Laporan Analisis Vegetasi

26
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA “ANALISA VEGETASI” Oleh : Nama : Nasrul Ardinan Sativa NIM : 125040200111073 Kelas : B Kelompok : B1 (Kamis, 09.15) MINAT SUMBERDAYA LINGKUNGAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

description

Teknologi Pengendalian Gulma

Transcript of Laporan Analisis Vegetasi

Page 1: Laporan Analisis Vegetasi

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGENDALIAN GULMA

“ANALISA VEGETASI”

Oleh :

Nama : Nasrul Ardinan SativaNIM : 125040200111073Kelas : BKelompok : B1 (Kamis, 09.15)

MINAT SUMBERDAYA LINGKUNGANPROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIANMALANG

2015

Page 2: Laporan Analisis Vegetasi

1.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam setiap lahan budidaya keberadaan gulma akan selalu ada.

Keberadaan gulma tersebut memicu petani untuk melakukan pengendalian gulma

dalam setiap melakukan kegiatan budidaya. Bahkan kegiatan penyiangan menjadi

salah satu kegiatan rutin petani dalam menjalankan kegiatan budidaya. Tidak

seperti perawatan lain seperti pemberian pupuk dan OPT yang mungkin tidak

secara terus-menerus dilakukan setiap kali melakukan penanaman komoditi,

pengendalian gulma akan selalu dilakukan mengingat mereka juga akan tumbuh

pada tanah juga seperti komoditi yang ditanam.

Dalam melakukan tindakan pengendalian tentu kita akan melihat dulu

bagaimana gulma yang tumbuh dipertanaman kita. Tentu gulma yang tumbuh

tidak hanya sejenis tapi beragam, ada gulma yang tumbuh semusim dan ada yang

tumbuh secara terus-menerus meskiun tanaman sudah berganti. Populasi gulma

juga berbeda ketika budidaya tanaman yang berbeda dan hal tersebut membuat

tingkat persaingan dengan tanaman memiliki nilai yang berbeda. Untuk melihat

itu semua kita harus melakukan analisa vegetasi untuk mengetahui populasi,

frekuensi dan dominansi pada setiap spesies gulma. Dengan memperoleh data-

data tersebut kita dapat mengatahui gulma atau tumbuhan apa yang paling

mendominasi dalam sebuah pertanaman. Dengan mengatahui tumbuhan yang

mendominasi kita dapat menentukan jenis pengendalian yang akan kita gunakan

untuk mengendalikan laju pertumbuhan gulma.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukan praktikum analisa vegetasi adalah mengetahui tata cara

analisa vegetasi yang meliputi pengambilan data menggunakan petak contoh dan

tata cara analisa data untuk mendapatkan nilai dominasi spesies gulma.

Page 3: Laporan Analisis Vegetasi

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Distribusi dan Penyebaran Gulma

Pada dasarnya data yang diperoleh dari analisis vegetasi dapat dibagi atas

dua golongan, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif

menunjukkan bagaimana suatu jenis tumbuhan tersebar danberkelompok,

stratifikasinya, perioditas, dan lain sebagainya; sedang data kuantitatif

menyatakan jumlah, ukuran, berat basah/kering suatu jenis, dan luas daerah yang

ditumbuhinya. Data kualitatif didapat dari hasil penjabaran pengamatan petak-

contoh di lapangan, sedangkan data kualitatif di dapat dari hasil pengamatan

lapangan berdasar pengalaman yang luas (Tjitrosoedirdjo dkk, 1984).

Penyebaran gulma biasanya tidak dikehendaki keberadaannya karena

memiliki pengaruh yang negatif terhadap tanaman pertanian.Tanaman

gulma mempunyai daya kompetisi yang sangat tinggi sehingga gulma

dianggap sebagai tanaman yang merugikan manusia karena daya

kompetisinya tinggi yang dapat menurunkan hasil panen.Kompetisi

semacam ini dapat berupa kompetisi ruang, air, hara, maupun cahaya.

Gulma sebagai rumah inang sementara dari penyakit atau parasit tanaman

pertanian yang disebabkan oleh banyak penyakit, parasit, dan hama yang

tidak hanya hidup pada tanaman pertanian saja, tetapi juga pada gulma

khususnya yang secara taksonomi erat kaitannya. Penyebaran dan

pengendalian gulma dapat menyebabkan kurangnya mutu hasil pasca panen.

Beberapa bagian dari gulma yang ikut terpanen akan memberikan pengaruh

negatif terhadap hasil panenan (pasca panen). Misalnya dapat meracuni,

mengotori, menurunkan kemurnian, ataupun memberikan rasa dan bau yang

tidak asli.

Adanya tanaman gulma dalam jumlah populasi yang tinggi akan

menyebabkan kesulitan dalam melakukan kegiatan pertanian dan

menghambat kelancaran aktivitas pertanian. Misalnya pemupukan,

pemanenan dengan alat-alat mekanis, dan lain-lain (Tjitrosoedirdjo dkk,

1984).

Page 4: Laporan Analisis Vegetasi

2.2 Distribusi Petak Contoh

Menurut Widaryanto (2009), komposisi suatu vegetasi benar-benar merata,

maka cukup me-ngambil satu petak contoh dengan luas tertentu yang dapat

mewakili seluruh populasi vegetasi. Cara distribusi petak contoh :

a. Cara subyektif

- Keadaan hampir tidak pernah ada vegetasi berbeda-beda.

- Cara sederhana memilih sejumlah petak contoh yang mewakili populasi.

- Dengan melempar alat-alat petak contoh untuk menentukan petak contoh

kurang akurat, karena tergantung kemauan, bu-kan berdasar azas acak.

b. Sampling acak tidak langsung

- Cara ini paling sederhana dan memenuhi syarat statistika (valid).

- Seluruh areal di bagi dengan jarak yang sama.

- Sejumlah 10 petak contoh letaknya dipilih secara acak.

- Dibuat sumbu x dan y.

- Secara berpasangan nilai koordi-nat pada sumbu x dan y dipilih de-ngan

undian atau acak.

- Misal secara undian, pengambilan sumbu x angka 4 dan sumbu y angka 3,

maka letak petak

Page 5: Laporan Analisis Vegetasi

Gambar 1. Memilih Letak Petak Contoh

(Widaryanto, 2009)

- Demikian seterusnya diperoleh O (2,2).

- Terdapat kelemahan, petak dapat kebetulan berdekatan.

- Cara kurang tepat dalam membuat peta populasi vegetasi.

c. Sampling beraturan

- Mengatasi kelemahan pada sampling acak tidak lang-sung.

- Petak contoh secara beraturan diletakkan dengan jarak sama dalam seluruh

area.

- Pengamatan petak contoh diambil secara acak.

- Disebut pola kisi berjarak tetap dan beraturan (gambar 12).

- Dilakukkan penjelajahan setelah sampling mencatat jenis di luas petak.

Page 6: Laporan Analisis Vegetasi

Gambar 2. Letak petak contoh (lingkaran) dalam pola kisi

(Widaryanto, 2009)

d. Sampling bertingkat

Sampling bertingkat ini diperlukan bilamana vegetasi terdiri dari beberapa

blok atau stratum yang berbeda-beda fisionominya.

- Area dibagi-bagi dalam stratum yang fisionominya sama.

- Pada setiap stratum dilakukan sampling acak seperti uraian di atas.

- Bertujuan untuk memperoleh nilai variabilitas pada petak contoh dalam

stratum

Gambar 3. Area yang mempunyai 3 strata

(Widaryanto, 2009)

Page 7: Laporan Analisis Vegetasi

2.3 Metode Analisis Vegetasi

Menurut Tjirtrosoediro (1984), metode analisis vegetasi yang lazim

digunakan ada 4 macam yaitu estimasi visual, metode kuadrat, metode garis dan

metode titik.

1.    Metode estimasi visual

Pengamatan dilakukan pada titik tertentu yang selalu tetap letaknya,

misalnya selalu di tengah atau di salah satu sudut yang tetap pada petak-contoh

yang telah terbatas.  Besaran yang dihitung berupa dominansi yang dinyatakan

dalam persentase penyebaran.

2.    Metode kuadrat

Yang dimaksud kuadrat di sini adalah suatu ukuran luas yang dinyatakan

dalam satuan kuadrat (misalnya m2, cm2, dan sebagainya) tetapi bentuk petak-

contoh dapat berupa segi-empat (kuadrat), segi panjang, atau sebuah lingkaran.

3.    Metode garis

Metode garis atau rintisan, adalah petak-contoh memanjang, diletakkan di

atas sebuah komunitas vegetasi

4.     Metode titik

Metode titik merupakan suatu variasi metode kuadrat.  Jika sebuah kuadrat

diperkecil sampai titik tidak terhingga, akan menjadi titik

Sebagai tumbuhan, gulma juga memerlukan persyaratan tumbuh seperti

halnya tanaman lain misalnya kebutuhan akan cahaya, nutrisi, air, gas CO2 dan

gas lainnya, ruang dan lain sebagainya.

2.4 Parameter Kuantitatif Analisis Vegetasi

Menurut Kusmana (1997), untuk kepentingan deskripsi vegetasi ada tiga

macam parameter kuantitatif vegetasi yang sangat penting yang umumnya diukur

dari suatu tipe komunitas tumbuhan nyaitu:

1. Kerapatan (density)

Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan

tertentu, misalnya 100 individu/ha. Dalam mengukur kerapatan biasanya muncul

suatu masalah sehubungan dengan efek tepi(side effect) dan life form (bentuk

tumbuhan). Untuk mengukur kerapatan pohon atau bentuk vegetasi lainnya yang

Page 8: Laporan Analisis Vegetasi

mempunyai batang yang mudah dibedakan antara satu dengan lainnya umumnya

tidak menimbulkan kesukaran yang berarti. Tetapi, bagi tumbuhan yang menjalar

dengan tunas pada buku-bukunya dan berrhizoma (berakar rimpang) akan timbul

suatu kesukaran dalam penghitungan individunya. Untuk mengatasi hal ini, maka

kita harus membuat suatu kriteria tersendiri tentang pengertian individu dari tipe

tumbuhan tersebut.

Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan

dengan keberadaan sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat,

sehingga kita harus memutuskan apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada

dalam kuadrat atau di luar kuadrat. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan

perjanjian bahwa bila > 50% dari bagian tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat,

maka dianggap tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat dan tentunya barns

dihitung pengukuran kerapatannya.

2. Frekwensi

Frekwensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana

ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya

frekwensi dinyatakan dalam besaran persentase. Misalnya jenis Avicennia

marina (api-api) ditemukan dalam 50 petak contoh dari 100 petak contoh yang

dibuat, sehingga frekwensi jenis api-api tersebut adalah 50/100 x 100% = 50%.

Jadi dalam penentuan frekwensi ini tidak ada counting,  tetapi hanya suatu

perisalahan mengenai keberadaan suatu jenis saja.

3. Cover (Kelindungan)

Kelindungan adalah proporsi permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi

tajuk tumbuhan. Oleh karena itu, kelindungan selalu dinyatakan dalam satuan

persen. Misalnya, jenisRhizophora apiculata (bakau) mempunyai proyeksi tajuk

seluas 10 mZ dalam suatu petak contoh seluas 100 m-, maka kelindungan jenis

bakau tersebut adalah 10/100 x 100% = 10%. Jumlah total kelindungan semua

jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan mungkin lebih dari 100%,

karena sering proyeksi tajuk dari satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya

bertumpang tindih (overlapping). Sebagai pengganti dari luasan areal tajuk,

Page 9: Laporan Analisis Vegetasi

kelindungan bisa juga mengimplikasikan proyeksi basal area pada suatu luasan

permukaan tanah. Untuk mengukur/menduga luasan tajuk dari vegetasi lapisan

pohon, biasanya dilakukan dengan menggunakan proyeksi tajuk dari pohon

tersebut terhadap permukaan tanah dan luasannya diukur dengan planimeter atau

sistem dotgrid dengan kertas grafik. Cara lain adalah dihitung dengan rumus :

Basal area ini merupakan suatu luasan areal dekat permukaan tanah yang

dikuasai oleh tumbuhan. Untuk pohon, basal area diduga dengan mengukur

diameter batang. Dalam hal ini, pengukuran diameter umumnya dilakukaii pada

ketinggian 1.30 m dari permukaan tanah (diameter setinggi data atau diameter at

breast height, DBf). Dalam pengukuran diameter pohon setinggi dada terdapat

beberapa ketentuan yang umumnya ditaati oleh para peneliti, yaitu:

Bila pohon berada di lereng, diameter diukur pada ketinggian 4,5 kaki dari

permukaan tanah atau 1,3 m di atas permukaan tanah lereng sebelah atas

pohon;

Bila pohon membentuk cabang tepat pada ketinggian 1,3 m dari tanah,

maka diameter diukur sedikit (di atas percabangan tersebut dan pohon

tersebut dianggap sebagai satu individu seperti halnya kalau percabangan

terjadi di atas ketinggian 1,3 m di alas tanah). Tetapi bila percabangan

terjadi dibawah 1,3 m dari atas tanah, maka masing-masing batang diukur

diametemya setinggi dada serta batang-batang tersebut dianggap sebagai

individu masing-masing;

Bila pohon berakar papan atau berbentuk tidak normal tepat pada atau

melebihi setinggi dada, maka pengukuran diameter dilakukan di atas batas

batang dari bentuk tidak normal; dan

Sesuai dengan informasi yang diinginkan, diameter pohon yang diukur

bisa merupakan diameter di luar kulit pohon atau diameter dekat kulit

pohon.

Dengan asumsi bahwa penampang melintang batang suatu pohon berbentuk

lingkaran, basal area dari pohon tersebut dihitung dengan rumus:

BA     :

Page 10: Laporan Analisis Vegetasi

=    π . R 2

=    ¼ π. D2

dimana: 

BA :      Basal area

R          :      jari-jari lingkaran dari penampang lintang batang

D          :      diameter batang pohon

Konsep basal area juga kadang-kadang diterapkan terhadap tumbuhan

penutup tanah seperti rumput, herba dan semak. Dalam hal ini basal area diukur

dad luasan areal pucuk dari tumbuhan tersebut dalam suatu luasan petak contoh

tertentu yang dibuat.

Selain kerapatan, frekwensi dan kelindungan (termasuk pengukuran

diameter), parameter kuantitatif lainnya yang biasa diukur adalah: tinggi potion,

dan biomassa. Dalam hal ini pengukuran tinggi pohon dalam penelitian ekologi

hutan biasanya dilakukan terhadap tinggi total dan tinggi bebas cabang. Tinggi

total pohon adalah suatu jarak linier antara permukaan tanah dengan titik tajuk

(suatu titik tempat cabang pertama berada). Pengukuran tinggi pohon di lapangan

dapat dilakukan dengan Hypsometer, Abney level, Haga altimeter, Blume-Leigg

Altimeter, dan Suunto Clinometer. Sedangkan biomassa dapat diukur dalam

bentuk volume kayu seperti halnya dalam kegiatan inventarisasi hutan atau bisa

juga melalui pemanenan individu vegetasi, besarnsa dinyatakan dalam berat

basah, berat kering atau gram kalori (ash free dry weight) per satuan luas areal

tertentu. Beberapa kriteria struktural berbentuk pertumbuhan juga dapat diukur

yaitu ukuran daun, tebal kulit, dan lain-lain. Begitu pula halnya dengan parameter

produktivitas seperti produksi serasah, produksi biji, riap tahunan diameter

batang, dan seperti produksi serasah, produksi biji, riap tahunan diameter batang,

dan lain-lain, dan parameter yang menggunakan tumbuhan secara fungsional

seperti ketahanan daun, reproduksi vegetasi, dan toleransi naungan. Parameter

vegetasi lain yang juga cukup penting diketahui adalah parameter fisiologi seperti

kecepatan transpirasi, kecepatan asimilasi bersih, keseimbangan air dalam

tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain. Selain itu ada saw parameter vegetasi yang

sangat periling dalam kaitannya dengan kelindungan dan produktivitas yaitu leaf

area index (indeks luasan daun). Indeks luasan daun ini merupakan perbandingan

Page 11: Laporan Analisis Vegetasi

antara total luasan daun dari suatu jenis pohon atau suatu tegakan dalam satuan

luas tertentu, dengan luasan permukaan tanah tertentu, misalnya LAI (leaf area

index) dari jenis bakau dalam zona Bruguiera adalah 0,2 ha/ha atau misalnya LAI

dari tegakan hutan mangrove di Karawang adalah 3,9 ha/ha. Dalam hal ini hanya

salah satu permukaan daun yang diukur untuk mendapatkan LAI.

Dalam penelitian ekologi hutan, biasanya para peneliti ingin mengetahui

jenis vegetasi dominan yang memberikan ciri utama terhadap fisiognomi suatu

komunitas hutan. Secara kuantitatif, jenis vegetasi yang dominan dalam suatu

komunitas ini dapat diketahui dengan mengukur dominansi dari vegetasi tersebut.

Ukuran dominansi ini dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu:

Biomassa dan volume dimana jenis tumbuhan yang dominan akan

mempunyai biomassa dan volume lebih besar dibandingkan dengan jenis-

jenis lainnya;

Kelindungan (cover) dan luas basal area;

Indeks Nilai Penting (INP). Biasanya indeks ini dihitung dengan

menjumlahkan nilai Frekwensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), dan

Dominansi Relatif (DR). Tetapi, untuk vegetasi yang besaran, parameter

dominancinya tidak diukur (misal, dalam kasus pengukuran tingkat

semai), maka INP bisa diperoleh dengan menjumlahkan KR dan FR saja;

dan

SDR (Summed Dominance Ratio) atau perbandingan nilai penting.

Besaran ini diperoleh dengan cara membagi indeks nilai penting dengan

jumlah macam parameter yang digunakan.

Dalam ilmu ekologi kuantitatif, pengukuran/pendugaan parameter -

parameter vegetasi tersebut di atas biasa dilakukan oleh para peneliti. Tetapi,

untuk tujuan deskripsi vegetasi biasanya hanya nilai kerapatan. Sedangkan dalam

bidang.inventarisasi hutan, ada satu parameter vegetasi lagi yang lazim diduga

yaitu volume pohon berdiri per satuan unit luas tertentu.

Page 12: Laporan Analisis Vegetasi

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan praktikum Analisis Vegetasi di Lahan Percobaan Kepuharjo

Karangploso Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya pada tanggal 2 April 2015.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi frame petak contoh,

kamera dan alat tulis.

Bahan yang digunakan adalah spesies gulma yang ditemukan dalam frame

petak contoh untuk diidentifikasi.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Diagram Alir

Siapkan alat dan bahan

Buat 4 plot masing-masing pada lahan ubi kayu dan tebu

Amati keadaan gulma menggunakan frame

Identifikasi dan Dokumentasi

Buat Laporan

Page 13: Laporan Analisis Vegetasi

3.3.2 Analisa Perlakuan

Memulai praktikum kita siapkan alat dan bahan yang meliputi semua

peralatan yang akan kita gunakan dalam melakukan identifikasi dan bahan yang

meliputi spesies gulma yang kita temukan pada masing-masing plot petak contoh.

Hitung kerapatan, frekuensi dan dominansi setiap spesies gulma yang ditemukan.

Dari hasil perhitungan itu nanti kita hitung IV (Important Value) dan SDR

(Summed Dominated Ratio) untuk mengetahui spesies gulma mana yang paling

mendominasi. Kemudian disajikan dalam bentuk laporan agar mudah dipahami.

Page 14: Laporan Analisis Vegetasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Vegetasi Lahan Ubi Kayu

Spesies Populasi Frekuensi

KM FM KN FN IVPt 1 Pt 2 Pt 3 Pt 4 Pt 1 Pt 2 Pt 3 Pt 4

Cyperus rotundus 89 0 32 37 1 0 1 1 39.5 0.75 38.82 17.65 56.47

Cynodon dactylon 56 29 16 5 1 1 1 1 26.5 1 26.04 23.53 49.57

18 15 10 9 1 1 1 1 13 1 12.78 23.53 36.31

Axonopus compressus 20 19 22 281 1 1 1 22.25 1 21.87 23.53 45.40

Gynura segetum 0 1 1 0 0 1 1 0 0.5 0.5 0.49 11.76 12.26

Jumlah 102 4.25

Eclipta alba Hassk

Dari analisi diatas bisa kita ketahui bahwa gulma yang paling diominan

adalah Cyperus rotundus karena dari perhitungan SDR memiliki nilai yang

terbesar. Dengan mengetahui gulma yang dominan kita menentukan mekanisme

pengendalian yang akan dilakukan. Perlu kita identifikasi bagaimana morfologi,

cara hidup dari Cyperus rotundus agar tidak salah untuk mengendalikan, akan

tetapi juga perlu kita kaji pula gulma-gulma yang lain bagaimana pertumbuhannya

agar laju pertumbuhan gulma yang lain dapat ditekan pula.

4.2 Analisis Vegetasi Lahan Tebu

Spesies Populasi Frekuensi

KM FM KN FN IVPt 1 Pt 2 Pt 3 Pt 4 Pt 1 Pt 2 Pt 3 Pt 4

Axonopus compressus 120 112 22 54 1 1 1 1 77 1 26.37 20.00 46.37

Ageratum conyzoides 0 10 20 8 0 1 1 1 9.5 0.75 3.25 15.00 18.25

Mikania Mucronata 9 0 8 0 1 0 1 0 4.25 0.5 1.46 10.00 11.46

Eleusine indica 125 185 177 0 1 1 1 0 122 0.75 41.70 15.00 56.70

Cyperus rotundus 43 54 142 53 1 1 1 1 73 1 25.00 20.00 45.00

Cynodon datylon 0 0 20 0 0 0 1 0 5 0.25 1.71 5.00 6.71

Mimosa pudica 1 3 0 2 1 1 0 1 1.5 0.75 0.51 15.00 15.51

Jumlah 292 5 100

Dari analisi diatas bisa kita ketahui bahwa gulma yang paling diominan

adalah Eleusine indica karena dari perhitungan SDR memiliki nilai yang terbesar.

Dari analisi diatas bisa kita ketahui bahwa gulma yang paling diominan adalah

Eleusine indica karena dari perhitungan SDR memiliki nilai yang terbesar.

Page 15: Laporan Analisis Vegetasi

Dengan mengetahui gulma yang dominan kita menentukan mekanisme

pengendalian yang akan dilakukan. Perlu kita identifikasi bagaimana morfologi,

cara hidup dari Eleusine indica agar tidak salah untuk mengendalikan, akan tetapi

juga perlu kita kaji pula gulma-gulma yang lain bagaimana pertumbuhannya agar

laju pertumbuhan gulma yang lain dapat ditekan pula.

4.3 Perbandingan Komunitas Vegetasi Gulma Lahan Ubi Kayu dan

Lahan Tebu

Spesies/Jenis

Komunitas

1 2

Kerapatan

Mutlak

Kerapatan

Nisbi

Kerapatan

Mutlak

Kerapatan

Nisbi

Cyperus rotundus 40 38,82 73 25,00

Cynodon dactylon 27 26,04 5 1,71

Eclipta alba Hassk 13 12,78 0 0

Axonopus compressus 22 21,87 77 26.37

Gynura segetum 1 0,49 0 0

Ageratum conyzoides 0 0 10 3,25

Mikania Mucronata 0 0 4 1,46

Eleusine indica 0 0 122 41,70

Mimosa pudica 0 0 3 0,51

Jumlah 103 100 294 100

C= 2 WA+B

×100 %

W= Jumlah dari 2 Kuantitas Terendah untuk jenis dari komunitas

A= Jumlah dari seluruh Kuantitas Komunitas Pertama

Page 16: Laporan Analisis Vegetasi

B= Jumlah dari seluruh kuantitas pada komunitas Kedua.

W= 40+5+0+22+0+0+0+0+0= 77

C: (2X77)/397X100% = 38,7

Berdasarkan nilai mutlak kerapatan, koefisien komunitas terdapat kesamaan

sebesar 38,7% atau berbeda (100-38,7) = 61,3%. Fungsi rumus koefisien

komunitas ini adalah untuk membandingkan dua komunitas atau dua macam

vegetasi dari dua daerah (Widaryanto, 2009). Dari dua tersebut telah diketahui

bahwa spesies gulma yang tumbuh di dua komunitas tersebut memiliki kesamaan

tetapi hanya berkisar 38,7%. Kesamaan tersebut bisa kita lihat dengan jenis

spesies gulma yang sama atau distribusi gulma.

Page 17: Laporan Analisis Vegetasi

5. KESIMPULAN

Dari dua komunitas yang diamati diperoleh kesimpulan bahwa pada lahan

ubi kayu gulma yang dominan adalah Cyperus rotundus dan pada lahan tebu

adalah Eleusine indica . Dengan diketahui gulma yang dominan dan sebaran

gulma yang lain kita dapat menentukan bagaimana tindakan pengendalian gulma

yang akan kita lakukan.

Dari analisis perbandingan komunitas diperoleh hasil 38,7% terdapat

kesamaan. Kesamaan tersbut bisa dari jenis spesies gulma atau sebaran dari salah

satu spesies gulma yang ditentukan.

Page 18: Laporan Analisis Vegetasi

DAFTAR PUSTAKA

Kusmana. 1997. Metode Survei Vegetasi. Insitut Pertanian Bogor.Bogor

Tjitrosoedirdjo, S., H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo., 1984. Pengelolaan Gulma

di   Perkebunan.  PT Gramedia, Jakarta

Widaryanto, Eko. 2009. Diktat Kuliah Teknik Pengendalian Gulma. Universitas

Brawijaya. Malang.

Page 19: Laporan Analisis Vegetasi

LAMPIRAN

Pengamatan Frame Petak Contoh

Identifikasi Gulma