2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB -...

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit merupakan kelompok batuan beku ekstrusif dengan tekstur afanitik. Mineral penyusun utama berupa plagioklas (lihat Tabel 2.1), mineral penyusun lain yang dapat ditemukan berupa biotit, hornblende dan piroksen. Secara umum memiliki struktur yang sama diorit. Tabel 2.1 Batuan Beku (Buku Pedoman Geologi Lapangan, 2004) RIODASIT VULKANIK RIOLIT LATIT DASIT ANDESIT BASALT FONOLIT GRANIT PORFIR MONZONIT KWARSA PORFIR GRANO DIORIT PORFIR TONALIT PORFIR DIORIT PORFIR GABRO PORFIR LEUSIT PORFIR Afanitik/ fanitik porfir MONZONIT PORFIR NEFLIN PORFIR MONZONIT KWARSA GABRO GRANIT GRANO DIORIT TONALT DIORIT OLIVIN GABRO SYENIT NEFELIN PLUTONIK TEKSTUR Granular MONZONIT KWARSA ANORTOSIT muskovit Biotit Biotit Biotit Biotit Biotit Biotit Hornblende Horn blende Hornblende Hornblende Hornblende Ortoklas Karakteristik Horblende Piroksen Piroksen Piroksen Piroksen Piroksen KWARSA HADIR KWARSA ABSEN Ortoklas> Ortoklas Ortoklas< Na >> Na >> Ca >> Feldspatoid Plagioklas< Plagioklas Plagioklas> Plagioklas Plagioklas Plagioklas Leusit ASAL KEJADIAN KOMPOSISI Utama (esensial) GARIS PEMISAH KWARSA TIPE BATUAN FELSIK INTERMEDIER MAFIK ALKALIK 6

Transcript of 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB -...

Page 1: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BATUAN ANDESIT

Batuan andesit merupakan kelompok batuan beku ekstrusif dengan tekstur

afanitik. Mineral penyusun utama berupa plagioklas (lihat Tabel 2.1), mineral

penyusun lain yang dapat ditemukan berupa biotit, hornblende dan piroksen. Secara

umum memiliki struktur yang sama diorit.

Tabel 2.1 Batuan Beku (Buku Pedoman Geologi Lapangan, 2004) RIODASIT

VU

LK

AN

IK

RIOLIT LATITDASIT

ANDESIT BASALT FONOLIT

GRANITPORFIR

MONZONITKWARSAPORFIR

GRANODIORITPORFIR

TONALITPORFIR

DIORITPORFIR

GABROPORFIR

LEUSITPORFIR

Afanitik/fanitik porfir

MONZONITPORFIR

NEFLINPORFIR

MONZONITKWARSA GABRO

GRANIT GRANODIORIT TONALT DIORIT OLIVIN

GABROSYENIT

NEFELIN

PLU

TO

NIK TE

KST

UR

Granular

MONZONITKWARSA ANORTOSIT

muskovit Biotit Biotit Biotit Biotit Biotit

Biotit Hornblende Hornblende Hornblende Hornblende Hornblende OrtoklasKarakteristik

Horblende Piroksen Piroksen Piroksen Piroksen PiroksenKWARSA HADIR KWARSA ABSEN

Ortoklas> Ortoklas Ortoklas< Na >> Na >> Ca >> FeldspatoidPlagioklas< Plagioklas Plagioklas> Plagioklas Plagioklas Plagioklas LeusitA

SAL

KE

JAD

IAN

KO

MPO

SISI

Utama(esensial)

GAR

IS P

EMIS

AHK

WAR

SA

TIPE BATUAN FELSIK INTERMEDIER MAFIK ALKALIK

6

Page 2: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

2.2 KARAKTERISTIK MEKANIK BATUAN

Karakteristik mekanik yang diperoleh dari penelitian ini adalah kuat tekan

batuan ( c), kuat tarik batuan ( t), Modulus Young (E), Nisbah Poisson ( selubung

kekuatan batuan (strength envelope), kuat geser ( ), kohesi (C), dan sudut geser

dalam (

Masing-masing karakter mekanik batuan tersebut diperoleh dari uji yang

berbeda. Kuat tekan batuan dan Modulus Young diperoleh dari uji kuat tekan

uniaksial. Pada penelitian ini nilai kuat tekan batuan dan Modulus Young diambil

dari nilai rata-rata hasil pengujian tiga contoh batuan. Untuk kuat tarik batuan

diperoleh dari uji kuat tarik tak langsung (Brazillian test). Sama dengan uji kuat tekan

uniaksial, uji kuat tarik tak langsung menggunakan tiga contoh batuan untuk

memperoleh kuat tarik rata-rata. Sedangkan selubung kekuatan batuan, kuat geser,

kohesi, dan sudut geser dalam diperoleh dari pengujian triaksial konvensional dan

multitahap.

2.2.1 Uji Kuat Tekan Uniaksial (UCS)

Penekanan uniaksial terhadap contoh batuan selinder merupakan uji sifat

mekanik yang paling umum digunakan. Uji kuat tekan uniaksial dilakukan untuk

menentukan kuat tekan batuan ( c), Modulus Young (E), Nisbah Poisson ( , dan

kurva tegangan-regangan. Contoh batuan berbentuk silinder ditekan atau dibebani

sampai runtuh. Perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum

digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan luas permukaan pembebanan yang datar, halus

dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan.

2.2.1.1 Kuat Tekan Batuan ( c)

Tujuan utama uji kuat tekan uniaksial adalah untuk mendapatkan nilai kuat

tekan dari contoh batuan. Harga tegangan pada saat contoh batuan hancur

didefinisikan sebagai kuat tekan uniaksial batuan dan diberikan oleh hubungan :

7

Page 3: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

c

F=A

.......................................................................................................(2.1)

Keterangan :

c = Kuat tekan uniaksial batuan (MPa)

F = Gaya yang bekerja pada saat contoh batuan hancur (kN)

A = Luas penampang awal contoh batuan yang tegak lurus arah gaya (mm)

2.2.1.2 Modulus Young (E)

Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor penting dalam

mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai

modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah geologi

ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi batuan dan

genesa atau mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi oleh tipe batuan,

porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus elastisitas akan lebih besar

nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan daripada diukur sejajar arah perlapisan

(Jumikis, 1979).

Modulus elastisitas dihitung dari perbandingan antara tegangan aksial dengan

regangan aksial. Modul elastisitas dapat ditentukan berdasarkan persamaan :

a

......................................................................................................(2.2)

Keterangan: E = Modulus elastisitas (MPa)

= Perubahan tegangan (MPa)

a = Perubahan regangan aksial (%)

Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan nilai modulus elastisitas

yaitu :

a. Tangent Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan

regangan aksial yang dihitung pada persentase tetap dari nilai kuat tekan.

Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.

8

Page 4: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

b. Average Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan

regangan aksial yang dihitung pada bagian linier dari kurva tegangan-

regangan.

c. Secant Young’s Modulus, yaitu perbandingan antara tegangan aksial dengan

regangan aksial yang dihitung dengan membuat garis lurus dari tegangan nol

ke suatu titik pada kurva regangan-tegangan pada persentase yang tetap dari

nilai kuat tekan. Umumnya diambil 50% dari nilai kuat tekan uniaksial.

Gambar 2.1 Metode perhitungan modulus young

9

Page 5: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

2.2.1.3 Nisbah Poisson (Poisson’s Ratio,

Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif antara regangan

lateral dan regangan aksial (ditunjukkan oleh persamaan 2.3). Nisbah Poisson

menunjukkan adanya pemanjangan ke arah lateral (lateral expansion) akibat adanya

tegangan dalam arah aksial. Sifat mekanik ini dapat ditentukan dengan persamaan :

l

a

= - ........................................................................................................(2.3)

Keterangan: = Nisbah Poisson

l = regangan lateral (%)

a = regangan aksial (%)

Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada

saat runtuh. Tipe pecah contoh batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh

batuan dan kualitas permukaan contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan

permukaan alat penekan saat pembebanan.

Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa uji kuat tekan uniaksial

menghasilkan tujuh tipe pecah, yaitu :

a. Cataclasis

b. Belahan arah aksial (axial splitting)

c. Hancuran kerucut (cone runtuh)

d. Hancuran geser (homogeneous shear)

e. Hancuran geser dari sudut ke sudut (homogeneous shear corner to corner)

f. Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial dan local shear)

g. Serpihan mengulit bawang dan menekuk (splintery union-leaves and

buckling)

10

Page 6: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Gambar 2.2 Tipe hancuran batuan pada kuat tekan uniaksial

(Kramadibrata, 1991)

2.2.2 Uji Kuat Tarik

Sifat mekanik batuan yang diperoleh dari uji ini adalah kuat tarik batuan ( t).

Ada dua metode yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kuat tarik contoh batuan

di laboratorium, yaitu metode kuat tarik langsung dan metode kuat tarik tak langsung.

Metode kuat tarik tak langsung merupakan uji yang paling sering digunakan. Hal ini

11

Page 7: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

disebabkan uji ini lebih mudah dan murah daripada uji kuat tarik langsung. Salah satu

uji kuat tarik tak langsung adalah Brazilian test.

Pada uji brazilian, kuat tarik batuan dapat ditentukan berdasarkan persamaan:

2.F.D.Lt .................................................................................................(2.4)

Keterangan : t = Kuat tarik batuan (MPa)

F = Gaya maksimum yang dapat ditahan batuan (KN)

D = Diameter contoh batuan (mm)

L = Tebal batuan (mm)

Gambar 2.3 Uji Brazilian

2.2.3 Uji Kecepatan Rambat Gelombang Ultrasonik

Uji kecepatan rambat gelombang ultrasonik dilakukan untuk menentukan

cepat rambat gelombang ultrasonik yang merambat melalui contoh batuan. Pada uji

ini, waktu tempuh gelombang primer yang merambat melalui contoh batuan diukur

dengan menggunakan Portable Unit Non-destructive Digital Indicated Tester

(PUNDIT). Kecepatan rambat gelombang primer ditentukan melalui persamaan 2.5.

12

Page 8: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

LVtp

p

.......................................................................................................(2.5)

Keterangan: L = panjang contoh batuan yang diuji (m)

tp = waktu tempuh gelombang ultrasonik primer (detik)

Vp = cepat rambat primer atau tekan (m/detik)

Cepat rambat gelombang ultrasonik yang merambat di dalam batuan

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

ukuran butir dan bobot isi

porositas dan kandungan air

temperatur

kehadiran bidang lemah.

2.2.3.1 Ukuran butir dan bobot isi

Batuan yang memiliki ukuran butir halus atau kecil memiliki cepat rambat

gelombang lebih besar daripada batuan dengan ukuran butir kasar atau besar. Hal ini

disebabkan karena batuan berbutir kasar akan memberikan ruang kosong antar butir

lebih besar dibandingkan batuan berbutir halus. Ruang kosong inilah yang

menyebabkan cepat rambat gelombang menurun karena tidak ada media

perambatannya.

Sama halnya dengan ukuran butir, batuan berbutir halus memiliki bobot isi

yang lebih padat dibandingkan batuan berbutir kasar. Karena kerapatan antar butir

yang tinggi dan sedikitnya ruang kosong yang dimiliki batuan. Oleh karena itu,

batuan yang memiliki bobot isi tinggi memiliki cepat rambat gelombang yang tinggi.

2.2.3.2 Porositas dan kandungan air

Porositas merupakan banyaknya rongga dalam suatu batuan terhadap volume

keseluruhan. Jadi semakin tinggi nilai porositas akan menunjukan semakin banyak

13

Page 9: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

rongga atau ruang kosong di dalam batuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

semakin tinggi porositas maka cepat rambat gelombang akan semakin kecil.

Kandungan air dalam batuan yang cenderung berpori akan merubah kecepatan

rambat gelombang di dalam batuan tersebut. Pada nilai porositas tertentu, kecepatan

rambat gelombang akan bertambah besar karena terjadinya peningkatan derajat

kejenuhan air. Hal ini terjadi karena kecepatan rambat gelombang di dalam air jauh

lebih besar dari di udara.

2.2.3.3 Temperatur

Kecepatan rambat gelombang ultrasonik juga diperngaruhi. Temperatur tinggi

pada saat pengujian akan menurunkan cepat rambat gelombang yang merambat

melalui contoh batuan.

2.2.3.4 Kehadiran bidang lemah

Bidang lemah yang berada didalam batuan akan mempengaruhi cepat rambat

gelombang ultrasonik. Bidang lemah yang merupakan bidang batas antara dua

permukaan akan menhadirkan ruang kosong berisi udara. Ruang kosong ini akan

memperlambat cepat rambat gelombang ultrasonik. Dengan demikian, kehadiran

bidang lemah akan menurunkan cepat rambat gelombang yang merambat melalui

batuan.

2.3 UJI TRIAKSIAL

Tujuan utama uji triaksial adalah untuk menentukan kekuatan batuan pada

kondisi pembebanan triaksial melalui persamaan kriteria keruntuhan. Kriteria

keruntuhan yang sering digunakan dalam pengolahan data uji triaksial adalah kriteria

Mohr-Coulomb. Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr-

Coulomb sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai

berikut:

14

Page 10: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Strength envelope (kurva intrinsik)

Kuat geser (Shear strength)

Kohesi (C)

Sudut geser dalam (

Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial,

diberi tekanan pemampatan ( 3) dan dibebani secara aksial ( 1) sampai runtuh. Pada

uji ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan ( 2 = 3).

Alat uji triaksial yang digunakan merupakan merujuk pada alat triaksial yang

dikembangkan oleh Von Karman pada tahun 1911 (Gambar 2.4). Di dalam aparatus

ini, tekanan fluida berfungsi sebagai tekanan pemampatan ( 3) yang diberikan kepada

contoh batuan. Fluida dialirkan dengan menggunakan pompa hidraulik dan dijaga

agar selalu konstan.

Gambar 2.4 Aparatus uji triaksial Von Karman, 1911 (Patterson, 1978)

Pada mulanya, beban aksial merupakan instrumen utama yang mengendalikan

uji ini. Namun dengan perkembangan teknologi masa kini sudah memungkinkan

untuk mengendalikan uji ini melalui kontrol beban atau deformasi yang dialami

15

Page 11: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

contoh batuan, bahkan dengan menggunakan katup servo, regangan aksial dan

tekanan pori dapat juga diatur besarnya. Untuk penelitian ini, digunakan mesin tekan

Control seri 85060715 CAT C25/B tanpa katup servo.

2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji Triaksial

2.3.1.1 Tekanan pemampatan

Tekanan pemampatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam uji

triaksial. Besarnya tegangan aksial pada saat contoh batuan runtuh saat pengujian

triaksial selalu lebih besar daripada tegangan aksial saat contoh batuan runtuh pada

pengujian kuat tekan uniaksial. Hal ini disebabkan karena adanya penekanan

(pemampatan) dari arah lateral dari sekeliling contoh batuan pada uji triaksial.

Berbeda pada pengujian kuat tekan uniaksial, tekanan pemampatannya adalah nol

(zero confining pressure), sehingga tegangan aksial batuan lebih kecil.

Berdasarkan penelitian Von Karman (1911) pada batuan marbel Carrara dapat

dilihat dengan adanya tekanan pemampatan pada contoh batuan mengakibatkan

kenaikan tekanan aksial dan bersifat lebih ductile. Gambar 2.5 menunjukkan semakin

tingginya tegangan puncak (peak) jika tekanan pemampatannya semakin besar.

2.3.1.2 Tekanan pori

Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari tentang tekanan

pori pada uji triaksial terhadap batuan sandstone (lihat Gambar 2.6). Dapat

disimpulkan bahwa naiknya tekanan pori akan menurunkan kekuatan batuan.

16

Page 12: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Gambar 2.5 Pengaruh tekanan pemampatan terhadap kurva tegangan-

regangan pada batuan Carrara marble oleh Von Karman, 1911

(Vutukuri & Katsuyama, 1994)

Gambar 2.6 Pengaruh tekanan pori terhadap kurva tegangan-regangan

pada batu sandstone oleh Schwartz, 1964 (Vutukuei, Lama & Saluja,

1974)

17

Page 13: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

2.3.1.3 Temperatur

Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat tekan

batuan dan membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7 menunjukkan kurva

tegangan diferensial (deviatoric stress, 1- 3) - regangan aksial untuk batuan granit

pada tekanan pemampatan 500 MPa dan pada temperatur yang berbeda-beda. Pada

temperatur kamar, sifat batuan adalah brittle, tetapi pada temperatur 8000C batuan

hampir seluruhnya ductile. Efek temperatur terhadap tegangan diferensial saat runtuh

untuk setiap tipe batuan adalah berbeda. Pada penelitian ini, pengaruh temperatur

diabaikan.

Gambar 2.7 Pengaruh temperatur terhadap kurva tegangan diferensial-

regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500

MPa oleh Griggs, 1960 (Vutukuri & Katsuyama, 1994)

2.3.1.4 Laju deformasi

Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan batuan. Hal

ini terbukti dari penelitian-peneliatian terdahulu. Pada tahun 1961, Serdengecti dan

Boozer melakukan penelitian tentang pengaruh kenaikan laju deformasi pada uji

triaksial. Dari penelitian mereka pada batuan limestone dan gabbro solenhofen,

18

Page 14: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

disimpulkan terjadinya peningkatan laju deformasi akan menaikan kuat tekan batuan.

Donath & Fruth (1971) melakukan uji triaksial pada 69 contoh batuan pada

temperatur kamar dengan laju deformasi sebesar 10-3, 10-4, 10-5, 10-6 dan 10-7/s. Pada

tekanan pemampatan 200 MPa, penurunan laju deformasi dari 10-3 hingga 10-7/s

menyebabkan penurunan kekuatan 33% untuk batu marmer, 8,4% untuk batu pasir

pada tingkat deformasi 2% (Vutkuri, Lama & Saluja, 1974).

Gambar 2.8 menunjukan hasil penelitian Logan dan Handin pada tahun 1970.

Dapat dilihat kenaikan kuat tekan batuan Westerley granite seiring dengan

bertambahnya laju deformasi.

Gambar 2.8 Pengaruh laju deformasi terhadap kurva kuat tekan-

tekanan pemampatan untuk batuan Westerly granite oleh Logan dan

Handin, 1970 (Vutukuri & Katsuyama, 1994)

19

Page 15: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

2.3.1.5 Bentuk dan Dimensi contoh batuan

Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan uniaxial

bentuk silinder.

Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan, kemungkinan tiap contoh

batuan dipengaruhi oleh bidang lemah akan semakin besar. Oleh karena itu, semakin

besar contoh batuan yang akan diuji, kekuatan contoh batuan tersebut akan

berkurang.

Variasi perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d)

diketahui akan mempengaruhi kekuatan contoh batuan. Kekuatan contoh batuan akan

menurun seiring dengan menaiknya perbandingan panjang terhadap diameter contoh

batuan ( /d). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mogi pada tahun 1962.

Menurut ISRM (1972) untuk contoh batuan pada uji triaksial dan kuat tekan

uniaksial, perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum

digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan area permukaan pembebanan yang datar,

halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan.

2.3.2 Tipe Deformasi Batuan pada Uji Triaksial

Secara garis besar tipe deformasi yang terjadi saat contoh batuan runtuh dapat

dibedakan menjadi dua tipe, yaitu brittle fracture dan ductile fracture.

Serdengecti dan Boozer menyebutkan bahwa brittle fracture terjadi pada

tekanan pemampatan yang rendah, temperatur yang rendah dan laju deformasi yang

besar. Sebaliknya, ductile fracture lebih sering terjadi pada tekanan pemampatan yang

tinggi, temperatur yang tinggi dan laju deformasi yang rendah (Vutukuri, Lama &

Saluja, 1974).

Griggs & Handin (1960) menjelaskan deformasi makroskopik yang dialami

batuan pada tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial. Mereka mendapati

lima tipe deformasi yang terjadi yang dialami contoh batuan saat diberi tekanan

pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial tersebut (lihat Gambar 2.9).

20

Page 16: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Tipe 1 menunjukkan deformasi brittle yang ditandai oleh bentuk runtuh atau

pecah yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang sejajar terhadap

arah gaya tekan aksial yang mengindikasikan lepasnya ikatan antarbutir dalam contoh

batuan karena tarikan.

Tipe 2 masih menunjukkan deformasi brittle, sudah terlihat adanya deformasi

plastis sebelum contoh batuan runtuh (seiring dengan naiknya tekanan pemampatan).

Belahan yang berbentuk kerucut dengan arah aksial menunjukkan terjadinya

tegangan kompresif, sedangkan belahan kerucut akan memiliki arah lateral ketika

terjadi tegangan tarik.

Tipe 3 sudah mulai menunjukkan transisi dari brittle ke ductile. Penambahan

tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh in shear. Shear runtuh

terjadi ketika butiran yang terikat berpindah sepanjang bidang geser. Proses ini terjadi

secara perlahan dari tarikan (tension) dan berakhir dengan geseran (shear).

Karena tekanan pemampatan semakin naik, contoh batuan mulai terdeformasi

secara ductile (laju deformasi semakin menurun) dan contoh batuan sudah mulai

bersifat plastis (tipe 4). Apabila tekanan pemampatan dinaikkan kembali, contoh

batuan akan bersifat sangat plastis dan akan sukar untuk mendapatkan kekuatan

puncaknya (tipe 5).

21

Page 17: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Gambar 2.9 Diagram skematik berbagai tipe deformasi batuan pada

pengujian triaksial oleh Griggs dan Handin, 1960 (Vutukuri &

Katsuyama, 1994)

2.3.3 Uji Triaksial Konvensional

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pada saat pengujian triaksial

konvensional, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial.

2.3.4 Uji Triaksial Multitahap

Uji triaksial multitahap merupakan variasi dari uji triaksial yang

menghasilkan sifat mekanik batuan. Uji ini menjadi solusi dari kekurangan uji

triaksial konvensional. Hal ini disebabkan karena uji multitahap hanya memerlukan

satu contoh batuan sehingga masalah biaya, waktu dan keheterogenan yang terjadi

pada uji triaksial konvensional dapat diatasi.

22

Page 18: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Beberapa ahli mekanika batuan sudah melakukan penelitian triaksial

multitahap ini, antara lain Kovari & Tisa (1975), Kim & Ko (1979), Wylie &

Crawford (1987) dan Pagoulatos (2004).

2.3.4.1 Penelitian oleh Kovari & Tisa (1975)

Kovari & Tisa (1975) melakukan pengujian triaksial multitahap dengan dua

metode, yang pertama dengan melihat kecenderungan gaya yang diterima oleh contoh

batuan melalui grafik tegangan aksial terhadap regangan aksial, metode yang kedua

disebut juga strain controlled test.

Hasil uji triaksial mutitahap dengan menggunakan metode pertama dapat

dilihat pada Gambar 2.10. Gambar 2.10.a, setelah batuan memasuki kondisi tepat

akan runtuh pada siklus pertama, pembebanan aksial dihentikan. Untuk siklus kedua,

tekanan pemampatan dinaikkan dari 5,9 MPa menjadi 23,5 MPa kemudian

pembebanan aksial diberikan kembali. Setelah pada siklus kedua batuan memasuki

kondisi tepat akan runtuh, pembebanan aksial kembali dihentikan. Untuk siklus

ketiga tekanan pemampatan diturunkan menjadi 5,9 MPa. Gambar 2.10.b dilakukan

langkah sebaliknya Dari hasil uji tersebut (lihat Gambar 2.10), disimpulkan bahwa

nilai tekanan aksial yang dicapai siklus pertama dan ketiga adalah sama, walaupun

pada siklus ketiga sebelumnya telah diberikan tekanan pemampatan yang berbeda.

Metode ini dapat diaplikasikan dengan mudah pada peralatan triaksial konvensional.

Sedangkan metode kedua atau metode ”Strain Controlled Test” (lihat Gambar

2.11), tekanan pemampatan awal diberikan sampai menunjukkan tanda-tanda akan

runtuh (ditunjukkan oleh titik belok kurva tegangan-regangan garis A-B). Setelah itu

tegangan aksial dinaikkan kembali diiringi dengan penyesuaian tekanan pemampatan

agar tingkat peregangan dapat dikendalikan (garis A-B menjadi linier).

23

Page 19: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Gambar 2.10 Triaksial multitahap pada batupasir Buchberg oleh Kovari

dan Tisa, 1975 (Boediman, 2007) :

a. tekanan pemampatan naik dari 5,9 ke 23,5 MPa

b. tekanan pemampatan turun dari 23,5 ke 5,9 MPa

24

Page 20: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Gambar 2.11 Metode Strain Controlled Test oleh Kovari & Tisa, 1975

(Boediman, 2007)

2.3.4.2 Penelitian oleh Kim & Ko (1979)

Kim & Ko (1979) melanjutkan penelitian Kovari & Tisa (1975), dengan

menggunakan teknik multitahap metode pertama. Penelitian ini dilakukan pada tiga

jenis batuan yang berbeda; Piere shale, Raton shale da Lyons sandstone.

Setelah membandingkan hasil uji triaksial konvensional dengan uji triaksial

multitahap. Kim & Ko (1979) menemukan galat yang terjadi pada karakteristik

selubung runtuh (C, pada Lyons sandstone adalah 19% untuk sudut geser dalam

( dan 38% untuk kohesi (C). Kedua galatnya cukup besar. Namun galat yang

diperoleh pada batuan shale lebih kecil, yaitu ± 19% untuk sudut geser dalam dan

± 12% untuk kohesi (C), dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Menurut mereka perbedaan galat yang besar ini terjadi karena perbedaan

rheologi pada masing-masing litologi batuan tersebut. Shale memberikan sifat

ductile, runtuh-nya contoh batuan dapat diprediksi tanpa pengaruh keutuhan contoh

batuan. Pada brittle fracture, regangan aksial mulai membelok dari awalnya yang

berupa garis lurus (80% dari tegangan puncak), dan kemudian runtuh yang terjadi

hampir pada saat itu juga. Sehingga, keputusan untuk menghentikan uji sangat

subjektif dan beresiko untuk material yang bersifat brittle fracture.

25

Page 21: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Kim & Ko (1979) menyatakan keefektifan uji triaksial multitahap tergantung

pada tipe deformasi yang dimiliki oleh contoh batuan. Pada contoh batuan dengan

deformasi ductile lebih mudah memprediksi tegangan puncak daripada batuan dengan

tipe derformasi brittle, karena pada deformasi brittle dapat secara tiba-tiba mengalami

runtuh tanpa harus mengalami deformasi yang besar.

Gambar 2.12 Hasil uji triaksial konvensional (S.S) dan triaksial

multitahap (M.S) pada batuan Lyons sandstone oleh Kim & Ko, 1979

(Pagaolatos, 2004)

26

Page 22: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Tabel 2.2 Perbandingan hasil uji triaksial konvensional dan triaksial

multitahap Penelitian Kim & Ko ,1975 ( Pagaolatos, 2004)

Jenis Batuan Jenis Uji derajat) C (MPa)

Multitahap 4 1,41Konvensional 6 1,42Pierre Shale

Galat 23% 1%Multitahap 29 41Konvensional 23 46Raton Shale

Galat 19% 12%Multitahap 48 45Konvensional 59 28Lyons sandstone

Galat 19% 38%

2.3.4.3 Penelitian oleh Wylie & Crawford (1987)

Berbeda dengan penelitian sebelumnya. Wylie & Crawford (1987)

menggunakan regangan volumetrik (pada saat kurva regangan volumetrik membelok)

untuk menentukan titik penghentian pembebanan aksial dari setiap siklus pengujian.

Wylie & Crawford menggunakan cara pembebanan yang berbeda dengan

peneliti-peneliti sebelumnya. Jika Kovari & Tisa (1975) dan Kim & Ko (1979)

menaikan tekanan pemampatan setelah menghentikan pembebanan aksial, Wylie &

Crawford justru menurunkan tegangan aksial hingga contoh batuan mengalami

keadaan hidrostatik ( 1 = 3). Setelah mencapai keadaan hidrostatis tegangan

pemampatan dan aksial dimulai kembali. Kriteria yang mereka gunakan untuk

menghentikan pembebanan aksial tiap siklusnya adalah saat regangan volumetrik

mencapai nol. Hasil pengujian Wyle & Crawford (1987) kemudian dibandingkan

dengan hasil triaksial konvensional (lihat Gambar 2.13). Selubung kekuatan batuan

hasil uji triaksial multitahap lebih rendah dibandingkan hasil uji triaksial

konvensional.

Semua contoh batuan yang mereka uji mampu mencapai regangan volumetrik

hingga nol, hal tersebut kemungkinan diakibatkan karena contoh batuan yang

27

Page 23: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

digunakan bersifat brittle sehingga diperlukan modifikasi pada metode ini jika contoh

batuan bersifat ductile. Metode tersebut menggunakan perbandingan perubahan

volume maksimum. Namun, definisi dari volume maksimum itu sendiri tidak

dijelaskan.

Gambar 2.13 Perbandingan hasil uji triaksial metode multitahap dan

konvensional oleh Crawford & Wylie, 1987 (Pagaolatos, 2004)

2.3.4.4 Penelitian oleh Pagoulatos (2004)

Sama dengan penelitian Wyle & Crawford (1987), Pagoulatos (2004)

menggunakan tegangan volumetrik sebagai kriteria untuk menentukan titik terminasi

dimana tekanan pemampatan harus dinaikan. Penelitian ini menggunakan empat

contoh batuan Berea sandstone.

Untuk menghindari resiko runtuhnya pada contoh batuan sebelum dinaikan,

Pagoulatos melakukan modifikasi kriteria yang digunakan Wyle & Crawford (1987).

Metode ini disebut ”deflection point of volumetric strain”. Metode ini dipilih karena

28

Page 24: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

rekahan contoh batuan akan memasuki kondisi unstable propagation pada saat

regangan volumetrik mulai membelok.

Pada metode ini pembebanan aksial dihentikan saat terjadi deflection point

pada kurva regangan volumetrik (lihat Gambar 2.14). Tegangan aksial diturunkan

hingga mencapai keadaan hidrostatiknya, lalu tekanan pemampatan dinaikkan dan

pembebanan aksial dilanjutkan. Pagulatos mengatakan bahwa metode ini lebih mudah

dan lebih aman dibandingkan metode yang digunakan oleh Wylie & Crawford

(1987).

Gambar 2.14 deflection point pada Grafik Tegangan-Regangan pada

Berea sandstone (Pagoulatos, 2004)

Tegangan yang diperoleh adalah tegangan pada deflection point untuk setiap

siklus dan tegangan runtuh pada siklus terakhir. Selisih antara tegangan runtuh dan

deflection point pada siklus terakhir digunakan untuk memproyeksikan kurva runtuh

yang sebenarnya.

Hasil uji multitahap yang dilakukan Pagoulatos (2004) memberikan

pendekatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan nilai yang didapatkan

dari uji konvensional (lihat Tabel 2.3). Hal ini dibuktikan dengan ekivalennya sudut

29

Page 25: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

geser dalam hasil triaksial multitahap dengan triaksial konvensional, sedangkan nilai

kohesi dari triaksial multitahap hanya berbeda 6,8% dari nilai kohesi hasil dari

triaksial konvensional.

Tabel 2.3 Hasil Uji Konvensional dan Multitahap pada batupasir Berea

(Pagoulatos, 2004)

Kode Contoh Batuan Persamaan Mohr-Coulomb (derajat) C

(MPa)

H1 = 0,60 n + 18,0 31 18

H11 = 0,64 n + 12,4 33 12,4

H16 = 0,65 n + 13,5 33 13,5

H26 = 0,64 n + 14,8 33 14,8

Rata-rata (Triaksial multitahap) 32 14,7Standart deviasi (Triaksial multitahap) 1 2,4

Triaksial konvensional 32 15,7Galat antara triaksial konvensional dan multitahap 6,8 %

2.3.4.5 Penelitian oleh Boediman (2007) dan Prassetyo (2008)

Kedua penelitian ini dilakukan di Laboratorium Geomekanika dan Peralatan

Tambang-ITB. Dengan menggunakan metode pertama Kovari & Tisa, hasil

penelitian triaksial multitahap batupasir ini menunjukan terjadinya penurunan

kekuatan batuan jika dibandingkan triaksial konvensional. Walaupun demikian,

mereka menyimpulkan bahwa uji triaksial multitahap batupasir bisa dijadikan metode

pengganti uji triaksial konvensional. Pernyataan ini didukung dari sifat mekanik yang

tidak jauh berbeda antara kedua metode tersebut. Kedua peneliti ini mulai melakukan

evaluasi hasil uji triaksial dengan menggunakan kriteria Hoek-Brown. hasil pengujian

kedua peneliti ini dapat dilihat pada Tabel 2.4

30

Page 26: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Tabel 2.4 Hasil Uji Konvensional dan Multitahap pada batupasir oleh

Boediaman (2007) dan Prassetyo (2008)

Prassetyo, S.H (2008) Boediman, A. R (2007) Hasil Uji Laboratorium

c t C m c t C mKriteria

Keruntuhan

c & t Lab 38,7 3,75 - - - 24,3 - - - -Triaksial

Konvensional 50,0 7,1 8,4 38,8 6,9 22,5 1,0 3,9 50,7 20,9Hoek-Brown Triaksial

Multitahap 50,0 9,6 9,3 34,8 5,0 28,6 1,9 5,3 47,1 14,9

TriaksialKonvensional 29,6 5,4 6,3 44,0 - 30,6 6,5 8,4 32,0 -Mohr-

Coulomb TriaksialMultitahap 33,5 6,9 7,6 41,0 - 30,0 10,0 9,1 28,5 -

2.4 KRITERIA KERUNTUHAN BATUAN

Batuan di alam berada dalam kondisi yang kompleks. Hal ini menyebabkan

terjadinya variasi terhadap karakteristik dan perilaku batuan itu sendiri. Secara lebih

spesifik dapat dikatakan bahwa perilaku batuan dipengaruhi oleh medan tegangan

dari lingkungan batuan berada. Kriteria keruntuhan batuan merupakan formula yang

mempergunakan hubungan antara tegangan-regangan yang menunjukkan perilaku

batuan. Namun harus diperhatikan bahwa kriteria keruntuhan tidak didapatkan dari

asumsi matematika yang sederhana tapi merupakan pernyataan dari hipotesa fisika.

Kriteria keruntuhan batuan ditentukan berdasarkan hasil percobaan. Ekspresi

dari kriteria keruntuhan batuan mengandung satu atau lebih parameter sifat mekanik

batuan dan menjadi sederhana. Kriteria keruntuhan batuan dapat ditentukan secara

teoritis atau empiris. Kriteria keruntuhan teoritis telah memberikan dasar bagi

pengembangan konsep kekuatan batuan lainnya. Berbeda dengan kriteria keruntuhan

teoritis, kriteria keruntuhan empiris penggunaannya sangat luas dan dapat

dipergunakan untuk berbagai jenis batuan.

31

Page 27: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

2.4.1 Kriteria Keruntuhan Teoritis

2.4.1.1 Kriteria tegangan tarik maksimum

Menurut kriteria ini, runtuh pada batuan terjadi akibat tarikan apabila

tegangan prinsipal minimum ( 3) sama dengan negatif dari kuat tarik uniaksial (- t)

Kriteria ini dapat dituliskan dalam bentuk persamaan 2.6

3 = - t ........................................................................................................(2.6)

2.4.1.2 Kriteria tegangan geser maksimum (Kriteria Tresca)

Kriteria ini berlaku untuk material isotropik dan ductile. Kriteria ini

dinyatakan sebagai fungsi dari 1 dan 3. Berdasarkan kriteria ini, material

diasumsikan akan runtuh pada saat tegangan geser maksimum ( maks) sama dengan

kuat geser batuan (s).

Dapat dituliskan dalam hubungan sebagai berikut :

s = maks = 1 3-2

......................................................................................(2.7)

2.4.1.3 Kriteria keruntuhan Mohr

Kriteria keruntuhan dari Mohr didasarkan pada hipotesa bahwa tegangan

normal ( n) dan tegangan geser ( ) yang bekerja pada bidang runtuh berperan pada

proses runtuh-nya batuan.

Kriteria Mohr mengasumsikan selubung kekuatan batuan adalah berdasarkan

persamaan dibawah ini:

= f( n)........................................................................................................(2.8)

Persamaan 2.8 harus ditentukan melalui eksperimen dan diperlihatkan oleh

kurva A t C B (lihat Gambar 2.15). Kurva ini merupakan selubung lingkaran Mohr

untuk 3 dan 1 saat runtuh, sehingga material yang berada dibawah selubung

tersebut tidak akan runtuh. Sedangkan, jika ada bagian dari lingkaran berada diluar

selubung kekuatan, tegangan kritisnya akan terlewati. Kriteria Mohr mengungkapkan

bahwa tegangan intermidier ( 2) tidak mempunyai pengaruh pada runtuh-nya batuan.

32

Page 28: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Gambar 2.15 Selubung kekuatan Mohr (Vutukuri & Katsuyama, 1994)

2.4.1.4 Kriteria keruntuhan Coulomb

Coulomb (1776) menyatakan bahwa kekuatan geser batuan dan tanah

dipengaruhi oleh dua variabel yaitu kohesi dan tegangan normal. Kriteria Coulomb

ini menunjukkan bahwa kurva runtuh 1, 3 harus berbentuk garis lurus. Kriteria ini

sangat cocok untuk sebagian besar batuan beku dan batuan kristal lainnya. Namun

demikian, untuk mineral evaporit, shales dan carbonates, kemiringan kurva 1, 3

biasanya menurun karena 3 menaik. Kriteria ini dinyatakan melalui persamaan 2.9.

s = n . tan + C.....................................................................................(2.9)

keterangan: s kuat geser batuan (MPa)

tegangan geser (Mpa)

sudut geser dalam (...O)

C = kohesi (MPa)

Secara geometri persamaan (2.9) akan menghasilkan garis lurus yang

kemudian dikenal sebagai garis kuat geser coulomb.

33

Page 29: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Gambar 2.16 Kriteria Keruntuhan Coulomb (Jumikis, 1979)

Berdasarkan geometri pada Gambar 2.17, tegangan normal ( n) pada bidang

geser r-r dihitung melalui persamaan :

n 1 3 1 31 1= ( + )+ ( - )cos22 2

.................................................................(2.10)

1 31 = ( - )sin22

.....................................................................................(2.11)

2.4.1.5 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb

Persamaan Coulomb (persamaan 2.9) sering dikaitkan dengan kriteria ini yang

kemudian diaplikasikan dalam mekanika batuan. Kriteria ini juga bisa menyatakan

tegangan prinsipal sebagai :

1

3 3

2 .cos 1 sin(1 sin ) 1 sinc .....................................................................(2.12)

Atau dapat ditulis,

1 = c + k 3..............................................................................................(2.13)

34

Page 30: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Nilai dan kohesi (c) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

1sin1

kk

…………………………………..…………………………(2.14)

(1 sin )2cos

cc …………………………………………………………(2.15)

Untuk kasus khusus jika c= 0

1

3

1 sin1 sin

= k………………………………………..……………….(2.16)

Keterangan : k = kostanta dari kemiringan garis antara 1 dan 3 (lihat gambar 2.17)

Gambar. 2.17 Kriteria Mohr-Coulomb

2.4.2 Kriteria Keruntuhan Empiris

2.4.2.1 Kriteria keruntuhan empiris Bieniawski

Bieniawski (1974) menyatakan bahwa dasar pemikiran lahirnya kriteria

keruntuhan empiris adalah pengetahuan tentang kekuatan batuan yang harus

memperhatikan nilai dari tegangan maksimum ( 1) dan tegangan minimum ( 3).

Bieniawski menyatakan kriteria keruntuhan pertama dalam persamaan : k

31

c c

=A + 1 .......................................................................................(2.17)

Keterangan: k = konstanta

35

Page 31: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

Kriteria keruntuhan pertama menunjukkan bahwa kondisi tegangan utama

merupakan fungsi dari kuat tekan uniaksial. Kriteria ini dipergunakan ketika 1 dan

3 diketahui sebagai tegangan awal sebelum penggalian.

Melalui 412 pengujian terhadap contoh batu meliputi 91 contoh batuan

quartzite, 109 contoh batuan sandstones, 35 contoh batuan norite, 86 contoh batuan

mudstones, dan 91 contoh batuan siltstones (lihat Tabel 2.4), kriteria keruntuhan

empiris kedua dinyatakan pada persamaan 2.18.

m

c c

Bc

m + 0,1 ..................................................................................(2.18)

Berdasarkan hasil pengujian terhadap beberapa jenis batuan, Bieniawski

menemukan bahwa konstanta k = 0,75 dan c = 0,90.

Yudbhir (1983) menyatakan nilai kostanta k pada setiap batuan konstan,

dengan nilai berkisar antara 0,65 - 0,75. Yudbhir juga menambahkan nilai kostanta A

untuk jenis batuan lain seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2..

Tabel 2.5 Kriteria keruntuhan empiris Bieniawski untuk beberapa jenis

batuan (Bieniawski, 1974)

Kriteria I Kriteria II Jenis

Batuank

31

c c

=A + 1 m

c c

Bc

m + 0,1

Norite A = 5 B = 0,8 Quartzite A = 4,5 B = 0,78 Sandstone A = 4,0 B = 0,75 Siltstone A = 3,0 B = 0,7 Mudstone A = 3,0 B = 0,7

Tabel 2.6 Nilai Konstanta A (Yudbhir, 1983)

A 2 3 4 5Tuff Siltstone Quartzite NoriteShale Mudstone Sandstone Granite

Limestone Dolorite Quartzdiorit

36

Page 32: 2008 TA PP EENG VANANDA 1-BAB - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/619/jbptitbpp-gdl-eengvanand-30935-3... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BATUAN ANDESIT Batuan andesit

2.4.2.2 Kriteria keruntuhan empiris Hoek-Brown

Berdasarkan hasil eksprimentasi terhadap contoh batuan yang cukup banyak,

Hoek-Brown (1980) memperkenalkan kriteria keruntuhan yang pada awalnya

dikembangkan untuk batuan utuh (intact rock) dan massa batuan.

Kriteria keruntuhan Hoek-Brown didefinisikan berdasarkan persamaan : a

31 3 ci

ci

'' = ' + m +s ............................................................................(2.19)

Keterangan: dan 3 = tegangan maksimum dan minimum efektif saat runtuh

m = konstanta Hoek-Brown untuk massa batuan

s, a = konstanta yang bergatung karateristik massa batuan

ci = kuat tekan uniaksial dari intact rock

Untuk batuan utuh (intact rock), Hoek-Brown memodifikasi persamaan 2.19, dengan

mensubtitusi s = 1 dan a = 0,5, sehingga menjadi persamaan 2.20. 0,5

31 3 ci

ci

'' = ' + m +1 ..........................................................................(2.20)

Menurut persamaan ini, hubungan antara tegangan prinsipal efektif saat

contoh batuan runtuh ditentukan oleh dua konstanta, yaitu kuat tekan uniaksial dan

nilai konstanta m.

Tabel 2.7 Nilai konstanta m untuk beberapa jenis batuan (Rocklab 10)

Tipe Batuan Jenis Batuan Nilai m Sandstone 17±4

Shale 6 ± 2 SedimenDolomit 9±3Andesit 25±5Diorit 25±5BekuGranit 32±3Slates 7±4MetamorfikSchist 10±3

37