2.1. Good Corporate Governance - BINA NUSANTARAlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/Bab...

28
11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Good Corporate Governance 2.1.1 Definisi Good Corporate Governance Menurut Organization for Economic Coorperation and Development (OECD) yang dimaksud dengan good corporate governance adalah: “Struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja”. Definisi corporate governance menurut FCGI, adalah: “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan”. Jika kondisi good corporate governance dapat dicapai dengan baik, maka akan terwujud negara yang bersih dan responsif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa corporate governance merupakan sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham serta mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan seperti, kreditur, supplier, asosiasi bisnis, konsumen, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas (Hidayah: 2008).

Transcript of 2.1. Good Corporate Governance - BINA NUSANTARAlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/Bab...

11  

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Good Corporate Governance

2.1.1 Definisi Good Corporate Governance

Menurut Organization for Economic Coorperation and Development (OECD)

yang dimaksud dengan good corporate governance adalah:

“Struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris, dan manajer menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja”.

Definisi corporate governance menurut FCGI, adalah:

“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan”.

Jika kondisi good corporate governance dapat dicapai dengan baik, maka

akan terwujud negara yang bersih dan responsif. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa corporate governance merupakan sistem dan struktur yang baik untuk

mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham serta

mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan seperti,

kreditur, supplier, asosiasi bisnis, konsumen, karyawan, pemerintah dan masyarakat

luas (Hidayah: 2008).

12  

2.1.2. Tujuan Good Corporate Governance

Tujuan good corporate governance yang dinyatakan oleh Aldridge dan Sutojo

(2005:5) adalah :

1. Melidungi hak dan kepentingan pemegang saham.

The Indonesian Code for Good Corporate Governance (ICGCG)

menetapkan ketentuan bahwa hak dan kepentingan para pemegang saham

perusahaan wajib dilindungi. Termasuk dalam hak para pemegang saham,

menurut ICGCG adalah (1) Menghadiri rapat umum pemegang saham dan

mengeluarkan pendapat (vote) tentang keputusan – keputusan rapat,

(2)Memperoleh informasi tentang perusahaan secara regular dan tepat

waktu, (3) Secara proposional sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki,

menerima deviden.

2. Melindungi hak dan kepentingan para stakeholder non – pemegang saham.

ICGCG juga menganjurkan perusahaan melindungi hak dan kepentingan

stakeholders. Dalam rangka melindungi hak dan kepentingan stakeholders,

perusahaan wajib menyampaikan informasi penting perusahaan

bekerjasama dengan stakeholders demi tercapainya manfaat yang

dikehendaki bersama.

3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.

Tujuan ketiga good corporate governance adalah meningkatkan nilai

perusahaan dan para pemegang sahamnya. Peningkatan nilai perusahaan

antara lain dinilai oleh peningkatan nilai modal sendiri. Modal sendiri

adalah sumber dana perusahaan yang dimiliki para pemegang sahamnya.

13  

4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus (Board of

Directors) dan manajemen perusahaan.

Dengan penerapan good corporate governance, Chairman dan para

anggota Board of Directors secara kolektif maupun individual mempunyai

pengetahuan yang dalam tentang bidang usaha perusahaannya. Dengan

demikian mereka dapat membimbing anggota manajemen perusahaan lebih

efektif.

5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen

senior perusahaan.

Good corporate governance mendorong para anggota Board of Directors

dan manajemen perusahaan untuk selalu mengetengahkan etika bisnis dan

moral, ketentuan hukum yang berlaku dan kepetingan masyarakat dalam

setiap tindakan dan keputusan penting dalam suatu perusahaan.

2.1.3. Penelitian Terdahulu

1. McConomy dan Bujaki (2002) melakukan penelitian di Kanada tentang

corporate governance. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan sistem

tata kelola perusahaan yang baik dapat disebut sebagai proses dan struktur

yang digunakan secara langsung oleh perusahaan bisnis. Praktik tata kelola

perusahaan yang baik memberikan manfaat baik bagi perusahaan maupun

pemegang saham.

14  

2. Johnson dkk (2000) melakukan penelitian dengan menggunakan sample

penelitian sebanyak 25 negara yang sedang berkembang pasar modalnya

(emerging market), termasuk Indonesia didalamnya memberikan bukti

bahwa rendahnya kualitas corporate governance dalam suatu negara

berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara yang

bersangkutan pada masa krisis Asia.

3. Drobetz et al. (2003) melakukan penelitian terhadap perusahaan-

perusahaan yang listing di pasar modal Jerman, yang melaksanakan good

corporate governance. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

23 penerapan good corporate governance terhadap kinerja saham yang

diukur dengan menggunakan expected stock return. Perusahaan sampel

yang dilibatkan dalam penelitian tersebut sebanyak 91 perusahaan, dengan

periode pengamatan selama 50 bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa good corporate governance berpengaruh positif dan signifikan

terhadap expected return. Selain itu, dalam penelitian ini juga diketahui

bahwa good corporate governance berpengaruh positif dan signifikan

terhadap firm value, sales growth, dan price earnings ratio.

4. Alexakis et al. (2006) melakukan penelitian terhadap perusahaan-

perusahaan yang listing di pasar modal Yunani menunjukkan bahwa,

perusahaan-perusahaan yang melaksanakan corporate governance secara

baik mengalami peningkatan rata-rata return saham, dan mengalami

penurunan risiko yang signifikan.

15  

5. Arcay dan Va´zquez (2005) melakukan penelitian untuk menguji

keterkaitan antara good corporate governance dengan pengungkapan

sukarela (voluntary disclosure) pada 117 perusahaan yang terdaftar di

Actualidad Eco'nomica Index di Spanyol. Hasil penelitian mereka

menunjukkan dengan adopsi sejumlah praktek tata kelola yang baik seperti

penunjukkan direktur independen, pembentukan komite audit, partisipasi

dewan direksi didalam perusahaan, dan pembentukan rencana opsi saham

sebagai sarana remunerasi direktur memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) perusahaan. Seperti

yang diharapkan, direksi independen dan komite audit melakukan fungsi

pengawasan terhadap dewan direksi, sehingga perusahaan menjadi lebih

responsif terhadap tuntutan stakeholder untuk memperoleh informasi yang

diperlukan. Hasil penelitian mereka memberi kesan bahwa kedua

mekanisme good corporate governance tersebut memberikan kontribusi

pada keselarasan antara manajer dan kepentingan pemegang saham, karena

keduanya dapat mengurangi keengganan manajemen untuk

mengungkapkan informasi secara sukarela.

6. Baek, Kang, Park (2001) dalam penelitian mereka yang berjudul

“Corporate governance and firm value: evidence from the Korean

financial crisis”, dengan menggunakan sample sebanyak 644 perusahaan

nonfinansial Bursa Efek Korea (KSE) antara November 1997 dan

Desember 1998. Perusahaan dengan kepemilikan saham investor asing

lebih besar mengalami penurunan lebih kecil dalam nilai saham mereka.

16  

Perusahaan yang lebih tinggi kualitas pengungkapan dan alternatif sumber

pembiayaan eksternal juga tidak terlalu kesulitan pada saat terjadi krisis.

Sebaliknya, perusahaan dengan kepemilikan saham terkonsentrasi

menunjukkan penurunan lebih besar dalam nilai saham mereka. Sejauh

mana nilai perusahaan dipengaruhi oleh tata kelola perusahaan, tergantung

bagaiman praktek corporate governance di dalam perusahaan selama krisis

yang terjadi di Korea.

2.2. Kinerja Perusahaan

Menurut Newel dan Wilson (2002) dalam artikelnya yang berjudul “A

Premium for Good Governance” menyatakan bahwa secara teoritis praktek good

corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan diantaranya

meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi resiko yang merugikan akibat tindakan

pengelola yang cenderung menguntungkan diri sendiri dan umumnya good corporate

governance dapat meningkatkan kepercayaan investor. Pendapat lain juga

menyatakan salah satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan

kekayaan pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Brigham dan

Houston: 2001).

Kinerja merupakan cerminan dan kemampuan perusahaan dalam mengelola

dan mengalokasikan sumber dayanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

17  

(1995), kinerja dapat diartikan sebagai sesuatu yang dicapai, prestasi yang

diperlihatkan dan kemampuan kinerja suatu perusahaan.

Penilaian kinerja merupakan suatu usaha untuk mengukur (secara kuantitatif)

efektifitas dan efisiensi operasi/kegiatan sebuah unit usaha selama periode tertentu.

Karena dengan hal tersebut dapat diperoleh informasi yang dapat mengarahkan

kepentingan manajemen di masa depan untuk bertindak korektif dan melaksanakan

perbaikan sistem perusahaan guna tercapainya visi dan misi perusahaan.

Keuangan suatu perusahaan ditentukan melalui sejauh mana keseriusan

perusahaan didalam menerapkan good corporate governance. Secara teoritis praktik

good corporate governance dapat meningkatkan kinerja keuangan mereka,

mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang

menguntungkan dirinya sendiri, umumnya good corporate governance dapat

meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang akan

berdampak terhadap kinerjanya.

Penelitian yang menguji good corporate governance dengan kinerja

perusahaan telah banyak dilakukan, antara lain:

1. Bauer et al. (2003) melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan

di Eropa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan

good corporate governance terhadap firm valuation yang diproksi dengan

Tobins' Q dan kinerja perusahaan yang diproxy dengan ROE dan NPM.

Sampel yang dgunakan dalam penelitian tersebut adalah perusahaan-

perusahaan yang termasuk dalam FTSE Eurotop 300 selama periode 2000

sampai dengan 2001. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan

18  

good corporate governance berpengaruh signifikan terhadap Tobins' Q,

ROE dan NPM.

2. Brown dan Caylor (2004) melakukan penelitian terhadap perusahaan-

perusahaan yang listing di New York Stock Exchange dan menerapkan good

corporate governance. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh

good corporate governance terhadap kinerja perusahaan (yang diproxy

dengan ROE, Net Profit Margin, Sales Growth, dan Tobins’ Q). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa, good corporate governance

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.

3. Klapper dan Love (2002) menemukan adanya hubungan positif antara

corporate governance dengan kinerja perusahaan. Penelitian ini

menggunakan data dari laporan Credit Lyonnals 25 Securities Asia (CLSA)

yang berupa pemeringkatan penerapan corporate governance untuk 495

perusahaan di 25 negara, dalam penelitian ini kinerja perusahaan diukur

dengan menggunakan Tobins’Q sebagai ukuran penilaian pasar dan Return

On Assets (ROA) sebagai ukuran kinerja operasional perusahaan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan corporate

governance yang baik akan memperoleh manfaat yang lebih besar di

negara-negara yang lingkungan hukumnya buruk.

19  

2.3. Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan,

terutama dalam pelaksanaan good corporate governance. Menurut Egon Zehnder

International (2000), Dewan Komisaris - merupakan inti dari corporate governance -

yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi

manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya

akuntabilitas. Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu mekanisme untuk

mengawasi dan memberikan petunjuk serta arahan pada pengelola perusahaan.

Mengingat manajemen yang bertanggung jawab untuk meningkatkan efisiensi dan

daya saing perusahaan sedangkan dewan komisaris bertanggung jawab untuk

mengawasi manajemen, maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan

kesuksesan perusahaan.

Penelitian mengenai hubungan antara independensi dewan komisaris dengan

kinerja perusahaan sudah banyak dilakukan, salah satunya hasil penelitian Daily dan

Dalton (1994) yang menyatakan dengan memilki jumlah komisaris independen yang

cukup akan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja perusahaan. Dewan

komisaris diharapkan dapat bertindak independen dan kritis, baik antara satu sama

lain, maupun terhadap direksi. Independen disini berarti komisaris bukan sekedar

rubberstamp dari direksi tetapi aktif dalam mempertimbangkan (review) bahkan

mengkritisi (challenge) kebijakan strategik direksi, dengan kata lain komisaris harus

mampu untuk memberikan pandangan yang bersifat independen terhadap direksi

(Daniri: 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Barnhart & Rosenstein (1998)

20  

mengenai “Board Composition, Managerial Ownership and Firm Performance”

membuktikan bahwa semakin tinggi perwakilan dari outside director (komisaris

independen) maka semakin tinggi independensi dan efektifitas corporate board

sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Definisi komisaris independen menurut ketentuan Bapepam No. Kep-

29/PM/2004, adalah:

“Anggota Komisaris yang berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik, tidak mempunyai saham, baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik, tidak mempunyai afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik, Komisaris, Direksi atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik serta tidak memiliki hubungan usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.”

2.3.1. Kriteria Dewan Komisaris Independen

Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Indonesia melalui

peraturan BEI tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia harus mempunyai komisaris independen yang secara

proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang

minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah

minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.

Beberapa kriteria lainnya tentang komisaris independen adalah sebagai berikut:

1. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang

saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling

shareholders) Perusahaan Tercatat yang bersangkutan.

2. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau

komisaris lainnya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan.

21  

3. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan

lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan.

4. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di

bidang pasar modal.

5. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham

minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan

controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

2.3.2. Tanggung Jawab Dewan Komisaris Independen

Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance terdapat

beberapa tanggung jawab dewan komisaris independen, diantaranya:

1. Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong

diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate

governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan

komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat

kepada direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi

perusahaan.

2. Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka

komisaris independen harus secara proaktif mengupayakan agar dewan

komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada

direksi yang terkait dengan, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai

berikut:

22  

a. Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif,

termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas

strategi tersebut.

b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer-

manajer profesional.

c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem

pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik.

d. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan

yang berlaku maupun nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam

menjalankan operasinya.

e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasi dan

dikelola dengan baik.

f. Memastikan prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance

dipatuhi dan diterapkan dengan baik.

3. Tugas Komisaris independen sebagaimana yang dimaksud pada butir 2.f

diatas antara lain berupa:

a. Menjamin transparansi dan keterbukaaan laporan keuangan

perusahaan.

b. Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas dan

stakeholder yang lain.

c. Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan

secara wajar dan adil.

23  

d. Kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang

berlaku.

e. Menjamin akuntabilitas organ perseroan.

2.3.3. Penelitian Terdahulu

1. Weir dan Laing (2001) berpendapat bahwa di Inggris struktur governance

yang terdiri dari sejumlah komisaris independen dan komisaris non

executive pada perusahaan yang tidak berafiliasi mempunyai hubungan

dengan kinerja perusahaan.

2. Lefort dan Urzúa (2007), penelitian mereka terhadap perusahaan-

perusahaan yang ada di Chile menunjukkan, proporsi direktur independen

mempengaruhi nilai perusahaan. Ketika menganalisis secara terpisah

proporsi direksi di luar dan profesional, hanya proporsi direksi di luar

tampaknya mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan untuk

menguranngi konflik keagenan, dengan memperhatikan arus kas dan hak

suara di pemegang saham pengendali, dan memiliki direksi independen di

perusahaan, dalam upaya untuk meningkatkan tata kelola perusahaan dan

memperbaiki masalah keagenan. Direktur independen dibutuhkan dalam

hal yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.

3. Mayangsari dan Sudibyo (2005) melakukan penelitian pada perusahaan-

perusahaan yang ada di Indonesia dan menemukan bahwa kecurangan

dapat berupa manipulasi pendapatan oleh manajer. Sehingga dalam hal ini

peran komisaris independen sangat penting karena dapat mengurangi resiko

24  

audit. Semakin rendah resiko audit, semakin rendah resiko auditor terkena

tuntutan hukum. Dan semakin tinggi resiko audit maka semakin tinggi

resiko auditor terkena tuntutan hukum.

Berdasarkan hasil diskusi diatas, maka hipotesa pertama yaitu:

HA1: Terdapat keterkaitan antara dewan komisaris independen dengan nilai

perusahaan.

2.4. Komite Audit

Komite audit di perusahaan publik memegang peranan yang cukup penting

dalam mewujudkan good corporate governance. Komite audit merupakan "mata" dan

"telinga" dewan komisaris dalam rangka mengawasi jalannya perusahaan.

Keberadaan komite audit yang efektif merupakan salah satu aspek penilaian dalam

implementasi good corporate governance. Untuk mewujudkan prinsip good

corporate governance di suatu perusahaan publik, diharapkan prinsip independensi

(independency), transparansi dan pengungkapan (transparency & disclosure),

akuntabilitas (accountability) dan pertanggungjawaban (responsibility), serta

kewajaran (fairness) menjadi landasan utama dalam aktivitas komite. Kehadiran

komite audit telah mendapat respon yang cukup positif dari berbagai pihak, antara

lain pemerintah, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

(BAPEPAM-LK), Bursa Efek Indonesia (BEI), para investor, profesi penasehat

25  

hukum (advokat), profesi akuntan serta perusahaan penilai independen (independent

appraisal company) (Effendi:2008).

Konsep komite audit mulai diperkenalkan kepada dunia usaha di Amerika

Serikat pada tahun 1930-an. Kemudian pada tahun 1970-an, New York Stock

Exchange (NYSE) mulai mewajibkan keberadaan komite audit sebagai persyaratan

pencatatan, sejak itu banyak negara yang membuat ketentuan mengenai komite audit

diantaranya dalam Code of Best Practices, peraturan perundangan, maupun

persyaratan pencatatan di Bursa. Sejalan dengan kecendrungan internasional ini di

Indonesia juga telah ditetapkan melalui Pedoman Good Corporate Governance yang

diterbitkan pada bulan Mei 2002 (Toha:2004).

Menurut peraturan BAPEPAM-LK (Nomor:SE/03PM/2000) yang dimaksud

dengan komite audit adalah:

“Komite yang dibentuk oleh dewan komisaris yang tugasnya membantu dewan komisaris dengan memberikan pendapat professional yang independen untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan pengelolaan perusahaan”.

Price Waterhouse (1980) menyatakan bahwa investor, analis dan regulator

menganggap komite audit memberikan kontribusi dalam kualitas pelaporan

keuangan. Komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan keuangan

melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal

dan penggunaan prinsip akuntansi secara umum, dan (2) mengawasi proses audit

secara keseluruhan. Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki

konsekuensi pada laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya pengukuran akuntansi

26  

yang tidak tepat, (2) berkurangnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat dan (3)

berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan ilegal.

2.4.1. Ketentuan Pembentukan Komite Audit

Berdasarkan Surat Edaran dari Direksi PT. Bursa Efek Indonesia No. SE-

008/BEJ/12-2001 tanggal 7 Desember 2001 perihal keanggotaan komite audit,

disebutkan bahwa:

1. Jumlah anggota komite audit sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, termasuk

ketua komite audit.

2. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris hanya sebanyak 1 (satu)

orang. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris tersebut harus

merupakan komisaris independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus

menjadi ketua komite audit.

3. Anggota lainnya dari komite audit adalah berasal dari pihak eksternal yang

independen. Yang dimaksud pihak eksternal adalah pihak diluar

Perusahaan Tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi dan

karyawan Perusahaan Tercatat, sedangkan yang dimaksud independen

adalah pihak diluar Perusahaan Tercatat yang tidak memiliki hubungan

usaha dan hubungan afiliasi dengan Perusahaan Tercatat, komisaris, direksi

dan pemegang saham utama Perusahaan Tercatat dan mampu memberikan

pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika profesionalnya,

tidak memihak kepada kepentingan siapapun

27  

3.4.2. Peranan dan Tanggung Jawab Komite Audit

1. Pelaporan Keuangan

a) Pengawasan atas proses penyusunan laporan keuangan dengan

menekankan agar standar dan kebijaksanaan keuangan yang berlaku

telah terpenuhi.

b) Menelaah laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan standar dan

konsisten dengan informasi lainnya yang telah diketahui oleh anggota

komite audit.

c) Mengawasi pelaksanaan audit laporan keuangan oleh auditor eksternal

dan menilai mutu pekerjaan dan kewajaran biaya audit (auditor’s fee)

yang diajukan oleh pihal auditor eksternal.

2. Corporate Governance

Tanggung jawab komite audit dibidang corporate governance adalah

memberikan kepastian, bahwa perusahaan telah melaksanakan secara layak

seluruh undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan urusan

dengan pantas dan mempertahankan kontrol yang efektif terhadap benturan

kepentingan dan manipulasi terhadap pegawai. Dalam hal corporate

governance peran dan tanggung jawab komite audit juga termasuk:

a) Mengawasi proses penerapan corporate governance.

b) Memastikan bahwa manajemen senior secara aktif mensosialisasikan

budaya corporate governance.

c) Memonitor bahwa Code of Conduct telah dilaksanakan secara

konsekuen.

28  

d) Memahami semua pokok persoalan maupun isu-isu yang mungkin dapat

mempengaruhi kinerja finansial maupun non-finansial dari perusahaan.

e) Membantu perusahaan mematuhi undang-undang dan peraturan yang

berlaku.

f) Mewajibkan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil evaluasi

pelaksanaan corporate governance dan temuan lainnya.

2.4.3. Penelitian Terdahulu

1. Park, Choi, dan Jeon (2004) menunjukkan bahwa keberadaan komite audit

dapat mencegah perusahaan untuk melakukan manipulasi pendapatan yang

dapat berakibat pada pengungkapan laporan keuangan yang tidak wajar.

Jadi secara tidak langsung keberadaan komite audit dapat mengurangi

resiko audit.

2. Korn & Ferry International (1989) melakukan penelitian pada perusahaan-

perusahaan yang ada di Amerika, ternyata 98% perusahaan Amerika yang

disurvei telah memiliki komite audit. Di Amerika Serikat eksistensi komite

audit selain membawa dampak internal juga membawa dampak eksternal

bagi perusahaan. Harga saham perusahaan yang telah memiliki komite

auditnya cenderung lebih diminati oleh para investor. Pada saat ini hampir

semua perusahaan di Amerika Serikat terdapat komite audit, padahal tidak

terdapat satu pun ketentuan hukum yang mengikat bahwa keberadaan

tersebut merupakan suatu keharusan (mandatory). Rekomendasi dari

kongres di Amerika Serikat, SEC dan AICPA, maupun persyaratan yang

29  

ditetapkan oleh New York Stock Exchange, bukan sebagai produk hukum

(required by law) karena sifatnya hanya sebatas anjuran saja. Oleh karena

itu dengan dibentuk komite audit di perusahaan dapat dipandang sebagai

persyaratan mekanisme pasar (required by the market) dalam rangka

mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme akuntansi,

auditing, serta sistem pengendalian yang lain, sehingga unsur-unsur

pengendalian tersebut tetap berjalan secara optimal dalam sistem ekonomi

pasar.

3. Puri, Trehan, Kakkar (2009) dari hasil penelitian yang dilakukan dapat

disimpulkan bahwa komite audit merupakan alat yang efektif untuk

memastikan tata kelola perusahaan yang baik berjalan dengan baik dan

diikuti oleh sektor korporasi India. Baik dalam bidang pelaporan keuangan

atau internal/eksternal audit, memastikan transparansi total di semua bagian

di semua tingkatan sehingga berpotensi untuk memuaskan investor yang

ada. Semua perusahaan yang diteliti telah membentuk komite audit dengan

memiliki representasi utama dari direktur non-eksekutif independen. Hal

ini menunjukkan bahwa ada perwakilan independen dari komite audit.

Berdasarkan diskusi diatas, maka hipotesa kedua adalah:

HA2: Terdapat keterkaitan antara komite audit dengan nilai perusahaan.

30  

2.5. Kualitas Audit

Audit merupakan salah satu elemen yang penting dalam menciptakan efisiensi

pasar modal, karena audit dapat meningkatkan kredibilitas informasi keuangan yang

secara langsung dapat menciptakan tata kelola perusahaan yang lebih baik melalui

pelaporan keuangan yang lebih transparan (Francis et al.,2003; Sloan,2001).

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa auditor menawarkan berbagai

tingkat kualitas audit untuk merespon adanya variasi permintaan klien terhadap

kualitas audit. Penelitian-penelitian sebelumnya membedakan kualitas auditor

berdasarkan perbedaan Big 4 dan Non-Big 4, ada juga yang menggunakan spesialisasi

industri auditor untuk memberi nilai bagi kualitas audit ini seperti penelitian

Mayangsari (2003). Teori reputasi memprediksikan adanya hubungan positif antara

ukuran KAP dengan kualitas audit (Lennox:2002) hal ini didukung dengan hasil

penelitian DeAngelo (1981) yang dikutip dari penelitian Lennox (2002)

mengemukakan bahwa KAP yang besar memiliki insentif yang lebih untuk

menghindari hal-hal yang dapat merusak reputasinya dibandingkan dengan KAP yang

kecil.

De Angelo (1981) mendefinisikan audit quality (kualitas audit) sebagai

probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya

suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Probabilitas penemuan suatu

pelanggaran tergantung pada kemampuan teknikal auditor dan independensi auditor

tersebut.

Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang

31  

dilaksanakan auditor tersebut dapat berkualitas jika memenuhi ketentuan atau standar

auditing. Standar auditing mencakup mutu profesional (profesional qualities) auditor

independen, pertimbangan (judgment) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan

penyusunan laporan auditor.

1. Standar Umum: auditor harus memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang

memadai, independepensi dalam sikap mental dan kemahiran profesional

dengan cermat dan seksama.

2. Standar pelaksanaan pekerjaan lapangan: perencanaan dan supervisi audit,

pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern, dan bukti

audit yang cukup dan kompeten.

3. Standar pelaporan: pernyataan apakah laporan keuangan sesuai dengan

prinsip akuntansi yang berlaku umum, pernyataan mengenai

ketidakkonsistensian penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum,

pengungkapan informatif dalam laporan keuangan, dan pernyataan

pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa adanya hubungan antara kualitas

audit dengan ukuran perusahaan audit. Hubungan tersebut terjadi dalam kaitannya

dengan reputasi perusahaan audit tersebut. Beberapa penelitian tersebut menyebutkan

bahwa:

1. DeAngelo (1981) berargumentasi bahwa kualitas audit secara langsung

berhubungan dengan ukuran dari perusahaan audit, dengan proksi untuk

32  

ukuran perusahaan audit adalah jumlah klien. Perusahaan audit yang besar

adalah dengan jumlah klien yang lebih banyak. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa perusahaan audit yang besar akan berusaha untuk

menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan

perusahaan audit yang kecil. Karena jika perusahaan audit yang besar tidak

memberikan kualitas audit yang tinggi maka perusahaan akan kehilangan

reputasinya, dan jika ini terjadi maka perusahaan akan mengalami kerugian

yang lebih besar dengan kehilangan klien.

2. Shockley (1982) mengindikasikan bahwa persepsi dari independen auditor

secara signifikan berbeda antara perusahaan audit yang besar dan kecil.

3. Lennox (2002), menyatakan bahwa perusahaan audit yang besar lebih

mampu menangkap signal akan penyelewengan keuangan yang terjadi dan

mengungkapkannya dalam pendapat audit mereka.

4. Dye (1993) Auditor yang mempunyai kekayaan atau asset yang lebih besar

mempunyai dorongan untuk menghasilkan laporan audit yang lebih akurat

dibandingkan dengan auditor dengan kekayaan yang lebih sedikit. Auditor

yang memiliki kekayaan lebih besar (deeper pockets) adalah audit size

firms yang besar.

5. Jasim Al-Ajmi (2009), melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan

di 41 perusahaan tercatat di Bursa Efek Bahrain menunjukkan bahwa

82,5% dari perusahaan yang diaudit oleh salah satu KAP Big 4

menunjukkan bahwa, auditor pada KAP Big 4 lebih tahan terhadap tekanan

manajemen dalam konflik. Sumber daya mereka lebih besar, pengetahuan

33  

teknis lebih baik, dan jangkauan global memungkinkan mereka untuk

berurusan dengan klien lebih objektif tanpa takut terminasi. Konsisten

dengan bukti-bukti di pasar negara maju, perusahaan-perusahaan audit

yang lebih besar dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik dan lebih

independen terhadap perusahaan yg diaudit dibandingkan dengan KAP

Non Big 4. Kesimpulannya adalah bahwa KAP Big 4 memiliki karakteristik

yang menempatkan mereka dalam posisi yang lebih baik untuk

menghasilkan kualitas audit yang lebih baik daripada KAP Non Big 4,

pengetahuan teknis, dan jangkauan global memungkinkan mereka untuk

berurusan dengan klien lebih objektif tanpa takut terminasi.

Berdasarkan diskusi diatas, maka hipotesa ketiga adalah:

HA3: Terdapat keterkaitan antara kualitas audit dengan nilai perusahaan.

2.6. Transparansi

Menurut pendapat yang dikeluarkan oleh Euromoney Institutional Investor

(2001), dan Lang dan Lundholm (1999) dengan tingginya tingkat transparansi

terdapat kemungkinan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, hal ini

didasarkan dengan adanya perbaikan pengungkapan dan ketepatan waktu pelaporan

yang dapat mengurangi biaya modal dan mengurangi asimetri informasi. Menurut

hasil penelitian Loh (2002) dengan meningkatnya pengungkapan sukarela dan

ketepatan waktu pelaporan (transparansi meningkat) perusahaan dapat memperoleh

34  

lebih banyak manfaat, diantaranya pengelolaan perusahaan menjadi lebih baik,

kredibilitas manajemen meningkat, lebih banyak investor jangka panjang yang

tertarik untuk menanamkan modalnya, perbaikan akses untuk modal dan pengurangan

biaya modal perusahaan, dan realisasi nilai perusahaan yang sebenarnya. Berdasarkan

pendapat tersebut dapat dikatakan perusahaan yang memiliki tingkat penggungkapan

yang tinggi dan ketepatan waktu pelaporan akan mencapai kinerja pasar yang lebih

baik (Haat, Rahman, Mahentiran: 2008).

Setiap tahun, perusahaan go public menerbitkan laporan tahunannya, laporan

yang berisi baik data keuangan maupun non keuangan ini digunakan oleh investor,

kreditur, dan pengguna lainnya dalam menganalisis kondisi perusahaan untuk

keperluannya masing-masing. Apabila dihubungkan dengan peningkatan nilai

perusahaan ketika terjadi asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal

mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalisasikan nilai saham

perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat melalui pengungkapan (disclosure)

informasi akuntansi. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat

dikelompokkan menjadi pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan

pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) (Amalia: 2005).

Menurut Daniri (2006) transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan

informasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan

informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Menurut Indonesian Senior

Executives Association (ISEA: 2005) Indonesian Senior Executives dalam

35  

mewujudkan transparansi ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, sebagai

berikut:

1. Perusahaan harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai,

jelas, akurat, dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh

stakeholders sesuai dengan haknya.

2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi tetapi tidak terbatas pada hal-

hal yang bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan,

kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham

pengendali, cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan resiko,

sistem pengawasan dan pengendalian intern, sistem dan pelaksanaan

corporate governance serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi

kondisi perusahaan.

3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi

kewajiban untuk melindungi informasi rahasia mengenai perusahaan dan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan dikomunikasikan kepada

stakeholders yang berhak memperoleh informasi tentang kebijakan

tersebut.

Menurut Daniri (2006) terdapat beberapa manfaat yang akan didapatkan dari

penerapan prinsip transparansi ini:

36  

1. Stakeholders dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam

melakukan transaksi dengan perusahaan.

2. Karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat,

tepat waktu, jelas, konsisten, dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan

terjadi efisiensi pasar.

3. Jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan

dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest)

berbagai pihak dalam manajemen.

Perusahaan akan segera menyampaikan informasi keuangan perusahaan

kepada stakeholders untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan

dan wajar, dan mengungkapkan informasi sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang dapat dipakai sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Akhirnya

perusahaan dapat memperbaiki citra perusahaan, dipercaya oleh investor, dan dapat

meningkatkan nilai perusahaan. Jadi perusahaan yang telah menerapkan good

corporate governance dengan indeks pengungkapan wajibnya tinggi, maka

kemungkinan kinerja perusahaannya menjadi lebih baik (Hidayah:2008). Hal ini

didukung dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menguji prinsip transparansi:

1. Cooke (1996) melakukan penelitian terhadap dampak besar perusahaan,

status pendaftaran, dan tipe industri terhadap pengungkapan wajib dan

sukarela dalam laporan tahunan perusahaan Jepang yang tercatat di pasar

modal. Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan tahunan 35

perusahaan, yaitu laporan keuangan tahun 1988. Cooke menggunakan

37  

indeks pengungkapan yang terdiri atas 165 item pengungkapan, baik yang

bersifat wajib maupun sukarela. Tiap-tiap item pengungkapan diberi bobot

yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar perusahaan dan

status pendaftaran merupakan variabel penting yang menjelaskan luas

pengungkapan dalam laporan tahunan. Perusahaan manufaktur secara

signifikan mengungkapkan lebih banyak informasi kepada daripada tipe

perusahaan Jepang lainnya.

2. Cheung, Jiang, Tan (2009), dengan penelitian pada perusahaan Cina untuk

menilai transparansi perusahaan publik Cina. Penelitian ini terdiri dari 56

kriteria yang diklasifikasikan menjadi lima kategori: hak-hak pemegang

saham, perlakuan adil (para pemegang saham minoritas), peran pemangku

kepentingan, keterbukaan dan transparansi, dan tanggung jawab dewan dan

komposisi. Setiap perusahaan dinilai setiap tahun. Data waktu 4 tahun

digunakan dalam efek tetap untuk model regresi data panel untuk menguji

hubungan antara perusahaan dan penilaian transparansi pasar. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara

transparansi perusahaan, yang diukur dengan indeks transparansi, dan

penilaian pasar. Ketika mereka lebih lanjut memisahkan indeks

transparansi menjadi wajib dan pengungkapan sukarela, menurut

persyaratan peraturan, ditemukan bahwa penilaian pasar hanya terkait

dengan pengungkapan sukarela, tetapi tidak untuk pengungkapan wajib. Ini

berarti bahwa transparansi investor menginginkan perusahaan yang

terdaftar di Cina untuk memberikan pengungkapan sukarela yang lebih

38  

besar. Namun, hubungan tidak signifikan untuk pengungkapan wajib tidak

berarti bahwa persyaratan pengungkapan wajib tidak penting. Perusahaan

diharapkan untuk mematuhi persyaratan pengungkapan wajib. Bagian akhir

dari penelitian berusaha untuk mengidentifikasi apakah perusahaan-

perusahaan cenderung lebih transparan dalam mengungkapkan informasi

lebih lanjut secara sukarela. Mereka menemukan bahwa akan lebih

menguntungkan jika perusahaan memiliki sub-komite karena akan lebih

cenderung transparan yang dapat diukur dengan indeks transparansi. Selain

itu, juga ditemukan akan lebih menguntungkan perusahaan dengan CEO

dan ketua dewan yang terpisah dengan demikian cenderung lebih baik

dalam memberikan informasi yang diperlukan para investor.

Berdasarkan diskusi diatas, maka hipotesa yang terakhir adalah:

HA4: Terdapat keterkaitan antara dewan komisaris independen dengan transparansi.

HA5: Terdapat keterkaitan antara komite audit dengan transparansi.

HA6: Terdapat keterkaitan antara kualitas audit dengan transparansi.

HA7: Terdapat keterkaitan antara transparansi dengan nilai perusahaan.