatkan nilai A yaitu benar-benar
bisa/menguasai. Dalam identifikasi buah-buahan dan alat transportasi anak
dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali
pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A. Sedangkan dalam
identifikasi buah-buahan ada yang mudah dikuasai dan ada yang masih sulit
dikuasai/dimengerti dan ini membutuhkan prompt terbukti pada buah tomat anak
mendapatkan nilai P+, P++ dan sampai mendapatkan nilai A.
2. Mencocokkan (Matching)
Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) baik itu matching warna,
matching huruf besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-
buahan dan matching sayuran anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
295
baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya
mendapatkan nilai A.
3. Identifikasi warna
Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai
materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan
seterusnya mendapatkan nilai A
4. Identifikasi Bentuk
Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,
wajik, lingkaran dan trapesium) anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya
mendapatkan nilai A
5. Identifikasi huruf
Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama
huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti
karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A
6. Identifikasi angka
Dari pembelajaran identifikasi angka 1-10, untuk angka 1,2,3,4,6,7,9,10
anak tidak mengalami kendala saat ditanya bahkan ia cepat hafal walaupun
ditanya sampai beberapa kali pertemuan dan angkanya diacak ini terbukti bahwa 3
kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A sehingga anak dapat
dinyatakan telah menguasai materi dengan baik, akan tetapi setelah menginjak
angka 5 dan 8 anak mengalami kesulitan ia sulit menghafal sampai 3 kali
pertemuan baru ia hafal terbukti pertemuan pertama ia mendapatkan nilai P+
296
dimana anak sudah mulai/sesekali bisa dan pertemuan selanjutnya anak
mendapatkan nilai P++ dimana anak sudah bisa tetapi dengan prompt
setengah/sebagian/ringan hingga anak mendapatkan nilai A dimana ia benar-benar
telah menguasai.
7. Identifikasi kata kerja
Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja dengan satu kata seperti
memasak, membaca, lari dlsb anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya
mendapatkan nilai A, akan tetapi dalam pembelajaran identifikasi kata kerja
dengan dua kata atau lebih anak masih mengalami kesulitan seperti main bola,
meniup harmonika dlsb, ini terbukti bahwa pertemuan pertama ia mendapatkan
nilai P+ dimana anak sudah mulai/sesekali bisa menjawab dan pertemuan
selanjutnya anak mendapatkan nilai P++ dimana anak sudah bisa tetapi dengan
prompt setengah/sebagian/ringan.
Ferdinan Troy
1. Identifikasi Benda
Dalam pembelajaran identifikasi benda anak tidak mengalami masalah
saat ditanya bahkan ia langsung bisa menjawab tanpa diberi prompt oleh karena
itu ia mendapatkan nilai A+
2. Mencocokkan (Matching)
Karena dalam pembelajaran mencocokkan (matching) adalah merupakan
hal yang paling mudah anak tidak mengalami masalah saat disuruh mengerjakan
tugas sehingga ia mendapatkan nilai A
297
3. Identifikasi warna
Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai
materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan
seterusnya mendapatkan nilai A
4. Identifikasi Bentuk
Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,
wajik, lingkaran dan trapesium) anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya
mendapatkan nilai A
5. Identifikasi huruf
Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama
huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti
karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A
6. Identifikasi angka
Dalam pembelajaran identifikasi angka 1-10, anak juga tidak mengalami
kendala saat ditanya bahkan ia cepat hafal walaupun ditanya sampai beberapa kali
pertemuan dan angkanya diacak ini terbukti bahwa 3 kali pertemuan pertama dan
seterusnya mendapatkan nilai A sehingga anak dapat dinyatakan telah menguasai
materi dengan baik, dan materinyapun ditingkatkan mulai dari penjumlahan dan
pengurangan sesuai dengan pelajaran di sekolah.
298
7. Identifikasi kata kerja
Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja anak dinyatakan telah
menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan
pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A.
Alvin
1. Identifikasi Benda
Dalam pembelajaran identifikasi benda dari beberapa jenis gambar yang
diajarkan yaitu gambar binatang, gambar buah-buahan, alat transportasi anak
dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali
pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A, akan tetapi sama halnya
yang dialami Galih ada beberapa gambar binatang yang sulit dipahaminya
diantaranya adalah ayam betina karena anak belum mengerti dan belum bisa
membedakan mana ayam jantan dan mana ayam betina yang ia tahu adalah hanya
ayam saja sehingga ia harus dibantu (prompt setengah/sebagian/ringan) dan
bahkan ia sudah mulai/sesekali bisa, ini terbukti dengan ia mendapatkan nilai P,
P+, P++ sampai akhirnya ia mendapatkan nilai A yaitu benar-benar
bisa/menguasai.
2. Mencocokkan (Matching)
Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) baik itu matching warna,
matching huruf besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-
buahan dan matching sayuran anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya
mendapatkan nilai A.
299
3. Identifikasi warna
Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai
materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan
seterusnya mendapatkan nilai A
4. Identifikasi Bentuk
Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,
wajik, lingkaran dan trapesium) anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya
mendapatkan nilai A
5. Identifikasi huruf
Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama
huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti
karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A
6. Identifikasi angka
Dalam pembelajaran identifikasi angka 1-10, anak tidak mengalami
kendala saat ditanya bahkan ia cepat hafal walaupun ditanya sampai beberapa kali
pertemuan dan angkanya diacak ini terbukti bahwa 3 kali pertemuan pertama dan
seterusnya mendapatkan nilai A sehingga anak dapat dinyatakan telah menguasai
materi dengan baik, akan tetapi ia mengalami kesulitan saat disuruh menulis
angka.
7. Identifikasi kata kerja
Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja anak dinyatakan telah
menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan
300
pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A, walaupun kadang-kadang arah
pembicaraannya mulai tidak jelas dan ngelantur kemana-mana.
Anis
1. Identifikasi Benda
Dalam pembelajaran identifikasi benda dari beberapa jenis gambar yang
diajarkan yaitu gambar binatang, gambar sayuran, gambar buah-buahan dan alat
transportasi hanya gambar sayuran yang masih sulit dikuasai/dimengerti oleh anak
dan ini membutuhkan prompt terbukti pada buah tomat anak mendapatkan nilai
P+, P++ dan sampai mendapatkan nilai A.
2. Mencocokkan (Matching)
Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) anak dinyatakan telah
menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan
pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A.
3. Identifikasi warna
Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai
materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan
seterusnya mendapatkan nilai A
4. Identifikasi Bentuk
Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,
wajik, lingkaran dan trapesium) anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya
mendapatkan nilai A
301
5. Identifikasi huruf
Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama
huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti
karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A
6. Identifikasi angka
Dalam pembelajaran identifikasi angka 1-10, anak tidak mengalami
kendala saat ditanya walaupun angkanya diacak ini terbukti bahwa 3 kali
pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A sehingga anak dapat
dinyatakan telah menguasai materi dengan baik, akan tetapi untuk angka 5 anak
mengalami kesulitan ia sulit menghafal sampai 3 kali pertemuan baru ia hafal
terbukti pertemuan pertama ia mendapatkan nilai P+ dimana anak sudah
mulai/sesekali bisa dan pertemuan selanjutnya anak mendapatkan nilai P++
dimana anak sudah bisa tetapi dengan prompt setengah/sebagian/ringan hingga
anak mendapatkan nilai A dimana ia benar-benar telah menguasai.
7. Identifikasi kata kerja
Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja sebenarnya anak tidak
mengalami kendala ia cepat menguasai materi yang diberikan hanya saja karena
anak ini cedal dan pemahaman bahasanya kurang, mungkin dalam
menyampaikannya saja yang salah dan selalu ada saja huruf yang dihilangkan,
seperti biru menjadi bi u, putih menjadi uti, kotak menjadi otak dlsb.
302
Martika
1. Identifikasi Benda
Dalam pembelajaran identifikasi benda dari beberapa jenis gambar yang
diajarkan terutama gambar binatang selalu ada saja nama yang terbalik seperti
itik, angsa, bebek untuk itu tidak jarang disertai dengan prompt hingga ia benar-
benar bisa membedakan.
2. Mencocokkan (Matching)
Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) baik itu matching warna,
matching huruf besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-
buahan dan matching sayuran anak dinyatakan telah menguasai materi dengan
baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya
mendapatkan nilai A.
3. Identifikasi warna
Dalam pembelajaran identifikasi warna anak dinyatakan telah menguasai
materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan pertama dan
seterusnya mendapatkan nilai A
4. Identifikasi Bentuk
Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga,
wajik, lingkaran dan trapesium) anak masih sulit membedakan antara lingkaran
dan oval ini terbukti dengan nilai yang didapat P+, P++ dan A dimana anak
sesekali bisa dan harus diberi prompt hingga akhirnya tanpa prompt.
303
5. Identifikasi huruf
Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama
huruf besar anak dinyatakan telah menguasai materi dengan baik ini terbukti
karena selama 3 kali pertemuan pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A
6. Identifikasi angka
Dalam pembelajaran identifikasi angka 1-10, anak dinyatakan telah
menguasai materi dengan baik ini terbukti bahwa 3 kali pertemuan pertama dan
seterusnya mendapatkan nilai A
7. Identifikasi kata kerja
Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja anak dinyatakan telah
menguasai materi dengan baik ini terbukti karena selama 3 kali pertemuan
pertama dan seterusnya mendapatkan nilai A.
Dari hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menangani
anak hiperaktif salah satu cara yang terbaik adalah dengan dibawa ke tempat
terapi anak yang khusus menangani anak bermasalah (gangguan perkembangan)
dan cara yang paling mudah bagi guru pembimbing/terapis dalam
menangani/membelajarkan anak hiperaktif adalah dengan menggunakan media
visual (gambar) karena dengan gangguan konsentrasi dalam belajar dan tingkat
keaktifannya memungkinkan penggunaan media visual (gambar) itu akan lebih
menarik minat anak dalam belajar. Dan dengan gangguan pemahaman dalam
bahasa kemungkinan penggunaaan media visual (gambar) akan mewujudkan
tujuan komunikasi dari anak, disamping itu anak lebih mudah belajar memahami
lewat gambar-gambar (visual-learners).
304
C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Setelah keseluruhan data yang ditemukan peneliti pada latar penelitian
dilakukan proses analisis komparatif antar informan peneliti maupun dengan
menggunakan catatan lapangan dan dokumentasi selanjutnya peneliti menyajikan
kesimpulan tentang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran anak
hiperaktif dengan menggunakan media visual (gambar) di tempat terapi anak.
1. Perencanaan Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan
Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak.
Kurikulum pembelajaran untuk anak hiperaktif disesuaikan dengan tingkat
perkem bangan kemampuan anak, dan tidak mampuannya, usia anak, serta
memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada. Hal ini diperkuat oleh teori
Clerq (1994:126) bahwa terapi individu yang diterapkan, tahapan-tahapannya
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Dimana sekolah-sekolah khusus
itu mengatur program yang akan memenuhi kebutuhan anak. (Bryn, 1989:73)
Kurikulum yang digunakan untuk pembelajaran anak hiperaktif ditempat-
tempat terapi anak mengacu pada kurikulum dari Pelatihan Tatalaksana Perilaku
(Metode Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan Autisme
Indonesia. (lamp) Hal ini diperkuat oleh teori Sobur (1986:125) bahwa hanya
“terapi terarah” yang dapat membantu anak keluar dari masalah hiperaktif. Fungsi
otaknya yang terganggu harus dilatih dengan terapi kesibukan. Pada umumnya
terapi perilaku bersifat pendidikan (Singgih, 1992:200)
305
2. Pelaksanaan Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan
Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak
Pelaksanaan pembelajaran anak hiperaktif dilakukan dikamar khusus
bebas distraksi yaitu ruangan yang tidak terlalu banyak rangsangan (poster, alat-
alat belajar, penempatan atau tata ruang belajar dan penataan struktur ruang,
ventilasi dan penerangan yang cukup). Dengan dimasukkan di kelas-kelas kecil
itu anak-anak hiperkinetik akan memperoleh perhatian dan pengawasan yang
diperlukan (Bryn, 1989:73)
Pembelajaran ini dilakukan dengan menggunakan sistem individual
(lovaas one on one) dimana pembelajarannya setiap satu guru memegang satu
murid atau dua guru memegang satu murid dan ini berlaku bagi anak yang masih
sangat sulit untuk dikendalikan (hiperaktif berat) dan bersifat sementara sampai
tingkat hiperaktifitas anak sedikit berkurang. Dilakukan dengan cara guru yang
satu (terapis) duduk berhadapan dengan anak memberikan materi pelajaran dan
guru yang satunya lagi (asisten terapis) duduk dibelakang anak/memangku anak
dan memegangi anak sambil mengarahkan. Hal ini diperkuat oleh teori Taylor
(1988:125) bahwa anak hiperaktif perlu diterapi langsung untuk mengubah
perilakunya yaitu dengan sistem pengajaran satu guru satu murid. Hal ini juga
diperkuat oleh teori Sobur (1986:125-126) bahwa disamping perlunya
pemeriksaan medis, dapat disarankan latihan-latihan untuk mengurangi
kebanyakan gerak ini. Misalnya, tata ruang yang diusahakan jangan terlalu ramai
dengan bermacam-macam benda, yang memudahkan beralih perhatian. Dengan
cara dipangku/dipegang tangannya sambil muka berhadap-hadapan untuk dilatih
306
konsentrasi. Makin lama jangka waktu latihan ini makin meningkat. Misal, setiap
kali dimulai dengan tiga menit, lalu ditambah menjadi empat menit dst. Ada cara
lain untuk mengatasi anak-anak semacam ini, yaitu menempatkan anak dalam
ruangan kecil yang tidak ada rangsangan-rangsangan (misalnya gambar-gambar
dan sebagainya). Ruangan seperti itu tidak memungkinkan anak untuk pegang ini
pegang itu. Anak didudukkan dipojok dan diusahakan untuk menarik perhatiannya
kepada suatu kesibukan. Pada hari-hari pertama mungkin hanya berhasil selama
sepuluh menit. Itu sudah bagus. Bila latihan ini dilakukan secara intensif, lama
kelamaan hiperaktifnya dapat diatasi.
Sedangkan metode yang digunakan adalah perpaduan dari metode yang
ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi dan kemampuan anak serta materi
dari pengajaran yang diberikan kepada anak. Metode ini memberikan gambaran
konkrit tentang “sesuatu”, sehingga anak dapat menangkap pesan, informasi dan
pengertian tentang “sesuatu” tersebut.
Untuk itulah dalam membelajarkan anak hiperaktif tidak lepas dari
penggunaan media, terutama media visual (gambar), karena dengan gambar-
gambar itu anak lebih mudah belajar memahami. Dan dengan gangguan
pemahaman bahasa yang teramat dalam, apa yang tidak diketahui oleh anak
hiperaktif divisualkan lewat gambar. Hal ini diperkuat dengan teori Sobur
(1986:254) bahwa bentuk “tidak verbal” suatu gambar, memungkinkan anak
untuk mengatasi kemampuannya berbicara yang masih terbatas. Disamping itu
dengan gangguan konsentrasi dalam belajar dan tingkat keaktifannya
memungkinkan penggunaan media visual (gambar) itu akan lebih menarik
307
perhatian/minat mereka dalam belajar. Ahli-ahli seni rupa menyatakan bahwa
gambar bisa meningkatkan kapasitas belajar dalam hal lain yang tak berkaitan
dengan seni, seperti pengetahuan alam dan matematika (Sobur, 1986:259). Hal ini
juga diperkuat oleh Pakasi dalam bukunya Belajar Membaca dan Menulis I In dan
A An (1981:22) bahwa fungsi gambar adalah untuk:
� Menarik perhatian anak
� Mengadakan motivasi dan merangsang anak
� Memberikan suatu latar belakang pada bacaan
� Merangsang percakapan (ekspresi) dan diskusi
� Mendidik sifat kritis pada anak
� Memperkenalkan kata-kata baru.
Sesuai dengan kurikulum yang sudah ada, pembelajaran dengan
menggunakan media visual (gambar) itu mencakup:
1. Identifikasi benda dan melabel (menyebutkan) gambar
Media yang digunakan adalah foto dari berbagai benda, dan kartu gambar.
Pakasi dalam bukunya Belajar Membaca dan Menulis I In dan A An (1981:43)
bahwa dalam mengidentifikasi benda dan nama digunakan alat yang
merupakan satu set mainan kuartet, bisa berupa kuartet buah-buahan,
binatang, tumbuh-tumbuhan, alat-alat dapur, perkakas rumah, dan sebagainya,
dengan tujuan:
� Agar anak belajar cepat mengidentifikasi benda dan namanya.
� Agar anak belajar menangkap struktur kata dengan cepat.
308
2. Mencocokkan (Matching)
Media yang digunakan adalah benda-benda dan gambar yang identik, kartu
huruf, benda berwarna, kartu angka, dan berbagai bentuk.
3. Identifikasi warna dan melabel warna
Media yang digunakan adalah kertas warna dan benda-benda berwarna
4. Identifikasi bentuk dan melabel bentuk
Media yang digunakan adalah berbagai bentuk dan gambar
5. Identifikasi huruf dan melabel huruf
Media yang digunakan adalah kartu-kartu huruf
6. Identifikasi angka dan melabel angka
Media yang digunakan adalah kartu-kartu angka
7. Identifikasi kata kerja, melabel kata kerja dan menirukan gambar
Media yang digunakan adalah foto/gambar aktivitas orang
Cara guru membelajarkannya di kelas dengan menggunakan media visual
(gambar) tersebut adalah:
Pertama guru mempersiapkan perhatian anak, dengan berusaha
menenangkan mereka. Dengan cara menatap mata anak dan memegangi kedua
tangannya dengan lembut, kemudian diajak untuk duduk diam. Hal ini penting
sekali untuk melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan. Hal ini
diperkuat oleh teori Sobur (1986:69) bahwa cara menolong anak agar dapat
belajar dengan baik adalah dengan mengajak anak untuk bisa berkonsentrasi.
Anak-anak harus membiasakan diri memusatkan perhatiannya kepada pelajaran
selama waktu belajar. Jauhkan segala sesuatu yang mungkin mengganggu
309
konsentrasi si anak. Seorang pendidik pernah berkata “Play while you play, work
while you work, and study while you study.” Artinya, “Waktu bermain
bermainlah, waktu bekerja bekerjalah sungguh-sungguh dan waktu belajar benar-
benarlah belajar.” Apabila seseorang betul-betul memusatkan perhatian
sepenuhnya pada sesuatu tanpa merasa terganggu oleh suasana sekitar untuk
beberapa saat, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut mampu berkonsentrasi.
(75). Hal ini juga diperkuat oleh teori Pearce (1990:74) bahwa latihan konsentrasi
dapat membantu dengan meminta anak hiperaktif untuk berkonsentrasi pada suatu
tugas selama beberapa detik dan kemudian meningkatkan waktunya secara
bertahap selama beberapa minggu dan selalu mengakhiri setiap sesi konsentarsi
dengan catatan keberhasilan
Setelah keadaan anak tenang, dan bisa duduk lebih lama, baru guru mulai
pelajaran dengan mengambil satu gambar dan meletakkan di atas meja di depan
anak, kemudian guru memberi perintah/instruksi sesuai dengan materi yang akan
diajarkan.
Dalam memberikan perintah/instruksi ini guru menyampaikan dengan
singkat, jelas dan konsisten dan dengan suara netral (cukup keras, tegas dan bukan
membentak) agar anak mudah memahami.
Singkat maksudnya dalam memberikan perintah guru hanya mengucapkan
satu kata (kata kuncinya saja) dan bukan kalimat yang panjang, karena anak
hiperaktif mempunyai gangguan perlambatan dalam menangkap pesan seperti
suara radio gelombang pendek (suara hilang timbul) sehingga anak hanya
menangkap sepotong-potong. Apabila materi pelajaran identifikasi gambar maka
310
guru memberikan perintah “Tunjuk … (nama gambar tersebut)” dan apabila
materi pelajaran melabel (menyebutkan) guru memberi perintah “Ini apa?” atau
“Apa ini?” dan apabila materi pelajaran mencocokkan (matching) guru memberi
perintah “Samakan” atau “Kasih ke Ibu”, selanjutnya untuk menyuruh anak
menirukan gambar guru memberikan perintah “Berdiri … (perintahkan anak
menirukan aktivitas dalam gambar)”.
Jelas maksudnya guru dalam memberikan perintah sesuai dengan apa yang
ingin diajarkan. Ingin mengajarkan imitasi beda dengan mengikuti perintah
sederhana (satu-tahap). Misalnya dalam pelajaran Imitasi: instruksi “Tiru” berarti
guru/terapis memberikan contoh (misal: tepuk tangan). Dan dalam perintah
sederhana : instruksi “Tepuk tangan” berarti tangan guru/terapis diam sama sekali.
Sedangkan konsisten maksudnya dalam memberikan perintah/instruksi
kata yang diucapkan harus persis sama untuk instruksi selanjutnya. Misalnya
instruksi “masukkan” jangan diganti “masukkin”, “masukken” atau “masuppin”
karena ini akan membingungkan anak. Untuk itu dalam membelajarkan anak
hiperaktif harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, hemat kata
dan hemat gerakan. Teori yang mendukung adalah konsistensi dianggap sebagai
dasar mengatasi anak hiperaktif. Dengan cara yang konsisten kemungkinan akan
keberhasilan teknik-teknik yang diterapkan. Sebaliknya, pendekatan yang tidak
konsisten hampir pasti gagal dan menimbulkan kesulitan perilaku. (Fontenelle,
1991:40)
Ada berbagai macam cara yang digunakan guru dalam mengajar mata
pelajaran mencocokkan (matching), yaitu:
311
4. Guru meletakkan sebuah benda dihadapan anak dan berbagai macam gambar
yang berbeda (max 5 gambar) dan anak disuruh mencocokkan/memilih
gambar yang sesuai dengan benda.
5. Guru meletakkan dua kelompok gambar yang mempunyai gambar
berpasangan dan anak disuruh mencocokkan/memasangkan gambar-gambar
itu..
6. Guru memegang satu gambar dan meletakkan beberapa gambar dihadapan
anak lalu anak disuruh memilih gambar yang sesuai dengan gambar yang
dipegang guru.
Sedangkan dalam pelajaran identifikasi warna guru juga menggunakan
tehnik insidental (berkebetulan). Dengan cara mengatur benda-benda yang
berlainan warna, tetapi diluar jangkauan anak. Jika anak meminta benda tersebut,
maka guru akan menanyakan terlebih dahulu apa warna benda tersebut sebelum
memberikannya.
Dalam identifikasi kata kerja, menirukan gambar/melakukan aktivitas guru
biasanya memulai dengan memerintahkan anak untuk mengambil sesuatu yang
ada di sekitar/diruang kelas kemudian anak diajarkan pada hal-hal yang lebih
spesifik dan anak diperintahkan meniru guru (misalnya minum dari gelas, makan
dengan menggunakan sendok dan garpu, menggosok gigi, melepas sepatu, dlsb).
Apabila dalam pembelajaran, anak masih tahap pengenalan atau
mengalami kesusahan, maka guru memberikan prompt (bantuan/arahan) pada
anak untuk menunjuk atau melabel atau mencocokkan gambar atau menirukan
aktivitas seperti dalam gambar tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan pada
312
saat itu dan setiap kali anak melakukan/merespons dengan benar tak jarang guru
memberikan reinforce (hadiah/pujian/tepukan). Hal ini diperkuat oleh Nur’aeni,
(1997:136-137) bahwa penguat (reinforcemen)t adalah alat pendidikan yang
menyebabkan tingkah laku individu lain yang kita hadapi (anak didik peserta
didik) akan terpatri. Alat pendidikan itu adalah upaya/siasat yang sengaja dibuat
dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Alat itu antara lain: pujian, ganjaran, hadiah,
hukuman, teladan dan contoh. Hadiah/ganjaran diberikan pada orang yang telah
melakukan suatu kebaikan. Hal ini juga diperkuat oleh teori Fontenelle (1991:90)
bahwa hadiah atau ganjaran sangat berguna dalam mengatasi beberapa kesulitan
akibat hiperaktivitas. Dalam konteks ini pemberian ganjaran merupakan sarana
Bantu untuk belajar, bukan penyuapan.
Dan apabila anak sudah mulai menguasai materi pelajaran/merespons
dengan benar guru biasanya mengajar tanpa prompt dan hanya memberikan
reinforce respons yang benar saja. Hal inilah yang menjadi salah satu cara untuk
menghilangkan kebiasaan anak dari sifat manja, karena anak terbiasa dengan
pemberian hadiah/iming-iming sebelum anak melakukan sesuatu (agar anak
melakukan sesuatu) dan kebiasaan itu harus dihilangkan dengan cara mengganti
hadiah yang berupa benda riil itu dengan pujian/tepukan. Hal ini diperkuat dengan
teori Pearce (1990:28) bahwa ganjaran memiliki banyak bentuk yang berbeda,
diantaranya:
� Perhatian
Perhatian dapat diberikan dengan banyak cara: pandangan, senyuman,
sentuhan, pelukan atau beberapa patah kata.
313
� Pujian
� Hadiah khusus
Hadiah khusus digunakan sebagai cara untuk mendukung dan menguatkan
setiap pujian yang diberikan. Hal yang terbaik dalam memberikan hadiah
khusus adalah menggunakan satu/dua hal secara teratur sebagai ganjaran dan
menyimpannya sebagai hadiah khusus untuk membuatnya lebih diharapkan
dan berharga.
Hal tersebut juga diperkuat oleh Nur’aeni (1997:141) bahwa
pendidik/orang tua harus jeli dalam memilih alat-alat pendidikan yang sesuai
dengan harapan, suasana sekitar, kondisi anak dan akibat sampingan yang
mungkin timbul.
Disaat pelajaran berlangsung tak jarang konsentrasi anak mulai hilang,
kadang ia suka mengoceh sendiri tak jelas arah tujuannya dan menoleh/bergerak
kesana kemari walaupun sudah dihalangi meja, hal inilah yang menguji kesabaran
guru dalam membimbing anak hiperaktif, biasanya guru akan memegangi kedua
tangan atau pipi (sekitar kepala) anak itu, bila perlu kaki anak dijepit di antara
paha guru atau tungkai guru/terapis menjepit/merangkum kursi di belakang anak
dan menatap anak itu dan mengatakan “… (nama anak) lihat” dan mengatakan
“Tidak…” tindakan dan kata-kata inilah yang selalu diucapkan guru untuk
mencegah/melarang anak yang berbuat sesuka hati bahwa perbuatannya itu
salah/tidak benar dan untuk melarang/menyuruh diam disaat anak mengoceh
sendiri, bukannya ditertawakan karena lucu, sebab dengan ditertawakan akan
membuat anak itu merasa bangga karena merasa diperhatikan dan merasa bahwa
314
apa yang dilakukannya/diucapkannya itu benar/baik. Dan apabila anak masih
tetap sulit untuk diajak dian dan diajar maka guru akan memberi anak itu iming-
iming, seperti hadiah untuk menarik minat mereka untuk belajar. Hal ini diperkuat
dengan teori Pearce (1990:7) bahwa dengan mengatakan “tidak” dapat secara
bertahap memperkenalkan anak dengan gagasan bahwa ada batas mengenai
berapa banyak kebutuhan yang dapat dipenuhi, dan anak akan secara bertahap
pula mengetahui batasan dari apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat
diterima. Inilah yang dimaksud dengan disiplin. Ada banyak cara untuk
mengatakan tidak:
� Dengan nada suara yang tajam
� Dengan bentakan yang keras
� Mengatakan “tidak” dengan berbisik
� Menggoyangkan jari
� Mengerutkan dahi dan memasang wajah marah
� Berpaling dan tidak memberikan perhatian.
Dan apabila anak sudah mulai mengerti dengan maksud kita dan berusaha
memperbaiki tindakannya yang salah, cukup kita katakan “ya”, dimana hal ini
diperkuat oleh teori Pearce (1990:8) adalah mungkin untuk mengatakan “ya” dan
memberikan pujian setiap kali seorang anak melakukan sesuatu yang baik dan
sebagai akibatnya kita tidak perlu mengatakan “tidak”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui pengelolaan dan
penanganan yang serius dibarengi dengan upaya mengatasi tingkat gangguan
315
dapat membantu mengarahkan kondisi hiperaktif untuk menunjang hal-hal positif
perkembangan anak.
3. Evaluasi Pembelajaran Anak Hiperaktif dengan Menggunakan Media
Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak
Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu
dilakukan adanya evaluasi (penilaian)..Menurut Bloom (Handbook on Formative
and Sumative Evaluation of Student Learning) mengemukakan bahwa “Evaluasi
adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar
penetapan ada tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri
siswa atau anak didik.”
Evaluasi pembelajaran anak hiperaktif yang umum digunakan di tempat-
tempat terapi anak adalah evaluasi proses dan evaluasi bulanan.
Evaluasi proses dilakukan seketika pada saat proses kegiatan berlangsung,
dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang pada saat itu
juga, dengan memberi reward (hadiah/pujian) untuk respons yang benar. Evaluasi
ini dicatat dalam lembar penilaian, dengan tujuan untuk mengetahui sampai
sejauh mana program yang dicapai anak.
Sedangkan evaluasi bulanan bertujuan untuk memberikan laporan
perkembangan atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh
pembimbing di sekolah atau orang tua di rumah. Evaluasi bulanan ini dilakukan
dengan cara mendiskusikan masalah dan perkembangan anak antara guru dan
orang tua anak hiperaktif guna mendapatkan pemecahan masalah macam apa yang
tepat dan cocok untuk anak hiperaktif .
316
Berdasarkan lembar penilaian dari evaluasi proses maka dapat
disimpulkan bahwa hasil evaluasi pembelajaran dengan menggunakan media
visual (gambar) pada 6 anak hiperaktif di tempat Terapi Anak Al Tisma Kudus
adalah sebagai berikut:
1) Identifikasi Benda
Dalam pembelajaran identifikasi benda dari beberapa jenis gambar yang
diajarkan yaitu gambar binatang, gambar buah-buahan, alat transportasi.
Hanya gambar binatang dan gambar sayuran saja yang masih membingungkan
anak hal ini dikarenakan adanya kesamaan dalam gambar dan anak masih
belum bisa membedakannya seperti ayam jantan dan ayam betina, yang ia
tahu adalah hanya ayam saja sehingga anak harus dibantu (prompt
setengah/sebagian/ringan). Begitu juga dengan gambar tomat mungkin karena
bentuk dan warnanya hampir sama dengan gambar lain misal: jeruk sehingga
anak masih bingung membedakan dan ragu untuk menjawab.
2) Mencocokkan (Matching)
Dalam pembelajaran mencocokkan (matching) baik itu matching warna,
matching huruf besar, matching bentuk, matching binatang, matching buah-
buahan dan matching sayuran anak tidak mengalami kendala/hambatan karena
pelajaran ini termasuk yang paling mudah hanya saja anak dituntut untuk lebih
teliti dalam memasangkan gambar.
3) Identifikasi warna
Dalam pembelajaran identifikasi warna anak tidak mengalami
kendala/hambatan.
317
4) Identifikasi Bentuk
Dalam pembelajaran identifikasi bentuk (bintang, oval, kotak, segitiga, wajik,
lingkaran dan trapesium) anak sering dibingungkan antara lingkaran dan oval
karena bentuknya yang hampir sama. Tetapi dengan prompt (arahan/bantuan)
lama-lama anak menjadi tahu dan memahami.
5) Identifikasi huruf
Dalam pembelajaran identifikasi huruf (A sampai dengan Z) terutama huruf
besar anak menguasai materi dengan baik, Hal ini diperkuat oleh Pakasi dalam
bukunya Belajar Membaca dan Menulis I In dan A An (1981:3) bahwa dengan
metode eja, huruf diperkenalkan kepada anak dengan namanya dalam abjad,
bukan dengan bunyinya. Misal huruf “b” disebut atau dilafalkan sebagai “be”,
huruf “e” sebagai “e”, huruf “s” sebagai “es”, dan seterusnya. Setelah
mengenal huruf-huruf dengan namanya, maka si anak belajar merangkai suku
kata dan dirangkai lagi menjadi kata. Pengajaran menulis diberikan bersama-
sama dengan pengajaran membaca.
Dalam pelajaran ini hambatan/kendala yang dialami anak hanya dalam
penulisannya, yaitu suka terbalik-balik dan tidak rapi. Hal ini diperkuat
dengan teori Fontenelle (1991:20) bahwa beberapa anak yang tergolong
hiperaktif memperlihatkan kekurangan-kekurangan motoris-perseptual
(kekurangan motoris-visual dan koordinasi motoris halus atau koordinasi
tangan-mata). Kesulitan dalam bidang ini biasanya mempengaruhi kecakapan
menulis. Bagi anak ini, menulis itu pekerjaan yang sukar, maka semua
aktivitas tangan dan pensil itu sulit. Tulisan tangannya biasanya jelek. Ia sukar
318
menyalin dari papan tulis sebab mengabaikan huruf-huruf dan kata-kata
biasanya pekerjaannya tampak teledor dan acak-acakan. Karena ia harus
berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan kertas dan pensil, ia “lambat” dalam
menulis, sering tidak menyelesaikan pekerjaan tulis. Mungkin tulisannya
mula-mula rapi, tetapi makin lama makin jelek. Dan kerap kali ia
membalikkan huruf dan angka, padahal perilaku ini wajar bagi semua anak.
6) Identifikasi angka
Dari pembelajaran identifikasi angka 1-10, anak tidak mengalami kendala saat
ditanya bahkan ia cepat hafal walaupun ditanya sampai beberapa kali
pertemuan dan angkanya diacak, akan tetapi ada angka dimana anak
mengalami kesulitan menghafal, anak kadang-kadang sudah mulai/sesekali
bisa atau anak sudah bisa tetapi dengan prompt setengah/sebagian/ringan yaitu
angka 5 dan 8.
7) Identifikasi kata kerja
Dalam pembelajaran identifikasi kata kerja dengan satu kata seperti memasak,
membaca, lari dlsb anak tidak mengalami kendala/hambatan, akan tetapi
dalam pembelajaran identifikasi kata kerja dengan dua kata atau lebih anak
masih mengalami kesulitan seperti main bola, meniup harmonika dlsb. Dan
untuk anak yang mempunyai gangguan speech delayed (terlambat bicara)
tidak jarang dia mengucapkan kata dengan menghilangkan satu huruf entah itu
didepan, ditengah, atau dibelakang karena kesulitan dalam berbicara seperti
kata biru menjadi bi u, putih menjadi uti, kotak menjadi otak dlsb.
319
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab di muka, penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kurikulum yang digunakan dalam membelajarkan anak hiperaktif di Lembaga
Terapi Anak Al Tisma Kudus adalah kurikulum dari Pelatihan Tatalaksana
Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan
Autisme Indonesia.
2. Dalam pembelajaran anak hiperaktif dilaksanakan dengan menggunakan
sistem individual (lovaas one on one) dan dengan metode yang memberikan
gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga anak dapat menangkap pesan,
informasi dan pengertian tentang “sesuatu” tersebut. Salah satunya adalah
dengan penggunaan media visual (gambar). Pembelajaran dengan
menggunakan media visual mencakup Identifikasi benda, mencocokkan
(matching), identifikasi warna, identifikasi bentuk, identifikasi huruf,
identifikasi angka, dan identifikasi kata kerja. Dimana dalam
membelajarkannya dengan menunjukkan gambar satu persatu di depan anak
dengan disertai prompt (bantuan/arahan) dan reinforce (hadiah/pujian) untuk
respons yang benar, kemudian prompt dan reinforce itu dikurangi sedikit demi
sedikit sampai tidak menggunakan sama sekali dan anak benar-benar
menguasai materi pelajaran.
320
3. Dari hasil pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) pada
anak hiperaktif, dapat disimpulkan bahwa media visual (gambar)
memudahkan anak dalam memahami konsep dan membantu dalam
generalisasi. Disamping itu dapat meningkatkan kemampuan bahasa, kognitif,
afektif dan psikomotorik pada anak. Hal ini terbukti dengan 75 % anak
hiperaktif berhasil menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh guru
pembimbing/terapis melalui media visual (gambar) ini.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tentang Pembelajaran Anak Hiperaktif
dengan Menggunakan Media Visual (Gambar) di Lembaga Terapi Anak Al Tisma
Kudus, maka disarankan sebagai berikut:
1. Kepada Kepala Terapi disarankan untuk mengembangkan materi pelajaran
dan metode pembelajarannya, tidak hanya menggunakan media visual
(gambar) saja tetapi juga dengan menggunakan media lain.
2. Kepada Guru Pembimbing/Terapis disarankan untuk lebih memperdalam
konsep pembelajaran anak berkebutuhan khusus baik itu dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
3. Kepada Terapi disarankan untuk lebih terbuka kepada masyarakat
4. Kepada peneliti lain disarankan untuk mengadakan penelitian tentang
Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dengan objek penelitian yang
berbeda dan dengan topik yang berbeda.
321
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1986. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina
Aksara
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo.
Badawi, Ahmad. 1985. Kelompok Belajar sebagai Teknik Bimbingan dan
Penyuluhan Metode pengajaran. Yogyakarta: Penerbit FIP-IKIP.
Clerq, Linda De. 1994. Tingkah Laku Abnormal. Jakarta: Grasindo.
Dahar, Wilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Daryanto. 1993. Media Visual untuk Pengajaran Teknik. Tarsito Bandung.
Depdiknas. 2002. Pedoman Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austik. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan 2000. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Fontenelle, Don H. 1991. Memahami dan Mengatasi Anak Overaktif. Jakarta:
Gunung Mulia.
Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
Hakim, Thursan. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.
322
Lask, Bryn. 1989. Memahami dan Mengatasi Masalah Anak Anda. Jakarta:
Gramedia.
Moleong, Lexy. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ngatidriatun, Dian Retno. 1996. Metodelogi Penelitian. Semarang: STIMIK Dian
Nuswantoro.
Nur’aeni. 1997. Intervensi Dini bagi Anak Bermasalah. Jakarta: Rineka Cipta.
Osman, Betty B. 2002. Lemah Belajar dan ADHD. Jakarta: Grasindo
Pakasi, Soepartinah. 1981. Belajar Membaca dan Menulis I In dan A An. Jakarta:
Bhratara Karya Aksara.
Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Pearce, John. 1990. Bagaimana Mengatasi Perilaku yang Buruk. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Sadiman, Arief. 1984. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sardiman, 2000. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Setiawani, Mary Go. 2000. Menerobos Dunia Anak. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup.
Sobur, Alex. 1986. Anak Masa Depan. Bandung: Angkasa
323
Soemardji & Sutaryadi. 1994. Evaluasi Hasil Belajar dan Pengajaran Remedial.
UNS Surakarta.
Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. 1997. Media Pengajaran. Bandung: Sinar
Baru.
Sudjana. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Sugianto T, Mayke. 1995. Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta: DepDikBud
Sumber : Keluarga, Org, Kids Healt. 1999. Kiat Membantu Anak Hiperaktif.
http//www.google.com
Tan dan Chan, Edward T. 2004. Agar Anak Tangkas Mengatasi Hidup. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Taylor, Eric. 1988. Anak yang Hiperaktif. Jakarta: Gramedia
Tim Redaksi Puspa Swara. 2001. Mengatasi Problem Psikologi Balita. Jakarta:
Puspa Swara.
Unika. 2000. Semiloka Mengenal dan Membimbing Anak Hiperaktif.
http//www.google.com. Unika. Semarang.
Weaver, Mary. 2003. Kegiatan Untuk Anak Dini Usia. Jakarta: Primamedia
Pustaka.
Wes & Sheryl Haystead, Sunday School Smart Pages. 1992. Helping Children
with Special Needs : The Hiperactive Child. http//www.google.com. Hal
65, Gospel Light, Ventura.
Yayasan Autisma Indonesia. 1998. Pelatihan Tatalaksana Perilaku (Metode
Lovaas) dan COMPIC Pada Penyandang Autisme Gangguan
Perkembangan Pada Anak. Jakarta: Graha Sucof.
324
PEDOMAN WAWANCARA
PENGGUNAAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DALAM
PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS
A. Wawancara dengan Kepala Terapi Anak Al Tisma Kudus.
1. Sejak kapan Terapi Anak ini berdiri?
2. Apa yang mendorong/menggerakkan hati anda sehingga ingin mendirikan Terapi Anak?
3. Apakah ada pihak-pihak terkait yang diajak bekerja sama dalam menyelenggarakan
program terapi anak ini?
4. Ada berapa ruang kelas yang digunakan untuk mengajar? Apakah ruangan ini juga
didesain khusus untuk membelajarkan anak hiperaktif agar anak lebih konsentrasi dalam
belajar?
5. Tolong beri penjelasan tentang jadwal terapi disini?
6. Apakah tugas anda sebagai Kepala Terapi Anak?
7. Ada berapa jumlah guru yang membantu anda mengajar disini?
8. Bagaimana cara mencari guru untuk mengajar anak berkebutuhan khusus, seperti yang
kita ketahui bahwa tidak mudah seseorang itu membimbing anak yang mempunyai
kebutuhan khusus apalagi anak itu tergolong hiperaktif, apakah dalam hal ini diperlukan
kiat-kiat khusus seperti diadakan pelatihan dalam membimbing anak sebelum mengajar di
kelas?
9. Ada berapa jumlah siswa yang diterapi disini?
10. Berapa rata-rata umur mereka dan kebanyakan anak nomor berapa yang diterapi disini?
11. Melihat cerita anda tadi, ada bermacam-macam tipe anak berkebutuhan khusus, tipe apa
saja yang diterapi disini dan bagaimana anda mengetahui kalau anak itu tergolong tipe
itu?
12. Sebelumnya saya mau tanya, karena penelitian saya adalah pembelajaran khusus untuk
anak hiperaktif, sedangkan di tempat terapi anak ini ada bermacam-macam anak
berkebutuhan khusus, apakah sama penanganan dan sistem pembelajaran anak hiperaktif
dengan anak berkebutuhan khusus lainnya?
13. Pendekatan dan metode apakah yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif?
14. Adakah kriteria khusus (syarat-syarat) dalam membimbing anak hiperaktif?
15. Selain penanganan khusus anak hiperaktif (terapi) apakah disini juga memberikan
pelayanan lain seperti terapi (konsultasi) orang tua dalam menangani anaknya dirumah,
325
pengaturan makanan dan pemberian obat pada anak hiperaktif yang tentunya dengan
persetujuan dokter?
16. Bagaimanakah cara merancang pembelajaran anak hiperaktif ?
17. Apakah prinsip-prinsip yang digunakan dalam pendidikan dan pengajaran anak
hiperaktif?
18. Sarana pembelajaran apa saja yang disediakan disini khusus digunakan dalam
membelajarkan anak hiperaktif?
19. Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan
adanya evaluasi (penilaian). Bagaimana cara mengevaluasi pendidikan dan pengajaran
anak hiperaktif?
20. Jika anak itu sudah dikatakan cukup sembuh (tingkat aktifitasnya berkurang) apakah
pihak sekolah menyarankan agar anak itu juga disekolahkan disekolah reguler/formal
(TK, SD, SMP, SMA) sesuai dengan umur anak dan tingkat kemampuan anak, selain di
tempat terapi anak itu sendiri? Lalu bagaimana cara mensiasatinya agar anak itu juga bisa
menerima pelajaran di sekolah umum, apalagi mereka juga memerlukan perhatian yang
ekstra?
21. Disamping sebagai kepala terapi anda juga ikut mengajar/sebagai terapis, dan dari data
yang saya terima anda mengajar Ferdinan Troy yang mempunyai gangguan Autis dan
Hiperaktif. Bagaimana cara anda menanganinya dan mengajarkannya terutama dengan
menggunakan media visual (gambar), lalu bagaimana hasilnya?
22. Apa yang menjadi faktor penentu keberhasilan pendidikan dan pengajaran bagi anak
hiperaktif, menurut anda?
23. Apakah selama ini ada hambatan/kendala dalam mengelola tempat terapi anak ini baik itu
dari administrasinya, gedung/perlengkapannya, para guru/terapis dan siswanya?
24. Apakah pesan anda pada para orang tua yang mempunyai anak hiperaktif/ anak
berkebutuhan khusus lainnya?
B. Wawancara dengan guru pembimbing/pengajar (terapis) Terapi Anak Al Tisma Kudus
1. Sudah berapa anak/siswa yang anda tangani (pegang/ajar) selama ini? Tipe apa saja itu?
Siapakah anak yang tergolong hiperaktif?
2. Adakah perbedaan dalam menangani anak-anak itu (anak hiperaktif)? Bagaimana cara
menanganinya terutama saat pembelajaran?
3. Apa yang anda persiapkan terlebih dahulu sebelum mengajarkan anak hiperaktif?
326
4. Bagaimanakah cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas
(langkah-langkah membelajarkan anak hiperaktif) agar mereka
menurut pada anda?
5. Bahasa (bicara dengan anak hiperaktif) merupakan kendala utama dalam membelajarkan
anak hiperaktif, bagaimana cara anda mengatasinya agar proses belajar mengajar ini
berjalan dengan lancar?
6. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif harus dengan menggunakan alat bantu
pengajaran (media pembelajaran)? Media apa saja yang digunakan? Apakah media itu
juga dirancang (dibuat) sendiri?
7. Selain media apakah juga menggunakan mainan dalam membelajarkan anak hiperaktif?
8. Mencakup apa saja pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) tersebut?
Dan dalam mata pelajaran apa saja menggunakan media visual (gambar) tersebut? Lalu
bagaimana cara membelajarkannya di kelas?
9. Mengapa media visual (gambar) itu sangat diperlukan/diutamakan dalam pembelajaran
anak hiperaktif, faktor apa saja yang mendukung penggunaan media visual (gambar) itu?
10. Apakah kesulitan anda pertama kali dalam memperkenalkan anak pada suatu media
visual (gambar)?
11. Apakah ada faktor penghambat/kendala dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar)? Bagaimana cara mengatasinya?
12. Seperti yang anda jelaskan tadi bahwa apabila anak itu sulit untuk diajak belajar, salah
satu jalan harus disertai dengan pemberian hadiah untuk menarik minat mereka dalam
belajar. Apakah dengan pemberian hadiah itu tidak berakibat buruk bagi mereka nantinya,
karena kalau sudah terbiasa mereka pasti akan menagih janjinya dan tidak mau belajar
sebelum minta sesuatu, lalu bagaimana cara menghilangkan pemberian hadiah itu dan
apakah ada cara lain agar mereka mau belajar tanpa pemberian hadiah?
13. Apakah anda juga menggunakan obat penenang sebelum mengajarkan pada mereka, yang
tentunya sesuai dengan anjuran dokter?
14. Apakah obat itu tidak mengganggu mereka dalam konsentrasi belajar (misalnya bisa
mengakibatkan anak itu mengantuk atau malah malas belajar)?
15. Bagaimana jika obat itu tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dalam menenangkan anak
hiperaktif, karena tingkat aktivitasnya yang tinggi?
16. Berkaitan dengan kehidupan sosialnya apakah anda juga mengamati bagaimana cara anak
hiperaktif itu bergaul dengan temannya sesama hiperaktif atau anak lain yang normal,
apakah ada banyak hambatan/kendala dalam mereka bergaul? Dan anda sebagai guru
pembimbing apa yang anda ajarkan berkaitan dengan sosialisasi anak hiperaktif agar
anak itu bisa bergaul seperti anak-anak lainnya dan tidak dijauhi oleh teman-temannya?
327
17. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif anda juga mengajak kerja sama orang tua
mereka untuk melanjutkan pembelajaran di rumah?
18. Selama anda mengajar disini apakah ada hambatan dalam mengajarkan anak hiperaktif?
Dan bagaimana cara memecahkan masalah itu?
19. Apakah anda dalam mengajarkan anak hiperaktif sudah dirasakan cukup berhasil dalam
membimbing mereka? Bagaimana perkembangannya sekarang?
20. Apakah pesan anda terhadap orang tua anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya
dalam membimbing/membelajarkan anak mereka di rumah?
C. Wawancara dengan orang tua siswa Terapi Anak Al Tisma
Kudus
1. Sejak kapan anda mengetahui anak anda hiperaktif?
2. Apa yang meyakinkan anda bahwa anak anda tergolong hiperaktif?
3. Anak nomor berapa yang hiperaktif itu?
4. Apakah dia mempunyai saudara? Berapa jumlahnya?
5. Apakah anda membedakan anak anda yang hiperaktif dengan saudara-saudaranya yang
lain?
6. Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam berkomunikasi terutama dalam
mengucapkan kata-kata (berbicara), mulai kapan anak anda yang hiperaktif itu berbicara
dan mengikuti/menirukan siapa?
7. Sebelum anak anda dibawa ke tempat terapi apa yang sudah anda lakukan dalam
menangani anak anda? Apakah cara ini berhasil?
8. Apakah anda sering mengikuti seminar-seminar/pelatihan khusus menangani anak
hiperaktif?
9. Darimana anda tahu bahwa disini adalah tempat terapi anak?
10. Umur berapa anak anda diterapi disini?
11. Apakah disamping anak anda diterapi disini, dirumah anda juga meluangkan waktu untuk
membimbing dia seperti yang diajarkan di tempat terapi anak?
12. Apakah dirumah juga disediakan tempat khusus untuk belajar baik itu ruangan, meja
kursi , alat/media pembelajaran dan mainan?
13. Apakah selama anda mengajarkan dirumah ada hambatan-hambatan/ kendala?
Bagaimana cara memecahkan/mengatasinya?
14. Apakah disamping terapi anda juga membawa anak anda ke dokter dan menggunakan
obat penenang dalam mengatasi anak hiperaktif tentunya sesuai dengan resep dokter?
Apakah hal ini juga anda konsultasikan dengan guru/kepala dari sekolah khusus anak
hiperaktif?
328
15. Apakah ada perubahan sikap dari anak anda selama diterapi dan bagaimana hasilnya?
16. Apakah anda juga memperhatikan makanan yang dimakan anak anda sesuai dengan
anjuran dokter dan guru ditempat terapi bahwa ada makanan yang harus
dihindarkan/dijauhkan dari anak hiperaktif?
17. Kita tahu bahwa kebanyakan makanan yang dijual terbuat dari bahan yang dilarang untuk
dimakan anak hiperaktif, lalu bagaimana anda menyikapinya dan bagaimana jika anak
anda merengek minta dibelikan makanan itu?
18. Dengan adanya makanan yang dilarang untuk anak hiperaktif apakah di dalam keluarga
anda juga diterapkan hal yang serupa agar tidak “ngiming-ngimingi” anak anda yang
hiperaktif?
19. Adakah kendala/hambatan-hambatan pada diri anak anda dalam bersosialisasi (bergaul)
baik itu dengan orang dewasa atau teman sebayanya, terutama dengan anggota keluarga
yang lainnya?
20. Apakah pesan anda pada para orang tua lainnya yang mempunyai anak hiperaktif?
HASIL WAWANCARA
PENGGUNAAN MEDIA VISUAL (GAMBAR) DALAM
PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
DI TEMPAT TERAPI ANAK AL TISMA KUDUS
Wawancara Dengan Kepala Terapi Anak
Ibu Nur Halimah
III. T. Sejak kapan Terapi Anak ini berdiri?
J. Terapi Anak ini berdiri sejak Maret tahun 2001
T. Apa yang mendorong/menggerakkan hati anda sehingga ingin mendirikan Terapi Anak ?
J. Pertama sih saya tidak kepikiran untuk mendirikan terapi ini, justru ide ini muncul dari teman-
teman saya yang juga mempunyai anak berkebutuhan khusus seperti anak saya yang
alhamdulillah sekarang dia sudah sembuh, mereka mengeluh pada saya tentang anak mereka
dan saya disuruh membantu menyembuhkan mereka, setelah dipikir-pikir kenapa saya tidak
menolong mereka kalau saya saja berhasil menyembuhkan anak saya, lalu saya coba untuk
mendirikan terapi untuk anak berkebutuhan khusus, karena tidak hanya anak hiperaktif saja
yang diterapi disini tetapi juga anak autisme dan anak-anak yang berkebutuhan khusus lainnya
(mempunyai kelainan dalam dirinya) tentunya itu semua dengan dukungan dari suami dan
keluarga saya. Dan alhamdulillah siswanya juga cukup banyak dan tidak sedikit pula siswa
yang berhasil saya tangani, tentunya ini dengan bantuan para pengajar.
329
T. Apakah ada pihak-pihak terkait yang diajak bekerja sama dalam menyelenggarakan terapi
anak ini?
J. Ada, pihak-pihak terkait yang juga sangat menunjang dalam penyelenggaraan terapi anak
ini, diantaranya: Psikolog anak, Psikiater anak, Dokter, dokter disini meliputi dokter spesialis
yang menangani gangguan perkembangan anak, dokter spesialis syaraf, dokter spesialis
metabolitas, Departemen Pendidikan Nasional, dan tenaga ahli yang lain seperti: ahli gizi,
dlsb. Dimana setiap satu-dua bulan sekali Badan Psikiater dan Psikologi Anak selalu
mengadakan seminar tentang anak-anak berkebutuhan khusus, disitu kita mengemukakan
masalah yang kita hadapi selama ditempat terapi untuk menemukan solusinya, dengan begitu
pengetahuan kita akan bertambah tentang anak-anak yang berkebutuhan khusus dan cara
menanganinya.
T. Ada berapa ruang kelas yang digunakan untuk mengajar? Apakah ruangan ini juga didesain
khusus untuk membelajarkan anak hiperaktif agar anak lebih konsentrasi dalam belajar?
J. Ada 5 kelas. Di desain sih nggak,asal bisa digunakan untuk membelajarkan mereka dan lebih
mengkonsentrasikan mereka pada pelajaran. Karena dalam membelajarkan anak hiperaktif itu
harus di ruangan yang kosong tanpa ada hiasan dinding yang bisa mengganggu konsentrasi
mereka pada pelajaran.
T. Tolong beri penjelasan tentang jadwal terapi disini?
J. Terapi disini dilaksanakan setiap hari Senin sampai dengan hari Jumat dan dalam satu hari
dibagi dalam 4 session yaitu:
� Session I dilaksanakan pada pukul 08.00 – 10.00 WIB
� Session II dilaksanakan pada pukul 10.00 – 12.00 WIB
� Session III dilaksanakan pada pukul 13.00 – 15.00 WIB
� Session IV dilaksanakan pada pukul 15.00 – 17.00 WIB
Jadi setiap membelajarkan anak itu dilaksanakan selama ± 2 jam.
T. Apakah tugas anda sebagai Kepala Terapi Anak?
J. Karena saya yang mendirikan terapi anak ini sekaligus sebagai kepala dan terapis disini,
otomatis semua tugas menjadi tanggung jawab saya, baik itu sebagai administrator, fasilitator,
maupun koordinator serta peningkatan sumber daya manusia bagi guru/terapis, disamping itu
saya juga harus bertanggung jawab terhadap perkembangan terapi ini, dan kesembuhan anak-
anaknya (siswa-siswi) walaupun dalam hal ini juga menjadi tanggung jawab guru
pembimbing/terapis.
T. Ada berapa jumlah guru yang membantu anda mengajar disini?
J. Guru yang mengajar disini ada 6, dan kebetulan mereka perempuan semua.
T. Bagaimana cara mencari guru untuk mengajar anak berkebutuhan khusus, seperti yang kita
ketahui bahwa tidak mudah seseorang itu membimbing anak yang mempunyai kebutuhan
330
khusus apalagi anak itu tergolong hiperaktif, apakah dalam hal ini diperlukan kiat-kiat khusus
seperti diadakan pelatihan dalam membimbing anak sebelum mengajar di kelas?
J. Mengingat terapi anak ini berada di kota kecil dengan biaya yang tidak banyak, saya tidak
mengharuskan seseorang yang membantu saya untuk mengajar disini orang yang mempunyai
gelar sarjana, tetapi saya ingin membantu mereka yang benar-benar membutuhkan pekerjaan,
cukup dengan diberi pengarahan sedikit dan buku panduan tentang membelajarkan anak yang
berkebutuhan khusus mereka akan cepat tanggap dan mengerti apa yang harus mereka
kerjakan, maka dari itu kebanyakan mereka adalah lulusan SMA. Sedangkan untuk pelatihan,
pertama saya suruh mereka untuk membantu terapis lainnya mengajar, sambil melihat dan
memahami cara mengajar anak yang benar, karena cara mengajar ini tidak seperti cara
mengajar di Taman Kanak-kanak yang siswanya adalah anak-anak normal akan tetapi yang
dihadapi nanti adalah anak yang sulit diatur dan mempunyai berbagai macam masalah.
Setelah mereka memahami cara mengajar yang benar baru saya beri wewenang untuk
mengajar sendiri dan berhasil tidaknya dalam pengajaran itu tergantung dari dirinya sebagai
terapis/guru pembimbing.
T. Ada berapa jumlah siswa yang diterapi disini?
J. Sejak saya mendirikan terapi ini sampai sekarang jumlah siswa yang diterapi disini kurang
lebih ada 24 anak, sedangkan yang masih diterapi sampai saat ini kurang lebih ada 15 anak,
dan siswa lainnya yang dirasa sudah sembuh cukup diterapi di rumah dengan masih tetap
berkonsultasi dengan pihak terapi.
T. Berapa rata-rata umur mereka dan kebanyakan anak nomor berapa yang diterapi disini?
J. Umur mereka rata-rata 5 sampai 10 tahun. Dan kebanyakan dari mereka adalah anak pertama
(sulung), dan ada juga lho anak yang sepupunya juga diterapi disini tetapi masalahnya
berbeda yang satunya IQ rendah sedangkan sepupunya mengidap autis dan hiperaktif. Selain
itu disini ada juga anak kembar tetapi kembarannya itu normal, dan ada juga yang kakak adik
diterapi disini dan kedua-duanya itu mempunyai masalah autisme.
T. Melihat cerita anda tadi, ada bermacam-macam tipe anak berkebutuhan khusus, tipe apa saja
yang diterapi disini dan bagaimana anda mengetahui kalau anak itu tergolong tipe itu?
J. Tipe anak yang diterapi disini banyak, ada yang hiperaktif, autis, ADD, speech delayed
(terlambat bicara), disphasia (anak yang mengalami gangguan pemahaman bahasa yang
teramat dalam), IQ rendah, microcepalus (anak yang lahir dengan ukuran lingkar kepala
kurang dari standart kelahiran), down sindrome, gangguan konsentrasi, retardasi mental
(idiot), dan kurang stimulasi. Dan untuk mengetahui tergolong tipe apa anak itu, biasanya
kami melihat dari tingkah lakunya selang beberapa hari setelah anak diterapi disini, atau kalau
nggak biasanya dari psikiater atau psikolog kami sudah diberitahu kalau anak itu tergolong
tipe ini.
331
T. Sebelumnya saya mau tanya, karena penelitian saya adalah pembelajaran khusus untuk anak
hiperaktif, sedangkan di tempat terapi anak ini ada bermacam-macam anak berkebutuhan
khusus, apakah sama penanganan dan sistem pembelajaran anak hiperaktif dengan anak
berkebutuhan khusus lainnya?
J. Penanganan dan sistem pembelajarannya itu sama, akan tetapi karena pertama kali anak
dibawa di tempat terapi ini dengan permasalahan yang berbeda-beda, mungkin cara
penanganan pertama itu saja yang berbeda, Misalnya anak hiperaktif berat dengan hiperaktif
ringan, anak hiperaktif berat lebih sulit penanganannya dibandingkan dengan anak hiperaktif
ringan dan biasanya kami menangani anak yang hiperaktif berat dengan bantuan alat “been
back” yang tujuannya agar hiperaktifnya itu berkurang, sedangkan anak yang tergolong
hiperaktif ringan cukup dengan diarahkan saja tanpa menggunakan alat “been back”. Pernah
ada anak yang bernama Anis dia tergolong speech delayed (terlambat bicara), selama enam
tahun tidak mau berbicara dan bagaimana cara kita membuat anak itu mau bicara dan
melenturkan lidah yang kaku itu, dan alhamdulillah setelah melalui terapi dia mau berbicara
walaupun bicaranya cedal akibat lama tidak bicara.
T. Pendekatan dan metode apakah yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif?
J. Disini kami dalam membelajarkan anak hiperaktif mengggunakan pendekatan individual
(lovaas one on one - pembelajaran satu guru satu murid). Sedangkan metode yang kami
gunakan adalah metode yang memberikan gambaran konkrit tentang “sesuatu”, sehingga anak
dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang “sesuatu” tersebut. Untuk itu
sangat penting dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan menggunakan media visual
(gambar-gambar), karena dengan gambar-gambar itu anak lebih mudah belajar memahami.
T. Adakah kriteria khusus (syarat-syarat) dalam membimbing anak hiperaktif?
J. Dalam upaya membelajarkan anak hiperaktif tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model
untuk anak hiperaktif harus memiliki kepekaan, ketelatenan, kreatif dan konsisten di dalam
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak hiperaktif pada umumnya
mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain. Maka guru pembimbing
diharuskan untuk mampu memahami dan mengerti anak hiperaktif.
Ada beberapa pra syarat yang harus dilakukan dan dipersiapkan oleh seorang guru
pembimbing anak hiperaktif sebelum mengerjakan/melaksanakan kegiatan belajar mengajar
yakni:
6. Menciptakan situasi yang kondusif untuk pembelajaran yang meliputi:
c) Emosi yang stabil dari anak hiperaktif.
d) Ruangan yang tidak terlalu banyak rangsangan.
7. Mengupayakan adanya kontak mata yang sejajar antara guru-siswa
8. Kemampuan untuk meningkatkan ketahanan konsentrasi anak.
332
9. Mengupayakan kepatuhan dari anak hiperaktif dan pemahaman bahasa reseptif.
10. Pembimbing harus menyadari dan memahami tujuan apa yang akan dicapai dengan
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Sehingga guru pembimbing harus memahami
prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran untuk anak hiperaktif.
T. Selain penanganan khusus anak hiperaktif (terapi) apakah disini juga memberikan pelayanan
lain seperti terapi (konsultasi) orang tua dalam menangani anaknya dirumah, pengaturan
makanan dan pemberian obat pada anak hiperaktif yang tentunya dengan persetujuan dokter?
J. Disini kami memberikan pelayanan konsultasi bagi orang tua, karena ini sangat penting untuk
mengetahui perkembangan anaknya dirumah. Melalui bimbingan para guru/terapis serta
kerjasama yang baik dengan orang tua dan orang-orang disekitarnya, dapat dikembangkan
potensi anak. Akan tetapi pelayanan pengaturan makanan dan pemberian obat adalah
wewenang dokter, dan kami ditempat terapi hanya menjalankannya saja apa yang dianjurkan
oleh dokter dan menjalankan proses penyembuhannya (terapinya) untuk mempersiapkan anak
sekolah di sekolah reguler.
T. Bagaimanakah cara merancang pembelajaran anak hiperaktif ?
J. Dalam membelajarkan anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya kami menggunakan
kurikulum yang sudah banyak digunakan di tempat-tempat terapi lainnya yaitu dari Pelatihan
Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC yang diselenggarakan oleh Yayasan
Autisme Indonesia yang tentunya disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemampuan
anak, dan tidak mampuannya, usia anak, serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang
ada. Mungkin mbak Eri nanti bisa lihat sendiri di buku panduan yang sudah saya berikan.
T. Apakah prinsip-prinsip yang digunakan dalam pendidikan dan pengajaran anak hiperaktif?
J. Pendidikan dan pengajaran anak hiperaktif pada umumnya dilaksanakan berdasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
f) Terstruktur
Yaitu pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan ajar/materi yang paling mudah dan
dapat dilakukan oleh anak. Setelah dikuasai, kemudian ditingkatkan lagi ke bahan ajar
yang setingkat diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi
sebelumnya. Contohnya untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari
instruksi “Ambil bola merah”. Maka materi pertama yang harus dikenalkan kepada anak
adalah konsep pengertian kata “ambil”, “bola” dan “merah”. Setelah anak mengenal dan
menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya adalah mengaktualisasikan instruksi
“Ambil bola merah” kedalam perbuatan kongkrit.
g) Terpola
Terpola disini maksudnya dalam kegiatan anak hiperaktif harus dikondisikan atau
dibiasakan dengan pola yang teratur, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya)
333
Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang; dapat dilatih
dengan kondisi dilingkungannya, supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas
yang berlaku (menjadi lebih fleksibel).
h) Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin dicapai
dan memudahkan dalam melakukan evalusi. Sebab dalam program materi pendidikan
harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak.
i) Konsisten
Artinya: apabila anak berperilaku positif memberi respon positif terhadap sesuatu
stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat memberikan respon positif
(reward/penguatan), demikian pula apabila anak berperilaku negatif (reinforcement). Hal
tersebut juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang berbeda secara tetap dan tepat,
dalam arti respon yang diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya.
j) Kontinyu
Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program
pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya
di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan di rumah dan lingkungan
sekitar anak. Kesimpulannya, terapi perilaku dan pendidikan bagi anak hiperaktif harus
dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu).
T. Sarana pembelajaran apa saja yang sangat diperlukan dalam membelajarkan anak hiperaktif?
J. Sarana belajar itu sangat diperlukan dalam pembelajaran anak hiperaktif, karena akan
membantu kelancaran proses pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian
secara konkrit bagi anak hiperaktif. Karena pola pikir anak hiperaktif pada umumnya adalah
pola pikir konkrit, sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus konkrit. Dan kebetulan
anak yang diterapi disini adalah kebanyakan anak usia prasekolah maka sarana belajarnyapun
dsesuaikan dengan usia pendidikan anak yaitu berupa: alat peraga: pengenalan warna, bentuk,
huruf dan angka, benda-benda sekitar, buah, binatang, kendaraan, alat bantu komunikasi:
berupa gambar-gambar yang mewujudkan tujuan komunikasi dari anak, alat bantu
pengembangan motorik halus: cara memegang pensil, menggunting, mewarna, dsb, alat bantu
pengembangan motorik kasar: bola, tali, dlsb, dan ditambah berbagai macam mainan edukatif
T. Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan adanya
evaluasi (penilaian). Bagaimana cara mengevaluasi pendidikan dan pengajaran anak
hiperaktif?
J. Evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran anak hiperaktif disini adalah: evaluasi proses
yang dilakukan dengan cara seketika pada saat proses kegiatan berlangsung dengan cara
meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang pada saat itu juga, dengan memberi
334
reward (hadiah/pujian)untuk respons yang benar. Dimana evaluasi ini dicatat dalam lembar
penilaian yang setiap harinya dibawa anak pulang untuk panduan belajar dirumah, dan untuk
mengetahui sampai sejauh mana program yang dicapai anak. Disamping itu kami juga
mengadakan evaluasi bulanan yang bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau
permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah atau orang tua di
rumah.
T. Jika anak itu sudah dikatakan cukup sembuh (tingkat aktifitasnya berkurang) apakah pihak
sekolah menyarankan agar anak itu juga disekolahkan disekolah reguler/formal (TK, SD,
SMP, SMA) sesuai dengan umur anak dan tingkat kemampuan anak, selain di tempat terapi
anak itu sendiri? Lalu bagaimana cara mensiasatinya agar anak itu juga bisa menerima
pelajaran di sekolah umum, apalagi mereka juga memerlukan perhatian yang ekstra?
J. Benar. Setelah anak diterapi secara terpadu dan terstruktur, anak dipersiapkan dan
diperkenalkan pada pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara
pengajaran untuk anak bermasalah (kelas kecil dengan jumlah guru besar atau satu guru satu
murid, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb) dengan
tujuan untuk membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler dan belajar
secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga dapat mengejar ketinggalan
dari teman-teman sekelasnya. Walaupun anak sudah patuh dan dapat berkonsentrasi pada saat
terapi, tetapi di sekolah umum anak masih memerlukan waktu penyesuaian untuk dapat
mengikuti tatacara pengajaran yang berbeda dengan pada saat terapi. Anak biasa ditangani
dengan guru khusus sendirian, dan dikelas anak harus berbagi dengan teman-temannya
dengan bahasa guru yang berbeda dengan terapisnya dan bersifat klasikal. Ia perlu belajar
mengenal dan mengikuti peraturan disekolahnya, berinteraksi/bersosialisasi dengan teman
sebayanya dan harus mengerti instruksi guru dengan cepat. Untuk itu dalam sekolah anak
harus didampingi guru pembimbing/terapis sampai benar-benar ia bisa mandiri dan mengikuti
pelajaran di sekolah dengan baik.
T. Disamping sebagai kepala terapi anda juga ikut mengajar/sebagai terapis, dan dari data yang
saya terima anda mengajar Ferdinan Troy yang mempunyai gangguan Autis dan Hiperaktif.
Bagaimana cara anda menanganinya dan mengajarkannya terutama dengan menggunakan
media visual (gambar), lalu bagaimana hasilnya?
J. Pertama kali Troy (begitu nama panggilan Ferdinan Troy) dibawa kesini saya melihat bahwa
kasus anak ini sama dengan kasus yang dialami anak saya dulu, karena dia mempunyai
gangguan autis yang hanya tertarik pada dunianya sendiri dan hiperaktif, saya mencoba untuk
menenangkan anak ini agar tidak terlalu banyak gerak (hiperaktif) dengan saya tempatkan
diruangan khusus dan saya dudukkan di meja kursi khusus tujuannya agar anak ini tetap
kontak mata dengan saya dan tidak asyik dengan dunianya sendiri dan agar dia tahu bahwa
335
dihadapannya itu ada orang yang sedang memperhatikannya, setiap dia menoleh dan mulai
bergerak saya usahakan agar menatap saya , dan saya berusaha tenang dan tidak tertawa setiap
anak ini mengoceh, karena ocehannya ini suka ngelantur kemana-mana tanpa jelas. Setelah
anak ini bisa diam agak lama baru saya mulai pelajaran dengan saya tunjukkan gambar-
gambar, dan ternyata anak ini cukup cerdas dan cepat tanggap pada materi yang saya berikan
sehingga tidak ada kendala dalam membelajarkannya,tetapi ya itu kita sebagai terapis harus
cepat dan cekatan dalam memberikan materi karena kalau lama sedikit konsentrasi anak akan
buyar dan dia mulai banyak gerak lagi. Untuk itulah kita harus siap dengan media visual
(gambar) disamping kita dan mainan edukatif. Dan hasilnya bisa mbak Eri lihat sendiri di
lembar penilaian. Alhamdulillah sekarang dia bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya
walaupun saya masih mendapinginya di sekolah.
T. Apa yang menjadi faktor penentu keberhasilan pendidikan dan pengajaran bagi anak
hiperaktif, menurut anda?
J. Menurut saya yang menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan program pendidikan dan
pengajaran anak hiperaktif, diantaranya: berat-ringannya kelainan/gejala, usia pada saat
diagnosis, tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa, tingkat kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki anak, kecerdasan/IQ, kesehatan dan kestabilan emosi anak, yang terakhir adalah
terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, sarana pendidikan,
lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat).
T. Apakah selama ini ada hambatan/kendala dalam mengelola terapi anak ini
baik itu dari administrasinya, gedung/perlengkapannya, para guru/terapis dan
siswanya?
J. Saya kira masih banyak sekali hambatan-hambatan dalam mengelola sekolah ini, antara lain:
terbatasnya ruang dalam belajar, kurangnya tenaga pengajar, kurangnya sarana dan prasarana
dalam belajar, dll padahal masih banyak orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya untuk
diterapi disini dan terpaksa saya tolak.
T. Apakah pesan anda pada para orang tua yang mempunyai anak hiperaktif/anak berkebutuhan
khusus lainnya?
J. Pesan saya kepada para orang tua yang mempunyai anak bermasalah segeralah bawa ke
dokter spesialis anak dari situ mungkin dokter akan menyarankan ke psikiater/psikolog anak
dan cari informasi tentang terapi khusus untuk menangani anak yang berkebutuhan khusus,
tetapi jangan lupa orang tua juga harus ikut andil dalam penyembuhan anaknya dirumah,
karena guru hanya membantu di tempat terapi dan tanpa kerjasama antara orang tua siswa dan
guru tidak mungkin sukses dalam penyembuhan itu.
Wawancara Dengan Guru Pembimbing/Pengajar (Terapis)
336
Ibu Purwati
T. Sudah berapa anak/siswa yang anda tangani (pegang/ajar) selama ini? Tipe apa saja itu?
Siapakah anak yang tergolong hiperaktif?
J. Kira-kira jumlahnya ada 7 anak yaitu Autis klasik, autis, hiperaktif dan gangguan konsentrasi.
Yang tergolong hiperaktif itu ada dua anak yaitu Alvin dan Galih. Kalau Alvin mempunyai
gangguan autis dan hiperaktif, sedangkan Galih speech delayed (terlambat bicara) dan
hiperaktif.
T. Adakah perbedaan dalam menangani anak-anak itu (anak hiperaktif)? Bagaimana cara
menanganinya terutama saat pembelajaran ?
J. Ada. Karena Alvin mempunyai gangguan autis dan hiperaktif saya menekankan agar selalu
kontak mata dengan Alvin agar ia tidak mempunyai kesempatan untuk asyik dengan dunianya
sendiri (misalnya melamun atau sibuk dengan dirinya sendiri sehingga ia tidak menganggap
ada orang dihadapannya). Sedangkan untuk Galih karena dia mempunyai gangguan speech
delayed (terlambat bicara) dan hiperaktif saya menekankan pada bicara, bagaimana caranya
agar anak itu mau berbicara dan mau menirukan apa yang saya ucapan, sehingga ia
mengerti/maksud dari perintah saya tentunya ini harus dengan prompt.
T. Apa yang anda persiapkan terlebih dahulu sebelum mengajarkan anak hiperaktif?
J. Kami mempersiapkan program yang diberikan secara sistematis, alat peraga dan cara/konsep
membelajarkan anak hiperaktif.
T. Bagaimanakah cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas (langkah-langkah membelajarkan
anak hiperaktif) agar mereka menurut pada anda?
J. Disampaikan secara tegas, lugas dan setiap kali respon
yang diberikan oleh anak harus kita kasih reinforcer bisa
berupa imbalan/hadiah, applaus, tepuk tangan dan
acungan jempol.
T. Bahasa (bicara dengan anak hiperaktif) merupakan kendala utama dalam membelajarkan anak
hiperaktif, bagaimana cara anda mengatasinya agar proses belajar mengajar ini berjalan
dengan lancar?
J. Bicara dengan anak hiperaktif tidak boleh dengan bertele-tele harus singkat, tegas dan
bermakna, apabila ada bahasa yang tidak dimengerti oleh anak kita buatkan bentuk visualnya
yaitu gambar-gambar yang kita ibaratkan apa yang kita ucapkan.
T. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif harus dengan menggunakan alat bantu
pengajaran (media pembelajaran)? Media apa saja yang digunakan? Apakah media itu juga
dirancang (dibuat) sendiri?
337
J. Ya, media itu berupa kertas, gambar-gambar dikomputer yang dicetak, papan tulis dan bisa
dibuat dengan tangan. Media itu ada yanng sedikit dibeli dan banyak yang dibuat sendiri.
T. Selain media apakah juga menggunakan mainan dalam membelajarkan anak hiperaktif?
J. Ya, mainan juga digunakan untuk membelajarkan anak hiperaktif, karena mainan itu bukan
mainan biasa tetapi mainan edukatif yang tujuannya memang digunakan untuk belajar.
T. Mencakup apa saja pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) tersebut? Dan
dalam mata pelajaran apa saja menggunakan media visual (gambar) tersebut? Lalu bagaimana
cara membelajarkannya di kelas?
J. Gambar-gambar itu mencakup bidang: gambar-gambar yang ada dilingkungan
itu yaitu didalam rumah, diluar rumah, mengenal berbagai gambar yang kita
lihat dalam kehidupan sehari-hari yaitu gambar sayur-sayuran, buah-buahan,
binatang, alat transportasi dan berbagai hal yang belum mereka ketahui.
Dan hampir semua mata pelajaran menggunakan media visual, apakah itu bahasa
Indonesia ataupun matematika.
Cara membelajarkannya dikelas: gambar-gambar yang sudah kita dapatkan kita
potong-potong dalam bentuk kecil-kecil kemudian kita
sampaikan satu persatu di depan anak tanpa
distraksi/gambar lain, lalu kita tingkatkan tahap demi
tahap jumlah-jumlah apa yang kita berikan.
T. Mengapa media visual (gambar) itu sangat diperlukan/diutamakan dalam pembelajaran anak
hiperaktif, faktor apa saja yang mendukung penggunaan media visual (gambar) itu?
J. Media visual itu sangat diperlukan karena disamping anak ini hiperaktif ia juga kehilangan
konsentrasi, dan biasanya juga diimbangi dengan gangguan pemahaman bahasa yang teramat
dalam, nah apa yang tidak diketahui oleh anak hiperaktif kita visualkan lewat gambar-gambar
itu tadi, terus dengan gambar-gambar yang berwarna, anak akan jadi lebih tertarik untuk
melihat dan memperhatikan apa yang kita sampaikan.
T. Apakah kesulitan anda pertama kali dalam memperkenalkan anak pada suatu media visual
(gambar)?
J. Biasanya untuk pertama kalinya anak yang mengalami hiperaktifitas dalam penanganannya
anak pertama kali. Anak selalu dalam kondisi yang tidak tenang, sulit memperhatikan, lha
pada saat mau mengeluarkan alat peraga dan gambar itu tadi tidak diperkenankan
mengeluarkan banyak, tetapi harus satu terlebih dahulu, kemudian ditambah lagi sesuai
dengan kondisi dan perkembangan anak itu tadi.
338
T. Apakah ada faktor penghambat/kendala dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar)? Bagaimana cara mengatasinya?
J. Tidak ada, justru cara termudah untuk menyampaikan anak supaya mengerti adalah pakai
gambar visual.
T. Seperti yang anda jelaskan tadi bahwa apabila anak itu sulit untuk diajak belajar, salah satu
jalan harus disertai dengan pemberian hadiah untuk menarik minat mereka dalam belajar.
Apakah dengan pemberian hadiah itu tidak berakibat buruk bagi mereka nantinya, karena
kalau sudah terbiasa mereka pasti akan menagih janjinya dan tidak mau belajar sebelum minta
sesuatu, lalu bagaimana cara menghilangkan pemberian hadiah itu dan apakah ada cara lain
agar mereka mau belajar tanpa pemberian hadiah?
J. Tidak, itu tidak akan terjadi asal para terapis dan orang tua konsisten dengan apa yang kita
berikan, karena kita memberikan hadiah (reinforcer) pada anak karena mereka melakukan
respon baik dan itu akan kita berikan pada saat anak menjalani terapi pada awal penanganan,
tahap demi tahap, tengah pertengahan sesi pemberian hadiah mulai dikurangi, tidak
dihilangkan dan hadiah-hadiah itu dikurangi/diganti tidak berupa riil/benda, tetapi diganti
dengan pujian, tepuk tangan, ciuman, mungkin bahkan jika anak itu kepatuhannya sudah
mulai pulih, konsep perhatiannya sudah mulai membaik dan semuanya sudah mulai ada titik
kesembuhan, hadiah-hadiah itu bisa diganti dengan jalan-jalan/apa saja setelah proses
penanganan terapi.
T. Apakah anda juga menggunakan obat penenang sebelum mengajarkan pada mereka, yang
tentunya sesuai dengan anjuran dokter?
J. Ya, semua anak disini disamping penanganan terapi, kita bekerja sama dengan dokter untuk
menyembuhkan anak tersebut.
T. Apakah obat itu tidak mengganggu mereka dalam konsentrasi belajar (misalnya bisa
mengakibatkan anak itu mengantuk atau malah malas belajar)?
J. Tidak, justru obat tersebut sangat membantu mereka dalam berkonsentrasi
T. Bagaimana jika obat itu tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dalam menenangkan anak
hiperaktif, karena tingkat aktivitasnya yang tinggi?
J. Mungkin dengan menghubungi dokter untuk meningkatkan dosisnya.
T. Berkaitan dengan kehidupan sosialnya apakah anda juga mengamati bagaimana cara anak
hiperaktif itu bergaul dengan temannya sesama hiperaktif atau anak lain yang normal, apakah
ada banyak hambatan/kendala dalam mereka bergaul? Dan anda sebagai guru pembimbing
apa yang anda ajarkan berkaitan dengan sosialisasi anak hiperaktif agar anak itu bisa bergaul
seperti anak-anak lainnya dan tidak dijauhi oleh teman-temannya?
J. Ya, semua anak hiperaktif selalu kesulitan dalam bergaul karena tingkat aktivitasnya yang
sangat tinggi, hingga ia melakukan gerakan-gerakan itu ditempat lingkungan sosialnya, tidak
339
ada yang melakukan sama seperti anak itu tadi, sehingga kalau dilihat dari amatan awam anak
itu memang kelihatan berbeda, bukannya mereka disisihkan tetapi mereka memang tersisih,
salah sendiri karena melakukan kegiatan yang tidak sama dengan anak lain, mereka juga tidak
bisa melakukan interaksi dia juga kadang asyik dengan dirinya sendiri.
Selaku guru pembimbing/terapis kita berikan program sosialisasi dengan tahapan-tahapan
dengan tidak secara langsung dengan jumlah teman yang banyak diatas 5 orang tetapi
dibawah 5 mungkin bahkan bisa dimulai dari jumlah 2 orang dalam ruang lingkup yang
sempitbukan diarea luar rumah yang lebih luas, karena kondisi tingkat kehiperaktifitasannya
itu yang belum bisa ditempatkan diluar ruang sempit.
T. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif anda juga mengajak kerja sama orang tua
mereka untuk melanjutkan pembelajaran di rumah?
J. Ya di tempat terapi ini sangat membutuhkan kerja sama orang tua wali, karena disini
modalnya adalah sistem orang tua aktif, jika tidak aktif apa yang dihasilkan, apa yang
diharapkan tidak sesuai dengan harapan semua, mereka selaku orang tua dan kami selaku
terapis.
T. Selama anda mengajar disini apakah ada hambatan dalam mengajarkan anak hiperaktif? Dan
bagaimana cara memecahkan masalah itu?
J. Ada, hambatan kami dalam membelajarkan anak hiperaktif adalah jika anak itu memang
dalam proses penanganan dan baru beradaptasi dengan sistem pembelajaran yang baru kita
berikan.
Caranya kita mulai perkenalkan secara satu persatu dengan media visual (gambar-gambar)
dan tentunya harus diikuti dengan aktifnya orang tua di rumah.
T. Apakah anda dalam mengajarkan anak hiperaktif terutama Alvin dan Galih sudah dirasakan
cukup berhasil dalam membimbing mereka? Bagaimana perkembangannya sekarang?
J. Ya saya rasa sudah cukup berhasil. Buktinya sekarang Alvin sudah bisa dikendalikan
emosinya dan bisa mengikuti pelajaran dengan baik walaupun dia masih bingung
membedakan antara jantan dan betina tetapi dengan prompt akhirnya dia mengerti juga, dan
dia masih suka mengoceh sendiri yang tidak jelas arah tujuannya. Dan Galih kosa kata
bicaranya sudah mulai meningkat, walaupun dalam mengartikan gambar dengan dua kata ia
masih agak sulit.
T. Apakah pesan anda terhadap orang tua anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya dalam
membimbing/membelajarkan anak mereka di rumah?
J. Pesan saya kepada orang tua anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya jangan lupa untuk
selalu mengawasi mereka dimanapun anak itu berada, selalu memberikan yang terbaik dan
jangan lupa jika ada yang merasa putranya mengalami gangguan perkembangan cepat dibawa
ke ahlinya.
340
Ibu Endang Sulastri
T. Sudah berapa anak/siswa yang anda tangani (pegang/ajar) selama ini? Tipe apa saja itu?
Siapakah anak yang tergolong hiperaktif?
J. Disini saya menangani 2 siswa yang mempunyai tipe hiperaktif dan autis. Namanya Khusnul
Ma’Ali
T. Adakah perbedaan dalam menangani anak-anak itu (anak yang berbeda tipe)?
Bagaimana cara menangani anak yang hiperaktif terutama saat pembelajaran?
J. Ada. Dalam menangani anak hiperaktif kita berusaha untuk menenangkannya dengan cara
menatap mata si anak dan memegangi kedua tangannya agar tidak bergerak kesana kemari
sampai anak itu benar-benar bisa tenang.
T. Apa yang anda persiapkan terlebih dahulu sebelum mengajarkan anak hiperaktif?
J. Pertama alat pembelajarannya dulu kita persiapkan kemudian konsentrasi anak, setelah anak
mulai konsentrasi baru kita mulai pelajarannya sesuai dengan kurikulum yang sudah ada,
akan tetapi sebelum melanjutkan ke materi selanjutnya kita ulangi materi sebelumnya sekedar
untuk mengingatkannya kembali.
IV. T. Bagaimanakah cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas
(langkah-langkah membelajarkan anak hiperaktif) agar mereka menurut
pada anda?
J. Sebenarnya sih sama saja dalam menghadapi berbagai tipe anak berkebutuhan khusus, cuma
bagaimana cara/usaha kita menenangkan anak agar bisa konsentrasi dalam pelajaran.
� Pertama kita berusaha menenangkan mereka. Pegang kedua tangannya
dengan lembut, kemudian ajaklah untuk duduk diam. Hal ini penting
sekali untuk melatih anak disiplin dan berkonsentrasi pada satu pekerjaan.
� Setelah bisa duduk lebih lama, baru dimulai pembelajarannya sesuai
dengan kurikulum yang sudah ada, tetapi tidak semudah itu karena
ditengah-tengah pelajaran anak sudah mulai banyak gerak sehingga
konsentrasi buyar.
� Berilah pujian setiap anak berhasil melakukan sesuatu dengan benar.
Tujuannya untuk meningkatkan rasa percaya diri anak.
� Apabila anak sulit untuk diajarkan berilah dia iming-iming, seperti hadiah
untuk menarik minat mereka untuk belajar.
Jadi intinya dalam mengajarkan anak hiperaktif yaitu bagaimana anak itu bisa
konsensentrasi pada pelajaran.
341
T. Bahasa (bicara dengan anak hiperaktif) merupakan kendala utama dalam membelajarkan anak
hiperaktif, bagaimana cara anda mengatasinya agar proses belajar mengajar ini berjalan
dengan lancar?
J. Dengan menatap mata si anak dengan tanpa bicara berbelit-belit karena itu akan menyulitkan
anak untuk memahami perkataan kita.
T. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif harus dengan menggunakan alat bantu
pengajaran (media pembelajaran)? Media apa saja yang digunakan? Apakah media itu juga
dirancang (dibuat) sendiri?
J. Ya, karena itu sangat penting untuk menarik perhatian mereka dalam belajar. Salah satunya
yang paling penting disini adalah menggunakan media gambar. Kebanyakan gambar-gambar
itu dibuat sendiri entah itu kita ambil dari majalah-majalah/buku atau kita ambil dari komputer
yang kemudian dilaminating agar tidak cepat rusak/kotor.
T. Selain media apakah juga menggunakan mainan dalam membelajarkan anak hiperaktif?
J. Tentu saja ya, terutama mainan edukatif seperti puzzle, balok kayu, dlsb, karena ini penting
untuk mengasah kecerdasan mereka, kita jadi tahu sampai sejauh mana mereka kemampuan
mereka untuk menyelesaiannya.
T. Mencakup apa saja pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) tersebut? Dan
dalam mata pelajaran apa saja menggunakan media visual (gambar) tersebut? Lalu bagaimana
cara membelajarkannya di kelas?
J. Pembelajaran dengan menggunakan media visual
mencakup berhitung (mengenal angka), membaca
(mengenal huruf), mengenal nama-nama benda disekitar
kita dan aktifitas orang. Dan saya rasa semua mata
pelajaran menggunakan media visual itu. Cara
membelajarkannya sesuai dengan kurikulum kita
ajarkan/perkenalkan dari gambar yang sederhana sampai
gambar yang rumit, mungkin adik nanti bisa lihat cara
membelajarkan anak hiperaktif dikelas dan kalau untuk
lebih jelasnya lagi bisa melihat di buku Pelatihan
Tatalaksana Perilaku (Metode Lovaas) dan COMPIC
disitu lengkap sudah ada kurikulumnya dan cara
pembelajarannya.
T. Mengapa media visual (gambar) itu sangat diperlukan/diutamakan dalam pembelajaran anak
hiperaktif, faktor apa saja yang mendukung penggunaan media visual (gambar) itu?
342
J. Karena anak hiperaktif juga mempunyai gangguan pemahaman dalam bahasa kemungkinan
dengan menggunakan media visual akan mempermudah /membantu kita dalam
berkomunikasi/berinteraksi. Lalu dengan gangguan konsentrasi dalam belajar dan tingkat
keaktifannya itu memungkinkan penggunaan media visual itu akan lebih menarik minat
mereka dalam belajar.
T. Apakah kesulitan anda pertama kali dalam memperkenalkan anak pada suatu media visual
(gambar)?
J. Kesulitannya adalah apabila kita memperkenalkan pada gambar yang terlihat asing bagi
mereka, dengan tingkahnya yang tidak bisa diam dan konsentrasinya yang mudah pudar, kita
harus berusaha mengulangi sampai benar-benar anak itu tahu/memahami.
T. Apakah ada faktor penghambat/kendala dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar)? Bagaimana cara mengatasinya?
J. Tidak ada
T. Seperti yang anda jelaskan tadi bahwa apabila anak itu sulit untuk diajak belajar, salah satu
jalan harus disertai dengan pemberian hadiah untuk menarik minat mereka dalam belajar.
Apakah dengan pemberian hadiah itu tidak berakibat buruk bagi mereka nantinya, karena
kalau sudah terbiasa mereka pasti akan menagih janjinya dan tidak mau belajar sebelum minta
sesuatu, lalu bagaimana cara menghilangkan pemberian hadiah itu dan apakah ada cara lain
agar mereka mau belajar tanpa pemberian hadiah?
J. Benar, untuk itu sedikit demi sedikit kita harus menghilanginya/menggantinya karena
reiforcer itu kan tidak harus berupa benda riil tetapi bisa berupa pujian, tepuk tangan dll.
T. Apakah anda juga menggunakan obat penenang sebelum mengajarkan pada mereka, yang
tentunya sesuai dengan anjuran dokter?
J. Tidak pasti, tergantung dari kondisi anak apakah anak itu mudah ditangani atau tidak.
T. Apakah obat itu tidak mengganggu mereka dalam konsentrasi belajar (misalnya bisa
mengakibatkan anak itu mengantuk atau malah malas belajar)?
J. Tidak ya, karena itu obat penenang (konsentrasi)
T. Bagaimana jika obat itu tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dalam menenangkan anak
hiperaktif, karena tingkat aktivitasnya yang tinggi?
J. Sesuai dengan petunjuk dokter, mungkin orang tua diminta konsultasi dengan dokter.
T. Berkaitan dengan kehidupan sosialnya apakah anda juga mengamati bagaimana cara anak
hiperaktif itu bergaul dengan temannya sesama hiperaktif atau anak lain yang normal, apakah
ada banyak hambatan/kendala dalam mereka bergaul? Dan anda sebagai guru pembimbing
apa yang anda ajarkan berkaitan dengan sosialisasi anak hiperaktif agar anak itu bisa bergaul
seperti anak-anak lainnya dan tidak dijauhi oleh teman-temannya?
343
J. Ya, terutama kendalanya dalam berkomunikasi, tetapi itu tidak penting, bagi anak kecil
asalkan bisa diajak bermain mereka akan enjoy aja. Dan kami disini sebagai terapis
memberikan program sosialisasi dimulai dari ruang lingkup yang kecil.
T. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif anda juga mengajak kerja sama orang tua
mereka untuk melanjutkan pembelajaran di rumah?
J. Tentu saja, hal itu sangat penting untuk mengetahui perkembangan si anak.
T. Selama anda mengajar disini apakah ada hambatan dalam mengajarkan anak hiperaktif? Dan
bagaimana cara memecahkan masalah itu?
J. Pasti ada, salah satunya apabila anak itu sulit untuk berkonsentrasi. Perhatian anak dalam
belajar kadang belum dapat bertahan untuk waktu yang lama dan masih berpindah pada
obyek/kegiatan lain yang lebih menarik bagi anak. Hal inilah yang dapat mengakibatkan
waktu pembelajaran terbuang dengan sia-sia, karena hanya cukup untuk menenangkan anak
saja.
Dan biasanya yang kami lakukan adalah:
� Waktu untuk belajar bagi anak ditingkatkan secara bertahap
� Kegiatan dibuat semenarik mungkin, dan bervariasi
� Istirahat sebentar kemudian dilanjutkan kembali, dimaksudkan untuk mengurangi
kejenuhan pada anak.
T. Apakah anda dalam mengajarkan anak hiperaktif (Khusnul Ma’Ali) sudah dirasakan cukup
berhasil dalam membimbing mereka? Bagaimana perkembangannya sekarang?
J. Saya rasa bisa dibilang cukup berhasil. Terbukti dengan hiperaktifitasnya mulai berkurang,
sudah bisa berkonsentrasi dan dapat diajak komunikasi. Dan dalam pelajaran tidak ada
kendala, dia bisa mengikuti dengan baik, walaupun awalnya ia agak kesulitan membedakan
bentuk lingkaran dan oval.
T. Apakah pesan anda terhadap orang tua anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya dalam
membimbing/membelajarkan anak mereka di rumah?
J. Diharapkan apa yang dipelajari di tempat terapi diulang lagi dirumah.
Ibu Yuliana Wijayanti
T. Sudah berapa anak/siswa yang anda tangani (pegang/ajar) selama ini? Tipe apa saja itu?
Siapakah anak yang tergolong hiperaktif?
J. Disini saya mengajar dua orang siswa dan semuanya hiperaktif, yaitu Anis dan Martika.
Kalau Anis mempunyai gangguan speech delayed (terlambat bicara) dan hiperaktif sedangkan
Martika mempunyai gangguan normal hiperaktif (hiperaktif ringan) dan kurang konsentrasi.
T. Adakah perbedaan dalam menangani anak-anak itu? Bagaimana cara menanganinya terutama
saat pembelajaran?
344
J. Ada, tapi keduanya mudah diatur koq. Hanya saja kalau Anis, dalam menyampaikan kita lebih
mempertajam bahasa kita agar dia lebih memahami maksud dari ucapan/perintah kita.
Sedangkan untuk Martika kita lebih mengkonsentrasikan anak itu pada tugas yang kita
berikan, karena memang anak itu seringkali mengabaikan tugas yang kita berikan dan tidak
jarang dalam kita menyampaikan perintah harus diulang-ulang.
T. Apa yang anda persiapkan terlebih dahulu sebelum mengajarkan anak hiperaktif?
J. Yang pertama kita siapkan adalah media pembelajarannya dulu, materi pembelajarannya,
siswanya dalam berkonsentrasi, baru kita mulai kegiatan belajar mengajar dan tidak memberi
waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri
T. Bagaimanakah cara membelajarkan anak hiperaktif di kelas (langkah-langkah membelajarkan
anak hiperaktif) agar mereka menurut pada anda?
J. Yang dilakukan adalah menyuruh anak untuk duduk dan memusatkan perhatian mereka dengan
menatap mata anak dan memegang kedua tangannya, setelah anak diam beberapa lama baru
kita mulai pembelajarannya.
T. Bahasa (bicara dengan anak hiperaktif) merupakan kendala utama dalam membelajarkan anak
hiperaktif, bagaimana cara anda mengatasinya agar proses belajar mengajar ini berjalan
dengan lancar?
J. Bicara dengan anak hiperaktif harus tegas dan jelas, apabila ada yang tidak dimengerti oleh
anak kita gunakan gambar untuk membantu kita dalam berkomunikasi/berinteraksi.
T. Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif harus dengan menggunakan alat bantu
pengajaran (media pembelajaran)? Media apa saja yang digunakan? Apakah media itu juga
dirancang (dibuat) sendiri?
J. Ya, kebanyakan media itu adalah media visual gambar yang dibuat sendiri.
T. Selain media apakah juga menggunakan mainan dalam membelajarkan anak hiperaktif?
J. Ya, tentunya mainan edukatif
T. Mencakup apa saja pembelajaran dengan menggunakan media visual (gambar) tersebut? Dan
dalam mata pelajaran apa saja menggunakan media visual (gambar) tersebut? Lalu bagaimana
cara membelajarkannya di kelas?
J. Hampir semua dalam membelajarkan anak hiperaktif
dengan menggunakan media visual (gambar) terutama
dalam mengenalkan suatu benda atau hal lain dalam
membimbing anak untuk melakukan sesuatu. Cara
pembelajarannya dengan bertahap dimulai dari yang
mudah/sederhana sampai ke yang rumit sesuai dengan
kurikulum yang sudah ada.
345
T. Mengapa media visual (gambar) itu sangat diperlukan/diutamakan dalam pembelajaran anak
hiperaktif, faktor apa saja yang mendukung penggunaan media visual (gambar) itu?
J. Untuk membimbing anak dalam memahami sesuatu baik itu dalam memahami suatu benda
atau ucapan.
T. Apakah kesulitan anda pertama kali dalam memperkenalkan anak pada suatu media visual
(gambar)?
J. Kesulitannya yaitu pada awal-awalnya anak mulai ditangani. Tidak hanya memperkenalkan
pada suatu media tapi untuk mulai pembelajarannya saja itu sulit, sehingga waktu dua jam itu
hanya digunakan untuk menenangkan anak.
T. Apakah ada faktor penghambat/kendala dalam membelajarkan anak hiperaktif dengan
menggunakan media visual (gambar)? Bagaimana cara mengatasinya?
J. Tidak ada, justru cara yang paling mudah dalam menyampaikan materi pelajaran adalah
menggunakan media visual (gambar) bahkan media ini sangat membantu kita dalam
berkomunikasi pada anak.
T. Seperti yang anda jelaskan tadi bahwa apabila anak itu sulit untuk diajak belajar, salah satu
jalan harus disertai dengan pemberian hadiah untuk menarik minat mereka dalam belajar.
Apakah dengan pemberian hadiah itu tidak berakibat buruk bagi mereka nantinya, karena
kalau sudah terbiasa mereka pasti akan menagih janjinya dan tidak mau belajar sebelum minta
sesuatu, lalu bagaimana cara menghilangkan pemberian hadiah itu dan apakah ada cara lain
agar mereka mau belajar tanpa pemberian hadiah?
J. Tidak, karena hadiah itu tidak hanya berupa benda, tetapi bisa diganti dengan pujian, tepuk
tangan, ciuman.
T. Apakah anda juga menggunakan obat penenang sebelum mengajarkan pada mereka, yang
tentunya sesuai dengan anjuran dokter?
J. Tergantung dari kondisi anak, apakah anak itu mudah untuk diatasi ataukah sulit untuk
diatasi/ditenangkan untuk konsentrasi.
T. Apakah obat itu tidak mengganggu mereka dalam konsentrasi belajar (misalnya bisa
mengakibatkan anak itu mengantuk atau malah malas belajar)?
Tidak, justru obat tersebut sangat membantu mereka dalam berkonsentrasi
T. Bagaimana jika obat itu tidak mempunyai pengaruh sedikitpun dalam menenangkan anak
hiperaktif, karena tingkat aktivitasnya yang tinggi?
Kita akan menghubungi dokter untuk diminta meningkatkan dosisnya.
Berkaitan dengan kehidupan sosialnya apakah anda juga mengamati bagaimana
cara anak hiperaktif itu bergaul dengan temannya sesama hiperaktif atau anak
lain yang normal, apakah ada banyak hambatan/kendala dalam mereka
346
bergaul? Dan anda sebagai guru pembimbing apa yang anda ajarkan berkaitan
dengan sosialisasi anak hiperaktif agar anak itu bisa bergaul seperti anak-anak
lainnya dan tidak dijauhi oleh teman-temannya?
J. Ya, terutama kendalanya dalam berkomunikasi dan dalam ia bersikap, mungkin ia cenderung
asik dengan dunianya sendiri/permainannya sendiri. Disini kami mencoba untuk mengajarkan
sosialisasi pada anak dimulai dengan kelompok kecil anatara 2-3 orang disitu kita mengamati
tingkah anak sambil mungkin diadakan suatu permainan.
Apakah dalam membelajarkan anak hiperaktif anda juga mengajak kerja sama
orang tua mereka untuk melanjutkan pembelajaran di rumah?
J. Ya itu pasti orang tua harus aktif dalam membelajarkan anaknya dirumah, untuk itu lembar
penilaian selalu dibawa pulang tujuannya agar orang tua mengulang apa yang diajarkan
diterapi, sehingga orang tua dan kita sebagai terapis bisa mengetahui perkembangan si anak
baik dirumah maupun ditempat terapi.
T. Selama anda mengajar disini apakah ada hambatan dalam mengajarkan anak hiperaktif? Dan
bagaimana cara memecahkan masalah itu?
J. Ada, terutama dalam mengendalikan anak untuk belajar, banyak sekali
masalah yang ditimbulkan si anak, baik itu masalah perilaku maupun emosi
anak yang tidak stabil
Cara mengatasinya:
� Memberikan reinforcement.
� Tidak memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri
� Menyiapkan kegiatan yang menarik dan positif
� Menciptakan situasi yang kondusif bagi anak, tidak menyakiti diri.
Sedangkan apabila emosi anak dalam keadaan tidak stabil, misalnya: menangis, berteriak,
tertawa tanpa sebab yang jelas, memberontak, mengamuk, destruktif, tantrum dsb.
Maka cara mengatasinya:
� Berusaha mencari dan menemukan penyebabnya
� Berusaha menenangkan anak dengan cara tetap bersikap tenang
� Setelah kondisi emosinya mulai membaik, kegiatan dapat dilanjutkan.
T. Apakah anda dalam mengajarkan anak hiperaktif sudah dirasakan cukup berhasil dalam
membimbing mereka? Bagaimana perkembangannya sekarang?
J. Alhamdulillah cukup berhasil. Terbukti kalau Anis sudah bisa bicara walaupun cedal dan
dalam membaca hurufnya ada yang dihilangkan seperti biru menjadi bi u, putih menjadi uti,
kotak menjadi otak tetapi dia cukup pintar terbukti kalau nilai-nilainya itu baik. Dan untuk
347
Martika walaupun dia kurang konsentrasi dalam belajar dan penangkapannya itu kurang tetapi
dengan ketelatenan dan pembelajaran yang berulang-ulang hasilnyapun cukup memuaskan.
T. Apakah pesan anda terhadap orang tua anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya dalam
membimbing/membelajarkan anak mereka di rumah?
J. Pesan saya kepada orang tua yang mempunyai anak hiperaktif/berkebutuhan khusus lainnya
usahakan untuk membimbing anaknya di rumah dengan tegas dan disiplin.
Wawancara Dengan Orang Tua Siswa
Ibu Nur
T. Sejak kapan anda mengetahui anak anda hiperaktif?
J. Sejak usia mendekati 2 tahun
T. Apa yang meyakinkan anda bahwa anak anda tergolong hiperaktif?
J. Dari gerakan-gerakannya, perilakunya, kontak matanya, jam kurang tidur dan yang tambah
yakin dari kami adalah dari diagnosa dokter.
V. T. Anak nomor berapa yang hiperaktif itu?
J. Anak pertama
T. Apakah dia mempunyai saudara? Berapa jumlahnya?
J. Punya, ada 3
T. Apakah anda membedakan anak anda yang hiperaktif dengan saudara-saudaranya yang lain?
J. Ya
T. Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam berkomunikasi terutama dalam mengucapkan
kata-kata (berbicara), mulai kapan anak anda yang hiperaktif itu berbicara dan
mengikuti/menirukan siapa?
J. Ya, kalau nggak salah usia 4,5 tahun, tidak ada yang dia tirukan, dia mengoceh sendiri
T. Sebelum anak anda dibawa ke tempat terapi apa yang sudah anda lakukan dalam menangani
anak anda? Apakah cara ini berhasil?
J. Kami waktu itu tidak tahu apa yang harus kami lakukan, lalu kami mencari petunjuk seorang
dokter untuk dibawa kemana anak saya yang mengalami gangguan perkembangan ini, oleh
dokter kami dianjurkan untuk dibawa ke pusat terapi khusus untuk menangani anak
bermasalah, khususnya hiperaktif/autisma.
T. Apakah anda sering mengikuti seminar-seminar/pelatihan khusus menangani anak hiperaktif?
J. Ya, sering.
T. Darimana anda tahu bahwa disini adalah tempat terapi anak berkebutuhan khusus?
J. Dari koran.
T. Umur berapa anak anda diterapi disini?
348
J. Umur 4,5 tahun
T. Apakah disamping anak anda diterapi disini, dirumah anda juga meluangkan waktu untuk
membimbing dia seperti yang diajarkan di tempat terapi?
J. Ya saya selaku orang tua selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan mengajari anak
saya.
T. Apakah dirumah juga disediakan tempat khusus untuk belajar baik itu ruangan, meja kursi ,
alat/media pembelajaran dan mainan?
J. Ya, kami menyediakan fasilitas lengkap untuk anak kami yang mempunyai gangguan
perkembangan autis dan hiperaktif ini.
T. Apakah selama anda mengajarkan dirumah ada hambatan-hambatan/ kendala? Bagaimana cara
memecahkan/mengatasinya?
J. Ada, anak cenderung lebih tidak konsentrasi, manja karena diajari oleh orang tuanya sendiri di
rumah, dan kami cara mengatasinya adalah kami tetap harus konsisten untuk mengajarinya
pada jam yang sudah ditentukan.
T. Apakah disamping terapi anda juga membawa anak anda ke dokter dan menggunakan obat
penenang dalam mengatasi anak hiperaktif tentunya sesuai dengan resep dokter? Apakah hal
ini juga anda konsultasikan dengan guru/kepala dari sekolah khusus anak hiperaktif?
J. Ya, kami selalu konsultasi dan berobat ke dokter setiap 2 bulan sekali.
Ya tentu, karena ini berhubungan dengan perkembangan anak kami maka kami harus bekerja
sama dengan terapis dan dokter.
T. Apakah ada perubahan sikap dari anak anda selama diterapi dan bagaimana hasilnya?
J. Perubahannya memang sangat mencolok sekali, buktinya anak saya sekarang sudah sembuh
dan baik, perkembangan bicaranya dia sudah bisa menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
dalam bentuk kalimat, berinisiatif untuk mengungkapkan keinginannya/pendapatnya sendiri.
T. Apakah anda juga memperhatikan makanan yang dimakan anak anda sesuai dengan anjuran
dokter dan guru ditempat terapi bahwa ada makanan yang harus dihindarkan/dijauhkan dari
anak hiperaktif?
J. Ya kami memperhatikan sekali pola makanan yang dikonsumsi oleh anak kami.
T. Kita tahu bahwa kebanyakan makanan yang dijual terbuat dari bahan yang dilarang untuk
dimakan anak hiperaktif , lalu bagaimana anda menyikapinya dan bagaimana jika anak anda
merengek minta dibelikan makanan itu?
J. Yang kami lakukan kami membiasakan dulu dengan masakan-masakan/makanan-makanan
yang kami buat sendiri, jika anak kami menangis minta dibelikan makanan kami selaku orang
tua adalah memberi pengertian bahwa makanan itu tidak boleh agar cepat sembuh.
T. Dengan adanya makanan yang dilarang untuk anak hiperaktif apakah di dalam keluarga anda
juga diterapkan hal yang serupa agar tidak “ngiming-ngimingi” anak anda yang hiperaktif?
349
J. Ya, sekeluarga alangkah baiknya memang mendukung dan keluarga kami juga mendukung,
karena memang ada satu anak yang bermasalah dari keluarga kami sehingga keluarga yang
lainpun harus tahu bahwa ada saudaranya yang tidak boleh makan makanan itu, jadi harus
menghormatinya, jadi kalau ingin makan makanan yang dibeli di luar makanannya harus
ngumpet.
T. Adakah kendala/hambatan-hambatan pada diri anak anda dalam bersosialisasi (bergaul) baik
itu dengan orang dewasa atau teman sebayanya, terutama dengan anggota keluarga yang
lainnya?
J. Hambatan-hambatan itu ada pada awal sebelum penanganan tetapi setelah terjadi penanganan
anak kami sudah mulai berinteraksi, sudah sembuh, sudah pulih dan bergaul dengan siapa
saja.
T. Apakah pesan anda pada para orang tua lainnya yang mempunyai anak hiperaktif?
J. Pesan saya pada orang tua yang mempunyai anak hiperaktif tolong bahwa tiap anak
mempunyai hak yang sama, hak pendidikan yang sama dengan anak yang tidak mempunyai
gangguan perkembanngan, tolong masukkanlah ke tempat-tempat terapi karena disitulah
tempatnya dan penanganan yang tepat agar anak anda menjadi manusia yang berguna,
menjadi seorang anak yang anda inginkan dan anak itu inginkan.
Ibu Utami
T. Sejak kapan anda mengetahui anak anda hiperaktif?
J. Kurang lebih berumur 2 tahun.
T. Apa yang meyakinkan anda bahwa anak anda tergolong hiperaktif?
J. Karena anak itu banyak gerak dan sulit diatur.
VI. T. Anak nomor berapa yang hiperaktif itu?
J. Anak no.2
T. Apakah dia mempunyai saudara? Berapa jumlahnya?
J. Ya, ada 2 orang.
T. Apakah anda membedakan anak anda yang hiperaktif dengan saudara-saudaranya yang lain?
J. Tidak, tapi mungkin anak saya yang hiperaktif ini lebih diperhatikan lagi.
T. Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam berkomunikasi terutama dalam mengucapkan
kata-kata (berbicara), mulai kapan anak anda yang hiperaktif itu berbicara dan
mengikuti/menirukan siapa?
J. Ya, dia berbicara sejak dia mulai mengoceh tapi bicaranya itu tidak jelas sampai akhirnya
saya bawa ke tempat terapi ini.
T. Sebelum anak anda dibawa ke tempat terapi apa yang sudah anda lakukan dalam menangani
anak anda? Apakah cara ini berhasil?
J. Sebelumnya saya bawa kedokter kemudian oleh dokter disuruh dibawa ke tempat terapi.
350
T. Apakah anda sering mengikuti seminar-seminar/pelatihan khusus menangani anak hiperaktif?
J. Dulu sih tidak pernah, tetapi setelah anak saya mulai diterapi, demi perkembangan dan
kesembuhan anak saya setiap ada seminar/pelatihan tentang anak bermasalah saya berusaha
untuk mengikutinya.
T. Darimana anda tahu bahwa disini adalah tempat terapi anak berkebutuhan khusus?
J. Dari teman saya yang juga mempunyai anak seperti saya.
T. Umur berapa anak anda diterapi disini?
J. Umur 5 tahun
T. Apakah disamping anak anda diterapi disini, dirumah anda juga meluangkan waktu untuk
membimbing dia seperti yang diajarkan di tempat terapi?
J. Ya saya berusaha untuk meluangkan waktu untuk membelajarkannya dirumah.
T. Apakah dirumah juga disediakan tempat khusus untuk belajar baik itu ruangan, meja kursi ,
alat/media pembelajaran dan mainan?
J. Ya.
T. Apakah selama anda mengajarkan dirumah ada hambatan-hambatan/ kendala? Bagaimana cara
memecahkan/mengatasinya?
J. Ya, mungkin karena diajarkan sendiri oleh orang tuanya jadi anak itu menjadi manja dan sulit
konsentrasi akibatnya saya selalu memberikan obat penenang sebelum mengajarkan anak saya
di rumah.
T. Apakah disamping terapi anda juga membawa anak anda ke dokter dan menggunakan obat
penenang dalam mengatasi anak hiperaktif tentunya sesuai dengan resep dokter? Apakah hal
ini juga anda konsultasikan dengan guru/kepala dari sekolah khusus anak hiperaktif?
J. Ya, karena sebelum dibawa ke tempat terapi saya merujuk ke dokter, dan dari tempat terapi
sendiri juga menyarankan untuk berkonsultasi dengan dokter.
T. Apakah ada perubahan sikap dari anak anda selama diterapi dan bagaimana hasilnya?
J. Banyak sekali dan hasilnya cukup memuaskan walaupun itu memerlukan waktu yang cukup
lama, mulai dari dia sudah bisa diajak berkomunikasi, perilakunya sudah mulai bisa
dikendalikan, dan tidak seaktif dulu.
T. Apakah anda juga memperhatikan makanan yang dimakan anak anda sesuai dengan anjuran
dokter dan guru ditempat terapi bahwa ada makanan yang harus dihindarkan/dijauhkan dari
anak hiperaktif?
J. Ya
T. Kita tahu bahwa kebanyakan makanan yang dijual terbuat dari bahan yang dilarang untuk
dimakan anak hiperaktif , lalu bagaimana anda menyikapinya dan bagaimana jika anak anda
merengek minta dibelikan makanan itu?
351
J. Selama ini saya mengajarkan pada anak-anak saya untuk tidak membiasakan jajan diluar
rumah, apalagi setelah mengetahui anak saya ada yang bermasalah, saya mencoba untuk
membuat makanan sendiri sesuai dengan anjuran dokter. Jadi tidak anak saya yang
bermasalah saja yang diet tetapi semua anggota keluarga ikut diet. Setelah dipikir-pikir itu
baik juga untuk semuanya.
T. Dengan adanya makanan yang dilarang untuk anak hiperaktif apakah di dalam keluarga anda
juga diterapkan hal yang serupa agar tidak “ngiming-ngimingi” anak anda yang hiperaktif?
J. Ya, apabila disitu ada yang ingin makan saya suruh menghindar, tidak di depan anak saya
yang hiperaktif.
T. Adakah kendala/hambatan-hambatan pada diri anak anda dalam bersosialisasi (bergaul) baik
itu dengan orang dewasa atau teman sebayanya, terutama dengan anggota keluarga yang
lainnya?
J. Kalau dengan teman sebaya sih enggak, karena anak kecil itu kan nggak tahu apa-apa asal
bisa diajak bermain mereka senang saja, tetapi kalau dengan orang dewasa kendalanya dalam
berkomunikasi, untuk itu peran anggota keluarga juga sangat penting dalam mengajarkan dia
berkomunikasi.
T. Apakah pesan anda pada para orang tua lainnya yang mempunyai anak hiperaktif?
J. Saya sarankan kepada orang tua yang mempunyai anak bermasalah seperti saya ini untuk
dibawa ke dokter anak atau ke psikiater anak, mungkin dari situ akan merujuk ke tempat
terapi. Dan dalam proses terapi jangan lupa anak juga diterapi dirumah untuk itu sebagai
orang tua kita harus sabar dalam menghadapi anak.
HASIL DOKUMENTASI
PEMBELAJARAN ANAK HIPERAKTIF
352
Wawancara dengan Kepala Terapi Pemusatan perhatian pada anak
Melabel nama buah Menulis huruf
Menulis angka Menunjuk angka
353
Belajar Menabung
Menyebutkan nama binatang
Melabel Angka
Melabel warna
Mencocokkan benda Pemberian reinforcer (hadiah) berupa
krupuk
354
MACAM-MACAM
MEDIA VISUAL (GAMBAR)
Melabel nama binatang Pemberian reinforcer (pujian)
Membaca suku kata Menyelesaikan mainan puzzle
Belajar membaca
355
Gambar alat transportasi Gambar benda dengan jumlah yang lebih
banyak
Gambar warna Gambar angka
Gambar buah-buahan Gambar huruf
356
Gambar aktivitas orang (kata kerja)
Gambar arah jarum jam Gambar nama benda
Gambar suku kata
Gambar aktivitas orang secara bertahap Gambar aktivitas orang secara bertahap
357
PEDOMAN KURIKULUM
Kemampuan Mengikuti
Tugas/Pelajaran
1. Duduk mandiri di kursi
2. Kontak mata saat dipanggil “Galih”
3. Kontak mata ketika diberi perintah
“Lihat [(ke) sini]”
4. Berespons terhadap arahan “Tangan ke
bawah”
Kemampuan Imitasi (Meniru)
1. Imitasi gerakan motorik kasar
2. Imitasi tindakan (aksi) terhadap benda
3. Imitasi gerakan motorik halus
4. Imitasi gerakan motorik mulut
Kemampuan Bahasa Reseptif
1. Mengikuti perintah sederhana (satu-
tahap)
Macam-macam mainan edukatif
“Been Back”
Alat untuk mengurangi hiperaktifitas pada anak
358
2. Identifikasi bagian-bagian tubuh
3. Identifikasi benda-benda
4. Identifikasi gambar-gambar
5. Identifikasi orang-orang dekat
(familier)/anggota keluarga 6. Mengikuti perintah kata kerja
7. Identifikasi kata-kata kerja pada
gambar
8. Identifikasi benda-benda di lingkungan
9. Menunjuk gambar-gambar dalam buku
10. Identifikasi benda-benda menurut
fungsinya
11. Identifikasi kepemilikan
12. Identifikasi suara-suara di lingkungan
Kemampuan Bahasa
Ekspresif
1. Menunjuk sesuatu yang diingini
sebagai respons dari “Mau apa?”
2. Menunjuk secara spontan benda-benda
yang diingini
3. Imitasi suara dan kata
4. Menyebutkan (melabel) benda-benda
5. Menyebutkan (melabel) gambar-
gambar 6. Mengatakan (secara verbal) benda-
benda yang diinginkan
7. Menyatakan atau dengan isyarat “ya”
dan “tidak” untuk sesuatu yang disukai
(diingini) dan yang tidak disukai (tidak
diingini)
8. Menyebutkan (melabel) orang-orang dekat (familier)/anggota keluarga
9. Membuat pilihan
10. Saling menyapa
11. Menjawab pertanyaan-pertanyaan
sosial
12. Menyebutkan (melabel) kata kerja di
gambar, orang lain, dan diri sendiri
13. Menyebutkan (melabel) kata kerja di
gambar, orang lain dan diri sendiri
14. Menyebutkan (melabel) benda sesuai
fungsinya
15. Menyebutkan (melabel) kepemilikan
Kemampuan Pre-Akademik
1. Mencocokkan
2. Benda-benda yang identik
3. Gambar-gambar yang identik
4. Benda dengan gambar
5. Warna, bentuk, huruf, angka
6. Benda-benda yang non-identik
7. Asosiasi (hubungan) antara berbagai
benda 8. Menyelesaikan aktivitas sederhana
secara mandiri
9. Identifikasi warna-warna
10. Identifikasi berbagai bentuk
11. Identifikasi huruf-huruf
12. Identifikasi angka-angka
13. Menyebut (menghafal) angka 1 sampai
10
14. Menghitung benda-benda
Kemampuan Bantu-diri
1. Minum dari gelas
2. Makan dengan menggunakan sendok
dan garpu
3. Melepas sepatu
4. Melepas kaos kaki
5. Melepas celana
6. Melepas baju
7. Menggunakan serbet/tissue
8. Toilet-training untuk buang air kecil
359
LEMBAR PENILAIAN
Kategori : ……………………………………………………………………..
Instruksi : ……………………………………………………………………..
Respon Benar : ……………………………………………………………………..
Catatan :
1. Masing-masing terapis menggunakan ball point dengan warna tinta yang berbeda. Sehingga
mudah terlihat berapa kali seorang terapi telah melakukan suatu aktivitas, dan mudah
dievaluasi sudah berapa kali seorang (dan keseluruhan) terapis telah mendapatkan nilai A
(achieved). Juga mudah dievaluasi terapis (atau waktu-waktu tertentu) yang mana yang selalu
mendapat P atau A.
2. Suatu aktivitas dinyatakan telah dikuasai anak bila memenuhi kriteria 3 x 3 A. Yaitu 3 terapis
pada 3 session (kesempatan/waktu belajar) yang berbeda-beda secara berurutan memperoleh
nilai A (yaitu berturut-turut 3 instruksi pertama mendapat 3 respons yang benar semua).
Bila suatu aktivitas telah mendapatkan 3 x 3 A, aktivitas tersebut dimasukkan
ke dalam program dan lembar penilaian.
3. Bila dalam 3 instruksi pertama berturut-turut, 1/lebih respons salah, dinilai P. Dapat juga
digunakan kode misalnya APP, AAP (bila AAA cukup ditulis dengan A saja), atau P+, P++,
atau A-, A- -, dan lain-lain (sesuai kesepakatan seluruh terapis dan orang tua, tetapi harus
konsisten).
Hal ini dapat dikerjakan dengan tujuan untuk membedakan apakah anak
memang benar-benar belum bisa atau sudah mulai /sesekali bisa atau bisa
dengan prompt setengah/sebagian/ringan.
4. Bila dalam 1 session seorang terapis melakukan suatu aktivitas lebih dari satu siklus, untuk
pencatatannya tanggal ditulis hanya sekali dan bagian tanggal berikutnya dicoret supaya
mudah terlihat dan mudah dievaluasi.
360
Yang dimaksud satu siklus yaitu pada instruksi #1 dan #2 anak tidak berespons atau berespons
salah, kemudian dengan instruksi #3 + prompot, kemudian imbalan.