2. TINJAUAN PUSTAKA

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik/keturunan adalah faktor yang berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial ekonomi. Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, khususnya pada dua tahun pertama. Masa ini sering juga disebut sebagai fase “Golden Age”. Golden age merupakan masa yang sangat penting untuk memerhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu, penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelainan yang bersifat permanen dapat dicegah. 2.1.1Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan 6

description

TINJAUAN

Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan

Proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik

dan faktor lingkungan. Faktor genetik/keturunan adalah faktor yang

berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor

lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial

ekonomi.

Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat

pada usia dini, khususnya pada dua tahun pertama. Masa ini sering juga

disebut sebagai fase “Golden Age”. Golden age merupakan masa yang

sangat penting untuk memerhatikan tumbuh kembang anak secara

cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan.

Selain itu, penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age

dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak

sehingga kelainan yang bersifat permanen dapat dicegah.

2.1.1 Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan

Menurut Doyle (2009), pertumbuhan atau physical growth adalah

peningkatan dalam ukuran tubuh yaitu tinggi badan, berat badan dan juga

bertambah besarnya ukuran organ kecuali jaringan limfa yang akan

mengecil ketika usia anak bertambah. Sedangkan Narendra (2002)

mendefinisikan pertumbuhan sebagai bertambahnya ukuran fisik (anatomi)

dan struktur tubuh baik sebagian atau seluruhnya karena ada multiplikasi

atau bertambah banyaknya sel-sel tubuh dan juga karena bertambah

besarnya sel sehingga pertumbuhan adalah sesuatu yang bersifat kuantitatif

atau dapat diukur dengan satuan panjang dan satuan berat.

Narendra (2002) menyatakan bahwa perkembangan adalah

6

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA

7

bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks

dalam pola yang teratur dan dapat diperkirakan sebagai hasil dari proses

diferensiasi sel, jaringan tubuh, dan organ-organ. Begitu juga menurut

Doyle (2009) perkembangan adalah sesuatu yang bersifat kualitatif dan

dapat diukur melalui beberapa indikator yang spesifik seperti gerakan

motorik kasar, gerakan motorik halus, perkembangan bahasa, kecerdasan,

psikososial, penglihatan, pendengaran, dan kognitif. Proses perkembangan

terjadi dalam kecepatan yang berbeda antara satu anak dengan yang lainnya,

mungkin saja ada anak yang sudah dapat berbicara lebih cepat dibandingkan

anak lainnya namun belum dapat berjalan atau lambat dalam perkembangan

motoriknya.

2.1.2 Tahap-Tahap Pertumbuhan

Menurut Moersintowarti (2002) tahap-tahap pertumbuhan, antara lain:

a. Masa prenatal atau masa intrauterin (masa janin dalam kandungan).

Masa ini dibagi menjadi 2 periode, antara lain:

1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8

minggu.

2) Masa fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran.

- Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan trimester

kedua kehidupan intra uterin, terjadi percepatan pertumbuhan,

pembentukan jasad manusia sempurna dan alat tubuh telah

berbentuk dan mulai berfungsi.

- Masa fetus lanjut, pada ttrimester akhir pertumbuhan

berlangsung pesat dan adanya perkembangan fungsi-fungsi.

Pada masa ini terjadi transfer imunoglobulin G (IgG) dari darah

ibu melalui plasenta.

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA

8

b. Masa postnatal atau masa setelah lahir. Masa ini terdiri dari lima

periode, antara lain:

1) Masa neonatal (0-28 hari)

Terjadinya adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan

sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ tubuh

lainnya.

2) Masa bayi, dibagi menjadi 2:

- Masa bayi dini (1-12 bulan), pertumbuhan yang sangat pesat

dan proses pematangan berlangsung secara kontinyu terutama

meningkatnya fungsi sistem saraf.

- Masa bayi akhir (1-2 tahun), kecepatan pertumbuhan mulai

menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik

dan fungsi ekskresi.

3) Masa prasekolah (2-6 tahun)

Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi

perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan

meningkatnya keterampilan dan proses berpikir.

4) Masa sekolah atau masa pubertas (wanita: 6-10 tahun, laki-laki: 8-

12 tahun)

Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah,

keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain

berkelompok dengan jenis kelamin yang sama.

5) Masa adolesensi (masa remaja), (wanita: 10-18 tahun, laki-laki:

12-20 tahun)

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA

9

Anak wanita 2 tahun lebih cepat memasuki masa adolesensi

dibandingkan anak laki-laki. Masa ini merupakan masa transisi

dari periode anak ke dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan

pertumbuhan berat dan tinggi badan yang sangat pesat yang

disebut Adolescent Growth Spurt. Pada masa ini juga terjadi

pertumbuhan dan perkembangan pesat dari alat kelamin dan

timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan

Supariasa (2001) mengatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh dua

faktor utama yaitu faktor internal seperti biologis, termasuk genetik, dan

faktor eksternal seperti status gizi.

1. Faktor Internal (Genetik)

Faktor internal (genetik) antara lain berbagai faktor bawaan yang

normal dan patologis; jenis kelamin, ras atau suku bangsa, umur, genetik,

dan kelainan kromosom. Apabila potensi genetik dapat berinteraksi baik

dengan lingkungan, maka pertumbuhan optimal akan tercapai (Supariasa,

2001).

2. Faktor Eksternal

Yang termasuk dalam faktor lingkungan dalam hal ini adalah

lingkungan bio-fisik dan psiko-sosial yang memengaruhi individu setiap

hari dan sangat berperan dalam menentukan tercapainya potensial

bawaan. Menurut Soetjiningsih (1995) dalam Supariasa (2001) secara

garis besar lingkungan dibagi menjadi lingkungan pra natal dan

lingkungan post natal.

a. Lingkungan Pranatal.

Lingkungan pranatal adalah terjadi pada saat ibu sedang hamil,

yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari masa

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA

10

konsepsi sampai lahir seperti gizi ibu pada saat hamil menyebabkan

bayi yang akan dilahirkan menjadi BBLR (Berat Badan Lahir

Rendah) dan lahir mati serta jarang menyebabkan cacat bawaan.

Selain dari pada itu kekurangan gizi dapat menyebabkan hambatan

pertumbuhan pada janin dan bayi lahir dengan daya tahan tubuh

yang rendah sehingga mudah terkena infeksi, dan selanjutnya akan

berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tinggi badan.

Selain itu faktor lingkungan pada masa pra natal lainnya yang

berpengaruh adalah mekanis yaitu trauma dan cairan ketuban yang

kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang akan

dilahirkan. Faktor toksin atau zat kimia yang disengaja atau tanpa

sengaja dikonsumsi ibu melalui obat-obatan atau makanan yang

terkontaminasi dapat menyebabkan kecacatan, kematian atau bayi

lahir dengan berat lahir rendah.

Faktor hormon yaitu hormon endokrin yang juga berperan

pada pertumbuhan janin adalah somatotropin (growth hormon), yang

disebut juga hormon pertumbuhan. Hormon ini berperan mengatur

pertumbuhan somatic terutama pertumbuhan kerangka. Pertambahan

tinggi badan sangat dipengaruhi oleh hormon ini. Growth hormon

merangsang terbentuknya somatomedin yang kemudian berefek pada

tulang rawan, dan aktivitasnya meningkat pada malam hari pada saat

tidur, sesudah makan, sesudah latihan fisik, perubahan kadar gula

darah dan sebagainya.

Hal lainnya yang dapat memengaruhi kehidupan pada masa pra

natal adalah stress ibu saat hamil, infeksi, immunitas yang rendah

dan anoksia embrio atau menurunnya jumlah oksigen janin melalui

gangguan plasenta juga dapat menyebabkan kurang gizi dan berat

badan bayi lahir rendah (BBLR).

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA

11

b. Lingkungan Postnatal

- Gizi (masukan makanan kualitatif dan kuantitatif) Termasuk

dalam hal ini bahan pembangun tubuh yaitu protein,

karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin.

- Penyakit (penyakit kronis dan kelainan kongenital) Beberapa

penyakit kronis seperti glomerulonefritis kronik, tuberkulosis

paru dan penyakit seliak dapat mengakibatkan retardasi

pertumbuhan jasmani. Hal yang sama juga dapat terjadi pada

penderita kelainan jantung bawaan.

- Lingkungan, antara lain keadaan sosial-ekonomi, pengawasan

medis, perbaikan sanitasi, pendidikan, faktor psikologi dan lain-

lain. Hal ini memegang peranan penting dalam pertumbuhan

anak.

2.1.3.1 Pertumbuhan dan Status Sosial Ekonomi

Beberapa hal yang juga sebagai penyebab timbulnya masalah gizi

yang memengaruhi pertumbuhan seseorang adalah faktor sosial ekonomi

yang meliputi: pendidikan orang tua, pekerjaan dan pendapatan, teknologi,

budaya dan lain-lain. Keterbatasan sosial ekonomi ini juga berpengaruh

langsung terhadap pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan akan

makanan, berpengaruh pada praktek pemberian makanan pada bayi

berpengaruh pula pada praktek pemeliharaan kesehatan dan sanitasi

lingkungan yang akhirnya mempengaruhi daya beli dan asupan makanan

untuk memenuhi kebutuhan akan pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh

serta pencegahan terhadap penyakit infeksi yang kesemuanya berakibat pada

gangguan pertumbuhan (Aritonang, 1994).

Penelitian di India Selatan, pola pembelanjaan makanan pada

masyarakat yang miskin dan kaya tercermin dari kebiasaan pengeluaran

mereka. Masyarakat miskin akan menghabiskan 80% uangnya untuk

membeli makanan dan apabila ada peningkatan pendapatan maka makanan

yang akan dipilih adalah yang kaya akan protein. Sedangkan di negara-

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA

12

negara maju hanya 45% uangnya dibelanjakan untuk makanan dan uang

yang berlebih biasanya susunan hidangan menjadi lebih baik.

Dengan demikian tingkat pendapatan menentukan pola makan dan apa

yang akan dibeli baik kualitas maupun kuantitasnya. Jadi jelas bahwa ada

hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi yang didorong oleh

pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi

perbaikan kesehatan dan masalah-masalah kesehatan yang berkaitan dengan

gizi keluarga (Berg dan Sayogo, 1986).

Matrolell et al. (1988) cit. Thaha (2000), melaporkan hasil studi

longitudinal terhadap 1000 anak dibawah usia 7 tahun di Honduras dan

menemukan adanya korelasi yang positif antara ukuran antropometri z-score

tinggi badan, z-score berat badan, area otot lengan atas dan lingkar lengan

atas (LLA) dengan indikator sosial ekonomi keluarga. Makin tinggi skor

sosial ekonomi, maka makin baik ukuran antropometri tersebut. Analisa

lebih lanjut menyimpulkan bahwa populasi yang tingkat sosial ekonominya

rendah dan gambaran keadaan lingkungan lebih jelas menerangkan adanya

perbedaan ukuran antropometri dalam populasi tersebut dibanding faktor

genetik.

Matrorell et al (1988) cit. Jalal dan Soekirman, 1990, membandingkan

peran faktor genetik dengan sosial ekonomi keluarga terhadap rata-rata

kenaikan tinggi badan pada anak laki-laki usia 7 tahun dari berbagai bangsa

dengan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda, ternyata bahwa anak-

anak yang berasal dari keluarga kaya pertumbuhannya berkisar pada

presentil ke 50 referensi international (WHO-NCHS).

Namun jika dibedakan pola pertumbuhan anak-anak pada keluarga

kaya dan miskin dari bangsa yang sama terlihat ada perbedaan. Perbedaan

tinggi badan anak dari keluarga kaya kerana faktor genetik berkisar 2-3 cm,

sedangkan perbedaan yang disebabkan karena faktor sosial ekonomi adalah

sekitar 10-12 cm.

Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya

masih didominasi oleh masalah kurang energi protein (KEP), masalah

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA

13

anemia besi, masalah gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY),

masalah kurang vitamin A (KVA) (Supariasa, 2001). Rawan pangan dan

gizi masih menjadi salah satu masalah besar bangsa ini.

Masalah gizi berawal dari ketidakmampuan rumah tangga mengakses

pangan, baik karena masalah ketersediaan di tingkat lokal, kemiskinan,

pendidikan dan pengetahuan akan pangan dan gizi, serta perilaku

masyarakat. Kekurangan gizi mikro seperti vitamin A, zat besi dan yodium

menambah besar permasalahan gizi di Indonesia. Dengan demikian masalah

pangan dan gizi merupakan permasalahan berbagai sektor dan menjadi

tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat.

Salah satu akibat kemiskinan adalah ketidakmampuan rumah tangga

untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik;

lebih dari 10 persen penduduk di setiap provinsi mengalami rawan pangan,

kecuali di Provinsi Sumatera Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini

berakibat pada kekurangan gizi, baik zat gizi makro maupun mikro, yang

dapat diindikasikan dari status gizi anak balita dan wanita hamil (BPPN,

2006 dalam Laporan Dinkes Kota Pelembang, 2013).

Dilihat dari status sosial ekonomi masyarakat Kota Palembang

cenderung mengalami peningkatan ke arah yang berarti. Secara umum

pengeluaran perkapita penduduk di Kota Palembang dan Provinsi Sumatera

Selatan berkisar antara 500.000-1.000.000 rupiah per bulan yang berarti

pendapatan perkapita masyarakat sekarang ini masih sangat rendah dengan

mata pencaharian penduduk sebagian besar pedagang, nelayan, buruh,

karyawan, wiraswasta dan sebagian kecil adalah PNS, TNI/Polri, pensiunan

dan lain sebagainya, oleh karena itu jumlah usia angkatan kerja sangat

memengaruhi angka beban tanggungan. Penduduk usia angkatan kerja tahun

2010 di Kota Palembang sekitar 68.4% dari total penduduk Kota

Palembang. Sejalan dengan pesatnya kemajuan pembangunan di Kota

Palembang, tingkat pendidikan masyarakat juga semakin meningkat dan

kualitas sumber daya manusia secara umum sudah mulai menunjukkan

perkembangan ke arah yang lebih baik (Dinkes Kota Palembang, 2013).

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA

14

2.1.4 Parameter Pertumbuhan Bayi

Parameter untuk mengukur kemajuan pertumbuhan biasanya yang

dipergunakan adalah berat badan dan panjang badan, yang pada penelitian

ini difokuskan pada variable berat badan.

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan

paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Pada masa bayi-

balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik

maupun status gizi. Berat badan juga penting sebagai dasar perhitungan

dosis obat dan makanan. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara

menimbang (Supariasa, 2001).

Bayi yang cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali pada

hari ke-10. Pertambahan berat badan bayi selama 3 bulan pertama sekitar

200 g/minggu, pada 3 bulan kedua 150 g/minggu dan pada tahun kedua 42

g/minggu (Sacharin, 1996).

Kenaikan berat badan anak pada tahun pertama kehidupan, bila anak

mendapat gizi yang baik adalah berkisar sekitar antara:

1) 700-1000 g/bulan pada triwulan I

2) 500-600 g/bulan pada triwulan II

3) 350-450 g/bulan pada triwulan III

4) 250-350 g/bulan pada triwulan IV

Dapat pula digunakan rumus yang dikutip dari Behrman, 1992 untuk

memperkirakan berat badan anak adalah:

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA

15

Tabel 1. Perkiraan Berat Badan dalam Kilogram

Umur Berat Badan

Lahir

3-12 bulan

1-6 tahun

3.25 kg

Umur (bulan) + 9 dibagi 2

Umur (tahun) x 2 + 8

Sumber: Soetjiningsih, 1995

Grafik 1. Kurva Pencapaian Berat Badan untuk Anak Laki-Laki dan Perempuan (Cameron, 2012)

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA

16

Grafik 2. Kurva Kecepatan Pertumbuhan Berat Badan untuk Anak Laki-

Laki dan Perempuan (Cameron, 2012)

Pada masa bayi-balita, berat badan digunakan untuk mengetahui

pertumbuhan fisik dan status gizi. Status gizi erat kaitannya dengan

pertumbuhan, sehingga untuk mengetahui pertumbuhan bayi, status gizi

diperhatikan.

Di Indonesia, baku rujukan yang digunakan sebagai pembanding

penilaian satus gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat

adalah baku rujukan WHO-National Center for Health Statistics (NCHS).

Baku rujukan WHO-NCHS ini membedakan antara laki-laki dan

perempuan, agar diperoleh perbedaan yang lebih mendasar. Pembagiannya

dikategorikan menjadi gizi baik, kurang, buruk, dan lebih.

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA

17

2.2 Standar Laju Pertumbuhan WHO

Peninjauan akan efektifitas dari penggunaan dan interpretasi data

antropometrik terus dilakukan oleh World Health Organization (WHO).

Hasil tinjauan WHO pada tahun 1993 menyimpulkan bahwa interpretasi

status pertumbuhan yang menggunakan National Center for Health

Statistics (NCHS)-WHO, yang telah digunakan sejak akhir tahun 1970-an,

tidak cukup untuk mewakili pertumbuhan anak usia dini. Oleh karena itu,

dibutuhkan kurva pertumbuhan yang baru. Majelis kesehatan dunia

kemudian mengesahkan rekomendasi ini pada tahun 1994. Dilanjutkan

dengan diadakan WHO Multicenter Growth Reference Study (MGRS)

antara tahun 1997 dan 2003, tujuannya untuk mengembangkan standar

pertumbuhan internasional untuk anak-anak di bawah usia 5 tahun. Hasil

observasi menunjukkan bahwa status pertumbuhan dipengaruhi nilai

panjang atau tinggi badan, berat badan, dan usia. Hasil ini dirilis oleh WHO

pada April, 2006. Diikuti hasil observasi pada tahun berikutnya, yaitu nilai

pelengkap untuk interpretasi status pertumbuhan adalah lingkar kepala dan

lengan, serta lipatan kulit trisep dan supskapular (WHO Multicentre Growth

Reference Study Group, 2006a; 2007).

Pada peninjauan berikutnya diputuskan untuk mengembangkan

standar laju/kecepatan untuk variabel antropometri berikut: berat badan

(pengukuran yang paling umum digunakan dan yang paling responsif

terhadap intervensi jangka pendek), lingkar kepala (pengukuran yang paling

banyak digunakan berikutnya untuk tindakan klinis), dan panjang/tinggi

badan (berguna dalam identifikasi dini gangguan pertumbuhan, khususnya

pada dua tahun pertama kehidupan).

Pada tahun 2009, nilai baru standar laju pertumbuhan resmi

dikeluarkan oleh WHO.

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA

18

2.2.1 WHO Child Growth Velocity Standards, 2009

WHO Multicenter Growth Reference Study (MGRS) yang

dilaksanakan antara tahun 1997 dan 2003 menggunakan data primer dan

informasi berkaitan dari 8440 bayi dan anak muda sehat yang disusui,

berasal dari berbagai macam etnis dan latar belakang budaya (de Onis et al.,

2004a). Standar dibuat menggunakan pendekatan preskriptif berdasarkan

kriteria yang jelas, metode pengumpulan data yang ketat, dan prosedur data

manajemen yang baik (de Onis et al., 2004b; Borghi et al., 2006). Anak-

anak diukur saat lahir; pada minggu 1, 2, 4, dan 6; setiap bulan saat usia 2-

12 bulan; dan setiap dua bulan pada tahun kedua.

Lain halnya dengan teknik penilaian status pertumbuhan sebelumnya

yang harus dilakukan follow-up, dengan mengunakan standar baru yang

dibuat WHO tentang laju pertumbuhan memungkinkan penelitian status

pertumbuhan menggunakan pendekatan longitudinal. Selain itu, beberapa

peneliti setuju bahwa laju pertumbuhan merupakan ukuran kuantitatif yang

lebih baik daripada nilai-nilai antropometri (berat, panjang, dan lingkar

kepala) dibandingkan dengan umur untuk menentukan status pertumbuhan.

(Tanner, 1952).

Ada beberapa perbedaan pokok antara laju/kecepatan pertumbuhan

dan ukuran pertumbuhan variabel (BB, PB/TB, LK) yang memengaruhi

bagaimana standar kenaikan berat badan seharusnya digunakan dan

diinterpretasikan. Perbedaan utama adalah kurangnya korelasi antar nilai

kenaikan berat badan. Dalam standar WHO 2009, probabilitas kenaikan

bulan-1 atau bulan-2 secara berurutan yang jatuh dibawah persentil 5 adalah

sebesar 0,3%. Jika persentil 15 yang dipilih, probabilitas ini meningkat

hanya sampai 2% dan 1,8%. Umumnya anak-anak yang sedang tumbuh

mempunyai z-score yang sangat tinggi pada bulan pertama dan sangat

rendah pada bulan berikutnya. Dengan demikian, sebuah nilai tunggal yang

rendah tidaklah informatif. Namun, nilai z-score yang sangat rendah,

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA

19

walaupun baru diobservasi satu kali, seharusnya menimbulkan pertanyaan

apakah ada morbiditas yang mendasari dalam penilaian klinis anak secara

holistik (WHO, 2009).

Salah satu yang menjadi pertimbangan penting mengenai penyajian

standar adalah apakah persentil disajikan dalam bentuk kurva atau tabulasi.

Kurva pertumbuhan digunakan untuk menginterpretasikan pola

pertumbuhan individu, tetapi kurva tidak dapat menilai kecepatan

pertumbuhan. Maka nilai akan ditabulasikan. Untuk berat, maka perlu untuk

menyatukan delta di interval untuk masing-masing jenis kelamin (650 g

untuk anak laki-laki dan 800 g untuk anak perempuan). Kompleksitas dalam

menerapkan laju pertumbuhan direkomendasikan menggunakan skala

perubahan z-skor.

Laju pertumbuhan diakui sebagai ukuran kuantitatif yang lebih efektif

untuk menentukan status pertumbuhan. Dalam penelitian didapatkan bahwa

faktor patogenetik memengaruhi laju pertumbuhan secara langsung (Tanner,

1952). Hal ini menjelaskan bahwa laju pertumbuhan dapat menjadi

identifikasi dini untuk masalah pertumbuhan.

Amerika Serikat telah menggunakan perhitungan laju pertumbuhan

sejak tahun 1951. Dalam jurnal yang berjudul Comparison of the World

Health Organization Growth Velocity Standards with Existing US Reference

Data (Mercedes de Onis dkk, 2011) menyimpulkan bahwa terdapat

perbedaan yang cukup signifikan antara standar laju pertumbuhan WHO

2009 dengan standar laju pertumbuhan AS, disebut dengan weight and

length gain Guo et al5. Perbedaan standar dikarenakan berbedanya kenaikan

dan penyebaran distribusi penelitian. Setelah dilakukan evaluasi dari kedua

standar tersebut, dinyatakan bahwa standar laju pertumbuhan WHO

merupakan standar yang lebih baik untuk menaksir laju pertumbuhan dan

membantu untuk membuat keputusan klinis (Pediatrics 2011;128:e18–e26).

Page 15: 2. TINJAUAN PUSTAKA

20

2.2.1.1 Laju Pertumbuhan Berat Badan

Laju pertumbuhan untuk berat badan oleh WHO dibagi dalan 2 jenis

output. Output pertama fokus pada kenaikan berat badan sesuai usia. Masuk

ke dalam interval bulan-1 untuk anak usia 0-12 bulan, interval bulan-2

sampai bulan-6 untuk anak usia 0-24 bulan. Sedangkan output kedua

menyajikan presentil empiris dari kenaikan anak usia 0-60 hari dalam

interval minggu-1 dan minggu-2 yang bertepatan dengan jadwal pengukuran

dalam MGRS: 0-7 hari, 7-14 hari, 14-28 hari, 28-42 hari, dan 42-60 hari.

Data-data ini disajikan sebagai kenaikan bersih (net incerement) (gram) dan

laju/kecepatan setiap indeks periode (gram/hari).

Ada beberapa perbedaan pokok antara laju/kecepatan pertumbuhan

dan ukuran pertumbuhan variabel (BB, PB/TB, LK) yang memengaruhi

bagaimana standar kenaikan berat badan seharusnya digunakan dan

diinterpretasikan. Perbedaan utama adalah kurangnya korelasi antar nilai

kenaikan berat badan. Dalam standar WHO 2009, probabilitas kenaikan

bulan-1 atau bulan-2 secara berurutan yang jatuh dibawah persentil 5 adalah

sebesar 0,3%. Jika persentil 15 yang dipilih, probabilitas ini meningkat

hanya sampai 2% dan 1,8%. Umumnya anak-anak yang sedang tumbuh

mempunyai z-score yang sangat tinggi pada bulan pertama dan sangat

rendah pada bulan berikutnya. Dengan demikian, sebuah nilai tunggal yang

rendah tidaklah informatif. Namun, nilai z-score yang sangat rendah,

walaupun baru diobservasi satu kali, seharusnya menimbulkan pertanyaan

apakah ada morbiditas yang medasari dalam penilaian klinis anak secara

holistik (WHO, 2009).