2011imt_pengaruh Vegetasi Liar (Bab 6)

22
BAB VI PENGARUH VEGETASI LIAR BERBUNGA TERHADAP PARASITOID Anastatus dasyni FERR. (HYMENOPTERA: EUPELMIDAE) [Effects of flowering wild vegetation on parasitoid of Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae)] Abstrak Pada pertanaman lada tumbuh beberapa jenis vegetasi liar berbunga sebagai sumber nektar. Penelitian bertujuan mengkaji pengaruh bunga berbagai vegetasi liar terhadap kehidupan A. dasyni asal inang alternatif. Penelitian mencakup lama hidup dan reproduksi, pilihan parasitoid lapar dan kenyang, dan tingkat parasitisasi parasitoid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parasitoid betina yang mengonsumsi nektar hidup antara 1.8 hari sampai 9.6 hari, sedangkan parasitoid jantan 1.6 hari sampai 3.4 hari. Lama hidup terpanjang terjadi pada parasitoid yang dikurung bersama bunga Cleome aspera dan Asystasia gangetica. Betina A. dasyni yang mengonsumsi nektar C. aspera meletakkan telur 13.80 butir dan 68.55% telur tersebut menjadi imago betina, sedangkan yang mengonsumsi nektar A. gangetica meletakkan telur 12.20 butir dan 71.94% telur tersebut menjadi imago betina. Parasitoid A. dasyni yang lapar memilih secara acak semua bunga, tetapi kunjungan lebih banyak terjadi pada bunga berwarna kuning cerah (Arachis pintoi) meskipun bunga tersebut tidak mendukung kehidupan parasitoid. Imago betina yang kenyang lebih banyak memilih inang (66.67%) untuk oviposisi. Rataan tingkat parasitisasi A. dasyni di kebun lada yang ditumbuhi C. aspera dan A. gangetica (56.23%) lebih tinggi dibandingkan di kebun lada yang dilakukan penyiangan (28.57%). Kata kunci: Anastatus dasyni, Dasynus piperis, vegetasi liar berbunga Abstract There are several wild flowering vegetations in pepper plantations functioned as nectar sources. This study was conducted to evaluate the effect of several wild vegetation flowers to the livelihood of A. dasyni. The study consisted of living period and reproduction, the preference of starved and satiate parasitoids, as well as parasitation levels of parasitoids. The result of the study revealed that A. dasyni females consuming nectars would live between 1.8 to 9.6 days, while their males counterpart would live between 1.6 to 3.4 days. The longest living period was found on the parasitoid fed with Cleome aspera and Asystasia gangetica nectars. A. dasyni fed C. aspera and A. gangetica nectars would produce 13.80 and 12.20 eggs, respectively, which after hatching 68.55% and 71.94% of them, respectively, were females. The starved parasitoids would randomly choose all flowers, but only the bright yellow flowers i.e. Arachis pintoi was the most preferred one, though this flower did not support their lives. As much as 66.67% of the satiate females would directly choose their hosts for egg oviposition. The parasitization level of A. dasyni in a pepper plantation inhabited

description

fsfef

Transcript of 2011imt_pengaruh Vegetasi Liar (Bab 6)

BAB VI

PENGARUH VEGETASI LIAR BERBUNGA TERHADAP PARASITOID Anastatus dasyni FERR.

(HYMENOPTERA: EUPELMIDAE)

[Effects of flowering wild vegetation on parasitoid of Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae)]

Abstrak

Pada pertanaman lada tumbuh beberapa jenis vegetasi liar berbunga sebagai sumber nektar. Penelitian bertujuan mengkaji pengaruh bunga berbagai vegetasi liar terhadap kehidupan A. dasyni asal inang alternatif. Penelitian mencakup lama hidup dan reproduksi, pilihan parasitoid lapar dan kenyang, dan tingkat parasitisasi parasitoid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parasitoid betina yang mengonsumsi nektar hidup antara 1.8 hari sampai 9.6 hari, sedangkan parasitoid jantan 1.6 hari sampai 3.4 hari. Lama hidup terpanjang terjadi pada parasitoid yang dikurung bersama bunga Cleome aspera dan Asystasia gangetica. Betina A. dasyni yang mengonsumsi nektar C. aspera meletakkan telur 13.80 butir dan 68.55% telur tersebut menjadi imago betina, sedangkan yang mengonsumsi nektar A. gangetica meletakkan telur 12.20 butir dan 71.94% telur tersebut menjadi imago betina. Parasitoid A. dasyni yang lapar memilih secara acak semua bunga, tetapi kunjungan lebih banyak terjadi pada bunga berwarna kuning cerah (Arachis pintoi) meskipun bunga tersebut tidak mendukung kehidupan parasitoid. Imago betina yang kenyang lebih banyak memilih inang (66.67%) untuk oviposisi. Rataan tingkat parasitisasi A. dasyni di kebun lada yang ditumbuhi C. aspera dan A. gangetica (56.23%) lebih tinggi dibandingkan di kebun lada yang dilakukan penyiangan (28.57%).

Kata kunci: Anastatus dasyni, Dasynus piperis, vegetasi liar berbunga

Abstract

There are several wild flowering vegetations in pepper plantations functioned as nectar sources. This study was conducted to evaluate the effect of several wild vegetation flowers to the livelihood of A. dasyni. The study consisted of living period and reproduction, the preference of starved and satiate parasitoids, as well as parasitation levels of parasitoids. The result of the study revealed that A. dasyni females consuming nectars would live between 1.8 to 9.6 days, while their males counterpart would live between 1.6 to 3.4 days. The longest living period was found on the parasitoid fed with Cleome aspera and Asystasia gangetica nectars. A. dasyni fed C. aspera and A. gangetica nectars would produce 13.80 and 12.20 eggs, respectively, which after hatching 68.55% and 71.94% of them, respectively, were females. The starved parasitoids would randomly choose all flowers, but only the bright yellow flowers i.e. Arachis pintoi was the most preferred one, though this flower did not support their lives. As much as 66.67% of the satiate females would directly choose their hosts for egg oviposition. The parasitization level of A. dasyni in a pepper plantation inhabited

59

by C. aspera and A. gangetica was about 56.23%, which was higher as compared to that of the plantation without those wild plants (28.57%).

Key words: Anastatus dasyni, Dasynus piperis, flowering wild vegetation

Pendahuluan

Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae) merupakan parasitoid

yang bersifat sinovigenik. Parasitoid seperti ini (Quicke 1997) memerlukan

pakan untuk pematangan telurnya, sehingga parasitoid memiliki masa

praoviposisi. Parasitoid perlu mengonsumsi pakan terlebih dahulu sebelum

melakukan oviposisi.

Sumber pakan bagi imago parasitoid di lapangan, dapat diperoleh melalui

nektar bunga dan atau embun madu. Selain untuk produksi telur, sumber pakan

tersebut berguna untuk meningkatkan daya bertahan hidup parasitoid. Parasitoid

yang hidup lebih lama dan keperidian yang lebih tinggi akan lebih mempercepat

penekanan populasi inang. Oleh karena itu, keberadaan sumber pakan yang

mudah didapat imago parasitoid dan dekat dengan lokasi inang sangat penting

(Jervis et al. 1996; Lewis et al. 1998; Lee & Heimpel 2002). Pemanfaatan

tanaman berbunga yang mampu meningkatkan keperidian parasitoid betina dapat

dipahami dari segi keseimbangan antara inang dan kebutuhan pakan. Hal tersebut

menjadi bagian utama dalam pengendalian hayati (Lewis et al. 1998; van Emden

2002).

Sifat dan perilaku parasitoid A. dasyni dalam mengakses sumber pakan,

memberikan pemahaman bahwa diperlukan suatu pengelolaan ekosistem

pertanaman yang menguntungkan bagi parasitoid tersebut. Di satu sisi,

pengelolaan ekosistem yang dibentuk menguntungkan parasitoid dan di sisi lain

tidak merugikan pertumbuhan tanaman budidaya, yaitu lada.

Manipulasi lingkungan yang bertujuan mengonservasi musuh alami

merupakan salah satu pendekatan dalam pengendalian hayati. Manipulasi

lingkungan dapat dilakukan dengan menanam jenis tanaman penghasil nektar dan

polen di sekitar tanaman utama (Stehr 1982; van Driesche & Bellows 1996).

Banyak parasitoid dewasa memerlukan nutrisi dalam bentuk nektar, polen atau

keduanya (Jervis et al. 1992, 1996; Landis et al. 2000).

60

Konservasi parasitoid A. dasyni baik melalui penanaman atau pengelolaan

vegetasi liar yang tumbuh di sekitar tanaman lada dapat dilakukan sedemikian

rupa menjadi satu kesatuan ekosistem yang tidak terpisahkan dengan tanaman

lada. Beberapa hasil penelitian sebelumnya (Deciyanto & Asnawi 1997; Trisawa

et al. 2006) menunjukkan bahwa kehadiran vegetasi liar atau tanaman lain

berbunga di sekitar pertanaman dapat meningkatkan parasitisasi parasitoid pada

tanaman lada. Di samping itu, menurut Kartosuwondo (1993) vegetasi liar dapat

berfungsi sebagai reservoir parasitoid, contohnya Brassicaceae liar untuk

parasitoid Diadegma semiclausum (Hymenoptera: Ichneumonidae).

Pada pertanaman lada tumbuh beberapa vegetasi liar berbunga sebagai

sumber pakan parasitoid. Namun demikian belum diketahui bagaimana peranan

masing-masing bunga vegetasi liar tersebut sebagai sumber nektar bagi

parasitoid A. dasyni. Hal ini perlu diteliti, termasuk juga terhadap bunga

A. pintoi yang selama ini dianjurkan ditanam pada kebun lada karena dianggap

dapat meningkatkan tingkat parasitisasi parasitoid. Di sisi lain, banyak petani

yang melakukan penyiangan vegetasi liar setengah bersih sampai bersih dan

belum memahami pentingnya vegetasi tersebut. Penelitian pengaruh bunga

vegetasi liar terhadap parasitoid A. dasyni dan evaluasinya pada karakteristik

egroekosistem lada sangat diperlukan terutama untuk mendapatkan umpan balik

dalam merancang agroekosistem lada yang benar dan menguntungkan.

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh pemberian bunga sebagai

sumber nektar dari berbagai vegetasi liar terhadap kehidupan parasitoid A. dasyni

asal telur Riptortus linearis. Pengkajian lama hidup dan reproduksi imago

parasitoid A. dasyni yang diberi nektar dari berbagai vegetasi liar dapat

dibandingkan. Dengan demikian, dapat ditentukan jenis vegetasi liar yang

mendukung kehidupan parasitoid. Pengetahuan yang diperoleh diperlukan untuk

mengelola ekosistem lada yang mampu menunjang pengendalian hayati kepik

pengisap buah lada Dasynus piperis China (Hemiptera: Coreidae).

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan sejak bulan April 2009 sampai dengan Desember

2009 di laboratorium hama Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor,

61

laboratorium dan rumah kaca Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan

Bangka Belitung, dan kebun lada di Bangka.

Pembiakan R. linearis

Pembiakan R. linearis menggunakan kurungan berkerangka kayu dan

berdinding kain kasa berukuran panjang 35 cm, lebar 35 cm, dan tinggi 75 cm di

laboratorium. Serangga R. linearis diambil dari pertanaman kedelai kemudian

dipelihara dalam kurungan dan diberi pakan kacang panjang yang diganti setiap 2

hari sekali. Di dalam kurungan juga digantungkan untaian kain wol sebagai

tempat peneluran seangga. Telur yang diperoleh dari hasil pemeliharaan serangga

R. linearis kemudian digunakan untuk pembiakan dan penelitian.

Pembiakan A. dasyni

Telur D. piperis asal pertanaman lada di Bangka dipelihara dalam tabung

gelas bergaris tengah 1.5 cm, panjang 18.0 cm di laboratorium. Tabung reaksi

ditutup dengan kapas yang dibungkus kain kasa. Perkembangan telur diamati

sampai keluar imago A. dasyni. Imago A. dasyni dipindahkan ke tabung reaksi

lain yang berukuran sama dan diberi pakan madu 10%.

Pembiakan A. dasyni dilakukan dengan cara setiap 10 telur R. linearis

umur 2 hari dilekatkan dengan lem kertas cair pada kertas karton (pias) ukuran

1.0 cm x 5.0 cm. Pias telur dimasukkan ke dalam tabung reaksi bergaris tengah

1.5 cm dan panjang 18.0 cm yang berisi sepasang parasitoid A. dasyni. Pias telur

diambil setelah 24 jam dan diganti dengan pias yang baru. Pias yang diambil

dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain yang berukuran sama, kemudian diamati

sampai parasitoid keluar. Parasitoid hasil pembiakan digunakan untuk penelitian.

Pemeliharaan D. piperis

Serangga D. piperis yang diperoleh dari pertanaman lada dipelihara dalam

kurungan plastik milar bergaris tengah 18.0 cm dan tinggi 40.0 cm di rumah kaca.

Kurungan tersebut menyungkup bibit lada dalam pot plastik bergaris tengah 22.0

cm dan tinggi 14.5 cm. Imago D. piperis diberi pakan buah lada umur 6 sampai 9

bulan yang digantungkan pada kawat di bagian atas kurungan atau dilekatkan

pada bibit lada. Buah lada diganti setiap 2 hari. Pemasukan serangga dan atau

penggantian buah lada melalui lubang yang ada di bagian atas kurungan.

62

Pemeliharaan imago D. piperis juga dilakukan langsung pada tanaman lada di

lapangan. Imago D. piperis dimasukkan ke dalam kurungan yang menyungkup

cabang dan buah lada. Telur yang diperoleh dari pemeliharaan imago D. piperis

digunakan untuk penelitian.

Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga Terhadap Lama hidup dan Keperidian Parasitoid

Dalam penelitian ini diuji tujuh jenis vegetasi liar berbunga sebagai

sumber nektar, yaitu Ageratum conyzoides (Asteraceae), Vernonia cinerea

(Asteraceae), Wedelia trilobata (Asteraceae), Cleome aspera (Capparaceae),

Asystasia gangetica (Acanthaceae), Oxalis barrelieri (Oxalidaceae), dan Arachis

pintoi (Fabaceae). Sebagai pembanding digunakan cairan madu 10%, air, dan

tanpa pakan. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok dengan lima

ulangan

Masing-masing vegetasi liar yang diuji dikumpulkan dari kebun lada,

kemudian ditanam dalam polibag, dan bunganya disungkup dengan botol plastik

berdinding kain kasa. Sepasang parasitoid A. dasyni asal inang alternatif dan pias

berisi 10 telur D. piperis umur 2 hari dimasukkan ke dalam botol. Pias telur

diambil dari dalam botol setelah 24 jam. Pias telur yang diambil dimasukkan ke

dalam tabung reaksi bergaris tengah 1.5 cm dan panjang 18.0 cm. Botol plastik

berisi parasitoid selanjutnya dipindahkan ke bunga pada polibag yang lain dan ke

dalam botol dimasukkan pias telur yang baru. Pemindahan parasitoid dan

penggantian pias telur dilakukan selama parasitoid betina hidup. Pengamatan

dilakukan terhadap lama hidup dan keperidian parasitoid.

Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga Terhadap Perilaku Kunjungan Parasitoid

Tujuh jenis vegetasi liar berbunga yang digunakan dalam penelitian

sebelumnya diuji pengaruhnya terhadap perilaku kunjungan imago parasitoid

betina yang lapar dan kenyang serta imago parasitoid jantan yang lapar. Pada

percobaan parasitoid betina yang lapar dan kenyang, sebagai pembanding

digunakan telur D. piperis umur 2 hari yang dilem dengan lem kertas cair pada

pias karton berukuran 1.0 x 5.0 cm.

Setiap tangkai bunga vegetasi liar ditancapkan ke dalam tabung film yang

berisi air agar bunga tidak cepat layu, sedangkan pias telur diletakkan di atas

63

tabung film. Setiap perlakuan kemudian diletakkan secara acak dalam kurungan

stoples plastik bergaris tengah 14.0 cm. Stoples plastik disungkup dengan plastik

milar bergaris tengah 14.0 cm dan tinggi 10.0 cm. Bagian atas sungkup ditutup

dengan kain kasa. Pada bagian tengah kasa dibuat lubang 1.5 cm untuk

memasukan parasitoid. Parasitoid betina dan jantan A. dasyni yang baru keluar

dari telur R. linearis tidak diberi pakan selama kurang lebih 4 jam, kemudian

dimasukkan ke dalam sungkup. Lubang tempat pemasukan parasitoid selanjutnya

ditutup dengan kapas. Pengamatan dilakukan terhadap perilaku A. dasyni dalam

memilih bunga. Parasitoid dianggap tidak memberikan respon jika selama 20

menit terhitung mulai dari dimasukkan ke dalam stoples parasitoid tersebut tidak

memilih bunga. Pengamatan dilakukan masing-masing terhadap 32 imago

parasitoid betina dan jantan A. dasyni.

Penelitian dengan cara yang sama juga dilakukan terhadap imago betina

A. dasyni umur 4 hari yang kenyang, yaitu parasitoid yang sudah diberi pakan

madu 10% selama hidupnya. Parasitoid dimasukkan ke dalam sungkup yang

berisi bunga vegetasi liar dan telur D. piperis. Pengamatan dilakukan seperti

pada penelitian parasitoid yang lapar. Pengamatan dilakukan pada 30 imago

parasitoid betina A. dasyni.

Dari hasil penelitian di atas, ditentukan salah satu jenis bunga yang banyak

dipilih oleh parasitoid betina A. dasyni. Bunga tersebut dan telur D. piperis

digunakan sebagai perlakuan preferensi pilihan bebas imago A. dasyni yang lapar

dan kenyang. Pengujian dilakukan dengan menggunakan lorong tabung ”Y”.

Bunga dan telur D. piperis diletakkan secara terpisah, masing-masing pada salah

satu ujung lorong dari 3 lorong yang saling berhubungan. Pada ujung lorong

yang lain dilepaskan imago betina A. dasyni yang lapar atau kenyang. Setiap

perlakuan parasitoid kenyang dan lapar diulang pada 40 imago betina A. dasyni.

Pengamatan dilakukan terhadap persentase pilihan parasitoid, antara bunga dan

telur untuk masing-masing kondisi parasitoid.

Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga di Kebun Lada Terhadap Parasitisasi

Kegiatan dilakukan pada kebun lada yang banyak ditumbuhi vegetasi liar

(didominasi oleh C. aspera dan A. gangetica) dan kebun lada yang dilakukan

penyiangan vegetasi liar. Masing-masing kebun lada terdiri atas 8 petak dengan

64

100 tanaman lada per petak. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu selama 4

bulan. Telur D. piperis yang ditemukan pada pertanaman lada dari setiap petak

kebun diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berdiameter 1.5 cm dan

panjang 18.0 cm. Tabung reaksi disimpan di laboratorium dan diamati jenis

parasitoid yang keluar.

Analisis Data

Data pengaruh keberadaan bunga terhadap lama hidup dan keperidian

parasitoid dianalisis dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji jarak

berganda Duncan (α = 0.05), dengan bantuan SAS (SAS Institute 1990). Nisbah

kelamin (% betina) parasitoid yang keluar dari masing-masing perlakuan diuji

terhadap nisbah kelamin teoritis 50% berdasarkan uji khi kuadrat, begitu pula

preferensi kunjungan parasitoid pada berbagai bunga. Data lama kunjungan

parasitoid pada bunga dianalisis dengan sidik ragam, sedangkan data hasil

penelitian pengaruh vegetasi liar berbunga di kebun lada terhadap parasitisasi

dianalisis menggunakan uji-t pada α 0.05.

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga Terhadap Lama hidup dan Keperidian Parasitoid

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nektar bunga sebagai pakan

berpengaruh sangat nyata terhadap lama hidup imago betina (F = 62.81; db = 9;

4; 36; P < 0.0001) dan jantan A. dasyni (F = 8.23; db = 9; 4; 36; P < 0.0001)

(Tabel 6.1). Di antara jenis bunga, nektar bunga C. aspera dan A. gangetica

menyebabkan betina A. dasyni hidup lebih lama dan berbeda nyata dibandingkan

jenis bunga lainnya. Nektar bunga C. aspera juga menyebabkan parasitoid jantan

hidup lebih lama meskipun berbeda tidak nyata dengan parasitoid yang

mengonsumsi nektar bunga A. gangetica. Secara umum, lama hidup imago

parasitoid A. dasyni baik betina maupun jantan yang mengonsumsi nektar bunga,

jauh di bawah kemampuan lama hidupnya jika dibandingkan imago yang

mengonsumsi madu. Namun demikian, parasitoid hidup lebih lama jika

dibandingkan parasitoid yang mengonsumsi air.

65

Tabel 6.1 Lama hidup (x ± SD) imago A. dasyni yang dipelihara pada bunga vegetasi

Bunga vegetasi dan Pembanding

Lama hidup (hari)*) Betina Jantan

Asteraceae A. conyzoides V. cinerea W. trilobata

Capparaceae C. aspera Acanthaceae A. gangetica Oxalidaceae O. barrelieri Fabaceae A. pintoi Cairan madu 10% Air Tanpa pakan

1.80 ± 045 c 2.60 ± 055 c 2.20 ± 045 c

9.60 ± 4.04 b

9.20 ± 3.90 b

3.20 ± 0.84 c

2.20 ± 0.45 c

36.80 ± 5.89 a 1.20 ± 0.45 c 1.00 ± 0.00 c

1.60 ± 0.55 cd 2.40 ± 0.55 bc

2.20 ± 0.45 bcd

3.40 ± 1.95 b

2.80 ± 0.84 bc

2.00 ± 0.00 cd

2.00 ± 0.00 cd 5.60 ± 1.52 a 1.00 ± 0.00 d 1.00 ± 0.00 d

*)

Imago betina A. dasyni yang hidup lebih lama, memberikan pengaruh

nyata terhadap keperidian (F = 46.45; db = 9, 4, 36; P < 0.0001). Betina

parasitoid yang mengonsumsi nektar bunga C. aspera dan A. gangetica mampu

menghasilkan keturunan, sedangkan yang mengonsumsi nektar dari jenis bunga

Angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji jarak berganda Duncan, α = 0.05) setelah ditransformasi ke √x + 0.5

Berdasarkan Tabel 6.1 terlihat bahwa beberapa jenis bunga vegetasi liar

yang tumbuh di ekosistem tanaman lada bukan merupakan sumber pakan yang

baik bagi kehidupan parasitoid A. dasyni. Hanya ada dua jenis vegetasi liar yaitu

C. aspera dan A. gangetica yang memberikan pengaruh terhadap lama hidup

betina dan jantan A. dasyni. Lama hidup parasitoid betina pada kedua vegetasi

tersebut meningkat 8 kali lipat jika dibandingkan parasitoid yang hanya

mengonsumsi air, sedangkan terhadap parasitoid jantan hanya 3 kali lipat.

Pada pengujian ini parasitoid dikurung dan hanya mengonsumsi nektar

bunga yang disediakan. Jika parasitoid hidup di lapangan, kemungkinan lama

hidupnya akan meningkat karena parasitoid lebih bebas mengunjungi sejumlah

bunga dan mengonsumsi nektar sebanyak yang dibutuhkan. Hal ini dapat dilihat

dari potensi lama hidup A. dasyni yang mencapai 36.8 hari jika diberi pakan

madu.

66

yang lain tidak menghasilkan keturunan (Tabel 6.2). Dari keturunan yang

diperoleh, nisbah kelamin (% betina) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

pada parasitoid yang mengonsumsi nektar bunga C. aspera (χ2 = 2.60; P = 0.107)

atau nektar bunga A. gangetica ( χ2 = 3.60; P = 0.058) dan yang mengonsumsi

cairan madu 10% (χ2

Bunga vegetasi liar dan pembanding

= 2.78; P = 0.095) jika dibandingkan nisbah teoritis 50%.

Tabel 6.2 Jumlah keturunan dan nisbah kelamin A. dasyni yang dipelihara pada bunga vegetasi liar

Jumlah keturunan (x ± SD individu)

Nisbah kelamin (% betina ± SD)*) **)

Asteraceae A. conyzoides V. cinerea W. trilobata

Capparaceae C. aspera Acanthaceae A. gangetica Oxalidaceae O. barrelieri Fabaceae A. pintoi Cairan madu 10% Air Tanpa pakan

0 0 0

13.80 ± 7.46 b

12.20 ± 6.50 b 0 0

90.80 ± 23.81 a 0 0

68.55 ± 8.32 tn

71.94 ± 4.59 tn

69.22 ± 3.71 tn

*)Angka dalam kolom kedua yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji jarak bergand Duncan, α = 0.05) setelah ditransformasi ke √x + 0.5

**)

Lama hidup dan keperidian parasitoid sangat bergantung pada kandungan

nutrisi dari pakan yang dikonsumsi (Idris & Grafius 1995). Hasil analisis kadar

Angka dalam kolom ketiga yang diikuti oleh huruf tn tidak berbeda nyata terhadap nisbah kelamin teoritis 50% berdasarkan uji khi kuadrat pada α = 0.05

Keperidan betina A. dasyni yang mengonsumsi nektar C. aspera dan

A. gangetica masih rendah, masing-masing 13.80 butir dan 12.20 butir jika

dibandingkan potensinya yang mencapai 90.8 butir jika diberi pakan madu. Hal

ini dapat disebabkan oleh perbedaan lama hidup yang dipengaruhi oleh kuantitas

dan kualitas pakan yang dikonsumsi. Namun demikian, berdasarkan nisbah

kelamin (% betina) yang diperoleh, tidak menunjukkan perbedaan dengan

A. dasyni yang mengonsumsi madu. Hal ini sangat menguntungkan untuk

keberlanjutan parasitisasi dan perkembangan populasi parasitoid.

67

gula tereduksi (Tabel 6.3) menunjukkan bahwa terdapat variasi di antara jenis

bunga vegetasi liar yang diuji. Bunga O. barrelieri memiliki kandungan gula

tereduksi paling tinggi, sedangkan bunga A. conyzoides dan A. pintoi kadar

gulanya tidak terdeteksi yang memungkinkan bunga tersebut tidak mengandung

gula atau sangat rendah, sehingga hal tersebut tidak menunjang kehidupan

parasitoid A. dasyni. Menurut Jervis et al. (1996) sumber gula dibutuhkan oleh

parasitoid untuk meningkatkan lama hidup dan kesuburan. {

Tabel 6.3 Kadar gula tereduksi pada berbagai bunga vegetasi liar

Bunga vegetasi

Kadar gula tereduksi (%)

Asteraceae : A. conyzoides V. cinerea W. trilobata

Capparaceae: C. aspera Acanthaceae : A. gangetica Oxalidaceae : O. barrelieri Fabaceae: A. pintoi

-

0.0687 0.5200

0.0464

0.8363

1.4200

-

- tidak terdeteksi

Meskipun bunga memiliki kandungan nutrisi untuk pakan parasitoid,

tetapi akses terhadap bunga tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti

bentuk bunga dan aroma bunga. Bentuk bunga berkaitan dengan kemudahan

mendapatkan nektar, sedangkan aroma bunga berkaitan dengan ketertarikan

parasitoid. Bentuk mahkota bunga O. barrelieri dan W. trilobata sangat terbuka

yang memungkinkan parasitoid dapat mengakses nektarnya. Ketidaktertarikan

parasitoid A. dasyni terhadap kedua bunga tersebut kemungkinan disebabkan oleh

aroma bunga yang tidak disukai parasitoid. Pada kedua bunga tersebut memang

tercium aroma yang kurang menarik.

Bentuk perbungaan dari jenis bunga yang lain menunjukkan bahwa bunga

V. cinerea berbentuk bongkol, mengelompok berwarna kemerahan, mirip bunga

A. conyzoides yang juga berbentuk bongkol mengelompok, tetapi berwarna putih.

Bentuk bunga seperti ini dapat menghalangi kegiatan pakan parasitoid. Pada

68

bunga C. aspera, terdapat sepal yang berjumlah 2 sampai 3 buah dengan panjang

mencapai 0.5 mm dan memiliki rambut-rambut kelenjar. Di samping itu, terdapat

petal berwarna putih dengan panjang 15 mm yang berbentuk oblong-lanceolate.

Bunga juga memiliki stamen yang berjumlah 6 sampai 7 buah dengan panjang

4 mm sampai 6 mm (Backer & van den Brink Jr 1963; van Steenis 1972). Pada

bunga A. gangetica, bentuk bunga adalah mengelompok, berwarna putih atau

ungu, memiliki kaliks dengan panjang 5.0 mm sampai 9.0 mm dan korola dengan

panjang 2.0 cm sampai 3.5 cm (Soedarsan et al. 1985; Lemmens &

Bunyapraphatsara 2003).

Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga Terhadap Perilaku Kunjungan Parasitoid

Kunjungan parasitoid pada bunga vegetasi liar sebagai sumber pakan

tampaknya dipengaruhi oleh warna bunga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

bunga A. pintoi dan W. trilobata yang berwarna kuning cerah sangat menarik

perhatian imago parasitoid. Betina A. dasyni yang lapar, lebih banyak

mengunjungi kedua bunga tersebut dibandingkan jenis bunga yang lain, yaitu

sebanyak 10 ekor (31.25 %) pada A. pintoi dan 6 ekor (18.75%) pada W. trilobata.

Pada percobaan ini juga tidak terjadi adanya kunjungan dari parasitoid betina

yang lapar terhadap inang (telur). Hal ini membuktikan bahwa parasitoid betina

yang lapar akan mencari pakan dibandingkan inang. Di samping itu, terdapat 2

ekor parasitoid betina yang lapar yang tidak menunjukkan respon terhadap

semua perlakuan. Parasitoid tersebut lebih banyak diam atau begerak di atas

kurungan. Oleh karena itu, parasitoid yang tidak menunjukkan respon tidak

dimasukkan dalam analisis data. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang nyata (χ2 = 19.60; db = 7; P = 0.007) dari proporsi kunjungan

parasitoid betina yang lapar pada beberapa bunga vegetasi liar dan inang (Gambar

6.1).

Hasil pilihan yang sama juga terjadi pada imago jantan A. dasyni yang

lapar. Bunga A. pintoi lebih banyak dikunjungi (7 ekor = 21.88%) dibandingkan

jenis bunga vegetasi liar. Pada bunga A. conyzoides, V. cinerea, dan O. barrelieri

serta inang (telur) tidak terdapat parasitoid jantan lapar yang berkunjung. Pada

percobaan ini, jumlah parasitoid yang tidak menunjukkan respon lebih banyak

dibanding betina yang lapar yaitu sebanyak 17 ekor (53.13%). Sebagaimana pada

69

0

2

4

6

8

10

12

A. conyzoides

V. cinerea

W. trilo

bata

C. aspera

A. gangetica

O. barrelier

i

A. pintoi

Telur (i

nang)

Jum

lah p

aras

itoid

(e

kor)

Gambar 6.1 Pilihan parasitoid A. dasyni betina yang lapar terhadap bunga vegetasi liar dan inang

parasitoid betina yang lapar, parasitoid yang tidak menunjukkan respon juga tidak

dimasukkan dalam analisis data. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang nyata (χ2 = 18.13; db = 6; P = 0.006) dari proporsi kunjungan

jantan parasitoid yang lapar pada beberapa bunga vegetasi liar (Gambar 6.2).

Lama kunjungan parasitoid A. dasyni baik betina maupun jantan yang

lapar pada bunga sangat bervariasi, masing-masing berkisar antara 0.18 menit

sampai 5.59 menit dan 0.52 menit sampai 2.43 menit. Meskipun bunga A. pintoi

lebih banyak dikunjungi, tetapi rataan lama kunjungan parasitoid betina dan jantan

yang lapar lebih rendah dibandingkan pada bunga A. gangetica dan C. aspera.

Hasil analisis lama kunjungan dari setiap bunga yang dikunjungi menunjukkan

adanya perbedaan, baik pada parasitoid betina yang lapar (F = 4.81; db = 6; P =

0.003) maupun jantan yang lapar (F = 4.96; db = 3; P = 0.020). Lama kunjungan

χ2 = 19.60 db = 7 P = 0.007

Bunga vegetasi dan inang

70

0

1

2

3

4

5

6

7

8

A. con

yzoide

s

V. cine

rea

W. trilo

bata

C. aspe

ra

A. gan

getic

a

O. barr

elieri

A. pint

oi

Jum

lah p

aras

itoid

(e

kor)

Gambar 6.2 Pilihan parasitoid A. dasyni jantan yang lapar terhadap bunga

vegetasi liar parasitoid kedua jenis kelamin tersebut pada bunga A. gangetica lebih lama dan

berbeda nyata dibandingkan bunga vegetasi lainnya (Gambar 6.3 dan 6.4).

Berdasarkan hasil penelitian ini, parasitoid A. dasyni yang lapar sangat

tertarik pada bunga A. pintoi meskipun bunga tersebut tidak memiliki peranan

dalam meningkatkan lama hidup dan keperidian parasitoid. Dengan demikian,

kehadiran bunga A. pintoi hanya memikat parasitoid untuk berkunjung, sedangkan

pakan diperoleh pada bunga vegetasi yang lain. Hal ini terlihat dari perilaku

parasitoid, meskipun ketertarikan pertama terjadi pada bunga A. pintoi, parasitoid

kemudian akan beralih ke bunga yang lain untuk mendapatkan pakan. Lama

kunjungan parasitoid terhadap bunga juga menguatkan perilaku tersebut. Pada

bunga A. pintoi lama kunjungan parasitoid yang lapar tersebut lebih cepat

dibandingkan pada bunga yang memiliki kandungan nektar. Waktu kunjungan

yang lebih lama ini disebabkan oleh tambahan waktu parasitoid untuk mengakses

nektar.

Warna bunga tidak lagi menjadi perhatian utama bagi parasitoid betina

A. dasyni yang kenyang. Jumlah parasitoid yang berkunjung pada bunga paling

χ2 = 18.13 db = 6 P = 0.006

Bunga vegetasi

71

0

1

2

3

4

5

6

7

A. conyzoides

V. cinerea

W. trilo

bata

C. aspera

A. gangetica

O. barrelier

i

A. pintoi

Lama

kunju

ngan

(m

enit)

Gambar 6.3 Lama kunjungan parasitoid betina A. dasyni yang lapar pada bunga vegetasi liar.

0

1

2

3

4

W. trilo

bata

C. aspera

A. gangetica

A. pintoi

Lam

a kun

jung

an (m

enit)

Gambar 6.4 Lama kunjungan A. dasyni jantan yang lapar pada bunga vegetasi liar.

F = 4.81 db = 6 P = 0.003

Bunga vegetasi liar

F = 4.96 db = 3 P = 0.020

Bunga vegetasi

72

banyak hanya 3 ekor (10%) yaitu pada bunga C. aspera dan W. trilobata. Bunga

V. cinerea dan O. barrelieri bahkan tidak dikunjungi oleh parasitoid betina yang

kenyang. Parasitoid betina A. dasyni yang kenyang lebih tertarik pada inang

(66.67%) dan berbeda nyata (χ2 =83.07; db = 7; P < 0.0001) dibandingkan

ketertarikan terhadap bunga (Gambar 6.5). Rataan waktu kunjungan pada inang

adalah selama 35.75 menit yang merupakan waktu untuk peletakan telur. Waktu

kunjungan tersebut berbeda nyata (F = 16.09; db = 5; P < 0.0001) dibandingkan

rataan waktu kunjungan pada bunga (Gambar 6.6).

Perilaku imago betina A. dasyni yang kenyang lebih tertarik pada inang

untuk peletakan telur dibandingkan pada semua jenis bunga. Meskipun terdapat

3.33% sampai 10% betina A. dasyni yang kenyang mengunjungi bunga, namun

kunjungan tersebut tidak lama yaitu hanya berkisar antara 0.15 menit sampai 0.43

menit dan parasitoid kemudian akan beralih memilih inang.

Ketertarikan parasitoid lebih jelas saat dilakukan pengujian lorong ”Y”

untuk memilih antara inang (telur) dan pakan (bunga) pada parasitoid betina yang

lapar dan kenyang. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebanyak 24 ekor

(60%) imago betina A. dasyni yang lapar memilih bunga, 10 ekor (25%) memilih

inang, dan 6 ekor (15%) tidak menunjukkan respon. Parasitoid yang tidak

menunjukkan respon tidak dimasukkan dalam analisis data. Hasil analisis

menunjukkan bahwa pilihan pada bunga berbeda nyata (χ2 = 4.97; db = 1; P =

0.026) dibandingkan pilihan pada inang (Gambar 6.7). Hasil sebaliknya terjadi

pada imago betina yang kenyang, sebanyak 28 ekor (70%) parasitoid tersebut

memilih inang dan berbeda nyata (χ2 = 6.56; db = 1; P = 0.010) dibandingkan

pilihan pada bunga (Gambar 6.8). Pada percobaan ini, jumlah parasitoid yang

tidak menunjukkan respon hanya 1 ekor (2.5%).

Perilaku pilihan parasitoid A. dasyni antara pakan dan inang dapat

dipahami dari segi fisiologis parasitoid. Parasitoid yang lapar akan lebih tertarik

untuk mendapatkan pakan daripada inang (Lewis et al. 1990). Parasitoid yang

mendapat pakan yang cukup akan meletakkan telur lebih banyak dibandingkan

parasitoid yang lapar (Takasu & Lewis 1993; Stapel et al. 1997).

73

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

A. con

yzoide

s

V. cine

rea

W. trilo

bata

C. aspe

ra

A. gan

getic

a

O. barr

elieri

A. pint

oi

Telur (

inang

)

Jum

lah

para

sito

id

(eko

r)

Gambar 6.5 Pilihan A. dasyni betina yang kenyang terhadap bunga dan inang.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

A. conyz

oides

W. trilo

bata

C. asper

a

A. gangetica

A. pintoi

Telur (i

nang)

Lam

a kun

jung

an

(men

it)

Gambar 6.6 Lama kunjungan A. dasyni betina yang kenyang pada bunga dan

inang.

Bunga vegetasi dan inang

Bunga vegetasi dan inang

χ2 = 83.07 db = 7 P < 0.0001

F = 16.09 db = 5 P < 0.0001

74

02468

1012141618202224

Bunga Inang

Jum

lah

para

sito

id

(eko

r)

Gambar 6.7 Pilihan parasitoid A. dasyni betina yang lapar antara bunga vegetasi

liar dan inang pada pengujian lorong ”Y”

02468

1012141618202224262830

Bunga Inang

Jum

lah

para

sito

id

(eko

r)

Gambar 6.8 Pilihan parasitoid A. dasyni betina yang kenyang antara bunga

vegetasi liar dan inang pada pengujian lorong ”Y” Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga di Kebun Lada Terhadap Parasitisasi

Perbedaan kebun lada antara yang ditumbuhi vegetasi liar (didominasi

oleh A. gangetica dan C. aspera) dengan kebun lada yang dilakukan penyiangan

vegetasi liar, menghasilkan rataan tingkat parasitisasi kompleks parasitoid telur

D. piperis yang berbeda pada setiap bulan pengamatan, yaitu Mei (P = 0.0004),

Juni (P = 0.0007), Juli (P = 0.0012), dan Agustus (P = 0.0025). Tingkat

Pilihan parasitoid

Pilihan parasitoid

χ2 = 4.97 db = 1 P = 0.026

χ2 = 6.56 db = 1 P = 0.01

75

parasitisasi telur D. piperis oleh kompleks parasitoid pada kebun lada tanpa

penyiangan adalah antara 75.47% sampai 82.50%, sedangkan pada kebun lada

yang disiang antara 39.74% sampai 53.36% (Gambar 6.9).

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Mei Juni Juli AgustusBulan

Ting

kat p

aras

itisa

si (%

)

Gambar 6.9 Rataan tingkat parasitisasi oleh kompleks parasitoid di kebun lada

yang disiangi dan tidak. Rataan dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (uji-t, P < 0.05).

Di antara jenis parasitoid yang keluar dari telur D. piperis, parasitoid

A. dasyni adalah yang paling dominan dibandingkan 2 jenis parasitoid lainnya

yaitu Gryon dasyni dan Ooencyrtus malayensis. Tingkat parasitisasi A. dasyni

pada kebun lada tanpa penyiangan vegetasi liar selalu lebih tinggi (rataan 56.23%)

dan berbeda nyata dibandingkan tingkat parasitisasi pada kebun lada dengan

penyiangan (rataan 28.57%) (Gambar 6.10). Perbedaan tersebut terjadi pada

setiap bulan pengamatan, yaitu Mei (P = 0.0047), Juni (P = 0.0029), Juli (P =

0.0019), dan Agustus (P = 0.0026).

Kehadiran vegetasi liar C. aspera dan A. gangetica di pertanaman lada

terbukti dapat meningkatkan tingkat parasitisasi parasitoid telur D. piperis. Hal

ini karena nektar vegetasi tersebut menjadi sumber pakan parasitoid. Jika pakan

parasitoid tidak ada atau sulit ditemukan, maka menurut Baggen dan Gurr (1998)

parasitoid akan pergi ke tempat lain hanya untuk mencari pakan, sehingga waktu

untuk mencari inang menjadi berkurang. Hoelmer dan Goolsby (2002)

b

a

b

a

b

a

b

Tidak disiangi

Disiangi

a

76

menyatakan bahwa manfaat lain dari vegetasi liar berbunga adalah sebagai tempat

pengungsian (refugia).

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Mei Juni Juli AgustusBulan

Ting

kat p

arasit

isasi

(%)

Gambar 6.10 Rataan tingkat parasitisasi A. dasyni di kebun lada yang disiangi

dan tidak. Rataan dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (uji-t, P < 0.05).

Hasil penelitian di lapangan ini juga membuktikan hasil penelitan

sebelumnya di laboratorium tentang peranan bunga C. aspera dan A. gangetica

terhadap peningkatan lama hidup dan keperidian A. dasyni. Parasitoid A. dasyni

yang hidup lebih lama akan memiliki waktu dan peluang yang cukup untuk

mencari inangnya dibandingkan parasitoid yang hidupnya lebih singkat, terutama

saat inang rendah. Quick (1977) menyatakan bahwa umur serangga dewasa

sangat erat hubungannya dengan seberapa mudah, seberapa sering dan seberapa

banyak seekor parasitoid menemukan inang. Jika inang cenderung sulit untuk

ditemukan, maka imago parasitoid akan cenderung hidup lebih lama agar

mempunyai waktu mendapatkan sejumlah inang. Namun demikian hal tersebut

tentu harus ditunjang oleh ketersediaan pakan.

Tingkat parasitisasi parasitoid telur D. piperis yang lebih tinggi pada

kebun lada tanpa penyiangan vegetasi liar, dapat juga disebabkan oleh persebaran

parasitoid yang merata pada pertanaman lada. Dari setiap kelompok telur

D. piperis yang ditemukan umumnya terdapat telur yang diparasit, sedangkan

Tidak disiangi Disiangi

a

b

b

a

a

b

a

b

77

pada kebun lada dengan penyiangan beberapa kelompok telur D. piperis tidak

selalu diparasit.

Kesimpulan

Keberadaan nektar dari beberapa vegetasi liar seperti C. aspera dan

A. gangetica berpengaruh nyata terhadap lama hidup betina dan keperidian

parasitoid A. dasyni. Parasitoid A. dasyni yang dikurung bersama bunga

C. aspera dan A. gangetica hidup lebih lama dan keperidian lebih tinggi

dibandingkan yang dikurung bersama bunga dari lima jenis vegetasi lainnya.

Tingkat parasitisasi A. dasyni pada kebun lada yang ditumbuhi kedua vegetasi liar

ini sekitar 1.5-3.0 kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada kebun lada yang

dilakukan penyiangan. Oleh karena itu, kedua vegetasi liar tersebut perlu dikelola

keberadaannya di pertanaman lada.

Daftar Pustaka

Backer CA, van den Brink Jr RCB. 1963. Flora of Java. Spermatophytes Only. Vol 1. Groningen: NVP Noordhoff.

Baggen LR, Gurr GM. 1998. The influence of food on Copidosoma koehleri (Hymenoptera: Encyrtidae), and the use of flowering plants as a habitat management tool to enhance biological control of potato moth, Phthorimaea operculella (Lepidoptera: Gelechiidae). Biol Control 11: 9-17.

Deciyanto S, Asnawi Z. 1997. Pola sebaran parasitoid telur serangga hama buah pada tanaman lada di Bangka. Di dalam: Arifin M et al., editor. Tantangan Entomologi Pada Abad XXI. Prosiding Seminar Nasional; Bogor, 8 Januari 1997. Bogor: Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bogor. hlm 216-224.

Hoelmer K, Goolsby J. 2002. Release, establishment and monitoring of Bemisia tabaci natural enemies in the united states. International Symposium on Biological Control of Arthropods; Honolulu, January 14-18, 2002. West Virginia: Forest Health Technology Enterprise Team. hlm 58-65.

Idris AB, Grafius E. 1995. Wildflowers as nectar sources for Diadegma insulare (Hymenoptera: Ichneumonidae), a parasitoid of Diamondback moth (Lepidoptera: Yponomeutidae). Environ Entomol 24(6):1726-1735.

Jervis MA, Kidd NAC, Heimpel GE. 1996. Parasitoid adult feeding behaviour and biocontrol – a review. Biocontrol News Inform 17(1):11-26.

Jervis MA, Kidd NAC, Walton M. 1992. A review of methods for determining dietary range in adult parasitoids. Entomophaga 37:565-574.

78

Kartosuwondo U. 1993. Dasar-dasar pemanfaatan Brassicaceae liar untuk konservasi parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera: Ichneumonidae) dalam mendukung pengendalian hama terpadu Plutella xylostella Linn (Lepidoptera: Yponomeutidae) [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian.

Landis DA, Wratten SD, Gurr GM. 2000. Habitat management to conserve natural enemies of arthropod pests in agriculture. Annu Rev Entomol 45: 175-201.

Lee JC, Heimpel GE. 2002. Nectar availability and parasitoid sugar feeding. International Symposium on Biological Control of Arthropods; Honolulu, January 14-18, 2002. West Virginia: Forest Health Technology Enterprise Team. hlm 220-225.

Lemmens RHMJ, Bunyapraphatsara N. 2003. Medicinal and poisonous plants 3. Plant Resources of South-East Asia 12(3):87.

Lewis WJ, Stapel JO, Corteserro AM, Takasu K. 1998. Understanding how parasitoids balance food and host needs: Importance to biological control. Biol Control 11:175-183.

Lewis WJ, Vet LEM, Tumlinson JH; van Lenteren JC, Papaj DR. 1990. Variations in parasitoid foraging behavior: essential element of a sound biological control theory. Environ Entomol 19:1183-1193.

Quicke DLJ. 1997. Parasitic Wasps. London: Chapman & Hall.

SAS Institute. 1990. SAS User’s guide. Ver 6 Ed 4 vol II. Cary (North Carolina): SAS Institute Inc.

Soedarsan A, Basuki, Wirjahardja S, Rifai MA. 1985. Pedoman Pengenalan Berbagai Jenis Gulma Penting Tanaman Perkebunan. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan.

Stapel JO, Corteserro AM, DeMoraes CM, Tumlinson JH, Lewis WJ. 1997. Effects of extrafloral nectar, honeydew and sucrose on searching behavior and efficiency of Microplitis croceipes (Hymenoptera: Braconidae) in cotton. Environ Entomol 26:617-623.

Stehr FW. 1982. Parasitoids and predators in pest management. Di dalam: Metcalf RL, Luckman WH, editor. Introduction to Insect Pest Management. Second Edition. New York: John Wiley & Sons. hlm 135-173.

Takasu K, Lewis WJ. 1993. Host and food foraging of the parasitoid Microplitis croceipes: learning and physiological state effects. Biol Control 3:70-74.

Trisawa IM, Laba IW, Atmadja WR, Djiwanti SR. 2006. Pengaruh penutup tanah Arachis pintoi terhadap musuh alami hama utama lada di Lampung. Di dalam: Karmawati E et al, editor. Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan; Bogor, 28-30 September 2004. Bogor: Puslitbangbun. hlm 465-469.

79

van Driesche RG, Bellows JTS. 1996. Biological Control. New York: Chapman & Hall.

van Emden HF. 2002. Conservation biological control: from theory to practice. International Symposium on Biological Control of Arthropods, Honolulu, January 14-18, 2002. West Virginia: Forest Health Technology Enterprise Team.hlm 199-208.

van Steenis CGGJ. 1972. Flora Malesiana. Spermatophyta. Vol 6. Groningen: Wolters-Noordhoff.