2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai penelaahan kepustakaan, hal ini dimaksudkan untuk memberikan sedikit gambaran secara singkat mengenai konsep- konsep yang terkait dengan gambaran pelaksanaan mobilisasi pasien stroke oleh perawat. 2.1. Tinjauan Umum tentang Stroke 2.1.1. Defenisi Stroke Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah ( Smeltzer & Bare, 2007 ) WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemoragik. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.

Transcript of 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Page 1: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai penelaahan kepustakaan, hal ini

dimaksudkan untuk memberikan sedikit gambaran secara singkat mengenai konsep-

konsep yang terkait dengan gambaran pelaksanaan mobilisasi pasien stroke oleh

perawat.

2.1. Tinjauan Umum tentang Stroke

2.1.1. Defenisi Stroke

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang

ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena

berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan

oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh

darah ( Smeltzer & Bare, 2007 )

WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi

susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh

yang lain dari itu. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun

stroke hemoragik.

Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah

ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke

iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.

Page 2: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena

adanya gangguan denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh

darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.

Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.

2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang

sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

2.1.2 Patofisiologi Stroke

Otak sangat tergantung kepada oksigen,bila terjadi anoxia seperti yang terjadi

pada stroke di oatak mengalami perubahan metabolik,kematian sel dan kerusakan

pemaneen yang terjadi dalam 3 – 10 menit ( non aktif total ). Pembuluh darah yang

paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera otak

memlalui 4 mekanisme yaitu :

1. Penebalan dinding arteri sereberal yang menimbulkan penyempitan sehingga

aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,selanjutnya akan

mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.

2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyababkan bocornya darah ke jaringan

( Hemorhage ).

Page 3: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembulah darah yang menekan jaringan

otak.

4. Edema serebri merupakan pengumpulan cairan di ruang intertistial jaringan otak.

Kontraksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada

aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas krirtis terjadi

pengurangan darah secara drastic dan cepat. Okulasi suatu arteri otak akan

menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih

mempunyai peredaran darah yang baik berusaha membantu suplai darah melalui

jalur-jalur anastomosis yang ada.

2.1.3. Tanda dan Gejala-gejala Stroke

Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya

fungsi sensorik Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun

kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau

keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak

jantung terganggu, lidah lemah.

2. Cerebral cortex: aphasia ( kehilangan kaemampuan memakai atau memahami

kata-kata),apraxia (tidak mampu melaksanakan instruksi-instruksi), verbal

apraxia (lupa membentuk mulut , bibir dan lidah agar dapat mengeluarkan kata

secara baik dan benar), daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Page 4: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

3. Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan

sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil

atau serangan awal stroke.

2.1.4. Letak Kelumpuhan Akibat Serangan Stroke

1. Kelumpuhan sebelah kiri (Hemiparesis sinistra)

Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang menyebabkan kelemahan tubuh

bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan

ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan

mengabaikan sisi kiri. Penderita mamberikan perhatian hanya kepada sesuatu

yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat

2. Kelumpuhan sebelah kanan (Hemiparesis Dextra)

Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan kelemahan atau

kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai

kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal. Namun persepsi dan

memori visuomotornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu

harus dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Dalam

komunikasi kita harus lebih banyak amenggunakan body language ( bahasa

tubuh)

3. Kelumpuhan kedua sisi ( Paraparesis)

Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada

dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan di ikuti satu sisi lain.

Timbul gangguan pseudobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-

Page 5: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

tanda hemiplegic dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga

mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi

2.1.5. Faktor Penyebab Stroke.

1. Faktor yang tidak dapat dikontrol

a. Usia

Setiap manusia akan bertambah umurnya, dengan demikian kemungkinana

terjadinya stroke semakin besar. Pada umumnya resiko terjadinya stroke

mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam tahun berikutnya.

b. Jenis kelamin

Pria memiliki kecenderungan lebih besar terkena serangan stroke

dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1.

c. Ras/suku bangsa

Para pria kulit hitam lebih cenderung lebih rawan daripada para pria kulit

putih.

d. Faktor keturunan

Seseorang yang mempunyai riwayat stroke dalam keluarganya, menjadi

seseorang yang beresiko tinggi terkena serangan stroke.

2. Faktor yang dapat di kontrol

a. Hipertensi

Faktor ini merupakan resiko utama terjadinya stroke ekkemik dan pendarahan,

yang sering disebut the silent killer, karena hipertensi meningkatkan

Page 6: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

terjadinya stroke sebanyak 4-6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan

stroke semakin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh

darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak.

b. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus atau kencing manis sama bahayanya dengan hipertensi,

yaitu sering menjadi salah satu penyebab timbulnya stroke. Gula darah yang

tinggi dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah yang

berlangsung secara progresif. Pada pria yang menderita diabetes mellitus,

cenderung berada pada posisi yang beresiko tinggi akan terkena serangan

stroke daripada mereka yng tidak menderita diabetes mellitus, sekalipun

penyakit mereka dibawah pengawasan. Pada orang yang menderita diabetes

mellitus, resiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar.

c. Penyakit jantung

Hubungan kausal antara beberapa jenis penyakit jantung dan stroke telah

dapat dibuktikan. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner

mempunyai peranan penting dalam terjadinya stroke. Dua pertiga dari orang

yang mengidap penyakit jantung kemungkinan akan terkena serangan jantung.

d. Merokok

Merokok meningkatkan terjadinya stroke hampir dua kali lipat. Adapun

perokok pasif beresiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan

karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding

pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi komposis darah sehingga

Page 7: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

mempermudah terjadinya proses penggumpalan darah (stroke non

haemoragik)

e. Obesitas

Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Berat

badan yang terlalu berlebihan menyebabkan adanya tambahan beban ekstra

pada jantung dan pembuluh-pembuluh darah, hal ini akan semakin

meningkatkan terkena stroke.

f. Alkohol

Konsumsi alkohol dapat menggangu metabolisme tubuh, sehingga terjadi

diabetes mellitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat

merusak sel-sel darah tepi, saraf otak dan lain-lain. Peminum berat alkohol

dapat meningkatkan resiko terkena stroke 1-3 kali lebih besar

g. Hipekolesterolemik

Kondisi ini dapat merusak pembuluh darah dan juga menyebabkan jantung

koroner. Kolesterol yang tinggi akan membentuk plak didalam pembuluh

darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun diotak

2.1.6. Akibat Stroke

Penurunan parsial total gerakan lengan dan tungkai, 90% bermasalah dalam

berpikir dan mengingat, 70 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan

kanan dan kiri, 50 % mengalami kelumpuhan . Stroke tak lagi hanya menyerang

kelompok lansia, namun kini cenderung menyerang generasi muda yang masih

Page 8: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan , namun

juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan.

Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat

mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya

pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung

keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang

padat (Pinzon, 2009).

2.1.7. Upaya Pencegahan Stroke

1. Pencegahan primordial

Upaya pencegahan primordial adalah upaya yang dimaksudkan memberikan

kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit stroke tidak meningkat

dengan adanya dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko

lainnya, misalnya kebersihan lingkungan, yaitu terbebas dari polusi seperti asap

rokok yang dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah. Hal ini didukung

dengan peraturan pemerintah tentang bahaya rokok bagi kesehatan, seperti

dilarang merokok ditempat umum terutama ruangan ber-AC dan pada bungkus

rokok.

Hal ini juga bisa dimulai dari membiasakan anak-anak untuk lebih memilih

makanan-makanan tradisonal yang lebih aman dari zat-zat pengawet dan

membatasi mengkonsumsi makanan-makanan siap saji sehingga dapat

mengurangi resiko stroke.

2. Pencegahan primer

Page 9: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke bagi

individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan cara

melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :

a. Gaya hidup : Bebas rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi

garam yang berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan

sejenisnya.

b. Lingkungan : kesadaran atas stress kerja, kemungkinan gangguan Pb,

c. Biologi : perhatian terhadap faktor resiko biologis ( jenis kelamin, riwayat

keluarga) efek aspirin.

d. Pelayanan kesehatan : health education dan pemeriksaan tensi,

mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit

vaskuleraterosklerotik.

3. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada

tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak

berlanjut menjadi kronik. Tindakan yang dilakukan adalah :

a. Gaya hidup : manejemen stress, makanan rendah garam, berhenti merokok,

penyesuaian gaya hidup

b. Lingkungan : penggantian kerja jika diperlukan, family counseling

c. Biologi : pengobatan yang patuh dan cegah efek samping

d. Pelayanan kesehatan : pendidikan pasien dan evaluasi penyebab sekunder

2.2. Tinjauan Umum tentang Perawat

Page 10: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

2.2.1. Definisi Perawat

Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan dalam

merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena

sakit.(Harlley, 1997).

Perawat Profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan

berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau

berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenagannya (Depkes

RI, 2002 dalam Aisiyah 2004).

Menurut UU RI NO 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, mendefinisikan

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan

tindakkan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui

pendidikan keperawatan.

Sedangkan menurut international Council of Nurses (1965), perawat adalah

seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di

Negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien.

2.2.2 Peran Perawat

Page 11: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang

sesuai dengan kedudukan dalam system, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan

sosial baik dari profesi perawat maupun dariluar profesi keperawatan yang bersipat

konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari :

a. Pemberi Asuhan Keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan

memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui

pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan

sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan

dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar

manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian

asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan

kompleks.

b. Advokat Klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam

menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi

lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang

diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi

hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas

informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya

sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

c. Edukator

Page 12: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat

pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang diberikankan,

sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan

kesehatan.

d. Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian

pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuan klien.

e. Kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan

yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya

mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau

tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan

keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan

klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

g. Peneliti / Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,

kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode

pemberian pelayanan keperawatan.

Page 13: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

2.2.3. Fungsi Perawat

Dalam menjalan kan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi

diantaranya:

a. Fungsi Independent

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat

dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri

dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia

seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi,

pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,

pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan

dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri

dan aktualisasi diri.

b. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau

instruksidari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di

berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum

atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

c. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di

antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk

Page 14: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti

dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyapenyakit

kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan

juga dari dokter ataupun yang lainnya.

2.2.4 Tugas Perawat

Tugas perawat dalam menjalankan peran nya sebagai pemberi asuhan

keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam proses

keperawatan. Tugas perawat ini disepakati dalam lokakarya tahun 1983 yang

berdasarkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah:

a. Mengumpulkan Data

b. Menganalisis dan mengintrepetasi data

c. Mengembangkan rencana tindakan keperawatan

d. Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu perilaku,

sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam

rangka memenuhi KDM.

e. Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana keperawatan

f. Menilai tingkat pencapaian tujuan.

g. Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan

Page 15: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

h. Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.

i. Mencatat data dalam proses keperawatan

j. Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan keperawatan

k. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang keperawatan

l. Membuat usulan rencana penelitian keperawatan

m. Menerapkan hasil penelitian dalam praktek keperawatan.

n. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan

o. Membuat rencana penyuluhan kesehatan

p. Melaksanakan penyuluhan kesehatan

q. Mengevaluasi penyuluhan kesehatan

r. Berperan serta dalam pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat.

s. Menciptakan komunikasi yang efektis baik dengan tim keperawatan maupun tim

kesehatan lain.

2.3. Tinjauan Umum tentang Mobilisasi

2.3.1. Pengertian mobilisasi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah

dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.setiap orang butuh

untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan

ketergantungan dan ini membutuhakan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan

untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat

Page 16: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

proses penyakit,khusunya penyakit degenerative, dan untuk aktualisasi diri (harga diri

dan citra tubuh) (Wahit Iqbal Mubarak, 2008)

Mobilisasi adalah suatu usaha menggerakkan bagian tubuh secara aktif maupun

pasif untuk mempertahankan sirkulasi dan memelihara tonus-tonus otot ekstremitas (

Widodo, 2009 ).

2.3.2. Prinsip dan Tujuan dari mobilisasi antara lain :

Menurut Dombovy ML dikutip oleh Yahya (1995), mengemukakan bahwa

beberapa prinsip dalam melakukan mobilisasi yaitu mencegah dan mengurangi

komplikasi sekunder seminimal mungkin, menggantikan hilangnya fungsi motorik,

memberikan rangsangan lingkungan, memberi dorongan bersosialisasi, memberi

kesempatan untuk dapat berfungsi dan melakukan aktivitas sehari-hari serta

memungkinkan melakukan pekerjaan seperti sebelumnya.

Kottke (1898) Tujuan mobilisasi untuk pasien stroke adalah membantu pasien untuk

mendapatkan kemandirian maksimal dan rasa aman saat melakukan aktivitas sehari-

hari. Latihan mobilisasi merupakan bagian dari proses rehabilitasi untuk mencapai

tujuan tersebut. Latihan beberapa kali dalam sehari dapat mencegah terjadinya

komplikasi yang akan menghambat pasien untuk dapat mencapai kemandirian dalam

melakukan fungsinya sebagai manusia.

Sedangkan menurut Garrison (2004) tujuan mobilisasi adalah mempertahankan

fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah, membantu pernapasan menjadi lebih

baik, mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi bab dan bak,

Page 17: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal memenuhi

kebutuhan gerak harian, dan memberi kesempatan perawat dan pasien untuk

berinteraksi dan berkomunikasi.

Adapaun tujuan dari mobilisasi secara umum adalah :

1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia

2. Mencegah terjadinya trauma

3. Mempertahankan tingkat kesehatan

4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari

5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

2.3.3. Manfaat Mobilisasi

Menurut Kozier, et.al. (2004) dalam buku Fundamentals of Nursing, keuntungan

yang dapat diperoleh dari mobilisasi bagi sistem tubuh adalah sebagai berikut :

a. Sistem Muskuloskeletal

Ukuran, bentuk, tonus, dan kekuatan rangka dan otot jantung dapat

dipertahankan dengan melakukan latihan yang ringan dan dapat ditingkatkan

dengan melakukan latihan yang berat. Dengan melakukan latihan, tonus otot dan

kemampuan kontraksi otot meningkat. Dengan melakukan latihan atau mobilisasi

dapat meningkatkan fleksibilitas tonus otot dan range of motion.

b. Sistem Kardiovaskular

Page 18: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Dengan melakukan latihan atau mobilisasi yang adekuat dapat meningkatkan

denyut jantung (heart rate), menguatkan kontraksi otot jantung, dan menyuplai

darah ke jantung dan otot. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung (cardiac

output) meningkat karena aliran balik dari aliran darah. Jumlah darah yang

dipompa oleh jantung (cardiac outpu) normal adalah 5 liter/menit, dengan

mobilisasi dapat meningkatkan cardiac output sampai 30 liter/ menit.

c. Sistem Respirasi

Jumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan oleh paru (ventilasi) meningkat.

Ventilasi normal sekitar 5-6 liter/menit. Pada mobilisasi yang berat, kebutuhan

oksigen meningkat hingga mencapai 20x dari kebutuhan normal. Aktivitas yang

adekuat juga dapat mencegah penumpukan sekret pada bronkus dan bronkiolus,

menurunkan usaha pernapasan.

d. Sistem Gastrointestinal

Dengan beraktivitas dapat memperbaiki nafsu makan dan meningkatkan tonus

saluran pencernaan, memperbaiki pencernaan dan eliminasi seperti kembalinya

mempercepat pemulihan peristaltik usus dan mencegah terjadinya konstipasi

serta menghilangkan distensi abdomen.

e. Sistem Metabolik

Dengan latihan dapat meningkatkan kecepatan metabolisme, dengan demikian

peningkatan produksi dari panas tubuh dan hasil pembuangan. Selama

melakukan aktivitas berat, kecepatan metabolisme dapat meningkat sampai 20x

dari kecepatan normal. Berbaring di tempat tidur dan makan diit dapat

Page 19: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

mengeluarkan 1.850 kalori per hari. Dengan beraktivitas juga dapat

meningkatkan penggunaan trigliserid dan asam lemak, sehingga dapat

mengurangi tingkat trigliserid serum dan kolesterol dalam tubuh.

f. Sistem Urinary

Karena aktivitas yang adekuat dapat menaikkan aliran darah, tubuh dapat

memisahkan sampah dengan lebih efektif, dengan demikian dapat mencegah

terjadinya statis urinary. Kejadian retensi urin juga dapat dicegah dengan

melakukan aktivitas.

2.3.4. Jenis mobilisasi

1. Mobilisasi Penuh

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas

sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.

Mobilitas penuh ini merupakan fungsi syaraf motorik volunter dan sensorik

untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh manusia.

2. Mobilisasi sebagian

Adalah kemampuan seseorang dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak

secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf sensorik dan motorik.

Biasa ditemui pada pasien stroke, setelah kecelakaan dan lain- lain.

Mobilisasi sebagian dibagi menjadi dua jenis:

a. Mobilisasi sebagian temporer

Page 20: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara.

Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system

musculoskeletal, contohnya dislokasi sendi dan tulang.

b. Mobilisasi sebagian permanen

Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap.

Hal itu disebabkan oleh rusaknya syaraf yang reversibel, contohnya hemiplegi

pada stroke dan paraplegi pada kerusakan tulang belakang.

Jenis gerakan mobilisasi yang baik bagi pasien stroke adalah dengan melakukan

latihan ROM pasif seperti :

a. Latih gerak sendi pada anggota gerak atas

1) Fleksi/ekstensi

Dukung dengan lengan pergelangan tangan dan siku, angkat lengan lurus

melewati kepala klien, istirahatkan lengan terlentang di atas kepala di

tempat tidur.

2) Abduksi/adduksi

Dukung lengan di pergelangan dengan telapak tangan dan siku dari tubuh

klien, geser lengan menjauh menyamping dari badan, biarkan lengan

berputar dan berbalik sehingga mencapai sudut 90 derajat dari bahu.

3) Siku fleksi dan ekstensi

Dukung siku dan pergelangan tangan, tekuk lengan klien sehingga lengan

menyentuh ke bahu, luruskan lengan ke depan.

4) Pergelangan tangan

Page 21: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Dukung pergelangan tangan dan tangan klien serta jari-jari dengan jari-jari

yang lain. Tekuk pergelangan tangan kedepan dan menggenggam, tekuk

pergelangan tangan ke belakang dan tegakkan jari-jari, gerakkan

pergelangan tangan ke lateral.

5) Jari fleksi/ekstensi

Dukung tangan klien dengan memegang telapak tangan, tekuk semua jari

sekali dan luruskan semua jari sekali.

b. Latih gerak sendi pada anggota gerak bawah

1. Pinggul fleksi

Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat lutut mengarah ke dada,

tekuk pinggul sedapat mungkin, biarkan lutut menekuk sedikit atau dengan

toleransi klien.

2. Lutut fleksi/kekuatan

Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat kaki klien diluruskan

setinggi mungkin, pegang sampai hitungan kelima.

3. Lutut fleksi/ekstensi

Dukung kaki, bila perlu tumit dan kaki belakang lutut, tekuk setinggi 90

derajat dan meluruskan lutut.

4. Jari kaki fleksi/ekstensi

Page 22: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Dukung telapak kaki klien, tekuk semua jari menurun dan dorong semua

jari ke belakang.

5. Tumit inverse/eversi

Dukung kaki klien di tempat tidur dengan satu tangan dan pegang telapak

kaki dengan tangan yang lain, putar telapak kaki keluar, putar telapak kaki

ke dalam.

2.3.5. Rentang Gerak dalam Mobilisasi

Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi ada tiga rentang gerak, yaitu :

a. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otototot dan

persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat

mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara

menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya pasien berbaring sambil

menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktivitas

yang diperlukan.

2.3.6. Faktor – faktor yang mempengaruhi Mobilisasi

a) Gaya hidup

Page 23: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin

tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat

meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan

tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara

yang sehat .

b) Proses penyakit dan injuri

Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi

mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk

mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.

Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada

kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu

misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit

kardiovaskuler.

c) Kebudayaan

Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas

misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berbeda

mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala

keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan

seorang wanita madura dan sebagainya.

d) Tingkat energy

Page 24: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi

sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi

dengan seorang pelari.

e) Usia dan status perkembangan

Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan

dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya

akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang

sering sakit.

2.3.7. Pengertian Imobilitas

Imobolitas atau imobilasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat

bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan ( aktifitas ),

misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada

ekstremitas, dan sebagaunya.

2.3.8. Jenis Imobilitas

1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dangan

tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien

dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah

paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi

tekanan.

2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami

kerusakan otak akibat suatu penyakit.

Page 25: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara

emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.

Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi

ketika sesorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilang

sesuatu yang paling di cintai.

4. Imobilitas social, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan

interaksi social karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempebgaruhi

peranya dalam kehidupan social.

2.3.9. Perubahan Sistem Tubuh akibat Imobilitas

Dampak darin tindakan mobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi system

tubuh, seperti perubahan pada metabolism tubuh, ketidak seimbangan cairan dan

elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,

perubahan system pernapasan, perubahan kardiovaskular, perubahan system

musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi, dan perubahan perilaku

(Hidayat, 2012)

2.4 Pentingnya mobilisasi bagi pasien stroke

Berdasarkan pembahasan tentang mobilisasi di atas, dapat diketahui bahwa

mobilisasi merupakan salah satu tindakan yang sangat penting bagi kemampuan

seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi

kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian. Kemampuan mobilisasi dapat

berkurang atau hilang pada seseorang yang menderita gangguan tulang atau otot

Page 26: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

seperti fraktur, gangguan saraf seperti stroke, tidak adekuatnya energi seperti

gangguan jantung atau dengan nyeri seperti pada seseorang pasca pembedahan.

Kondisi imobilitas yang lama dan terus menerus, dapat mengganggu

kesehatan seseorang karena kardiovaskuler tidak terlatih, otot yang konstan sehingga

dapat terjadi atrofi, dapat juga menimbulkan gangguan psikologis karena

kemandiriannya tidak optimal.

Oleh karena itu, perlu dilakukan latihan mobilisasi pada pasien yang telah siap

secara fisik dan psikis untuk melakukan mobilisasi. Mobilisasi perlu dilakukan tahap

demi tahap, disesuaikan dengan kemampuan fisik pasien dan kesiapan psikologis

pasien. Sebelum dilakukan latihan mobilisasi juga perlu dinilai kemampuan toleransi

tubuh klien terhadap aktivitas, untuk menghindari terjadinya kolaps, misalnya pada

pasien gangguan jantung dan nyeri hebat.

2.5 Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas. Pengetahuan

keluarga tentang mobilisasi dini perlu diketahui dan diteliti dengan baik sehingga

dapat meminimalkan komplikasi yang mungkin muncul karena tidak melakukan

mobilisasi. Di bawah ini dijelaskan mengenai kerangka Teori dan Kerangka konsep

yang akan dilakukan peneliti di RSUD Aloe Saboe Kota Gorontalo.

Page 27: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf

Bagan Kerangka Teori

Bagan Kerangka Konsep

Pelaksanaan Mobilisasi

oleh perawat

Mobilisasi pada pasien

stroke dengan

melakukan latihan

ROM pasif sperti :

1. Latihan gerak

sendi pada

anggota gerak

atas

2. Latihan gerak

sendi pada

anggota gerak

bawah

Pelaksanaan

mobilisasi oleh

perawat

Pasien Stroke

Page 28: 2013-1-14201-841409005-bab2-30072013125511.pdf