2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia...

17
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB Perairan situ merupakan salah satu ekosistem perairan tergenang (lenthic) yang umumnya berair tawar dan berukuran relatif kecil. Ukurannya yang relatif kecil menyebabkan keberadaannya sangat terancam oleh tingginya laju sedimentasi (Puspita et al. 2005). Lebih lanjut didefinisikan bahwa situ merupakan perairan dengan ekosistem terbuka (open system) di mana sangat terpengaruh oleh kondisi lingkungan di sekitarnya. Ekosistem ini menempati daerah yang relatif tidak luas dibandingkan dengan habitat laut dan daratan (Effendi 2003). Situ memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan di sekelilingnya. Beberapa fungsi situ yaitu: fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan hewan, mengatur fungsi hidrologis, menjaga sistem dan proses-proses alami; fungsi ekonomis yaitu sebagai penghasil berbagai jenis sumberdaya alam bernilai ekonomis, penghasil energi, sarana wisata dan olah raga, dan sumber air; dan fungsi sosial budaya (Puspita et al. 2005). Situ IPB terdiri atas dua situ, yaitu Situ Leutik di sisi timur dan Situ Perikanan di sisi barat. Kedua situ ini dipisahkan oleh dam setinggi ± 4 meter. Situ IPB berbatasan di sisi timur dengan rawa-rawa dan Kantin Plasma; di sisi selatan dengan Kompleks Perkebunan IPB Dramaga, Gedung Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dan kebun karet; di sisi barat dengan Gedung FPIK dan kolam Departemen Budidaya Perikanan; di sisi utara dengan aula Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) dan kebun karet. Situ ini berada dalam pengawasan dan pengelolaan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) yang terletak tepat di atas dam pemisah Situ Leutik dan Situ Perikanan. Situ Leutik terbentuk dengan dibendungnya sungai kecil oleh pihak Laboratorium Percobaan Tanaman Agronomi. Proses pembendungan terdiri dari dua tahap yaitu pada tahun 1977 dan 1979. Situ Leutik pernah jebol pada tahun 1980 dan kembali direkonstruksi pada tahun 1984. Awalnya situ ini merupakan daerah rawa yang di sekitarnya banyak ditumbuhi pohon karet. Sumber air Situ Leutik berasal dari satu buah mata air yang tedapat di bagian hulu, tetesan air

Transcript of 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia...

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Situ IPB

Perairan situ merupakan salah satu ekosistem perairan tergenang (lenthic)

yang umumnya berair tawar dan berukuran relatif kecil. Ukurannya yang relatif

kecil menyebabkan keberadaannya sangat terancam oleh tingginya laju

sedimentasi (Puspita et al. 2005). Lebih lanjut didefinisikan bahwa situ

merupakan perairan dengan ekosistem terbuka (open system) di mana sangat

terpengaruh oleh kondisi lingkungan di sekitarnya. Ekosistem ini menempati

daerah yang relatif tidak luas dibandingkan dengan habitat laut dan daratan

(Effendi 2003).

Situ memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan di

sekelilingnya. Beberapa fungsi situ yaitu: fungsi ekologis sebagai habitat berbagai

jenis tumbuhan dan hewan, mengatur fungsi hidrologis, menjaga sistem dan

proses-proses alami; fungsi ekonomis yaitu sebagai penghasil berbagai jenis

sumberdaya alam bernilai ekonomis, penghasil energi, sarana wisata dan olah

raga, dan sumber air; dan fungsi sosial budaya (Puspita et al. 2005).

Situ IPB terdiri atas dua situ, yaitu Situ Leutik di sisi timur dan Situ

Perikanan di sisi barat. Kedua situ ini dipisahkan oleh dam setinggi ± 4 meter.

Situ IPB berbatasan di sisi timur dengan rawa-rawa dan Kantin Plasma; di sisi

selatan dengan Kompleks Perkebunan IPB Dramaga, Gedung Fakultas Ekonomi

dan Manajemen, dan kebun karet; di sisi barat dengan Gedung FPIK dan kolam

Departemen Budidaya Perikanan; di sisi utara dengan aula Lembaga Sumberdaya

Informasi (LSI) dan kebun karet. Situ ini berada dalam pengawasan dan

pengelolaan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH

IPB) yang terletak tepat di atas dam pemisah Situ Leutik dan Situ Perikanan.

Situ Leutik terbentuk dengan dibendungnya sungai kecil oleh pihak

Laboratorium Percobaan Tanaman Agronomi. Proses pembendungan terdiri dari

dua tahap yaitu pada tahun 1977 dan 1979. Situ Leutik pernah jebol pada tahun

1980 dan kembali direkonstruksi pada tahun 1984. Awalnya situ ini merupakan

daerah rawa yang di sekitarnya banyak ditumbuhi pohon karet. Sumber air Situ

Leutik berasal dari satu buah mata air yang tedapat di bagian hulu, tetesan air

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

5

hujan, dan rembesan-rembesan air (Purnomo 1987 in PUSLIT BIOLOGI LIPI

2003). Pada awal pembangunan, Situ Leutik difungsikan sebagai sumber air bagi

Laboratorium Percobaan Tanaman dan pemadam kebakaran. Pada

perkembangannya situ ini mengalami penambahan fungsi, yaitu sebagai area

rekreasi dan laboratorium lapang kampus (Suwignyo 1988 in Widjaya et al.

1990). Situ Perikanan pun merupakan situ buatan yang awalnya saluran buangan

dari Situ Leutik. Air yang berasal dari Situ Leutik dialirkan melalui dinding dam

permanen. Sumber air Situ Perikanan berasal dari Situ Leutik dan sumber mata air

di bagian utara situ.

Klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson in Budiarto (2011)

menyatakan bahwa daerah Dramaga termasuk dalam daerah yang sangat basah.

Curah hujan yang sangat tinggi ini berlangsung sepanjang tahun dan akan

diselingi oleh bulan kering (Budiarto 2011). Gambar 2 berikut adalah grafik rata-

rata curah hujan bulanan daerah Dramaga, Bogor. Nilai ini berkisar antara

137,27–444,99 mm.

Gambar 2. Rata-rata curah hujan bulanan Dramaga (2000-2009)

Sumber: Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor

in Budiarto (2011)

Situ Leutik memiliki panjang maksimum dan panjang maksimum efektif

yang sama, yaitu sebesar 187,50 m. Hal ini dikarenakan tidak terdapat pulau di

tengah perairan Situ Leutik. Lebar maksimum dan lebar maksimum efektif Situ

Leutik adalah sebesar 88,50 m dan lebar rata-ratanya sebesar 50,07 m. Situ Leutik

memiliki luas permukaan sebesar 6.538,05 m2 dengan indek perkembangan garis

pantai (SDI) sebesar 1,66 (Budiarto 2011). Nilai SDI ini menunjukkan bahwa Situ

Leutik memiliki bentuk yang tidak teratur dan tidak menyerupai lingkaran. Sesuai

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

6

dengan Holmes (2000) in Budiarto (2011) bahwa jika nilai SDI mendekati 1 maka

bentuk situ semakin teratur dan menyerupai bentuk lingkaran. Situ Leutik

memiliki volume total air mencapai 17.741 m3.

Situ Perikanan memiliki panjang maksimum 243 m dan panjang maksimum

efektif 186 m. Nilai ini dikarenakan terdapat pulau terapung di dekat IPB Press.

Lebar maksimum dan lebar efektif situ masing-masing sebesar 88,50 m dan 47,10

m. Situ Perikanan memiliki luas permukaan 12.167,37 m2 dengan nilai SDI 1,7.

Nilai di atas menunjukkan bahwa Situ Perikanan memiliki bentuk yang tidak

teratur pula. Situ ini memiliki volume total air mencapai 18.435 m3 (Budiarto

2011).

Terdapat perbedaan kedalaman air pada setiap stasiun. Stasiun 1 dan 2

dengan kedalaman masing-masing mencapai 2,50 dan 3,50 m pada Situ Leutik.

Stasiun 3, 4, dan 5 dengan kedalaman masing-masing mencapai 1,50 m; 2,47 m;

1,50 m pada Situ Perikanan. Secara umum, Situ Leutik memiliki kedalaman

perairan yang lebih dalam daripada Situ Perikanan. Topografi dasar perairan Situ

IPB disajikan pada Gambar 3 dan 4 berikut.

Gambar 3. Topografi dasar perairan Situ Leutik

Sumber: diolah dari Budiarto (2011)

Gambar 4. Topografi dasar perairan Situ Perikanan

Sumber: diolah dari Budiarto (2011)

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

7

2.2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan memegang peran penting terhadap suatu komunitas.

Beberapa parameter perairan menjadi kunci bagi keberadaan sumberdaya ikan di

dalamnya, yaitu parameter fisika, parameter kimia, dan biota akuatik (plankton

dan tumbuhan air/makrofita). Parameter tersebut kemudian menjadi bagian dari

syarat hidup ikan-ikan di perairan yang mana tiap jenis ikan memiliki syarat hidup

yang berbeda dan kemampuan adapatasi yang berbeda pula.

2.2.1 Parameter fisika air

Parameter fisika merupakan parameter perairan yang pengamatannya

dilakukan secara insitu, yaitu pengamatan langsung di lapang. Parameter fisika

yang diamati pada penelitian ini yaitu suhu, kecerahan, dan warna.

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam

mengendalikan kondisi ekosistem suatu perairan. Tinggi rendahnya suhu air

berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan,

semakin banyak sinar matahari yang masuk maka suhu semakin tinggi (Welch

1980). Cahaya matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan

perubahan menjadi energi panas. Proses penyerapan ini berlangsung lebih intensif

pada lapisan atas perairan sehingga memiliki suhu yang lebih tinggi (Effendi

2003).

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi

badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,

evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan

kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam

1995 in Effendi 2003). Suhu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),

ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara,

penutupan awan, aliran air, dan kedalaman badan air. Besar kecilnya suhu di

perairan berpengaruh pada struktur komunitas dan tingkah laku organisme di

dalamnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan ikan

di daerah tropis adalah sekitar 25-30 0C (Effendi 2003).

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

8

Pada pengamatan yang dilakukan pada tahun sebelumnya didapat hasil suhu

perairan Situ Leutik berkisar 27-31 0C (Sulistiono 1992). Perubahan suhu yang

terjadi di perairan tidak berlangsung seketika, namun dalam selang waktu yang

lama. Seandainya terjadi perubahan suhu perairan dalam waktu singkat akan

mengakibatkan biota perairan (ikan) menjadi stres atau bahkan mati. Huet (1971)

in Buchar (1998) mengatakan bahwa fluktuasi suhu air sebesar 10 0C umumnya

masih dapat ditolerir oleh ikan, akan tetapi fluktuasi suhu air yang baik untuk

mendukung kehidupan ikan sebesar 5 0C. Kenaikan suhu sebesar 10

0C akan

menaikkan laju metabolisme ikan hingga dua kali lipat.

Kecerahan

Odum (1973) menjelaskan bahwa tingkat kecerahan suatu perairan terkait

erat dengan intensitas cahaya yang masuk ke dalam kolom perairan dan

dipengaruhi oleh kandungan bahan organik dan anorganik di dalamnya. Zat

terlarut tersebut dapat menghalangi masuknya cahaya matahari ke kolom perairan.

Pada zona perairan yang masih dapat dicapai cahaya matahari inilah proses

fotosintesis dapat berlangsung. Kemudian Effendi (2003) menjelaskan bahwa

kecerahan perairan dipengaruhi oleh cuaca, waktu pengamatan, padatan

tersuspensi, dan ketelitian pengukuran.

Perairan yang kaya unsur hara dengan nilai kecerahan yang rendah dapat

menghalangi penetrasi cahaya ke dalam perairan, sedangkan perairan yang miskin

unsur hara dengan kecerahan yang rendah dapat menekan produktivitas perairan.

Meskipun begitu, perairan yang jernih lebih bernilai estetika dibanding perairan

yang keruh. Kecerahan Situ Leutik berkisar antara 50-220 cm (Purnomo 1987 in

Wardiatno et al. 2003), sedangkan kecerahan Situ Perikanan berkisar antara 20-

101 cm (Syukri 2001).

Warna

Warna perairan merupakan salah satu parameter yang berpengaruh terhadap

nilai estetika perairan. Warna perairan pun dapat memberi gambaran awal

mengenai kondisi suatu perairan, yaitu oligotrofik (miskin unsur hara) atau

eutrofik (kaya unsur hara). Effendi (2003) mengatakan bahwa warna perairan

disebabkan oleh keberadaan bahan organik, bahan anorganik, plankton, humus,

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

9

dan ion-ion logam seperti besi dan mangan serta bahan-bahan lain yang dapat

menimbulkan warna pada perairan.

Berdasarkan pengamatan tahun 1992 dinyatakan bahwa warna perairan Situ

Leutik yaitu hijau. Warna perairan yang hijau ini menandakan banyaknya bahan

organik yang terkandung di perairan situ (Sulistiono et al. 1992).

2.2.2 Parameter kimia air

Parameter kimia diamati secara eksitu di laboratorium. Beberapa parameter

kimia berpengaruh langsung pada fisiologis sumberdaya ikan seperti pH, oksigen

terlarut, alkalinitas, dan kesadahan. Konsentrasi tiap parameter di dalam perairan

saling berkaitan dan tiap jenis ikan memiliki selang nilai kelarutan yang berbeda

pula.

pH

Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe

dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik lainnya

hidup pada selang pH tertentu dan memiliki daya toleransi pada perubahan

keasaman. Sehingga dengan melihat pH dapat diketahui apakah perairan tersebut

sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan sumberdaya ikan di dalamnya

(Effendi 2003).

Konsentrasi ion hidrogen (pH) berkaitan erat dengan karbondioksida dan

alkalinitas. Pada pH <5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi nilai pH,

semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan kadar karbondioksida bebas akan

semakin rendah. pH juga berpengaruh terhadap toksisitas suatu senyawa kimia

seperti senyawa amonium (Effendi 2003). Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme,

suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut (Pescod 1973 in Wibowo

2007).

Pada PPRI No. 82 tahun 2001 ditetapkan bahwa baku mutu pH pada

perairan yang diperuntukkan bagi perikanan (kriteria kelas III) berkisar 6-9. Lebih

lanjut, Pescod (1973) in Wibowo (2007) mengatakan bahwa pH ideal bagi

perikanan yaitu berkisar 6,50-8,50.

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

10

Oksigen terlarut

Oksigen terlarut atau Dissolve Oxygen (DO) menunjukkan jumlah oksigen

yang terlarut di air dalam satuan mg/L. Ketersediaan oksigen di air mutlak

menjadi kebutuhan dasar biota air. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari

reaksi fisika maupun biologi, seperti difusi udara dan fotosintesis. Namun pada

kenyataannya, proses difusi oksigen dari atmosfer ke perairan berlangsung lambat,

terutama pada perairan tergenang. Akibatnya, penyuplai DO di air lebih banyak

berasal dari hasil fotosintesis (Wetzel 1975).

Konsentrasi DO di perairan bervariasi tergantung pada suhu, salinitas,

turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Konsentrasi DO juga berfluktuasai secara

harian dan musiman tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air,

aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air (Effendi

2003).

Effendi (2003) juga mengatakan bahwa pada perairan tawar, konsentrasi DO

berkisar 15 mg/L pada suhu 0 0C dan 8 mg/L pada suhu 25

0C. Kemudian pada

PPRI No. 82 tahun 2001 ditetapkan bahwa baku mutu DO pada perairan yang

diperuntukkan bagi perikanan yaitu ≥ 3 mg/L.

Alkalinitas

Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau

kuantitas anion di air yang dapat menetralkan hidrogen (acid neutralizing

capacity). Alkalinitas dihasilkan dari karbondioksida dan air yang dapat

melarutkan sedimen batuan karbonat menjadi bikarbonat. Senyawa kalsium

karbonat adalah yang memberi kontribusi terbesar terhadap nilai alkalinitas di

perairan tawar. Keberadaannya yang melimpah di dalam tanah menjadikan

kelarutannya cukup tinggi pada perairan tawar. Selain berasal dari mineral di

tanah, karbonat dan bikarbonat juga dapat berasal dari hasil dekomposisi bahan

organik oleh mikroba (Effendi 2003).

Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh

organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi

atau kadar garam natrium yang tinggi. Nilai alkalinitas alami tidak lebih besar dari

500 mg/L. Lebih lanjut, nilai alkalinitas suatu perairan dipengaruhi oleh pH,

komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion (Effendi 2003).

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

11

Kesadahan

Kesadahan atau hardness adalah gambaran kation logam divalen. Kation-

kation ini dapat bereaksi dengan sabun (soap) membentuk endapan atau

presipitasi maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk

endapan atau karat pada peralatan logam. Kesadahan sangat penting artinya bagi

petunjuk kualitas air. tidak semua ikan dapat hidup pada nilai kesadahan yang

sama. Dengan kata lain setiap jenis ikan memiliki selang nilai kesadahan tertentu

untuk hidupnya (Effendi 2003).

Pada umumnya, hampir semua ikan mampu beradaptasi pada kondisi

kesadahan ini. Namun, sulit bagi ikan untuk dapat memijah pada kondisi perairan

dengan kesadahan yang tidak sesuai prasyarat mereka.

2.2.3 Biota akuatik

Biota akuatik tidak hanya terdapat di permukaan perairan saja, namun juga

terdapat di dalam kolom perairan. Mereka dapat diamati secara langsung maupun

khusus. Pengamatan plankton harus diamati menggunakan mikroskop, sedangkan

pengamatan tumbuhan air dilakukan secara visual di lapang.

Plankton

Plankton adalah organisme yang melayang bebas di perairan yang

pergerakannya dipengaruhi oleh aliran air. Kebanyakan plankton adalah

organisme mikroskopik, meskipun untuk sebagian jenis dapat dilihat oleh mata

secara langsung (Kendeigh 1961). Plankton memiliki peran penting pada

ekosistem perairan, yaitu sebagai primary producer (fitoplankton), primary

consumer (zooplankton), dan sebagai dasar terbentuknya rantai makanan di

perairan (Simcic 2005).

Terdapat sepuluh jenis genus atau spesies yang sering ditemukan pada

perairan situ. Jenis genus atau spesies tersebut adalah Chlorophyceae,

Charophyceae, Euglenophyceae, Cryptophyceae, Dinophyceae, Xanthophyceae,

Chrysophyceae, Bacillariophyceae, Myxophycecae, dan Rhodophyceae (Welch

1952 in Putri 2010). Kemudian Wetzel (1975) mengatakan bahwa danau eutrofik

memiliki struktur komunitas fitoplankton yang didominasi oleh kelas

Chlorophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae, dan Bacillariophyceae.

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

12

Sedangkan danau oligotrofik memiliki struktur komunitas fitoplankton yang

didominasi oleh kelas Cyrisophyceae, Cryptophyceae, Dinophyceae, dan

Bacillariophyceae.

Tumbuhan Air

Tumbuhan air atau makrofita memeiliki peran penting bagi organisme di

sekitarnya. Sebagai contoh adalah tumbuhan air mampu menyediakan habitat bagi

ikan dan invetebrata. Tumbuhan air di suatu perairan juga berperan sebagai

penghasil oksigen, tempat melekatnya perifiton, dan penangkap sedimen.

Terdapat empat karakter spesies dari tumbuhan air yaitu tumbuhan air

mengapung, terendam, terendam sebagian, dan mencuat (Kendeigh 1961).

Tumbuhan air tingkat tinggi di suatu perairan situ terdiri dari Bryophyta,

Pteriodophyta, dan Spermatophyta (Welch 1952 in Putri 2010). Keanekaragaman

tumbuhan air pada suatu perairan erat kaitannya dengan latitude dan tekanan

lingkungan akibat kegiatan manusia.

2.3 Sumberdaya Ikan

Pengamatan terhadap jenis-jenis ikan yang terdapat di Situ IPB sudah

pernah dilakukan pada tahun 1987, 1988, dan 1992. Pada pengamatan tahun 1987

telah teramati 6 jenis ikan, yaitu Ikan Lele (Clarias batrachus), Ikan Cupang

(Beta splendens), Ikan Gabus (Opiocephalus striatus), Ikan Mujair (Oreochromis

mossambicus), Ikan Nila (Oreochromis niloticus), dan Ikan Tawes (Puntius

javanicus). Wijaya (1991) in Sulistiono et al. (1992) mengatakan bahwa tiga jenis

ikan pertama yang disebut di atas merupakan ikan asli, sedangkan ikan lainnya

merupakan ikan introduksi. Pada kisaran tahun 1986-1988 telah dilakukan

introduksi ikan yaitu Ikan Mas (Cyprinus carpio) (Sulistiono et al. 1992).

Pada tahun 1988 juga telah dilakukan percobaan menggunakan grass carp

di Situ Leutik sebagai upaya penanganan gulma Hydrilla verticulata. Dari

percobaan ini kemudian dilakukan introduksi Ikan Koan (Ctenopharyngodon

idella) sebanyak 500 ekor (Widjaya et al. 1990). Pada penelitian tahun 1992

teramati 6 jenis ikan, yaitu Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus), Ikan Cupang

(Beta splendens), Ikan Wader (Puntius binotatus), Ikan Tambakan (Helostoma

temminckii), Ikan Gabus (Opiocephalus striatus), dan Belut (Monopterus albus).

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

13

Dengan demikian, terdapat 11 jenis ikan yang tercatat pada kisaran tahun 1987-

1992. Berikut ini beberapa sumberdaya ikan yang terdapat di Situ IPB:

Mujair (Oreochromis mossambicus)

Ikan Mujair bukanlah ikan asli Indonesia, melainkan berasal dari daratan

Afrika. Mujair memiliki warna sisik silver dengan dua sampai lima bercak di

bagian garis tengah tubuhnya. Namun pada ikan jantan dewasa, badan dan

siripnya berwarna hitam, bibir bagian atas berwarna biru, bagian bawah kepala

berwarna putih, dan ujung sirip-siripnya berwarna merah. Ikan ini dapat mencapai

panjang maksium 39 cm dan ukuran pertama kali memijah pada panjang total

tubuh 15,4 cm. Mujair menghuni perairan tropis dengan suhu berkisar 17-35 0C

dan dapat bertahan pada suhu 8-42 0C (www.fishbase.org).

Ikan Mujair biasa ditemukan pada perairan tawar (sungai, danau, dan rawa),

namun dapat pula hidup dan berkembangbiak di perairan asin. Ikan ini dikenal

mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan perairan dan ketersediaan

makanan. Hal ini menjadikan ikan mujair sebagai ikan kosmopolit dan telah

menginvasi banyak perairan tawar di berbagai negara (www.fishbase.org).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa makanan utama Ikan

Mujair yaitu diatom, sedangkan makanan tambahannya yaitu Chlorophyceae,

Dinophyceae, Cyanophyceae, Crustaceae, Rotatiria, dan material lain yang tidak

dapat teridentifikasi. Berdasarkan umur dan jenis kelamin, terdapat perbedaan

komposisi makanan tambahan. Namun tidak demikian pada makanan utamanya

(Meity 1978).

Sepat (Trichogaster trichopterus)

Ikan sepat memiliki bentuk tubuh pipih dan moncong runcing, panjang total

dapat mencapai 12 cm. Warna tubuh ikan sepat sangat bervariasi, namun terdapat

satu kesamaan yaitu selalu terdapat dua bintik berwarna hitam di sisi tengah tubuh

dan pangkal ekor. Sirip dorsal, VI-VIII (jari-jari keras atau duri) dan 8-9 (jari-jari

lunak); dan sirip anal X-XII, 33-38. Gurat sisi 30-40 buah. Panjang standar (tanpa

ekor) 2,3-2,5 kali tinggi badan. Ciri utama ikan ini adalah sirip ventralnya yang

berbentuk seperti cambuk/rambut sehingga dinamakan trichopterus

(www.fishbase.org).

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

14

Ikan Sepat hanya dapat hidup di perairan tawar. Ikan ini termasuk ke dalam

golongan ikan omnivora. Biasa hidup pada suhu perairan 22-28 0C dan pH

berkisar 6,0-8,5. Ukuran panjang maksimumnya dapat mencapai 15 cm, namun

pada umumnya hanya 11 cm. Ikan Sepat termasuk ke dalam kelompok

Anabantoidei yang dicirikan oleh adanya organ labirin di ruang insangnya.

Adanya labirin ini memungkinkan untuk hidup di tempat yang miskin oksigen

seperti rawa, sawah dan lain-lain (www.aquaworld.netfirms.com).

Gabus (Channa striata)

Ikan Gabus secara morfologi memiliki bentuk kepala simetris seperti ular

dan bersisik, sebelah depan agak gepeng dengan mulut lebar dan dapat dijulurkan.

Langit-langit mulutnya memiliki dua baris gigi kecil dan runcing, badan simetris,

sirip punggung panjang dan bersatu serta berjari-jari lemah sebanyak 37-43 buah,

sirip dubur berjari-jari lemah 21-27 buah, mempunyai labirin, sisik pada rusuk 52-

57 keping berwarna hitam dengan sedikit belang pada punggung dan putih pada

bagian bawahnya (Saanin 1984 in Rahardiani 2007).

Seperti halnya kerabat dalam famili Channidae, Ikan Gabus dapat hidup

pada perairan yang miskin oksigen. Bahkan pada saat masa kering, dapat bertahan

hidup dengan membenamkan diri pada lumpur basah (Syarief 2005 in Rahardiani

2007). Ikan Gabus merupakan ikan kosmopolit, yaitu ikan yang dapat ditemukan

pada berbagai macam perairan. Ikan ini lebih menyenangi tinggal di daerah rawa,

sungai, dan danau. Asmawi (1986) in Rahardiani (2007) menyatakan bahwa Ikan

Gabus hidup pada perairan dengan pH berkisar antara 4-6 di lingkungan aslinya.

Wader (Puntius binotatus)

Ikan berukuran kecil ini memiliki panjang total umumnya hingga 10 cm dan

dapat mencapai 17 cm. Bersungut empat di ujung moncongnya, dan dengan gurat

sisi yang sempurna (tidak terputus) berjumlah 23-27. Sirip dorsal (punggung)

dengan 4 duri dan 8 jari-jari lunak; duri yang terakhir bergerigi di belakangnya.

Awal sirip dorsal berjarak 4½ sisik dengan gurat sisi (www.fishbase.org).

Warna dan bentuk tubuh Ikan Wader berubah-ubah. Kebanyakan berwarna

abu-abu kehijauan, zaitun, atau keperakan dengan warna yang lebih gelap di

bagian punggung berangsur-angsur memucat dan keputihan di sisi dada dan perut.

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

15

Dua bintik besar biasa terdapat di pangkal sirip dorsal dan tengah batang ekor

(peduncle). Pada ikan berusia muda sering terdapat satu sampai tiga bintik

tambahan di bagian tengah badan pada sebuah coret samar memanjang di sisi

tubuh di belakang tutup insang dan satu bintik di awal sirip anal. Bintik-bintik ini

umumnya akan memudar dan menghilang pada ikan dewasa (www.fishbase.org).

Ikan Wader cenderung bersifat omnivora, memakan mulai dari plankton,

larva serangga, hingga serpihan tumbuhan hijau. Kondisi lingkungan alaminya

adalah perairan tropis dengan pH antara 6,0-6,5 (agak asam) dengan kisaran suhu

antara 24-26 0C (www.fishbase.org).

Tawes (Puntius javanicus)

Ikan Tawes berbentuk padat, tinggi, bagian dorsal melengkung, dan ada

cekungan di atas tengkuknya. Bagian kepala kecil dengan mulut menyembul dan

terminal. Pada ikan dewasa bintik-bintik sangat sederhana bahkan kadang hilang

sepenuhnya. Ikan ini berwarna putih perak dan terkadang emas. Sirip dorsal dan

caudal berwarna kekuningan, sirip anal dan ventral berwarna oranye muda dengan

warna merah di ujungnya, dan sirip pektoral berwarna pucat sampai kuning muda

(Weber & De beaufort 1916).

Beberapa kasus pada danau-danau yang mengalami blooming phytoplankton

digunakanlah jenis-jenis ikan herbivora sebagai biocleaning agents. Waduk

Saguling telah menerapkan metode ini dengan menebar Ikan Mola

(Hypophthalmichthyis milirix) sebagai ikan uji. Kemudian Waduk Maninjau pun

menerapkan metode tersebut dengan Ikan Tawes (Puntius javanicus) dan Nilem

(Osteochillus hasselti) sebagai ikan uji (Syandri 2004).

Nilem (Osteochillus hasselti)

Ikan Nilem mempunyai bentuk tubuh pipih dan mulut dapat disembulkan.

Posisi mulut terletak di ujung hidung (terminal). Posisi perut terletak di belakang

sirip dada (abdominal). Ikan Nilem tergolong bersisik lingkaran (sikloid). Rahang

atas sama panjang atau lebih panjang dari diameter mata, sedangkan sungut

moncong lebih pendek daripada panjang kepala. Permulaan sirip punggung

berhadapan dengan sisik garis rusuk ke-22 atau ke-23 di belakang jari-jari sirip

punggung terakhir. Sirip perut dan sirip dada hampir sama panjang. Permulaan

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

16

sirip perut dipisahkan oleh 4-4,5 sisik dari sisik garis rusuk ke-10 sampai ke-12.

Sirip perut tidak mencapai dubur, sirip ekor bercagak, tinggi batang ekor hampir

sama dengan panjang batang ekor, dan dikelilingi oleh 16 sisik (Weber & De

beaufort 1916).

Menurut warna dan sisiknya, Ikan Nilem dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu berwarna coklat kehitaman atau coklat hijau pada punggunggnya dan terang

di bagian perut dan ikan nilem merah dengan punggung merah atau kemerah-

merahan dengan bagian perut agak terang (Hardjamulia 1978 in Wicaksono

2005). Ikan ini termasuk ke dalam kelompok herbivora dan dapat dimanfaatkan

sebagai biocleaning agents pada perairan-perairan yang mengalami blooming

phytoplankton (Syandri 2004).

Lele (Clarias batrachus)

Ikan Lele ini dikenali dari tubuhnya yang licin dan tak bersisik. Memiliki

sirip punggung dan sirip anus yang panjang. Kepalanya keras menulang di bagian

atas dengan mata yang kecil. Mulutnya lebar dan terletak di ujung moncong.

Memiliki empat pasang sungut peraba yang digunakan untuk bergerak di air yang

gelap. Lele juga memiliki alat pernafasan tambahan berupa modifikasi dari busur

insangnya. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam, pada sirip-sirip

pektoralnya.ika Lele mampu mencapai panjang maksimum hingga 47 cm dan

ukuran pertama kali matang gonad yaitu 28 cm (www.fishbase.org).

Ikan Lele merupakan ikan asli Indonesia. Hampir semua jenis Ikan Lele

hidup di perairan tawar seperti, sawah, rawa, dan danau. Namun ada satu jenis lele

yaitu lele laut yang hidup di perairan asin. Ikan ini hidup di perairan tropis dengan

suhu 10-28 0C dan mampu bertahan pada kondisi perairan yang kurang baik dan

tercemar. Kebiasaan makannya adalah omnivora dan bersifat predator

(www.fishbase.org). Kebiasaan hidup ikan lele adalah nokturnal, yaitu ikan yang

aktif mencari makan pada saat malam hari. Pada waktu siang hari, ikan ini

cenderung berdiam diri dan berlindung di perairan yang gelap (Sudarto 2004).

Belakangan, ikan ini banyak dibudidayakan sebagai ikan konsumsi.

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

17

Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis)

Ikan Sapu-sapu termasuk ke dalam suku catfish dan famili Loricariidae

yang ditandai dengan tubuh yang tertutup oleh kulit yang mengeras dengan bentuk

mulut cakram. Menurut Sterba (1983) in Sutanti (2005), kepala serta tubuh ikan

sapu-sapu melebar dan membentuk seperti panah. Batang ekor memanjang dan

sirip punggung lebar. Pada semua siripnya kecuali sirip ekor selalu diawali oleh

duri keras. Terdapat juga adipose fin yang terletak dekat dengan ujung batang

ekor yang ditutupi oleh kulit yang mengeras. Page et al. (1996) in Sutanti (2005)

mengatakan bahwa Sapu-sapu dapat mencapai panjang maksimum 50 cm. Ikan ini

berasal dari perairan air tawar Amerika Selatan dan bagian utara Amerika Tengah

hingga Nikaragua.

Ikan Sapu-sapu dapat hidup secara optimal di perairan tropis dengan kisaran

pH 7-7,5 dan suhu antara 23-28 0C. Walaupun demikian, ikan ini masih dapat

hidup dengan baik pada kondisi fisika kimia perairan yang kurang baik sehingga

dapat berperan sebagai indikator lingkungan (Page et al. 1996 in Sutanti 2005).

Kemudian menurut Grzimek (1973) in Prihardhyanto (1995) in Sutanti (2005)

mengatakan bahwa Ikan Sapu-sapu biasa mengkonsumsi alga yang melekat pada

bebatuan, tumbuhan air, dan detritus. Sapu-sapu juga mengkonsumsi bangkai ikan

dan hewan-hewan lain yang tenggelam di dasar perairan, sehingga Ikan Sapu-sapu

digolongkan ke dalam kelompok omnivora.

Betutu (Oxyeleotris marmorata)

Menurut Saanin (1984), pada badan Ikan Betutu terdapat bercak-bercak dan

tidak ada ocellus pada batang ekor. Ocellus merupakan pewarnaan dalam bentuk

lingkaran atau gelang. Kottelat et al. (1993) in Sutanti (2005) menyatakan bahwa

secara morfologi ikan betutu mempunyai lima buah sirip, yaitu sirip punggung,

sirip dada, sirip perut, sirip anal, dan sirip ekor dengan jumlah jari-jari pada

siripnya yaitu, 7 buah jari-jari sirip keras dan 9 buah jari-jari sirip lemah pada sirip

punggung dan 1 buah jari-jari sirip keras dan 8 buah jari-jari sirip lemah pada sirip

anal. Ikan Betutu memiliki panjang maksimum hingga 65 cm.

Ikan Betutu merupakan ikan demersal dan menyukai daerah bersubstrat

lumpur, bersifat potadromus dan terdapat di perairan tawar seperti sungai, danau,

waduk, maupun perairan payau seperti daerah rawa. Tingkat aktivitasnya sangat

Page 15: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

18

rendah, sehingga oleh masyarakat biasa disebut ikan gabus malas. Ikan ini dapat

tumbuh optimal pada wilayah perairan tropis dengan kisaran pH 6,5-7,5 dan

kisaran suhu 22-28 0C. Akan tetapi pada kondisi perairan yang buruk, Ikan Betutu

masih dapat bertahan hidup karena memiliki toleransi yang tinggi terhadap

tekanan perairan. Betutu digolongkan ikan karnivora disebabkan kebiasaan

makannya yang antara lain ikan kecil, udang, serangga air, moluska, dan kepiting

(Kottelat et al. 1993 in Sutanti 2005).

2.4 Pertumbuhan

Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan dalam ukuran, baik

panjang maupun berat sepanjang waktu. Pertumbuhan terjadi karena adanya sisa

energi yang dihasilkan dari proses metabolisme pada tubuh ikan. Hubungan

panjang berat biota didasarkan hukum kubik, yaitu berat ikan merupakan pangkat

tiga dari panjangnya dan disertai anggapan bentuk dan berat biota tetap sepanjang

hidupnya. Namun hubungan yang terjadi tidak demikian karena bentuk dan berat

biota berbeda-beda diakibatkan oleh banyak faktor.

Berdasarkan hubungan panjang dengan berat yang dinyatakan dalam rumus

W = a L b, maka pertumbuhan memiliki dua pola yaitu pertumbuhan isometrik dan

allometrik. Pertumbuhan isometrik (b=3) berarti pertambahan panjang seimbang

dengan pertambahan berat sedangkan pertumbuhan allometrik (b≠3) berarti

pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan berat. Pertumbuhan

dinyatakan bersifat allometrik positif jika b>3 yang berarti pertambahan berat

lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan panjang, sedangkan

pertumbuhan dinyatakan bersifat allometrik negatif jika b<3 yang berarti

pertambahan panjang lebih dominan dari pertambahan berat. Nilai a dan b dari

persamaan merupakan konstanta hasil regresi, sedangkan W adalah berat total

biota dan L adalah panjang total biota (Effendie 2002).

Studi tentang pertumbuhan pada dasarnya menyangkut penentuan ukuran

badan sebagai fungsi dari umur. Model matematik bagi pertumbuhan individu

telah dikembangkan oleh Von Bertalanffy. Panjang dan berat merupakan

komponen dasar dalam spesies ikan dan merupakan parameter utama mengukur

pertumbuhan dan stok ikan (Spare and Venema 1999).

Page 16: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

19

Regresi panjang berat bahkan lebih sering digunakan untuk memperkirakan

berat dari panjang karena pengukuran langsung berat cukup memakan waktu

(Sinovcic et al. 2004). Penelitian mengenai hubungan panjang berat telah banyak

dilakukan di belahan dunia antara lain di Portugis oleh Santos et al. (2002) dan

Mendes et al. (2004), di laut Adriatik oleh Sinovcic et al. (2004), di Sungai

Gambia, Afrika oleh Ecoutin et al. (2004), dan di Laut Hitam oleh Kalayci et al.

(2007).

2.5 Konsep Komunitas

Struktur komunitas sumber daya air menurut Odum (1973) adalah kumpulan

dari populasi yang hidup di dalam habitat fisik tertentu -dalam hal ini situ- dan

merupakan satuan yang terorganisir serta mempunyai hubungan timbal balik.

Pada umumnya komunitas mempunyai struktur spesies yang khas. Struktur

komunitas ini terdiri atas beberapa populasi yang berlimpah jumlah individunya

dan sejumlah besar populasi yang masing-masing jumlah individunya sedikit.

Nybakken (1988) in Sulistiono et al. (1992) mengatakan bahwa tiap spesies

dalam komunitas memiliki daya toleransi tertentu terhadap faktor lingkungan.

Bila di suatu lingkungan terdapat faktor lingkungan yang melampaui batas

toleransi suatu spesies maka pada daerah ini spesies tersebut tidak akan dapat

ditemukan. Kemudian Royce (1972) mengatakan bahwa tiap spesies mempunyai

batas kondisi ideal tertentu hingga pertumbuhannya mencapai optimal dan dapat

beradaptasi terhadap sedikit perubahan dari kondisi ideal tersebut.

Royce (1972) kembali mengatakan bahwa tiap spesies memiliki batasan

distribusi dan kelimpahan yang bergantung pada kemampuan mereka untuk

menggunakan atau mentolerir faktor-faktor lingkungan dan kemampuan untuk

menyebar. Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran ikan di perairan situ

antara lain jenis ikan, daur hidup, kebiasaan makan, fisika-kimia perairan, dan

musim (Bhukaswan 1980).

Komposisi suatu organisme ikan yang hidup dalam perairan dapat dilihat

dari kelimpahan relatifnya yang dinyatakan dalam jumlah atau berat relatif dari

satu kelompok jenis organisme dalam suatu komunitas (Royce 1972). Salah satu

cara untuk mengetahui hal itu antara lain dengan menggunakan alat tangkap yang

memiliki selektivitas rendah atau dengan kombinasi dari berbagai alat tangkap

Page 17: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ IPB · Nilai pH penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju reaksi beberapa bahan di dalam air. Ikan dan biota-biota akuatik

20

(Powell et al. 1971 in Butet et al. 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa dua

komunitas yang mempunyai jumlah individu total dan jumlah individu yang sama

belum tentu mempunyai struktur komunitas yang sama karena kemungkinan

terdapat perbedaan kelimpahan relatif (Poole 1974 in Sulistiono et al. 1992).

Kelimpahan ikan dalam suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor

pembatas antara lain fekunditas, ruang gerak, kompetisi, predasi, penyakit, dan

batas waktu untuk bertahan hidup (Rounsefell & Everhart 1962). Komunitas biota

yang masih alami dan cukup matang memiliki keragaman spesies yang tinggi,

tidak ada dominansi spesies tertentu, dan pembagian jumlah individu per jenis

hampir merata (Lund 1981 in Sulistiono et al. 1992).

Gangguan terhadap lingkungan hidup tidak bisa dipungkiri dapat

menyebabkan perubahan struktur dan fungsi suatu sistem biologi dalam

komunitas. Para ahli biologi telah melakukan berbagai percobaan untuk mengukur

tingkat polusi dengan menganalisa perubahan yang terjadi dalam sistem biologi

(Wilhm 1975 in Puspita et al. 2005). Lebih lanjut Racera (1979) in Puspita et al.

(2005) menerangkan bahwa organisme tertentu memperlihatkan hubungan

tertentu dengan pencemaran air. Dengan kata lain, organisme yang ditemukan di

air terpolusi akan berbeda dengan organisme yang ditemukan di air bersih. Hal

tersebut didefinisikan oleh Kolwkwitz dan Marson dengan konsep “indikator

biologi” dalam polusi.