LAPORAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI...Penggerek batang padi kuning termasuk ke dalam...
Transcript of LAPORAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI...Penggerek batang padi kuning termasuk ke dalam...
1
Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan
Kode/Nama Bidang Ilmu : 153
LAPORAN PENELITIAN
HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
SERANGAN PENGGEREK BATANG PADI DAN
PERAN MUSUH ALAMI DALAM MENGENDALIKAN
POPULASINYA PADA PERSAWAHAN TANAM
SERANTAK DAN TIDAK SERENTAK
Oleh :
Ir. Wayan Adiartayasa, M.Si NIDN : 0003075602
Prof.Dr.Ir. I Nyoman Wijaya, MS. NIDN : 0007125606
Dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana sesuai dengan
Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian
Nomor : 391-15/UN14.2/PNL.01.03.00/2015, tanggal 1 Juni 2015
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
OKTOBER 2015
2
ABSTRACT
The arrangement of uistable agriculture in Bali which appropriate with Bali
governments mission : Bali Clean and Green Go to Organic. The concept of
modern agriculture look like contradiction with the aspects suistainable
agriculture. The aspect of cultivation have been done by local agriculture
community in Bali call it SUBAK) for many years, but the attack of yellow rice
borer still happen, wich adverse farmers side, persist. The efforts control wich
has been done, still rely on pesticides, because it can give quick effect, but it is not
appropriate for suistainable agriculture. The other solution to solve that issues
with the integrated pest management (IPM) as the main component of with is the
role parasitoids. The experiment was carried out at simultaneous planting area
(Subak Sidakarya, Denpasar Selatan District) and at staggered planting area
(Subak Buaji, Denpasar Timur District). The result of this experiment showed that
damage intensity of rice stemborer at simmultaneus planting was lower than at
staggered planting area. There are four species stemborer at and three eggs
parasitoid at simultaneous planting area and at staggered planting area.
Key words : Rice stemborer, egg parasitoid, simmultaneus planting, and
staggered planting area
3
RINGKASAN
Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama tanaman padi
yang selalu muncul dan menyerang tanaman di lapangan. Hama tersebut dapat
menyebabkan kerusakan tanaman dan kehilangan hasil gabah dari musim ke
musim. Ada enam jenis penggerek batang padi di Indonesia yaitu penggerek
batang padi kuning (Scirpophaga incertulas Walker), penggerek batang padi putih
(Scirpophaga innotata Walker), penggerek batang padi merah jambu (Sesamia
inferens Walker), penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis Walker),
penggerek batang padi kepala hitam (Chilo polychrysus Meyrick) dan penggerek
batang padi berkilap (Chilo auricilius Dudgeon).
Meningkatnya populasi penggerek batang padi di suatu daerah disebabkan
oleh tersedianya tanaman padi secara terus menerus. Penanaman padi terus
menerus sepanjang tahun memberikan peluang bagi hama penggerek batang padi
untuk terus menurunkan generasinya. Musuh alami merupakan faktor mortalitas
penting bagi perkembangan populasi penggerek batang padi di lapangan. Musuh
alami penggerek batang padi adalah predator, parasitoid telur dan parasitoid larva. Parasitoid telur paling banyak dikembangkan untuk mengendalikan hama
sebelum merusak tanaman. Parasitoid telur penggerek batang padi tersebut adalah
Trichogramma japonicum Ashmead (Hymenoptera : Trichogrammatidae),
Telenomus rowani (Gahan) (Hymenoptera : Scelionidae), dan Tetrastichus
schoenobii Ferriere (Hymenoptera : Eulopidae).
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keragaman, kesamaan dan dominansi jenis-jenis penggerek batang padi dan peranan parasitoid telurnya
dalam menekan populasinya pada pertanaman padi secara serentak dan tidak
serentak. Penelitian dilakukan dengan metode survei berdasarkan cara bertanam
petani yaitu tanam serentak (Kertamasa) dan tidak serentak (Tulaksumur), pada
tanaman padi berumur dua minggu setelah tanam sampai sebelas minggu setelah
tanam (menjelang panen). Hasil penelitian menunjukan serangan penggerek batang padi di
pertanaman serentak lebih rendah dibandingkan tanam tidak serentak. Ditemukan
empat spesies penggerek batang padi dan tiga spesies parasitoid telur penggerek
batang padi yang berperan menekan perkembangan hama penggerek batang padi.
Keempat spesies penggerek batang padi tersebut adalah penggerek batang padi
kuning, penggerek batang padi merah jambu, penggerek batang padi bergaris dan
penggerek batang padi kepala hitam. Sedangkan parasitoid yang ditemukan
adalah Trichogramma japonicum, Telenomus rowani dan Tetrastichus schoenobii.
4
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama tanaman padi.
Intensitas serangannya dapat mencapai 90% dan kerugian hasil yang diakibatkan
oleh hama tersebut mencapai 125.000 ton per musim tanamnya (Soejitno, 1984).
Di Bali pada tahun 2001-2014 luas serangannya berturut-turut mencapai 1.105;
1.672,2; 1.689,5; 1.872; 1.724,5; 2.673,5; 1.265,15; 823,55; 1.223,25; 763,55;
639,4; 904,15 dan 612,40 ha dengan intensitas serangan ringan sampai berat
(BPTPH Bali, 2014).
Suharto dan Sembiring (2007) menjumpai enam spesies penggerek batang
padi di Indonesia. Semua spesies tersebut termasuk ordo Lepidoptera, lima spesies
dari famili Pyralidae dan satu spesies dari famili Noctuidae. Ke enam spesies
tersebut adalah penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas Walker
(Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi putih Scirpophaga innotata
Walker (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi bergaris Chilo
suppressalis Walker (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi kepala
hitam Chilo polychrysus Meyrick (Lepidoptera: Pyralidae), penggerek batang padi
berkilat Chilo auricillius Dudgeon (Lepidoptera: Pyralidae) dan penggerek
batang padi merah jambu Sesamia inferens Walker (Lepidoptera: Noctuidae).
Spesies-spesies tersebut mempunyai perilaku yang sama dalam menyerang
tanaman. Laba (1998) menyatakan bahwa di antara ke enam spesies tersebut
hanya dua yang menyebabkan kerusakan berat yaitu penggerek batang padi
kuning S. incertulas dan penggerek batang padi putih S. innotata. Hattori dan Siwi
5
(1986) menyatakan bahwa penggerek batang padi kuning S. incertulas merupakan
jenis yang paling luas penyebarannya termasuk di Bali dan di Bali tidak
ditemukan penggerek batang padi putih S. innotata (Supartha, 2001). Namun
penelitian kami sebelumnya hanya menemukan empat spesies penggerk batang
padi di Bali yaitu S. incertulas, S. inferens, C. suppressalis dan C. polychrisus
(Wijaya, 1992).
Sampai saat ini upaya pengendalian yang dilakukan petani masih
mengandalkan insektisida, karena efisien waktu dan tenaga. Namun demikian,
penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan hama sasaran menjadi resisten,
musuh alami terbunuh sehingga laju pertumbuhan populasi hama meningkat serta
menyebabkan keracunan dan pencemaran lingkungan (Kartohardjono, 2011;
Makarim dkk., 2003). Alternatif lain yang dapat dipilih untuk mengatasi masalah
hama tersebut adalah dengan menerapkan konsepsi pengendalian hama terpadu
(PHT) yakni pengendalian secara terintegrasi dan ramah lingkungan.
Pengendalian hayati dengan pemanfaatan musuh alami (parasitoid, predator dan
patogen) merupakan satu komponen utamanya. Musuh alami dapat dimanfaatkan
dalam program pengendalian hayati karena musuh alami sudah tersedia di alam,
selektivitas tinggi dan tidak menimbulkan hama baru, dapat berkembangbiak dan
menyebar, dapat mencari dan menemukan inang sehingga pengendalian berjalan
dengan sendirinya serta dapat dilakukan dalam jangka panjang. Pelaksanaan
pengendalian secara hayati akan lebih efektif bila didukung oleh pengetahuan
tentang bioekologi musuh alami (Laba, 1998; Budiyasa, 2003).
Alternatif lain yang mungkin dipilih untuk mengatasi masalah hama
tersebut adalah dengan menerapkan konsepsi pengendalian hama terpadu (PHT),
6
yakni dengan pendekatan ekologis dalam pengelolaan ekosistem. Musuh alami
(parasitoid, predator dan pathogen) merupakan salah satu komponen utamanya
(Laba, 1998). Penelitian kami menemukan tiga spesies parasitoid telur yang
berperan menekan perkembangan penggerek batang padi di Bali yaitu
Trichogramma japonicum Ashmead (Hymenoptera : Trichogrammatidae),
Telenomus rowani (Gahan) (Hymenoptera : Scelionidae), dan Tetrastichus
schoenobii Ferriere (Hymenoptera : Eulopidae) (Wijaya, 1994).
Pengelolaan hama penggerek bayang padi akan sukses apabila didukung
oleh berbagai seperti faktor biofisik dan sosial ekonomi. Bioekologi merupakan
landasan dalam pemahaman kehidupan serangga hama. Dalam upaya pemahaman
tersebut interaksinya dengan tanaman dan lingkungan baik fisik maupun biotik
perlu mendapat perhatian. Interaksi serangga dengan tanaman dimulai sejak
serangga memanfaatkan tanaman. Pengendalian hama adalah pengendalian
populasi karena itu dinamika populasi perlu diamati dan dikaitkan dengan
fenologi tanaman padi. Kaitan antara pola pertumbuhan populasi dengan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman perlu diketahui. Pengamatan lebih
lanjut terhadap pertumbuhan dan perkembangan populasi melaui neraca
kehidupan dapat memberikan informasi tentang daya bertahan hidup dan
mortalitas dalam populasi serangga hama (Gambar 1.1).
7
Gambar 1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Populasi
Hama Penggerek Batang Padi dan Perana Musuh Alami
PARASITOID
- Persisten
- Non
persisten
HAMA PENGGEREK
BA
Kelimpahan
Keragaman
Neraca
hidup
TEKNIK PENGENDALIAN
- Biologi/Hayati
- Varietas tahan
- PHT
- Dll.
FENOLOGI TANAMAN
PADI DAN CARA
TANAM
- Fase Vegetatif
- Fase Generatif
- Tanam Serentak
- Tanam tidak serentak
LINGKUNGAN
- Suhu - Cahaya
- Kelembaban - Angin
- Curah hujan
* Telur * Pupa
* Larva * Imago
8
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah indeks keragaman, indeks kesamaan dan indeks dominasi
spesies penggerek batang padi yang menyerang tanaman padi pada
persawahan tanam serentak dan tidak serentak di Kota Denpasar?
2. Bagaimanakah serangan penggerek batang padi pada persawahan tanam
serentak dan tidak serentak di Kota Denpasar?
3. Bagaimanakah komposisi spesies-spesies parasitoid telur dan manakah
yang paling berperan dalam menekan perkembangan penggerek batang
padi?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Indeks keragaman, indeks kesamaan dan indeks dominansi spesies
penggerek batang padi yang menyerang tanaman padi pada persawahan
tanam serentak dan tidak serentak di Kota Denpasar Struktur populasi
penggerek batang padi di persawahan Kota Denpasar.
2. Serangan penggerek batang padi pada persawahan tanam serentak dan
tidak serentak di Kota Denpasar.
3. Komposisi spesies-spesies parasitoid telur dan parasitoid yang paling
berperan dalam menekan perkembangan penggerek batang padi pada
persawahan tanam serentak dan tidak serentak di Kota Denpasar.
9
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara akademis dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang
perlindungan tanaman, yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
merancang strategi pengendalian hama penggerek batang padi.
2. Secara praktis dapat memberi informasi kepada petani mengenai
perkembangan penggerek batang padi di persawahan tanam serentak dan
tidak serentak, sehingga dapat membantu petani untuk pengambilan
keputusan lebih lanjut.
10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggerek Batang Padi
Penggerek batang padi merupakan hama utama tanaman padi di
Indonesia. Di dunia terdapat 21 spesies penggerek batang yang beradaptasi pada
agroekosistem padi (Kapur, 1964). Berdasarkan cirri morfologi ada enam jenis
penggerek batang padi di Indonesia yaitu penggerek batang padi kuning
(Scirpophaga incertulas Walker), penggerek batang putih (Scirpophaga. Innotata
Walker), penggerek batang padi merah muda (Sesamia inferens Walker),
penggerek batang padi bergaris (Chilo suppressalis Walker), penggerek batang
padi kepala hitam (Chilo polychrysus Meyrick) dan penggerek batang padi
berkilap (Chilo auricilius Dudgeon) (Hattori & Siwi 1996). Kelompok penggerek
batang Scirpophaga dan Chilo termasuk kedalam famili Pyralidae, sedangkan
kelompok penggerek batang Sesamia termasuk kedalam famili Noctuidae (Pathak
& Khan 1994).
2.1.1 Penggerek Batang Padi Kuning (Scirpophaga incertulas Walker)
Penggerek batang padi kuning termasuk ke dalam kelas Insecta, ordo
Lepidoptera, famili Pyralidae dan Genus Scirphopaga (Kristensen et al., 2007).
Berdasarkan morfologi sayap S. incertulas, sayap bagian depan berwarna pucat
kekuning-kuningan sampai gelap kekuning-kuningan dengan titik berwarna hitam
di bagian tengah. Ukuran sayap betina lebih panjang daripada ukuran sayap
jantan. Ukuran sayap betina 24-36 mm, sedangkan ukuran sayap jantan 20-33 mm
(Khan et al., 1991).
11
Perkembangan S. incertulas sangat tergantung dari kondisi lingkungan
terutama suhu udara (Stevenson et al., 2005; Martha, 2011). S. incertulas,
memiliki fase perkembangan lengkap mulai telur, larva, pupa, sampai dengan
dewasa Gambar 2.1). Ngengat S. incertulas betina meletakkan kelompok telur
yang ditutupi rambut-rambut halus di ujung daun padi. Jumlah telur yang
diletakkan berkisar 50-200 telur tiap tempat dari total 150-600 telur yang
dikeluarkan. Waktu stadium telur berkisar 5-9 hari dengan suhu optimum yaitu
24-29 0C (Taylor, 1996; Martha, 2011). Telur menetas pada siang hari dengan
suhu optimum yaitu 24-29 0C dan kelembaban kurang dari 70%. Lama
perkembangan larva S. incertulas 17-46 hari. Larva S. incertulas terdiri atas 4-7
instar sebelum berkembang sempurna (Pathak & Khan 1994). Jumlah instar
tergantung dari kondisi suhu. Pada kondisi suhu rendah jumlah instar larva akan
lebih banyak dibandingkan dengan kondisi suhu tinggi. Larva S. incertulas akan
melalui lima tahapan instar pada suhu 23-29 0C, sedangkan empat tahapan instar
akan dilalui larva S. incertulas apabila suhu udara berkisar antara 29-30 0C
(Pathak & Khan 1994). Perkembangan fase pupa S. incertulas terjadi di dalam
pangkal batang padi. Perkembangan fase pupa terjadi selama 9-12 hari dengan
suhu optimum 15-16 0C. Setelah fase pupa, S. incertulas dewasa hidup selama 2-5
hari (Pathak & Khan 1994). Penggerek batang padi kuning, S. incertulas,
merupakan serangga endemik yang setiap waktu dapat melakukan invasi. Ciri-ciri
S. incertulas melakukan invasi berupa perilaku terbang yang bertujuan untuk
melakukan perilaku kawin. Perilaku kawin tersebut terjadi pada sore hari hingga
malam hari, setelah 35 hari masa hujan (Khan et al., 1991).
12
Kelompok Telur
Larva
Pupa
Imago
Gambar 2. 1 Siklus hidup penggerek batang padi kuning
2.1.2 Penggerek Batang Padi Putih (Scirpophaga innotata Walker)
Scirpophaga innotata Walker termasuk ke dalam kelas Insecta, ordo
Lepidoptera, famili Pyralidae dan genus Scirphopaga (Kristensen et al., 2007). S.
innotata memiliki sayap berwarna putih, panjang betina 13 mm dan jantan 11
mm, hidup 4-7 hari dan maksimum 13 hari. Perbandingan populasi betina dan
jantan adalah 2:1. Ngengat meletakkan telur berkelompok, 50-250 butir/kelompok
dengan rata-rata 160 butir/kelompok, satu kelompok setiap malam selama 4 hari
(BALITPA, 1992). Bentuk kelompok telur penggerek batang padi putih tersusun
seperti atap genteng yang tertutup oleh bulu-bulu halus berwarna keabuan
(Soejitno, 1972). Dalam kisaran waktu 5-8 hari telur menetas, 85% sebelum pukul
13.00 (BALITPA, 1992).
13
Bentuk larva penggerek batang padi putih mirip dengan larva penggerek
batang padi kuning, panjang maksimal 21 mm dan berwarna putih kekuningan.
Stadium larva berkisar 19-31 hari. Larva instar terakhir akan menuju pangkal
batang dan menjadi pupa. Lama stadium pupa berkisar 6-9 hari, dan berada di
pangkal batang. Larva instar terakhir pada tanaman stadia generatif muncul pada
musim kemarau, tidak langsung berubah menjadi pupa, tetapi beristirahat
(berdiapause) di dalam pangkal batang untuk kemudian berubah menjadi pupa
setelah ada hujan pada awal musim hujan berikutnya (Sosromarsono, 1990).
2.1.3 Penggerek Batang Merah Jambu (Sesamia inferens Walker)
Penggerek batang padi merah jambu termasuk kelas Insecta, ordo
Lepidoptera dan famili Noctuidae (Kalshoven, 1981). Penyebaran penggerek
batang merah jambu luas, bersifat polifag, dan hidup pada tumbuhan keluarga
Graminae seperti padi, tebu, jagung, sorgum, padi liar, aneka rumpun seperti
Panicum sp, dan Paspalum sp. Imago penggerek batang merah jambu kekar
dengan sayap berwarna cokelat tua, sayap depan mempunyai garis memanjang
sejajar dengan tepi ujung sayap, panjang 4-17 mm, dan kurang tertarik pada
cahaya. Ngengat spesies ini penerbang yang kuat bisa terbang sejauh 32 km untuk
ngengat betina, 50 km untuk ngengat jantan (Hendarsih & Usyati, 2009). Telur
diletakkan pada 2-3 baris/kelompok yang menyerupai manik-manik dengan
jumlah 30-100 butir/kelompok telur. Lama stadia telur 6 hari, kepala larva
berwarna merah jingga, punggung agak keunguan dan bagian abdomen berwarna
putih (Soejitno, 1972). Dalam satu tunas terdapat beberapa larva S. inferens. Lama
stadia larva 28-56 hari (Hendarsih & Usyati, 2009). Pupa berwarna coklat tua,
14
ukurannya 12,5 mm x 2,0 mm untuk jantan dan 18,0 mm x 4,0 mm untuk betina
(Soejitno, 1972).
2.1.4 Penggerek Batang Padi Bergaris (Chilo suppressalis Walker)
Penggerek batang padi bergaris termasuk kelas Insecta, ordo Lepidoptera
dan famili Pyralidae (Kalshoven, 1981). Imago C. suppresalis bisa hidup sampai 1
minggu dan aktif mulai senja. Kepala ngengat berwarna cokelat muda dan warna
sayap depan cokelat tua, panjang ngengat 13 mm. Seekor betina bisa bertelur 100-
550 butir selama 3-5 malam, dengan jumlah 60-70 telur/kelompok. Telur tersusun
seperti sisik, berwarna putih dan tidak ditutupi rambut. Lama stadium telur 4-7
hari. Larva berwarna abu-abu dengan garis cokelat sejajar tubuhnya, dan kepala
berwarna cokelat. Panjang maksimal 26 mm, dan stadium larva 33 hari. Beberapa
ekor larva bisa hidup pada satu buku dari satu tunas. Bergantung pada temperatur
dan ketersediaan makanan, satu siklus hidup bisa mencapai enam generasi/tahun.
Larva instar akhir menjadi pupa di dalam batang, setelah membuat lubang untuk
imago keluar dari pupa. Warna pupa cokelat tua dengan stadium pupa 6 hari
(Hendarsih & Usyati, 2009).
2.1.5 Penggerek Batang Padi Kepala Hitam (Chilo polychrysus Meyrick)
Penggerek batang padi kepala Hitam (Chilo polychrysus) termasuk kedalam
kelas Insecta, ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae (Kalshoven, 1981). Imago C.
polychrysus bertelur sampai 500 butir selama 3-4 malam. Telur diletakkan
berkelompok berbaris pada helaian daun pukul 19.00 dan 23.00. Telur menetas
setelah 4-7 hari pada pagi hari. Stadium larva 30 hari, dengan panjang 18-24 mm,
beberapa larva dapat hidup pada satu tunas. Pupa berwarna cokelat tua dan
15
stadium pupa 6 hari. Kepala ngengat berwarna hitam. Sayap depan bersisik,
bagian tengah keperakan. Sayap belakang kuning muda dengan panjang 10-13
mm. siklus hidup berlangsung selama 26-61 hari. Tanaman inang penggerek
batang padi berkepala hitam adalah padi, padi liar, jagung, tebu, sorgum, dan
beberapa jenis rumput (Hendarsih & Usyati, 2009).
2.1.6 Penggerek Batang Padi Berkilat (C. auricilius)
Penggerek batang padi berkilap (Chilo auricilius Dudgeon) termasuk
kedalam kelas Insecta, ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae (Kalshoven, 1981).
memiliki tanaman inang tebu, sorgum, dan rumput-rumputan. Larva biasanya
terdiri atas lima instar, bergantung pada kondisi musim setempat, di daerah musim
dingin dapat mencapai delapan instar. Lama stadia larva berkisar antara 16-51 hari
dan stadia pupa 6-10 hari. Ekologi dan biologi spesies ini pada tanaman padi
menyerupai penggerek batang padi bergaris (Hendarsih & Usyati, 2009).
2.2 Gejala Serangan Penggerek Batang Padi
Penggerek batang padi menyerang tanaman padi sejak di persemaian
hingga tanaman pada stadium matang. Gejala serangan yang disebabkan oleh
semua spesies penggerek batang sama pada tanaman padi. Pada tanaman stadia
vegetatif, larva memotong bagian tengah anakan sehingga aliran hara ke bagian
atas tanaman terganggu yang menyebabkan daun bagian tengah menggulung,
pucuk layu, dan kemudian mati. Gejala serangan pada tanaman stadia vegetatif
disebut sundep (Gambar 2.2). Kehilangan hasil padi akibat serangan penggerek
batang pada stadia vegetatif tidak terlalu besar karena tanaman masih dapat
membentuk anakan baru. Namun tetap ada pengurangan hasil karena anakan yang
16
baru lebih kecil yang menghasilkan malai yang kecil pula. Tanaman padi masih
sanggup mengkompensasi kehilangan hasil akibat serangan penggerek batang
sampai 30% (Rubia et al., 1990).
Gambar 2.2 Gejala Serangan Penggerek Batang Padi
A : Fase vegetatif, B : Fase generatif
Pada stadia generatif, larva menggerek tanaman yang akan bermalai,
sehingga aliran hasil asimilasi tidak sampai ke dalam bulir padi. Gejala serangan
pada tanaman stadia generatif disebut beluk (Gambar 2.2). Pada tingkat serangan
yang tinggi, jumlah malai berkurang, penurunan hasil pada stadia ini disebabkan
oleh adanya pengurangan jumlah malai akibat gejala beluk. Kerugian hasil yang
disebabkan oleh setiap persen gejala beluk berkisar antara 1-3% (Pathak dan
Khan, 1994).
A B
17
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Populasi Penggerek Batang Padi
Di alam populasi suatu spesies serangga hama di pengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor tersebut dibedakan atas faktor abiotik dan biotik.
2.3.1 Faktor Abiotik
Iklim merupakan faktor abiotik yang sangat mempunyai peran penting
dalam mengatur distribusi dan siklus hidup serangga. Serangga merupakan
makhluk berdarah dingin yang pertumbuhannya secara langsung berada di bawah
kendali suhu. Karena mereka memiliki perbandingan luas permukaan tubuh
dengan volume yang besar serangga sangat rentan terhadap pengeringan
dikarenakan kelembaban. Bagi serangga, cahaya mempengaruhi ritme hidup
harian dan juga merupakan jam musim yang mengatur siklus hidupnya. Angin
berperan penting sebagai agen pembawa imigran tahunan. Kecepatan angin yang
tinggi, terutama di atas 8 km/jam mengganggu aktivitas terbang ngengat (Dale
1994).
Suhu minimum untuk perkembangan larva penggerek adalah 16 0C,
apabila suhu 12 0C larva instar kedua dan ketiga tidak dapat berubah bentuk dan
akhirnya akan mati. Kecepatan perkembangan larva berkorelasi positif dengan
suhu antara 17 0C – 35
0C (Pathak, 1968). Gomez Clemente (1940) dalam Raka
(1987) menyatakan bahwa pada suhu 26 0C larva penggerek dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik.
Menurut Khan et al. (1991) siklus hidup larva instar IV penggerek batang
padi pada suhu tinggi (29-35 0C) dapat dengan cepat berubah menjadi larva stadia
18
lima pada kondisi lingkungan dan makanan yang cukup. Laju perkembangan pupa
Chilo suppressalis meningkat secara linear dari kisaran suhu 15-30 0C, tetapi akan
menurun jika suhu melebihi 35 0C. Pada kondisi tersebut pupa akan mengalami
kematian atau menghasilkan ngengat yang bentuk fisiknya berubah. Dale (1994)
menyebutkan panjang stadium pupa adalah 6-10 hari, suhu minimum untuk
perkembangan pupa adalah 15-16o
C.
2.3.2 Faktor Biotik
Meningkatnya populasi penggerek batang padi di suatu daerah disebabkan
oleh tersedianya tanaman padi secara terus menerus. Tanaman padi merupakan
tanaman inang utama bagi penggerek batang padi (Htun, 1976). Menurut
Soemartono et al. (1981), bahwa adanya tanaman padi terus menerus sepanjang
tahun memberikan peluang bagi hama penggerek batang padi kuning untuk terus
menurunkan generasinya. Selanjutnya Manwan (1983) menyatakan bahwa hama
ini menjadi lebih dominan di daerah-daerah yang menanam tanaman padi lebih
dari satu kali dalam setahun.
Di samping makanan yang selalu tersedia kualitas makanan juga dapat
mempengaruhi populasi hama penggerek batang padi. Hasil penelitian Soejitno
(1978) menyatakan bahwa tanaman padi yang di pupuk dengan pupuk N buatan
mempengaruhi pertumbuhan larva penggerek batang padi. Semakin tinggi dosis
pupuk N yang diberikan, semakin baik pertumbuhan larva dan kematian larva
semakin rendah. Pemupukan N juga dapat berperan ganda, selain perkembangan
penggerek batang yang lebih cepat, namun pemupukan N juga dapat membantu
pemulihan tanaman setelah terserang penggerek batang padi.
19
Musuh alami merupakan faktor mortalitas penting bagi perkembangan
populasi penggerek batang padi di lapangan (Sosromarsono, et al., 1988). Musuh
alami penggerek batang padi adalah predator, parasitoid telur dan parasitoid larva.
Stadia penggerek batang yang rentan terhadap predator adalah ngengat, larva
instar-1, dan telur. Predator spesifik telur penggerek batang adalah belalang
Conocephalus longipennis (CABI, 2001). Predator pada ngengat adalah laba-laba
capung, dan burung. Larva dan pupa terdapat di dalam batang padi dan terhindar
dari musuh alami (Hendarsih & Usyati, 2009).
Parasitoid telur paling banyak dikembangkan untuk mengendalikan hama
sebelum merusak tanaman. Parasitoid telur penggerek batang padi adalah
Trichogramma japonicum Ashmead (Hymenoptera : Trichogrammatidae),
Telenomus rowani (Gahan) (Hymenoptera : Scelionidae), dan Tetrastichus
schoenobii Ferriere (Hymenoptera : Eulopidae) (Soejitno, 1991; Rauf 2000).
Parasitasi ketiga parasit tersebut sekitar 37% (Untung, 1983). Sedangkan menurut
Soehardjan (1976) berkisar antara 23% - 57%.
Beberapa parasitoid larva dan pupa yang diketahui adalah Apanteles
chilonis, Bracon chinensis, Tropobracon schoenobii, dan Temelucha bigutella
(Soejitno, 1988).
2.4 Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi
Menurut Supartha (2001), musuh alami yang sering dijumpai berasosiasi
dengan hama penggerek batang padi kuning adalah dari golongan parasitoid telur
yaitu, Trichogramma japonicum Ashm (Hymenoptera: Trichogrammatidae),
Telenomus rowani Gahan (Hymenoptera: Scelionidae) dan Tetrastichus
schoenobii Ferr (Hymenoptera: Eulophidae).
20
2.4.1 Trichogramma japonicum Ashm
2.4.1.1 Kasifikasi dan penyebaran
Menurut Kalshoven (1981) parasitoid telur T. japonicum diklasifikasikan
ke dalam kingdom Animal, filum Arthropoda, klas Insecta, ordo Hymenoptera,
famili Trichogrammatidae, genus Trichogramma dan spesies T. japonicum Ashm.
Nickel (1964) menyatakan bahwa T. japonicum dijumpai di Jepang, India,
Madagaskar, Filipina, Thailand, Cina, Amerika Tengah, Amerika Serikat,
Malaysia dan Indonesia.
2.2.1.2 Siklus hidup
Parasitoid T. japonicum mengalami metamorfosis sempurna dan
merupakan parasitoid dengan ukuran imago terkecil dari ketiga spesies parasitoid
telur penggerek batang padi kuning (Gambar 2.3). Panjang tubuhnya kurang lebih
satu mm, berwarna coklat kehitaman kecuali pada bagian antena dan koksa dari
tungkai yang berwarna coklat muda. Sayap bening transparan yang dikelilingi
oleh bulu-bulu halus. Sayap depan lebih besar daripada sayap belakang. Antena
parasitoid imago jantan ditumbuhi bulu-bulu oleh yang agak panjang, sedangkan
yang betina bulu-bulu tersebut pendek dan sedikit. T. japonicum mampu
mendeteksi peletakan telur penggerek dengan radius 10 meter (Trichoplus, 2000).
Telur diletakkan kira-kira 24-48 jam setelah imago parasitoid muncul.
Seekor parasitoid betina Trichogramma sp. meletakkan telur berkisar antara 10-60
butir (Agus, 1991).
21
Masa peneluran memerlukan waktu singkat yakni 1,53 hari. Clausen
(1940) dan Budana (1996) menyatakan bahwa satu hari setelah telur diletakkan,
telur akan menetas menjadi larva. Larva berkembang melalui beberapa instar yang
diketahui karena adanya perubahan bentuk, ukuran dan pergantian kulit. Menurut
Agus (1991) khusus untuk parasitoid Trichogramma sp. larvanya terdiri dari tiga
instar. Stadium larva berlangsung selama 4 hari kemudian berubah menjadi pupa.
Hagen (1973) menyatakan bahwa pada stadium pupa struktur serangga dewasa
sudah lengkap dan tampak jelas. Pupa berukuran antara 0,44-0,62 mm, berwarna
kuning muda yang secara berangsur-angsur berubah menjadi coklat kehitaman.
Parasitoid dewasa keluar dengan cara membuat lubang pada korion telur inang.
Pada umumnya parasitoid jantan keluar lebih dahulu daripada parasitoid betina.
Ukuran tubuh parasitoid betina relatif lebih besar di banding dengan yang jantan.
Jika parasitoid jantan dan betina sudah muncul bersama-sama, maka akan terjadi
kopulasi. Siklus hidup parasitoid T. japonicum berkisar antara 7-9 hari (Agus,
1991).
Gambar 2.3 T. japonicum jantan (A) dan betina (B)
A
B
22
2.4.2 Telenomus rowani Gahan
2.4.2.1 Kasifikasi dan penyebaran
Kalshoven (1981) mengklasifikasikan T. rowani ke dalam kingdom
Animal, filum Arthropoda, klas Insecta, ordo Hymenoptera, famili Scelionidae,
genus Telenomus, spesies Telenomus rowani Gahan. Penyebarannya meliputi
negara Cina, India, Jepang, Malaysia, Thailand, Filipina, Pakistan, Kamboja dan
Indonesia (Nickel,1964).
2.4.2.2 Siklus hidup
T. rowani berwarna hitam kecoklatan dengan panjang tubuh kurang lebih
dua mm. Sayap datar sepanjang 0,28 mm terletak pada toraks. Antena berbentuk
menyiku, pada ujung antena betina membesar sedangkan pada imago jantan
ujungnya simetris (Gambar 2.4). Parasitoid ini tergolong dalam parasitoid solitaria
yaitu parasitoid yang hanya meletakkan satu telur pada inang dan berkembang
sampai dewasa (Kalshoven, 1981). Hasil penelitian Yasumatsu dan Torii (1968)
menunjukkan bahwa seekor imago betina parasitoid Telenomus sp. meletakkan
telur berkisar antara 10-150 butir. Stadium telur kurang lebih 9 jam (Budana,
1996). Telur T. rowani diletakkan pada inang yang berumur 1-2 hari. Larva
berwarna putih susu, berukuran panjang antara 0,69-0,76 mm. Stadium larva
berlangsung selama 6-7 hari. Pupa berwarna kehitaman, berukuran 0,65-0,76 mm
dengan caput, toraks, abdomen dan tungkai yang sudah tampak.
23
Gambar 2.4 T. rowani jantan (A) dan betina (B)
Stadium pupa berlangsung selama 3-4 hari, kemudian dilanjutkan dengan
stadium imago. Imago jantan muncul terlebih dahulu daripada betina. Umur
imago jantan berkisar antara 1-3 hari dan betina 3-5 hari (Agus, 1991).
2.4.3 Tetrastichus schoenobii Ferr
2.4.3.1 Kasifikasi dan penyebaran
Kalshoven (1981) mengklasifikasi T. schoenobii ke dalam kingdom Animal,
Filum Arthropoda, klas Insecta, ordo Hymenoptera, famili Eulophidae, genus
Tetrastichus dan spesies T. schoenobii Ferr. T. schoenobii dijumpai di Cina,
Bangladesh, Filipina, India, Jepang, Malaysia, Pakistan, Seilangka, Taiwan,
Thailand dan Indonesia (Nickel, 1964).
A B
24
2.4.2.2 Siklus hidup
Parasitoid telur T. schoenobii berwarna biru, hijau metalik kehitaman.
Antena berwarna coklat kehitaman memiliki delapan segmen dan ditumbuhi
rambut-rambut halus (Gambar 2.5). Sayap berpembuluh dan berambut halus.
Sayap depan lebih besar dari sayap belakang dan Imago jantan lebih kecil dari
imago betina (Kalshoven, 1981). Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor imago
betina T. schoenobii tidak banyak diketahui. Informasi yang ada umumnya
mengungkapkan keturunan yang dihasilkan oleh imago betina (Kartohardjono,
1995). Imago betina akan meletakkan telur di dalam telur inang. Telur bertipe
hymenopteriform yakni berbentuk memanjang dan meruncing pada ujung kutub.
Telur–telur tersebut akan menetas setelah berumur 1-2 hari (Clausen, 1940).
Larva hidup di dalam dan di luar telur inang (Kartohardjono, 1995). Larva yang
hidup di dalam telur inang dikenal sebagai larva endoparasit dan yang hidup di
luar telur inang sebagai larva ektoparasit (Clausen, 1940). Larva memangsa dua
sampai empat telur inang dan rata-rata tiga butir selama perkembangannya.
Gambar 2.5 T. schoenobii jantan (A) dan betina (B)
A
B
25
Larva ektoparasit dapat memangsa larva inang yang baru berumur satu
atau dua hari yang berada di dalam kelompok telur inang (Kim dan Heinrichs,
1985). Larva ektoparasit tersebutlah yang berperan sebagai predator (Pagden,
1932). Stadium larva berlangsung selama 4-6 hari, kemudian membentuk pupa.
Pupa tidak berkokon dan terdapat dalam kelompok inang yang diparasit (Clausen,
1940). Pupa T. schoenobii mula-mula berwarna putih kemudian menjadi coklat
sampai hitam. Stadium pupa berlangsung selama 6 hari. Perkembangan hidupnya
berlangsung selama kurang lebih 10-14 hari di Indonesia dan di Filipina berkisar
antara 12-13 hari (Soejitno, 1984).
26
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai dengan bulan
bulan Agustus 2015 pada pertanaman padi milik petani di Subak Sidakarya
Denpasar Selatan dan Subak Buaji, Denpasar Timur, Kota Denpasar, Provinsi
Bali. Subak Sidakarya merupakan persawahan dengan penanaman serentak
(Kerta masa), sedangkan di Subak Buaji penanaman padi dilakukan tidak
serentak (Tulak sumur).
Identifikasi larva penggerek batang padi dan parasitoid telurnya dilakuakn
di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian dan Laboratorium Sumber
Daya Genetik Universitas Udayana.Laboratorium Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Udayana untuk merekam perkembangan parasitoid telur
penggerek batang padi.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah altimeter, mikroskop
binokuler, botol berukuran diameter 2 cm tinggi 4 cm, ajir dengan ukuran panjang
100 cm, pisau, kaca pembesar, kertas label, dan tabung pengamatan. Tabung
pengamatan dibuat menggunakan plastik transparan dengan ketebalan 15 mm
yang dipotong dan dilem sehingga berbentuk tabung. Kedua ujung tabung ditutup
dengan kapas yang dibalut kain kasa. Bahan yang digunakan adalah tanaman padi,
hama penggerek batang padi dan alkohol 90%.
27
3.3 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode survei berdasarkan cara bertanam
(pola tanam) petani yaitu tanam serantak (Kertamasa) dan tidak serentak
(Tulaksumur), pada tanaman padi berumur dua minggu setelah tanam sampai
sebelas minggu setelah tanam (menjelang panen), sehingga dilakukan sepuluh kali
pengamatan. Informasi cara bertanam petani dan daerah yang sering terserang
hama penggerek batang padi diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Holtikultura Kota Denpasar. Kemudian diadakan survei pendahuluan di daerah
yang terserang penggerek batang padi tersebut. Dari hasil survei ditetapkan
persawahan yang digunakan sebagai lokasi penelitian. Pada masing-masing pola
tanam ditentukan lima petak pengamatan dengan luas masing-masing petak 25 m2
(5 m × 5 m). Pada masing-masing petak pengamatan ditarik garis secara diagonal
sehingga terdapat lima unit sampel. Setiap unit sampel terdiri dari 25 rumpun
tanaman padi (1 m x 1 m) sebagai petak tetap untuk pengamatan persentase
serangan penggerek batang padi.
3.3.1 Keragaman, Kesamaan dan Dominasi Spesies Penggerek Batang Padi
Pengambilan sampel untuk menentukan keragaman, kesamaan dan
dominansi spesies penggerek batang padi dilakukan secara purposive random
sampling pada lahan pertanaman padi di Kota Denpasar. Pada cara tanam yang
berbeda diambil 100 larva penggerek batang padi. Pengambilan sampel dilakukan
setiap minggu mulai dari tanaman padi berumur dua minggu setelah tanam sampai
sebelas minggu setelah tanam (sepuluh kali pengambilan sampel), dengan melihat
gejala serangan pada tanaman padi. Tanaman padi yang bergejala dipotong
28
pangkal batangnya kemudian dibelah, apabila terdapat larva penggerek batang
padi, diambil dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi alkohol 90%, pada botol
diberi label lokasi dan tanggal pengambilan sampel.
Selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium Hama, Fakultas Pertanian,
Universitas Udayana. Dan untuk menentukan jenis penggerek batang padi yang
telah dikumpulkan. Identifikasi penggerek batang padi dilakukan dengan
menggunakan kunci yang diajukan oleh Hattori dan Siwi (1986). Keragaman jenis
penggerek batang padi, dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Wilson and
Bossert, 1971 dalam Oka, 2005) :
Indek keragaman Shannon-Weiner :
H’= - Σ Pi log Pi
= -Σ (ni/N log ni/N)
Keterangan :
H’ = Indek keragaman.
Pi = ni/N ( jumlah individu jenis ke I dibagi total jumlah individu).
ni = Jumlah individu jenis ke i
N = Total jumlah individu
Nilai indeks:
< 1,5 : Keragaman Rendah
1,5 – 3,5 : Keragaman Sedang
>3,5 : Keragaman Tinggi
Indeks kesamaan adalah membandingkan kesamaan spesies penggerek
batang padi yang didapatkan pada masing-masing ketinggian tempat. Rumus
untuk menghitung indeks kesamaan adalah:
29
Indeks kesamaan Sorensen (Southwood, 1980):
IS = 2×c
a+b× 100%
Keterangan:
IS = Indeks Sorensen
a = Jumlah jenis di lokasi a
b = Jumlah jenis di lokasi b
c = Jumlah jenis yang sama yang terdapat di lokasi a dan b
Indeks dominasi adalah digunakan untuk mengetahui spesies penggerek
batang padi yang dominan menyerang tanaman padi di Kabupaten Tabanan.
Penghitungan dominasi penggerek batang padi dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Odum, 1998):
D = [ ni/N ]2
dengan :
D = Indeks Dominasi
ni = Jumlah individu pada jenis ke-i
N = Jumlah seluruh individu
3.3.2 Kelimpahan Serangan Penggerek Batang Padi
Pengambilan sampel untuk menentukan kelimpahan populasi penggerek
batang padi dan parasitoid telurnya dilakukan dengan metode yang sama halnya
dengan keragaman penggerek batang padi yaitu secara purposive random
sampling pada lahan pertanaman padi di Kota Denpasar pada tanam serentak dan
tidak serentak dalam luasan 2 hektar per lokasi.
Menentukan kelimpahan populasi masing-masing spesies penggerek
batang padi pada masing-masing cara bertanam adalah dengan menghitung jumlah
30
individu satu spesies dibagi dengan jumlah total seluruh spesies (Michael, 1995)
atau dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut :
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑚𝑝𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐾 = 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠× 100%
Menentukan persentase serangan penggerek batang padi dilaksanakan
dengan melakukan pengamatan pada lahan milik petani di Kota Denpasar
berdasarkan cara bertanam. Pada setiap cara bertanam (serentak dan tidak
serentak) terdiri dari lima petak secara diagonal dengan luas 25m2 (5 m × 5 m).
Pada masing-masing petak pengamatan ditarik garis secara diagonal sehingga
terdapat lima unit sampel, Setiap unit sampel terdiri dari 25 rumpun tanaman padi
(1 m x 1 m) sebagai petak tetap untuk pengamatan persentase serangan penggerek
batang padi. Pengamatan persentase serangan penggerek batang padi dilakukan
setiap minggu dengan cara menghitung jumlah tanaman yang bergejala dan
jumlah tanaman tanaman yang sehat pada petak tetap atau dapat ditulis dengan
rumus:
P =𝑎
𝑏 × 100%
Keterangan: P = Persentase serangan penggerek batang padi
a = Jumlah tanaman yang bergejala sundep/beluk
b = Jumlah tanaman yang diamati
3.3.2 Kelimpahan Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi
Pengamatan kelimpahan parasitoid telur penggerek batang padi dilakukan
dengan cara mengumpulkan telur-telur penggerek batang padi sebanyak 20
kelompok setiap pengamatan baik di persawahan tanam serentak maupun di
persawahan tidak serentak. Pengambilan kelompok telur penggerek batang padi
31
dilakukan di luar petak pengamatan. Kelompok telur yang terkumpul tersebut
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung gelas dan dipelihara, kemudian
setelah menetas diamati spesies dan populasi parasitoidnya. Persentase parasitoid
telur penggerek batang padi dihitung dengan cara yang disarankan oleh Nishida
dan Torri (1970). Identifikasi dan perkembangan parasitoid dilakukan di
Laboratorium Sumber Daya Genetik Universitas Udayana. Dalam penelitian ini
parasitoid dihitung dalam persen terhadap jumlah telur-telur semula atas dasar
banyaknya larva penggerek batang padi dan parasitoid yang menetas. Oleh
karena seekor Tetrastichus sp. dapat menghabiskan rata-rata tiga telur penggerek
batang padi dan dua ekor Trichogramma sp. menetas dari satu telur penggerek
batang padi, maka persentase parasitoid dapat dihitung sebagai berikut :
3a
______________________ x 100%
3a + (1/2 ) b + c + d
untuk menghitung a
dimana :
a : Tetrastichus sp. b : Trichogramma sp.
c : Telenomus sp. d : larva penggerek batang padi
Rumus tersebut merupakan contoh apabila dari satu kelompok telur penggerek
batang padi menetas tiga spesies parasitoid dan larva penggerek batang padi
3.4 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Menentukan hubungan
kelimpahan populasi dan tingkat serangan digunakan analisis korelasi. Data hasil
analisis disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan grafik.
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keragaman, Kesamaan dan Dominasi Spesies Penggerek Batang Padi
Keragaman spesies penggerek batang padi merupakan kemerataan dan
kekayaan jenis penggerek batang padi yang terdapat dalam suatu komunitas.
Keragaman jenis tinggi apabila indeks kemeratan tinggi dan dominasi rendah
(Odum, 1998). Hasil pengamatan ditemukan empat spesies pengerek batang padi
di Kota Denpasar, baik pada tanam serentak maupun tidak serentak. Keempat
spesies tersebut adalah S. incertulas, S. inferens, C. suppressalis, dan C.
polychrysus. Dari keempat spesies tersebut ada dua spesies dominan yang
ditemukan yaitu S. incertulas dan S. inferens.
Hasil analisis terhadap indeks keragaman penggerek batang padi tersebut
di persawahan tanam serentak dan tidak serentak selama pengamatan
menunjukkan nilai yang tergolong rendah yaitu <1,5 (Tabel 4.1). Rendahnya nilai
indeks keragaman tersebut disebabkan oleh rendahnya jumlah spesies yang
ditemukan selama pengamatan pada masing-masing pola tanam di Kota Denpasar,
dibandingkan dengan jumlah spesies penggerek batang padi yang ada, terdapat 24
jenis atau spesies penggerek batang padi di seluruh dunia (Hattori dan Siwi,
1986), maka dari itu jumlah spesies yang ditemukan di semua lokasi penelitian
tergolong sangat rendah. Walaupun demikian ada variasi nilai indeks keragaman
di masing-masing ketinggian (Tabel 4.1). Adanya variasi nilai indeks tersebut
disebabkan oleh perbedaan jumlah masing-masing jenis spesies yang ditemukan
di setiap ketinggian tempat. Menurut Magurran (1988), perhitungan indeks
keragaman Shannon tidak hanya jumlah individu yang menentukan besarnya nilai
33
indeks, tetapi kekayaan jenis (species richness) juga sangat menentukan. Nilai
indeks keragaman Shannon (H’) dipengaruhi oleh kemerataan jenis dalam indeks
keragaman Shannon (H’) dipengaruhi oleh kemerataan jenis dalam suatu
komunitas. Nilai kemerataan jenis akan cenderung rendah apabila komunitas
tersebut didominasi oleh satu spesies.
Tabel 4.1 Indek Keragaman Spesies Penggerek Batang Padi di Persawahan
Tanamam Serentak dan Tidak Serentak Selama Pengamatan
No. Lokasi Pengamat
an
minggu
Spesies Rataan
(%)
Indek
keragaman
spesies
1. Persawahan Tanam
Serentak
1
2
3
4
5
6
7
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
78,50
15,50
4,50
1,50
71,00
18,00
8,50
2,50
74,50
17,50
6,00
2,00
75,50
17,50
5,50
1,50
71,50
18,50
8,50
2,50
74,00
20,50
4,50
1,00
69,50
22,00
0,29 (Rendah)
0,37 (Rendah)
0,34 (Rendah)
0,32 (Rendah)
0,37 (Rendah)
0,32 (Rendah)
0,37 (Rendah)
34
8
9
10
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
6,50
2,00
71,00
18,00
8,50
2,50
62,00
34,00
1,50
0,50
66,50
24,00
7,50
2,00
0,37 (Rendah)
0,33 (Rendah)
0,39 (Rendah)
2. Persawahan Tanam
Tidak Serentak
1
2
3
4
5
6
7
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
74,00
21,00
4,50
0,50
82,00
12,00
4,50
1,50
83,00
11,50
3,00
2,50
78,00
15,50
4,00
2,00
70,00
21,00
7,00
2,00
75,50
15,00
5,50
4,00
73,50
17,50
0,31 (Rendah)
027 (Rendah)
0,26 (Rendah)
0,31 (Rendah)
0,37 (Rendah)
0,34 (Rendah)
0,35 (Rendah)
35
8
9
10
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
S. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychysus
6,50
2,50
73,00
19,00
7,00
1,00
74,50
14,50
8,50
2,50
71,00
20,50
6,50
2,00
0,34 (Rendah)
0,35 (Rendah)
0,36 (Rendah)
Kesamaan jenis adalah terdapatnya jenis individu yang sama antar satu
tempat dengan tempat lainnya. Dari hasil pengamatan kesamaan jenis spesies
penggerek batang padi yang ditemukan menunjukkan indeks kesamaan yang
sangat tinggi, spesies-spesies penggerek batang padi yang ditemukan sama di ke
dua pola tanam yang berbeda di Kota Denpasar, yang ditunjukan oleh indek
kesamaannya mencapai 100% (Tabel 4.2). Kejadian tersebut disebabkan oleh
perbedaan jumlah spesies yang ditemukan.
Tabel 4.2 Indeks Kesamaan Spesies Penggerek Batang Padi pada Masing-masing
Pola Tanam yang Berbeda Selama Pengamatan
Lokasi Pola Tanam
Pengamatan Minggu ke-
I II III IV V VI VII VIII IX X
Tanam
Serentak
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Tanam
Tidak
Serentak
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
36
Dominasi adalah tingginya populasi satu spesies dibandingkan dengan
spesies lainnya yang terdapat dalam suatu areal. Dari hasil pengamatan dominasi
spesies penggerek batang padi di persawahan tanam serentak dan tidak serentak
36enerati sama. Dari empat spesies penggerek batang padi yang ditemukan di
Kota Denpasar, S. incertulas merupakan spesies dominan diikuti berturut-turut S.
inferens, C. suppressalis, dan C. polychrysus (Gambar 4.1 dan Gambar 4.2).
Gambar 4.1 Indeks Dominasi Penggerek Batang Padi di Persawahan Serentak
Gambar 4.2 Indeks Dominasi Penggerek Batang Padi di Persawahan
Tidak Serentak
0.0000
0.1000
0.2000
0.3000
0.4000
0.5000
0.6000
0.7000
I II III IV V VI VII VIII ix x
Ind
eks
do
min
ansi
Pengamatan ke-
T. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychrysus
0.0000
0.1000
0.2000
0.3000
0.4000
0.5000
0.6000
0.7000
I II III IV V VI VII VIII ix x
Ind
eks
Do
min
ansi
Pengamatan ke-
T. incertulas
S. inferens
C. suppressalis
C. polychrysus
37
4.2. Serangan Penggerek Bapatang Padi di Persawahan Tanam Serentak dan
Tidak Serentak
Persentase serangan penggerek batang padi di persawahan tanam tidak
serentak lebih tinggi dibandingkan persawahan tanam serentak selama
pengamatan (Gambar 4.3). Hal ini disebabkan pada persawahan tidak serentak,
tanaman padi berbagai stadium pertumbuhan tersedia, sehingga hama penggerek
batang padi dapat memilih stadium pertumbuhan yang paling disukai. Disamping
itu penanaman padi yang terus-menerus sepanjang tahun menyebabkan pakan bagi
penggerek batang padi selalu tersedia untuk kelangsungan hidupnya. Sebagai
akibatnya hama penggerk batang padi dapat melangsungkan siklus hidupnya
sepanjang tahun
Gambar 4.3 Persentase Serangan Penggerek Batang Padi di Persawahan
Tanam Serentak dan Tidak Serentak Selama Pengamatan
Persentase serangan di pertanaman serentak dan tidak serentak meningkat
sejak pengamatan pertama ( dua minggu setelah tanam). Persentase serangan
penggerek batang padi tertinggi pada pertanaman serentak terjadi pada
0
5
10
15
20
25
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Per
sen
tase
se
ran
gan
pen
gger
ek (
%)
Pengamatan minggu ke-
Tanam serempak
tulak sumur
38
pengamatan ke lima, sedangkan pada pertanaman serentak terjadi pada minggu ke
enam./ Selanjutnya pada minggu ke tujuh sampai kesepuluh persentase
serangannya menurun. Hal ini disebabkan serangan penggerek batang padi
diimbangi oleh pertambahan jumlah anakan dan jaringan tanaman semakin keras,
sehingga larva penggerek batang padi tidak dapat menyerang.
Umur tanaman padi dapat mempengaruhi populasi penggerek batang padi.
Larva penggerek batang padi lebih cenderung menyerang pada tanaman padi
muda dibandingkan tanaman padi tua. Terjadinya peningkatan serangan dari awal
pengamatan sampai fase 38enerative tanaman berakhir diduga berhubungan
dengan ketersedian tanaman muda yang mendukung perkembangan hama
penggerek batang padi, dan serangan semakin menurun seiring dengan
pertumbuhan tanaman yang semakin tua disebabkan karena pada fase 38enerative
kandungan nutrisi tanaman menurun, sehingga kurang terpilih sebagai makanan.
Kandungan nutrisi seperti protein, asam amino dan lemak dalam batang tanaman
padi muda (fase 38enerative) biasanya lebih tinggi dari pada batang tanaman padi
tua (fase 38enerative) (Hirano, 1964; Ishizuka, 1973).
4.3. Kelimpahan Populasi Parasitoid Telur Pengggerek Batang Padi
Rataan persentase telur penggerek batang padi yang terparasit di
persawahan tanam tidak serentak lebih tinggi dibandingkan di persawahan tanam
serentak yaitu masing-masing 77,07 % dan 49,33 % (Tabel 4.3). Hal ini
disebabkan karena serangan penggerek batang padi di persawahan tidak serentak
lebih tinggi, sehingga populasi telur penggerek batang padi lebih tinggi dan selalu
tersedia. Sebagai akibatnya populasi parasitoid telur menjadi lebih tinggi.
Selama pengamatan ditemukan tiga spesies parasitoid telur yang berperan dalam
39
menekan perkembangan hama penggerek batang padi, baik di persawahan tanam
serentak maupun persawahan tanam tidak serentak. Parasitoid telur tersebut
adalah : Tetrastichus schoenobii, Telenomus rowani dan Trichogramma
japonicum. Sejak pengamatan pertama sampai dengan pengamatan kesepuluh
peranan parasitoid telur bergantian, baik di persawahan tanam serentak maupun
tidak serentak. Parasitoid telur T. schoenobii lebih berperan dibandingkan T.
rowani dan T. japonicum dalam mengendalikan hama penggerek batang padi.
Tabel 4.3 Persentase Telur Penggerek Batang Padi Terparasit Selama
Pengamatan
Pengamatan
Minggu ke-
Jenis Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi
Persawahan Tanam Serentak Persawahan Tanam Tidak Serentak
A B C Jumlah A B C Jumlah
1 16,07 10,03 12,67 38,77 19,09 31,64 14,60 65,23
2 22,71 15,52 10,12 48,35 39,94 14,67 15,56 70,17
3 17,35 20,12 17,80 55,31 19,27 19,46 32,93 71,66
4 15,08 15,50 22,96 53,54 40,44 13,50 16,10 70,04
5 25,03 18,13 11,04 54,20 20,00 20,56 33,04 73,60
6 27,50 16,27 6,48 50,25 28,95 25,22 19,97 74,14
7 20,00 27,10 5,94 53,04 30,00 24,20 21,52 75,72
8 25,55 17,00 11,56 54,11 50,00 33,33 1,67 84,67
9 16,44 14,46 1,31 32,21 56,06 25,53 10,14 91,73
10 18,35 19,56 18,64 56,55 64,29 21,43 7,14 92,87
Jumlah 204,08 173,69 118,52 496,33 368,04 229,54 172,77 770,16
Rataan 20,27 17,37 11,85 49,33 36,80 22,95 17,28 77,07
Keterangan :
A : T. schoenobii
B : T. rowani
C : T. japonicum
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Keragaman spesies batang padi di persawahan tanama serentak dan tidak
serentak tergolong rendah.
2. Spesies penggerek batang padi yang ditemukan di pertanaman serentak
maupun tidak serentak adalah sama yaitu : S. incertulas, S. inferens, C.
suppressalis, dan C. polychrysus. S. incertulas merupakan spesies yang
paling dominan
3. Serangan penggerek batang padi di persawahan tanam tidak serentak lebih
tinggi dibandingkan di pertanaman serentak
4. Parasitoid telur yang ditemukan baik dipersawahan tanam serentak
maupun tidak serentak adalah T. schoenobii, T. rowani dan T. japonicum
T. schoenobii merupakan parasitoid telur yang paling berperan dalam
menekan perkembangan penggerek batang padi.
5.2. Saran
Untuk mengurangi serangan penggerek batang padi sebaiknya melakukan
penanaman padi secara serentak.
41
DAFTAR PUSTAKA
Agus, N. 1991. Biologi Parasitoid Telur Trichogramma sp. (Hymenoptera :
Trichogrammatidae) dan Telenomus sp. (Hymenoptera : Scelonidae) pada
Penggerek Batang Padi Kuning, Scirphopaga incertulas Walker
(Lepidoptera : Pyralidae) (Tesis) Bogor : Institut Pertanian Bogor. 88 h.
Balai Penelitian Tanaman Padi (BALITPA). 1992. Siklus Hidup dan Perilaku
Penggerek Batang Padi Putih Scirpophaga innotata W. Laporan Tahunan
1991/2. Balai Penelitian Tanaman Padi.
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Holtikultura (BPTPH) Bali. 2014. Unit
Pelayanan Teknis Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
(BPTPH) Propinsi Bali, 2014. Laporan Pelaksana Kegiatan Balai Proteksi
Tanaman Pangan Tahun Anggaran 2013/2014. Denpasar. 195 h.
Budiyasa, I W. 2003. Studi Biologi Opius sp. (Hymenoptera : Braconidae) pada
Liriomyza huidobrensis Blanchard (Diptera : Agromyzidae) (Tesis)
Denpasar : Universitas Udayana. 51 h.
Clausen, C.P. 1940. Enthomophagous Insects. New York, London. Mcgraw-
Hill Book Company, Inc. 668 p.
Commonwealth Agricultural Bureaux International (CABI). 2001. Crop
Protection Compendium. Disajikan dalam Compact Disc.
Dale, D. 1994. Insect Pests of the Rice Plant_Their Biology and Ecology. Di
dalam: Heinrichs EA, Eastern W, editor. Biology and Management of Rice
Insects. IRRI. New Delhi.
Hattori, I. dan Siwi, SS. 1986. Rice Stem Borers in Indonesia. JARQ 20: 25-30.
Hendarsih, S. dan Usyati, N. 2009. Pengendalian Hama Penggerek Batang padi.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised and Translated
by Dr. P.A. Vaan der Laan. University of Amsterdam with the Assistence
of G.H.L. Rothchild, CSIRO, Canberra. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve,
Jakarta. 701p.
Kapur, A.P. 1964. Taxonomy of the Rice Stem Borer. In The Major Insect Pests of
the Rice Plant. IRRI-John Hopkins Press. Baltimore Marryland.
Kartoharjono, A. 1995. Beberapa Aspek Biologi Tetrastichus schoenobii Ferr.
(Hymenoptera : Eulophidae) Parasitoid Penggerek Batang Padi,
Schirpophaga spp. (Lepidoptera : Pyralidae) (Disertasi). Bogor : Institut
Pertanian Bogor. 68 h.
42
Khan ZR, Litsinger JA, Barrion AT, Villanueva FFD, Fernandez NJ, Taylor LD.
1991. World Bibliography of Rice Stem Borers 1794-1990. Phillipines;
IRRI.
Kristensen NP, Scoble MJ, Kasrholt O. 2007. Lepidoptera Phylogeny and
Systematic: The State of Inventorying Moth and Butterfly Diversity.
Zootaxa 1668: 699-747.
Laba, I W. 1998. Prospect of egg parasitoids as natural enemies of rice stem
borer. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. J. Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. 17: 14-22
Martha, W. R. 2011. Variasi Haplotipe Gen Cytochrome c Oxidase 1 dan 2 (Coi
dan Coii) DNA Mitokondria pada Penggerek Batang Padi Kuning
Scirpophaga incertulas (Walker) (Lepidoptera: Crambidae). Institut
Pertanian Bogor. 2011.
Nikel, J.L. 1964. Biological Control of Rice Stem Borers. A Faasibility Study.
IRRI. Los Banos, Philippines. 111 p.
Pathak, M. D. dan Khan, ZR. 1994. Insect Pest of Rice. Los Banos: International
Rice Research Institute.
Raka, I, Gede. 1987. Komposisi Populasi Hama, Musuh Alami Dan Penyakit
Penting Pada Tanaman Padi Di Subak Tinjak Menjangan WKBPP
Mengwi Musim Tanam 1985/1986. Skripsi Jurusan Hama Dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.
Soehardjan, M. 1976. Dinamika Populasi Penggerek Kuning Padi, Tryporyza
incertulas (Walker). Disertasi ITB Bandung.
Soejitno, J. 1972. Pengenalan Beberapa Hama Padi Penting. Panitia
Penyelenggara Latihan PPS Bidang Proteksi Tanaman Pangan Direktorat
Teknik Pertanian. Latihan PPS/Proteksi Tanaman Pangan Ditnik Jakarta
18 – 30 September 1972.
Soejitno, J. 1984. The Biological Aspects of Egg-Parasitoids of Rice Stemborer.
Dalam Sosromarsono. S. et al. (Ed.), Symposium on Biological Control of
Pests in Tropical Agricultural Ecosystem. Bogor, Indonesia.1988.
Suharto, H. dan H. Sembiring. 2007. Status Hama Penggerek Batang Padi di
Indonesia. Apresiasi Hasil Penelitian Padi. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi. 10 h.
Sosromarsono, S. 1990. Bioekologi dan Strategi Pengendalian Terpadu Penggerek
Batang Padi Putih. Seminar Pengendalian Penggerek Batang Padi. Institut
Pertanian Bogor.
43
Supartha, IW., Wijaya, IN., Sumiarta, K., Gunadi, IGA., Rai, C., Adiartayasa,
W., Bagus, IGN., Adnyana, IMM. 1994. Faktor-faktor yang Berpengaruh
Terhadap Hama Penggerek Batang Padi pada Pertanaman Padi Sawah di
Daerah Bali. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.
Supartha, I W. 2001. Kelimpahan Populasi dan Peranan Parasitoid Telur dalam
Pengaturan Populasi Penggerek Batang Padi Kuning pada Pertanaman
Padi Sawah di Bali. Agritrop. J. Agric. Sci) 20 : 75-79.
Untung , K. 1983. Hasil Penelitian Penunjang Proyek Perintis Pengendalian Hama
Terpadu di Wilayah Kerja Balai Penyuluhan Pertanian Sewon MT
1981/1982 dan 1982/1983. Makalah yang Disampaikan pada Pertemuan
Kelompok Kerja Pengendalian Hama Terpadu di Denpasar. 1983.
Wijaya, I N. 1992. Serangan dan Musuh Alami Penggerek Batang Padi pada
Persawahan Tanam Serentak dan Tidak Serentak di Kabupaten Badung,
Provinsi Bali. (Tesis). Bogor : Institut Pertanian Bogor.
44