PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DARI FAMILI SOLANACEAE SEBAGAI ...
2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITB - … dan tersebar di dunia dengan sekitar 730 genus...
Transcript of 2 Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITB - … dan tersebar di dunia dengan sekitar 730 genus...
5
2 Tinjauan Pustaka
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Famili Fabaceae
Famili Fabaceae adalah famili ketiga terbesar setelah Orchidaceae dan Asteraceae dari
Angiosperma dan tersebar di dunia dengan sekitar 730 genus dan lebih dari 19400 spesies.
Genus yang terbesar dari famili ini yaitu Astragalus yang memiliki lebih dari 2000 spesies,
sementara yang lainnya seperti Acasia terdiri dari 900 spesies, Indigofera terdiri dari 700
spesies, Crotalaria mempunyai 600 spesies, dan Mimosa terdiri dari 500 spesies
(www.ildis.org).
Tumbuhan dari famili Fabaceae memiliki banyak kegunaan antara lain sebagai bahan
makanan, bahan bangunan, obat-obatan, makanan ternak dan insektisida. Beberapa
tumbuhan dari genus ini bahkan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dalam keadaan
lingkungan yang gersang. Selain itu, karakteristik dari famili ini adalah semua spesies dari
famili ini memiliki buah yang disebut polong yang tersusun membentuk rantai (legume)
(www.plantsystematics.org).
Terdapat tiga subfamili dari Fabaceae yaitu Papilionoideae, Mimosoideae, dan
Caesalpinioideae. Papilionoideae merupakan subfamili yang paling besar mencakup dua
pertiga genus yaitu sekitar 13800 spesies. Beberapa tumbuhan yang terdapat dalam subfamili
ini adalah tanaman kacang-kacangan yaitu Pisum sativum (kedelai), dan Aracis hypogea
(kacang tanah). Kegunaan dari beberapa spesies dari subfamili ini digunakan sebagai
tanaman herbal (tumbuhan obat-obatan). Ciri dari subfamili Papilionoideae adalah bentuk
bunganya yang menyerupai kupu-kupu (www.metabolomics.jp).
Gambar 2.1 Bunga subfamili Papilionoideae
6
Subfamili Caesalpinioideae tersebar merata di daerah tropis dan subtropis serta memiliki
sekitar 2250 spesies. Beberapa contoh tumbuhan terkenal dari subfamili ini antara lain
Delonix regia (flamboyan), Caesalpinia pulcherrima (barbados pride), Senna alexandrina
(alexandrian senna). Tumbuhan Senna alexandrina merupakan tumbuhan obat karena
berguna sebagai obat pencuci perut (www.metabolomics.jp).
Gambar 2.2 Bunga subfamili Caesalpiniodeae
Sementara itu, subfamili Mimosoideae tersebar di daerah tropis dan subtropis dengan jumlah
kurang lebih 3270 spesies. Beberapa tumbuhan dalam subfamili ini adalah Acasia. Acasia
melanoxylon menghasilkan kayu untuk berbagai kebutuhan bahan bangunan. Karakteristik
bunga dari subfamili Mimosoideae yaitu berukuran kecil dan benang sarinya menjadi sangat
menarik dimana bongkolnya mirip dengan “pom-pom” (www.metabolomics.jp).
Gambar 2.3 Bunga subfamili Mimosoideae
2.1.2 Genus Desmodium
Genus Desmodium termasuk dalam famili Fabaceae dan subfamili Papilionoideae. Genus ini
umumnya tersebar di daerah tropis dan subtropis serta tumbuh di tempat basah pada
ketinggian 5 meter hingga 1,200 kilometer di atas permukaan laut serta umumnya terdapat di
Asia yaitu India, Indonesia, Malesia, Nepal, Sri lanka, Taiwan,Thailand, Vietnam, bagian
selatan Cina, Pakistan lalu terdapat juga di daerah Benua Australia dan Benua Afrika
(Sanjappa, 1992). Sebagai contoh yaitu Desmodium heterophyllum yang tersebar di Asia
tenggara (hingga kepulauan Filipina), Bangladesh, Malesia, Thailand. Spesies lainnya seperti
Desmodium velutinum tersebar di beberapa daerah di India serta benua Afrika
(www.tropicalforages.info).
7
Gambar 2.4 Peta penyebaran Desmodium heterophyllum di Indonesia
Gambar 2.5 Peta penyebaran Desmodium velutinum di India dan Afrika
Desmodium memiliki sinonim Phyllodium atau Hedysarum. Genus ini memiliki 350-450
spesies. Nama ini berasal dari bahasa Yunani yaitu “desmos” yang berarti ikatan atau rantai,
dan “hode” yang berarti seperti atau mirip, hal ini didasari oleh bentuk biji polongnya yang
tersusun seperti rantai (Ohashi, 1973).
Ciri dari genus Desmodium adalah bunganya menyerupai kupu-kupu (Papilionideae), lalu
polongnya membentuk rantai (legume) seperti yang terlihat pada gambar 2.6 dan 2.7 (D.
gangeticum dan D. motorium). Beberapa spesies Desmodium dapat tumbuh di daerah
lingkungan yang gersang (www.plantsystematics.org).
(a) (b) (c)
Gambar 2.6 Bagian daun (a), bunga (b), dan polong (c) dari Desmodium gangeticum
8
(a) (b) (c)
Gambar 2.7 Bagian daun (a), bunga (b) dan polong (c) Desmodium motorium
2.1.3 Spesies Desmodium triquetrum
D. triquetrum Linn., merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk dalam genus
Desmodium. Spesies ini memiliki nama umum atau nama lokal yaitu Daun duduk. Nama
daerah di Jawa yaitu daun duduk, gulu walang, sosor bebek atau cocor bebek, sedangkan di
daerah Sunda lebih terkenal dengan nama genteng cangkeng, ki genteng, ki congcorang,
petong kujang dan cencen (www.imunisasihalal.wordpress.com). Tumbuhan ini tumbuh
tegak atau tumbuh ke atas, bercabang banyak dengan tinggi 0,5 hingga 3 meter dengan kaki
yang berkayu lalu cabang-cabang berbentuk segitiga dan tangkai daunnya bersayap lebar.
Spesies ini ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah mulai dari dataran rendah hingga
±1500 meter dari permukaan laut. Tumbuhan ini tumbuh di tempat yang terbuka dengan
cahaya matahari yang cukup. Akar tumbuhan D. triquetrum berupa tunggang seperti
umumnya famili Fabaceae, disini juga terdapat percabangan akar dan pada cabang-cabang
tersebut terdapat bintil-bintil akar. Pada batang terdapat tegak lurus berwarna hijau sampai
cokelat, berkayu, batang yang muda berbentuk bulat, pada yang tua tampak bersegi-segi dan
berongga di dalamnya. Tempat di bawah duduknya daun segi ini tampak jelas dan dari
bagian-bagian lain cabang-cabang sangat banyak. Batang yang muda membentuk sudut yang
runcing dengan batangnya. Pada sudut terdapat helaian yang runcing dan panjang 0,5-1,5 cm
dengan lebar hingga 3 mm, serta ukuran diameter batang 0,5-1,5 cm (Heyne, 1987).
Daun D. triquetrum berupa daun tunggal, sederhana dengan panjang sampai 15 cm dengan
lebar hingga mencapai 5 cm. Bentuk daun yaitu bentuk jantung memanjang atau jantung
garis, ada yang menyebutnya lanset garis. Tengkuk daun jauh lebih pendek dibandingkan
daunnya. Tangkai daun dan daunnya sangat pendek sehingga daun tampak seperti duduk
pada tangkai daun yang bersayap. Helaian daun kaku, keras, ujung runcing, daun yang muda
permukaannya kesat karena banyak mengandung trachoma. Tepi daun rata, tulang daun jelas
menonjol dan menyirip. Warna daun hijau hingga hijau tua, semakin tua warna daun menjadi
semakin cokelat dan akhirnya saat kering berwarna cokelat. Bagian bunga memiliki bentuk
seperti kupu-kupu yaitu seperti pada umumnya keluarga Fabaceae. Banyaknya biji dalam
satu buah tidak tentu yaitu antara 1 hingga 8 biji. Warnanya kuning tua, halus,
9
permukaannya licin dan sangat keras. Bentuk biji seperti ginjal sedikit kebulatan dengan
panjang sekitar 3 mm dan lebar 2.5 mm (www.plantamor.com).
Gambar 2.8 Tumbuhan Desmodium triquetrum
Gambar 2.9 Daun Desmodium triquetrum
Taksonomi dari tumbuhan Desmodium triquetrum Linn. adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Desmodium
Spesies : Desmodium triquetrum DC.
Sinonim : Pteroloma triquetrum Benin
Di Indonesia, tumbuhan ini belum dibudidayakan secara umum sehingga masih merupakan
tumbuhan liar. Tumbuhan D. triquetrum selain di Indonesia terdapat pula di beberapa tempat
di Asia, terutama di India (Andaman, Bihar, Karnataka, Meghalaya, Kepulauan Nikobar,
Orissa, Punjab, Tamil Nadu dan Uttar Pradesh), Malaysia, Burma, Sri lanka dan Thailand,
selain itu juga tedapat di Australia, New Caledonia, dan Kepulauan Pasifik (Sanjappa, 1992).
10
2.2 Tinjauan Kimia
Hasil penelitian dari berbagai spesies pada genus Desmodium menunjukkan bahwa
kandungan metabolit sekunder utamanya antara lain berupa flavonoid dan alkaloid. Senyawa
flavonoid tersebar di semua tumbuhan genus Desmodium. Flavonoid yang terdapat pada
genus ini merupakan golongan isoflavonoid, isoflavanon 7-O glikosida, isoflavan
terprenilasi di C-6 atau C-8 (membentuk siklik 5 atau 6), isoflavan tergeranilasi di C-3’
(membentuk siklik), turunan pterokarpan, turunan kumaronokromon, flavon, flavon
tersubtitusi gula di posisi C-6 dan atau C-8. Secara umum isoflavanoid merupakan golongan
yang dominan pada genus Desmodium. Sementara itu, kandungan alkaloidnya meliputi
golongan tetrahidroksikuinolin, triptamin, dan β-fenetilamin. Alkaloid ini banyak terkandung
pada spesies D. gangeticum, D. gyrans, D. pulchellum, D. triflorum, dan D. tiliaefolium.
2.2.1 Flavonoid
Senyawa kelompok flavonoid biasanya hanya terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi.
Pembentukan kelompok ini secara biogenesis merupakan perpaduan antara jalur shikimat
dan jalur asetat-malonat. Hal ini didasarkan pada kerangka dasar dari flavonoid, yaitu dua
cincin benzen (C6) yang terikat pada rantai propan (C3) dengan susunan C6-C3-C6. Susunan
ini menghasilkan tiga jenis kerangka yaitu 1,3-diarilpropan atau flavonoid (a), 1,2-
diarilpropan atau isoflavonoid (b), dan 1,1-diarilpropan atau neoflavonoid (c) (Achmad,
1985).
CH3
A
BA
B
CH3A
B
(a) (b) (c)1
2
3
1
2
3
1
23
Gambar 2.10 Kerangka flavonoid Flavonoid (a); Isoflavonoid (b); Neoflavonoid (c)
Istilah flavonoid untuk senyawa fenolik ini berasal dari kata flavon yakni nama dari salah
satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan juga lazim ditemukan. Senyawa flavon ini
memiliki kerangka 2-fenilkroman dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang
terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropan dihubungkan oleh jembatan oksigen, sehingga
membentuk suatu cincin heterosiklik yang baru (cincin C) (Achmad, 1985).
11
O
A
B
C
1
2
345
6
78 1'
2'3'
4'
5'6'
Gambar 2.11 Struktur 2-fenilkroman
O
O
Flavanon
O
O
Flavanonol
OH
O
O
Flavonol
OH
O
O
Isoflavanon
Gambar 2.12 Beberapa jenis flavonoid
Senyawa flavonoid ini sangat berlimpah di alam. Jenis struktur flavonoid sendiri ada
bermacam-macam, keberagaman tersebut meningkat dengan adanya reaksi-reaksi sekunder
misalnya hidroksilasi, alkoksilasi, atau glikosilasi pada struktur tersebut. Genus Desmodium
mengandung banyak variasi flavonoid diantaranya isoflavon, isoflavanon, flavon C-
glikosida, pterokarpanoid, dan kumaronokromon (Mizuno et al., 1992) (Botta et al.,
2003) (Tsanuo et al., 2003). Isoflavonon tersebut terdapat pada D. canum (Botta et al.,
2003), isoflavanon tergeranilasi (Guchu et al., 2007) ditemukan pada D. uncinatum,
isoflavanon sederhana ditemukan pada D. styracifolium (Zhao et al., 2007). Berdasarkan
pola oksigenasinya yang berselang-seling maka cincin A berasal dari jalur poliketida (jalur
asetat-malonat) yang merupakan kondensasi tiga unit asetat atau malonat (C6). Sedangkan,
cincin B berasal dari jalur fenilpropanoid atau jalur shikimat (C6-C3) (Achmad, 1985).
12
CH H
O
HC
CH2OH
OH
HOO PO3H2
COOHH2C
COOH
OHHO
OH
COOH
Asam shikimat
JALUR SHIKIMAT
JALUR ASETAT MALONAT
H3C SCoA
O
CO2
SCoAHOOC
O
H3C SCoA
O
H3C SCoA
OO
H2C COOH
C SCoA
O
OH
O O O
B
B
HO
OOOO
OOH
HO O
Flavanon
B
A C
COOH
NH2
Fenilalanin
OOH
HO O
Isoflavon
OOH
HO O
Flavonol
OH
OOH
HO O
FlavanolOOH
HO O
Isoflavanon
OOH
HO O
Pterokarpan
OOH
HO O
Kumaronokromon
O
OH
Gambar 2.13 Hubungan biosintesis senyawa flavonoid
13
a) Senyawa isoflavonoid sederhana
OHO
OH OOH
OHO
OH OOH
OH
OHO
OH OO
O
OCH3
(1) (2)
(3)
Gambar 2.14 Senyawa isoflavonoid sederhana
Senyawa isoflavonoid yang diisolasi dari D. uncinatum dan ditemukan pula di D.
styracifolium diantaranya adalah genistein (1) (5,7,4’-trihidroksiisoflavon) (Tsanuo et al.,
2003), senyawa 2’-hidroksigenistein (2), dan 5,7-dihidroksi-2’-metoksi-3’,4’-metilendioksi-
isoflavonon (4). Senyawa genistein (1) memiliki bioaktivitas sebagai antiinflamasi
(Duan et al., 2003) dan inhibitor tirosin kinase (50 µM) (Wan et al., 1997).
b) Isoflavanon terglukosidasi
OR4
OH OR1
R2
R3
1
2
5
7
2'
5'
R1 = OCH3
R2 = OCH3
R3 = OCH3
(5)
OO
H
OH
HOH
H
HOHH
OH
R4 = O-Glu
R1 = OCH3
R2, R3= OCH2O
R3 = OCH3
(4)
R1 = OCH3
R2 = H
R3 = OCH3
(6)
R1 = OCH3
R2 = OCH3
R3 = OH
(7)
O-Glu =
R4 = O-Glu R4 = O-Glu R4 = O-Glu
Gambar 2.15 Senyawa turunan isoflavanon 7-O-glikosida
Senyawa golongan isoflavanon 7-O-glikosida terdapat dalam Desmodium styracifolium
seperti 5,7-dihidroksi-2’-metoksi-3’,4’-metilendioksiisoflavanon 7-O-β-glukopiranosida (4),
14
5,7-dihidroksi-2’,3’,4’-trimetoksi-isoflavanon 7-O-β-glukopiranosida (5) 5,7-dihidroksi-
2’,4’-dimetoksi-isoflavanon 7-O-β-glukopiranosida (6), dan 5,7-dihidroksi-2’,3’-dimetoksi-
isoflavanon 7-O-β-glukopiranosida (7) (Zhao et al., 2007). Keempat senyawa tersebut
tersubtitusi oleh glukosa di posisi C-7.
c) Isoflavon terisoprenilasi (C-8)
Senyawa 6-desmetildesmodian A (9) adalah bentuk dari demetilasi pada posisi C-6 dari
senyawa desmodian A (10), demikian halnya dengan senyawa 6-desmetildesmodian B (11)
yang merupakan bentuk demetilasi dari senyawa desmodian B (12). Senyawa 3-
hidroksidesmodian B (13) mengalami penambahan gugus hidroksi di posisi C-3’ dari
desmodian C (14). Persamaan senyawa (9-14) adalah keenamnya memiliki gugus
terisoprenilasi di posisi C-8 dan membentuk siklik 5 (furan) atau cincin 6 (piran). Senyawa-
senyawa tersebut diisolasi dari D. canum (Lima et al., 2006). Berbeda dengan senyawa
terisoprenilasi lainnya yang membentuk siklik, desmodianon B (8) justru memiliki pola
isoprenilasi terbuka (tidak siklik) (Monache et al., 1996).
OO
OCH3OH
O
(8) (9)
OO
OCH3OH
OCH3
OO
OR1OH
OCH3
H3CR2
(10)
(11)
(12)
(13)
R1 = H
R1 = CH3
R1 = H
R1 = CH3
R1 = H; R2 = H
R1 = CH3; R2 = OH
O
O
H3CO
H3C
OHHO OH
(14)
R1
R1
Gambar 2.16 Senyawa turunan isoflavanon terisoprenilasi di C-8
15
d) Isoflavanon terisoprenilasi (C-6)
OHO
OH OR3
R1
OO
R3 R1
OOH
(15) (17)(16)
R1 = OHR2 = HR3 = OH
R2
R1 = OCH3R2 = OCH3R3 = OCH3
(18)
R1 = OHR2 = HR3 = OH
R2
R1 = OHR2 = HR3 = OCH3
Gambar 2.17 Senyawa turunan isoflavanon terisoprenilasi di C-6
Uncinanon A atau difisolon (15) diisolasi dari D. gangeticum. Senyawa ini memiliki khasiat
sebagai fitoaleksin (Ingham, et al., 1983). Uncinanon B (17) dan uncinanon C (18) dan
uncinanon D (16) diisolasi dari D. uncinatum dan diketahui memiliki kemampuan sebagai
allelopati (Tsanuo et al., 2003) (Guchu et al., 2007). Ketiga senyawa tersebut memiliki pola
isoprenilasi yang sama yaitu di C-6. Pada senyawa uncinanon B (17) dan C (18) isopren
membentuk siklik furan.
e) Isoflavonoid tergeranilasi
Senyawa isoflavonoid tergeranilasi (penambahan dua isoprenil) di C-5’ ditemukan di
Desmodium canum, yaitu desmodianon A (19), dan desmodianon C (20). Senyawa-senyawa
tersebut memiliki bioaktivitas dalam menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis,
Staphylococcus aureus, Mycobacterium smegmatis dan staphylococcus faecalis (Monache et
al., 1996) (Boland et al., 1998). Senyawa desmodianon D (21) dan desmodianon E (22) juga
diisolasi dari Desmodium canum yaitu dari bagian akar (Botta et al., 2003). Senyawa
desmodianon A (19), D (21) dan E (22) semuanya mengalami siklisasi dari gugus
geranilnya. Senyawa-senyawa tersebut memiliki kesamaan yaitu adanya gugus geranil pada
C-3’.
16
O
OO
HO
H3C
OHHO
O
O
HO
H3C
OHHO OH
O
O
HO
H3C
OHHO O
6
2'
1'' 7''
4''
10''
O
O
HO
H3C
OHHO O
2''
8''
7''
5''
(19)
(20)
(21) (22)
Gambar 2.18 Senyawa turunan isoflavanon tergeranilasi
f) Pterokarpan
Selain suatu isoflavonoid, diisolasi pula suatu pterokarpan seperti gangetin (23), gangetinin
(24), dan desmodin (25). Ketiganya berasal dari D. gangeticum (Tanaka et al., 1997).
Desmodin (25) selain pada D. Canaden diketahui memiliki kegunaan sebagai fitoaleksin
(Purushothaman dan Chandrasekharan, 1974). Senyawa uncinakarpan (26) dan edudiol (27)
diisolasi dari D. Uncanum dan keduanya memiliki bioaktivitas sebagai alelokimia dalam
mengatasi striga hermontica (Guchu et al., 2007).
17
3
2
4
1
5
6
6a
11a
11 10
8
7
OO
OCH3 OOH
OO
OCH3 OO
OO
OCH3 OOH
OCH3
(23)
(25)
(24)
OH3CO
OH OOH
H3C
(26)
(27)
OHO
OCH3 OOH
Gambar 2.19 Senyawa turunan pterokarpan
g) Kumaronokromon
OO
OH
OCH3
HO
R1 O
(28)
(29) R1 = H
R1 = OH
Gambar 2.20 Senyawa turunan kumaronokromon
Senyawa desmoksifilin A (28) dan desmoksifilin B (29) keduanya diisolasi dari D.
oxyphilum (Mizuno et al., 1992). Desmoksifilin A (28) juga ditemukan dalam D.
styracifolium (Zhao et al., 2007). Keduanya sama-sama berasal dari prekursor yang sama
yaitu isoflavonon yang kemudian membentuk siklik 5 sehingga membentuk senyawa dengan
kerangka kumaronokromon.
18
h) Flavonoid sederhana
O
R1
OOH
HO
(30)
(31)
R1 = OCH3; R2 = H; R3 = H
R1= OH ; R2 = H; R3 = H
(32)(33)
R1 = OH; R2 = OH; R3 = OH
R1 = OH; R2 = OH; R3 = H
R2
R3
Gambar 2.21 Senyawa turunan flavonon
Senyawa krisoeriol (30), luteolin (31), kuersetin (32) dan kaempferol (33) adalah senyawa
yang diisolasi dari D. styrachifolium dan merupakan kelompok senyawa flavonon. Senyawa
krisoeriol (30) mengalami metoksilasi di C-4’. Senyawa kuersetin (32) dan kaempferol (33)
memiliki perbedaan dari pola oksigenasi pada posisi orto di C-3’ dan C-4’ pada kuersetin
(32). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa kuersetin (32) memiliki tingkat oksidasi yang
lebih tinggi daripada kaempferol (33) (Zhao et al., 2007).
i) Flavonoid terisoprenilasi
O
OH
OOH
CH3
O
CH3
CH3OH
(34)
Gambar 2.22 Senyawa turunan flavonon terisoprenilasi
Senyawa desmodol (34) adalah senyawa yang termasuk kelompok senyawa flavonon yang
mengalami isoprenilasi di posisi C-8 dan membentuk siklik. Senyawa desmodol (34) adalah
piranofavon yang diisolasi dari D. caudatum (Guchu et al., 2007).
19
j) Flavon tersubtitusi gula
O
OH
OOH
R1
HO
R2
(35)
OHOHO O
HOH2C
OHOHO OH
(39)
R1 =
OHOHO O
HOH2C
OHOHO OH
R1 =
R2 = H; R3 = H
R2 = OH; R3 = H
(38)
(37)
(40)
R1 = Glu; R2 = H; R3 = Sil
R1 = Glu; R2 = H; R3 = Glu
Glu = OHO
HOOH
HOH2C
R1 = Glu; R2 = H; R3 = H
R3
OHO
HO OHSil =
(36)
R1 = Sil; R2 = H; R3 = Glu
Gambar 2.23 Senyawa turunan flavonon tersubtitusi gula
Senyawa isoviteksin 2”-O-silosida (35) adalah senyawa yang memiliki dua gugus gula
(glukosa dan silosa) di atom karbon yang sama yaitu pada posisi 7. Senyawa ini diisolasi dari
D. canadense (Ulublen, et al., 1982). Dari spesies D. styracifolium diisolasi vicenin 1 (37),
vicenin 2 (38) vicenin 3 (39) dan senyawa adalah isoorientin 2”-O-silosida (36). Isoviteksin
(40) juga diisolasi dari D. styrachifolium (Matsuzaki, et al., 1990) (Kubo et al., 1989).
Vicenin 1 (37) glukosa pada C-8 dan C-6 terikat silosa, hal ini berkebalikan pada vicenin 3
(39) dimana pada C-8 terikat silosa dan C-6 terikat glukosa. Pada vicenin 2 (37) pada C-8
dan C-6 keduanya berikatan dengan glukosa. Senyawa isoorientin 2”-O-silosida (36) mirip
dengan senyawa isoviteksin 2”-O-silosida (35) dimana perbedaanya hanya pada pola
hidroksi orto pada 3’ dan 4’ pada isoorientin 2”-O-silosida (39). Senyawa isoviteksin (40)
hanya memiliki satu gula di C-6 yaitu glukosa.
20
2.2.2 Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang banyak ditemukan di alam. Alkaloid
merupakan suatu senyawa yang bersifat basa mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan
biasanya dalam bentuk gabungan atau sebagai bagian dalam sistem siklik. Alkaloid
seringkali bersifat racun bagi manusia dan banyak yang memiliki aktivitas biologi yang
penting oleh karena itu sering dimanfaatkan sebagai pengobatan untuk penyakit tertentu.
Percobaan biosintesis menunjukkan bahwa alkaloid berasal dari asam amino tertentu saja.
Berdasarkan kenyataan ini alkaloid dapat dibagi menjadi tiga golongan utama. Pertama
adalah alkaloid yang berasal dari asam amino ornitin dan lisin, kedua yang berasal dari asam
amino fenilalanin, tirosin, dan ketiga berasal dari asam amino triptopan.
Senyawa turunan tetrahidroisokiunolin dan juga β-fenetilamin yang terdapat dalam genus
Desmodium merupakan senyawa yang berasal dari asam amino tirosin ditinjau dari
biogenesisnya. Sedangkan senyawa turunan triptamin secara biogenesis berasal dari asam
amino triptopan yang mengalami dekarboksilasi (Achmad, 1985).
OH
O
HONH2
Tirosin
NH2
Feniletilamin
NH
tetrahidroisokuinolin
NH2
TiraminHO
Gambar 2.24 Biosintesis alkaloid tetrahidroisokuinolin dari asam amino tirosin
NH
NH2
OH
O
Triptopan
NH
NH2
Triptamin
Alkaloid turunan indol
Gambar 2.25 Biosintesis alkaloid turunan indol dari asam amino triptopan
Genus Desmodium mengandung banyak alkaloid khususnya bagian akar sedangkan alkaloid
yang terkandung dalam daun sangatlah sedikit, hal ini dibuktikan dari banyaknya literatur
mengenai isolasi alkaloid pada bagian akar tumbuhan (Ghosal, S et al., 1973).
21
k) Alkaloid indol
Triptamin (41), abrin (42), hipahorin (43) adalah senyawa turunan alkaloid indol yang
terkandung dalam D. tiliaefolium. Senyawa abrin (42) Selain diisolasi dari D. tiliaefolium,
diisolasi pula dari tumbuhan Abrus precatorius (Ghosal, S et al., 1973). Senyawa bufotenin
N-oksida (44) dan O-metilbufotenin (45) terdapat pada akar D. pulchellum, akan tetapi
terdapat dalam jumlah minor di akar D. caudatum. Gramin (46) adalah alkaloid yang
diisolasi dari D. Pulchellum. Penggunaan senyawa ini adalah sebagai antifouling agent.
Kandungan gramin (46) (yang mengalami deetilasi) kehilangan dua atom karbon dari ini
banyak terdapat pada jaringan akar dan sangat sedikit di daun. Senyawa nigerin (47) adalah
senyawa alkaloid yang tidak hanya ditemukan pada genus Desmodium tapi juga terdapat di
banyak famili lainnya seperti Malphigiaceae, Rubiaceae, Myristicaceae, dan Rutaceae.
Senyawa N, N-dimetiltriptamin N-oksida (48) adalah senyawa alkaloid yang diisolasi dari
spesies D. triflorum dan D. pulchellum. Secara umum, senyawa alkaloid indol yang terdapat
pada genus Desmodium ini merupakan senyawa alkaloid indol sederhana yang termetilasi
pada atom nitrogennya membentuk amina sekunder, tersier atau kuarterner (Ghosal, S et al.,
1973).
NH
NHR2
NH
N
CH3H3C
CH3
COO
NH
N
H3CCH3
O
HO
NH
NCH3H3C
H3CO
NH
NCH3
CH3
NH
NCH3H3C N
HN
CH3H3CO
(44)
(45)(46)
(47) (48)
(43)
R1
(41) R1 = COOH; R2 = CH3(42) R1 = R2= H
Gambar 2.26 Senyawa alkaloid turunan indol dari genus Desmodium
22
l) Alkaloid fenetilamin
Senyawa turunan β-fenetilamin yang diisolasi dari spesies D. tiliaefolium adalah alkaloid
tiramin (49), hordenin (50), 3,4-dimetoksi-β-fenetilamin atau homoveratriamin (51), N,N-
dimetil-3,4-dimetoksifenetilamin (52) dan N-metil-3,4-dimetoksi-β-hidroksifenetilamin (53).
Tiramin (49) memiliki aktivitas biologi sebagai diagnostic vasopressor terdapat pula di
banyak famili lainnya seperti Cactaceae, Gramineae, dan Magnoliaceae. Senyawa N-metil-
3,4-dimetoksi-β-hidroksifenetilamin (51) diisolasi dari D. tiliaefolium dan terdapat pula di
beberapa tumbuhan famili Cactaceae yaitu Dolichothele longimamma (Cactaceae),
Coryphantha macromeris, Coryphantha calipensis, dan Coryphantha greenwoodii
(Ghosal dan Srivastava, 1973). Candicine atau maltoksin (54) adalah suatu alkaloid tersier
dari Desmodium spp. Senyawa korienin (55) adalah senyawa yang diisolasi dari D. Trifloum.
NR1R2R4
H3CO
H3CO
OH
HNCH3
NH3C CH3
CH3
HO
NHO
OHCH3
H3C CH3
(53)
(54) (55)
(49) R1 = R2 = R4 = H; R3 = OH(50) R1 = R2 = CH3; R3 = OH; R4 = H(51) R1 = R2 = H; R3 = R4 = OCH3(52) R1 = R2 = CH3; R3 = R4 = OCH3
R3
Gambar 2.27 Senyawa alkaloid turunan β-fenetilamin dari genus Desmodium
23
m) Alkaloid turunan tetrahidroisokuinolin
Kandungan alkaloid berupa turunan golongan tetrahidroisokuinolin diisolasi dari akar
D. tiliaefolium yaitu salsolin (26) dan salsolidin (27) (Ghosal et al., 1973).
R1O
H3CONH
CH3
(56) R1 = H(57) R1 = CH3
Gambar 2.28 Senyawa alkaloid turunan tetrahidroisokuinolin dari genus Desmodium
2.3 Uji Inhibitor Tirosin Kinase dan Sel Murin Leukimia P-388
Pada pengujian inhibitor tirosin kinase yang merupakan uji molekuler pada prinsipnya
adalah penghambatan proses fosforilasi dari proses angiogenesis sel kanker. Sementara itu,
uji terhadap sel murin leukimia P-388 adalah uji seluler terhadap sel murin leukemia
(mencit). Kedua uji tersebut merupakan uji skrining awal untuk melihat aktivitas dari
senyawa terhadap penghambatan sel kanker. Hasil uji terhadap sel leukimia P-388
dinyatakan dalam satuan IC50 yaitu konsentrasi dimana senyawa yang diuji tersebut
penghambatan pertumbuhan sel sebanyak 50% Uji terhadap sel murin leukimia P-388
merupakan uji skrining awal yang disarankan oleh NCI (National Cancer Institute) (Alley et
al., 1998). Hail uji inhibitor tirosin kinase dinyatakan sebagai % inhibitor yang merupakan
uji awal untuk mencari senyawa yang bersifat sebagai antiangiogenesis (Manash dan
Mukhopadhyay, 2004).