2008-2-00033-AK Bab 2

43
7 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Banyaknya pengertian pajak yang disampaikan oleh para ahli menyebabkan sulitnya untuk memasukkan definisi pajak yang tepat ke dalam undang-undang perpajakan. Meskipun demikian, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pajak yang disampaikan oleh para ahli tersebut hampir sama dan saling melengkapi. Beberapa pengertian pajak menurut para ahli tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menurut Prof. Rochmat Soemitro, SH : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk pengeluaran umum.” 2. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja : “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-

Transcript of 2008-2-00033-AK Bab 2

Page 1: 2008-2-00033-AK Bab 2

7

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Perpajakan

II.1.1 Pengertian Pajak

Banyaknya pengertian pajak yang disampaikan oleh para ahli

menyebabkan sulitnya untuk memasukkan definisi pajak yang tepat ke dalam

undang-undang perpajakan. Meskipun demikian, unsur-unsur yang terkandung

dalam pengertian pajak yang disampaikan oleh para ahli tersebut hampir sama dan

saling melengkapi.

Beberapa pengertian pajak menurut para ahli tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Menurut Prof. Rochmat Soemitro, SH :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra

prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk pengeluaran

umum.”

2. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja :

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh

Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-

Page 2: 2008-2-00033-AK Bab 2

8

barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”

3. Menurut Mr. Dr. N. J. Feldmann :

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada

penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya

kontra prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-

pengeluaran umum.”

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang dan aturan

pelaksanaannya.

2. Sifatnya dapat dipaksakan.

3. Tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi (imbalan secara

langsung) baik secara individual maupun pemerintah.

4. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.

5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

II.1.2. Fungsi Pajak

Menurut Wirawan, Burton, dan Richard (2004), dilihat dari fungsinya,

pajak memiliki 2 fungsi, yaitu :

Page 3: 2008-2-00033-AK Bab 2

9

1. Fungsi budgeter adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu

fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai

dengan undang-undang berlaku yang akan digunakan untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

2. Fungsi regulerend adalah suatu fungsi yang umumnya dapat dilihat

di dalam sektor swasta, yaitu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan

digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu

di luar bidang keuangan.

II.1.3. Pengelompokan Pajak

a. Menurut golongannya, pajak terdiri atas :

1) Pajak langsung, yaitu pajak yang pengenaannya dipikul sendiri oleh

wajib pajak, dan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.

Contoh : Pajak Penghasilan.

2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pengenaannya dapat

dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

b. Menurut sifatnya, pajak terdiri atas :

1) Pajak Subyektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada subyeknya, dalam

Page 4: 2008-2-00033-AK Bab 2

10

arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan

2) Pajak Obyektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada obyeknya tanpa

memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah.

c. Menurut lembaga pemungutannya, pajak terdiri atas :

1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah

pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh : PPh, PPN & PPnBM, PBB, dan Bea Materai.

2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah

daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri atas :

a) Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan

Kendaran di atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

b) Pajak Kabupaten / Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran,

Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.

Page 5: 2008-2-00033-AK Bab 2

11

II.1.4. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam hal sistem pemungutan pajak, kita mengenal 3 (tiga) macam, yaitu :

a. Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberikan wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan

besarnya pajak terutang bagi wajib pajak.

b. Self Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri

jumlah pajak yang terutang berdasarkan undang-undang yang berlaku.

c. With Holding System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk menghitung dan

menetapkan jumlah pajak yang terutang dan membantu pemerintah

memungut pajak dari wajib pajak.

II.1.5. Asas Pemungutan Pajak

Asas pemungutan pajak merupakan suatu batas kewenangan yang dapat

dilakukan oleh suatu Negara dalam melakukan pemungutan pajak agar tidak

memberatkan bagi orang yang dikenakan pajak. Adapun Asas pemungutan pajak

tersebut terdiri dari :

a. Asas Domisili

Negara berhak untuk memungut pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak

Page 6: 2008-2-00033-AK Bab 2

12

yang bertempat tinggal atau berdomisili di wilayahnya.

b. Asas Sumber

Negara berhak untuk memungut pajak atas seluruh penghasilan yang

bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan dimana wajib pajak tersebut

berdomisili.

c. Asas Kebangsaan / Nasionalitas

Suatu negara berhak untuk memungut pajak terhadap setiap orang yang

memiliki kebangsaan atas negara tersebut, tanpa memperhatikan tempat

tinggal dari wajib pajak yang bersangkutan.

II.1.6. Hak Wajib Pajak

Dalam undang-undang perpajakan yang berlaku di Indonesia, diatur dengan

tegas hak-hak dan kewajiban wajib pajak, untuk menjamin dan memberikan

kepastian hukum kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya.

Hak-hak wajib pajak adalah :

a. Mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus.

b. Melakukan pembetulan sendiri SPT.

c. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

Page 7: 2008-2-00033-AK Bab 2

13

d. Hak untuk memperoleh restitusi atau kompensasi.

e. Mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

f. Mengajukan keberatan dan banding.

g. Mengajukan perpanjangan penyampaian pemasukan surat permohonan

keberatan pajak.

h. Meminta dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan pajak untuk

keperluan pengajuan keberatan.

i. Menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum diterbitkan

surat keputusan keberatan.

j. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima

telah lewat, dan Direktorat Jendral Pajak telah memberikan suatu keputusan

tertulis, maka keberatan diajukan dianggap diterima.

k. Mendapat bunga dari negara karena terlambat mengembalikan kelebihan

pembayaran pajak.

l. Memilih menggunakan Norma penghitungan bagi wajib pajak yang peredaran

usahanya atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebasnya berjumlah kurang

dari Rp. 1. 800.000.000,-

m. Melakukan kompensasi kerugian dengan tahun-tahun yang lalu selama 5

(lima) tahun berturut-turut.

Page 8: 2008-2-00033-AK Bab 2

14

n. Memperoleh pengurangan berupa penghasilan tidak kena pajak (PTKP) bagi

WP orang pribadi atau perseorangan.

o. Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah dikeluarkan

dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

p. Memberikan surat kuasa khusus kepada orang lain untuk menandatangani

SPT.

q. Mengkreditkan PPh yang telah dibayar termasuk pajak yang telah dipotong

atau dibayar di luar negeri.

r. Mengajukan permohonan pembetulan atas SKP yang salah tulis, salah hitung,

atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan.

s. Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi

berupa bunga denda dan kenaikan, dalam hal sanksi tersebut dikenakan

kekhilafan WP atau bukan karena kesalahannya.

t. Mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang

tidak benar.

u. Mendapat jaminan kerahasiaan atas segala sesuatu yang diketahui atau

diberitahukan oleh WP kepada pejabat pajak.

v. Hak mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia wajib pajak.

w. Mengkreditkan pajak masukan.

Page 9: 2008-2-00033-AK Bab 2

15

II.1.7. Kewajiban Wajib Pajak

a. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

b. Mengambil sendiri formulir SPT di KPP tempat dimana WP terdaftar.

c. Menyampaikan SPT sesuai dengan batas waktu.

d. Mengisi dengan lengkap, jelas, dan benar serta menandatangani SPT dan

menyampaikan kembali SPT tersebut ke KPP setempat dimana WP terdaftar.

e. SPT yang di isi dengan ditandatangani oleh orang lain, bukan WP harus

dilampiri surat kuasa khusus.

f. Menyelenggarakan pembukuan.

g. Bagi WP yang memilih menggunakan Norma Perhitungan wajib

menyelenggarakan pencatatan tentang perdaran dan penerimaan bruto.

h. Melaporkan usahanya.

i. Membuat faktur pajak.

j. Membuat Nota Retur.

k. Mencatat jumlah harga perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak atau

Jasa Kena Pajak dalam pembukuan perusahaan.

l. Membayar atau menyetor pajak yang terutang.

m. Menyampaikan SPT Masa PPN dan PPnBM.

Page 10: 2008-2-00033-AK Bab 2

16

II.1.8. Surat Pemberitahuan (SPT)

a. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT).

Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak

digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak terutang

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang

berlaku.

b. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT).

Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) yang ada dibedakan menjadi 2

(dua), yaitu :

1) SPT Masa, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak terutang dalam suatu

masa pajak.

2) SPT Tahunan, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak terutang dalam suatu

tahun pajak.

c. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT).

Menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 3 ayat (1), fungsi Surat

Pemberitahuan adalah sebagai berikut :

1) Bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk

melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah

Page 11: 2008-2-00033-AK Bab 2

17

pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :

a) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak

lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak.

b) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan / atau bukan

obyek pajak, harta dan kewajiban.

c) Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang

pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan

lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangan-undangan perpajakan.

2) Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah untuk

melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang

terutang dan untuk melaporkan tentang :

a) Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan / atau melalui pihak

lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan

perpajakan yang berlaku.

3) Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan

adalah untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang

Page 12: 2008-2-00033-AK Bab 2

18

dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

d. Karakteristik Surat Pemberitahuan (SPT) Manual.

Surat Pemberitahuan (SPT) Manual memiliki beberapa karakteristik,

yaitu :

1) Memerlukan waktu yang lama untuk merekam data SPT di KPP.

2) Sering terjadi kesalahan pada saat perekaman data di KPP, sehingga

data yang ada pada SPT Wajib Pajak seringkali tidak sama dengan

data yang terdapat pada Direktorat Jenderal Pajak.

3) Pemborosan kertas.

4) Perekaman data SPT membutuhkan banyak Sumber Daya Manusia.

5) Pemborosan tempat penyimpanan dokumen SPT.

e. Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT).

Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah :

1) Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20 (dua puluh) dari

setelah akhir Masa Pajak.

2) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak

Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

3) Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak

Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

Page 13: 2008-2-00033-AK Bab 2

19

Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat

Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (bulan)

dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktorat

Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan.

f. Tata Cara Melaporkan SPT Secara Manual.

Dalam penggunaan Surat Pemberitahuan (SPT) secara manual, tata

cara pelaporannya adalah sebagai berikut :

1) Wajib Pajak mengambil sendiri SPT di tempat yang telah ditetapkan

oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2) Wajib pajak mengisi SPT dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai

dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan peraturan perpajakan.

3) Wajib pajak harus menandatangani serta menyampaikan kembali SPT

dalam batas waktu yang telah ditentukan.

g. Sanksi Terlambat atau Tidak Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).

Wajib pajak yang tidak menaati ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku akan dikenakan sanksi administrasi

berupa denda dan bunga dan / atau sanksi pidana, yaitu :

1) Keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), Wajib Pajak

akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar :

Page 14: 2008-2-00033-AK Bab 2

20

a) Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat

Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

b) Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan

Masa lainnya.

c) Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

d) Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.

2) Wajib Pajak yang karena kealpaan tidak menyampaikan Surat

Pemberitahuan (SPT) atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak

benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan

pertama kali tidak dikenakan sanksi pidana, tetapi dikenakan sanksi

administrasi sebesar 200% dari pajak yang kurang bayar.

3) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat

Pemberitahuan (SPT) atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak

benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada

pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6

(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit

2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan

paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau

kurang bayar.

Page 15: 2008-2-00033-AK Bab 2

21

II.1.9. Surat Setoran Pajak (SSP)

a. Pengertian.

Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak

yang telah dilakukan ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah

ditentukan oleh Menteri Keuangan.

b. Jenis Surat Setoran Pajak.

Jenis Surat Setoran Pajak (SSP) ada 2 (dua) macam, yaitu :

1) SSP Standar, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan atau berfungsi

untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke

Kantor Penerima Pembayaran dan digunakan sebagai bukti pembayaran.

SSP Standar digunakan untuk pembayaran semua jenis pajak, baik yang

bersifat final maupun yang bukan final, kecuali Setoran Pajak Bumi dan

Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2) SSP Khusus, adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke

Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima

Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya

yang isinya sesuai dengan ketetapan Direktorat Jenderal Pajak. Fungsi SSP

Khusus dalam administrasi perpajakan sama dengan SSP Standar.

SSP Khusus dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran yang telah

mengadakan kerjasama Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3)

Page 16: 2008-2-00033-AK Bab 2

22

dengan Direktorat Jenderal Pajak. SSP Khusus ini hanya dapat digunakan

untuk pembayaran pajak oleh Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP.

Pembayaran setoran pajak yang SSP-nya dapat berfungsi sebagai

bukti potong atau bukti pungut tidak dapat menggunakan SSP Khusus.

Pembayaran tersebut antara lain pembayaran PPN Impor, PPN

Bendaharawan, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 22 Bendaharawan, PPh Final

atas Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan PPh Final

atas Persewaan Tanah dan Bangunan.

3) Tempat Pembayaran atau Penyetoran Pajak.

Tempat pembayaran atau penyetoran pajak meliputi :

a) Bank persepsi yaitu bank pemerintah atau bank swasta yang ditunjuk

oleh Menteri Keuangan.

b) PT. Pos Indonesia.

c) Untuk pembayaran fiskal luar negeri dapat juga di loket pembayaran

yang telah disediakan di pelabuhan pemberangkatan ke luar negeri.

4) Batas Waktu Pembayaran Pajak.

Menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan, ketentuan mengenai waktu pembayaran pajak adalah

sebagai berikut :

a) Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan

Page 17: 2008-2-00033-AK Bab 2

23

penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak

bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari

setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.

b) Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas

sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.

c) Apabila pembayaran atau pajak dilakukan setelah tanggal jatuh

tempo, maka akan dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% per

bulan dihitung dari saat jatuh tempo pembayaran sampai dengan

tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

d) Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat

Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan

Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan

jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam

jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.

e) Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu,

jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang paling lama menjadi 2

(dua) bulan yang ketentuannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan.

f) DJP atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan

Page 18: 2008-2-00033-AK Bab 2

24

untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk

kekurangan pembayaran paling lama 12 (dua belas) bulan.

II.2. Sistem Administrasi Perpajakan Modern

II.2.1. Pengertian Sistem Administrasi Perpajakan Modern

Memasuki dekade 2000, “modernisasi” menjadi suatu topik yang ramai

dibicarakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Terbentuknya suatu sistem

administrasi perpajakan yang modern merupakan salah satu hasil dari dilakukannya

reformasi administrasi perpajakan. Sistem administrasi perpajakan modern tersebut

merupakan suatu penerapan dari sistem administrasi yang menggunakan basis

teknologi yang bertujuan untuk perbaikan kinerja agar lebih efisien, ekonomis, dan

cepat.

Rendahnya kepatuhan dari masyarakat dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya, diharapkan dapat teratasi dengan diadakannya sistem administrasi

perpajakan tersebut. Hal itu disebabkan karena sistem administrasi perpajakan

modern merupakan suatu cara penyederhanaan sistem dan prosedur yang akan

memudahkan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, sehingga

tingkat kepatuhan dari masyarakat diharapkan dapat meningkat serta memudahkan

aparat pajak dalam melakukan pengawasan.

Page 19: 2008-2-00033-AK Bab 2

25

II.2.2. Karakteristik Sistem Administrasi Perpajakan Modern

Sistem administrasi perpajakan modern memiliki karakteristik sebagai

berikut :

a. Struktur organisasi dirancang berdasarkan fungsi.

b. Di dalam organisasi KPP terdapat Account Representative (AR) yang

bertanggung jawab untuk melayani dan mengawasi kepatuhan wajib pajak.

c. Penggunaan teknologi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

d. Adanya sistem pemantauan proses administrasi perpajakan dan manajemen

kasus.

II.2.3. Tujuan Dibentuknya Sistem Administrasi Perpajakan Modern

Menurut Pandiangan (2008), tujuan dari modernisasi perpajakan adalah

untuk menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan, yaitu :

a. Tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi.

b. Tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan yang

tinggi.

c. Tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.

Page 20: 2008-2-00033-AK Bab 2

26

II.2.4. Perubahan Paradigma Perpajakan

Seiring dengan diberlakukannya modernisasi perpajakan, maka terjadi

perubahan paradigma dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan perpajakan,

yaitu :

a. Organisasi berubah dari berdasarkan “jenis pajak” menjadi berdasarkan

“fungsi”.

b. Sistem dan proses kerja berubah dari “manual” menjadi berdasarkan “sistem”,

yang terkait dengan pemanfaatan terknologi informatika terkini.

c. Lebih mengedepankan aspek pelayanan kepada Wajib Pajak (customer oriented)

dengan adanya help desk maupun Account Representative (AR).

d. Adanya unit khusus yang menangani segala keluhan (complaint center).

e. Tuntutan profesional sumber daya manusia dalam bekerja.

f. Adanya “Kode Etik Pegawai”, yang sebelumnya tidak ada, seirama dengan

pelaksanaan “good governance” dapat berjalan dengan baik.

II.2.5. Implementasi Modernisasi

Dalam modernisasi perpajakan ini, implementasinya dilakukan melalui

organisasi Direktorat Jenderal pajak, baik di Kantor Pusat, Kantor Wilayah,

maupun Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Implementasi dari masing-masing unit

Page 21: 2008-2-00033-AK Bab 2

27

organisasi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kantor Pusat.

Dalam pembentukan Kantor Pusat DJP Modern, sebagai induk organisasi

yang mengelola pajak di Indonesia, secara struktur organisasi disesuaikan

dengan struktur kantor pajak di beberapa negara maju. Hal ini bertujuan agar

dapat mengantisipasi serta mengikuti berjalannya era globalisasi dalam

melaksanakan tugas perpajakan.

Kantor pusat hanya sebagai unit pembuat kebijakan (policy marker) dan

pengembangan organisasi juga proses kerja (transform), sehingga tidak

mengerjakan tugas dan fungsi operasional perpajakan, kecuali hal yang bersifat

khusus.

b. Kantor Wilayah.

Pembenahan organisasi, tugas, dan fungsi antara Kantor Wilayah

maupun KPP sebagai unit operasional perpajakan di lapangan, dilakukan seiring

dengan adanya modernisasi administrasi perpajakan.

Karakteristik dari Kantor Wilayah yang modern yaitu :

1) Paradigma struktur organisasi berdasarkan “fungsi”, bukan “jenis pajak”.

2) Menyelesaikan keberatan atas ketetapan yang dilakukan KPP, dan

penyidikan dalam hal terjadi indikasi tindak pidana.

3) Diterapkannya “Kode Etik Pegawai” dan adanya “Komite Kode Etik

Page 22: 2008-2-00033-AK Bab 2

28

Pegawai” yang mengawasi pelaksanaannya.

4) Adanya “complaint center”.

5) Adanya layanan interaktif (call center) dalam rangka pelayanan kepada

masyarakat.

6) Menggunakan sistem komunikasi dan teknologi informasi terkini.

7) Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.

8) Sarana dan prasarana kerja yang lebih baik.

9) Sistem penggajian dan remunerasi yang lebih baik.

Perkembangan Organisasi Kantor Wilayah DJP yang modern adalah

sebagai berikut :

Tabel 1

Keputusan

Menteri

Keuangan

No.65/KMK.01/

2002

Keputusan Menteri

Keuangan

No.254/KMK.01/

2004

Peraturan Menteri

Keuangan

No.132/PMK.01/

2006

Bagian Umum Bagian Umum Bagian Umum

Bidang Analisa

Data dan

Bidang Dukungan

Teknis dan

Bidang Dukungan

Teknis dan

Page 23: 2008-2-00033-AK Bab 2

29

Pengawasan Konsultasi Konsultasi

Bidang Pelayanan

dan Penyuluhan

Bidang Penyuluhan,

Pelayanan, dan

Hubungan

Masyarakat

Bidang Penyuluhan,

Pelayanan, dan

Hubungan

Masyarakat

- Bidang Kerja Sama,

Pendataan,

Penilaian, dan

Pengenaan

Bidang Kerja Sama,

Ekstensifikasi, dan

Penilaian

Bidang

Pemeriksaan,

Penyidikan, dan

Penagihan Pajak

Bidang

Pemerikasaan,

Penyidikan, dan

Penagihan Pajak

Bidang

Pemerikasaan,

Penyidikan, dan

Penagihan Pajak

Bidang Keberatan

dan Banding

Bidang

Pengurangan,

Keberatan, dan

Banding

Bidang

Pengurangan,

Keberatan, dan

Banding

Kelompok

Jabatan

Fungsional

Kelompok Jabatan

Fungsional

Kelompok Jabatan

Fungsional

Sumber : Modernisasi & Reformasi Pelayanan Perpajakan

Berdasarkan karakteristik Wajib Pajak yang dikelola, jenis pajak yang

Page 24: 2008-2-00033-AK Bab 2

30

dikelola, maupun wilayah kerja yang menjadi area pelayanannya, demikian juga

dengan KPP yang dikoordinasi, saat ini dapat dikategorikan adanya 4 (empat)

model Kantor Wilayah, yaitu :

1) Kantor Wilayah yang hanya menangani Wajib Pajak besar secara nasional.

Kantor Wilayah ini hanya ada 1 (satu) dan berkedudukan di Jakarta, disebut

sebagai Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar.

2) Kantor Wilayah DJP yang menangani Wajib Pajak khusus di bidang-bidang

usaha tertentu.Kantor Wilayah ini juga hanya ada 1 (satu) dan berkedudukan

di Jakarta, disebut sebagai Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus.

3) Kantor Wilayah DJP yang menangani Wajib Pajak terbesar dan menengah

ke bawah di tingkat Kantor Wilayah. Kantor pajak ini tersebar di seluruh

nusantara.

4) Kantor Wilayah DJP yang menangani Wajib Pajak menengah ke bawah

tingkat Kantor Wilayah. Kantor Wilayah yang umum ini juga tersebar di

seluruh nusantara.

c. Kantor Pelayanan Pajak.

Karakteristik Kantor Pelayanan Pajak, yaitu :

1) Paradigma organisasi berdasarkan “fungsi”, bukan “jenis pajak”.

2) Bertanggung jawab melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan,

penagihan, dan pemeriksaan pajak.

Page 25: 2008-2-00033-AK Bab 2

31

3) Merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa, yang melayani

semua jenis pajak (PPh, PPN, bea materai, PBB dan BPHTB).

4) Pemeriksaan pajak hanya ada di KPP, dengan konsep spesialisasi.

5) Terdapat Account Representative (AR), yang tugasnya bertanggung jawab

untuk melayani dan mengawasi kepatuhan beberapa Wajib Pajak untuk

setiap AR, dan sebagai pihak yang menjembatani antara Wajib Pajak

dengan Direktorat Jenderal Pajak.

6) Penerapan Kode Etik Pegawai dan Komite Kode Etik Pegawai.

7) Adanya “help desk” dengan teknologi knowledge base di TPT (service

center).

8) Menggunakan sistem komunikasi dan teknologi informasi terkini.

9) Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi

10) Sarana dan prasarana yang lebih baik.

11) Sistem penggajian dan renumerasi yang lebih baik.

12) Adanya “taxpayer’s bill of rights”.

Dalam implementasinya, ada 3 (tiga) jenis KPP modern, yaitu :

1) KPP Wajib Pajak Besar (Large Taxpayers Office, LTO).

KPP ini mengelola Wajib Pajak skala besar secara nasional dengan

jenis badan dan terbatas jumlahnya. Jenis pajak yang dikelolanya hanya

Page 26: 2008-2-00033-AK Bab 2

32

PPh, PPN, PPnBM dan Bea Materai. Jumlah Wajib Pajaknya sudah tetap

sekitar 200-300, yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal

Pajak, sehingga dalam kantor ini tidak ada lagi kegiatan ekstensifikasi.

Kedudukan kantor ini hanya ada di Jakarta, dan hingga kini hanya terdapat 3

(tiga) kantor saja.

2) KPP Madya (Medium Taxpayers Office, MTO).

KPP ini mengelola Wajib Pajak besar jenis badan dalam skala

regional (Lingkup Kantor Wilayah) dan juga terbatas jumlahnya. Jenis pajak

yang dikelolanya hanya PPh, PPN, PPnBM, dan Bea Materai. Jumlah Wajib

Pajaknya juga telah ditetapkan sekitar 200-500, sehingga dalam kantor ini

kegiatan ekstensifikasi juga tidak dilakukan. Kedudukannya berada di

beberapa Kantor Wilayah DJP di Indonesia.

3) KPP Pratama (Small Taxpayers Office, STO).

KPP ini mengelola Wajib Pajak Menengah ke bawah, yaitu jenis

badan di luar yang telah dikelola oleh KPP Wajib Pajak Besar dan KPP

Madya, serta orang pribadi. Jenis pajak yang dikelolanya mencakup semua

jenis pajak, yaitu PPh, PPN, PPnBM, Bea Materai, dan PBB. Jumlah Wajib

Pajaknya dapat berubah seiring dengan pertambahan orang pribadi yang

memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau

melakukan kegiatan usaha di wilayah kerjanya. Dengan demikian, jenis

wajib pajak yang dikelola terdiri atas orang pribadi, badan, maupun sebagai

pemotong atau pemungut pajak (seperti bendaharawan instansi pemerintah).

Page 27: 2008-2-00033-AK Bab 2

33

Kedudukannya berada di seluruh Kantor Wilayah di Indonesia, kecuali

Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah Wajib Pajak

Khusus.

Perkembangan Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Modern :

Tabel 2

Keputusan

Menteri

Keuangan

No.65/KMK.01/

2002

Keputusan

Menteri

Keuangan

No. 254/KMK.01/

2004

Peraturan

Menteri

Keuangan

No.132/PMK.01/

2006

Subbagian Umum Subbagian Umum Subbagian Umum

Seksi

Administrasi

Basis Data

Seksi Pengolahan

Data dan Informasi

Seksi Pengolahan

Data dan

Informasi

Seksi Pelayanan Seksi Pelayanan Seksi Pelayanan

Seksi Penagihan Seksi Penagihan Seksi Penagihan

Seksi

Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan Seksi

Pemeriksaan

Seksi Pengawasan Seksi Pengawasan Seksi Pengawasan

Page 28: 2008-2-00033-AK Bab 2

34

dan Konsultasi dan Konsultasi dan Konsultasi

Seksi

Ekstensifikasi

Perpajakan

Seksi

ekstensifikasi

Perpajakan

Kelompok

Jabatan

Fungsional

Kelompok Jabatan

Fungsional

Kelompok

Jabatan

Fungsional

Sumber : Modernisasi & Reformasi Pelayanan Perpajakan

II.2.6. Fasilitas Pelayanan Dalam Modernisasi Perpajakan

a. Tempat Pelayanan Terpadu (TPT).

Tempat ini merupakan tempat pelayanan perpajakan yang terintegrasi

di KPP dengan menggunakan sistem komputer, yang bertujuan untuk

meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak. Selain itu, juga memudahkan

pengawasan terhadap proses pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak.

b. Account Representative.

Account Representative (AR) memiliki tugas untuk melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban Wajib Pajak dan melayani

penyelesaian hak Wajib Pajak. AR juga bertugas untuk memberikan semua

informasi yang diperlukan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Wajib

Page 29: 2008-2-00033-AK Bab 2

35

Pajak secara efektif dan profesional, terutama mengenai Rekening Wajib Pajak

(Taxpayers Account) untuk semua jenis pajak, kemajuan proses pemeriksaan dan

restitusi, interpretasi dan penegasan atas suatu peraturan (ruling), perubahan data

identitas Wajib Pajak, tindakan pemeriksaan dan penagihan pajak, kemajuan

proses keberatan dan banding, perubahan peraturan yang berkaitan dengan

kewajiban perpajakan wajib pajak. Dengan demikian, AR berfungsi untuk

menjembatani antara Wajib Pajak dengan KPP. Setiap AR akan diberikan

tanggung jawab untuk memantau wajib pajak dalam areal tertentu. Dengan

adanya AR, diharapkan pengawasan dalam perpajakan menjadi lebih efektif.

c. Help Desk.

Help Desk ini merupakan salah satu fasilitas yang diberikan, untuk

mengatasi kesulitan-kesulitan yang terkadang dialami oleh masyarakat bila

berhubungan dengan suatu kantor pajak termasuk instansi pemerintah. Fasilitas

ini biasanya dilokasikan di lobby gedung KPP atau TPT, dengan menempatkan

petugas yang dianggap cakap dan berpengetahuan tentang perpajakan.

Masyarakat dapat menggunakan fasilitas ini untuk memperoleh segala informasi

yang dibutuhkan mengenai perpajakan.

d. Media Informasi Pajak.

Fasilitas ini tidak hanya disediakan di KPP, melainkan juga terdapat di

beberapa tempat lain yang strategis. Media Informasi Pajak merupakan suatu

media yang berbentuk touch screen, yang disediakan untuk melayani kebutuhan

Wajib Pajak atas informasi-informasi mengenai peraturan pajak yang berlaku,

Page 30: 2008-2-00033-AK Bab 2

36

seperti misalnya bagaimana cara untuk mengajukan diri sebagai Wajib Pajak.

e. Website.

Dalam era globalisasi ini, dimana penggunaan teknologi sudah semakin

marak digunakan, dibuatlah suatu website perpajakan yang dikelola oleh DJP

yang memiliki fungsi yang serupa seperti fasilitas yang dijelaskan sebelumnya,

yaitu untuk memberikan informasi-informasi mengenai perpajakan dan

peraturan perpajakan yang berlaku saat ini.

Beberapa diantara website tersebut yaitu :

1) http://www.pajak.go.id

2) http://www.kanwilpajakbesar.go.id

3) http://www.kanwilpajakkhusus.go.id

f. Complaint Center.

Fasilitas ini merupakan bentuk keterbukaan DJP untuk melakukan

perbaikan-perbaikan tugas terutama dalam hal pelayanan terhadap Wajib

Pajak. Namun, fasilitas ini tidak melayani keluhan-keluhan mengenai

penyimpangan ataupun pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pegawai,

melainkan hanya terbatas pada keluhan atsa segala jenis pelayanan,

pemerikasaan, keberatan, dan banding. Pegawai yang melakukan pelanggaran

akan ditangani secara khusus oleh unit tersendiri.

Page 31: 2008-2-00033-AK Bab 2

37

g. Call Center.

Fungsi utama yang ditangani oleh call center adalah menyangkut

pelayanan dan penanganan complaint Wajib Pajak. Adapun keistimewaan dari

fasilitas ini adalah :

1) Sentralisasi penerimaan complaint dengan desentralisasi penanganan

complaint.

2) Penggunaan toll free number.

3) Dilengkapi dengan complaint management service.

h. E- Registration.

E-Registration merupakan Sistem Pendaftaran Wajib Pajak secara on-

line, yaitu sistem pendaftaran dan atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

dengan menggunakan suatu sistem yang terhubung langsung secara on-line

dengan Direktorat Jenderal Pajak. Tujuan utama sistem ini adalah memberikan

kemudahan bagi Wajib Pajak untuk mendaftar setiap saat dan dimana saja,

serta memberikan fasilitas terkini bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri

secara on-line dengan memanfaatkan teknologi internet.

Sistem ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu sistem yang dipergunakan

oleh Wajib Pajak yang berfungsi sebagai sarana pendaftaran Wajib Pajak

secara on-line dan sistem yang dipergunakan oleh Petugas Pajak yang

berfungsi untuk memproses pendaftaran Wajib Pajak.

Page 32: 2008-2-00033-AK Bab 2

38

Dengan adanya aplikasi ini, maka Wajib Pajak dapat menghemat

waktu dan tenaga karena dapat melakukan registrasi kapan saja dan dimana

saja sepanjang terdapat koneksi internet dimana Wajib Pajak tersebut berada.

i. E-Filing.

E-Filing merupakan suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan

yang dilakukan melalui sistem on-line dan real time melalui sebuah perusahaan

Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) dengan menggunakan internet, yaitu perusahaan

ASP yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai perusahaan

yang dapat menyalurkan penyampaian SPT secara elektronik ke DJP.

Penggunaan E-Filing dimaksudkan untuk memberikan kelancaran bagi

pelayanan kepada wajib pajak dan juga untuk mengurangi kontak antara wajib

pajak dengan petugas pajak.

Tujuan dari penggunaan E-Filing ini adalah untuk memberi

kemudahan kepada para Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak Pribadi dapat

melakukan pelaporan SPT dari rumah atau tempatnya bekerja, sedangkan

Wajib Pajak Badan dapat melakukannya dari lokasi kantor atau usahanya.

Selain itu, dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak ini berarti juga akan

memberikan dukungan kepada Kantor Pajak dalam hal percepatan penerimaan

laporan SPT dan perampingan kegiatan administrasi, pendataan (juga akurasi

data), distribusi dan pengarsipan laporan SPT.

Langkah-langkah untuk dapat menggunakan aplikasi E-filing yaitu

sebagai berikut :

Page 33: 2008-2-00033-AK Bab 2

39

1) Mengajukan permohonan Electronic Filer Identification Number (EFIN).

2) Mengajukan permohonan mendapatkan Digital Certificate.

3) Memeriksa status permohonan dan meng-install Digital Certificate.

j. E-SPT.

Elektronik SPT (E-SPT) merupakan suatu aplikasi yang

dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang digunakan untuk

mengadministrasikan data SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk

melaporkan SPT. E-SPT dapat berbentuk pelaporan SPT melalui perusahaan

Pelayanan Jasa Aplikasi (ASP) maupun SPT beserta lampiran-lampiranya

dalam bentuk digital dan dilaporkan menggunakan media penyimpanan seperti

disket, CD, flashdisk ke KPP dimana Wajib Pajak terdaftar. Dengan adanya E-

SPT ini, maka Wajib Pajak cukup melaporkan SPT induk saja, sementara

lampiran-lampirannya dilaporkan dalam bentuk file-file yang disimpan di

media penyimpanan.

Perbedaan antara pelaporan SPT secara manual dengan pelaporan

SPT secara E-SPT, yaitu :

1) Cara Pengisian.

Dalam melakukan pengisian SPT secara manual, dilakukan

dengan cara memasukkan setiap data secara manual pada formulir SPT,

kemudian Wajib Pajak diharuskan untuk dapat melakukan penghitungan

jumlah pajak yang terutang. Jika Wajib Pajak tidak mengerti tentang

Page 34: 2008-2-00033-AK Bab 2

40

bagaimana melakukan penghitungan jumlah pajak yang terutang, maka

dapat menyewa jasa konsultan pajak.

Sedangkan dalam melakukan pengisian SPT secara E-SPT,

pengisian dilakukan dengan menggunakan komputer yang telah

terpasang sistem aplikasi E-SPT. Sistem ini memiliki kemampuan untuk

menghitung jumlah pajak yang terutang berdasarkan data yang telah

diinput ke dalam sistem. Dalam melakukan pengisian SPT menggunakan

E-SPT ini, hanya dibutuhkan seorang operator entry untuk memasukkan

data ke dalam sistem aplikasi E-SPT dan kemudian sistem inilah yang

akan menghitung secara otomatis jumlah pajak terutang yang dimiliki

oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.

2) Cara Pelaporan.

Dalam pelaporan SPT secara manual, Wajib Pajak diharuskan

untuk melaporkan induk SPT beserta lampiran-lampiran SPT dalam

bentuk hard copy secara langsung ke KPP. Sedangkan dalam pelaporan

SPT menggunakan E-SPT, Wajib Pajak hanya perlu melaporkan induk

SPT saja, sementara lampiran-lampirannya dilaporkan dalam bentuk soft

copy melalui media penyimpanan seperti disket, CD, dan sebagainya.

3) Pengendalian (control).

Dalam pelaporan SPT secara manual, diperlukan pengendalian

yang ketat terhadap kinerja aparat pajak. Sedangkan dalam pelaporan

Page 35: 2008-2-00033-AK Bab 2

41

SPT secara E-SPT, pengendalian terhadap kinerja aparat pajak lebih

rendah, tetapi diperlukan pengendalian terhadap teknologi yang

digunakan.

4) Risiko.

Dalam pelaporan SPT secara manual, risiko yang dimiliki

lebih tinggi, karena aparat pajak harus merekam ulang SPT yang telah

dilaporkan oleh Wajib Pajak sehingga dapat terjadi kemungkinan jumlah

SPT yang direkam oleh aparat pajak tidak sama dengan jumlah SPT yang

dilaporkan oleh Wajib Pajak. Sedangkan dalam pelaporan SPT secara E-

SPT, dapat mengurangi risiko karena aparat pajak tidak perlu lagi

melakukan perekaman ulang tetapi langsung memindahkan data SPT

Wajib Pajak yang telah disimpan dalam media penyimpanan.

Adanya aplikasi E-SPT ini bertujuan untuk memudahkan Wajib

Pajak dalam melakukan pelaporan SPT. Adapun kegunaan lain dari aplikasi E-

SPT yaitu:

1) Perekaman data SPT beserta lampiran-lampirannya dan pembetulan atau

koreksi.

Sistem aplikasi E-SPT ini dapat digunakan untuk merekam

data SPT beserta lampirannya dan dapat melakukan perhitungan-

perhitungan secara otomatis pada saat perekaman. Dengan demikian,

Wajib Pajak dapat secara langsung melakukan pembetulan ataupu

Page 36: 2008-2-00033-AK Bab 2

42

koreksi pada SPT induk maupun lampiran apabila terdapat kesalahan

pemasukan data karena sistem ini memiliki fasilitas checking.

2) Pembuatan data digital SPT.

Data SPT dalam bentuk digital dan data digital akan dihasilkan

oleh program aplikasi E-SPT, yang merupakan suatu data yang akan

dilaporkan kepada KPP dalam bentuk media penyimpanan seperti CD

atau flashdisk.

3) Cetak SPT.

Aplikasi ini memiliki fasilitas untuk mencetak SPT induk yang

akan dilaporkan ke KPP dimana Wajib Pajak terdaftar.

Sebagaimana layaknya suatu sistem yang mulai digunakan, tentu

aplikasi ini memiliki beberapa kelebihan maupun kekurangan, antara lain :

1) Kelebihan E-SPT :

a) Penyampaian E-SPT dilakukan secara aman.

Wajib Pajak hanya perlu membawa SPT induk ke KPP,

sementara lampiran-lampirannya tersimpan ke dalam media

penyimpanan. Hal ini menyebabkan tidak ada kemungkinan adanya

lampiran SPT yang tidak terbawa atau tercecer.

b) Sistem aplikasi E-SPT mengorganisasikan data perpajakan

perusahaan dengan baik dan sistematis.

Page 37: 2008-2-00033-AK Bab 2

43

Dengan menggunakan aplikasi ini, Wajib Pajak dapat

menginput data SPT secara benar dan terorganisasi dengan baik

karena sistem ini telah dibuat secara sistematis. Wajib Pajak hanya

perlu memasukkan data keuangan dan secara otomatis sistem ini

akan dapat menghasilkan data perpajakan yang lebih baik dan

sistematis, juga dapat menghitung pajak terutang yang dimiliki oleh

Wajib Pajak tersebut.

c) Mempermudah perhitungan pajak.

Operator entry yang akan mengisi SPT hanya perlu untuk

menginput data SPT saja, kemudian secara langsung sistem aplikasi

E-SPT akan melakukan penghitungan perpajakan secara otomatis.

d) Mempermudah dalam pembuatan laporan perpajakan.

Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat laporan dengan

lampirn yang bertumpuk-tumpuk, karena sistem ini memiliki

kemampuan untuk membuat SPT dalam media penyimpanan

(disket/CD) dengan format tertentu sehingga memudahkan Wajib

Pajak dalam melaporkan SPT ke KPP. Software yang disediakan

untuk pengisian laporan memiliki fasilitas checking yang dapat

mengurangi kesalahan. Wajib Pajak juga dapat mengurangi biaya

cetak lembar isian SPT karena kesalahan input dapat segera

diperbaiki pada saat pengisian data.

Page 38: 2008-2-00033-AK Bab 2

44

2) Kekurangan E-SPT, yaitu kurangnya infrastruktur yang tersedia di

lingkungan KPP. Sistem ini membutuhkan infrastruktur yang bersifat

fisik, seperti komputer dengan kualifikasi yang lebih tinggi, maupun

infrastruktur yang bersifat non fisik, seperti kehandalan sumber daya

manusia yang dimiliki.

k. E-Payment atau Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3).

Fasilitas lainnya yang memberi kemudahan bagi Wajib Pajak dan

juga berfungsi mengurangi kontak langsung antara petugas pajak dengan Wajib

Pajak adalah melalui E-Payment. Melalui sistem pembayaran dengan E-

Payment ini, Wajib Pajak selain dapat langsung ke bank persepsi, juga dapat

menyetorkan pajak dengan fasilitas phone banking, internet banking, standing

instruction, atau ATM.

II.3. KEPATUHAN WAJIB PAJAK

Penerapan sistem self asessment di Indonesia, fungsi pengawasan

memiliki peran yang sangat penting, karena tanpa pengawasan dalam kondisi

tingkat kepatuhan masyarakat Wajib Pajak masih rendah, dapat mengakibatkan

sistem tersebut tidak berjalan dengan baik. Hal ini akan menyebabkan Wajib Pajak

tidak menjalankan kewajibannya dengan benar, yang akan berakibat pada sektor

penerimaan pajak negara.

Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban

Page 39: 2008-2-00033-AK Bab 2

45

perpajakannya bukanlah suatu hal yang mudah. Seperti yang dikemukakan oleh

Brotodiharjo (1995) :

“Lepas dari kesadaran kewarganegaraan dan solidaritas nasional, lepas

pula dari pengertiannya tentang kewajibannya terhadap negara, pada sebagian

terbesar diantara rakyat tidak akan pernah meresap kewajibannya membayar pajak

sedemikian rupa, sehingga memenuhinya tanpa menggerutu. Bahkan bila ada

sedikit kemungkinan saja, maka pada umumnya mereka cenderung untuk

meloloskan diri dari setiap pajak. Hal ini telah ternyata disegenap negara dan

sepanjang masa.”

Dari pernyataan tersebut, kita dapat melihat bahwa di negara manapun di

dunia, termasuk Indonesia, Wajib Pajak akan selalu berusaha meloloskan diri dari

setiap kewajiban perpajakannya, baik secara legal (tax avoidance), maupun secara

ilegal (tax evasion). Itulah sebabnya sejak diterapkan sistem self assessment, tugas

fiskus bukan hanya sebagai penentu besarnya pajak terutang, tetapi juga melakukan

tugas-tugas penyuluhan, pembinaan, dan pengawasan.

Beberapa pengertian mengenai kepatuhan Wajib Pajak, yaitu :

1. Menurut Safri Nurmantu, Dr., drs., Msi :

“Kepatuhan Wajib Pajak didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya.”

2. Menurut Dr. Ir. Chaizi Nasucha, MPKN :

Page 40: 2008-2-00033-AK Bab 2

46

“Kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib

Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat

Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak

terutang, dan kepatuhan dalam membayar tunggakan.”

3. Menurut Gunadi :

“Kepatuhan Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang mempunyai

kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang

berlaku tanpa perlu dilakukan pemeriksaan, investigasi, peringatan ataupun

ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.”

Dari beberapa pengertian di atas, dapat terlihat bahwa kepatuhan

merupakan pelaksanaan atas kewajiban untuk menyetorkan dan melaporkan

pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan.

Hal-hal yang dapat mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan dari

Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya adalah :

1. Tarif pajak.

2. Pelaksanaan penagihan pajak.

3. Ada tidaknya sanksi bagi pelanggar.

4. Pelaksanaan sanksi secara konsisten, konsekuen dan tanpa pandang bulu.

Sementara indikator yang digunakan dalam mengukur kepatuhan

dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

Page 41: 2008-2-00033-AK Bab 2

47

1. Kepatuhan Formal, yang dapat diukur dengan menilai :

a. Kepatuhan dalam mendaftarkan diri.

b. Kepatuhan dalam meyetor.

c. Kepatuhan dalam melapor.

2. Kepatuhan material.

Kepatuhan material jauh lebih penting, karena secara formal

mungkin saja Wajib Pajak memperlihatkan kepatuhan, tetapi apa yang

disetorkan maupun dilaporkan oleh Wajib Pajak belum tentu sesuai

dengan apa yang seharusnya. Indikator yang dapat dipakai untuk

mengukur kepatuhan material adalah hasil pemeriksaan.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007,

Wajib Pajak dimasukkan dalam kategori Wajib Pajak patuh, apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut :

1. Wajib pajak tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).

2. Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak

kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda

pembayaran pajaknya.

3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan.

Page 42: 2008-2-00033-AK Bab 2

48

Dalam rangka upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak,

langkah-langkah perbaikan administrasi diharapkan dapat mendorong

kepatuhan Wajib Pajak melalui :

1. Wajib Pajak patuh karena mendapatkan pelayanan yang baik, cepat, dan

menyenangkan serta pajak yang mereka bayar akan bermanfaat bagi

pembangunan bangsa.

2. Wajib pajak akan patuh karena mereka berpikir bahwa mereka akan

mendapatkan sanksi yang berat akibat pajak yang tidak mereka laporkan

terdeteksi oleh sistem informasi dan administrasi perpajakan.

Menerapkan Sistem Administrasi Perpajakan Modern, salah

satunya dengan penerapan E-SPT, merupakan salah satu upaya yang dilakukan

oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

Diharapkan kemudahan-kemudahan yang didapatkan oleh Wajib Pajak akan

mendorong peningkatan kepatuhan dari para Wajib Pajak.

II.4. STATISTIKA

II.4.1. Penentuan Jumlah Sample

Dalam suatu penelitian, terdapat kecenderungan bahwa jumlah sampel

minimun yang digunakan sebanyak 30 sampel. Hal ini terjadi karena ketika jumlah

sampel mencapai 30, maka distribusi sampel yang terbentuk mendekati asumsi distribusi

normal. Semakin besar jumlah sampelnya, maka akan semakin normal distribusinya.

Page 43: 2008-2-00033-AK Bab 2

49

Pada saat jumlah sampel 30 atau lebih, maka kurva lonceng yang terbentuk akan

sempurna. Namun jika jumlah sampel kurang dari 30, maka kurva lonceng yang

dihasilkan bisa bergelombang atau miring.

II.4.2. Teori McNemar

Teori McNemar digunakan dalam statistik non parametrik yang mensyaratkan

adanya skala pengukuran data nominal atau kategori binary (seperti 1 untuk “tidak” dan 0

untuk “ya”). Pada umumnya McNemar menggunakan tabel kontingensi (tabel 2x2 atau

tabel 2 baris dan 2 kolom). Uji McNemar sangat cocok untuk penelitian yang bersifat

“before” dan “after”. Dengan kata lain,hipotesis pada penelitian merupakan perbandingan

antara nilai sebelum dan sesudah diberi perlakuan.

Uji McNemar berdistribusi chi-square (X2), maka dari itu statistik uji

yang digunakan adalah :

dengan derajat bebas = 1, dimana :

O1 = banyaknya kasus yang diamati

Ei = banyaknya kasus yang diharapkan